Anda di halaman 1dari 31

BAB I

IDENTIFIKASI KORBAN PADA BENCANA MASSAL

I. PENDAHULUAN
Bencana dapat dibagi atas open disaster (bencana terbuka) dan
close disaster (bencana tertutup). Secara khusus akan dibahas tentang
bencana terbuka. Bencana terbuka adalah peristiwa bencana besar yang
mengakibatkan kematian sejumlah besar orang yang tak dikenal dimana
tidak terdapat catatan ataudata deskriptif yang tersedia sebelumnya. Hal ini
menyebabkan sulitnya memperoleh informasi mengenai jumlah korban
sebenarnya dalam kejadian tersebut, karena biasanya tidak ada titik acuan
awal untuk memulai pencarian daftar orang hilang.(1,2)
Bencana bisa diakibatkan oleh alam maupun manusia. Pada
bencana missal dibedakan menjadi 2 tipe. Pertama, Natural Disaster,
seperti Tsunami, gempa bumi, banjir, tanah longsor dan sejenisnya.
Sedangkan yang kedua, berupa kelalaian manusia yang dikenal sebagai
‘Man Made Disaster’ seperti: kecelakaan udara, laut, darat, kebakaran
hutan dan sejenisnya serta akibat ulah manusia yang telah
direncanakannya seperti pada kasus terorisme. (1,2)
Identifikasi korban bencana massal adalah kegiatan yang penting
dan dilaksanakan pada setiap kejadian yang menimbulkan korban jiwa
terutama dalam bencanan dengan korban dalam jumlah yang banyak.
Tujuan utama pemeriksaan identifikasi pada kasus bencana massal adalah
untuk mengenali korban.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI BENCANA MASSAL


Menurut Peraturaan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor
4 tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana
Tahun 2008, Dalam rangka pelaksanaan penyelenggaraan Pasal 35 dan Pasal 36
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana,
bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik
oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis. Secara singkat, bencana adalah suatu
kejadian yang tidak diharapkan, yang dapat menimbulkan korban luka atau
meninggal dengan jumlah cukup banyak. (1,2)
Menurut WHO, bencana adalah setiap kejadian yang menyebabkan
kerusakan, gangguan ekologis, hilangnya nyawa manusia atau memburuknya
derajat kesehatan atau pelayanan kesehatan pada skala tertentu yang memerlukan
respon dari luar masyarakat atau wilayah yang terkena.
Korban Massal adalah korban akibat kejadian dengan jumlah relatif banyak
(lebih dari 10 orang) oleh karena sebab yang sama dan perlu mendapatkan
pertolongan kesehatan segera dengan menggunakan sarana, fasilitas, dan tenaga
yang lebih dari yang tersedia sehari-hari. (3,4)

2.2 KLASIFIKASI BENCANA


Pembagian bencana menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24
tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana adalah: 4
a. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa

2
bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah
longsor.
b. Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal
modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.
c. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik
sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.
Selain klasifikasi di atas, terdapat pula pembagian bencana berdasarkan
Identifikasi Korban Bencana Massal (DVI/Disaster Victim Identification), yaitu :
a. Open Disaster
Bencana terbuka adalah peristiwa bencana besar yang mengakibatkan
kematian sejumlah besar orang yang tak dikenal dimana tidak terdapat catatan
ataudata deskriptif yang tersedia sebelumnya. Hal ini menyebabkan sulitnya
memperoleh informasi mengenai jumlah korban sebenarnya dalam kejadian
tersebut, karena biasanya tidak ada titik acuan awal untuk memulai pencarian
daftar orang hilang. Oleh karena itu, penyelidikan menyeluruh diperlukan
untuk mendapatkan daftar korban yang akurat untuk memulai prosedur
identifikasi korban bencana tersebut. Sebuah contoh praktis dari bencana
terbuka adalah dalam pertemuan umum di mana tidak ada daftar resmi yang
tersedia mengenai jumlah korban.4
b. Close Disaster
Bencana tertutup adalah peristiwa bencana besar yang mengakibatkan
kematian sejumlah individu dalam jumlah pasti dan dalam kelompok yang
dapat diidentifikasi (misalnya pesawat kecelakaan dengan daftar penumpang).
Sebagai acuan, data ante-mortem komparatif dapat diperoleh lebih cepat pada
bencana tertutup karena ada sumberberupajumlah nyata penumpang atau
catatan tentang kehadiran korban. Kombinasi bencana tertutup dan terbuka
juga dapat terjadi (misalnya kecelakaan pesawat di daerah publik).

3
Dengan mengenal karakteristik setiap ancaman, kita dapat mengetahui
perilaku ancaman tersebut dan menyusun langkah-langkah pencegahan,
mitigasi dan kesiapsiagaan termasuk dalam penyusunan rencana operasional
saat terjadi bencana. Bencana dapat pula diklasifikasikan berdasarkan
penyebabnya, besar kerusakan, dan onset bencana. Klasifikasi tersebut adalah
sebagai berikut:
KLASIFIKASI TIPE
Penyebab Natural/Alam :
a. Geologi : gempa bumi, erupsi vulkanik, tanah longsor,
tsunami
b. Meteorologi / Iklim: angin topan
c. Hydrologi : Banjir
d. Klimatologi : Suhu ekstrim, kekeringan, kebakaran
e. Biologi : investasi hama
Buatan Manusia/Ulah Manusia :
a. Teknologi
1. Limbah Industri : bencana penambangan
2. Bangunan yang Runtuh
3. Power Outrage
4. Kebakaran
5. Transportasi : bus, kapal laut, kereta api
6. Penerbangan : helikopter, pesawat terbang
7. Space Disaster
8. Materi Berbahaya : kontaminasi radiasi
b. Civil Disturbance : kerusuhan, perang, terorisme
c. Sosiological Hazard : kejahatan criminal
Besar a. Mayor : gempa bumi, banjir bandang, angin topan
Kerusakan b. Minor : gelombang panas dan dingin
Onset a. Onset Mendadak (<24 jam) :
Gempa bumi, tsunami, erupsi vulkanik
b. Onset Intermediet (1-7 hari) :
Banjir, angin topan
c. Onset Panjang (beberapa minggu/bulan – satu tahun) :
Perubahan iklim, kemarau panjang
Tabel 1. Klasifikasi Bencana 3

4
Jenis Karakteristik Permasalahan spesifik
bencana
Gempa -Tidak ada tanda-tanda peringatan -Memerlukan evaluasi dan
bumi -Onset kejadia tiba-tiba tindakan medis segera
-Dampak utamanya diakibatkan -Kerusakan akses dan
oleh pergerakan patahan dan mobilisasi
mengakibatkan kerusakan struktur -Dalam beberapa kejadian
bangunan dan infrastruktur dapat menyebabkan masalah
perekonomian di wilayah
yang terkena
Erupsi -Biasanya ada tanda peringatan dan -Debu vulkanik menyebabkan
gunung api dapat diprediksi masalah pernapasan dan
-Dapat merusak struktur bangunan dapat mencemari sumber air
-Aliran lava dapat mengakibatkan -Kasus luka bakar dapat
kebakaran terjadi
-Sebaran debu vulkanik dapat -Sikap apatis masyarakat
menjangkua area yang luas yang mengganggap erupsi
-Banjir lava dapat terjadi jika kecil sebagai hal yang biasa
disertai hujan terjadi
-Memerlukan evaluasi dan
tindakan medis
Tsunami -Ada tanda peringatan dan dapat -Waktu evakuasi yang sangat
diprediksi singkat
-Gelombang tsunami dapat sangat -Memerlukan evakuasi dan
destruktif terhadap lingkungan di tindakan medis segera
daerah pesisir termasuk merusak
struktur bangunan dan infrastruktur
Angin -Biasanya dapat diprediksi dan -Memerlukan evakuasi dan
Badai terkait musim tindakan medis
-Dapat merusak struktur bangunan

5
dan memutus akses
Banjir -Onset kejadian dapat berlangsung -Dapat mengakibatkan
lambat, cepat atau tanpa peringatan masalah kesehatan
(banjir bandang) masyarakat
-Biasanya terkait musim -Biasanya memerlukan
-Dampak merusak tergantung pada evakuasi
tinggi air, luas genangan, lamanya
genangan, kecepatan aliran material
yang hanyut dan tingkat
kepekatan/endapan lumpur
-Dapat mengakibatkan kerusakan
struktur bangunan dan infrastruktur
-Dapat memutus akses dan
mengisolasi masyarakat
Tanah -Onset kejadian berlangsung cepat -Memerlukan evakuasi dan
longsor dengan atau tanpa peringatan tindakan medis segera
-Mengakibatkan kerusakan struktur -Kadang terdapat kesurakan
bangunan akses lokasi
-Dapat memutus akses
Tabel 2. Karakteristik Bencana Alam5

Kombinasi bencana tertutup dan terbuka dapat diklasifikasikan sebagai


bencana semi tertutup (misalnya kecelakaan pesawat di daerah publik). Suatu
keadaan dimana kejadian closed menjadi kejadian open dimana data korban di
daratan yang terkena dampak akibat kecelakaan pesawat tersebut tidak diketahui
jumlah pastinya.5

2.3 PENANGGULANGAN BENCANA


Penanggulangan bencana alam bertujuan untuk melindungi masyarakat dari
bencana alam dan dampak yang ditimbulkannya. Karena itu, dalam

6
penanggulangannya harus memperhatikan prinsipprinsip penanggulangan bencana
alam.

Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang


meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana,
kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Pada saaat terjadi
bencana perlu adanya mobilisasi SDM kesehatan yang tergabung dalam suatu Tim
Penanggulangan Krisis yang meliputi:
1) Tim Reaksi Cepat/TRC
2) Tim Penilaian Cepat/TPC (RHA team)
3) Tim Bantuan Kesehatan.
Sebagai koordinator tim adalah Kepala Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota
(sesuai Surat Kepmenkes Nomor 066 tahun 2006). 5,7
Umumnya korban yang hidup telah banyak dapat diatasi oleh tim medis,
para medis dan tim pendukung lainnya. Namun berbeda bagi korban yang sudah
mati yang perlu ditangani secara khusus dengan membentuk tim khusus pula yang
disebut Disaster Victim Identification (DVI). DVI adalah suatu prosedur untuk
mengidentifikasi korban mati akibat bencana yang dapat di pertanggungjawabkan
secara sah oleh hukum dan ilmiah serta mengacu pada Interpol DVI Guideline.
DVI diperlukan untuk menegakkan Hak Asasi Manusia, sebagai bagian dari
proses penyidikan dan penunjang kepentingan hukum serta dapat
dipertanggungjawabkan.
Tenaga DVI merupakan tenaga pelayanan medik yang tergabung dalam
Tim Reaksi Cepat/TCR (tim yang diharapkan dapat segera bergerak dalam
waktu 0–24 jam setelah ada informasi kejadian bencana). Sebagai bagian dari
rencana penatalaksanaan korban bencana massal di rumah sakit, harus disiapkan
suatu ruang yang dapat menampung sedikitnya sepuluh korban yang telah
meninggal dunia. Proses identifikasi jenazah dapat dilakukan di ruang ini
oleh Tim Disaster Victim Identification (DVI). 5
Setiap bencana massal yang menimbulkan banyak korban jiwa, memiliki
spesifikasi tertentu yang berbeda antara kasus yang satu dengan yang lain.

7
Perbedaan ini menyebabkan tindakan pemeriksaan identifikasi dengan skala
prioritas bahan yang akan diperiksa sesuai dengan keadaan jenazah yang
ditemukan. Kejadian bencana massal tersebut akan menghasilkan keadaan jenazah
yang mungkin dapat intak, separuh intak, membusuk, tepisah berfragmen-
fragmen, terbakar menjadi abu, separuh terbakar, terkubur ataupun kombinasi dari
bermacam-macam keadaan.
Masalah akan timbul dengan berbagai variasi tingkat kesulitan dimana
tindakan identifikasi termudah dan sederhana yaitu secara visual tidak lagi dapat
digunakan. Demikian juga pada jenazah yang mengalami pembusukan lanjut,
pemeriksaan identifikasi primer berdasarkan sidik jari akan sulit dilakukan, maka
dapat digantikan dengan pemeriksaan gigi geligi karena gigi bersifat lebih tahan
lama terhadap proses pembusukan. Namun keadaan gigi tersebut juga dipengaruhi
faktor lingkungan tempat jenazah itu berada. Fakta pengalaman di lapangan
menunjukkan bahwa identifikasi korban meninggal massal melalui gigi-geligi
mempunyai kontribusi yang tinggi dalam menentukan identitas seseorang.
Proses identifikasi korban bencana secara internasional telah berkembang
dalam beberapa tahun yang telah diaplikasikan dalam banyak bencana di dunia.
Dalam pengungkapan korban membutuhkan beberapa fase, diantaranya:
- Fase 1 : TKP ( proses mengenali sisa tubuh manusia dan properti pada tempat
terjadinya bencana)
- Fase 2 : Post-mortem (pemeriksaan detail bagian korban)
- Fase 3 : Ante-mortem (mengumpulkan data orang hilang dari berbagai
sumber)
- Fase 4 : Rekonsiliasi (mencocokkan data post-mortem dan ante-mortem atau
bagian identifikasi).
Fase-fase dalam menangani bencana massal tersebut yaitu : 1,6
a. The scene (tahap Tempat Kejadian Perkara)
Pada fase pertama, tim akan datang ke TKP melakukan pemilahan antara
korban hidup dan korban mati selain juga mengamankan barang bukti yang dapat
mengarahkan pada pelaku apabila bencana yang terjadi merupakan bencana yang
diduga akibat ulah manusia. Pada korban mati diberikan label sebagai penanda.

8
Label ini harus memuat informasi tim pemeriksa, lokasi penemuan, dan nomor
tubuh/mayat karena akan membantu dalam proses penyidikan selanjutnya.
b. Post Mortem
Fase kedua dalam proses DVI adalah fase pemeriksaan mayat. Fase ini dapat
berlangsung bersamaan dengan fase pertama dan fase ketiga. Pada fase ini, para
ahli identifikasi, dokter forensik dan dokter gigi forensik melakukan pemeriksaan
untuk mencari data postmortem sebanyak-banyaknya. Proses dan metode yang di
terapkan pada proses pemeriksaan post mortem meliputi fotografi, sidik jari,
radiologi, odontologi, pengambilan sampel DNA dan prosedur otopsi. Selain
pemeriksaan sisa-sisa manusia, properti juga harus diperiksa secara cermat,
diperiksa, di bersihkan dan disimpan. Data ini dimasukkan ke dalam pink form
berdasarkan standar interpol.
c. Ante Mortem
Fase ketiga adalah fase pengumpulan data antemortem dimana ada tim kecil
yang menerima laporan orang yang diduga menjadi korban. Tim ini meminta
masukan data sebanyak-banyaknya dari keluarga korban. Data yang diminta mulai
dari pakaian yang terakhir dikenakan, ciri-ciri khusus (tanda lahir, tato, tahi lalat,
bekas operasi, dan lainlain), data rekam medis dari dokter keluarga dan dokter
gigi korban, data sidik jari dari pihak berwenang (kelurahan atau kepolisian), serta
sidik DNA apabila keluarga memilikinya. Apabila tidak ada data sidik DNA
korban maka dilakukan pengambilan sampel darah dari keluarga korban. Data
Ante Mortem diisikan ke dalam yellow form berdasarkan standar interpol.
d. Reconciliation
Rekonsilasi adalah mencocokkan data post mortem dengan data ante mortem
dengan tujuan untuk mengidentifikasi jenazah. Seseorang dinyatakan
teridentifikasi pada fase keempat yaitu fase rekonsiliasi apabila terdapat
kecocokan antara data Ante Mortem dan Post Mortem dengan kriteria minimal 1
macam Primary Identifiers atau 2 macam Secondary Identifiers.
Dalam sebuah metode identifikasi primary dapat menggunakan data yang ada
di tubuh seperti gigi, sidik jari, DNA. Apabila data yang dibandingkan terbukti
cocok maka dikatakan identifikasi positif. Apabila data yang dibandingkan

9
ternyata tidak cocok maka identifikasi dianggap negatif dan data post mortem
jenazah tetap disimpan sampai ditemukan data ante mortem yang sesuai dengan
temuan post mortem jenazah.
Salah satu keterbatasan yang akan timbul di lapangan adalah adanya
kemungkinan korban yang tak teridentifikasi. Hal ini mungkin saja
disebabkan seringkali begitu banyaknya laporan korban atau orang hilang
sedangkan yang diperiksa tidak sama jumlahnya seperti yang dilaporkan.
Hal ini dapat disebabkan karena beberapa faktor antara lain:
a. Keadaan jenazah yang ditemukan dalam kondisi:
1) Mayat membusuk lanjut, tergantung derajat pembusukannya dan
kerusakan jaringannya, atau mayat termutilasi berat da n kerusakan jaringan
lunak yang banyak maka metode identifikasi yang digunakan sidik jari bila
masih mungkin atau dengan ciri anatomis dan medis tertentu, serologi,
DNA atau odontologi;
2) Mayat yang telah menjadi kerangka, identifikasi menjadi terbatas untuk
sedikit metode saja yaitu: serologis, ciri anatomis tertentu dan odontologi.
b. Tidak adanya data antemortem, tidak adanya data orang hilang atau
sistem pendataan yang lemah;
c. Jumlah korban yang banyak, baik pada populasi yang terbatas
ataupun pada populasi yang tak terbatas.
Seringkali tidak dilakukan pemeriksaan atau tidak ditemukan jasad atau
bagian tubuh dari seseorang menyebabkan tidak adanya data post mortem
seseorang yang dilaporkan hilang. Adanya suatu kesepakatan bersama antara
beberapa ahli hukum dengan Tim DVI untuk berdiskusi dari situasi dan
kondisi bencana terkait hal tersebut, alasan tidak ditemukannya dan
sebagainya. Selanjutnya hasil keputusan tersebut diajukan ke pengadilan dan
menghasilkan suatu ketetapan, yang berdasarkan keputusan pengadilan inilah
kemudian dipakai sebagai acuan untu menentukan orang yang dilaporkan
hilang oleh keluarganya tadi dinyatakan sudah meninggal serta dikeluarkanlah
surat kematian. Apabila dalam proses tersebut ada yang tidak teridentifikasi,
maka Tim DVI Melakukan koordinasi dengan pihak terkait untuk

10
melakukan penguburan massal dengan beberapa ketentuan antara lain mayat
harus diambil sampel DNA nya terlebih dahulu dan dikuburkan dengan
dituliskan nomor label mayat pada bagian nisannya.

Gambar 1. Alur Pencarian dan Pertolongan (SAR)

11
Gambar 2. Siklus Penanggulangan Bencana

Pada bencana yang terjadi pada area yang besar dan melibatkan
banyak korban (contoh gempa bumi, angin topan, serangan teroris), akan
dapat menguntungkan bila mengembangkan penanganan pasien / daerah
pengumpulan lebih dekat dengan tempat kejadian, dan pada proses awal
untuk transport dan penyerahan pasien. Ini menawarkan beberapa
kelebihan :

1. Intervensi kritis dan lebih cepat selesai.


2. Personil medis dapat cepat dikirim dan meringankan
kebingungan di lokasi kejadian.
3. Jika dibutuhkan, tim tanggap medis di lokasi kejadian dapat
dibentuk, dikendalikan dan dikirim bila dibutuhkan.
4. Disposisi korban untuk perawatan definitif dapat dikoordinir
secara efisien.
5. Korban yang memerlukan dekontaminasi dapat dikendalikan
dan didekontaminasi sebelum tiba di rumah sakit

12
6. Pengumpulan korban bencana akan sangat berguna bagi
kejadian sekunder dalam kasus teroris.

2.4 TEKNIK IDENTIFIKASI KORBAN


Metode identifikasi yang digunakan dalam kasus-kasus bencana harus
bersifat ilmiah, dapat diandalkan, dapat diterapkan pada kondisi lapangan dan
mampu diimplementasikan dalam jangka waktu yang sesuai.8
Jenis metode identifikasi primer dan yang paling dapat diandalkan, yaitu
identifikasi sidik jari, analisis komparatif gigi dan analisis DNA. Jenis metode
identifikasi sekunder meliputi deskripsi personal, temuan medis serta bukti dan
pakaian yang ditemukan pada tubuh. Jenis identifikasi ini berfungsi untuk
mendukung identifikasi dengan cara lain dan biasanya tidak cukup sebagai satu-
satunya alat identifikasi.8
Semua metode yang memungkinkan di lapangan seharusnya diterapkan.
Identifikasi yang hanya berdasarkan foto sangat tidak dapat diandalkan dan harus
dihindari. Identifikasi visual oleh saksi mungkin memberikan indikasi identitas
tetapi tidak cukup untuk identifikasi positif dari korban bencana berskala besar.
Dalam hal ini korban sering mengalami trauma yang mendalam sehingga
perbandingan visual adalah hal yang mustahil dan karena relatif dari korban
sering tidak mampu mengatasi tekanan psikologis yang terlibat dalam konfrontasi
dengan para korban meninggal.9
Semua data post mortem yang diperoleh dari visum tubuh korban
dievaluasi dengan mengacu pada informasi orang hilang yang diperoleh. Karena
tidak mungkin untuk mengetahui terlebih dahulu data apa yang dapat diperoleh
dari tubuh korban dan informasi apa yang dapat diperoleh untuk tujuan
perbandingan di lokasi bencana. Semua informasi yang tersedia (baik AM dan
PM) harus dikumpulkan dan didokumentasikan.9
Dalam pelayanan identifikasi forensik berbagai macam pemeriksaan dapat
digunakan sebagai sarana identifikasi. Berdasarkan penyelenggaraan penanganan
pemeriksaannya, maka sarana-sarana identifikasi dapat dikelompokkan:

13
1. Sarana identifikasi konvensional, yaitu berbagai macam pemeriksaan
identifikasi yang biasanya sudah dapat diselenggarakan penanganannya oleh
pihak polisi penyidik antara lain: 9
a. Pemeriksaan secara visual dan fotografi mengenali ciri-ciri muka atau
sinyalemen tubuh lainnya.
b. Pemeriksaan benda-benda milik pribadi seperti: pakaian, perhiasan, sepatu
dan sebagainya.
c. Pemeriksaan kartu-kartu pengenal seperti KTP,SIM, Karpeg, kartu
mahasiswa dan sebagainya, surat-surat seperti surat tugas/ jalan atau
dokumen-dokumen dsb.
d. Pemeriksaan sidik jari dan lain-lain.
2. Sarana identifikasi medis, yaitu berbagai macam pemeriksaan identifikasi
yang diselenggarakan penanganannya oleh pihak medis, yaitu apabila pihak
polisi penyidik tidak dapat menggunakan sarana identifikasi konvensional atau
kurang memperoleh hasil identifikasi yang meyakinkan, antara lain:9
a. Pemeriksaan ciri-ciri tubuh yang spesifik maupun yang non-spesifik secara
medis melalui pemeriksaan luar dan dalam pada waktu otopsi. Beberapa
ciri yang spesifik, misalnya cacat bibir sumbing atau celah palatum, bekas
luka atau operasi luar (sikatrik atau keloid), hiperpigmentasi daerah kulit
tertentu (toh), tahi lalat, tato, bekas fraktur atau adanya pin pada bekas
operasi tulang atau juga hilangnya bagian tubuh tertentu dan lain-lain.
Beberapa contoh ciri non-spesifik antara lain misalnya tinggi badan, jenis
kelamin, warna kulit, warna serta bentuk rambut dan mata, bentuk-bentuk
hidung, bibir dan sebagainya.
b. Pemeriksaan ciri-ciri gigi melalui pemeriksaan odontologis.
c. Pemeriksaan ciri-ciri badan atau rangka melalui pemeriksaan antropologis,
antroposkopi dan antropometri.
d. Pemeriksaan golongan darah berbagai sistem: ABO, Rhesus, MN, Keel,
Duffy, HLA dan sebagainya.
e. Pemeriksaan ciri-ciri biologi molekuler sidik DNA dan lain-lain.

14
Jenis metode identifikasi forensik dapat dibagi menjadi metode identifikasi
primer dan metode identifikasi sekunder. Metode identifikasi tradisional yaitu
metode visual, dimana metode ini tidak bisa dianggap sebagai metode terbaik dan
rentan dalam ketidaktelitian. Metode ini digolongkan sebagai metode identifikasi
sekunder.9
Metode Identifikasi Primer (10,11,12)

Gambar 3. Metode Identifikasi Primer 12


1. Sidik jari.
1.1. Definisi
Sidik jari adalah suatu impresi dari alur-alur lekukan yang
menonjol dari epidermis pada telapak tangan dan jari-jari tangan atau
telapak kaki dan jari-jari kaki, yang juga dikenal sebagai “dermal ridges”
atau “dermal papillae”, yang terbentuk dari satu atau lebih alur-alur yang
saling berhubungan. Dari bayi pun, kita semua sudah mempunyai sidik jari
yang sangat identik dan tidak dimiliki orang lain. Alur-alur kulit di ujung
jari dan telapak tangan dan kaki mulai tumbuh di ujung jari sejak janin
berusia empat minggu hingga sempurna saat enam bulan di dalam
kandungan.8,12
Metode ini membandingkan sidik jari jenazah dengan data sidik
jari antemortem. Sampai saat ini, pemeriksaan sidik jari merupakan
pemeriksaan yang diakui paling tinggi ketepatannya untuk menentukan
identitas seseorang. Dengan demikian harus dilakukan penanganan yang
sebaik-baiknya terhadap jari tangan jenazah untuk pemeriksaan sidik jari,
misalnya dengan melakukan pembungkusan kedua tangan jenazah dengan
kantong plastik.8,12

15
Ada tiga alasan mengapa sidik jari merupakan indikator identitas
yang dapat diandalkan: 6,12
 Sidik jari unik: Tidak ada kecocokan mutlak antara papiler ridges
pada jari dari dua individu yang berbeda atau pada jari yang
berbeda dari orang yang sama.
 Sidik jari tidak berubah: papiler ridges terbentuk pada bulan
keempat kehamilan dan tetap tidak berubah bahkan setelah mati.
Sidik jari tumbuh kembali dalam pola yang sama setelah luka
ringan. Luka yang lebih parah mengakibatkan jaringan parut
permanen.
 Sidik jari dapat diklasifikasikan: Karena sidik jari dapat
diklasifikasikan, maka dapat diidentifikasi dan didata secara
sistematis dan dengan demikian dapat diperiksa dengan mudah
untuk tujuan perbandingan.
Sifat – sifat Sidik Jari 6
Dalam dunia sains pernah dikemukakan, jika ada 5 juta orang di
bumi, kemungkinan munculnya dua sidik jari manusia yang sama baru
akan terjadi lagi 300 tahun kemudian, atas dasar ini, sidik jari merupakan
sarana yang terpenting khususnya bagi kepolisian didalam mengetahui jati
diri seseorang.6
Dibawah ini merupakan sifat-sifat khusus yang dimiliki sidik jari: 6
a) Perennial nature, yaitu guratan-guratan pada sidik jari yang melekat
pada kulit manusia seumur hidup.
b) Immutability, yaitu sidik jari seseorang tidak pernah berubah, kecuali
mendapatkan kecelakaan yang serius.
c) Individuality, pola sidik jari adalah unik dan berbeda untuk setiap
orang.

1.4 Cara Pengambilan Dan Pemeriksaan Sidik Jari


Dari sembilan metode identifikasi yang dikenal hanya metode
penetuan jati diri dengan sidik jari (daktiloskopi), yang tidak lazim

16
dikerjakan oleh dokter, melainkan dilakukan oleh pihak kepolisian.
Walaupun pemeriksaan sidik jari tidak dilakukan oleh dokter, dokter
masih mempunyai kewajiban yaitu untuk mengambilkan atau mencetak
sidik jari, khususnya sidik jari pada korban yang tewas dan keadaan
mayatnya yang telah membusuk. Teknik pengembangan sidik jari pada
jari yang keriput, serta mencopot kulit ujung jari yang telah mengelupas
dan memasangnya pada jari yang sesuai pada jari pemeriksa, baru
kemudian dilakukan pengambilan sidik jari, merupakan prosedur standar
yang harus diketahui dokter. 6
Cara pengangkatan sidik jari yang paling sederhana adalah dengan
metode dusting (penaburan bubuk). Biasanya metode ini digunakan pada
sidik jari paten / yang tampak dengan mata telanjang. Sidik jari laten
biasanya menempel pada lempeng aluminium, kertas, atau permukaan
kayu. Agar dapat tampak, para ahli dapat menggunakan zat kimia, seperti
lem (sianoakrilat), iodin, perak klorida, dan ninhidrin. Lem sianoakrilat
digunakan untuk mengidentifikasi sidik jari dengan cara mengoleskannya
pada permukaan benda aluminium yang disimpan di dalam wadah
tertutup, misalnya stoples. Dalam stoples tersebut, ditaruh juga
permukaan benda yang diduga mengandung sidik jari yang telah diolesi
minyak. Tutup rapat stoples. Sianoakrilat bersifat mudah menguap
sehingga uapnya akan menempel pada permukaan benda berminyak yang
diduga mengandung sidik jari. Semakin banyak sianoakrilat yang
menempel pada permukaan berminyak, semakin tampaklah sidik jari
sehingga dapat diidentifikasi secara mudah.6
Cara lainnya dengan menggunakan iodin. Iodin dikenal sebagai zat
pengoksidasi. Jika dipanaskan, iodin akan menyublim, yaitu berubah
wujud dari padat menjadi gas. Kemudian, gas iodin ini akan bereaksi
dengan keringat atau minyak pada sidik jari. Reaksi kimia ini
menghasilkan warna cokelat kekuning-kuningan. Warna yang dihasilkan
tidak bertahan lama sehingga harus segera dipotret agar dapat
didokumentasikan. Zat kimia lain yang biasa digunakan adalah perak

17
nitrat dan larutan ninhidrin. Jika perak nitrat dicampurkan dengan natrium
klorida, akan dihasilkan natrium nitrat yang larut dan endapan perak
klorida. Keringat dari pelaku mengandung garam dapur (natrium klorida,
NaCl) yang dikeluarkan melalui pori-pori kulit. Pada praktiknya, larutan
perak nitrat disemprotkan ke permukaan benda yang diduga tersentuh
pelaku. Setelah 5 menit, permukaan benda akan kering dan perak nitrat
pun terlihat. Lalu, sinar terang atau ultra violet yang disorotkan ke
permukaan benda akan membuat sidik jari yang mengandung perak nitrat
terlihat. Seperti halnya iodin, warna yang dihasilkan tidak bertahan lama
sehingga harus segera dipotret agar dapat didokumentasikan. Ninhidrin
merupakan zat kimia yang dapat bereaksi dengan minyak dan keringat
menghasilkan warna ungu. Jika jari pelaku kejahatan mengandung
minyak atau keringat, lalu tertempel pada permukaan benda, sidik jarinya
akan terlihat dengan cara menyemprotkan larutan ninhidrin. Setelah
dibiarkan selama 10-20 menit, akan tampak warna ungu. Proses ini dapat
dipercepat dengan memanfaatkan panas lampu. Metode paling mutakhir
yang digunakan untuk mengidentifikasi sidik jari adalah teknik micro-X-
ray fluorescence (MXRF). Teknik ini dikembangkan oleh Christopher
Worley, ilmuwan asal University of California yang bekerja di Los
Alamos National Laboratory. Dibandingkan dengan metode lainnya yang
biasa digunakan, teknik MXRF mempunyai beberapa kelebihan. MXRF
dapat mengidentifikasi sidik jari yang tidak dapat diidentifikasi metode
lain.6
2. Analisis Dental
2.1. Anatomi dan Morfologi Gigi Manusia8
a. Anatomi Gigi
Gigi manusia terdiri dari tiga:
 Akar gigi, yang berfungsi menopang gigi dan merupakan bagian
gigi yang terletak didalam tulang rahang.
 Mahkota gigi yaitu bagian gigi yang berada diatas ginggiva.

18
 Leher gigi, yaitu bagian yang menghubungkan akar gigi dengan
mahkota gigi.
b. Struktur Gigi
Badan dari gigi terdiri dari :
1. Email, merupakan jaringan keras yang mengelilingi mahkota gigi
dan berfungsi membentuk struktur luar mahkota gigi dan
membuat gigi tahan terhadap tekanan dan abrasi. Email tersusun
dari mineral anorganik terutama kalsium dan fosfor, zat organic
dan air.
2. Dentin, merupakan bagian dalam struktur gigi yang terbanyak dan
berwarna kekuningan. Dentin bersifat lebih keras dari pada tulang
tetapi lebih lunak dari email. Dentin terdiri dari 70 % bahan
organic, terutama Kalsium dan fosfor serta 30 % bahan organic
dan air.
3. Sementum, merupakan jaringan gigi yang mengalami kalsifikasi
dan menutup akar gigi. Sementum berfungsi sebagai tempat
melekatnya jaringan ikat yang memperkuat akar gigi pada
alveolus. Sementum lebih lunak dari dentin dan terdiri dari 50%
bahan organic berupa Kalsium dan Fosfor dan 50% bahan
organic.
4. Pulpa, merupakan jaringan ikat longgar yang menempati bagian
ruang tengah pulpa dan akar gigi. Pada pulpa terkandung
pembuluh darah, syaraf, dan sel pembentuk dentin. Pulpa berisi
nutrisi dan berfungsi sebagai sensorik.

19
Gambar 4. Struktur gigi.8

c. Morfologi gigi.7,8
Menurut masa pertumbuhan gigi manusia terbagi menjadi dua, yaitu :
1. Gigi susu
Gigi susu berjumlah 20 buah dan mulai tumbuh pada umur 6 -9
bulan dan lengkap pada umur 2 – 2,5 tahun. Gigi susu terdiri dari
5 gigi pada setiap daerah rahang masing – masing adalah : 2 gigi
seri (incicivus), 1 gigi taring.
2. Gigi permanen
Gigi permanen berjumlah 28 – 32 terdiri dari 2 gigi seri, 1 gigi
taring, 2 gigi premolar, dan 3 gigi molar pada setiap daerah
rahang. Gigi permanen menggantikan gigi susu. Antara umur 6 –
14 tahun 20 gigi susu diganti gigi permanen. Gigi molar 1 dan 2
mulai erupsi pada umur 6 – 12 tahun sedangkan gigi molar 3
mulai erupsi pada umur 17 – 21 tahun.

20
Ruang lingkup forensik odontologi meliputi :
1. Identifikasi terhadap jenasah korban yang tidak diketahui melalui
gigi, rahang dan tulang-tulang kraniofasial
2. Analisa jejak bekas gigitan
3. Analisa trauma orofasial yang berhubungan dengan kekerasan
4. Dental jurisprudence, termasuk menjadi saksi ahli
Pelayanan dental forensic meliputi baik penyelidikan kematian maupun
kedokteran forensik klinis untuk mengevaluasi korban kekerasan hidup
seperti kekerasan seksual, kekerasan anak, dll. 10
Sebagai suatu metode identifikasi pemeriksaan gigi memiliki keunggulan
sebagai berikut: 10
1. Gigi merupakan jaringan keras yang resisten terhadap pembusukan
dan pengaruh lingkungan yang ekstrim.
2. Karakteristik individual yang unik dalam hal susunan gigi geligi dan
restorasi gigi menyebabkan identifikasi dengan ketepatan yang tinggi.
3. Kemungkinan tersedianya data antemortem gigi dalam bentuk catatan
medis gigi (dental record) dan data radiologis.
4. Gigi geligi merupakan lengkungan anatomis, antropologis, dan
morfologis, yang mempunyai letak yang terlindung dari otot-otot
bibir dan pipi, sehingga apabila terjadi trauma akan mengenai otot-
otot tersebut terlebih dahulu.
5. Bentuk gigi geligi di dunia ini tidak sama, karena berdasarkan
penelitian bahwa gigi manusia kemungkinan sama satu banding dua
miliar.
6. Gigi geligi tahan panas sampai suhu kira-kira 400ºC.
7. Gigi geligi tahan terhadap asam keras, terbukti pada peristiwa Haigh
yang terbunuh dan direndam dalam asam pekat, jaringan ikatnya
hancur, sedangkan giginya masih utuh.
1.1. Identifikasi Forensik Odontologi 8,10
Ketika tidak ada yang dapat diidentifikasi, gigi dapat membantu
untuk membedakan usia seseorang, jenis kelamin,dan ras. Hal ini dapat

21
membantu untuk membatasi korban yang sedang dicari atau untuk
membenarkan/memperkuat identitas korban.
1. Penentuan Usia
Perkembangan gigi secara regular terjadi sampai usia 15 tahun.
Identifikasi melalui pertumbuhan gigi ini memberikan hasil yang
yang lebih baik daripada pemeriksaan antropologi lainnya pada masa
pertumbuhan. Pertumbuhan gigi desidua diawali pada minggu ke 6
intra uteri. Mineralisasi gigi dimulai saat 12 – 16 minggu dan
berlanjut setelah bayi lahir. Trauma pada bayi dapat merangsang
stress metabolik yang mempengaruhi pembentukan sel gigi.
Kelainan sel ini akan mengakibatkan garis tipis yang memisahkan
enamel dan dentin di sebut sebagai neonatal line. Neonatal line ini
akan tetap ada walaupun seluruh enamel dan dentin telah dibentuk.
Ketika ditemukan mayat bayi, dan ditemukan garis ini menunjukkan
bahwa mayat sudah pernah dilahirkan sebelumnya. Pembentukan
enamel dan dentin ini umumnya secara kasar berdasarkan teori dapat
digunakan dengan melihat ketebalan dari struktur di atas neonatal
line. Pertumbuhan gigi permanen diikuti dengan penyerapan
kalsium, dimulai dari gigi molar pertama dan dilanjutkan sampai
akar dan gigi molar kedua yang menjadi lengkap pada usia 14 – 16
tahun. Ini bukan referensi standar yang dapat digunakan untuk
menentukan umur, penentuan secara klinis dan radiografi juga dapat
digunakan untuk penentuan perkembangan gigi. 8,10

22
Gambar 5. Gambaran X-ray gigi pada seorang anak.12
Gambar diatas memperlihatkan gambaran panoramic X ray pada
anak : Gambaran yang menunjukkan suatu pola pertumbuhan gigi dan
perkembangan pada usia 9 tahun (pada usia 6 tahun terjadi erupsi dari akar
gigi molar atau gigi 6 tapi belum tumbuh secara utuh).
Penentuan usia antara 15 dan 22 tahun tergantung dari
perkembangan gigi molar tiga yang pertumbuhannya bervariasi. Setelah
melebihi usia 22 tahun, terjadi degenerasi dan perubahan pada gigi melalui
terjadinya proses patologis yang lambat dan hal seperti ini dapat
digunakan untuk aplikasi forensik.
2. Penentuan Jenis Kelamin
Ukuran dan bentuk gigi juga digunakan untuk penentuan jenis
kelamin. Gigi geligi menunjukkan jenis kelamin berdasarkan kaninus
mandibulanya. Anderson mencatat bahwa pada 75% kasus, mesio distal
pada wanita berdiameter kurang dari 6,7 mm, sedangkan pada pria lebih
dari 7 mm. Saat ini sering dilakukan pemeriksaan DNA dari gigi untuk
membedakan jenis kelamin.

23
3. Penentuan Ras
Gambaran gigi untuk Ras Mongoloid adalah sebagai berikut:10
1. Shovel-shaped insisivus. Insisivus pada maksila secara nyata
menunjukkan bentuk sekop pada 85-99% ras mongoloid. 2
sampai 9 % ras kaukasoid dan 12 % ras negroid memperlihatkan
adanya bentuk seperti sekop walaupun tidak terlalu jelas.
2. Dens evaginatus. Tuberkel asecoris pada permukaan oklusal
premolar bawah pada 1-4% ras mongoloid.
3. Akar distal tambahan pada molar pertama mandibula ditemukan
pada 20% mongoloid dan hanya 1% pada kaukasoid..
4. Lengkungan palatum berbentuk elips dengan dasar yang lebih
datar.
5. Batas bagian bawah mandibula berbentuk lurus.

Gambar 6. Shovel-shaped incisors pada seorang wanita China.12


Gambaran gigi untuk Ras Kaukasoid adalah sebagai berikut:
1. Cusp Carabelli, yakni berupa tonjolan tambahan pada permukaan
mesiolingual yang hamper selalu ditemukan pada gigi molar pertama
permanen maksilaris dan pada gigi susu molar kedua mandibularis.
2. Pendataran daerah sisi bucco-lingual pada gigi premolar kedua dari
mandibula.
3. Maloklusi pada gigi anterior.
4. Palatum sempit, mengalami elongasi, berbentuk lengkungan parabola.
5. Dagu menonjol.

24
Gambar 7. Mesiolingual cusps of Carabelli pada gigi molar
pertama atas dari seorang ras Caucasoid.13

Gambaran gigi untuk Ras Negroid adalah sebagai berikut:


1. Pada gigi premolar 1 dari mandibula terdapat dua sampai tiga tonjolan
pada permukaan lingual.
2. Sering terdapat open bite.
3. Palatum lebar, hiperbolik, dengan dasar palatum sempit.
4. Sering didapatkan maloklusi klas III
5. Palatum berbentuk lebar.
6. Protrusi bimaksila, tulang alveolar maksila dan mandibula menonjol
dengan gigi seri miring ke arah labium ras mongoloid dan non-Anglo
Caucasoid juga dapat memperlihatkan hal tersebut namun lebih sering
ditemukan pada populasi negroid.
7. Sekitar 20 persen orang ras negroid sudah tidak menunjukkan cirri
tersebut karena telah terjadi perkawinan silang ras.
8. Tuberkulum intermedium, terdapat penonjolan tambahan diantara
distolingual dan mesiolingual pada gigi molar pertama.10
3. Analisis DNA.

Tergantung pada karakteristik khusus dari sebuah insiden, pendekatan


prosedur identifikasi akan berbeda Dalam banyak kasus penyelidikan gigi atau
sidik jari akan cukup memadai. Dalam kasus lain dengan, dengan keadaan yang

25
sangat membusuk atau ada banyak potongan tubuh, analisis dan perbandingan
DNA mungkin metode terbaik untuk digunakan. Dalam keadaan seperti itu, DNA
mungkin menjadi sarana utama untuk mendapatkan identifikasi yang dapat
diandalkan. Keputusan apakah analisis DNA akan dilakukan diambil oleh kepala
Tim Identifikasi Korban dalam konsultasi dengan laboratorium forensik yang
tepat.11

1.1. Definisi

Asam deoksi-ribonukleat (Deoxyribonucleic Acid = DNA), yang


biasanya dimaksud “the blueprint of life” membawa informasi geneetik
yang dibutuhkan oleh suatu organisme untuk berfungsi. Struktur DNA
adalah “untaian ganda” (double helix), yaitu dua untai bahan genetik yang
membentuk spiral satu sama lain. Setiap untaian terdiri dari satu deretan
basa (juga disebut nukleotida), yang terdiri dari 3 grup bahan kimia yang
berbeda: basa, gula (deoxyribose), dan fosfat. Basa dimaksud adalah salah
satu dari keempat senyawa kimiawi berikut: Adenin, Guanin, Cytosine
dan Thymine.11

Struktur kimiawi DNA dari setiap orang adalah sama, yang


berbeda hanyalah urutan/susunan dari pasangan basa yang membentuk
DNA tersebut. Ada jutaan pasangan basa yang terkandung dalam DNA
setiap orang, di mana urutan/susunan basa-basa tersebut berbeda untuk
setiap orang. Berdasarkan perbedaan urutan/susunan basa-basa dalam
DNA tersebut, setiap orang dapat diidentifikasi. Namun demikian, karena
ada jutaan pasangan basa, pekerjaan tersebut akan membutuhkan waktu
yang lama. Sebagai penggantinya, para ahli dapat menggunakan metode
yang lebih pendek, yaitu berdasarkan adanya pola pengulangan
urutan/deretan basa dalam DNA setiap orang.11

26
1.2. Pengambilan Sampel 6,11

a) Ante Mortem Sampel


Diperhitungkan risiko untuk informasi palsu pilihan sampel maka
referensi DNA Ante Mortem harus:

 Kerabat dekat pertama, jika mungkin lebih dari satu. DNA profil
dari tingkat pertama kerabat akan selalu memberikan informasi
yang memadai untuk pencocokan. Dalam kebanyakan kasus itu
juga akan mungkin untuk menemukan dan mengambil sampel dari
lebih dari satu relatif. Donor yang cocok tercantum dalam urutan
preferensi di bawah ini:
 Monozigot / kembar identik.
 Ibu dan ayah biologis dari korban.
 Ibu biologis atau ayah biologis dari korban dan jika
mungkin saudara kandung.
 Anak-anak biologis dan pasangan korban.
 Saudara kandung dari korban (beberapa)
Sampel yang biasa dipilih adalah apusan mukosa bukal dan tetes
darah yang diambil dari ujung jari

 Darah atau biopsi sampel dari korban potensial.


Lain situasi yang ideal, DNA sampel referensi diperoleh dari
sampel yang diambil untuk pemeriksaan medis atau analisis yang
sama sebelum kematian almarhum dan disimpan dalam bio-bank
atau lainnya bio-medis sumber DNA (seperti rumah sakit, unit
patologi, dan ayah dan darah laboratorium transfusi).

 Benda-benda pribadi yang telah digunakan oleh almarhum.


Hal ini juga mungkin untuk mendapatkan sampel referensi dari
benda-benda yang telah digunakan oleh almarhum. Penting untuk
membangun sejak awal apakah obyek diproses milik dan
digunakan secara eksklusif oleh individu yang bersangkutan. Jika

27
suatu benda (misalnya sikat rambut) tidak digunakan hanya oleh
orang yang bersangkutan, identitas orang kedua harus ditentukan,
dan sampel DNA harus diambil dari orang untuk tujuan
perbandingan. Sebagai obyek sebanyak mungkin harus diperoleh
untuk tujuan pengumpulan DNA AM, karena mungkin bahwa
item individu dari bukti tidak akan menghasilkan hasil analisis
yang diinginkan. Contoh barang-barang yang dimungkinkan untuk
mengekstrak DNA: pisau cukur, gelas, sikat gigi, sisir, lipstik,
deodoran rol, cangkir dan gellas yang digunakan, puntung rokok,
helm dan topi, headphone, kacamata, perhiasan, dan jam tangan.

Tabel 3. Bahan pengambilan sampel untuk profil DNA.6,11


b) Post Mortem Sampel
Tingkat keberhasilan untuk sidik DNA tergantung pada seberapa
cepat sampel diperoleh dan dipelihara. Selama pengumpulan sampel,
ahli genetika forensik atau patologi dengan pengetahuan dasar tentang
genetika forensik harus hadir untuk memberikan bimbingan untuk
koleksi DNA sampel.

28
Tergantung pada kondisi korps, berbagai jenis jaringan dikumpulkan:

Keadaan Tubuh Rekomendasi Sampel

Lengkap, mayat belum Darah (pada kertas FTA atau apusan) dan apusan
membusuk mukosa ukal

Termutilasi, mayat belum Jika memungkinkan: darah dan jaringan otot dalam.
memusuk

Lengkap, mayat sudah Sampel dari tulang kompak panjang (bagian 4-6
membusuk atau termutilasi cm, bagian jendela, tanpa pemisahan shaft)
Atau.
Gigi sehat (sebaiknya molar)
Atau.
Setiap tulang lain yang tersedia jika mungkin;
sebaiknya tulang kortikal dengan jaringan padat)

Mayat yang terbakar hebat Semua sampel yang tercantum di atas dan gigi yang
impaksi atau akar gigi jika ada
atau
Apusan dari kandung kemih

Tabel 4. Pemilihan sampel berdasarkan keadaan mayat. 6,11

Secondary Identification
a. Identifikasi Visual
Orang-orang terdekat kadang-kadang dapat mengidentifikasi jenazah segera
setelah bencana. Kemudian, foto-foto tubuh dapat ditunjukkan oleh kerabat untuk
keperluan identifikasi. Identifikasi visual dapat membantu, tapi pemeriksaan ini
tidak cukup berdiri sendiri untuk identifikasi positif korban. Cara visual dapat
bermanfaat bila kondisi mayat masih baik, cara ini mudah karena identitas dikenal
melalui penampakan luar baik berupa profil tubuh atau muka. Cara ini tidak dapat
diterapkan bila mayat telah busuk, terbakar, mutilasi serta harus
mempertimbangkan faktor psikologi keluarga korban (sedang berduka, stress,
sedih, dan lain-lain).
b. Properti
Analisis benda atau properti pribadi dapat membantu penyidik untuk
menentukan kemungkinan identitas korban. Melalui kepemilikan (property)
identititas cukup dapat dipercaya terutama bila kepemilikan tersebut (pakaian,

29
perhiasan, surat jati diri) masih melekat pada tubuh korban. Bukti ilmiah
selanjutnya mendukung identitas tersebut diperlukan.

c. Data Medis
Penjelasan data pribadi terdiri dari data dasar (usia, jenis kelamin, tinggi
badan, afiliasi etnis) dan ciri khas tertentu. Temuan medis, seperti bekas luka,
bukti penyakit serta operasi pengangkatan organ dapat memberikan informasi
penting tentang riwayat kesehatan korban. Jenis-jenis operasi yang menunjukkan
beberapa karakteristik individu (misalnya apendektomi) harus diperhitungkan
dalam konteks ini. Nomor unik yang ditemukan pada alat pacu jantung dan
perangkat prostetik lainnya merupakan fitur identifikasi yang diandalkan. Tato,
tahi lalat dan pengrusakan juga dapat berfungsi sebagai indikator identitas.

Gambar 8. Metode Identifikasi sekunder 12

30
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
I. Kesimpulan
Tim DVI dibentuk untuk proses pengidentifikasian korban mati. Proses
identifikasi korban bencana dibedakan atas fase TKP, fase post mortem, fase
ante mortem, dan fase rekonsiliasi. Bencana massal memiliki spesifikasi
identifikasi tertentu yang berbeda antara kasus satu dengan yang lain
berdasarkan bahan yang akan diperiksa sesuai dengan keadaan jenazah yang
ditemukan.
Metode identifikasi terbagi menjadi identifikasi primer dan identifikasi
sekunder. Identifikasi primer meliputi identifikasi sidik jari (Fingerrint
Analysis), gigi (Forensic Dental Analysis), pemeriksaan DNA (DNA Anaysis).
Kemudian untuk identifikasi sekunder terbagi menjadi identifikasi visual,
property dan data medis.
II. Saran
Identifikasi korban bencana baik bencana terbuka ataupun bencana
tertutup bukanlah merupakan hal yang mudah. Bahkan memerlukan beberapa
waktu yang tidak sedikit untuk dilakukan. Adalah hal yang penting untuk
melakukan hal ini secara teliti dan dilakukan oleh tenaga yang memang
berkompetensi untuk melakukan hal tersebut sehingga berbagai kesalahan
dalam proses penanggulangan bencana maupun identifikasi korban bencana
dapat dihindari.

31

Anda mungkin juga menyukai