PENDAHULUAN
1.3 Hipotesis
a. Ekstrak etanol Propolis dari lebah Tetragonula spp. memiliki aktifitas
antifungi terhadap Candida sp. dan Cryptococcus neoformans.
b. Ekstrak etanol propolis dari lebah Tetragonula spp. memiliki aktifitas
antifungi lebih tinggi pada Cryptococcus neoformans dibanding Candida sp.
c. Mikroenkapsulasi ekstrak etanol propolis (EEP) menggunakan maltodekstrin
dan gum arab melalui penyemprotan kering dapat menjaga karakteristik kimia
propolis dalam hal perlindungan zat aktif propolis dan aktifitas antijamur.
Propolis telah dikenal oleh manusia mesir kuno sejak lama untuk digunakan
sebagai bahan perekat (Bogdanov, 2016). Propolis banyak dikenal oleh dokter –
dokter dari romawi dan yunani karna khasiatnya untuk membalsam mayat, juga
dapat digunakan sebagai bahan aktif untuk produk obat – obatan dan kosmetik
(Susilo, 2009), propolis digunakan oleh lebah seperti lebah Tetragonula sp. yang
merupakan lebah tak bersengat untuk dijadikan alat pertahanan utama untuk
melindungi sarang lebah dan sebagai salah satu komponen penyusun struktur
sarang tersebut. (Pratami, 2018).
2.1.2 Kandungan Propolis
Propolis mempunyai kandungan yang berbeda- beda di setiap wilayah,
namun juga mempunyai kandungan yang begitu kompleks. Oleh karna itu,
kandungan kimia dari propolis sendiri sangat bergantung pada kondisi cuaca,
vegetasi, ketinggian, ketersediaan makanan, waktu, dan aktifitas yang
dokembangkan selama eksploitasi propolis, juga dengan daerah asal, spesies
lebah dan lokasi geografis merupakan penentu utama (Pratami, 2018; Huang et
al., 2014, de Groot, 2013). Dari penelitian yang sebelumnya telah dilaporkan 300
komponen senyawa kimia yang telah ditemukan dalam ekstrak etanol propolis
yang berbeda (Huang et al., 2014; Toreti et al., 2013) yang dapat dilihat pada
tebel 2.1 (Pratami, 2018; de Groot, 2013). Aktivitas biologis dari propolis
berkorelasi erat dengan senyawa kimia yang berasal dari tumbuhan sehingga
dapat dikarakterisasi dengan parameter – parameter seperti : kadar flavon dan
flavonol total, kadar flavanon dan dihidroflavonol total, dan kadar fenolik total
(Pratami, 2018).
Tabel 2.1 Komposisi Senyawa Kimia dari Propolis. Sumber :(Pratami,
2018; Krell, 1996).
Golongan Senyawa Nama Senyawa
Asam aromatik Asam sinamat: asam sinamat, asam kafeat, asam
(Substitusi) kumarat, asam dihidrosinamat, asam ferulat.
Asam benzoate: asam benzoat, asam gentisik, asam
salisilat, asam vanilat, asam veratrik.
Ester aromatik Asam aromatic dari benzil, butil, sinamil, etil,
metil-butenil (prenil, isoprenil), metil, pentil,
pentenil dan fenetil ester.
Flavonon Alpinetin, isosakuranetin, naringenin, pinobanksin
(dan ester dan eter), pinocembrin, pinostrobin,
sakuranetin.
Flavon dan flavonol Acacetin, apigenin, krisin, galangin, kaempferid,
kaempferol, kuersetin, ramnetin, tektokrisin.
Kalkon dan Alpinetin kalkon, 2’,6’-dihidroksi-4’,4’-
dihidrokalkon dimetoksidihidrokalkon, isosakuranetin kalkon,
naringenin kalkon, pinobanksin kalkon,
pinocembrin kalkon, pinostrobin kalkon,
sakuranetin kalkon.
Terpenoid β-Bisabolol, γ- dan δ-cadinen, Δ3-karen,
kalamenen, kariofilin, simen, β-eudesmol, limonen,
linalil asetat, α- dan γ-murolen, β-selinen.
Hidrokarbon asiklik Dotriakontanil heksadekanoat, heneikosan,
dan ester heptakosan, pentakosan, triacontil heksadekanoat,
triakontil oktadekenoat, trikosan, tripentakontan,
tritriakontan .
Alkohol Benzil alkohol, sinamil alkohol, isobutil alkohol, 3-
metil-2-buten-1-ol (prenil alkohol), fenetil alkohol,
1-tetrakosanol.
Aldehid Benzaldehid, 3,4-dihidroksibenzaldehid, n-
heksanal, isovanilin, propionaldehid, vanillin.
Asam alifatis (rantai Asam asetat, asam butanoat, asam sitrat, asam
pendek) fumarat, asam malat, asam 4-pentenoat, Asam
2,3,4-trihidroksibutanoat.
Ester alifatik Asam alifatis benzil, butil, etil, isoamil, isobutil,
metil-butenil, metil dan phenetil ester.
Asam lemak alifatik Asam arakidonat, asam serotik, asam laurat, asam
(rantai panjang) dan linoleat, asam miristik, asam oleat, asam palmitat,
ester asam pelargonik, asam stearat dan ester etil
palmitat, etil stearat.
Asam amino Alanin, arginin, asam glutamat, leusin, metionin,
fenilalanin, prolin, asam piroglutamat, triptofan,
tirosin.
Hidrokarbon aromatik 3,4-Dihidroksistiren, naftalen, stiren.
Asetofenon dan keton Asetofenon, dihidroksiasetofenon, metilasetofenon,
lainnya 6-metil-5-hepten-2-on.
Derivat Gliserol 2-Asetil-1-kumaroil-3-sinamoilgliserol, 2-asetil-1-
(E)-kumaroil-3-(E)-feruloilgliserol, 2-asetil-1,3-
di[(E)-p-kumaroil]glicerol, gliceril fosfat,
monoasetil gliserin.
Steroid kalinasterol asetat, A-dihidrofukosterol asetat,
fukosterol asetat, stigmasterol asetat.
Gula dan gula alkohol Fruktosa, glukosa, gliserol, inositol, salisin,
sorbitol, sukrosa.
Senyawa organik Asam N-karboksipirolidin-2-karboksilat, guaiakol,
lainnya dan mineral elemisin, eugenol, 5-hepten-2-on, hidrokuinon.
14 macam mineral yang paling terkenal seperti Fe
dan Zn, sisanya seperti Au, Ag, Hg.
C D
2.4 Jamur
2.4.1 Jamur
Beberapa tahun belakangan, jamur telah muncul sebagai penyebab utama
penyakit pada manusia. Jamur mempunyai keanekaragaman hayati dengan
banyaknya spesies hingga saat ini. Secara umum, jamur merupakan organisme
tumbuh - tumbuhan yang termasuk dalam golongan eukariotik yang mempunyai
inti sel dan organel, berbentuk benang – benang atau sel tunggal uniseluler –
multiseluler, jamur dapat tumbuh dengan baik pada tempat yang lembab juga
dapat beradaptasi pada lingkungannya sehingga jamur dapat ditemukan hampir
diseluruh dunia (Webster dan Weber, 2007). Ilmu yang mempelajari jamur yaitu
mikologi, dalam dunia mikrobia, termasuk ke dalam divisio Mycota (fungi).
Dalam bahasa Yunani, Mycota berasal dari kata mykes yang disebut juga fungi
dalam (bahasa Latin) sedangkan logos yang berarti ilmu (Sumarsih, 2003,
Gandahusada et al, 1998).
Jamur atau disebut juga mikotik dibagi menjadi 2 jenis, yaitu 1. yang
bermiselium sejati, terdiri dari sel yang bercabang juga memanjang (hifa) disebut
kapang, dan 2. yang bersel satu tidak atau mempunyai miselium semu, berbentuk
bulat, lonjong atau memanjang yang dapat berkembang biak dengan membentuk
seperti tunas dan membentuk koloni yang basah atau berlendir disebut ragi atau
khamir (Gholib, 2002; Gandahusada et al., 1998). Ada beberapa istilah yang
dikenal untuk menyebut jamur, antara lain:
a. Mushroom yaitu jamur yang dapat menghasilkan badan buah besar,
termasuk jamur yang dapat dimakan,
b. Mold yaitu jamur yang berbentuk seperti benang-benang, dan
c. Khamir yaitu jamur bersel satu.
Klasifikasi jamur menurut Webster (Webster dan Weber, 2007) terdiri
dari, Chytridiomycota; Zygomycota; Myxomycota (Gandahusada et al., 1998);
Ascomycota; Basidiomycota; dan Deuteromycota. Jamur mempunyai
karakteristik yaitu termasuk dalam golongan heterotrof karena tidak mempunyai
klorofil (Gandahusada et al., 1998) dan mendapatkan makanan dengan cara
penyerapan ekstraseluler karena aktifitas enzim yang disekresikan dan diikuti
dengan penyerapan zat yang terlarut. Dalam keadaan vegetatif, jamur terdiri atas
massa benang yang bercabang-cabang yang disebut miselium. Miselium tersusun
dari hifa (filamen) yang merupakan benang-benang tunggal. Hifa tersebut dapat
bersekat sehingga dapat terbagi menjadi banyak sel, atau bahkan tidak bersekat
yang biasa disebut dengan hifa senositik. Badan vegetatif jamur yang tersusun
dari filamen-filamen disebut thallus. (Webster dan Weber, 2007; Sumarsih,
2003). Spora dari jamur dapat dibentuk scara seksual dan aseksual. Spora
aseksual atau yang biasa disebut talospora, yaitu spora yang dapat langsung
dibentuk dari hifa reproduktif, sedangkan spora dari seksual dibentuk dari dua sel
atau hifa (Gandahusada et al., 1998). Bentuk dari khamir dan kapang tidaklah
mutlak ini dikarenakan terdapat jamur yang dapat membentuk kedua sifat
tersebut dalam keadaan yang berbeda (jamur dimorfik), disamping itu terdapat
jamur yang dapat membentuk tunas yang memanjang yang dapat bertunas lagi
pada ujungnya secara terus – menerus, sehingga membentuk seperti hifa dengan
penyempitan pada sekat yang biasa disebut dengan hifa semu morfologi jamur
dapat dilihat dalam Gambar 2.4 (Gandahusada et al., 1998).
Dinding sel biasanya tersusun berdasarkan glukan dan kitin, jarang pada
glukan dan selulosa (Oomycota). Jamur mempunyai siklus hidup yang sederhana
atau kompleks dan bereproduksi dengan cara seksual (yaitu fusi nuklir dan
meiosis) dan atau parasexual (yaitu melibatkan fusi nuklir diikuti dengan de-
diploidisasi bertahap) dan atau aseksual (yaitu divisi nuklir murni mitosis).
Habitatnya terdapat dimana-mana (air dan tanah). Peran ekologis jamur tumbuh
sebagai saprofit, bersimbiosis , dan parasit (Webster dan Weber, 2007).
Jamur mempunyai sifat seperti kuman, sistem enzim pada jamur dapat
mengubah selulosa, karbohidrat, dan zat organik yang lain yang berasal dari
tumbuh – tumbuhan, serangga, hewan, dan benda mati yang lain untuk menjadi
zat anorganik yang dibutuhkan oleh timbuh – tumbuhan, sifat inilah yang
menyebabkan kerusakan pada benda juga makanan. Sama halnya dengan benda
dan makanan, jamur dapat masuk ke dalam tubuh manusia juga hewan sehingga
dapat menimbulkan suatu penyakit, penyakit yang biasanya disebabkan oleh
jamur disebut dengan mikosis (Gandahusada et al., 1998). Mikosis yang biasa
terjadi pada kulit, rambut, dan kuku disebut dengan mikosis superfisialis seperti
yang dapat dilihat dalam Gambar 2.5, sedangkan mikosis yang mengenai alat
dalam yaitu disebut dengan mikosis profunda atau yang biasa dikenal dengan
mikosis sistemik (Gandahusada et al., 1998).
Gambar 2.5 Penyakit mikosis superfisial pada kulit. Sumber : diakses dari
http://nyllaambar.blogspot.co.id/2011/06/mikosis.html
Keterangan : (A) Bentuk khamir; (B) Bentuk pseudohifa; (C) Bentuk hifa.
b. Cutaneous Candidiasis
Kandidiasis kulit atau yang biasa kita kenal dengan penyakit kutu air
atau “rangen” merupakan infeksi sekunder yang terjadi pada permukaan
kulit, lipatan tubuh, dan kuku sebagai infeksi sub – akut atau kronis. Infeksi
ini biasanya terjadi di daerah yang hangat, lembab dan berkerut, seperti
lipatan aksilaris dan ditemukan pada penderita diabetes dan obesitas. Infeksi
ini juga sering terjadi pada seseorang yang mempunyai kebiasaan melakukan
aktifitas yang berhubungan dengan air sehingga dapat menimbulkan daerah
pada kulit tersebut selalu lembab (Dabes, 2013).
Gejala yang timbul biasanya terjadi rasa gatal dan rasa sakit akibat dari
infeksi sekunder oleh kuman tersebut.. Faktor predisposisi lainnya adalah
antibiotik dan kontrasepsi (Gandahusada et al., 1998).
c. Volvovaginal Candidiasis
Kandidiasis kulit juga dapat ditemukan pada daerah inguinal, pada bayi
terjadi akibat dari perawatan yang kurang baik, sedangkan pada orang
dewasa infeksi ini sering ditemukan pada wanita yang terinfeksi oleh spesies
Candida dalam vagina. Gejala utama dari kandidiasis ini yaitu fluor albus
yang sering disertai dengan rasa gatal dalam vagina, infeksi ini juga bisa
terjadi tanpa adanya gejala seperti gatal namun biasanya dapat menimbulkan
gejala seperti keputihan sebelum datang haid. Infeksi ini terjadi akibat dari
kuku atau bahkan air yang digunakan tercemar dari kuman tersebut.
(Gandahusada et al., 1998).
d. Invasive Candidiasis, infeksi yang dapat melibatkan hampir semua organ. C.
albicans terus menginfeksi untuk sebagian besar infeksi jamur invasive
(Dabes, 2013).
e. Pada penderita Diabetes Melitus Candida dapat menimbulkan kelainan
seperti pecah – pecah pada sudut mulut dan juga terlihat basah, serta
seringkali terjadi kelainan pada kulit (Gandahusada et al.,1998).
Gambar 2.8 Kapsul dari Cryptococcus neoformans. Sumber: Srikanta et al., 2013
a. Farmakokinetik
Flukonazol dapat diabsorpsi dengan baik, dengan bioavailibilitas lebih
dari 80% (Maertens, 2004). Tingkat puncaknya terjadi 1-2 jam pada orang
dewasa sehat dan penyerapan gastrointestinal tidak dipengaruhi oleh pH
lambung. Volume distribusi 0.7 – 1.0 L/Kg, protein plasma 11%, eksresi
melalui ginjal (60-75%), waktu paruh 27-34 jam. (Charlier et al., 2006).
Farmakokinetik flukonazol bergantung sesuai dengan usia, pada bayi
flukonazol mempunyai volume distribusi 2-3 kali lipat lebih tinggi dari orang
dewasa 2L/Kg yang akan menurun pada usia 3 bulan 1L/Kg, volume distribusi
lebih besar dan lebih bervariasi lagi pada bayi premature sehingga perlu untuk
menggandakan dosis flukonazol pada bayi untuk mencapai tingkat plasma
yang sebanding. Karena berkurangnya aktifitas enzim dan filtrasi glomerulus,
maka waktu paruh pada bayi akan meningkat dibandingkan dengan orang
dewasa (55-90 jam) (Charlier et al., 2006).
b. Dosis
Untuk formula flukonazol ada dalam bentuk sediaan tablet, kapsul, larutan
oral, dan sediaan intravena dengan dosis:
Pada orang dewasa dosis yang digunakan 200–400 mg / hari
direkomendasikan dalam pengaturan profilaksis. Untuk pengobatan
kandidiasis sistemik, dosis muatan 800 mg / hari direkomendasikan pada
hari pertama, diikuti dengan dosis 400 mg / hari (Charlier et al., 2006).
Pada anak anak dosis yang direkomendasikan adalah 3 mg / kg / hari
setelah usia 1 tahun. Neonatus dengan kandidiasis invasif harus menerima
3-6 mg / kg setiap 72 jam selama 2 minggu pertama, setiap 48 jam selama
2-4 minggu (Charlier et al., 2006).
Untuk ibu hamil, flukonazol ditemukan dalam ASI. Abnormalitas janin
telah dilaporkan setelah penggunaan jangka panjang pada wanita hamil,
yang merekomendasikan flukonazol harus dihindari jika menyusui,
(Charlier et al., 2006).
Pada pasien gagal ginjal pemberian dosis yang dianjurkan dapat dilihat dari
penurunan fungsi kreatin yang dapat dilihat pada tabel 2.3
Tabel 2.3 Pengurangan dosis flukonazol untuk pasien gagal ginjal. Sumber :
Charlier et al., 2006.
Klirens Kreatin Persentasi dosis yang dianjurkan
>50 mL/min 100
11-50 mL/min 50
Pasien Haemodialisis 100 setelah dialisis
Haemofiltrasi 200
c. Indikasi
Pengobatan candidiasis orofaringeal, esofageal, atau vulvovaginal & infeksi
sistemik serius yang disebabkan oleh Candida.
Juga untuk pengobatan meningitis (radang selaput otak) yang disebabkan
oleh Cryptococcus neoformans.
d. Kontraindikasi
Penderita yang hipersensitif terhadap Fluconazole atau golongan azole
lainnya. Tidak ada indikasi rutin untuk mengukur kadar flukonazol. Pasien
dengan usus pendek yang membutuhkan terapi jangka panjang mungkin
memerlukan konfirmasi penyerapan. Pemantauan obat harus dilakukan di
antara neonatus (terutama bayi prematur) dengan kandidiasis invasif untuk
memastikan konsentrasi plasma terapi flukonazol dalam kisaran antara 4 dan
20 mg / L. Konsentrasi saliva sebanding dengan kadar plasma setelah 1
minggu dan berpotensi digunakan untuk memantau kepatuhan (Charlier,
2006).
e. Efek Samping
Mual, nyeri perut, diare, & kemerahan pada kulit (Charlier, 2006).
f. Interaksi Obat
Flukonazol di metabolisme melalui hati dengan enzim cytochrome P450,
memnungkinkan terjadinya interaksi obat yang dapat dilihat pada tabel 2.4
g. Farmakodinamik
Parameter farmakodonik flukonazol yang merupakan hasil prediksi
terbaik dalam kandidiasis sistemik eksperimental adalah rasio AUC / MIC.
Namun, respon klinis juga terkait dengan status kekebalan pasien dan
keberadaan bahan asing atau vegetasi (Charlier, 2006).
2.4.6 Metode Diffusion Disc
Metode difusi merupakan metode pengujian antimikroba maupun antijamur
yang telah digunakan sejak lama. Metode ini dapat dilihat dan mengukur dengan
ada atau tidaknya zona hambat yang terbentuk disekitar zat antijamur dalam
waktu tertentu dengan masa inkubasi (Prayoga, 2013). Umumnya, metode difusi
disk digunakan sebagai uji kepekaan antimikroba dimana nilai diameter zona
hambat merupakan faktor penentu dalam memutuskan kepekaan suatu antibiotika
(Paramita, 2016). Kemampuan antifungi dalam melawan jamur dapat dilakukan
dengan metode difusi disk cakram dan metode difusi disk sumuran, yaitu :
1. Metode Difusi Disk - Cakram
Metode ini merupakan cara yang paling sederhana dan sering
digunakan dalam menentukan kepekaan kuman terhadap obat- obatan.
Metode ini menggunakan kertas cakram yang berfungsi sebagai tempat
menampung zat antifungi. Kertas saring tersebut kemudiaan ditempatkan
pada cawan petri berisi agar yang telah diinokulasi dengan jamur uji, yang
kemudian diinkubasi pada waktu dan suhu tertentu. Hasil pengamatan
dapat dilihat dengan melihat dan mengukur ada atau tidak zona hambat
atau zona bening yang terbentuk pada kertas cakram yang menunjukan
pertumbuhan jamur (Prayoga, 2013). Efektifitas suatu zat antimikroba dan
antifungi dapat diklasifikasikan dalam tabel 2.5.
2.5 Mikroenkapsulasi
2.5.1 Pengertian Mikroenkapsulasi