Anda di halaman 1dari 48

Perbedaan Tingkat Kemandirian dalam Pemenuhan ADL (Activity

Daily Living) pada Lansia yang Tinggal dipanti Werdha dengan


Lansia yang Tinggal di Keluarga

Proposal

Diajukan untuk memenuhi tugas semester VII

Dosen Pembimbing : Saifuddin Zukhri, M.Kes.

Oleh :
Nila Kustianti
1301053

S1 ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MUHAMMADIYAH KLATEN
2016/2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap
infeksi dan memperbaikinya kerusakan yang diderita (Guntur, 2006). Menurut
Orem (2001) menggambarkan lansia sebagai suatu unit yang juga menghendaki
kemandirian dalam mempertahankan hidup, kesehatan dan kesejahteraannya.
Faktor yang mempengaruhi tingkat kemandirian lansia dalam melakukan aktivitas
sehari – hari seperti usia, imobilitas dan mudah jatuh (Ediawati, 2012).
Proporsi penduduk usia tua (diatas 60 tahun) meningkat dari total populasi
penduduk di seluruh dunia. Proporsi tersebut meningkat dari 10% pada tahun
1998 menjadi 15% pada tahun 2025, dan hampir mencapai 25% pada tahun 2050
(UNFA,2007 dalam Fatmah 2010). Populasi penduduk lansia di Asia dan Pasifik
meningkat tajam dari 410.000.000 pada tahun 2007 menjadi 733.000.000 pada
tahun 2025, dan diprediksi mencapai 1,3 triliun pada tahun 2050 (Macao, 2007
dalam Fatmah, 2010). Jumlah absolut penduduk lanjut usia penduduk Indonesia,
baik pria maupun wanita telah meningkat dari 4.900.000 jiwa pada tahun 1950
menjadi 16.300.000 jiwa pada tahun 2000, dan diperkirakan akan meningkat
menjadi 73.600.000 jiwa pada tahun 2050. Proyeksi penduduk oleh Badan Pusat
Statistik menggambarkan bahwa antara tahun 2005-2010 jumlah lansia akan sama
dengan jumlah anak balita, yaitu sekitar 19 juta jiwa atau 8,5% dari seluruh
jumlah penduduk. Wanita mendominasi kelompok penduduk lanjut usia tersebut
dibandingkan pria. Di beberapa negara bahkan mayoritas lansia terdiri dari kaum
wanita. Saat ini, hampir 60% penduduk lansia Indonesia adalah wanita, dan
proporsi ini diduga meningkat menjadi 64% pada tahun 2030 (Fatmah, 2010).
Di Indonesia penduduk pra usia lanjut (45-59) berjumlah 35.594.671,
penduduk usia lanjut (≥60) berjumlah 18.861.820, penduduk usia lanjut resiko
tinggi (≥70) berjumlah 18.861.820 (Kemenkes RI, 2013). Badan Pusat Statistik
(BPS) Jawa Tengah menunjukkan jumlah lansia mengalami peningkatan dari
tahun 2011 (7,18%) dari jumlah penduduk 32.643.612 menjadi (7,40%) pada
tahun 2012 (Dinkes Provinsi Jawa Tengah 2012). Dinas Kesehatan Klaten
menunjukkan prevalensi lansia tahun 2013 adalah 52.365 orang, terdiri dari 60%
laki-laki dan 40% perempuan. Angka tersebut meningkat di tahun 2014 dengan
jumlah lansia 197.176 orang dengan 41% laki-laki dan 59% perempuan (Dinkes
Kabupaten Klaten 2014).
Salah satu indikator dari suatu keberhasilan pembangunan nasional dilihat
dari segi kesehatan adalah semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk.
Berdasarkan sumber dari World Population Prospects tahun 2012, bahwa
penduduk Indonesia antara tahun 2015 – 2020 memiliki proyeksi rata – rata usia
harapan hidup sebesar 71,7%. Meningkat 1% dari tahun 2010 – 2015.
Meningkatnya usia harapan hidup, dapat menyebabkan peningkatan jumlah lanjut
usia (lansia) dari tahun ketahun (Kemenkes RI, 2012).
Pengaruh peningkatan populasi usia lanjut ini akan sangat tampak pada hal
ekonomi dan sosial, dimana seperti kita ketahui saat ini angka kejadian penyakit
kronis, degeneratif, maupun berbagai macam kanker semakin meningkat, juga
angka kematian akibat penyakit-penyakit tersebut yang meningkat. Kecacatan
akibat penyakit degeneratif pun tidak akan terhindarkan, sehingga menurunkan
produktifitas para usia lanjut. Penurunan produktifitas dari kelompok usia lanjut
ini terjadi karena terjadi penurunan fungsi, sehingga akan menyebabkan
kelompok usia lanjut mengalami penurunan dalam melaksanakan kegiatan harian
seperti makan, ke kamar mandi, berpakaian, dan lainnya dalam Activities Daily
Living(ADL). Lansia dirasakan semakin mirip dengan anak-anak, dalam
ketergantungan pemenuhan kebutuhan dasarnya, hal inilah yang menyebabkan
pada akhirnya lansia dikirim ke panti wreda (David, 2013).
Tempat tinggal dan lingkungan memiliki dampak besar bagi kesehatan lansia
(Potter & Perry, 2009). Berkumpul bersama keluarga yang terdapat anak, cucu
merupakan support system pada lansia dan dapat membantu lansia menghadapi
masalah kesehatannya termasuk penyakit kronis. Hasil penelitian Pratikwo (2006)
didapatkan data bahwa sebanyak 70% lansia masih bertempat tinggal bersama
keluarganya, sehingga dukungan keluarga sangat diperlukan dalam peningkatan
perilaku sehat pada lansia. Pada umumnya, sebanyak 82,7% keluarga telah
melakukan perawatan pada lansia yang sakit secara baik. Misalnya memeriksakan
bila lansia sakit, melayani memberikan obat, makanan/minuman didekatkan di
tempat tidur, membantu dalam buang air besar/buang air kecil.
Meningkatnya ketergantungan lansia kepada keluarga dalam menjaga atau
merawat lansia menimbulkan berbagai persoalan bagi lansia, keluarga, maupun
pemerintah. Kesibukan yang melanda kaum muda hampir menyita seluruh
waktunya sehingga menyebabkan kurangnya komunikasi antara orang tua dan
anak, kurangnya perhatian dan pemberian perawatan terhadap orang tua.
Akibatnya lansia merasa kesepian dan akhirnya lebih memilih untuk tinggal di
panti werdha (Kurniawan, 2010).
Dampak dari lansia yang tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara
mandiri adalah bergantung pada oranglain. Ketergantungan lanjut usia disebabkan
kondisi orang lansia banyak mengalami kemunduran fisik maupun psikis.
Sedangkan bila dilihat dari tingkat kemandiriannya yang dinilai berdasarkan
kemampuan untuk melakukan aktifitas sehari–hari. Kurang imobilitas fisik
merupakan masalah yang sering dijumpai pada pasien lanjut usia akibat berbagai
masalah fisik, psikologis, dan lingkungan yang di alami oleh lansia. Imobilisasi
dapat menyebabkan komplikasi pada hampir semua sistem organ. Kondisi
kesehatan mental lanjut usia menunjukkan bahwa pada umumnya lanjut usia tidak
mampu melakukan aktifitas sehari–hari (Malida, 2011).
Hasil penelitian tentang hubungan dukungan keluarga dengan kemandirian
lansia dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari di wilayah kerja puskesmas
Selogiri, kabupaten Wonogiri diperoleh hasil bahwa sebagian besar keluarga
memberikan dukungan kepada lansia yaitu sebanyak 71.8 %. Hal ini karena
keluarga dengan lansia memiliki pengetahuan yang baik tentang pentingnya
dukungan kepada lansia. Lansia sebagian besar yaitu sebanyak 64.1 % adalah
mandiri dalam pemenuhan aktivitas sehari–hari. Ada hubungan dukungan
keluarga dengan kemandirian lansia dalam pemenuhan aktivitas sehari–hari dan
lansia yang tidak mendapat dukungan keluarga memiliki resiko 3.6 X untuk
mengalami ketergantungan dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari (Nita dan
Susana). Sedangkan hasil penelitian mengenai tingkat kemandirian lansia dalam
activities daily living di panti sosial tresna werdha senja rawi menggambarkan
tingkat kemandirian lansia (60 – 69 tahun) dalam memenuhi activities daily living
menunjukan bahwa sebagian besar lansia sebanyak 15 orang (72%) termasuk
dalam ketergantungan sebagian, 3 orang (14 %) termasuk mandiri dan 3 orang
(14%) termasuk dalam ketergantungan total. Bahwa sebagian besar lansia di Panti
Sosial Tresna Wredha Senjarawi memiliki ketergantungan sebagian dalam
menjalani aktifitas kehidupannya (Slamet dkk, 2016).
Berdasarkan data diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang
“Perbedaan Tingkat Kemandirian dalam pemenuhan ADL (Activity Daily Living)
antara Lansia yang Tinggal di Panti Werdha dengan Lansia yang Tinggal dengan
Keluarga di Rumah”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas menunjukkan
prevalensi penduduk usia tua (diatas 60 tahun) meningkat dari total populasi
penduduk di seluruh dunia. Proporsi tersebut meningkat dari 10% pada tahun
1998 menjadi 15% pada tahun 2025, dan hampir mencapai 25% pada tahun 2050.
Pengaruh peningkatan populasi usia lanjut ini akan sangat tampak pada hal
ekonomi dan sosial, dimana seperti kita ketahui saat ini angka kejadian penyakit
kronis, degeneratif, maupun berbagai macam kanker semakin meningkat, juga
angka kematian akibat penyakit-penyakit tersebut yang meningkat. Penurunan
produktifitas dari kelompok usia lanjut ini terjadi karena terjadi penurunan fungsi,
sehingga akan menyebabkan kelompok usia lanjut mengalami penurunan dalam
melaksanakan kegiatan harian seperti makan, ke kamar mandi, berpakaian, dan
lainnya dalam Activities Daily Living(ADL). Lansia dirasakan semakin mirip
dengan anak-anak, dalam ketergantungan pemenuhan kebutuhan dasarnya, hal
inilah yang menyebabkan pada akhirnya lansia dikirim ke panti wreda.
Pada umumnya, sebanyak 82,7% keluarga telah melakukan perawatan pada
lansia yang sakit secara baik. Misalnya memeriksakan bila lansia sakit, melayani
memberikan obat, makanan/minuman didekatkan di tempat tidur, membantu
dalam buang air besar/buang air kecil. Meningkatnya ketergantungan lansia
kepada keluarga dalam menjaga atau merawat lansia menimbulkan berbagai
persoalan bagi lansia, keluarga, maupun pemerintah. Kesibukan yang melanda
kaum muda hampir menyita seluruh waktunya sehingga menyebabkan kurangnya
komunikasi antara orang tua dan anak, kurangnya perhatian dan pemberian
perawatan terhadap orang tua. Akibatnya lansia merasa kesepian dan akhirnya
lebih memilih untuk tinggal di panti werdha. Karena terdapat perbedaan tingkat
kemandirian dalam pemenuhan Activity Daily Living (ADL) maka di rumuskan
masalah yaitu “Apakah ada perbedaan tingkat kemandirian dalam pemenuhan
ADL (activity daily living) antara lansia yang tinggal di panti werdha dengan
lansia yang tinggal dengan keluarga di rumah?”
C. Tujuan Umum
1. Tujuan umum
Untuk mengidentifikasi perbedaan tingkat kemandirian dalam pemenuhan
ADL (activity daily living) lansia yang tinggal di panti werdha dengan lansia
yang tinggal dengan keluarga di rumah.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengidentifikasi karakteristik responden
b. Untuk mengetahui tingkat kemandirian dalam pemenuhan ADL lansia
yang tinggal dipanti werdha
c. Untuk mengetahui tingkat kemandirian dalam pemenuhan ADL lansia
yang tinggal dengan keluarga di rumah
d. Untuk mengetahui perbedaan tingkat kemandirian dalam pemenuhan ADL
(activity daily living) antara lansia yang tinggal di panti werdha dengan
lansia yang tinggal dengan keluarga di rumah.

D. Manfaat Penelitian
1. Untuk keluarga, masyarakat dan lembaga panti werdha
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang tempat
tinggal yang terbaik untuk lansia agar memiliki tingkat kemandirian dalam
pemenuhan ADL yang baik. Keluarga yang memiliki lansia dapat
menggunakan hasil penelitian untuk memilih dimana tempat tinggal yang
cocok untuk lansia, dan dapat memberikan dukungan agar lansia memiliki
tingkat kemandirian yang baik.
2. Untuk peneliti
Mengetahui tentang Perbedaan Tingkat Kemandirian dalam Pemenuhan ADL
(Activity Daily Living) antara Lansia yang Tinggal di Panti Werdha dengan
Lansia yang Tinggal dengan Keluarga di Rumah.
3. Untuk perawat
Hasil penelitian dapat digunakan untuk mengedukasi kepada keluarga yang
memiliki lansia sebaiknya lansia tinggal dan diberikan perawatan di panti
werdha atau di rumah bersama keluarga.
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam memberikan asuhan
keperawatan terkait dengan activity daily living lansia dan perawat dapat
mengetahui tentang tingkat kemandirian lansia yang tinggal dipanti werdha
dan lansia yang tinggal dengan keluarga di rumah.

E. Keaslian penelitian
Keaslian penelitian ini dapat diketahui dari penelitian terdahulu yang
berhubungan dengan :
1. Slamet Rohaedi, Suci Tuty Putri, dan Aniq Dini Karimah (2016). “Tingkat
Kemandirian Lansia Dalam Activities Daily Living Di Panti Sosial Tresna
Werdha Senja Rawi”. Jenis penelitian ini adalah menggunakan metode
deskriptif kuantitatif. Instrumen menggunakan barthel index. Teknik analisa
data menggunakan distribusi frekuensi. Teknik pengambilan sampel
menggunakan total sampling. Hasil penelitian gambaran tingkat kemandirian
lansia (60 – 69 tahun) dalam memenuhi activities daily living menunjukan
bahwa sebagian besar lansia sebanyak 15 orang (72%) termasuk dalam
ketergantungan sebagian, 3 orang (14 %) termasuk mandiri dan 3 orang (14%)
termasuk dalam ketergantungan total. Bahwa sebagian besar lansia di Panti
Sosial Tresna Wredha Senjarawi memiliki ketergantungan sebagian dalam
menjalani aktifitas kehidupannya.
Perbedaan pada penelitian ini terletak dengan pada variabel bebasnya yaitu
lansia yang tinggal di panti werdha dan lansia yang tinggal di keluarga dan
variabel terikatnya tingkat kemandirian ADL. Selain itu, perbedaan terletak
pada metode penelitian serta tempat penelitian yang dilaksanakan di Panti
Werdha Bhakti Dharma Surakarta dan Desa Gebang Turen Kelurahan
Munggung Kecamatan Karangdowo Kabupaten Klaten. Penelitian ini
merupakan penelitian non eksperimen dengan pendekatan cross sectional.
Teknik pengampilan sampel dengan sampling incidental. Instrumen penelitian
menggunakan skala Barthel dan analisa data menggunakan Chi Square.
2. Indah Sampelan, Rina Kundre, dan Jill Lolong (2015). “Hubungan Dukungan
Keluarga Dengan Kemandirian Lansia Dalam Pemenuhan Aktivitas Sehari-
Hari Di Desa Batu Kecamatan Likupang Selatan Kabupaten Minahasa Utara”.
Desain penelitian adalah Analitik Observasional pendekatan cross sectional.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik Random
Sampling, instrument yang digunakan ialah kuesioner dan analisa data yang
digunakan univariat dan bivariat dengan uji chi-square. Hasil penelitian
terdapat hubungan yang sangat nyata antara dukungan keluarga dengan
kemandirian lansia dalam pemenuhan aktifitas sehari-hari (p=0.003).
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa dukungan
keluarga berada pada kategori baik sebanyak 44 (69.8%) responden, dan
kemandirian lansia yang sebagian besar termasuk dalam kategori baik yaitu
41 (65.1 %) responden. Perbedaan pada penelitian ini terletak dengan pada
variabel bebasnya yaitu lansia yang tinggal di panti werdha dan lansia yang
tinggal di keluarga dan variabel terikatnya tingkat kemandirian ADL. Selain
itu, perbedaan terletak pada tempat penelitian yang dilaksanakan di Panti
Werdha Bhakti Dharma Surakarta dan Desa Gebang Turen Kelurahan
Munggung Kecamatan Karangdowo Kabupaten Klaten. Teknik pengumpulan
sampel dengan sampling incidental dan instrumen penelitian menggunakan
skala Barthel.
3. Jein Christine. Samalagi, Rooije R. H. Rumende, dan Peekie Rondonuwu.
(2014). “Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kemandirian Lansia Dalam
Pemenuhan Aktivitas Sehari-Hari Di Desa Kakara B Kecamatan Tobelo
Selatan Kabupaten Halmahera Utara”. Desain penelitian yang digunakan
adalah cross sectional dengan teknik menggunakan teknik sampling yaitu
total sampling. Instrumen penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai alat
pengumpulan data. Penelitian ini menggunakan uji statistik spearman rho.
Dalam hasil penelitian didapatkan adanya hubungan dukungan keluarga
dengan kemandirian lansia dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari di desa
Kakara B kecamatan Tobelo Selatan kabupaten Halmahera Utara berdasarkan
Spearman Rho (uji kolerasi) didapatkan signifikansi (p=0,00). Dari hasil
penelitian ini disimpulkan dukungan keluarga sangat penting dalam
kemandirian seseorang di Usia Lanjut.
Perbedaan pada penelitian ini terletak dengan pada variabel bebasnya yaitu
lansia yang tinggal di panti werdha dan lansia yang tinggal di keluarga dan
variabel terikatnya tingkat kemandirian ADL. Selain itu, perbedaan terletak
pada tempat penelitian yang dilaksanakan di Panti Werdha Bhakti Dharma
Surakarta dan Desa Gebang Turen Kelurahan Munggung Kecamatan
Karangdowo Kabupaten Klaten. Teknik pengampilan sampel dengan
sampling incidental. Instrumen penelitian menggunakan skala Barthel dan
analisa data menggunakan Chi Square.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Dasar Teori
1. LANJUT USIA
a) PENGERTIAN LANJUT USIA (LANSIA)
Menua (Menjadi tua: aging) adalah suatu proses menghilangnya
kemampuan secara perlahan–lahan untuk memperbaiki diri atau
mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normal sehingga
tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang
diderita. Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan proses
berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dalam
maupun luar tubuh. Walaupun demikian memang harus diakui bahwa ada
berbagai penyakit yang sering terjadi pada kaum lansia (Nugroho, 2008).
Menurut World Health Organisation (WHO), lansia adalah seseorang
yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok
umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase
kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu
proses yang disebut Aging Process atau proses penuaan (Nugroho, 2008).
Menurut Orem (2001) menggambarkan lansia sebagai suatu unit yang
juga menghendaki kemandirian dalam mempertahankan hidup, kesehatan
dan kesejahteraannya. Faktor yang mempengaruhi tingkat kemandirian
lansia dalam melakukan aktivitas sehari – hari seperti usia, imobilitas dan
mudah jatuh (Ediawati, 2012).
Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan
tahapan-tahapan menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai
dengan semakin rentannya tubuh terhadap berbagai serangan penyakit
yang dapat menyebabkan kematian misalnya pada sistem kardiovaskuler
dan pembuluh darah, pernafasan, pencernaan, endokrin dan lain
sebagainya. Hal tersebut disebabkan seiring meningkatnya usia sehingga
terjadi perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem
organ. Perubahan tersebut pada umumnya mengaruh pada kemunduran
kesehatan fisik dan psikis yang pada akhirnya akan berpengaruh pada
ekonomi dan sosial lansia. Sehingga secara umum akan berpengaruh pada
activity of daily living (Fatmah, 2010). Bantuan hidup bagi lansia
merupakan alternatif yang digunakan bagi lansia yang merasa tidak aman
dalam kehidupannya, sehingga membutuhkan bantuan tambahan dalam
activity of daily livingnya (Mauk, 2006). Terganggunya melaksanakan
activity of daily living mengakibatkan mereka menjadi tergantung kepada
orang lain.
Menurut Setiawan (2009), secara umum terdapat beberapa perubahan
kondisi fisik pada lansia yang dapat dilihat dari:
1) perubahan penampilan pada bagian wajah, tangan, dan kulit.
2) perubahan bagian dalam tubuh seperti sistem saraf : otak, isi perut :
limpa, hati.
3) perubahan panca indra : penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa.
4) perubahan motorik antara lain berkurangnya kekuatan, kecepatan dan
belajar keterampilan baru.
Penurunan kondisi fisik dan mental tersebut menyebabkan
menurunnya derajat kesehatan lansia sehingga tingkat ketergantungan
pada lansia akan semakin meningkat dan selanjutnya akan mempengaruhi
kualitas hidup lansia. Kualitas hidup lansia dikatakan baik jika kesehatan
fisik, psikologis, dan sosialnya baik. Kesehatan fisik tersebut berhubungan
dengan activity of daily living dasar yang dilakukan oleh lansia dalam
kehidupan sehari–hari, seperti makan, minum, berjalan, mandi, dan buang
air besar (Pujiono, 2009). Kesehatan psikologis lansia dikatakan baik, bila
lansia memiliki sifat positif seperti motivasi hidup, mampu menghadapi
serta menyelesaikan permasalahan pada dirinya, serta tercapainya tujuan
dan memaknai hidup dengan lebih baik di usia senjanya dengan perasaan
optimis. Sedangkan aspek sosial lansia dikatakan baik, bila ia cukup
mendapatkan dukungan dari keluarga maupun lingkungan sosial
sekitarnya (Budiarti, 2010).
b) Batasan Lanjut Usia
Batasan usia lansia yang tercantum dalam Undang-undang No. 13/18
tentang kesejahteraan lansia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 menyebutkan
bahwa umur 60 tahun adalah usia permulaan tua, merupakan proses yang
berangsur-angsur mengakibatkan perubahan yang kumulatif, merupakan
proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari
dalam dan luar yang berakhir dengan kematian (Nugroho,2008).
Adapun beberapa pendapat tentang batasan umur lansia yaitu:
1. Menurut Birren and Jenner dalam Nugroho (2008) mengusulkan untuk
membedakan antara usia biologis, usia psikologis, dan usia sosial.
a) Usia biologis, yaitu jangka waktu seseorang sejak lahirnya berada
dalam keadaan hidup tidak mati.
b) Usia psikologis, yaitu kemampuan seseorang untuk mengadakan
penyesuaian pada situasi yang dihadapinya.
c) Usia sosial, yaitu peran yang diharapkan atau diberikan
masyarakat kepada seseorang sehubungan dengan usianya.
2. Menurut Departemen Kesehatan RI (2006) pengelompokkan lansia
menjadi :
a) Virilitas (prasenium) yaitu masa persiapan usia lanjut yang
menampakkan kematangan jiwa (usia 55-59 tahun)
b) Usia lanjut dini (senescen) yaitu kelompok yang mulai memasuki
masa usia lanjut dini (usia 60-64 tahun)
c) Lansia berisiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit
degeneratif (usia >65 tahun).
c) Perubahan yang terjadi pada lansia
Ada beberapa perubahan yang dialami lansia, seperti perubahan pada
tubuh atau fisik, psikis atau intelektual, social kemasyarakatan maupun
secara spiritual atau keyakinan atau agama (Mujahidullah, 2012).
Perubahan secara alamiah yang terperinci pada setiap lansia adalah
sebagai berikut:
1. Perubahan fisik
a. Sel
Jumlah lebih seedikit, ukuran lebih besar, mekanisme perbaikan sel
terganggu, menurunnya proporsi protein diotak, otot, ginjal, darah
dan hati.
b. Sistem persyarafan
Lambat dalam respons dan waktu untuk bereaksi, mengecilnya saraf
panca indera, kurang sensitive terhadap sentuhan, hubungan
persyarafan menurun.
c. System pendengaran
Gangguan pendengaran atau hilangnya kemampuan pendengaran
pada telinga dalam terhadap bunyi suara atau nada yang tinggi dan
tidak jelas, sulit mengerti kata-kata dan terjadi penggumpalan
serumen.
d. System penglihatan
Hilangnya respon terhadap sinar, kekeruhan pada lensa, hilangnya
daya akomodasi, menurunnya daya membedakan warna biru dan
hijau pada skala, menurunnya lapang pandang.
e. System kardiovaskuler
Menurunnya elastisitas dinding aorta, katub jantung menebal dan
kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun, tekanan darah
tinggi meningkat.
f. System pengaturan suhu tubuh
Temperature tubuh menurun secara fisiologis, keterbatasan reflek
menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak
sehingga terjadi penurunan aktivitas otot.
g. System respirasi
Menurunnya kekuatan otot pernafasan dan aktivitas dari silia-silia
paru-paru, kehilangan elastisitas.
h. System gastrointestinal
Terjadi penurunan selera makan, ras haus, asupan makanan, dan
kalori, mudah terjadi konstipasi dan gangguan pencernaan lainnya,
terjadi penurunanan produksi saliva.
i. System endokrin
Produksi hormone menurun, menurunnya sekresi hormone kelamin.
j. System Integumen
Kulit mengerut keriput, permukaan kulit kasar dan bersisik, respon
terhadap trauma menurun, kulit kepala dan rambut menipis dan
berwarna kelabu, elastisitas kulit berkurang, pertumbuhan kuku lebih
lambat, kuku menjadi keras dan sepeprti bertanduk, kelenjar keringat
berkurang.
k. System Muskuloskeletal
Tulang kehilangan cairan dan maik rapuh, persendian membesar dan
menjadi kaku.
2. Perubahan psikososial
Pensiun adalah nilai seseorang sering diukur oleh produktivitasnya dan
dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Bila seseorang pensiun, ia
akan mengalami kehilangan antara lain :
a. Kehilangan financial (income berkurang)
b. Kehilangan status
c. Kehilangan teman atau kenalan atau relasi
d. Kehilangan pekerjaan atau kegiatan
e. Merasakan atau sadar akan kematian (sense of awareness of
morbility)
f. Perubahan dalam hidup, yaitu memasuki rumah perawatan
bergerak lebih sempit.
g. Ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan, meningkatkan biaya
hidup pada penghasilan yang sulit bertambahnya biaya
pengobatan.
h. Penyakit kronis dan ketidakmampuan.
i. Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan.
3. Perubahan mental
Factor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah :
a) Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa.
b) Kesehatan umum.
c) Tingkat pendidikan.
d) Keturunan (Hereditas).
e) Lingkungan.
Perubahan intelegentia quention (IQ)
Intelegensia dasar (Fluid intellegence) yang berarti penurunan fungsi otak
bagian kanan yang antara lain berupa kesulitan dalam komunikasi non
verbal, pemecahan masalah, mengenal wajah orang.
Perubahan ingatan atau memori (kenangan)
Menurut Nugroho (2008) menyebutkan bahwa kenangan jangka panjang,
beberapa jam sampai beberapa hari yang lalu dan mencakup beberapa
perubahan. Kenangan jangka pendek atau seketika (0-10 menit), kenangan
buruk (bisa kearah dimensia).
d) Kebutuhan Hidup Lansia
Setiap orang memiliki kebutuhan hidup. Lansia juga memiliki
kebutuhan hidup yang sama agar dapat hidup sejahtera. Kebutuhan hidup
lansia antara lain kebutuhan akan makanan bergizi seimbang, pemeriksaan
kesehatan secara rutin, perumahan yang sehat dan kondisi rumah yang
tentram dan aman, kebutuhan–kebutuhan sosial seperti bersosialisasi
dengan semua orang dalam segala usia, sehingga mereka mempunyai
banyak teman yang dapat diajak berkomunikasi, membagi pengalaman,
memberikan pengarahan untuk kehidupan yang baik. Kebutuhan tersebut
diperlukan oleh lansia agar dapat mandiri.
Kebutuhan tersebut sejalan dengan pendapat Maslow dalam Potter dan
Perry (2005), yang menyatakan bahwa kebutuhan manusia meliputi:
1. Kebutuhan fisiologis, memiliki prioritas tertinggi dalam hirarki
Maslow. Kebutuhan fisiologis merupakan hal yang perlu atau penting
untuk bertahan hidup. Kebutuhan tersebut antara lain oksigen, cairan,
nutrisi, temperatur, eliminasi, tempat tinggal, istirahat, dan seks.
2. Kebutuhan keselamatan dan rasa aman adalah kebutuhan akan rasa
keamanan dan ketentraman, seperti kebutuhan akan jaminan hari tua,
kebebasan, kemandirian. Orang dewasa secara umum mampu
memberikan keselamatan fisik mereka, tetapi yang sakit dan cacat
membutuhkan bantuan.
3. Kebutuhan cinta dan rasa memiliki adalah kebutuhan dimana manusia
secara umum mebutuhkan perasaan bahwa mereka dicintai oleh
keluarga mereka dan bahwa mereka diterima oleh teman sebaya dan
oleh masyarakat.
4. Kebutuhan harga diri adalah kebutuhan akan harga diri untuk diakui
akan keberadaannya. Kebutuhan harga diri berhubungan dengan
keinginan terhadap kekuatan, pencapaian, rasa cukup, kompetensi,
rasa percaya diri, dan kemerdekaan.
5. Kebutuhan aktualisasi diri, merupakan tingkat kebutuhan yang paling
tinggi dalam hirarki Maslow. Menurut teori, pada saat manusia sudah
memenuhi seluruh kebutuhan pada tingkatan yang lebih rendah, hal
tersebut melalui aktualisasi diri dikatakan bahwa mereka mencapai
potensi mereka yang paling maksimal.
Jika kebutuhan–kebutuhan tersebut tidak terpenuhi akan timbul
masalah– masalah dalam kehidupan orang lanjut usia yang akan
menurunkan kemandiriannya. Kemandirian lanjut usia dapat dilihat dari
kemampuan untuk melawan aktivitas normal sehari-hari (Activity of Daily
Living). Kemandirian lansia tidak hanya diukur dari kemampuan mereka
dalam beradaptasi dan beraktivitas normal sehari–hari, tetapi juga dari
kondisi tubuh ataupun kesehatan lansia. Semakin lemah kondisi kesehatan
lansia semakin berkurang pula tingkat kemampuan mereka dalam
beraktivitas (Yunita, 2010).
Kurang lebih 74% penduduk lansia telah menderita penyakit kronik
yang menyebabkan tingkat kemandirian dan beraktivitas lansia berkurang.
Menurut Yunita (2010), adapun gangguan penyakit yang dapat
mempengaruhi kestabilan psikologis, kemandirian, dan kemampuan
beraktivitas para lansia adalah :
a. 5 Lima penyakit utama yang sering diderita para lansia, yaitu meliputi
: Diabetes, infeksi saluran pernafasan, kanker, TBC, jantung dan
Hipertensi.
b. Kondisi fisik yang menurun seperti, kemampuan penglihatan,
pendengaran, moralitas dan stabilitas semakin menurun.
c. Gangguan jiwa, karena setelah mengalami pasca stroke.
d. Inkontinensia (tidak bisa menahan keluarnya untuk buang air).
e) Masalah dan penyakit pada lansia
Menurut Nugroho (2008) disebutkan bahwa masalah dan penyakit pada
lansia dibedakan menjadi dua. Adapun masalah dan penyakit pada lansia
adalah sebagai berikut :
1. Mudah jatuh
Jatuh pada lanjut usia merupakan masalah yang sering terjadi.
Misalnya gangguan gaya berjalan, kelemahan oto ekstremitas bawah,
kekakuan sendi dan pusing. Akibatnya aktivitas hidup lansia akan
terpengaruh dan dapat mengurangi ketegapan dan kesigapan lansia.
2. Mudah lelah
Kelelahan disebabkan oleh
a. Factor psikologis (perasaan bosan, keletihan, depresi)
b. Gangguan organis (anemia, kekurangan vitamin, gangguan
pencernaan)
c. Pengaruh obat misalnya obat penenang, obat jantung.
d. Nyeri pinggang atau punggung
Nyeri pada bagian ini disebabkan oleh
a. Gangguan sendi atau susunan sensi pada susunan tulang belakang
(osteomalasia, osteoporosis, dan osteoartrosis).
b. Gangguan pancreas
c. Kelainan ginjal (batu ginjal)
d. Gangguan pada rahim
e. Gangguan pada kelenjar prostat
f. Gangguan pada otot badan
g. HNP (hernia nucleus pulposus).
3. Kesemutan pada anggota badan
Keluhan ini disebabkan oleh :
a. Gangguan sirkulasi darah
b. Gangguan persarafan umum (gangguan pada control)
c. Gangguan persarafan local pada bagian anggota badan.

2. Tingkat kemandirian lansia dalam melakukan ADL


a) Pengertian
Suatu bentuk pengukuran kemampuan seseorang untuk melakukan
activity of daily living secara mandiri. Penentuan kemandirian fungsional
dapat mengidentifikasi kemampuan dan keterbatasan klien sehingga
memudahkan pemilihan intervensi yang tepat (Maryam, 2008). Kemandirian
merupakan sikap individu yang diperoleh secara komulatif dalam
perkembangan dimana individu akan terus belajar untuk bersikap mandiri
dalam menghadapi berbagai situasi di lingkungan, sehingga individu mampu
berfikir dan bertindak sendiri. Dengan kemandirian seseorang dapat memilih
jalan hidupnya untuk berkembang ke yang lebih mantap (Husain, 2013).
Kemandirian lansia dalam ADL didefinisikan sebagai kemandirian seseorang
dalam melakukan aktivitas dan fungsi - fungsi kehidupan sehari - hari yang
dilakukan oleh manusia secara rutin dan universal (Ediawati, 2013).
Menurut Agung (2006), Activity of Daily Living adalah pengukuran
terhadap aktivitas yang dilakukan rutin oleh manusia setiap hari. Aktivitas
tersebut antara lain: memasak, berbelanja, merawat/mengurus rumah,
mencuci, mengatur keuangan, minum obat dan memanfaatkan sarana
transportasi.
Kemandirian pada lansia meliputi kemampuan lansia dalam
melakukan aktifitas dasar sehari-hari, meliputi mandi, berpakaian rapi, pergi
ke toilet, berpindah tempat, dapat mengontrol BAK, atau BAB, serta dapat
makan sendiri. Lansia yang mandiri adalah lansia yang kondisinya sehat
dalam arti luas masih mampu untuk menjalankan kehidupan pribadinya
(Partini, 2011).
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tingkat
kemandirian pemenuhan ADL pada lansia adalah kemampuan atau keadaan
dimana seorang lansia mampu mengurus atau mengatasi kepentingan sehari-
hari yang meliputi mandi, makan, berpakaian (berdandan), dan berpindah
tempat.
b) Faktor–faktor yang Mempengaruhi Activity of Daily Living (ADL)
Menurut Hardywinoto & Setiabudi (2007), kemauan dan kemampuan untuk
melakukan activity of daily living tergantung pada beberapa faktor, yaitu:
1. Umur dan status perkembangan
Umur dan status perkembangan seorang klien menunjukkan tanda
kemauan dan kemampuan, ataupun bagaimana klien bereaksi terhadap
ketidakmampuan melaksanakan activity of daily living. Saat
perkembangan dari bayi sampai dewasa, seseorang secara perlahan–
lahan berubah dari tergantung menjadi mandiri dalam melakukan
activity of daily living.
2. Kesehatan fisiologis
Kesehatan fisiologis seseorang dapat mempengaruhi kemampuan
partisipasi dalam activity of daily living, contoh sistem nervous
mengumpulkan, menghantarkan dan mengolah informasi dari
lingkungan. Sistem muskuloskeletal mengkoordinasikan dengan
sistem nervous sehingga dapat merespon sensori yang masuk dengan
cara melakukan gerakan. Gangguan pada sistem ini misalnya karena
penyakit, atau trauma injuri dapat mengganggu pemenuhan activity of
daily living (Hardywinoto & Setiabudi, 2007).
3. Fungsi Kognitif
Tingkat kognitif dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam
melakukan activity of daily living. Fungsi kognitif menunjukkan
proses menerima, mengorganisasikan dan menginterpretasikan sensor
stimulus untuk berpikir dan menyelesaikan masalah. Proses mental
memberikan kontribusi pada fungsi kognitif dapat mengganggu dalam
berpikir logis dan menghambat kemandirian dalam melaksanakan
activity of daily living (Hardywinoto & Setiabudi, 2007).
4. Fungsi Psikososial
Fungsi psikologi menunjukkan kemampuan seseorang untuk
mengingat sesuatu hal yang lalu dan menampilkan informasi pada
suatu cara yang realistik. Proses ini meliputi interaksi yang kompleks
antara perilaku intrapersonal dan interpersonal. Gangguan pada
intrapersonal contohnya akibat gangguan konsep diri atau
ketidakstabilan emosi dapat mengganggu dalam tanggung jawab
keluarga dan pekerjaan. Gangguan interpersonal seperti masalah
komunikasi, gangguan interaksi sosial atau disfungsi
dalampenampilan peran juga dapat mempengaruhi dalam pemenuhan
activity of daily living (Hardywinoto & Setiabudi, 2007).
5. Tingkat stress
Stress merupakan respon fisik nonspesifik terhadap berbagai macam
kebutuhan. Faktor yang dapat menyebabkan stress (stressor), dapat
timbul dari tubuh atau lingkungan atau dapat mengganggu
keseimbangan tubuh. Stressor tersebut dapat berupa fisiologis seperti
injuri atau psikologi seperti kehilangan.
6. Ritme biologi
Ritme atau irama biologi membantu makhluk hidup mengatur
lingkungan fisik disekitarnya dan membantu homeostasis internal
(keseimbangan dalam tubuh dan lingkungan). Salah satu irama biologi
yaitu irama sirkardian, berjalan pada siklus 24 jam. Perbedaaan irama
sirkardian membantu pengaturan aktivitas meliputi tidur, temperatur
tubuh, dan hormon. Beberapa faktor yang ikut berperan pada irama
sirkardian diantaranya faktor lingkungan seperti hari terang dan gelap,
seperti cuaca yang mempengaruhi activity of daily living.
7. Status mental
Status mental menunjukkan keadaan intelektual seseorang. Keadaan
status mental akan memberi implikasi pada pemenuhan kebutuhan
dasar individu. Seperti yang diungkapkan oleh Cahya yang dikutip
dari Baltes, salah satu yang dapat mempengaruhi ketidakmandirian
individu dalam memenuhi kebutuhannya adalah keterbatasan status
mental. Seperti halnya lansia yang memorinya mulai menurun atau
mengalami gangguan, lansia yang mengalami apraksia tentunya akan
mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan–kebutuhan
dasarnya (Hardywinoto & Setiabudi, 2007).
8. Pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan dan sosial kesejahteraan pada segmen lansia yang
tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Pelayanan kesehatan yang
berbasis masyarakat salah satunya adalah posyandu lansia. Jenis
pelayanan kesehatan dalam posyandu salah satunya adalah
pemeliharan Activity of Daily Living. Lansia yang secara aktif
melakukan kunjungan ke posyandu, kualitas hidupnya akan lebih baik
dari pada lansia yang tidak aktif ke posyandu (Pujiono, 2009).
c) Penilaian Activity Of Daily Living (ADL)
1. Indeks Katz
Menurut Maryam (2008) dengan menggunakan indeks kemandirian
Katz untuk ADL yang berdasarkan pada evaluasi fungsi mandiri atau
bergantung dari klien dalam hal makan, mandi, toileting, kontinen
(BAB/BAK), berpindah ke kamar mandi dan berpakaian. Penilaian
dalam melakukan activity of daily living sebagai berikut:
a. Mandi (spons, shower, atau bathtub)
1) Mandiri : bantuan hanya pada satu bagian mandi (seperti
punggung atau ektremitas yang tidak mampu) atau mandi sendiri
sepenuhnya.
2) Bergantung : bantuan mandi lebih dari satu bagian tubuh, bantuan
masuk dan keluar dari bak mandi, serta tidak mandi sendiri.
b. Berpakaian
1) Mandiri : mengambil baju dari lemari, memakai pakaian,
melepaskan pakaian, mengancing / mengikat pakaian.
2) Bergantung : tidak dapat memakai baju sendiri atau hanya
sebagian.
c. Toileting/toilet
1) Mandiri : masuk dan keluar dari kamar kecil kemudian
membersihkan genitalia sendiri.
2) Bergantung : menerima bantuan untuk masuk ke kamar kecil dan
menggunakan pispot.
d. Berpindah
1) Mandiri : berpindah dari tempat tidur, bangkit dari kursi sendiri
(mungkin atau tidak menggunakan alat bantu mekanis).
2) Bergantung : bantuan dalam naik atau turun dari tempat tidur atau
kursi atau kedua-duanya, tidak melakukan sesuatu atau
perpindahan.
e. Kontinensia
1) Mandiri : BAB dan BAK seluruhnya dikontrol sendiri.
2) Bergantung : inkontinesia persial atau total dalam miksi atau
defeksi; sebagaimana atau seluruhnya menggunakan enema,
kateter atau penggunaan urinal atau pispot, atau kedua-duanya dan
pembalut/pampers.
f. Makan
1) Mandiri : mengambil makanan dari piring dan menyuapinya
sendiri.
2) Bergantung : bantuan dalam hal mengambil makanan dari piring
dan menyuapinya, tidak menghabiskan makanan, dan makan
parenteral atau melalui Naso Gastrointestinal Tube (NGT).
Adapun penilaian hasil dari pelaksanaan activity of daily living seperti
tercantum dalam tabel berikut.
No Penilaian Kriteria
6 Mandiri total Mandiri dalam mandi, berpakaian, pergi ke toilet,
berpindah, kontinen dan makan.
5 Tergantung paling Mandiri pada semua fungsi di atas, kecuali salah
ringan satu dari fungsi di atas
4 Tergantung ringan Mandiri pada semua fungsi di atas, kecuali mandi
dan satu fungsi lainnya
3 Tergantung sedang Mandiri pada semua fungsi di atas, kecuali mandi,
berpakaian, dan satu fungsi lainnya
2 Tergantung berat Mandiri pada semua fungsi di atas, kecuali mandi,
berpakaian, pergi ke toilet, dan satu fungsi lainnya
1 Tergantung paling Mandiri pada semua fungsi di atas, kecuali mandi,
berat berpakaian, pergi ke toilet, berpindah dan satu
fungsi lainnya
0 Tergantung total Tergantung pada 6 fungsi di atas
Sumber: Katz S, 1970 dalam Agung (2006)

b. Indeks kemandirian ADL Indeks Barthel


Indeks Barthel adalah suatu alat yang cukup sederhana untuk menilai
perawatan diri, dan mengukur harian seseorang berfungsi secara khusus
dalam aktivitas sehari-hari dan mobilitas. Berdasarkan Indeks Barthel,
tingkat ketergantungan klien terdiri dari mandiri, ketergantungan ringan,
ketergantungan sedang, ketergantungan berat, dan ketergantungan total.
Indeks Barthel terdiri dari sepuluh aktivitas yaitu meliputi pengendalian
rangsang BAB, BAK, membersihkan diri (mandi, sikat gigi, sisir rambut,
cuci muka), penggunaan jamban/toilet (masuk dan keluar WC, melepas,
memakai celana, membersihkan/menyeka, menyiram), makan, berpindah
posisi, mobilitas/berjalan, memakai baju, naik turun tangga dan mandi
(Agung, 2006).
No. Fungsi Skor Keterangan
1. Mengendalikan rangsang 0 Tak terkendali? Tak teratur (perlu
pembuangan tinja pencahar)
1 Kadang-kadang tak terkendali
2 Terkendali teratur
2. Mengendalikan rangsang 0 Tak terkendali atau pakai kateter
berkemih 1 Kadang-kadang tak terkendali
(1x24jam)
2 Mandiri
3. Membersihkan diri (menyeka 0 Perlu pertolongan oranglain
muka, sisir rambut, sikat gigi) 1 Mandiri
4. Penggunaan jamban masuk 0 Tergantung, pertolongan oranglain
dan keluar (melepaskan, 1 Perlu pertolongan pada beberapa
memakai celana, kegiatan tetapi dapat mengerjakan
membersihkan, menyiram) mandiri beberapa kegiatan yang lain.
2 Mandiri
5. Makan/minum 0 Tidak mampu
1 Perlu ditolong memotong makanan
2 Mandiri
6. Berubah sikap dari berbaring 0 Tidak mampu
keduduk 1 Perlu banyak bantuan untuk bisa
duduk
2 Bantuan minimal 1 orang
3 Mandiri
7. Berpindah/berjalan 0 Tidak mampu
1 Bisa (pindah) dengan kursi roda
2 Berjalan dengan bantuan 1 orang
3 Mandiri
8. Memakai baju 0 Tergantung oranglain
1 Sebagian dibantu (misalnya,
mengancing baju)
2 Mandiri
9. Naik turun tangga 0 Tidak mampu
1 Butuh pertolongan
2 Mandiri
10. Mandi 0 Tergantung oranglain
1 Mandiri
Sumber : Skala Barthel (Agung, 2006).

Keterangan Skor ADL Barthel


20 : Mandiri
12-19 : Keterangan ringan
9-11 : Keterangan sedang
5-8 : Keterangan berat
0-4 : Keterangan total
Dalam penelitian ini untuk penilaiannya dikatakan mandiri apabila nilainya ≥20 dan
dikatakan tidak mandiri apabila nilainya ≤20.

3. Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW)


a) Pengertian
Menurut Martono & Pranarka (2009) PSTW merupakan suatu institusi
bagi lansia dengan fisik atau kesehatan masih mandiri, tetapi ada keterbatasan
di bidang sosial ekonomi. Di panti werdha, para lansia dapat memenuhi
kebutuhan sosial mereka dengan bersosialisasi dengan teman-teman sebaya.
Selain itu, fasilitas panti seperti kunjungan dokter memudahkan lansia itu
sendiri untuk memeriksakan kesehatan mereka. Aktivitas-aktivitas yang
dirancang dan difasilitasi panti seperti olahraga, menyulam atau menjahit pun
memungkinkan para lansia untuk terus aktif dan produktif. Akan tetapi,
kenyataan yang ditemukan bahwa hal ini tentu tidak sepenuhnya dapat
diterima oleh lansia. Perasaan negatif pada sebagian lansia dapat muncul
seperti perasaan kecewa, tidak dihargai, sedih, dendam, marah, gangguan
konsep diri dan sebagainya. Sikap sabar menghadapi permasalahan ini hanya
akan efektif untuk beberapa waktu. Lama kelamaan perasaan negatif tersebut
akan menimbulkan depresi (Syukra, 2012).
Panti werdha merupakan alternatif terakhir yang dipilih oleh lansia
sebagai tempat tinggal, diketahui lansia seharusnya berkumpul dengan
keluarganya tetapi ditempatkan di panti werdha dan terdapat pula yang
menginginkan untuk tinggal karena tidak mempunyai tempat tinggal dan
keluarga, perasaan jauh dari keluarga dan rasa terbuang dari orang-orang yang
disayangi akan membuat lansia merasa tersisih atau kesepian (Rosita, 2012).
Menurut Tamher & Noorkasiani (2011), salah satu usaha sosial dari
pemerintah untuk tetap melakukan pembinaan terhadap kesejahteraan lansia
adalah dengan mendirikan panti sosial tresna werdha. Panti sosial tresna
werdha merupakan suatu institusi hunian bersama dari para lansia yang secara
fisik dan kesehatan masih mandiri dimana kebutuhan harian dari para
penghuni biasanya disediakan oleh pengurus panti (Darmodjo dan Martono,
2004). Tetapi berdasarkan penelitian yang dilakukan Mahareza pada tahun
2008, lanjut usia yang tinggal bersama keluarga memiliki kualitas hidup yang
lebih baik daripada lanjut usia yang tinggal dipanti werdha. Hal ini
dikarenakan lanjut usia yang tinggal bersama keluarga di rumah tidak hanya
mendapatkan perawatan fisik, namun juga mendapatkan kasih sayang,
kebersamaan, interaksi atau komunikasi yang baik, dan menerima bantuan
dari keluarga yang semuanya itu merupakan fungsi dari keluarga (Mahareza,
2008).
Berdasarkan pengertian panti werdha di atas maka dapat disimpulkan
bahwa panti werdha merupakan tempat tinggal lansia di panti, di mana lansia
diberikan bimbingan dan perawatan agar mereka dapat terpenuhi
kebutuhannya dan dapat menikmati hari tuanya dengan penuh kenyamanan,
sehingga nantinya akan menciptakan kesejahteraan sosial bagi lansia.
b) Fungsi Panti Sosial Tresna Werdha
Fungsi Panti Sosial Tresna Werdha adalah sebagai tempat untuk
menampung manusia lanjut usia yang menyediakan fasilitas dan aktifitas
khusus untuk manula yang dijaga dan dirawat oleh suster atau pekerja
sosial.
c) Tujuan Panti Sosial Tresna Werdha
Tujuan utama Panti Sosial Tresna Werdha adalah untuk menampung
manusia lanjut usia dalam kondisi sehat dan mandiri yang tidak memiliki
tempat tinggal dan keluarga atau yang memiliki keluarga namun dititipkan
karena ke tidak mampuan keluarga untuk merawat manula.
4. Keluarga
a) Pengertian keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala
keluarga dan beberapa orang yang berkumpul serta tinggal di suatu tempat
di bawah satu atap dalam keadaan saling bergantung. Keluarga
mempunyai peran yang penting dalam keperawatan karena keluarga
menyediakan sumber–sumber yang penting untuk memberikan pelayanan
kesehatan bagi dirinya dan orang lain dalam keluarga. Dalam sebuah unit
keluarga, disfungsi apa saja (penyakit, cedera, perpisahan) akan
mempengaruhi satu atau lebih anggota keluarga dalam hal tertentu (Ali,
2010).
Menurut Friedman 2012 dalam buku keperawatan keluarga.
mengatakan keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup
bersama dengan keterikatan aturan, emosional dan individu mempunyai
peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga.
Menurut UU No. 10 tahun 1992 tentang berkembangan kependudukan
dan pembangunan keluarga sejahtera, keluarga adalah unit terkecil dari
masyarakat yang terdiri dari suami-isteri,atau suami-isteri dan
anaknya,atau ayah dan anaknya,atau ibu dan anaknya (Suprajitno, 2012).
b) Ciri-ciri keluarga menurut Setiadi (2008)
1. Keluarga merupakan hubungan perkawinan
2. Keluarga berbentuk suatu kelembagaan yang berkaitan dengan
hubungan perkawinan yang sengaja dibentuk atau dipelihara.
3. Keluarga mempunyai suatu system tata nama (Nomen Clatur)
termasuk perhitungan garis keturunan.
4. Keluarga mempunyai fungsi ekonomi yang dibentuk oleh anggota-
anggotanya berkaitan dengan kemampuan untuk mempunyai
keturunan dan mempunyai keturunan dan membesarkan anak.
5. Keluarga merupakan tempat tinggal bersama, rumah, atau rumah
tangga.
3) Tipe keluarga
Tipe keluarga yang dianut oleh masyarakat di Indonesia adalah tipe
keluarga tradisional. Menurut Allender & Spradley (2001) dalam Achjar
(2010). Tipe keluarga tradisional dapat dikelompokkan manjadi:
1. Keluarga inti (nuclear family) yaitu keluarga yang terdiri dari suami,
istri dan anak (anak kandung atau anak angkat).
2. Keluarga besar (extended family), yaitu keluarga inti ditambah dengan
keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah, misalnya
kakek, nenek, paman dan bibi.
3. Keluarga dyad yaitu keluarga yang terdiri dari suami istri tanpa anak.
4. Single parent yaitu keluarga yang terdiri dari satuorang tua dengan
anak kandung atau anak angkat.
5. Keluarga usia lanjut yaitu keluarga yang terdiri dari suami istri yang
berusia lanjut.
Menurut Friedman (1998), individu yang yang tinggal dalam keluarga
besar (extended family) akan mendapatkan dukungan keluarga yang lebih
besar dibandingkan dengan individu yang tinggal dalam keluarga inti
(nuclear family).
4) Fungsi keluarga
Fungsi keluarga menurut Friedman (2010)
a. Fungsi afektif adalah fungsi keluarga yang utama mengajarkan segala
sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan
orang lain.
b. Fungsi sosialisasi adalah fungsi mengembangkan dan tempat berlatih
anak untuk kehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk
berhubungan dengan orang lain diluar rumah.
c. Fungsi reproduksi adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan
menjaga kelangsungan keluarga.
d. Fungsi ekonomi adalah keluarga berfungsi untuk memenuhi
kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk
mengembangkan kemampuan individu dalam meningkatkan
penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
e. Fungsi perawatan dan pemeliharaan kesehatan adalah fungsi untuk
mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap
memiliki produktivitas tinggi.
Menurut Setiadi (2008) ada tiga fungsi pokok keluarga terhadap anggota
keluarga yaitu:
a. Asih adalah memberikan kasih sayang, perhatian, rasa aman,
kehangatan kepada anggota keluarga.
b. Asuh adalah menuju kebutuhan pemeliharaan dan perawatan anggota
keluarga agar kesehatan selalu terpelihara.
c. Asah adalah memenuhi kebutuhan pendidikan.
5) Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa
kehidupan, sifat dan jenis dukungan berbeda dalam berbagai tahap-tahap
siklus kehidupan. Dukungan keluarga dapat berupa dukungan sosial
internal, seperti dukungan dari suami, istri atau dukungan dari saudara
kandung dan dapat juga berupa dukungan keluarga eksternal bagi keluarga
inti. Dukungan keluarga membuat keluarga mampu berfungsi dengan
berbagai kepandaian dan akal. Sebagai akibatnya, hal ini meningkatkan
kesehatan dan adaptasi keluarga (Friedman, 2010).
6) Jenis dukungan keluarga
Jenis dukungan keluarga menurut Setiadi (2008) terdiri dari empat jenis
atau dimensi dukungan antara lain :
a. Dukungan emosional
Keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan damai untuk istirahat
dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi yang
meliputi ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap lansia.
b. Dukungan penghargaan (penilaian)
Keluarga bertindak sebagai bimbingan umpan balik, membimbing dan
menengahi pemecahan dan sebagai sumber dan validator identitas
anggota. Terjadi lewat ungkapan hormat (penghargaan) positif untuk
lansi, dorongan maju, atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan
individu dari perbandingan positif pada lansia.
c. Dukungan instrumental
Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit
yang mencakup bantuan seperti dalam bentuk uang, peralatan, waktu,
modifikasi lingkungan maupun menolong dengan pekerjaan waktu
mengalami stres.
d. Dukungan informative
Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan disseminator
(penyebar) informasi tentang dunia yang mencakup dengan memberi
nasehat, petunjuk-petunjuk, sarana-sarana atau umpan balik. Bentuk
dukungan yang diberikan oleh keluarga adalah dorongan semangat,
pemberian nasehat atau mengawasi tentang pola makan sehari-hari dan
pengobatan. Dukungan keluarga juga merupakan perasaan individu
yang mendapat perhatian, disenangi, dihargai dan termasuk bagian
dari masyarakat.
B. Kerangka Teori
Lansia

Penurunan Fisik Penurunan Psikis

1. Sistem Penglihatan 1. Kehilangan teman


2. Sistem Muskuloskeletal 2. Kehilangan pekerjaan atau
kegiatan
3. Penyakit kronis
4. Gangguan gizi
5. Cemas

Factor-faktor yang
mempengaruhi 1. Mandiri
1. Umur 2. Tergantung
2. Kesehatan
fisiologis Tingkat kemandirian ADL
3. Fungsi kognitif
4. Fungsi
psikososial Interaksi social Aktif dalam
dengan warga kegiatan panti
panti rendah
Lansia memiliki Lansia kurang
kepercayaan diri diperhatikan
yang baik Kepercayaan
diri rendah Interaksi social
dengan teman
Merasa terasingkan
Keluarga melakukan sebaya baik
perawatan pada dari keluarga (anak) Kesepian
lansia dengan baik
Merasa kesepian Lansia merasa
Interaksi social terasingkan Lansia lebih
dengan keluarga baik dari keluarga nyaman
Keluarga berkumpul
Usia lanjut dengan teman
Exterded family Panti Werdha sebaya
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
A. Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen

Lansia yang tinggal di


Panti Werdha dan Lansia Tingkat kemandirian ADL
yang tinggal di Keluarga

Variabel Pengganggu

Variabel Pengganggu :
1. Umur
2. Kesehatan Fisiologis
3. Genetik
4. Gaya Hidup
5. Pendidikan

Keterangan :
: Variabel yang Diteliti
: Variabel yang Tidak Diteliti
B. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian,
dimana rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :
Ha : Ada perbedaan antara tingkat kemandirian dalam pemenuhan ADL
antara lansia yang tinggal di panti werdha dengan lansia yang tinggal
di keluarga.
Ho : Tidak ada perbedaan antara tingkat kemandirian dalam pemenuhan
ADL antara lansia yang tinggal di panti werdha dengan lansia yang
tinggal di keluarga.
C. Desain Penelitian
Penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian analitik dengan rancangan
penelitian korelasional. Penelitian korelasional mengkaji hubungan antara
variabel. Peneliti dapat mencari, menjelaskan suatu hubungan, memeperkirakan,
dan menguji berdasarkan teori yang ada. Penelitian korelasional bertujuan untuk
mengungkapkan hubungan korelatif antar variabel. Penelitian ini menggunakan
pendekatan cross-sectional, artinya pengamatan dan pengumpulan data dilakukan
sekaligus pada suatu saat, pada tempat dan waktu yang telah ditentukan
(Notoatmojo, 2010). Dalam penelitian perbedaan tingkat kemandirian pada
pemenuhan ADL antara lansia yang tinggal di Panti Werdha dengan lansia yang
tinggal di Keluarga.

D. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang
mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2012).
Populasi dalam penelitian ini adalah lansia yang tinggal di Panti Werdha
sebanyak 82 orang, dan populasi lansia yang tinggal di keluarga di Desa
Gebang sebanyak 68 orang.
2. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimilki oleh
populasi tersebut. Penelitian ini sampel diambil dengan tekhnik non
probability sampling dengan sampling insidental, dimana teknik
pengambilan sampel ini berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara
kebetulan/incidental bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai
sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai
sumber data (Sugiyono, 2012). Sampel yang diambil pada lansia yang tinggal
di Panti Werdha adalah 32 orang dan sampel lansia yang tinggal di Keluarga
adalah 30 orang.
Sampel dalam penelitian ini adalah memenuhi kriteria inklusi dan kriteria
eksklusi. Adapun kriteria sampel yang digunakan adalah :
a. Kriteria Inklusi adalah criteria dimana subyek penelitian mewakili
sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel.
1) Berusia 60-80 tahun.
2) Lansia yang bersedia menjadi responden
3) Responden yang kooperatif mengikuti penelitian dari awal sampai
akhir
4) Bersedia mengisi kuesioner
5) Dapat berkomunikasi secara verbal
b. Kriteria eksklusi
Lanjut usia yang mengalam gangguan kesehatan (stroke, penyakit
jantung grade 3 dan 4, imobilitas).

E. Variabel Penelitian
Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai cirri, sifat, atau ukuran yang
dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang sesuatu konsep pengertian
tertentu (Notoadmojo, 2010). Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel bebas (independent) adalah variabel yang mempengaruhi atau yang
menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat (dependent).
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah lansia yang tinggal di Panti
Werdha dan lansia yang tinggal di keluarga di Desa Gebang Turen.
2. Variabel terikat (dependent) adalah variabel yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat karena adanya variabel bebas (independent). Variabel terikat
dalam penelitian ini adalah tingkat kemandirian ADL.
3. Variabel pengganggu adalah variabel yang mempengaruhi (memperkuat dan
memperlemah) hubungan antara variabel dependen dan independen. Variabel
pengganggu dalam penelitian ini adalah :
a. Umur, dikendalikan dengan memilih responden yang berusia 60-80 tahun.
b. Kesehatan fisiologis, dikendalikan dengan memilih responden yang tidak
mengalami gangguan kesehatan seperti penyakit jantung grade 3-4, stroke
dan fraktur.
c. Genetik, tidak dikendalikan.
d. Gaya hidup, tidak dikendalikan.
e. Pendidikan, tidak dikendalikan.

F. Definisi Operasional
Perbedaan Tingkat Kemandirian dalam Pemenuhan ADL antara Lansia yang
Tinggal di Panti Werdha dengan Lansia yang Tinggal di Keluarga

Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Ukur
Lansia (lanjut Seseorang yang - - -
usia) berumur lebih dari 60
tahun baik laki-laki
maupun perempuan

Panti Werdha Suatu tempat tinggal


Dharma untuk lansia, baik - - -
Bhakti lansia laki-laki
Surakarta maupun perempuan
minimal sudah
tinggal dipanti
tersebut selama satu
tahun terdapat
pengawas dipanti
tersebut untuk
membantu lansia.

Keluarga Lansia yang tinggal - - -


bersama anak ataupun
cucu ataupun anggota
keluarga yang lain di
dalam satu rumah.
Tingkat Kemampuan lansia Kuesioner 1 : tidak Ordinal
Kemandirian dalam melakukan Indeks mandiri : ≤ 19
ADL aktivitas sehari-hari, Barthel 2 : mandiri : 20
meliputi mandi,
berpindah tempat,
dapat mengontrol
BAB atau BAK, serta
dapat makan/minum
sendiri

G. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Panti Werdha Surakarta dan di Desa Gebang Turen
Kelurahan Munggung Kecamatan Karangdowo Kabupaten Klaten. Waktu
penelitian atau pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Juni-Agustus 2017.

H. Etika Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan berhubugan langsung dengan manusia,
sehingga dari segi etika harus diperhatikan. Etika yang harus di perhatikan
menurut Arikunto (2010) yaitu:
1) Informed concent (lembar persetujuan).
Peneliti menjelaskan maksud tujuan dan manfaat penelitian. Peneliti
kemudian menyerahkan lembar persetujuan kepada responden yang
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi untuk ditandatangani.
2) Anonymity (tanpa nama)
Peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur,
kemudian diganti dengan nomor atau inisial.
3) Confidentiality (kerahasiaan)
Peneliti hanya mencantumkan identitas responden dan data yang berhubungan
dengan penelitian hanya digunakan untuk pengolahan data. Peneliti
menjamin kerahasian informasi yang telah diberikan oleh responden, data
yang sudah tidak digunakan kemudian dimusnahkan.
4) Respect for justice inclusiveness (Menghormati Keadilan dan Inklusivitas)
Prinsip keterbukaan dalam penelitian mengandung makna bahwa penelitian
ini dilakukan secara jujur, tepat, cermat, hati-hati dan dilakukan secara
profesional. Sedangkan prinsip keadilan dalam penelitian ini dilakukan
dengan cara tidak ada diskriminasi terhadap kriteria yang tidak relevan dalam
pemilihan responden, namun berdasarkan alasan ilmiah yang berhubungan
langsung dengan masalah penelitian.

I. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti
dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih
cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah (Arikunto, 2010).
a. Kuesioner ini terkait dengan identitas responden meliputi : umur, jenis
kelamin, pendidikan terkahir, dan pekerjaan.
b. Instrument tingkat kemandirian lansia menggunakan pengkajian Indeks
Barthel. Kuesioner Indeks Barthel menggunakan 10 pertanyaan. Cara
penilaian kuesioner ini dikatakan mandiri bila nilai jawaban pertanyaan =
20, dan tidak mandiri bila nilai jawaban pertanyaan ≤ 19.
J. Uji Coba Instrumen penelitian
Uji Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan apakah alat ukur itu
mampu mengukur apa yang diukur (Notoadmojo, 2010). Uji reliabilitas
merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukuran dapat
dipercaya atau dapat diandalkan (Notoadmojo, 2010).
Instrument yang digunakan adalah Indeks Barthel. Instrument Indeks Barthel
telah dilakukan uji validitas dan reliabilitas oleh Agung (2006). Dalam penelitian
yang dilakukan Agung (2006) diperoleh nilai cronbach α 0,38 yang berarti Indeks
Barthel memiliki derajat keandalan dengan tingkat kepercayaan yang sangat
tinggi. Dari hasil penelitian tersebut maka dapat dinyatakan bahwa Indeks Barthel
memiliki keandalan yang sangat baik untuk mengukur status fungsional dasar
lanjut usia di Indonesia. Sedangkan validitas yang dilakukan yakni diperoleh nilai
r = 0,82 sehingga dapat dikatakan bahwa kuesioner indeks barthel memiliki
keshahihan untuk menilai status fungsional dasar usia lanjut Indonesia.

K. Prosedur Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menggunakan
wawancara dan angket. Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan
sekunder. Data primer diperoleh dari populasi secara langsung saat penelitian
yang melalui cara mewawancarai responden data sekunder diperoleh dari
pengurus panti werdha Dharma Bhakti Surakarta dan laporan resmi kader
posyandu lansia di Desa Gebang Turen Kelurahan Munggung Kecamatan
Karangdowo Kabupaten Klaten mengenai jumlah populasi lansia. Dalam
melakukan penelitian teknik pengumpulan data yang di lakukan peneliti yaitu
langsung ke panti Werdha dan langsung ke rumah responden dibantu oleh 2
asisten penelitian. Kemudian sebelum mewawancarai responden peneliti
memberikan informed consent untuk di tandatangani sebagai sarat bersedia
menjadi responden dalam penelitian, setelah itu peneliti di bantu asisten
penelitian mewawancarai responden sesuai dengan kuesioner penelitian dan diisi
sesuai dengan apa yang dikatakan responden. Peneliti melakukan penelitian di
Panti Werdha terlebih dahulu kemudian dilain hari melakukan penelitian di Desa
Gebang Turen Kelurahan Munggung Kecamatan Karangdowo Kabupaten Klaten.
Peneliti atau asisten peneliti mewawancarai responden dengan kuesioner Indeks
Barthel. Waktu yang digunakan untuk mewawancarai responden berkisar ±30
menit untuk 1 responden.

L. Metode Pengolahan dan Analisa data


1) Pengolahan data
Pengolahan data dapat terkumpul melalui kuisioner setelah itu data diolah
program komputerisasi dengan menggunakan presentase langkah-langkahnya
sebagai berikut, Arikunto (2002) :
a. Editing
Editing adalah proses pengecekan jumlah kuesioner yaitu kuesioner
data demografi dengan jumlah 1 pertanyaan, kuesioner dengan 4
pertanyaan, dan tingkat kemandirian ADL dengan jumlah 10 pertanyaan
dan pengecekan kelengkapan isi kuesioner, sehingga apabila terdapat
ketidaksesuaian dapat dilengkapi segera oleh peneliti. Pada saat dilakukan
penelitian yang dilakukan dengan wawancara sehingga data kuesionernya
sudah lengkap semua.
b. Coding
Coding adalah member tanda pada alat peneliti untuk memudahkan
dalam analisa data. Coding dalam penelitian ini memberikan kode
jawaban responden dengan angka atau kode. Untuk variabel lansia yang
tinggal dipanti werdha diberi kode 1 dan untuk lansia yang tinggal di
keluarga diberi kode 2. Variabel Activity Daily Living (ADL) diberi kode
1 untuk tidak mandiri nilai ≤19 dan kode 2 untuk mandiri nilai 20.
c. Tabulating
Peneliti menyusun dan menghitung data hasil coding untuk disajikan
dalam bentuk table kemudian dianalisis
d. Entry Data
Peneliti memasukkan data yang telah diperoleh dari responden dengan
menggunakan program komputerisasi.

2) Analisa Data
a. Analisa Univariat
Analisa Univariat yaitu analisa yang dilakukan terhadap tiap variabel dari
hasil penelitian (Notoatmojo, 2010).
Analisa Univariat
No Variabel Skala Data Uji Univariat
1. Tempat Tinggal Lansia Kategorik Distribusi Frekuensi
(Nominal)
2. Tingkat kemandirian Activity Kategorik Distribusi Frekuensi
Daily Living (ADL) (Ordinal)

b. Analisa Bivariat
Analisa Bivariat yaitu analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yaitu
hubungan antara variabel terikat dengan variabel bebas (Notoatmojo,
2010). Langkah-langkah melakukan analisa bivariat adalah :
1. Uji normalitas menggunakan uji Shapiro wilk karena jumlah sampel
≤50. Uji ini bertujuan untuk menentukan data yang dikumpulkan
termasuk dalam criteria berdistribusi normal atau tidak (Dahlan,
2011).
2. Uji statistik penelitian ini menggunakan Chi Square.
M. Jalannya penelitian
1. Tahap Persiapan
a. Melakukan studi pustakaa dan penyuluhan proposal.
b. Melakukan studi pendahuluan di Panti Werdha Dharma Bhakti Surakarta
dan Desa Gebang Turen Kelurahan Munggung Kecamatan Karangdowo
Kabupaten Klaten.
c. Konsultasi dengan dosen pembimbing dan presentasi proposal.
d. Peneliti mengurus perizinan penelitian ke lahan penelitian.
e. Memberikan penjelasan kepada pengurus panti Werdha Surakarta dan
kepada kader posyandu lansia di Desa Gebang Turen Kelurahan
Munggung Kecamatan Karangdowo Kabupaten Klaten.
f. Penelitian berjalan dengan efektif, peneliti bekerjasama dengan asisten
penelitian yang berjumlah 2 orang, asisten yang 1 membantu dalam
pendokumentasian penelitian dan asisten ke 2 membnatu mewawancarai
responden.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Peneliti di bantu 2 asisten penelitian mendatangi Panti Werdha dan rumah
responden
b. Peneliti kemudian bersama-sama asisten penelitian, peneliti
memperkenalkan diri dilanjutkan dengan menjelaskan tentang peneitian
yang dilakukan dan menanyakan informed consent kepada responden
dengancara menandatangani surat persetujuan untuk bersedia mengikuti
penelitian maka peneliti memberikan lembar kuesioner ini diisi saat itu
juga. Selanjutnya peneliti dengan dibantu oleh asisten membacakan
kuesioner penelitian pada responden.
c. Setelah itu kuesioner dikumpulkan dan diteliti kembali untuk kelengkapan
data dan akan diolah dengan teknik komputerisasi guna menyusun hasil
penelitian.
3. Tahap Akhir
a. Setelah semua data terkumpul dilakukan analisis data dan pembahasan.
b. Konsultasi penulisan laporan hasil penelitian pada pembimbing.
c. Seminar hasi penelitian.
d. Perbaikan laporan hasil penelitian.
e. Penjilidan skripsi.
f. Pengumpulan hasil penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Agung, Iskandar. 2006. Uji Keandalan Dan Keshahihan Indeks Activity Of Daily
Living Barthel Untuk Mengukur Status Fungsional Dasar Pada Lanjut Usia
Di RSCM. Tesis, Universitas Indonesia. Tidak dipublikasikan
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Revisi VI.
Jakarta: Reneka Cipta.
Budiarti, Ritma. 2010. Faktor-faktor Succesfull Aging Lansia. Tidak Dipublikasikan.
Skripsi. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.
Darmojo dan Martono. 2004, Buku Ajar Geriatri, Beberapa Aspek Gerontologi Dan
Pengantar Geriatri, FKUI: Jakarta.
David S, Azam. 2013. Pelaksanaan Self – Care Assisstance Di Panti Wredha.
Diunduh dari : 985-2079-1-SM.pdf
Depkes RI. 2006. Jumlah Penduduk Lanjut Usia Meningkat. Jakarta. Tersedia dari
http://www.depkes.go.id. [Diakses tanggal 23 September 2016]
Ediawati, Eka. (2012). Gambaran Tingkat Kemandirian dalam Activity Daily Living
dan Resiko Jatuh pada Lansia di Panti Sosial Tresna Wredha Budi Mulia 01
dan 03 Jakarta Timur. Skripsi: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Indonesia.
Fatmah. 2010. Gizi Usia Lanjut, Jakarta: PT. Erlangga.
Friedman, M. 2008. Keperawatan Keluarga Teori dan Praktek, EGC: Jakarta.

Guntur. 2006. Gaya Hidup Lansia Dengan Hipertensi. Tersedia dari :


http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=9823. [Diakses tanggal 15
Oktober 2016]
Hardywinoto, Setiabudhi. 2007. Panduan Gerontologi. Pustaka Utama: Jakarta.

Husain, Salindra. 2013. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kemandirian Lansia


Dalam Pemenuhan Aktivitas Sehari – hari Di Desa Tualango Kecamatan
Tilango Kabupaten Gorontalo. (Skripsi, Universitas Negeri Gorontalo).
Tersedia dari :
http://kim.ung.ac.id/index.php/KIMFIKK/article/download/2836/2812
[Diakses tanggal 27 September 2016]

Kemenkes RI. 2012.Situasi dan Analisis Lanjut Usia dan Gambaran Kesehatan
Lanjut Usia di Indonesia. Jakarta : Kemenkes.
Martono, H & Pranarka, K. 2009. Buku Ajar Hoedhi-Darmojo geriatric: Ilmu
Kesehatan Usia Lanjut. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Maryam, Siti. 2008. Mengenal Usia Lanjut Dan Perawatannya. Jakarta: Salemba
Medika
Mauk, Kristen L, PhD, RN. 2006. Gerontological Nursing: Competiences For Care.
United States of America.
Mujahidullah. 2012. Keperawatan Gerontik. Merawat lansia dengan Cinta dan Kasih
Sayang. Yogyakarta: Pustaka Pelajar:.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta.
___________. 2010. Dukungan Keluarga Terhadap Lansia. Jurnal, Universitas
Airlangga Surabaya
Nugroho, W. 2008. Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Edisi-3. Jakarta: EGC.

Nursalam. 2011. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan:


Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
Orem, D. E., 2011. Nursing: concept of practice. (6th Ed.). St. Louis: Mosby Inc.

Partini. 2011. Psikologi Usia Lanjut. Yogyakarta: UGM

Potter dan Perry. 2009. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC.

Pranaka, Kusuma. 2006. Penerapan Geriatrik Kedokteran Menuju Usia Lanjut yang

Sehat. Tersedia dari :

http://www.univmed.org/wpcontent/uploads/2011/02/krispranaka.pdf

[Diakses pada 24 September 2016]

Pratikwo, S. (2006). Analisis pengaruh faktor nilai hidup, kemandirian, dan


dukungan keluarga terhadap perilaku sehat lansia di Kelurahan Medono

Kota Pekalongan. Diperoleh dari http://ejournal.undip.ac.id/. [Diakses tanggal


27 Oktober 2013]

Profil Kesehatan jawa Tengah, Dinkes 2012

Rosita. (2012). Stressor Sosial Biologi Lansia Panti Werdha Usia dan Lansia Tinggal
Bersama Keluarga. Jurnal Bio Kultur, Vol 1 No. 1 Hal 43-52
Rohaedi, Syukra dkk. 2016. Tingkat Kemandirian Lansia Dalam Activity Daily
Living Dipanti Social Tresna Werdha Senja Rawi. Diperoleh dari
http://ejournal.upi.edu/index.php/JPKI [Diakses tanggal 23 September 2016 ]
Setiadi. 2008. Keperawatan Keluarga. Jakarta: EGC.
_____. 2013. Konsep dan Praktek Penulisan Riset Keperawatan, Edisi 2.Yogyakarta:

Graha Ilmu.

Setiawan, Herman Adi. 2009. Kemandirian pada Lansia. Tugas Keperawatan


Gerontik. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kepanjen.
Syukra, A. (2012). Hubungan antara religiusitas dengan kejadian depresi pada
lansia di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Sabai Nan Aluih Sicincin
kabupaten Padang Pariaman tahun 2012. Diperoleh dari
http://repository.unand.ac.id/17930/2/ [Diakses tanggal tanggal 30 September
2016]
Yanta Mahareza. (2008). Perbedaan Kualitas Hidup Lanjut Usia yang Tinggal di
Panti Werdha dan yang Tinggal Bersama Keluarga. Skripsi Fakultas
Psikologi, Universitas Airlangga.Tidak dipublikasikan
Yunita, Nalindra Prima. 2010. Pusat Pelayanan Lanjut Usia di Jember. Tugas Akhir.
Surabaya: Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Pembangunan
Nasional Veteran.

Anda mungkin juga menyukai