Anda di halaman 1dari 4

TEKNIK

Uji Provokasi Skuama


pada Pitiriasis Versikolor
Sukmawati Tansil Tan, Gabriela Reginata
Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, Jakarta, Indonesia

ABSTRAK
Pitiriasis versikolor (PV) adalah infeksi jamur superfisial kulit yang disebabkan oleh ragi lipofilik Malassezia furfur yang merupakan organisme
saprofit pada kulit normal. Aktivasi M. furfur terjadi akibat perubahan keseimbangan flora normal kulit; karena berbagai faktor, M.furfur
akan berkembang menjadi bentuk mycelial yang patogenik. Pitiriasis versikolor dapat didiagnosis melalui gambaran klinis, pemeriksaan
fluoresensi dengan lampu Wood, dan pemeriksaan KOH pada kerokan kulit. Pemeriksaan lain adalah uji provokasi skuama. Tes dilakukan
dengan meregangkan atau menggoreskan kuku jari tangan ke lesi, sehingga skuama terlihat jelas atau disebut evoked scale sign, suatu tanda
khas pitiriasis versikolor yang tidak didapatkan pada penyakit kulit lain. Cara ini mudah diaplikasikan dalam praktik sehari-hari.

Kata kunci: Evoked scale sign, pitiriasis versikolor, Malassezia furfur

ABSTRACT
Pityriasis versicolor ( PV ) is a superficial fungal skin infection caused by lipophilic yeast Malassezia furfur. M. furfur is a saprophytic organism
in normal skin. Activation of M. furfur is due to changes of normal flora of the skin; M.furfur will evolve into a pathogenic form of mycelia.
Pityriasis versicolor can be diagnosed by clinical signs, Wood’s lamp fluorescence, and KOH examination on skin scrapings. Other is scaling
provocation test carried out by stretching or scraping fingernails to the lesion to reveal scaling, known as scale evoked sign, a typical sign of
pityriasis versicolor. This method is easily applied in daily practice. Sukmawati Tansil Tan, Gabriela Reginata. Scaling Provocation Test for
Pityriasis Versicolor.

Keywords: Evoked scale sign, pityriasis versicolor, Malassezia furfur

PENDAHULUAN warna, hipopigmentasi, hiperpigmentasi, mikosis intermediate, dan mikosis profunda.


Pitiriasis versikolor (PV) atau lebih dikenal sampai eritematosa, berskuama halus di Pitiriasis versikolor merupakan salah satu infeksi
dengan panu adalah infeksi jamur superfisial atasnya, dikelilingi kulit normal.5,8 Skuama jamur nondermatofitosis mikosis superfisialis.3
yang ditandai perubahan pigmen kulit sering sulit terlihat. Untuk membuktikan
akibat kolonisasi stratum korneum oleh skuama yang tidak tampak, dapat dilakukan Sejarah
jamur lipofilik dimorfik dari flora normal peregangan atau penggoresan lesi dengan Pada tahun 1846, Eichstedt melaporkan
kulit, Malassezia furfur.1,2 Pityrosporum kuku jari tangan sehingga skuama tampak penyakit jamur kulit ini untuk pertama
orbiculare dan Pityrosporum ovale dapat lebih jelas,9 dikenal sebagai evoked scale kalinya. Tahun 1853, Robin mengisolasi
menyebabkan penyakit jika bertransformasi sign, finger nail sign, Besnier’s sign, scratch elemen jamur yang diambil dari lesi kulit
menjadi fase miselium sebagai Malassezia sign, coup d’ongle sign atau stroke of the nail dan diberi nama Microsporum furfur. Hence
furfur.3,4 Dari semua jenis Malassezia, hanya sign.1,9-12 Peregangan atau penggoresan menyebutnya sebagai tinea versikolor.
M. pachydermatis yang membutuhkan lesi akan meningkatkan kerapuhan stratum Malassez berhasil mengisolasi sel ragi dari
lingkungan kaya lipid, seperti kulit manusia korneum kulit yang terinfeksi pitiriasis skuama ketombe manusia pada tahun 1874.
atau media kultur yang diperkaya lipid, versikolor,10 sehingga akan muncul tanda Studi selanjutnya dilakukan oleh Baillon tahun
karena tidak mampu mensintesis asam klinis yang berguna untuk membantu 1889 yang menggolongkan ragi ini ke dalam
lemak jenuh rantai menengah-panjang.5 menegakkan diagnosis, terutama jika pe- genus Malassezia. Sabouraud membuktikan
Malassezia menghasilkan berbagai senyawa meriksaan mikologis tidak tersedia dan organisme penyebab ketombe yang disebut
yang mengganggu melanisasi menyebab- diagnosis klinis tidak pasti. Pityrosporum malassezii pada tahun 1904.
kan perubahan pigmentasi kulit.6,7 Beberapa dekade setelahnya, Castellani
PITIRIASIS VERSIKOLOR dan Chalmers (1913) mengidentifikasi
Lesi khas pitiriasis versikolor berupa makula, Infeksi jamur (mikosis) digolongkan dalam Pityrosporum ovale dan Gordon (1951) meng-
plak, atau papul folikular dalam berbagai tiga kelompok, yaitu mikosis superfisialis, identifikasi Pityrosporum orbiculare.4,10,13

Alamat korespondensi email: gabrela.reginata@gmail.com

CDK-229/ vol. 42 no. 6, th. 2015 471


TEKNIK

Epidemiologi malassezindole A, aktivitasnya menghambat Evoked Scale Sign


Penyakit ini ditemukan di seluruh dunia kerja tirosinase dan mengganggu sintesis Tanda ini disebut coup d’ongle sign, per-
(kosmopolit), terutama di daerah tropis tirosinase; (5) keto-malassezin sebagai tama kali dicetuskan oleh Besnier (1831-
yang beriklim panas dan lembap,10 termasuk inhibitor tirosinase dengan menghambat 1909), seorang dermatologist asal Perancis.
Indonesia. Prevalensinya mencapai 50% reaksi DOPA (3,4-dihidroksifenilalanin) Selanjutnya Balzer (1849-1929) menyebutnya
di negara tropis.14 Penyakit ini menyerang melanosit; (6) metabolit lain seperti le signe du copeau (“shaving”, “as of wood”) atau
semua ras,10 angka kejadian pada laki-laki indirubin, ICZ, pitiriarubin, dan triptanthrin.10 dalam bahasa Jerman Hobelspanphänomen.
lebih banyak daripada perempuan, dan Lesi hiperpigmentasi mungkin berhu- Saat ini, tanda ini lebih dikenal dengan
mungkin terkait pekerjaan dan aktivitas yang bungan dengan variasi respons inflamasi evoked scale sign. Balzar menyatakan bahwa
lebih tinggi.14 Pitiriasis versikolor lebih sering terhadap infeksi.20 Tampak peningkatan coup d’ongle hanya ditemukan pada infeksi
menginfeksi dewasa muda usia 15-24 tahun, ukuran melanosom (makromelanosom) PV.24 Terjadi perubahan struktural lapisan
saat aktivitas kelenjar lemak lebih tinggi.15,16 dan penebalan pada stratum korneum. kulit akibat peningkatan kerapuhan stratum
Walaupun in vitro membuktikan bahwa korneum, mungkin disebabkan gangguan
Faktor predisposisi infeksi jamur ini terdiri L-3,4-dihydroxyphenylalanine (L-DOPA) pada parsial fungsi sawar kulit dan peningkatan
dari faktor endogen seperti malnutrisi, Malassezia mampu menginduksi sintesis transepidermal waterloss.25 Keratinase yang
immunocompromised, penggunaan melanin, namun secara in vivo belum dapat diproduksi fase hifa dari spesies ini mampu
kontrasepsi oral, hamil, luka bakar, terapi dibuktikan.10 menghidrolisis keratin dan memfasilitasi
kortikosteroid, adrenalektomi, Cushing pertumbuhan jamur di stratum korneum. Jika
syndrome, atau faktor eksogen seperti Diagnosis diregang, stratum korneum akan mengendur,
kelembapan udara, oklusi oleh pakaian, Diagnosis klinis dapat ditegakkan berdasar- skuama akan terlihat.1,9,10
penggunaan krim atau lotion, dan rawat kan gambaran lesi yang sesuai dengan
inap.2,11 karakteristik pitiriasis versikolor, pemeriksaan Uji provokasi skuama sangat sederhana
fluoresensi kulit dengan lampu Wood, dan mudah. Pemeriksa menggunakan ibu
Etiopatogenesis dan sediaan langsung kerokan kulit.6,11 jari dan telunjuk atau kedua jari tangan
Adanya faktor predisposisi menyebabkan Pasien pitiriasis versikolor umumnya hanya meregangkan kulit searah 1800 (Gambar
ragi saprofit Pityrosporum orbiculare dan mengeluh bercak-bercak putih, kecokelatan, 1-3), lesi kering dapat digores dengan
Pityrosporum ovale berubah menjadi bentuk atau merah muda, tidak gatal atau sedikit ujung kuku untuk memunculkan skuama
miselium parasitik yang dapat menimbulkan gatal saat berkeringat.19 Pada orang kulit yang melapisi daerah lesi. Sel-sel abnormal
gejala klinis.6,17 Sebelumnya, hanya terdapat putih atau terang, lesi berwarna lebih gelap akan terangsang untuk membentuk lapisan
tiga spesies berasal dari genus Malassezia, dibandingkan kulit normal,21 sedangkan deskuamasi yang patognomonik untuk
yaitu M. furfur, M. pachydermatis, dan M. pada orang berkulit hitam atau gelap, lesi infeksi pitiriasis versikolor, dalam hal ini
sympodialis. Pada tahun 1996, klasifikasi cenderung putih.20 Hal ini sesuai dengan evoked scale sign dinilai positif.1,9
taksonomi menambah empat spesies pitiriasis yang berarti penyakit dengan
berdasarkan morfologi, ultrastruktur, dan skuama halus seperti tepung dan versicolor Sukma’s PV sign
biologi molekuler, terdiri dari M. globosa, M. yang berarti bermacam warna. Bentuk dan Banyak pasien pitiriasis versikolor datang
obtusa, M. restrica, dan M. slooffiae.6,10 Pada ukuran lesi bervariasi, dapat berupa makula dengan keluhan hanya gatal ringan dengan
tahun 2004, spesies baru M. dermatis dan hingga patch atau papul hingga plak hipo/ bercak warna gelap pada daerah tubuh. Pada
M. japonica berhasil diidentifikasi, diikuti hiperpigmentasi, berbatas tegas atau difus, pemeriksaan fisik ditemukan bercak lebih
dengan M. yamatoensis, M. nana, M. caprae, M. tertutup skuama halus di sekitarnya. Bentuk gelap dibandingkan kulit normal sekitarnya,
equina, dan M. cuniculi, sehingga seluruhnya folikular juga dapat ditemukan.22 Lesi dapat berbatas jelas, umumnya lebih dari satu lesi,
berjumlah 14 spesies.10,18 M. pachydermatis meluas, berkonfluens, atau tersebar.16 Tempat ukuran dari milier sampai numuler, kadang
bersifat nonlipid-dependent,6 sedangkan 13 predileksinya terutama daerah yang ditutupi sampai plakat. Bila lesi diregang, akan muncul
spesies lainnya lipid-dependent.10 M. furfur, pakaian, seperti dada, punggung, perut, sisik putih berbatas jelas. Skuama hanya
M. sympodialis, dan M. globosa merupakan lengan atas, paha, leher.2,14 sebatas lesi dengan susunan rapi, teratur,
penyebab tersering infeksi pitiriasis sejajar dengan garis kulit. Penulis memberi
versikolor.11 Fluoresensi lesi kulit pada pemeriksaan lampu nama “Sukma’s PV sign”. Tanda ini dapat di-
Wood berwarna kuning keemasan dan pada gunakan untuk membedakan lesi pitiriasis
Malassezia memproduksi berbagai metabolit pemeriksaan KOH 20% tampak gambaran versikolor dari pitiriasis alba dan skuama
yang dapat menyebabkan perubahan warna spora dan miselium yang sering dilukiskan akibat kulit kering. Pada pitiriasis alba, lesi
pada lesi.2,11 Hipopigmentasi terjadi akibat: sebagai spaghetti and meatball appearance.16 berupa bercak hipopigmentasi dengan batas
(1) pitiriasitrin dan pitirialakton yang mampu Pengambilan skuama dapat dilakukan dengan tidak jelas, kadang terlihat kulit kering tanpa
menyerap sinar UV;10 (2) asam azaleat, kerokan kulit menggunakan skalpel atau sisik. Demikian juga pada kulit kering, skuama
asam dekarboksilat yang menurunkan selotip yang dilekatkan ke lesi.1 Biopsi kulit yang terlihat tanpa ada sisik yang tersusun
produksi melanosit dengan menghambat jarang dilakukan.2,16 Pembiakan M. furfur pada rapi sejajar. Perbedaan Sukma’s PV sign
enzim tirosinase;6,19 (3) malassezin yang media kultur tidak bernilai diagnostik karena dengan penemuan evoked scale sign hanya
menginduksi apoptosis melanosit;10 (4) merupakan flora normal kulit.19 menggambarkan skuama akibat regangan

472 CDK-229/ vol. 42 no. 6, th. 2015


TEKNIK

tanpa memperhatikan sisik yang tersusun bulat, oval, kadang ireguler, awalnya pemeriksaan KOH. Pada pitiriasis alba, lesi
rapi, sejajar dengan kulit, dan berbatas pada berwarna merah muda, ditutupi skuama tidak berpendar seperti pitiriasis versikolor
lesi, karena skuama halus juga kadang dapat halus, kemudian menjadi lesi hipopigmentasi yang berwarna kuning keemasan di bawah
ditemukan pada pitiriasis alba dan kulit kering. dalam beberapa minggu. Seiring perjalanan lampu Wood, sedangkan pada pemeriksaan
Pemeriksaan ini mudah, sederhana, dan penyakitnya, skuama berangsur hilang, KOH tidak ditemukan hifa dan spora.
dapat dilakukan saat praktik dokter umum tersisa lesi hipopigmentasi yang menetap
sehari-hari. beberapa bulan hingga tahun. Predileksi Terapi
tersering adalah wajah, ditemukan juga di Pengobatan pitiriasis versikolor dapat topikal
Pitiriasis Versikolor vs Pitiriasis Alba lokasi lain seperti leher, bahu, punggung, maupun sistemik. Lesi minimal dapat diobati
Penyakit kulit lain yang memiliki gambaran ekstremitas, dan bokong.14,30 Pitiriasis alba dengan preparat topikal, seperti shampo
lesi hipopigmentasi menyerupai pitiriasis ekstensif yang menyerang orang dewasa, selenium sulfida 2,5% digunakan 2-3 minggu
versikolor adalah pitiriasis alba, salah satu lesinya simetris, berbatas tegas, berwarna sekali atau shampo ketokonazol 2% selama 3
bentuk dermatitis non-spesifik, asimptomatik, putih, cenderung merusak permukaan kulit hari berturut-turut.6 Terbinafin topikal 1% dua
dan belum diketahui etiologinya.26,27 Pitiriasis tungkai. Selain itu, pitiriasis alba dapat disertai kali per hari selama seminggu cukup efektif.2
versikolor dan pitiriasis alba dapat dibedakan infeksi jamur superfisial dengan gambaran Preparat azol seperti mikonazol, ketokonazol,
secara klinis dan melalui pemeriksaan lesi hiperpigmentasi kebiruan dikelilingi area klotrimazol, ekonazol juga dapat digunakan.2
penunjang. hipopigmentasi, sering menyerang wajah.31,32 Untuk lesi luas, dapat diberi pengobatan oral
seperti ketokonazol 200 mg/hari selama 7 hari.
Pitiriasis alba sering dijumpai pada anak Jika evoked scale sign maupun Sukma’s PV sign Itrakonazol dosis 200-400 mg/hari selama
hingga dewasa muda, usia 3-16 tahun, negatif, maka diagnosis pitiriasis versikolor 3-7 hari dapat diberikan untuk infeksi yang
merupakan bentuk ringan dermatitis dapat disingkirkan. Hal ini dapat dikonfirmasi sulit sembuh atau sering kambuh. Flukonazol
atopi.28,29 Lesi berupa makula berbentuk melalui pemeriksaan lampu Wood ataupun 400 mg juga efektif diberikan dalam dosis
tunggal.6

Prognosis
Perjalanan penyakit berlangsung kronik,
namun umumnya memiliki prognosis
baik. Lesi dapat meluas jika tidak diobati
dengan benar dan faktor predisposisi tidak
dieliminasi. Masalah lain adalah menetapnya
hipopigmentasi, diperlukan waktu yang
cukup lama untuk repigmentasi kembali
seperti kulit normal. Hal itu bukan kegagalan
terapi, sehingga penting untuk memberikan
edukasi pada pasien bahwa bercak putih
1A 1B 2 tersebut akan menetap beberapa bulan
setelah terapi dan akan menghilang secara
perlahan.19

PENUTUP
Malazzesia furfur yang menyerang stratum
korneum merupakan penyebab infeksi
jamur kulit pitiriasis versikolor. Lesi berupa
bercak putih, cokelat, hingga merah muda
yang tidak gatal, terkadang gatal ringan saat
berkeringat. Awalnya berupa makula berbatas
tegas, tertutup skuama halus yang kadang
tidak tampak jelas. Lesi dapat meluas,
3A 3B berkonfluens, atau menyebar. Skuama
dapat dibuktikan dengan uji provokasi
Gambar. Uji Provokasi Skuama melalui goresan atau regangan, sehingga
1a. Lesi pitiriasis versikolor yang tidak tampak jelas skuamanya. batas lesi tampak lebih jelas, disebut dengan
1b. Skuama terlihat jelas setelah diregang (evoked scale sign positif ). evoked scale sign. Tanda ini khas pada pitiriasis
2. Tes provokasi dengan meregangkan lesi kulit. Skuama jelas terlihat setelah dilakukan peregangan. versikolor. Pengobatan dapat topikal atau-
3a. Lesi pitiriasis versikolor merah muda hingga kecoklatan yang tidak tampak skuama. pun sistemik. Prognosis baik jika tatalaksana
3b. Setelah dilakukan peregangan, skuama jelas terlihat. menyeluruh dengan kepatuhan tinggi.

CDK-229/ vol. 42 no. 6, th. 2015 473


TEKNIK

DAFTAR PUSTAKA
1. Han A, Calcara DA, Stoecker WV, Daly J, Siegel DM, Shell A. Evoked scale sign of tinea versicolor. Arch Dermatol. 2009;145(9):1078.
2. Habif TP. Clinical dermatology, a color guide to diagnosis and therapy. 5th ed. Philadelphia: Elsevier Mosby; 2010.p.537-40.
3. Budimulja U. Pitiriasis versikolor. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, eds. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 5th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007.p.100-1.
4. Rai MK, Wankhade S. Tinea versicolor-an epidemiology. J Microbial Biochem Technol. 2009; 1(1):51-6.
5. Levin NA, Delano S. Evaluation and treatment of Malassezia-related skin disorders. Cosmetic Dermatology 2011;24(3):137-45.
6. Janik MP, Heffernan MP. Yeast infections: Candidiasis and tinea (pityriasis) versicolor. In: Wolff K, Goldsmith LS, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, eds. Fitzpatrick’s dermatology in
general medicine. 7th ed. New York: McGraw Hill Companies; 2008.p.1828-30.
7. Machowinski A, Kramer HJ, Hort W, Mayser P. Pityriacitrin-a potent UV filter produced by Malassezia furfur and its effect on human skin microflora. Mycoses 2006;49(5):388-92.
8. Good PH. Goodheart’s photoguide to common skin disorder, diagnosis and management. 3rd ed. New York: Lippinkott William and Wilkins; 2008.p.190-1.
9. Shi VS, Lio PA. Diagnosis of pityriasis versicolor in paediatrics: The evoked scale sign. Arch Dis Child. 2011;96(4):392-3.
10. Gaitanis G, Magiatis P, Hantschke M, Bassukas ID, Valegraki A. The Malassezia genus in skin and systemic disease. Clin Microbiol Rev. 2012;25(1):106-41.
11. Burkhart CN, Burkhart CG, Morell DS. Treatment of tinea versicolor. In: Maimbach H, Gorohi F, eds. Evidence based dermatology. 2nd ed. New York: McGraw Hill Companies; 2009.p.365-
71.
12. James WD, Berger TG, Elston D. Andrew’s disease of the skin clinical dermatology. 10th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2006.p.302-3.
13. Gaitains G, Valergaki A, Mayser P, Bassukas ID. Skin disease associated with Malassezia yeast: Fact and controversies. Clinics in Dermatology 2013;31(4):455-63.
14. Usatine RP. Tinea versicolor. In: Usatine RP, Smith MA, Mayeaux EJ, Chumley H, Tysinger J, eds. The color atlas of family medicine. New York: McGraw Hill Companies; 2009.p.566-9.
15. Wolff K, Johnson RA. Fitzpatrick’s color atlas and synopsis of clinical dermatology. 6th ed. New York: McGraw Hill Companies; 2009.p.732-4.
16. Schalock PC, Hsu JT, Arndt KA. Lippincott’s primary care dermatology. Philadelphia: Lippincott William and Wilkins; 2011.p.132-4.
17. Lehman D. Agents of superficial mycoses. In: Mahon CR, Lehman D, Manuselis G, eds. Textbook of diagnostic microbiology. 5th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2014.p. 594-5.
18. Lyakhovitsky A, Shemer A, Amichai B. Molecular analysis of Malassezia species isolated from Israeli patients with pityriasis versicolor. Int J Dermatol. 2013;52:231-3.
19. Weller R, Hunter J, Savin J, Dahl M. Clinical dermatology. 4th ed. New Jersey: Blackwell Publishing; 2008.p.254-7.
20. Keller RA. Superficial fungal infections. In: Fitzpatrick JE, Moreelli JG, eds. Dermatology secrets in color. 3rd ed. Philadelphia: Elsevier Mosby; 2007.p.252-72.
21. Patel AB, Kubba R, Kubba A. Clinicopathological correlation of acquired hypopigmentary disorders. Indian J Dermatol Venereol Leprol. 2013;79(3):376-82.
22. Craft N, Fox LP. Visual diagnosis essential adult dermatology. Philadelphia: Lippincott Williams and Walkins; 2010.p.355-7.
23. Varada S, Dabade T, Loo DS. Uncommon presentations of tinea versicolor. Dermatol Pract Concept. 2014;4(3):93-8.
24. Satyajeet K, Sangeeta A, Sawant S. Scaly sign in dermatology. Indian J Dermatol Venereol Leprol. 2006;72(2):161-4.
25. Lee WJ, Kim JY, Song CH, Lee SH, Lee SJ, Kim DW. Disruption of barrier function in dermatophytosis and pityriasis versicolor. The Journal of Dermatology 2011;38(11):1049-53.
26. Soepardiman L. Pitiriasis alba. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, eds. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 5th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007.p.333-4.
27. Elshafey WS, Fiala LA, Mohamed RW, Ismael NA. The distribution and determinants of pityriasis alba among elementary school students in Ismailia City. Journal of American Science
2012;8(12): 444-9.
28. Burkhart CG, Burkhart CN. Pityriasis alba: A condition with possibly multiple etiologies. The Open Dermatology Journal 2009;3:7-8.
29. Rook A, Burns T. Rook’s text book of dermatology. Oxford: Blackwell Publishing; 2004.p.37-8.
30. Lio PA. Little white spots: An approach to hypopigmented macules. Arch Dis Child Educ Pract Ed. 2008; 93:98-102.
31. Wolff K, Johnson RA. Fitzpatrick’s color atlas and synopsis of clinical dermatology. 6th ed. New York: McGraw Hill Companies; 2009.p.623-5.
32. Di LV, Ricci C. Progressive and extensive hypomelanosis and extensive pityriasis alba: Same disease, different names. J Eur Dermatol Venereol. 2005;19(3):370-2.

474 CDK-229/ vol. 42 no. 6, th. 2015

Anda mungkin juga menyukai