LP Crush Injury
LP Crush Injury
LAPORAN PENDAHULUAN
OLEH:
Handita Diani Ratri, S. Kep
NIM 182311101032
2. Definisi
Crush injury didefinisikan sebagai kompresi dari ekstremitas atau bagian
lain dari tubuh yang menyebabkan pembengkakan otot dan/atau gangguan saraf di
area tubuh yang terkena (Clifton, 2009). Broke (2017) menyebutkan bahwa crush
injury merupakan cidera yang terjadi ketika adanya kekuatan atau tekanan yang
diletakkan pada bagian tubuh. Jenis cedera ini paling sering terjadi ketika bagian
tubuh terjepit di antara dua benda berat. Banerjee (2017) mendefinisikan crush
injury sebagai kondisi yang ditumbulkan dari adanya kompresi ekstremitas atau
bagian tubuh yang lain yang kemudian menyebabkan pembengkakan otot dan/
atau gangguan neurologis. Sedangkan crush syndrome adalah crush injury dengan
manifestasi sistemik. Manifestasi sistemik disebabkan oleh rhabdomyolysis
traumatik karena cedera reperfusi otot ketika gaya tekan pada jaringan dilepaskan.
Hal ini dapat menyebabkan cedera jaringan lokal, disfungsi organ, dan kelainan
metabolik, termasuk asidosis, hiperkalemia, dan hipokalsemia.
3. Epidemiologi
Korban bencana alam, termasuk gempa bumi, dilaporkan memiliki lebih
dari 20% insiden crush injury, seperti halnya 40% dari mereka yang selamat dari
struktur yang runtuh baik dalam bencana alam maupun bencana buatan manusia.
Crush injury juga dapat disebabkan oleh peristiwa yang lebih umum, termasuk
kecelakaan kendaraan, kecelakaan industri atau pertambangan, dan insiden
pertanian, di mana ekstremitas terhimpit pada bagian mesin yang bergerak. Pada
tahun 2005 keseluruhan insiden crush injury adalah 0,1 per 10.000 penduduk,
dengan demikian dapat diketahui bahwa insiden crush injury sangat jarang terjadi.
Namun, apaila pasien dengan crush injury jika ditangani dengan tepat maka
mungkin pasien dapat mengalami kematian. Secara keseluruhan mortalitas dari
crush injury adalah sekitar 5%, tetapi sangat bervariasi dengan penyebab
pencetusnya (Sahjian & Frakes, 2007).
4. Etiologi
Penyebab utama dari crush injury adalah banyak faktor antara lain;
tertindih oleh objek berat, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja pada Industri,
dan kecelakaan kerja lain yang menyebabkan luka hancur yang serius (Sahjian &
Frakes, 2007).
5. Klasifikasi
Menurut klasifikasi Oestern dan Tscherne pada cedera jaringan lunak dalam
fraktur tertutup, pasien dengan crush injury masuk kedalam Grade 3. Berikut ini
adalah klasifikasi Oestern dan Tscherne pada cedera jaringan lunak dalam fraktur
tertutup (Moore, 2013).
Grade 0 a. Kerusakan jaringan lunak minimal
b. Cedera tidak langsung pada ekstremitas
c. Pola fraktur sederhana
Grade 1 a. Abrasi atau lecet superfisial
b. Pola fraktur ringan
Grade 2 a. Abrasi dalam
b. Memar kulit atau otot
c. Pola fraktur yang parah
d. Trauma langsung pada ekstremitas
Grade 3 a. Memar kulit yang luas atau crush injury
b. Kerusakan parah pada otot di bawahnya
c. Sindrom kompartemen
d. Avulsi subkutan
6. Patofisiologi
a) Mekanisme Cedera Sel Otot
Patofisiologi crush injury dimulai dengan cedera otot dan kematian sel
otot. Pada awalnya, ada tiga mekanisme yang bertanggung jawab atas
kematian sel otot (Darren et al., 2004):
1) Immediate Cell Disruption: kekuatan lokal yang menghancurkan sel
menyebabkan Immediate Cell Disruption (lisis). Walaupun
memiliki efek immediate, mungkin inilah mekanisme yang paling
tidak berpengaruh dibandingkan dengan kedua mekanisme yang
lain.
2) Direct pressure on muscle cell: tekanan langsung dari crush injury
menyebabkan sel otot menjadi iskemik. Sel-sel kemudian beralih ke
metabolisme anaerobik, menghasilkan sejumlah besar asam laktat.
Iskemia berkepanjangan kemudian menyebabkan sel membran
bocor. Proses ini terjadi selama satu jam pertama setelah crush
injury.
3) Vascular compromise: kekuatan crush injury menekan pembuluh
darah utama mengakibatkan hilangnya suplai darah ke jaringan otot.
Biasanya, otot bisa bertahan sekitar 4 jam tanpa aliran darah (warm
ischemia time) sebelum kematian sel terjadi. Setelah waktu ini, sel-
sel mulai mati sebagai akibat dari kompromais vaskular.
b) Pelepasan Substansi Dari Otot yang Cedera
Mekanisme yang tercantum di atas menyebabkan jaringan otot yang
terluka untuk menghasilkan dan melepaskan sejumlah substansi yang
dapat menjadi racun dalam sirkulasi. Mekanisme tekanan pada crush
injury sebenarnya berfungsi sebagai mekanisme perlindungan,
mencegah racun mencapai sirkulasi pusat (Darren et al., 2004). Setelah
pasien terbebaskan dan tekanan dilepaskan, racun bebas masuk dalam
sirkulasi dan berefek sistemik. Racun-racun tersebut dapat
mempengaruhi organ yang jauh dari lokasi crush injury. Kebocoran
racun dapat berlangsung selama 60 jam setelah crush injury terbebaskan.
Beberapa substansi dan efeknya adalah sebagai berikut (Darren et al.,
2004) :
1) Asam amino dan asam organik lainnya, berkontribusi terhadap
asidosis, aciduria, dan dysrhythmia.
2) Creatine phosphokinase (CPK) dan enzim intraseluler lain,
berfungsi sebagai penanda dalam laboratorium untuk crush injury.
3) Free radicals, superoxides, dan peroxides, terbentuk ketika oksigen
kembali pada jaringan iskemik, menyebabkan kerusakan jaringan
lebih lanjut.
4) Histamin, menyebabkan vasodilatasi, bronkokonstriksi.
5) Asam laktat berperan besar terhadap terjadinya asidosis dan
disritmia.
6) Leukotrienes, berperan dalam cedera paru (ARDS), dan hepatic
injury.
7) Lysozymes, enzim pencernaan sel yang menyebabkan cedera selular
lebih lanjut.
8) Mioglobin presipitat, dalam tubulus ginjal, khususnya dalam
pengaturan asidosis dengan pH urin rendah, mengarah ke gagal
ginjal.
9) Nitratoksida, menyebabkanva sodilatasi, yang memperburuk
hemodinamik.
10) Fosfat hyperphosphatemia, menyebabkan pengendapan kalsium
serum, yang mengarah kehypocalcemia dan disritmia.
11) Kalium hiperkalemia, menyebabkan disritmia, terutama bila
dikaitkan dengan asidosis dan hypocalcemia.
12) Prostaglandin, menyebabkan vasodilatasi, cedera paru.
13) Purin (asam urat), dapat menyebabkan kerusakan ginjal lebih lanjut
(nefrotoksik).
14) Thromboplastin, menyebabkan koagulasi intravaskuler diseminata
(DIC).
c) Konsekuensi Reperfusi
1) Ruang Ketiga. Kebocoran membran sel dan kapiler menyebabkan
cairan intravaskuler terakumulasi ke jaringan yang cedera. Hal ini
menyebabkan hipovolemia yang signifikan dan akhirnya
hipovolemik shock. Kehilangan kalsium ke dalam jaringan yang
cedera juga berkontribusi untuk hypokalsemia (Darren et al., 2004).
2) Sindrom Kompartemen. Kelompok otot yang dikelilingi oleh
lapisan keras dari fasia jaringan membentuk kompartemen jaringan.
Ketika jaringan otot dalam kompartemen membengkak, tekanan
dalam kompartemen juga meningkat. Hal ini menyebabkan iskemia
yang memburuknya dan selanjutnya terjadi kerusakan otot. Selain
itu, pembuluh darah atau saraf yang berjalan melalui kompartemen
juga akan cedera (Darren et al., 2004).
7. Manifestasi Klinis
Crush injury memiliki beberapa tanda dan gejala yang dikelompokkan
menjadi tiga, yaitu (Clifton, 2009):
a) Hipotensi
Munculnya ruang ketiga yang masif, memerlukan penggantian cairan
yang cukup dalam 24 jam pertama; terjadinya penumpukan cairan pada
ruang ketiga ini mencapai > 12 L selama periode 48-jam. Ruang ketiga
dapat mengakibatkan komplikasi sekunder seperti sindrom
kompartemen, yang merupakan pembengkakan dalam ruang anatomi
tertutup; yang seringkali membutuhkan fasiotomi. Hipotensi juga
berperan dalam insidensi gagal ginjal.
b) Kegagalan Ginjal
Rhabdomyolysis melepaskan mioglobin, kalium, fosfor, dan kreatinin ke
sirkulasi. Myoglobinuria dapat mengakibatkan nekrosis tubular ginjal
jika tidak ditangani. Pelepasan elektrolit dari otot yang iskemik
menyebabkan kelainan metabolik
c) Kelainan Metabolik
Kalsium mengalir ke dalam sel otot melalui membran yang bocor,
menyebabkan hypokalsemia sistemik. Kalium dilepaskan dari otot
iskemik ke dalam sirkulasi sistemik, menyebabkan hyperkalemia. Asam
laktat dilepaskan dari otot iskemik ke dalam sirkulasi sistemik,
menyebabkan asidosis metabolik. Ketidakseimbangan kalium dan
kalsium dapat menyebabkan aritmia jantung yang mengancam jiwa,
termasuk cardiac arrest; dan asidosis metabolik dapat memperburuk
kondisi pasien.
Secara umum, ada beberapa tanda dan gejala lain yang mungkin dapat
dijumpai pada pasien dengan crush injury (Darren et al., 2004) :
a) Cedera kulit
b) Bengkak
c) Kelumpuhan, terjadinya kelumpuhan pada pasien crush injury
menyebabkan seringkali crush injury keliru diartikan sebagai cedera
sumsum tulang belakang.
d) Parestesia, mati rasa dapat menutupi derajat cedera (masking effect).
e) Nyeri, seringkali memberat pada pembebasan crush injury.
f) Nadi, pulsasi distal mungkin ada atau tidak ada.
g) Myoglobinuria, urin dapat menjadi berwarna merah tua atau coklat,
menunjukkan adanya myoglobin.
Beberapa tanda dan gejala yang cukup signifikan yaitu (Darren et al.,
2004) :
a) Hiperkalemia
Seperti disebutkan sebelumnya, hiperkalemia sering hadir pada pasien
dengan crush injury. Dengan tidak adanya analisis laboratorium, tingkat
hiperkalemia dapat diperkirakan secara kasar dengan elektrokardiogram
(EKG). Perubahan elektrokardiografi adalah sebagai berikut:
1) Hiperkalemia ringan (5,5-6,5 mEq/L), hiperkalemia ringan dapat
diketahui dengan adanya gelombang T yang meninggi.
2) Hiperkalemia Sedang (6,5-7,5 mEq/L), ditunjukkan dengan interval
PR yang memanjang, penurunan amplitudovgelombang P, depresi
atau elevasi segmen ST, sedikit pelebaran QRS kompleks.
3) Hiperkalemia berat (7,5-8,5 mEq/L), ditunjukkan dengan adanya
pelebaran lebih lanjut dari QRS karena blok pada bundel cabang
atau intraventricular, gelombang P yang datar dan lebar.
4) Hiperkalemia yang mengancam nyawa (> 8,5 mEq/L), hilangnya
gelombang P; blok AV; disritmia ventrikel; pelebaran lebih lanjut
dari kompleks QRS, akhirnya membentuk pola sinusoid.
b) Sindrom Kompartemen
Seperti disebutkan pada patofisiologi, sindrom kompartemen dapat
terjadi bersamaan dengan crush injury. Tanda dan gejala yang
berhubungan dengan ini meliputi:
1) Nyeri yang berat pada ekstremitas yang terlibat.
2) Nyeri pada peregangan pasif otot-otot yang terlibat.
3) Penurunan sensasi pada saraf tepi yang terlibat.
4) Peningkatan tekanan intracompartmental pada direct manometry.
8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang utama yaitu kreatin kinase serum, serta miogobin
urin dan serum. Mioglobin yang terlepas dalam jumlah besar melampaui kapasitas
pengikatannya dengan globulin plasma, akan difiltrasi oleh glomeruli dan
mencapai tubuli, yang berakibat obstruksi tubular dan disfungsi ginjal.
Pemeriksaan elektrolit perlu dilakukan untuk mendeteksi secara dini terjadinya
gangguan elektrolit, terutama hiperkalemia, hiperfosfatemia, dan hipokalsemia.
Pemeriksaan penunjang lainnya sesuai dengan dugaan faktor penyebab, yaitu
antara lain uji toksikologi, kultur bakteri, esai virus, dan imaging radiografik
(Wangko, 2013).
Crush injury
2. Diagnosa Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut (00256)
Definisi: pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan berkaitan
dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial, atau yang digambarkan
sebagal kerusakan; awitan yang tiba-tiba atau lambat dengan intensitas
ringan hingga berat, dengan berakhirnya dapat diantisipasi atau diprediksi,
dan dengan durasi kurang dari 3 bulan.
Batasan karakteristik.
- Perubahan selera makan
- Perubahan pada parameter fisiologis
- Diaforesis
- Perilaku distraksi
- Bukti nyeri dengan menggunakan standar daftar periksa nyeri untuk
pasien yang tidak dapat mengungkapkannya
- Fokus menyempit
- Sikap melindungi area nyeri
- Perilaku protektif
- Laporan tentang perilaku nyeri/ perubahan aktivitas
- Dilatasi pupil
- Keluhan tentang intensitas menggunakan standar skala nyeri
- Keluhan tentang karakteristik nyeri dengan menggunakan standar
instrumen nyeri
- Fokus pada diri sendiri
- Perilaku ekspresif
- Ekspresi wajah nyeri
- Sikap tubuh melindungi
- Putus asa
Batasan karakteristik:
- Hambatan gangguan sikap berjalan
- Hambatan penurunan keterampilan motorik halus
- Hambatan penurunan keterampilan motorik kasar
- Hambatan penurunan rentang gerak
- Hambatan waktu reaksi memanjang
- Hambatan membolak-balik posisi
- Hambatan melakukan aktivitas lain sebagai pengganti pergerakan
- Ketidaknyamanan
- Dyspnea setelah beraktivitas
- Tremor akibat bergerak
- Instabilitas postur
- Gerakan lambat
- Gerakan spastik
- Gerakan tidak terkoordinasi
Batasan karakteristik
- Ketidakmampuan mengakses kamar mandi
- Ketidakmampuan menjangkau sumber air
- Ketidakmampuan mengambil perlengkapan mandi
- Ketidakmampuan mengatur air mandi
- Ketidakmampuan membasuh tubuh
- Ketidakmampuan mengeringkan tubuh
Kondisi terkait
- Gangguan fungsi kognitif
- Gangguan muskuloskeletal
- Ketidakmampuan merasakan bagian tubuh
- Gangguan neuromuskular
- Gangguan persepsi
- Ketidakmampuan merasakan hubungan spasial
4. Risiko kerusakan integritas kulit (00047)
Definisi: rentang mengalami kerusakan epidermis dan/atau dermis, yang
dapat mengganggu kesehatan.
Faktor risiko
Eksternal
- Agens cedera kimiawi
- Ekskresi
- Kelembapan
- Hipertermia
- Hipotermia
- Lembap
- Tekanan pada tonjolan tulang
- Sekresi
Internal
- Gangguan volume cairan
- Nutrisi tidak adekuat
- Faktor psikogenik
Populasi berisiko
- Usia ekstrem
Kondisi terkait
- Gangguan metabolisme
- Gangguan pigmentasi
- Gangguan sirkulasi
- Agens farmaseutika
- Gangguan sensasi
- Gangguan turgor kulit
- Terapi radiasi
- Trauma vaskular
- Pungsi arteri
- Perubahan hormonal
- Imunodefisiensi
5. Resiko jatuh (00155)
Definisi rentan terhadap peningkatan risiko jatuh yang dapat menyebabkan
bahaya fisik dan gangguan kesehatan
Faktor risiko
Dewasa
a. Penggunaan alat bantu (misal walker, kursi roda, tongkat)
b. Prosthesis ekstremitas bawah
c. Riwayat jatuh
d. Tinggal sendiri
e. Usia ≥ 60 tahun
Kognitif
a. Gangguan fungsi kognitif
Fisiologis
a. Anemia
b. Artritis
c. Diare
d. Defisit proprioseptif
e. Gangguan keseimbangan
f. Gangguan mendengar
g. Gangguan mobilitas
h. Gangguan visual
i. Gangguan pada kaki
j. Hipotensi ortostatik
k. Inkontinensia
l. Kesulitan gaya berjalan
m. Mengantuk
n. Neoplasma
o. Neuropati
p. Penurunan kekuatan ekstremitas bawah
q. Penyakit vaskuler
r. Periode pemulihan pasca operasi
s. Perubahan kadar gula darah
t. Sakit akut
u. Pusing saat mengekstensikan leher
3. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC) Paraf dan
Keperawatan Nama
1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... x 24 jam Manajemen Nyeri (1400)
menunjukkan kriteria hasil 1. Lakukan pengkajian nyeri
Kontrol nyeri (1605) komprehensif yang meliputi
No. Indikator Awal Tujuan lokasi, karakteristik, durasi,
1 2 3 4 5 frekuensi, kualitas, intensitas,
1. Mengenali kapan 2 √ dan faktor pencetus
nyeri terjadi 2. Observasi adanya petunjuk
2. Menggambarkan 2 √ nonverbal mengenai
faktor penyebab ketidaknyamanan
3. Menggunakan 2 √ 3. Perawatan analgesik bagi
tindakan pencegahan pasien dilakukan dengan
4. Menggunakan 2 √ pemantauan yang ketat
tindakan pengurangan 4. Kendalikan faktor lingkungan
nyeri tanpa analgesik yang dapat mempengaruhi
5. Melaporkan nyeri 2 √ respon klien terhadap
yang terkontrol ketidaknyamanan
Keterangan 5. Anjurkan pasien untuk
1. Tidak pernah menunjukkan memonitor nyeri dan
2. Jarang menunjukkan menangani nyeri dengan tepat
3. Kadang-kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Secara konsisten menunjukkan Pemberian analgesik (2210)
1. Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas dan keparahan nyeri
sebelum mengobati
2. Cek adanya riwayat alergi obat
3. Pilih analgesik atau kombinasi
analgesik yang sesuai ketika
lebih dari satu diberikan
4. Berikan analgesik sesuai waktu
paruhnya, terutama pada nyeri
yang berat
5. Cek perintah pengobatan
meliputi obat, dosis dan
frekuensi obat analgesik yang
diresepkan
2. Hambatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... x 24 jam pasien Terapi aktifitas: ambulasi (0221)
mobilitas fisik menunjukkan hasil: 1. Dorong untuk duduk di tempat
tidur, di samping tempat tidur
KoordinasiPergerakan (0212) ("menjuntai"), atau di kursi,
Tujuan sebagaimana yang dapat
No Indikator
1 2 3 4 5 ditoleransi [pasien)
1. Kontraksi kekuatan otot √ 2. Bantu pasien untuk duduk di
2. Bentuk otot √ sisi tempat tidur untuk
3. Kecepatan gerakan √ memfasilitasi penyesuaian sikap
4. Kehalusan gerakan √ tubuh
5. Kontrol gerakan √ 3. Bantu pasien untuk
6. Kemantapan gerakan √ perpindahan, sesuai kebutuhan
7. Keseimbangan gerakan √ 4. Bantu pasien untuk berdiri dan
8. Tegangan otot √ ambulasi dengan jarak tertentu
dan dengan sejumlah staf
Gerakan kearah yang
9. √ tertentu
diinginkan
5. Dorong ambulasi independen
Gerakan dengan waktu
10. √ dalam batas aman
yang diinginkan
6. Dorong pasien untuk "bangkit
Gerakan dengan kecepatan
11. √ sebanyak dan sesering yang
yang diinginkan
diinginkan" (up ad lib), jika
12. Gerakan dengan ketepatan √
sesuai
yang diinginkan
Keterangan:
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu
3. Defisit Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... x 24 jam pasien Bantuan perawatan diri mandi
perawatan menunjukkan hasil: (1801)
diri: mandi 1. Fasilitasi pasien untuk
Perawatan Diri: Mandi (0200) menggosok gigi dengan tepat
Tujuan 2. Fasilitasi pasien untuk mandi
No. Indikator Awal sendiri, dengan tepat
1 2 3 4 5
1. Mandi di bak mandi 2 √ 3. Monitor kebersihan kuku,
2. Mandi dengan bersiram 2 √ sesuai dengan kemampuan
3. Mencuci wajah 2 √ merawat diri pasien
4. Mencuci bagian atas 2 √ 4. Monitor integritas kulit pasien
5. Mencuci bagian bawah 2 √ 5. Dukung orangtua/keluarga
Membersihkan area berpartisipasi dalam ritual
6. 2 √ menjelang tidur yang biasa
perineum
7 Mengeringkan badan 2 √ dilakukan, dengan tepat
Keterangan: 6. Berikan bantuan sampai
1. Sangat terganggu pasien benar-benar mampu
2. Banyak terganggu merawat diri secara mandiri
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu
4. Risiko Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... x 24 jam pasien Manajemen Tekanan (3500)
kerusakan menunjukkan hasil: 1. Berikan pakaian yang tidak
integritas ketat pada pasien;
kulit Integritas jaringan: kulit & membran mukosa (1101) 2. Beri bantalan pada tepi
Tujuan balutan gips yang kasar dan
No. Indikator Awal koneksi traksi dengan cara
1 2 3 4 5
1. Suhu kulit 2 √ yang tepat;
2. Sensasi 2 √ 3. Tinggikan ekstremitas yang
3. Elastisitas 2 √ cidera;
4. Hidrasi 2 √ 4. Monitor area kulit dari adanya
5. Keringat 2 √ kemerahan dan adanya pecah-
6. Tekstur 2 √ pecah;
7. Ketebalan 2 √ 5. Berikan pijatan punggung
8. Perfusi jaringan 2 √ atau leher dengan cara yang
Pertumbuhn rambut tepat
9. 2 √
pada kulit
Pengecekan kulit (3590)
10. Integritas kulit 2 √
1. Periksa kulit dan selaput
Keterangan:
lendir terkait dengan adanya
1. Sangat terganggu
kemerahan, kehangatan
2. Banyak terganggu
ekstrim, edema atau drainase;
3. Cukup terganggu
2. Monitor kulit dan selaput
4. Sedikit terganggu
lendir terhadap area
5. Tidak terganggu
perubahan warna, memar, dan
pecah;
3. Monitor sumber tekanan dan
gesekan;
4. Ajarkan anggota keluarga
atau pemberi asuhan
mengenai tanda-tanda
kerusakan kulit dengan tepat