Proposalhb Tahirunismuh2012
Proposalhb Tahirunismuh2012
PROPOSAL PENELITIAN
Abstrak
Penelitian ini mempunyai tujauan jangka panjang yaitu adanya
pengembangan model sintesis implementasi kebijakan penanganan permukiman
kumuh perkotaan yang komrehensif dan integratif (memadukan top-down dan
bottom-up) berbasis pemberdayaan masyarakat miskin kumuh kota Makassar.
Selanjutnya hasil penerapan pengembangan model sintesis implementasi kebijakan
ini akan dievaluasi dampak yang ditimbulkannya, sehingga dapat diketahui nilai
manfaat yang diterima oleh pemerintah kota, dan warga masyarakat, serta akan
dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin kumuh di kota Makassar.
Secara berkelanjutan implikasi hasil penelitian ini akan dapat dijadikan bahan
replikasi (percontohan/pengulangan) terhadap penerapan model sinteis ini bagi
pemerintah kota Makassar (di seluruh Indonesia) dalam penyusunan rancangan
kebijakan dan optimalisasi implementasi kebijakan penanganan permukiman kumuh
perkotaan. Sekaligus dapat berkontribusi terhadap perencanaan dan pengembangan
pembangunan perkotaan yang berpihak kepada masyarakat miskin kumuh
perkotaan dengan mengadopsi pengembangan model sintesis implementasi
kebijakan ini.
Sedangkan tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penlitian tahun pertama
ini, yaitu: (1) Menganalisis klaster permukiman kumuh berdasarkan hasil identifikasi
tipologi/karakteristik kawasan permukiman kumuh perkotaan; (2) Menganalisis
proses implementasi kebijakan dalam penanganan permukiman kumuh perkotaan
dalam upaya memberdayakan masyarakat miskin kota; dan (3) Mengkaji dan
menganalisis pengembangan model sintesis implementasi kebijakan dalam
penanganan permukiman kumuh perkotaan secara komprehensif dan integratif
dengan pelibatan peran koalisi aktor dalam kerjasama pemerintah, swasta dan
warga masyarakat.
Target khusus yang ingin dicapai adalah untuk menghasilkan suatu
pengembangan model sintesis implementasi kebijakan publik yang aplikatif dan
2
BAB I. PENDAHULUAN
Tahun Kedua
1. Menganalisis penerapan pengembangan model sintesis implementasi
kebijakan dalam penanganan permukiman kumuh perkotaan secara
komprehensif yang mengintegrasikan pendekatan top-down dan bottom-up
dengan pelibatan peran koalisi aktor dalam kerjasama pemerintah, swasta
dan warga masyarakat dalam upaya memberdayakan masyarakat miskin
secara fisik lingkungan, ekonomi, sosial (pendidikan/kesehatan), hukum,
keamanan dan keagamaan di kota Makassar;
7
Tahun Ketiga
1. Mengevaluasi dampak yang diterima oleh pemerintah kota Makassar
terhadap penerapan pengembangan model sintesis imple mentasi
kebijakan yang komprehensif dan integratif dalam penanganan
permukiman kumuh perkotaan berbasis pemberdayaan masyarakat miskin
tersebut;
2. Mengevaluasi dampak yang diterima oleh warga masyarakat miskin kumuh
kota Makassar terhadap penerapan pengembangan model sintesis
implementasi kebijakan yang komprehensif dan integratif ;
3. Mengevaluasi dampak yang diterima oleh warga masyarakat umum kota
Makassar terhadap penerapan pengembangan model sintesis
implementasi kebijakan yang komprehensif dan integratif tersebut;
4. Mengevaluasi dampak keberlanjutan pemeliharaan aset yg telah
terbangun di kawasan permukiman kumuh kota Makassar.
C. Urgensi Penelitian
Pembangunan perumahan dan permukiman dimaksudkan meningkatkan
kualitas lingkungan permukiman yang sekaligus dapat meningkatkan kualitas
kehidupan masyarakat Indonesia. Dengan demikian, pemerintah mempunyai peran
yang sangat signifikan dalam melakukan penataan perumahan dan permukiman
untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya. Selaras dengan penekanan UU No. 4
8
seperti menurunnya rasa aman dan merasa tidak puas dengan lingkungan tempat
tinggalnya (oliver, 2003), akibat dari kesesakan dalam hunian kumuh ini seringkali
diiringi tekanan psikologis.
Fenomena perkembangan dan pertumbuhan kawasan permukiman kumuh
baru di berbagai bagian wilayah di kota Makassar, yang berimplikasi terhadap
meningkatnya luasan permukiman kumuh tidak terhindarkan lagi, selaras daengan
pandangan Yunus (2005) menyatakan bahwa keberadaan permukiman kumuh ini
mempunyai beberapa aspek negatif terhadap lingkungan hidup di kota, baik aspek
spasial, aspek lingkungan biotik dan abiotik, serta terhadap lingkungan sosial,
budaya dan ekonomi. Untuk mengatasinya perlu upaya kebijakan terpadu, baik
secara vertikal maupun horizontal.
Ironisnya, dalam praktik implementasi kebijakan tersebut, baik penerapan
model top-down maupun bottop-up telah mengalami berbagai kendala dan
hambatan, karena masih bersifat sektoral dan tidak terintegerasi (terpadu). serta
resolusi (penyelesaian) masalahnya belum bersifat komprehensif (menyeluruh).
Seperti dalam mengimplementasikan kebijakan penanganan permukiman kumuh
perkotaan yang didekati dengan program sektoral oleh setiap instansi terkait, baik di
tingkat pusat maupun daerah. Kondisi implementasi kebijakan publik ini belum
optimal menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh komunitas masyarakat
miskin kumuh berpenghasilan rendah (KBR) dan belum mampu menuntaskan
penanganan lingkungan/kawasan permukiman kumuh perkotaan.
Pengintegrasian kedua pola pendekatan implementasi kebijakan tersebut,
semakin memberikan peluang kemungkinan efektivitas implementasi kebijkan di
lapangan. Argumen ini sesuai dengan pandangan Nugroho (2009) yang menyatakan
bahwa setiap kebijakan publik memerlukan model implementasi kebijakan yang
berlainan. Namun, sebenarnya pilihan yang paling efektif adalah jika pemerintah bisa
membuat kombinasi implementasi kebijakan publik yang partisipatif, artinya bersifat
top-downer dan bottom-upper yang biasanya lebih dapat berjalan efektif,
berkesinambungan dan murah. Berdasarkan pertimbangan ini, muncullah suatu
gagasan untuk melakukan sintesa pada ciri-ciri terbaik dari model top-down dan
11
bottom-up menjadi suatu model sintesis berdasarkan kekuatan dari kedua kerangka
yang berbeda dalam model implementasi kebijakan penanganan permukiman kumuh
perkotaan.
Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan kontribusi teoritik terhadap
pengembangan model sintesis atau model campuran dalam implementasi kebijakan
berbasis pemberdayaan masyarakat yang antisipatif, adaptif, korektif, akomodatif,
dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat lokal dengan meningkatkan sinergitas
jejaring kerjasama peran koalisi aktor pemerintah, swasta, dan masyarakat secara
partisipatif dalam penanganan permukiman kumuh perkotaan di Indonesia,
khususnya di kota Makassar.
Sedangkan manfaat praktisnya dapat memberikan kontribusi nyata dalam
upaya pemecahan masalah yang dihadapi dalam mengimplementasikan kebijakan
permukiman kumuh perkotaan secara komrehensif yang mengintegrasikan
implementasi kebijakan top-down di tingkat pemerintah dan bottom-up di tingkat
masyarakat. Sekaligus dapat memberikan arahan advokasi implementasi kebijakan
kepada pihak aktor pelaksana (stakeholder) dan komunitas masyarakat miskin
kumuh perkotaan. Oleh sebab itu, pemerintah kota Makassar bersama dengan
masyarakat dan pihak swasta dapat melakukan replikasi (pengulangan/percontohan)
dari penerapan model sintesis implementasi kebijakan ini untuk diterapkan pada
kelurahan-kelurahan yang memiliki kawasan permukiman kumuh yang belum
tersentuh program penanganan permukiman kumuh perkotaan.
Berdasarkan konten dan konteks ini, maka sangatlah penting untuk dilakukan
suatu penelitian mengenai kajian model implementasi kebijakan penanganan
permukiman kumuh perkotaan berbasis pemberdayaan masyarakat miskin di kota
Makassar ini.
setiap pendekatan akan dapat teratasi dengan lebih baik. Sekaligus pendekatan
sintesis tersebut akan meminimalisir terjadinya kegagalan-kegagalan dalam
iplementasi kebijakan publik dari berhadapannya kedua pendekatan yang ada.
Aplikasi model sintesis ini di lapangan relatif lebih cenderung adaptif terhadap
karakteristik kebijakan publik yang akan di implementasikan, sehingga perlu juga
dilakukan pendekatan-pendekatan yang bersifat situasional dalam
mengimplementasikan suatu kebijakan tertentu. Para ilmuwan yang
mengembangkan pendekatan situasional (kontijensi) ini di dalamnya terdapat
Berman (1980), Richard Matland (1995), Helen Ingram (1990), Denise Scheberle
(1997) dan Howlett (2004), argumentasi pendekatan situasional ini bahwa
implementasi kebijakan banyak didukung oleh adaptabilitas implementasi kebijakan
tersebut. Dalam kaitan ini, Berman (1980) dan Howlett (2004) yang dikutip Hadi
(2007), mereka mempunyai pandangan yang sama bahwa implementasi sebagai
pertautan antara strategi implementasi dan situasi kebijakan serta dampak kebijakan
bergantung pada interaksi antara strategi implementasi serta berbagai kendalanya,
maka hendaknya strategi implementasi dirancang-bangun berdasarkan situasi dan
kendala-kendala tersebut. Oleh sebab itu, Berman menawarkan dua strategi
implementasi kebijakan, yakni pendekatan ”programmed” dan ”adaptive” yang
didasarkan pada situational paramater.
Menyangkut dengan situasional strategi implementasi, Berman (1980)
menjelaskan proposisinya bahwa ”jika situasi kebijakan dicirikan konteks
implementasi kebijakan yang disepakati bersama dan konflik yang kecil, maka
pendekatan programmed menjadi relevan”. Sementara itu, ”jika situasi kebijakan
berbanding terbalik, yaitu terjadinya konflik yang besar antara anggota dari sistem
implementasi dan tidak adanya struktur koordinasi terpecah-pecah serta ketika
lingkungan implementasi tidak stabil, maka pendekatan adaptive yang sesuai untuk
strategi implementasi kebijakan publik ini. Lebih jauh lagi, apabila situasi kebijakan
sudah sedemikian kompleks dan situasional paramaternya tidak bisa diidentifikasi
dengan jelas, baik Berman dan Howlett (dalam Hadi, 2007) menyarankan untuk
dipilah-pilahnya situasi dan lingkungan kebijakan dalam konteks yang lebih kecil,
19
implementasi). Kedua ahli ini berpendapat bahwa peran penting dari analisis
implementasi kebijakan publik ialah mengidentifikasi variabel-variabel yang
mempengaruhi tercapainya tujuan-tujuan formal pada keseluruhan proses
Implementasi. Proses implementasi kebijakan diklasifikasi menjadi tiga kategori
besar (Wahab, 2002; Nugroho, 2009). (1) variabel terkait dengan mudah-tidaknya
masalah yang akan dikendalikan, (2) variabel terkait kemampuan kebijakan
menstruktur proses implementasi, dan (3) variabel yang terkait dengan tahapan
dalam proses implementasi kebijakan.
Selain itu, terdapat pula model yang dikembangkan oleh Merilee S. Grindle
(1980) yang dikutip Kadji (2008). Model ini ditentukan oleh dua variabel utama, yaitu:
Isi kebijakan (content of policy) mencakup: (1) Kepentingan yang terpengaruhi oleh
kebijakan, (2) Jenis manfaat yang akan dihasilkan, (3) Derajat perubahan yang
diinginkan, (4) Kedudukan pembuat kebijakan, (5) Pelaksana program, dan (6)
Sumber daya yanag dikerahkan. Konteks implementasinya (contex implemetnation)
meliputi: (1) Kekuasaan, kepentingan, strategi aktor yang terlibat, (2) Karakteristik
lembaga dan penguasa, dan (3) Kepatuhan dan daya tanggap. Sementar itu,
dampak (impact) dari kebijakan adalah (1) Manfaat dari program, (2) Perubahan ;
dan (3) Peningkatan kehidupan kepada masyarakat.
Sementara Donald Van Meter dan Carl Van Horn (1975) yang dikutip dalam
Wahab (2002) dan Winarno (2008) memperkenalkan model yang disebutnya sebagai
”A Model of Plicy Implementtion Process (model proses implementasi kebijakan).
Asumsi model ini bahwa implementasi kebijakan berjalan secara linear dari kebijakan
publik, implementor, dan kinerja kebijakan publik. Beberapa variabel yang
dimaksudkan sebagai variabel mempengaruhi implementasi kebijakan publik adalah
(1) Ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan, (2) Sumber-sumber kebijakan, (3)
Karakteristik badan-badan pelaksana, (4) Komunikasi antar organisasi terkait dan
kegiatan-kegiatan pelaksanaan, (5) Kecenderungan sikap pelaksana, dan (6)
Kondisi ekonomi, sosial, dan politik.
Sedangkan Edward III (1980) memperkenalkan model implementasi yang
dikenal dengan ”Direct and Indirect Impact on Implementation”, menurut kerangka
21
Tidak ya
Alokasikan sumber
daya
Kendalikkan
pelaksanaannya
Evaluasi
Implementasi
masyarakat, (3) organisasi media massa, (4) organisasi bisnis, (5) organisasi politik,
(6) organisasi kuasi negara −badan regulator− dan (7) tokoh masyarakat, melalui
jaringan atau secara individual.
Selain itu hal yang paling penting juga diperhatikan adalah perlu adanya
”diskresi” yaitu ruang gerak bagi individu pelaksana di lapangan untuk memilih
tindakan sendiri yang otonom dalam batas wewenangnya apabila menghadapi
situasi khusus, misalnya ketika kebijakan tidak mengatur dan atau mengatur yang
berbeda dengan kondisi lapangan. Karena diskresi adalah ”kehormatan fungsional”
sehingga dalam pelaksanaan kebijakan, pada tingkat tertentu selalu diperlukan
penyesuaian kebijakan dengan implementasi. Untuk itu, pelaksana kebijakan perlu
diberi ruang gerak untuk melakukan adaptasi tersebut sesuai dengan panduan
diskresi yang telah disepakati bersama.
rumah yanag substandar, ketidakadaan prasarana seperti air bersih, jalan, drainase,
MCK dan penerangan listrik. Pandangan keadaan permukiman kumuh dalam artian
fisik inilah yang masih mendominasi dalam pengenalan upaya penanganan
permukiman kumuh tersbut (Effendi, 2007).
Pengertian permukiman kumuh (slum settlement) sering dicampuradukkan
dengan pengertian permukiman liar (squatter settlement). Menurut Direktorat
Jenderal Perumahan dan Permukiman Departemen Kimpraswil (2002), pada
dasarnya a squatter adalah orang yang menghuni suatu lahan yang bukan miliknya
atau bukan haknya, atau tanpa izin dari pemiliknya. Pengertian permukiman liar ini
mengacu pada legalitas, baik itu legalitas kepemilikan lahan/tanah, penghunian atau
permukiman, serta pengadaan sarana dan prasarananya. Permukiman liar ini
mempunyai sejumlah nama lain diantaranya adalah permukiman informal (informal
settlement), permukiman tidak resmi (unauthorized settlement), permukiman spontan
(spontaneous settlement) dan permukiman yang tidak terencana atau tidak terkontrol
(unplanned and uncontrolled settlement).
Berbeda dengan pengertian permukiman kumuh (slum) mengacu pada aspek
lingkungan hunian suatu komunitas. Permukiman kumuh dapat diartikan sebagai
suatu lingkungan permukiman yang telah mengalami penurunan kualitas atau
memburuk (deteriorisasi) baik secara fisik, sosial ekonomi maupun sosial budaya,
yang tidak memungkinkan dicapainya kehidupan yang layak bagi penghuninya,
bahkan dapat pula dikatakan bahwa para penghuninya benar-benar berada dalam
lingkungan yang sangat membahayakan kehidupannya. Dengan demikian,
penegasan pengertian yang melekat pada istilah slum settlement yang menunjuk
pada pemaknaan “permukiman kumuh” yang bersifat legal, dapat dibedakan dengan
istilah squatter settlement diartikan “permukiman liar”, yang kumuh bersifat ilegal
(Tampubolon, 2008).
pemerintahan, tatanan sosial budaya, lingkungan fisik serta dimensi politis. Di bidang
penyelenggaraan pemerintahan, keberadaan lingkungan permukiman kumuh
memberikan dampak citra ketidakberdayaan, ketidakmampuan dan bahkan
ketidakpedulian pemerintah terhadap pengaturan pelayanan kebutuhan-kebutuhan
hidup dan penghidupan warga kota maupun pendatang dan pelayanan untuk
mendukung kegiatan sosial budaya, ekonomi, teknologi, ilmu pengetahuan, dan
sebagainya. Sedangkan dampaknya terhadap aspek politis adalah keberadaan
komunitas yang bermukim di lingkungan permukiman kumuh ini akan cenderung
menjadi lahan subur bagi kepentingan politis tertentu yang dapat dijadikan sebagai
alat negosiasi berbagai kepentingan. Fenomena ini apabila tidak diantisipasi secara
lebih dini akan meningkatkan eskalasi permasalahan dan kinerja pelayanan kota.
Dampak masalah yang ditimbulkan terhadap tatanan sosial budaya
kemasyarakatan adalah bahwa komunitas yang bermukim di lingkungan permukiman
kumuh yang secara ekonomi pada umumnya termasuk golongan masyarakat miskin
dan berpenghasilan rendah, seringkali dianggap sebagai penyebab terjadinya
degradasi kedisiplinan dan ketidaktertiban dalam berbagai tatanan sosial
kemasyarakatan. Sementara dampaknya dalam aspek lingkungan/hunian komunitas
penghuni lingkungan permukiman kumuh sebagian besar pekerjaan mereka adalah
tergolong sebagai pekerjaan sektor informal yang tidak memerlukan keahlian
tertentu, misalnya sebagai buruh kasar/kuli bangunan, sehingga pada umumnya
tingkat penghasilan mereka sangat terbatas dan tidak mampu menyisihkan
penghasilannya untuk memenuhi kebutuhan perumahan dan permukiman sehingga
mendorong terjadinya degradasi kualitas lingkungan yang pada gilirannya munculnya
permukiman kumuh.
Berdasarkan dengan pertimbangan dampak yang ditimbulkan dari keberadaan
permukiman kumuh perkotaan ini, maka dapat dilihat dari dampak positif dan negatif
nya. Menurut Hasil riset J.L Taylor (1972) dalam Daldjoeni (1997) mengungkapkan
segi lain yang bersifat positif dari masyarakat penghuni kawasan kumuh perkotaan,
di mana suasana hidup berat, karena asal mereka dari pedesaan, mereka masih
mampu menciptakan suasana hidup ramah dan bergotong-royong serta banyak yang
29
C. Model/Rancangan Penelitian
TAHAP IV
Kesimpulan akhir penelitian:
Penarikan Kesimpulan dan Simpulan terhadap tiga rumusan masalah/tiga tujuan penelitian
Penyusunan Proposisi Usulan saran dan rekomendasi penelitian
Penyusunan proposisi hasil penelitian berdasarkan hasil analisis teori
(konstruksi, rekonstruksi, dekonstruksi teori)
37
4. Dokumen, yang dibutuhkan ialah berbagai dokumen tertulis maupun tidak tertulis
yang menunjukkan atau menggambarkan data dan informasi penting yang
berhubungan dengan dasar kebijakan penanganan permukiman kumuh
perkotaan, seperti; Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri,
Peraturan Daerah, perjanjian, atau kesepakatan bersama pemerintah pusat dan
pihak bank pembangunan Asia, pedoman umum NUSSP; dokumen hasil survai
kampung sendiri (SKS), perencanaan, hasil sosialisasi, dokumen lokasi/luas
kawasan kumuh yang tertangani, serta dokumen lainnya yang diperlukan sesuai
dengan kebutuhan penelitian ini di lapangan. Juga dilakukan penelusuran
dokumen-dokumen melalui internet dan foto-foto kegiatan pelatihan serta foto-
foto lokasi sasaran progran penganan permukiman kumuh sebelum dan setelah
implementasi kebijakan.
berbeda atau bertentangan dengan temuan berarti data yang sudah ditemukan
sudah dapat dipercaya;
5. Menggunakan bahan referensi untuk memberikan dukungan pembuktian data
yang telah ditemukan oleh peneliti, setiap hasil wawancara dengan informan
kunci perlu didukung hasil rekaman wawancara dan foto-foto diperlukan
mendukung setiap data yang terkait interaksi manusia atau gambaran suatu
fenomena dengan menggunakan alat bantu seperti camera dan alat perekam
suara;
6. Mengadakan member check untuk pengecekan data yang diperoleh peneliti
kepada pemberi data, sehingga dapat diketahui seberapa jauh data yang
diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh peneliti.
lebih terhadap teori yang dikembangkan dari data yang ditemukan di lapangan.
Analisi ini pula dapat berupa konstruksi teori, rekonstruksi teori ataupun
dekonstruksi teori yang sudah ada.
44
Secara rinci jadwal pelaksanaan penelitian tahun I dapat dilihat pada tabel berikut:
BULAN
JENIS
NO April Mei Juni Juli Agus Sep Okt Nov Des
KEGIATAN 2013 2013 2013 2013 2013 2013 2013 2013 2013
1 Penyusunan
Minggu
Instrumen I - II
penelitian
2 Seminar/peman-
Minggu
tapan instrumen III
Penelitian
3 Pengumpulan Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu
Data IV I - IV I - IV I - IV I - IV
4 Pengolahan Minggu Minggu Minggu
Data I - IV I I- IV I - IV
5 Analisis Data Minggu Minggu
I - IV I - IV
6 Seminar hasil Minggu
Penelitian I
7 Penyusunan Minggu Minggu Minggu
Laporan II - IV I - IV I - II
8 Pengiriman Minggu
Laporan III - IV
Jadwal pelaksanaan penelitian tahun III dapat dilihat pada tabel berikut:
BULAN
JENIS
NO April Mei Juni Juli Agus Sep Okt Nov Des
KEGIATAN 2015 2015 2015 2015 2015 2015 2015 2015 2015
1 Penyusunan
Minggu
Instrumen I - II
penelitian
2 Seminar/peman-
Minggu
tapan instrumen III
Penelitian
3 Pengumpulan Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu
Data IV I - IV I - IV I - IV I - IV
4 Pengolahan Minggu Minggu Minggu
Data I - IV I I- IV I - IV
5 Analisis Data Minggu Minggu
I - IV I - IV
6 Seminar hasil Minggu
Penelitian I
7 Penyusunan Minggu Minggu Minggu
Laporan II - IV I - IV I - II
8 Pengiriman Minggu
Laporan III - IV
47
DAFTAR PUSTAKA
Hadi, Astar. 2007. Membaca Michael Howlett: Menuju Implementasi Kebijakan Sosial
Posmodern. Online, http://astarhadi.blogspot.com. Diakses 20 September
2009.
Halim, Deddy Kurniawan. 2008. Psikologi Lingkungan Perkotaan. Jakarta: Bumi
Aksara.
Hamidi. 2008. Metode Penelitian Kualitatif. Malang: Universitas Muhammadiayah
Malang.
Haming, Murdifin, et.al. 2006. Strategi dan Model Pengentasan kemiskinan di
Sulawesi Selatan. Hasil Penelitian atas kerjasama UMI dengan Balitbangda
Sulsel, Makassar.
Hermana, H. Dody. 2006. Kebijakan Publik dan Problema Kemiskinan di Indonesia.
Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Transformasi Kebijakan Publik
dan Kebijakan Bisnis dalam Upaya Memecahkan Problem Kemiskinan di
Indonesia. Bandung: Fisipol Universitas Katolik Parahyangan dan BKLPIAI.
Huraerah, Abu. 2008. Pengorganisasian dan Pembangunan Masyarakat: Model dan
Strategi Pembangunan Berbasis Kerakyatan. Bandung: Humaniora.
Islamy, M. Irfan. 2001a. Seri Policy Analysis. Malang: Program Pasca Sarajana
universitas Brawijaya Malang.
. 2001b. Prinsip-prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara.
Cet kesepuluh. PT. Bina Aksara, Jakarta.
Kadji, Yulianto. 2008. Implementasi Kebijakan Publik: dalam Perspektif Realitas.
Tulungagung: Cahaya Abadi.
Komaruddin. 1997. Menelusuri pembangunan perumahan dan permukiman.
PT.Rakasindo, Jakarta: Yayasan REI.
Keban, Yeremias T, 2004. Administrasi Publik: Konsep, Teori dan Isu. Yogyakarta:
Gava Media.
Kirmanto, Djoko. 2007. Kebijakan dan Strategi Nasional Penataan Lingkungan
Permukiman Kumuh. Direktur Jenderal Perumahan dan Permukiman. Online.
http.perencanaankota.blogspot.com. (Friday, December 14, 2007). Diakses 15
April 2009.
Krismanto, Imam, et.al. 2003. Pedoman Umum Proyek Penanggulangan Kemiskinan
Di Perkotaan (P2KP). Jakarta: Direktur Jenderal Perumahan dan
Permukiman-Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah RI.
Krismanto, Imam, et.al. 2004. Supplemen Penyempurnaan Pedoman Umum Proyek
Penenggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP): Bersama Membangun
Kemandirian, dalam Pengembangan Masyarakat Menuju Perumahan dan
Permukiman yang Berkelanjutan. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum
Direktorat Jenderal Cipta Karya.
Masjkuri, Siti Umajah. 2007. Perbaikan Kampung Komprehensif dan Dampaknya
Terhadap Kesejahteraan Sosial serta Kemandirian Masyarakat Miskin
Kampung Kumuh Di Kota Surabaya. Disertasi, Program Pasca Sarjana
Universitas Airlangga Surabaya.
Menpera. 2007. Laporan pendahuluan: Strategi dan Program Penanganan Kawasan
Kumuh Perkotaan Tahun Anggaran 2007. Kementerian Negara Perumahan
49
LAMPIRAN :
2. Peralatan 3.300.000
a. Flash Disk 2 Unit 150.000 300.000
b. Modem Eksternal 1 unit 750.000 750.000
c. Printer Canon 1 Unit 750.000 750.000
c. Pengadaan Buku Referensi 10 Buah 75.000 750.000
d. Pengadaan Jurnal
15 Buah 50.000 750.000
Nasional/Internasional
54
C Perjalanan 11.400.000
D Lain-Lain 7.400.000
a. Baiaya Administrasi 1 Kegiatan 1.000.000
b. Srminar Instrumen Penelitian 1 Sesi 750.000 750.000
a. Penyusunan Laporan 30 Jam 50.000 1.500.000
b. Seminar Hasil 1 Sesi 1.150.000 1.150.000
c. Pembuatan/Penggandaan laporan 10 Exp 150.000 1.500.000
e. Publikasi Jurnal Nasional 1 Naaskah 1.500.000 1.500.000
49.570.000
Total Biaya Penelitian (Rp)
(Empat Puluh Sembilan Juta Lima Ratus Tujuh Puluh
Ribu Rupiah)
Teknik Sipil
Perancangan
2 Arsyuni Ali Mustary, ST,MT. 0903047201 15 Anggota
Prasarana (Keairan)
D. Biodata Peneliti
1. Identitas Diri
5. NIDN 0928106301
2. Riwayat Pendidikan
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila dikemudian hari ternyata dijumpai
ketidaksesuaian dengan kenyataan saya siap menerima resikonya.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam pengajuan Penelitian Hibah Bersaing.
Pengusul,
DATA PRIBADI
PENDIDIKAN FORMAL
PENGALAMAN KERJA
PENGALAMAN ORGANISASI
BIODATA
A. Identitas Diri
B. Riwayat Pendidikan\
S-1 S-2 S-3
Nama Perguruan Univ. Muhammadiyah Univ. Muslim Indonesia -
Tinggi Makassar
Bidang Ilmu Ilmu Ekonomi dan Studi Manajemen SDM -
Pembangunan
Tahun Masuk-Lulus 1993 - 1998 2008 - 2011 -
Judul Pengaruh Luas Lahan, Pengaruh Budaya Organisasi, -
Skripsi/Thesis/Disertasi Penggunaan Pupuk, dan Kompensasi, Komitmen
Tenaga Kerja Terhadap Organisasi, dan
Peningkatan Produksi PadiKepemimpinan Terhadap
Sawah di KabupatenMotivasi dan Kepuasan Kerja
Takalar Karyawan di Universitas
Muhammadiyah Makassar
Nama Dr. H. Djabir Hamzah, MA Dr. Mukhlis Sufri, SE, M.Si. -
Pembimbing/Promotor H. M. Ikram Idrus, SE, Dr. Asdar Djamereng, SE,
M.S. MM
65
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hokum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai
ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima risikonya.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam pengajuan hibah penelitian.
Pengusul,
BIODATA
A. Identitas Diri
1. Nama Dra.Hasnawati.M.Pd.
3. Jabatan Struktural -
4. NIK 63100056
5. NIDN 0915066303
B. Riwayat Pendidikan
di Kelurahan Mapala
Kota Makassar
2. 2010 Penyuluhan Pribadi -
Sosialisasi Rintisan
Satuan Paud Sejenis
di Kelurahan
Pa,baeng-baeng Kota
Makassar
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila dikemudian hari ternyata dijumpai
ketidaksesuaian dengan kenyataan saya siap menerima resikonya.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu
persyaratan dalam pengajuan Penelitian Hibah Bersaing.
Pengusul,
Dra.Hasnawati,M.Pd.
72
SURAT PERNYATAAN