Anda di halaman 1dari 73

1

PROPOSAL PENELITIAN

Abstrak
Penelitian ini mempunyai tujauan jangka panjang yaitu adanya
pengembangan model sintesis implementasi kebijakan penanganan permukiman
kumuh perkotaan yang komrehensif dan integratif (memadukan top-down dan
bottom-up) berbasis pemberdayaan masyarakat miskin kumuh kota Makassar.
Selanjutnya hasil penerapan pengembangan model sintesis implementasi kebijakan
ini akan dievaluasi dampak yang ditimbulkannya, sehingga dapat diketahui nilai
manfaat yang diterima oleh pemerintah kota, dan warga masyarakat, serta akan
dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin kumuh di kota Makassar.
Secara berkelanjutan implikasi hasil penelitian ini akan dapat dijadikan bahan
replikasi (percontohan/pengulangan) terhadap penerapan model sinteis ini bagi
pemerintah kota Makassar (di seluruh Indonesia) dalam penyusunan rancangan
kebijakan dan optimalisasi implementasi kebijakan penanganan permukiman kumuh
perkotaan. Sekaligus dapat berkontribusi terhadap perencanaan dan pengembangan
pembangunan perkotaan yang berpihak kepada masyarakat miskin kumuh
perkotaan dengan mengadopsi pengembangan model sintesis implementasi
kebijakan ini.
Sedangkan tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penlitian tahun pertama
ini, yaitu: (1) Menganalisis klaster permukiman kumuh berdasarkan hasil identifikasi
tipologi/karakteristik kawasan permukiman kumuh perkotaan; (2) Menganalisis
proses implementasi kebijakan dalam penanganan permukiman kumuh perkotaan
dalam upaya memberdayakan masyarakat miskin kota; dan (3) Mengkaji dan
menganalisis pengembangan model sintesis implementasi kebijakan dalam
penanganan permukiman kumuh perkotaan secara komprehensif dan integratif
dengan pelibatan peran koalisi aktor dalam kerjasama pemerintah, swasta dan
warga masyarakat.
Target khusus yang ingin dicapai adalah untuk menghasilkan suatu
pengembangan model sintesis implementasi kebijakan publik yang aplikatif dan
2

bersifat komprehensif (lintas sektoral) dan terintegratif (perpaduan kelebihan top-


down dan bottom-up) dalam implementasi penanganan permukiman kumuh
perkotaan guna memberdayakan masyarakat miskin kumuh perkotaan secara
partisipatif, dengan melibatkan peran koalisi aktor dalam kerjasama dan kemitraan di
tingkat pemerintah, swasta dan masyarakat, sehingga implementasi kebijakan
penanganan permukiman kumuh di kota Makassar menjadi lebih efektif.
Lokus penelitian kualitatif ini dilaksanakan pada tujuh kawasan permukiman
kumuh di kota Makassar sesuai dengan tipologinya meliputi kelurahan Rappocini
(permukiman kumuh pusat kota), kelurahan Manggala (permukiman kumuh pinggir
kota), kelurahan Cambaya (permukiman kumuh pusat sosial dan ekonomi),
kelurahan Lette (permukiman kumuh nelayan), kelurahan Balang Baru (permukiman
kumuh pinggir sungai/kanal), kelurahan Buloa (permukiman kumuh rawan bencana),
dan kelurahan Pampang (permukiman kumuh di daerah pasang surut).
Sumber data dari informan kunci (kelompok pemerintah, konsultan
manajemen, swasta/lembaga keuangan, kelompok kemasyarakatan dan warga
masyarakat miskin kumuh) yang ditentukan secara purposive pada tahap awal dan
dalam pengembangannya di lapangan dilakukan dengan cara snowball sampling
sampai diperoleh data dan informasi yang lengkap dan menunujukkan tingkat
kejenuhan. Instrumen penelitiannya adalah peneliti sendiri yang menggunakan
beberapa alat kelengkapan yang meliputi: (1) pedoman wawancara, (2) Pedoman
observasi terfokus, (3) Pedoman FGD, (4) Format Pengumpulan data sekunder,
dan (5) catatan dokumen. Teknik pengumpulan data meliputi: teknik wawancara
mendalam (indepth interview, melakukan FGD, observasi terfokus, dan dokumen.
Kegiatan analisis data penelitian kualitatif ini dilakukan secara interaktif dan
berlangsung terus menerus sampai tuntas melalui beberapa langkah kegiatan secara
sistematis, yakni Koleksi/Catatan data, Reduksi data, Penyajian data, Verifikasi dan
penarikan kesimpulan.

Kata Kunci: Model Sintesis, Implementasi Kebijakan, Permukiman Kumuh Perkotaan,


Pemberdayaan Masyarakat Miskin
3

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Keberadaan permukiman kumuh di kota Makassar telah menjadi bagian
permasalahan pembangunan perkotaaan. Salah satu faktor penyebab terjadinya
permukiman kumuh ini adalah pertumbuhan penduduk yang terus menerus
bertambah tidak dibarengi dengan ketersediaan sarana/prasarana perumahan dan
permukiman yang layak huni di kota Makassar ini. Penduduk kota Makassar tahun
2006 tercatat sebanyak 1.179.020 jiwa, yang mengalami pertambahan penduduk dari
tahun ke tahun yakni tahun 2007 menjadi 1.235.239 jiwa dan tahun 2008 sebanyak
1.253.658 jiwa serta bertambah secara signifikan tahun 2009 tercatat sebanyak
1.272.349 jiwa (BPS Kota Makassar, 2009). Dengan demikian, dalam kurung waktu
empat tahun terjadi pertambahan penduduk kota Makassar sebesar 93.329 jiwa.
Menurut data dari Dinas Pekerjaan Umum Kota Makassar menunjukkan bahwa
sampai dengan tahun 2006 jumlah penduduk kota Makassar sebanyak 1.179.020
jiwa, dimana terdapat penduduk miskin berjumlah sekitar 300.358 orang dengan
penyebaran penduduk yang tinggal di permukiman kumuh sekitar 120.000 orang dari
14 kecamatan dan 143 kelurahan, dan jumlah bangunan rumah kumuh sebanyak
17.270 rumah (Satker NUSSP, 2006).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan diperoleh data dari kantor Koordinator
Kota (KORKOT 3) NUSSP Makassar-Gowa, Sejak tahun 2005 sampai dengan tahun
2008/2009 dalam wilayah Kota Makassar yang menjadi sasaran program NUSSP
terdapat 11 kecamatan dan 42 kelurahan dan luas kawasan kumuh yang akan
difasilitasi melalaui program NUSSP sekitar 440,94 ha yang telah ditangani dan
dilayani seluas 302 ha dengan jumlah masyarakat penerima manfaat 49.786 KK, dan
yang belum tertangani 138,94 ha. Total pembiayaan kegiatan NUSSP tersebut
menghabiskan anggaran sebesar Rp.21.556.671 terdiri dari dana sharing ADB
(DIPA Loan 2072 INO) melalui APBN sebesar Rp.12.348.594 (60%) dan APBD yang
digunakan sebesar Rp.9.055.690 (40%) serta swadana masyarakat yang dinilai
dengan uang sebesar Rp.152.387.000.
4

Seiring dengan permasalahan pertumbuhan penduduk yang terus bertambah


setiap tahunnya yang memerlukan perumahan dan permukiman yang layak huni.
Permasalahan tersebut memunculkan masalah lain bagi pemerintah kota Makassar
dalam penataan perumahan dan permukiman kumuh adalah penyempitan lahan
permukiman penduduk yang semakin mengecil akibat dari pembagian lahan karena
jumlah keluarga bertambah. Dengan demikian, daya dukung lahan di kota Makassar
semakin kecil untuk menampung pertambahan penduduk, baik oleh pertumbuhan
penduduk dari kota sendiri maupun karena adanya urbanisasi dan migrasi.
Para kaum urban/migran yang masuk di kota Makassar dan sekaligus
membutuhkan perumahan dan permukiman, biasanya berasal dari masyarakat yang
memiliki kesulitan ekonomi (terkait pekerjaan) maka kebanyakan permukiman kumuh
di kota Makassar, mayoritas dihuni oleh masyarakat dari kalangan ekonomi lemah.
Dengan keterbatasan ini menyebabkan mereka tidak memiliki kemampuan untuk
membangun rumah tinggal dan permukiman sebagai tempat hunian yang layak,
pada gilirannya terdapat pilihan solusi bagi mereka untuk menyisiati pengadaan
paerumahan dan permukiman tersebut. Salah satunya terciptanya permukiman
kumuh urban/migran yang telah berubah menjadi ”perkampungan kumuh” dan sudah
berlangsung lama sampai sekarang di kota Makassar, baik itu berupa rumah milik
sendiri maupun rumah kontrak.
Menurut tipologinya, permukiman kumuh di kota Makassar lebih
terkonsentrasi di kawasan permukiman kumuh di pusat kota, di pinggir kota, di pusat
kegiatan sosial ekonomi, di tepi sungai, kawasan kumuh nelayan, kawasan kumuh
rawan bencana dan kawasan kumuh di daerah pasang surut yang tersebar pada
berbagai kelurahan dan kecamatan. Kawasan permukiman kumuh inilah
dikategorikan sebagai slum settlement, mengacu pada aspek lingkungan hunian
suatu komunitas.
Permukiman kumuh (slum settlement) yang dimaksud merupakan suatu
lingkungan permukiman yang telah mengalami penurunan kualitas atau memburuk
(deteriorisasi) baik secara fisik, sosial ekonomi maupun sosial budaya, yang tidak
memungkinkan dicapainya kehidupan yang layak bagi penghuninya, bahkan para
5

penghuninya benar-benar berada dalam lingkungan yang sangat membahayakan


kehidupannya. Dengan demikian, dalam konteks ini permukiman kumuh (slum
settlement) yang dimaksudkan menunjuk pada pemaknaan “permukiman kumuh”
yang bersifat legal, bukan “permukiman liar” yang kumuh bersifat ilegal (squatter
settlement).
Berbagai produk-produk kebijakan penanganan permukiman kumuh
perkotaan yang telah diterapkan pemerintah kota Makassar, namun dalam
pengimplementasiannya di lapangan belum optimal dalam pencapaian tujuan
kebijakan yang diharapkan.
Permasalahan ketidakberhasilan implementasi kebijakan penanganan
permukiman kumuh yang dialami pemerintah kota selama ini ditentukan oleh pilihan
model implementasi kebijakan yang belum efektif diterapkan untuk mengitegrasikan
pendekatan (top-dow) dan bottom-up dalam penanganan permukiman kumuh,
sehingga penggunaan model ini belum memaksimalkan pendekatan pemberdayaan
masyarakat lokal dengan melibatkan seluruh stakeholder dan aktor pelaksana
sebagai implementor serta penyelesaian masalahnya belum bersifat komprehensif
(menyeluruh). Oleh sebab itu, perlu direkonstruksi ulang dengan belajar dari
kelebihan pendekatan top-down dan bottom-up, kemudian diintegrasikan dengan
mengoptimalkan penerapan model sintesis implementasi kebijakan yang tepat untuk
mengakomodasi aspek sosial, budaya, agama dan nilai kearifan lokal melalui
pendekatan bottom-up dan pada saat yang bersamaan menerapkan pendekatan
top-down dalam pencapaian hasil implementasi kebijkan penanganan permukiman
kumuh di kota Makassar.
Bedasarkan uraian di atas, maka permasalahan penelitian tahun pertama ini
difokuskan pada aspek: (1) identifikasi tipologi kawasan permukiman kumuh
perkotaan berdasarkan karakteristiknya di kota Makassar; (2) proses implementasi
kebijakan penanganan permukiman kumuh perkotaan dalam upaya
memberdayakan masyarakat miskin secara fisik lingkungan, ekonomi, dan sosial
pada tujuh kawasan permukiman kumuh kota Makassar, (3) pengembangan model
sintesis implementasi kebijakan penanganan permukiman kumuh perkotaan yang
6

mengintegrasikan pendekatan top-down dan bottom-up dalam upaya


memberdayakan masyarakat miskin kumuh secara fisik lingkungan, ekonomi, dan
sosial.

B. Tujuan Khusus Penelitian


Penelitian ini mempunyai tujuan khusus, yaitu:
 Tahun Pertama
1. Menganalisis klaster permukiman kumuh berdasarkan hasil identifikasi
tipologi/karakteristik kawasan permukiman kumuh perkotaan pada tujuh
kelurahan sasaran program penanganan di kota Makassar;
2. Menganalisis proses implementasi kebijakan dalam penanganan permukiman
kumuh perkotaan dalam upaya memberdayakan masyarakat miskin kota
secara ekonomi, sosial dan lingkungan fisik di kota Makassar;
3. Mengkaji dan menganalisis pengembangan model sintesis implementasi
kebijakan dalam penanganan permukiman kumuh perkotaan secara
komprehensif yang mengintegrasikan pendekatan top-down dan bottom-up
dengan pelibatan peran koalisi aktor dalam kerjasama pemerintah, swasta
dan warga masyarakat dalam upaya memberdayakan masyarakat miskin
secara fisik lingkungan, ekonomi, sosial (pendidikan/kesehatan), hukum,
keamanan dan keagamaan di kota Makassar;

 Tahun Kedua
1. Menganalisis penerapan pengembangan model sintesis implementasi
kebijakan dalam penanganan permukiman kumuh perkotaan secara
komprehensif yang mengintegrasikan pendekatan top-down dan bottom-up
dengan pelibatan peran koalisi aktor dalam kerjasama pemerintah, swasta
dan warga masyarakat dalam upaya memberdayakan masyarakat miskin
secara fisik lingkungan, ekonomi, sosial (pendidikan/kesehatan), hukum,
keamanan dan keagamaan di kota Makassar;
7

2. Menganalisis peran koalisi aktor dalam pelibatan jaringan kemitraaan dan


kerjasama pemerintah, swasta dan warga masyarakat dalam penanganan
permukiman kumuh perkotaan guna memberdayakan masyarakat miskin
secara fisik lingkungan, ekonomi, sosial (pendidikan/kesehatan), hukum,
keamanan dan keagamaan di kota Makassar.
3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan
kegagalan implementasi kebijakan penanganan permukiman kumuh
perkotaan melalui penerapan pengembangan model sitesis tersebut.

 Tahun Ketiga
1. Mengevaluasi dampak yang diterima oleh pemerintah kota Makassar
terhadap penerapan pengembangan model sintesis imple mentasi
kebijakan yang komprehensif dan integratif dalam penanganan
permukiman kumuh perkotaan berbasis pemberdayaan masyarakat miskin
tersebut;
2. Mengevaluasi dampak yang diterima oleh warga masyarakat miskin kumuh
kota Makassar terhadap penerapan pengembangan model sintesis
implementasi kebijakan yang komprehensif dan integratif ;
3. Mengevaluasi dampak yang diterima oleh warga masyarakat umum kota
Makassar terhadap penerapan pengembangan model sintesis
implementasi kebijakan yang komprehensif dan integratif tersebut;
4. Mengevaluasi dampak keberlanjutan pemeliharaan aset yg telah
terbangun di kawasan permukiman kumuh kota Makassar.

C. Urgensi Penelitian
Pembangunan perumahan dan permukiman dimaksudkan meningkatkan
kualitas lingkungan permukiman yang sekaligus dapat meningkatkan kualitas
kehidupan masyarakat Indonesia. Dengan demikian, pemerintah mempunyai peran
yang sangat signifikan dalam melakukan penataan perumahan dan permukiman
untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya. Selaras dengan penekanan UU No. 4
8

Tahun 1992 tentang perumahan dan permukiman, yang menegaskan bahwa


penataan perumahan dan permukiman berlandaskan pada asas manfaat, adil dan
merata, kebersamaan dan kekeluargaan, kepercayaan pada diri sendiri,
keterjangkauan, dan kelestarian lingkungan hidup. Sedangkan tujuannya untuk: (1)
memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, dalam
rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat; (2) mewujudkan
perumahan dan permukiman yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi,
dan teratur.
Sebagai suatu kewajiban pemerintah kota Makassar selalu berupaya untuk
berperan aktif dalam penataan perumahan dan permukiman di kota ini guna
memenuhi kebutuhan dasar masyarakatnya. Meskipun begitu, pemenuhan akan
kebutuhan prasarana dan sarana permukiman, baik dari segi perumahan maupun
lingkungan permukiman yang terjangkau dan layak huni belum sepenuhnya dapat
disediakan oleh masyarakat dan pemerintah kota. Konidisi ini berimplikasi pada
menurunnya daya dukung prasarana dan sarana lingkungan permukiman yang ada,
pada gilirannya memberikan kontribusi terjadinya lingkungan permukiman kumuh
yang mayoritas dihuni komunitas masyarakat miskin di kota Makassar.
Seiring dengan pertumbuhan penduduk di kota Makassar, maka kebutuhan
akan penyediaan prasarana dan sarana permukiman akan meningkatkan pula, baik
melalui peningkatan maupun pembangunan baru. Sehubungan dengan
permasalahan pertumbuhan penduduk yang terus bertambah setiap tahunnya yang
memerlukan perumahan dan permukiman yang layak huni. Fenomena tersebut
memunculkan masalah lain bagi pemerintah kota Makassar dalam penataan
perumahan dan permukiman kumuh adalah penyempitan lahan permukiman
penduduk yang semakin mengecil akibat dari pembagian lahan karena jumlah
keluarga bertambah. Dengan demikian, daya dukung lahan di kota Makassar
semakin kecil untuk menampung pertambahan penduduk, baik oleh pertumbuhan
penduduk dari kota sendiri maupun karena adanya urbanisasi dan migrasi. Salah
satu implikasinya terciptanya permukiman kumuh urban/migran yang telah berubah
9

menjadi ”perkampungan kumuh” dan sudah berlangsung lama sampai sekarang di


kota Makassar, baik itu berupa rumah milik sendiri maupun rumah kontrak.
Seperti halnya lingkungan permukiman kumuh di kota makassar dan
umumnya di Indonesia digambarkan sebagai suatu lingkungan yang terabaikan dari
lingkungan perkotaan, di mana kondisi kehidupan dan penghidupan masyarakatnya
sangat memprihatinkan, di antaranya ditunjukkan dengan kondisi lingkungan hunian
yang tidak layak huni, tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, bangunan rumah
yang berhimpitan, sarana dan prasarana lingkungan yang tidak memenuhi syarat,
tidak tersedianya fasilitas pendidikan, kesehatan serta tidak memadainya prasarana
sosial budaya kemasyarakatan di lingkungan permukiman kumuh tersebut. Di mana
eksisting sarana dan prasarana sanitasi lingkungan permukiman yang telah
mengalami penurunan kualitas fisik lingkungan (deteriorisasi lingkungan) dipicu oleh
degradasi lingkungan permukiman. Selanjutnya diikuti dengan penurunan tingkat
kesehatan penduduk, produktivitas dan kesejahteraan (makin miskin) yang
berimbas pada penurunan kemampuan memperbaiki kondisi lingkungan.
Berdasarkan fenomena tersebut, penting mengikuti pemikiran Yunus (2008)
yang menegaskan perlunya perkembangan dan pertumbuhan permukiman kumuh
tersebut diantisipasi seawal mungkin oleh para perencana kota dan wilayah serta
pemerintah kota untuk menentukan kebijakan spasial, sosial, ekonomi, tekonologi
dan kultural agar dampak negatif –permukiman kumuh− terhadap berbagai aspek
kehidupan kota tersebut tidak menuju ke arah yang merugikan pemerintah kota dan
masyarakat umum lainnya.
Apabila kemunculan permukiman kumuh beserta dampak yang ditimbulknnya
dilihat dari perspektif psikologi lingkungan perkotaan, Halim (2008) mengungkapkan
menjamurnya kantong-kantong kumuh yang bercorak etnis, sangat mudah ditemui
pada sebuah permukiman kumuh yang dipenuhi suku tertentu, di mana konsentrasi
etnis potensial menjadi masalah psikososial perkotaan yang dapat menciptakan
disintegrasi kota. Selain itu bisa bedampak terhadap timbulnya sebuah kondisi apatis
akut yang secara klinis tergolong sebagai gangguan psikososial, yang dapat
mengalami depresi lebih berat serta emosi negatif lainnya –tindakan kriminalitas−,
10

seperti menurunnya rasa aman dan merasa tidak puas dengan lingkungan tempat
tinggalnya (oliver, 2003), akibat dari kesesakan dalam hunian kumuh ini seringkali
diiringi tekanan psikologis.
Fenomena perkembangan dan pertumbuhan kawasan permukiman kumuh
baru di berbagai bagian wilayah di kota Makassar, yang berimplikasi terhadap
meningkatnya luasan permukiman kumuh tidak terhindarkan lagi, selaras daengan
pandangan Yunus (2005) menyatakan bahwa keberadaan permukiman kumuh ini
mempunyai beberapa aspek negatif terhadap lingkungan hidup di kota, baik aspek
spasial, aspek lingkungan biotik dan abiotik, serta terhadap lingkungan sosial,
budaya dan ekonomi. Untuk mengatasinya perlu upaya kebijakan terpadu, baik
secara vertikal maupun horizontal.
Ironisnya, dalam praktik implementasi kebijakan tersebut, baik penerapan
model top-down maupun bottop-up telah mengalami berbagai kendala dan
hambatan, karena masih bersifat sektoral dan tidak terintegerasi (terpadu). serta
resolusi (penyelesaian) masalahnya belum bersifat komprehensif (menyeluruh).
Seperti dalam mengimplementasikan kebijakan penanganan permukiman kumuh
perkotaan yang didekati dengan program sektoral oleh setiap instansi terkait, baik di
tingkat pusat maupun daerah. Kondisi implementasi kebijakan publik ini belum
optimal menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh komunitas masyarakat
miskin kumuh berpenghasilan rendah (KBR) dan belum mampu menuntaskan
penanganan lingkungan/kawasan permukiman kumuh perkotaan.
Pengintegrasian kedua pola pendekatan implementasi kebijakan tersebut,
semakin memberikan peluang kemungkinan efektivitas implementasi kebijkan di
lapangan. Argumen ini sesuai dengan pandangan Nugroho (2009) yang menyatakan
bahwa setiap kebijakan publik memerlukan model implementasi kebijakan yang
berlainan. Namun, sebenarnya pilihan yang paling efektif adalah jika pemerintah bisa
membuat kombinasi implementasi kebijakan publik yang partisipatif, artinya bersifat
top-downer dan bottom-upper yang biasanya lebih dapat berjalan efektif,
berkesinambungan dan murah. Berdasarkan pertimbangan ini, muncullah suatu
gagasan untuk melakukan sintesa pada ciri-ciri terbaik dari model top-down dan
11

bottom-up menjadi suatu model sintesis berdasarkan kekuatan dari kedua kerangka
yang berbeda dalam model implementasi kebijakan penanganan permukiman kumuh
perkotaan.
Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan kontribusi teoritik terhadap
pengembangan model sintesis atau model campuran dalam implementasi kebijakan
berbasis pemberdayaan masyarakat yang antisipatif, adaptif, korektif, akomodatif,
dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat lokal dengan meningkatkan sinergitas
jejaring kerjasama peran koalisi aktor pemerintah, swasta, dan masyarakat secara
partisipatif dalam penanganan permukiman kumuh perkotaan di Indonesia,
khususnya di kota Makassar.
Sedangkan manfaat praktisnya dapat memberikan kontribusi nyata dalam
upaya pemecahan masalah yang dihadapi dalam mengimplementasikan kebijakan
permukiman kumuh perkotaan secara komrehensif yang mengintegrasikan
implementasi kebijakan top-down di tingkat pemerintah dan bottom-up di tingkat
masyarakat. Sekaligus dapat memberikan arahan advokasi implementasi kebijakan
kepada pihak aktor pelaksana (stakeholder) dan komunitas masyarakat miskin
kumuh perkotaan. Oleh sebab itu, pemerintah kota Makassar bersama dengan
masyarakat dan pihak swasta dapat melakukan replikasi (pengulangan/percontohan)
dari penerapan model sintesis implementasi kebijakan ini untuk diterapkan pada
kelurahan-kelurahan yang memiliki kawasan permukiman kumuh yang belum
tersentuh program penanganan permukiman kumuh perkotaan.
Berdasarkan konten dan konteks ini, maka sangatlah penting untuk dilakukan
suatu penelitian mengenai kajian model implementasi kebijakan penanganan
permukiman kumuh perkotaan berbasis pemberdayaan masyarakat miskin di kota
Makassar ini.

D. Temuan/Inovasi Ditargetkan dan Penerapannya


1. Melahirkan suatu pengembangan model sintesis (campuran) dalam
implementasi kebijakan publik yang komrehensif (lintas sektoral) dan integratif
(memadukan pendekatan top-down dan bottom-up) dengan melibatkan
12

kelompok sasaran, koalisi aktor pelaksana dan stakeholder dalam kerjasama


dan kemitraan dengan pemerintah, swasta dan warga masyarakat secara
partisipatif dalam memberdayakan masyarakat miskin kumuh perkotaan.
2. Inovasi dalam pengembangan model ini yakni melibatkan kemitraan lembaga
filantropi/kedermawanan seperti Badan Amil Zakat (BAZ) untuk pembinaan
kegiatan kelompok ekonomi produktif dan keagamaan masyarakat kumuh
yang memanfaatkan masjid sebagai basis seluruh kegiatannya. Pelibatan
LSM Pemerhati sebagai pendamping/fasilitator dan adanya peluang
membangun pendekatan “Bapak/Ibu Asuh” yang memiliki kedermawanan
sosial untuk pembinaan bagi kelompok-kelompok ekonomi
produktif/keagamaan dalam komunitas warga miskin kumuh perkotaan.
Terbuka peluang untuk membentuk Balai Latihan Kerja (BLK) yang fleksibel
adaptif dan responsif terhadap pemberian pelatihan keterampilan dengan
mendatangi kelompok-kelompok binaan sesuai kebutuhan keterampilan yang
diperlukan secara terprogram dan periodik.
3. Model ini sangat adaptif, korektif, akomodatif dan responsif terhdap kebutuhan
masyarakat miskin kumuh perkotaan sehingga akan dapat diterapkan untuk
memberdayakan mereka melalui pendekatan yang komprehensif/multi
sektoral dibidang lingkungan fisik sarana/prasarana, sosial (kesehatan gratis,
pendidikan gratis), ekonomi produktif, hukum, politik, keamanan lingkungan,
keagamaan dan lain sebagainya.
4. Penerapan model ini diharapkan akan dapat berdampak terhdap peningkatan
kelayakan taraf hidup, kesejahteraan, pendapatan, harkat dan martabat
masyarakat miskin kumuh perkotaan. Sekaligus dapat memberikan dampak
positif bagi pemerintah kota, secara kuantitas akan dapat terjadi pengurangan
jumlah luas kawasan permukiman kumuh dan secara kualitas akan dapat
terjadi peningkatan perbaikan sarana/prasarana permukiman kumuh
perkotaan secara berkelanjutan serta akan terdapat peningkatan kualitas SDM
masyarakat miskin kumuh perkotaan.
13

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsepsi dan Arti Pentingnya Implementasi Kebijakan Publik


Di Indoneisa, para pakar dan ilmuan sosial memberikan definisi dan
pembatasan yang berbeda-beda dengan multi perspektif sesuai dengan bidang
kajian yang menjadi fokus permasalahannya. Seperti Wahab (2002) menyimpulkan
dari beberapa pendapat para ahli bahwa proses implementasi kebijkan itu
sesungguhnya tidak hanya menyangkut perilaku badan-badan administratif yang
bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada
diri kelompok sasaran, melainkan pula menyangkut jaringan-jaringan kekuatan
politik, ekonomi dan sosial yang langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi
perilaku dari semua pihak yang terlibat, dan yang pada akhirnya berpengaruh
terhadap dampak –baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan. Sementara
Kadji (2008) mengatakan bahwa kebijakan publik yang diimplementasikan dengan
baik merupakan suatu bentuk intervensi yang dilakukan secara terus menerus oleh
pemerintah demi kepentingan publik, sekaligus mendorong terciptanya partisipasi
publik dalam pembangunan secara luas.
Winarno (2008) mengungkapkan bahwa implementasi kebijakan publik
merupakan proses yang rumit dan kompleks dan memegang peranan yang cukup
vital dalam proses kebijakan. Oleh karena itu, implementasi kebijakan publik
merupakan suatu tahap dalam siklus kebijakan yang sangat menentukan berhasil
atau gagalnya sebuah kebijakan (Rakhmat, 2009), sementara Nugroho (2009)
menyatakan bahwa implementasi kebijakan merupakan suatu hal yang paling berat,
karena di sini masalah-masalah yang kadang tidak dijumpai dalam konsep, muncul di
lapangan, selain itu ancaman utamanya ialah konsistensi implementasi. Lebih lanjut
Nugroho mengatakan bahwa keefektifan suatu kebijakan dalam pelaksanaannya
sangat ditentukan secara proporsional oleh rencana yang memiliki porsi sekitar 20%
terhadap keberhasilannya, sekitar 60% sisanya ditentukan keberhasilan
implementasi, dan 20% sisanya lagi yang menentukan bagaimana upaya untuk
mengendalikan implementasi.
14

Implementasi kebijakan publik sebagai salah satu dimensi dalam proses


kebijakan publik, yang juga sangat menentukan apakah sebuah kebijakan itu
bersentuhan dengan kepentingan serta dapat diterima oleh publik. Menurut Grindle
(1980) bahwa betapapun hebatnya rencana yang telah dibuat tetapi tidak ada
gunanya apabila tidak direalisasikan dengan baik dan benar, sehingga membutuhkan
implementasi yang jujur dn komitmen yang tinggi. Lebih dipertegas oleh Kadji (2008),
yang menyatakan bahwa bisa saja dalam tahapan perencanaan atau perumusan
formulasi kebijakan dilakukan dengan sebaik-baiknya, tetapi jika pada tahapan
implementasinya tidak diperhatikan standar operational procedures (SOPs), maka
apa yang diharapkan dari sebuah produk kebijakan itu tidak tercapai.
Sejalan dengan pemikiran Wahab (1990), Setyo Darmodjo (2000), dan Putra
(2003) memiliki pendapat yang sama bahwa implementsi kebijakan perlu dilakukan
secara arif, bersifat situasional, mengaacu pada semangat kompetensi dan
berwawasan pemberdayaan. Supaya implementasi kebijakan publik betul-betul
merupakan suatu proses interaksi antar setting tujuan dengan tindakan untuk
mencapai dampak yang diinginkan (Pressman dan Wildavsky, 1973; Parsons, 2006).
Meskipun Keban (2004) menyayangkan bahwa implementasi kebijakan ini sering
dilihat sebagai suatu proses yang penuh dengan muatan politik, dimana mereka
yang berkepentingan berusaha sedapat mungkin mempengaruhinya. Berkaitan
dengan ini, dapat dikatakan bahwa salah satu tolok-ukur keberhasilan suatu
kebijakan publik terletak pada proses implementasinya.

B. Model Sintesis Implementasi Kebijakan Publik


Pada hakikatnya dalam mempelajari implementasi kebijakan publik akan lebih
mudah dipahami apabila menggunakan suatu model atau kerangka pemikiran
tertentu. Menurut Tachjan (2008), fungsi suatu model akan memberikan gambaran
relatif secara lengkap mengenai sesuatu obyek, situasi, atau proses, serta
komponen-komponen yang terdapat di dalamnya. Sementara itu, Nugroho (2009)
mengatakan bahwa tidak ada model terbaik dalam implementasi kebijakan, karena
ada kebijakan publik yang perlu diimplementasikan secara top-downer dan terdapat
pula kebijakan yang lebih efektif jika diimplementasikan dengan cara bottom-upper.
15

Meskipun demikian, Nugroho mengakui bahwa sebenarnya yang paling efektif


adalah jika kita bisa membuat kombinasi implementasi kebijakan publik yang
partisipatif, artinya bersifat top-downner dan bottom-upper. Model seperti ini,
biasanya lebih dapat berjalan secara efektif, berkesinambungan, dan murah. Dalam
konteks ini, pengintegrasian implementasi kebijakan yang bersifat top-downner dan
bottom-upper dimaknai sebagai model sintesis, oleh Winter (2003) dan Goggin, et.al,
(1990) menyebut model sintesis ini sebagai model integratif.
Model sintesis (hybrid theories) dalam implementasi kebijakan publik
dipelopori oleh Goggin, et.al. (1990) dengan memperkenalkan sebuah model
”communication model” untuk implementasi kebijakan yang lebih ilmiah, yang
disebutnya sebagai generasi ketiga model implementasi kebijakan, sedangkan
pendekatan yang bersifat top-down merupakan model impelementasi generasi
pertama dan yang bersifat bottom-up disebutnya sebagai generasi kedua. Model
sintesis ini mempunyai tujuan yang lebih mengedepankan pendekatan metode
penelitian dengan adanya variabel independen, intervening, dan dependen, dan
meletakkan faktor ”komunikasi” sebagai penggerak dalam impelementasi kebijakan.
Apabila dilihat dari perspektif dikotomi model top-down dan bottom-up dalam
kerangka obyek yang menjadi fokus kajiannya masing-masing, dengan segala
kelebihan dan kelemahan yang dimilikinya, secara substansial akan menjadi
pertimbangan berharga dalam membangun konstruksi kerangka model sintesis
dalam implementasi kebijakan publik. Menurut Nugroho (2009), model top-down
berupa pola yang dikerjakan oleh pemerintah untuk masyarakat, di mana partisipasi
lebih berbentuk mobilisasi. Sebaliknya, model bottom-up bermakna meskipun
kebijakan dibuat oleh pemerintah, namun impelementasinya oleh masyarakat. Di
antara kedua kutub ini ada interaksi pelaksanaan antara pemerintah dan masyarakat
dalam mengimplementasikan suatu kebijakan publik.
Sebagaimana pandangan Sabatier (1986) menyatakan bahwa pendekatan
top-down lebih bermanfaat di dalam pembuatan permulaan penilaian dari suatu
implementasi yang dimungkinkan untuk diprediksi. Sedangkan pada sisi lain,
pendekatan bottom-up pada teori substantif sama sekali tidak banyak mengalami
16

perkembangan dan juga tidak banyak mendapatkan perbaikan untuk melakukan


prediksi. Juga Erik Lane (1995) mengatakan model top-down menekankan pada
tanggung jawab, sedangkan bottom-up menekankan pada kepercayaan (Putra,
2003). Padahal kedua faktor ini sangat penting dalam implementasi kebijakan publik,
di mana kepercayaan merupakan modal utama yang sangat penting, namun faktor
ini tidak bisa menggantikan unsur tanggung jawab dalam implementasi kebijakan.
Sementara pandangan ahli lainnya, seperti hasil diskusi meta teori yang
komprehensif tentang teori-teori implementasi yang pernah dikembangkan oleh
Michael Hill dan Peter Hupe (2006) dalam implementing public policy. Mereka
mengemukakan bahwa antara suatu teori dan teori lainnya saling mengungguli. Hasil
persaingan terkini menunjukkan bahwa model top-down semakin tergeser oleh
model yang bottom-up dengan berkembangnya demokrasi. Karena itu, model yang
disimak sebagai ”sintesis” adalah yang bersifat bottom-up dan jaringan (Nugroho,
2009).
Bertitik tolak dari pandangan beberapa ahli yang mengkritisi kelebihan dan
kelemahan kedua pendekatan top-down dan bottom-up dari suatu berdebatan dalam
ranah teoritis dan praktis. Misalnya, argumen yang dikemukakan oleh Lewis dan
Plynn yang diikuti Parsons (1997, 2006), model top-down dan bottom-up cenderung
terlalu menyederhanakan kompleksitas implementasi. Oleh sebab itu, dalam
perkembangan studi implementasi kebijakan telah melahirkan suatu pandangan
alternatif dengan melihat situasi tersebut, yang mencoba untuk mengsintesis segala
kelebihan dari kedua model top-down dan bottom-up. Sebagaimana ditegaskan oleh
Sabatier (1986) yang senada pandangan Knoepfel dan Helmut (1982) serta Elmore
(1985) yang dikutip Putra (2003), dalam pernyataannya ”is to synthesize the best
features of the two appraches” (adalah melakukan sintesis pada ciri-ciri terbaik dari
kedua pendekatan top-down dan bottom-up).
Model sintesis dalam implementasi kebijakan publik, dalam banyak literatur
implementasi kebijakan publik, sebagaimana diungkapkan oleh Winter (2003) dan
Goggin, et.al, (1990), model sintesis ini bisa juga disebut model integratif.
Pendekatan integratif cukup beralasan, menurut Sabatier dalam Hawlett dan Rames
17

(2003), karena model sintesis memberikan penekanan yang menunjukkan adanya


saling melengkapi di antara kedua model tersebut, sebab model top-down berfokus
pada pencapaian tujuan suatu implementasi kebijakan, sementara model bottom-up
menitik beratkan pada pemecahan masalah implementasi kebijakan publik
(Suratman, 2009).
Pada akhirnya, keduanya Sabatier dan Mazmanian (1979, 1986) diikuti
Parson (2006) lebih mendukung dan menyepakati model sintesis gagasan teoretisi
top-down dan bottom-up menjadi enam syarat yang mencukupi dan mesti ada untuk
implementasi yang efektif dari tujuan kebijakan yang telah dinyatakan secara legal.
Adapun keenam syarat itu, adalah:
1) Tujuan yang jelas dan konsisten, sehingga dapat menjadi standar evaluasi legal
dan sumber daya;
2) Teori kausal yang memadai, dan memastikan agar kebijakan itu mengandung
teori yang akurat tentang bagaimana cara melahirkan perubahan;
3) Struktur implementasi yang disusun secara legal untuk membantu pihak-pihak
yang mengimplementasikan kebijakan dan kelompok-kelompok yang menjadi
sasaran kebijakan;
4) Para pelaskana implementasi yang ahli dan berkomitmen menggunakan
kebijaksanaan mereka untuk mencapai tujuan kebijakan;
5) Dukungan dari kelompok kepentingan dan penguasa di legislatif dan eksekutif;
6) Perubahan dalam kondisi sosio-ekonomi yang tidak melemahkan dukungan
kelompok dan penguasa atau tidak meruntuhkan teori kausal yang mendasari
kebijakan.
Sementara itu, Putra (2003) menegaskan bahwa untuk keperluan
mendudukkan dimensi kritis dari implementasi kebijakan publik, di sini akan
disilangkan atau dipadukan antara teori yang mewakili model pendekatan top-down
dengan teori yang mewakili model bottom-up, sebagai eksplanasi dalam berbagai
konteks untuk membuka atau memperlihatkan berbagai dimensi implementasi
kebijakan publik secara situasional. Karena melalui pendekatan sintesis ini dimana
problem yang ada pada proses implementasi kebijakan publik yang muncul pada
18

setiap pendekatan akan dapat teratasi dengan lebih baik. Sekaligus pendekatan
sintesis tersebut akan meminimalisir terjadinya kegagalan-kegagalan dalam
iplementasi kebijakan publik dari berhadapannya kedua pendekatan yang ada.
Aplikasi model sintesis ini di lapangan relatif lebih cenderung adaptif terhadap
karakteristik kebijakan publik yang akan di implementasikan, sehingga perlu juga
dilakukan pendekatan-pendekatan yang bersifat situasional dalam
mengimplementasikan suatu kebijakan tertentu. Para ilmuwan yang
mengembangkan pendekatan situasional (kontijensi) ini di dalamnya terdapat
Berman (1980), Richard Matland (1995), Helen Ingram (1990), Denise Scheberle
(1997) dan Howlett (2004), argumentasi pendekatan situasional ini bahwa
implementasi kebijakan banyak didukung oleh adaptabilitas implementasi kebijakan
tersebut. Dalam kaitan ini, Berman (1980) dan Howlett (2004) yang dikutip Hadi
(2007), mereka mempunyai pandangan yang sama bahwa implementasi sebagai
pertautan antara strategi implementasi dan situasi kebijakan serta dampak kebijakan
bergantung pada interaksi antara strategi implementasi serta berbagai kendalanya,
maka hendaknya strategi implementasi dirancang-bangun berdasarkan situasi dan
kendala-kendala tersebut. Oleh sebab itu, Berman menawarkan dua strategi
implementasi kebijakan, yakni pendekatan ”programmed” dan ”adaptive” yang
didasarkan pada situational paramater.
Menyangkut dengan situasional strategi implementasi, Berman (1980)
menjelaskan proposisinya bahwa ”jika situasi kebijakan dicirikan konteks
implementasi kebijakan yang disepakati bersama dan konflik yang kecil, maka
pendekatan programmed menjadi relevan”. Sementara itu, ”jika situasi kebijakan
berbanding terbalik, yaitu terjadinya konflik yang besar antara anggota dari sistem
implementasi dan tidak adanya struktur koordinasi terpecah-pecah serta ketika
lingkungan implementasi tidak stabil, maka pendekatan adaptive yang sesuai untuk
strategi implementasi kebijakan publik ini. Lebih jauh lagi, apabila situasi kebijakan
sudah sedemikian kompleks dan situasional paramaternya tidak bisa diidentifikasi
dengan jelas, baik Berman dan Howlett (dalam Hadi, 2007) menyarankan untuk
dipilah-pilahnya situasi dan lingkungan kebijakan dalam konteks yang lebih kecil,
19

sehingga ”mixed strategic approach” dalam setiap situasi dapat diterapkan.


Sehubungan dengan pandangan ini, Hadi (2007) menegaskan bahwa setiap situasi
kebijakan pada level pemerintahan dapat saja berbeda, sehingga menuntut strategi
yanag berbeda pula. Artinya, pendekatan atau strategi yang fleksibel sangat
diperlukan sesuai dengan situasi dan level organisasi di mana implementasi
kebijakan itu berlangsung.
Berdasarkan simpulan dari hasil analisis teoretik dari model sintesis
implementasi kebijakan tersebut, maka diasumsikan bahwa model sintesi ini
dianggap relevan untuk dijadikan acuan teori dalam menganalisis implementasi
kebijakan penanganan permukiman kumuh perkotaan. Dengan pertimbangan bahwa
model ini memiliki kelebihan praktis yang mampu mengintegrasikan pendekatan top-
down yang masih memerlukan intervensi kebijakan/program pemerintah ”dari atas”
dan pendektan bottom-up lebih dominan memanfaatkan prakarsa masyarakat secara
partisipatif melalui pemberdayaan masyarakat. Kelebihan lainnya, dalam suatu
kerangka waktu yang bersamaan mampu memadukan dua pendekatan tersebut
untuk mengimplementasikan kebijakan penanganan permukiman kumuh perkotaan.
Pada bagian ini yang dimaksudkan model pendektan top-down adalah suatu
model implementasi kebijakan yang penekanannya terpusat pada koordinasi,
kompilasi dan kontrol yang efektif terhadap manusia sebagai target group dan juga
peran dari aktor lain (Putra, 2003). Berdasarkan sudut pandang top-down
menunjukkan bahwa implementasi yang efektif membutuhkan rantai komando yang
baik dan kapasitas untuk mengkoordinasikan dan mengontrol yang baik. Pada
awalnya, pendekatan ini dipengaruhi oleh pemikiran Pressman dan Wiladavsky
(1973), mengatakan bahwa dalam implementasi kebijakan rantai komando harus
bisa menyatukan dan mengontrol sumber-sumber daya, dan sistem harus bisa
berkomunikasi secara efektif dan mengontrol individu dan organisasi yang terlibat
dalam pelaksanaan tugas.
Pada bagian ini hanya akan dikemukakan beberapa model mewakili model
top-down, seperti model dikembangkan oleh Daniel Mazmanian dan Paul A. Sabatier
(1983), yang disebut ”A Frame Work for Implementation Analysis” (kerangka analisis
20

implementasi). Kedua ahli ini berpendapat bahwa peran penting dari analisis
implementasi kebijakan publik ialah mengidentifikasi variabel-variabel yang
mempengaruhi tercapainya tujuan-tujuan formal pada keseluruhan proses
Implementasi. Proses implementasi kebijakan diklasifikasi menjadi tiga kategori
besar (Wahab, 2002; Nugroho, 2009). (1) variabel terkait dengan mudah-tidaknya
masalah yang akan dikendalikan, (2) variabel terkait kemampuan kebijakan
menstruktur proses implementasi, dan (3) variabel yang terkait dengan tahapan
dalam proses implementasi kebijakan.
Selain itu, terdapat pula model yang dikembangkan oleh Merilee S. Grindle
(1980) yang dikutip Kadji (2008). Model ini ditentukan oleh dua variabel utama, yaitu:
Isi kebijakan (content of policy) mencakup: (1) Kepentingan yang terpengaruhi oleh
kebijakan, (2) Jenis manfaat yang akan dihasilkan, (3) Derajat perubahan yang
diinginkan, (4) Kedudukan pembuat kebijakan, (5) Pelaksana program, dan (6)
Sumber daya yanag dikerahkan. Konteks implementasinya (contex implemetnation)
meliputi: (1) Kekuasaan, kepentingan, strategi aktor yang terlibat, (2) Karakteristik
lembaga dan penguasa, dan (3) Kepatuhan dan daya tanggap. Sementar itu,
dampak (impact) dari kebijakan adalah (1) Manfaat dari program, (2) Perubahan ;
dan (3) Peningkatan kehidupan kepada masyarakat.
Sementara Donald Van Meter dan Carl Van Horn (1975) yang dikutip dalam
Wahab (2002) dan Winarno (2008) memperkenalkan model yang disebutnya sebagai
”A Model of Plicy Implementtion Process (model proses implementasi kebijakan).
Asumsi model ini bahwa implementasi kebijakan berjalan secara linear dari kebijakan
publik, implementor, dan kinerja kebijakan publik. Beberapa variabel yang
dimaksudkan sebagai variabel mempengaruhi implementasi kebijakan publik adalah
(1) Ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan, (2) Sumber-sumber kebijakan, (3)
Karakteristik badan-badan pelaksana, (4) Komunikasi antar organisasi terkait dan
kegiatan-kegiatan pelaksanaan, (5) Kecenderungan sikap pelaksana, dan (6)
Kondisi ekonomi, sosial, dan politik.
Sedangkan Edward III (1980) memperkenalkan model implementasi yang
dikenal dengan ”Direct and Indirect Impact on Implementation”, menurut kerangka
21

pemikirannya bahwa keberhasilan implementasi kebijakan publik dipengaruhi oleh


faktor-faktor, yaitu: (1) Faktor komunikasi (communication, (2) Faktor sumber daya
(resourches), (3) Sikap pelaksana (dispositions or attitudes), dan (4) Struktur
birokrasi (bureacratic structure).
Sementara yang dimaksudkan dengan model implemntasi kebijakan publik
bersifat bottom-up sebagai model yang sangat memperhitungkan eksistensi jaringan
kerjasama para aktor, termasuk tujuan, strategi dan aksi mereka (Keban, 2004).
Sedangkan Winter dalam Peter dan Pierre (2003) mengatakan bahwa model bottom-
up ini menekankan pada hubungan antara pembuat kebijakan dengan pelaksana
kebijakan di lapangan. Sementara Parsons (2006) mengatakan bahwa model
bottom-up memandang proses sebagai sebuah negosiasi dan pembentukan
konsensus, dan para profesional punya peran penting dalam menjamin pelaksanaan
sebuah kebijakan, karena mereka punya kesempatan dan tanggung jawab untuk
mengontrol serta memberikan pelayanan.
Pada bagian ini, beberapa model dalam implementasi kebijakan yang dapt
dijadikan rujukan teoretis, seperti model implementasi yang dikembangkan oleh
Smith (1973) sebagai proses atau alur. Menurutnya model bottom-up ini memandang
implementasi kebijakan tidak berjalan secara linear atau mekanistis, tetapi membuka
peluang terjadinya transaksi melalui proses negosiasi, atau bargaining untuk
menghasilkan kompromi terhadap implementasi kebijakan yang berdimensi terget
group. Smith menyatakan bahwa ada empat variabel yang perlu diperhatikan dalam
proses implementasi kebijakan (Putra, 2003), yaitu: (1) idealized policy, yaitu suatu
pola interaksi yang diidealisasikan oleh perumus kebijakan dengan tujuan untuk
mendorong, mempengaruhi, dan meransang target group untuk
melaksanakannya,(2) target group, yaitu bagian dari policy stakeholders yang
diharapkan dapat mengadopsi pola-pola interaksi sebagaimana yang diharapkan
oleh perumus kebijakan. Karena mereka ini banyak mendapat pengaruh dari
kebijakan, maka diharapkan dapat menyesuaikan pola-pola perilakunya dengan
kebijakan yang dirumuskan, (3) implementing organization, yaitu badan-badan
pelaksana atau unit-unit birokrasi pemerintah yang bertanggung jawab dalam
22

implementasi kebijakan, (4) environmental fakctors, yaitu unsur-unsur di dalam


lingkungan yang mempengaruhi implementasi kebijakan (seperti aspek budaya,
sosial, ekonomi, dan poitik). Keempat variabel tersebut tidak berdiri sendri,
melainkan merupakan satu kesatuan yang saling mempengaruhi dan berinteraksi
secara timbal balik, oleh karena itu sering menimbulkan tekanan (tension) bagi
terjadinya transaksi atau tawar menawar antara formulator dan implementor
kebijakan.
Selain itu, model yang dikembangkan oleh Richard Elmore (1979), Michael
Lipsky (1971), dan Benny Hjern dan David O’Porter (1981), model ini dimulai dari
mengidentifikasi jaringan aktor yang terlibat dalam proses pelayanan terkait dengan
tujuan, strategi, aktivitas, dan kontak-kontak yang mereka miliki (Nugroho, 2009).
Para ahli tersebut berpendapat bahwa pada prinsipnya model implementasi tersebut
dapat dilihat pada tahapan-tahapan (Kadji, 2008), yakni: (1) mengidentifikasi jaringan
aktor yang terlibat, (2) jenis kebijakan publik yang mendorong masyarakat untuk
mengerjakan sendiri implementasi kebijakannya, atau masih melibatkan pejabat
pemerintah di level terbawah, (3) kebijakan yang dibuat sesuai dengan harapan,
keinginan publik yang menjadi target, dan (4) prakarsa masyarakat secara langsung
atau melalui lembaga swa daya masyarakat (LSM).
Sementara pendekatan Jan Marse (Kadji, 2008), juga memberikan penekanan
pada dukungan atau partisipasi masyarakat dalam proses implementasi kebijakan.
Asusmi model ini mengemukakan bahwa implementasi kebijakan dipengaruhi oleh
faktor-faktor, yaitu: (1) informsi, (2) isi kebijakan, (3) dukungan masyarakat (fisik dan
non fisik), dan (4) pembagian potensi. Khususnya dukungan masyarakat berkaitan
erat dengan partisipasi masyarakat sebagai salah satu stakeholder dalam proses
implementasi kebijakan program pembangunan dan kemasyarakatan.

C. Manajemen Implementasi Kebijakan


Implementasi kebijakan publik pada ruang lingkup capaian tujuan-tujuan
kebijakan dalam praktiknya di lapangan merupakan suatu kegiatan melakukan
intervensi. Menurut Nugroho (2009), implementasi kebijakan sejatinya adalah
tindakan (action) intervensi itu sendiri. Oleh sebab itu, untuk memahami
23

implementasi sebagai praktik, perlu digunakan kerangka berpikir dengan pendekatan


manajemen implementasi. Implementasi kebijakan dalam konteks manajemen
berada dalam kerangka organizing-leading-controlling. Jadi, ketika kebijakan sudah
dibuat, tugas selanjutnya adalah mengorganisasikan, melaksanakan kepemimpinan
untuk memimpin pelaskanaan, dan melakukan pengendalian pelaksanaan tersebut.
Secara rinci kegiatan menajemen implementasi kebijakan yang diadaptasi dari
pemikiran James A.F. Stoner, R. Edward Freeman, dan Daniel R. Gilbert,Jr. (1996)
dapat disusun secara berurutan (Nugroho, 2009), sebagai berikut:

Manajemen Implementasi Kebijakan


No Tahap Isu Penting
1 Implementasi Menyesuaikan struktur dengan strategi
Strategi
(Pra Implementasi) Melembagakan strategi
Mengoperasionalkan strategi
Menggunakan prosedur untuk memudahkan implementasi
2 Pengorganisasian Desain organisasi dan struktur organisasi
(Organizing) Pembagian pekerjaan dan desain pekerjaan
Integrasi dan koordinasi
Perekrutan dan penempatan sumber daya manusia (recruiting
& staffing)
Hak dan wewenang dan kewajiban
Pendelegasian (sentralisasi dan desentralisasi)
Budaya organisasi
3 Penggerakan dan Efektivitas kepemimpinan
kepemimpinan Motivasi
Etika
Mutu
Kerja sama tim
Komunikasi organisasi
Negosiasi
4 Pengendalian Desain pengendalian
Sistem informasi manajemen
Pengendalian anggaran/keuangan
Audit
Sumber: Nugroho (2009: 526)
Matriks di atas memperlihatkan tahapan dan rincian pekerjaan dalam
implementasi kebijakan. Namun demikian, untuk menyederhanakan, dapat dilihat
dalam model diagram berikut.
24

Apakah kebijakan publik dapat langsung


diimplementasikan

Tidak ya

Buat kebijakan Buat prosedur


pelaksana implementasi

Alokasikan sumber
daya

Implementasi basic good Sesuaikan


governace: prosedur
Transparansi .1 implementasi
Akuntabilitas .2 dengan sumber
Adil-wajar (fairness) .3 daya yang
Responsivitas .4 dipergunakan

Kendalikkan
pelaksanaannya

Evaluasi
Implementasi

Tahapan Implementasi Kebijakan (Nugroho, 2009)

Gambar di atas melukiskan bahwa inti permasalahan implementasi kebijakan


adalah bagaimana kebijakan yang dibuat disesuaikan dengan sumber daya yang
tersedia. Terlihat pula adanya keharusan implementasi good governance –prinsip
transparansi, akuntabilitas, adil/wajar, responsivitas− khususnya pada elemen
penyusunan prosedur implementasi dengan sumber daya yang dipergunakan.
Dengan demikian, Nugroho (2009) menegaskan bahwa implementasi kebijakan
publik perlu dikendalikkan dengan cerdas dan efektif agar tujuan kebijakan tercapai.
Pengendalian itu dapat dilakukan melalui: (1) orgnisasi pemerintahan, (2) organisasi
25

masyarakat, (3) organisasi media massa, (4) organisasi bisnis, (5) organisasi politik,
(6) organisasi kuasi negara −badan regulator− dan (7) tokoh masyarakat, melalui
jaringan atau secara individual.
Selain itu hal yang paling penting juga diperhatikan adalah perlu adanya
”diskresi” yaitu ruang gerak bagi individu pelaksana di lapangan untuk memilih
tindakan sendiri yang otonom dalam batas wewenangnya apabila menghadapi
situasi khusus, misalnya ketika kebijakan tidak mengatur dan atau mengatur yang
berbeda dengan kondisi lapangan. Karena diskresi adalah ”kehormatan fungsional”
sehingga dalam pelaksanaan kebijakan, pada tingkat tertentu selalu diperlukan
penyesuaian kebijakan dengan implementasi. Untuk itu, pelaksana kebijakan perlu
diberi ruang gerak untuk melakukan adaptasi tersebut sesuai dengan panduan
diskresi yang telah disepakati bersama.

D. Faktor-Faktor Berpengaruh Terhadap Keberhasilan Implementasi Kebijakan


Publik
Keberhasilan implementasi kebijakan publik kadangkala tidak hanya
memerlukan rasionalitas, tetapi juga kemampuan pelaksana kebijakan untuk
memahami dan merespon harapan-harapan yang berkembang di masyarakat, di
mana kebijakan publik tersebut akan diimplementasikan. Beberapa ahli yang
mengemukakan pandangannya tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
keberhasilan implementasi kebijakan di lapangan, seperti D.L Weimer dan A.R
Vining (1999) menyatakan bahwa ada tiga faktor umum yang mempengaruhi
keberhasilan implementasi kebijakan (dalam Keban, 2004), yaitu: (1) logika yang
digunakan oleh suatu kebijakan, yakni sampai seberapa benar teori yanag menjadi
landasan kebijakan atau seberapa jauh hubungan logis antara kegiatan-kegiatan
yang dilakukan dengan tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan, (2) hakikat
kerjasama yang dibutuhkan, yakni apakah semua pihak yang terlibat dalam
kerjasama telah merupakan suatu assembling yang produktif, dan (3) ketersediaan
sumber daya manusia yang memiliki kemampuan, komitmen untuk mengelola
pelaksanaan kebijakan tersebut.
26

Thompson dan Stricland (1992) mengatakan kunci suksesnya suatu


implementasi kebijakan sangat ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu: (1)
membutuhkan suatu komitmen, dukungan, disiplin, (2) motivasi dan kerja keras dari
semua top pimpinan, kepala-kepala unit kerja, karyawan dan para pelaksana serta
(3) dipengaruhi pula tingkat pendelegasian kewenangan pengambilan keputusan
atau kebijakan bagi para pimpinan unit kerja (Salusu, 2000). Menurut Sunggono
(1994), dilihat dari aspek hukum maka keberhasilan implementasi suatu kebijakan
publik sangat dipengaruhi oleh faktor manusia −para pelaksana− dengan berbagai
latar belakang sosial, budaya, suku, asal daerah, nilai-nilai, dan sikap masyarakat
setempat.
Berkaitan dengan hal tersebut, sangat relevan dengan pendangan Abdullah
(1988), implementasi kebijakan yang mengandung perubahan nilai dan
mengandalkan partisipasi dari kelompok sasaran dalam lingkungan masyarakat pada
tingkat lokal dengan menggunakan pendekatan informal selain jalur komunikasi
formal, akan lebih berhasil apabila: (1) diperkenalkan oleh orang yang dipandang
penting dan memiliki integritas dalam pandangan masyarakat yang bersangkutan, (2)
tidak bertentangan atau selaras dengan nilai-nilai budaya, adat atau agama dari
masyarakat yang bersangkutan, (3) isinya atau tujuan kebijakan diyakini
mendatangkan manfaat dan atau telah dikenal manfaatnya terlebih dahulu, (4) dalam
penerapan dan penyampaiannya disesuaikan dengan metode, teknik dan gaya
manajemen yang selaras dengan nilai-nilai budaya bangsa, termasuk nilai budaya
lokal yang hidup dalam masyarakat setempat.

E. Pola Penanganan Permukiman Kumuh Perkotaan


1. Konsep permukiman kumuh perkotaan
Di Indonesia, istilah permukiman kumuh (slums) sering digunakan para pakar
dan peneliti seperti Laquin (1980), Surbakti (1984), dan Suparlan (1993) untuk
menggambarkan keadaan permukiman kumuh yang dialami oleh penghuni yang
padat dan miskin, tingkat pendidikan yang rendah, tingakt pekerjaan sebatas buruh
kasar, dan kerawanan sosial tinggi. Akan tetapi banyak dari para ahli ilmu sosial
tersebut menjelaskan keadaan permukiman kumuh dalam artian fisik seperti kondisi
27

rumah yanag substandar, ketidakadaan prasarana seperti air bersih, jalan, drainase,
MCK dan penerangan listrik. Pandangan keadaan permukiman kumuh dalam artian
fisik inilah yang masih mendominasi dalam pengenalan upaya penanganan
permukiman kumuh tersbut (Effendi, 2007).
Pengertian permukiman kumuh (slum settlement) sering dicampuradukkan
dengan pengertian permukiman liar (squatter settlement). Menurut Direktorat
Jenderal Perumahan dan Permukiman Departemen Kimpraswil (2002), pada
dasarnya a squatter adalah orang yang menghuni suatu lahan yang bukan miliknya
atau bukan haknya, atau tanpa izin dari pemiliknya. Pengertian permukiman liar ini
mengacu pada legalitas, baik itu legalitas kepemilikan lahan/tanah, penghunian atau
permukiman, serta pengadaan sarana dan prasarananya. Permukiman liar ini
mempunyai sejumlah nama lain diantaranya adalah permukiman informal (informal
settlement), permukiman tidak resmi (unauthorized settlement), permukiman spontan
(spontaneous settlement) dan permukiman yang tidak terencana atau tidak terkontrol
(unplanned and uncontrolled settlement).
Berbeda dengan pengertian permukiman kumuh (slum) mengacu pada aspek
lingkungan hunian suatu komunitas. Permukiman kumuh dapat diartikan sebagai
suatu lingkungan permukiman yang telah mengalami penurunan kualitas atau
memburuk (deteriorisasi) baik secara fisik, sosial ekonomi maupun sosial budaya,
yang tidak memungkinkan dicapainya kehidupan yang layak bagi penghuninya,
bahkan dapat pula dikatakan bahwa para penghuninya benar-benar berada dalam
lingkungan yang sangat membahayakan kehidupannya. Dengan demikian,
penegasan pengertian yang melekat pada istilah slum settlement yang menunjuk
pada pemaknaan “permukiman kumuh” yang bersifat legal, dapat dibedakan dengan
istilah squatter settlement diartikan “permukiman liar”, yang kumuh bersifat ilegal
(Tampubolon, 2008).

2. Dampak dari masalah lingkungan permukiman kumuh perkotaan


Menurut Kirmanto (2007), lingkungan permukiman kumuh memberi dampak
yang bersifat multi dimensi diantaranya dalam dimensi penyelenggaraan
28

pemerintahan, tatanan sosial budaya, lingkungan fisik serta dimensi politis. Di bidang
penyelenggaraan pemerintahan, keberadaan lingkungan permukiman kumuh
memberikan dampak citra ketidakberdayaan, ketidakmampuan dan bahkan
ketidakpedulian pemerintah terhadap pengaturan pelayanan kebutuhan-kebutuhan
hidup dan penghidupan warga kota maupun pendatang dan pelayanan untuk
mendukung kegiatan sosial budaya, ekonomi, teknologi, ilmu pengetahuan, dan
sebagainya. Sedangkan dampaknya terhadap aspek politis adalah keberadaan
komunitas yang bermukim di lingkungan permukiman kumuh ini akan cenderung
menjadi lahan subur bagi kepentingan politis tertentu yang dapat dijadikan sebagai
alat negosiasi berbagai kepentingan. Fenomena ini apabila tidak diantisipasi secara
lebih dini akan meningkatkan eskalasi permasalahan dan kinerja pelayanan kota.
Dampak masalah yang ditimbulkan terhadap tatanan sosial budaya
kemasyarakatan adalah bahwa komunitas yang bermukim di lingkungan permukiman
kumuh yang secara ekonomi pada umumnya termasuk golongan masyarakat miskin
dan berpenghasilan rendah, seringkali dianggap sebagai penyebab terjadinya
degradasi kedisiplinan dan ketidaktertiban dalam berbagai tatanan sosial
kemasyarakatan. Sementara dampaknya dalam aspek lingkungan/hunian komunitas
penghuni lingkungan permukiman kumuh sebagian besar pekerjaan mereka adalah
tergolong sebagai pekerjaan sektor informal yang tidak memerlukan keahlian
tertentu, misalnya sebagai buruh kasar/kuli bangunan, sehingga pada umumnya
tingkat penghasilan mereka sangat terbatas dan tidak mampu menyisihkan
penghasilannya untuk memenuhi kebutuhan perumahan dan permukiman sehingga
mendorong terjadinya degradasi kualitas lingkungan yang pada gilirannya munculnya
permukiman kumuh.
Berdasarkan dengan pertimbangan dampak yang ditimbulkan dari keberadaan
permukiman kumuh perkotaan ini, maka dapat dilihat dari dampak positif dan negatif
nya. Menurut Hasil riset J.L Taylor (1972) dalam Daldjoeni (1997) mengungkapkan
segi lain yang bersifat positif dari masyarakat penghuni kawasan kumuh perkotaan,
di mana suasana hidup berat, karena asal mereka dari pedesaan, mereka masih
mampu menciptakan suasana hidup ramah dan bergotong-royong serta banyak yang
29

mampu meningkatkan hidup dan menjadikan perkampungan kumuh berubah


menjadi penghuni normal tanpa bantuan pemerintah. Lebih lanjut dari pespektif
negatif dapat dipahami kondisi kumuh perkotaan dikaitkan aspek pekerjaan dan
perilaku sosial, dapat dilihat dari hasil kajian yang dilakukan oleh Suparlan (1991),
menegaskan bahwa kumuh perkotaan ditandai dengan jumlah penduduknya terdiri
atas para penarik becak, pekerja pabrik/buruh kasar, pedagang kaki lima, pengemis,
dan tingkat kejahatan, kenakalan. Daldjoeni (1997) menambahkan bahwa tingkat
kejahatan dan kenakalan cukup tinggi mewarnai kehidupan kumuh perkotaan.

3. Karakteristik permukiman kumuh perkotaan


Menurut Prof. DR. Parsudi Suparlan (Kurniasih, 2007), karakteristik
pemukiman kumuh adalah:
a. Fasilitas umum yang kondisinya kurang atau tidak memadai;
b. Kondisi hunian rumah dan pemukiman serta penggunaan ruang-ruanganya
mencerminkan penghuninya yang kurang mampu atau miskin;
c. Adanya tingkat frekuensi dan kepadatan volume yang tinggi dalam penggunaan
ruang-ruang yang ada di pemukiman kumuh sehingga mencerminkan adanya
kesemrawutan tata ruang dan ketidakberdayaan ekonomi penghuninya;
d. Pemukiman kumuh merupakan suatu satuan-satuan komuniti yang hidup secara
tersendiri dengan batas-batas kebudayaan dan sosial yang jelas, yaitu terwujud
sebagai: (1) komuniti tunggal, berada di tanah milik negara, dan karena itu dapat
digolongkan sebagai hunian liar, (2) komuniti tunggal yang merupakan bagian
dari sebuah RT atau sebuah RW, dan (3) satuan komuniti tunggal yang terwujud
sebagai sebuah RT atau RW atau bahkan terwujud sebagai sebuah Kelurahan,
dan bukan hunian liar;
e. Penghuni pemukiman kumuh secara sosial dan ekonomi tidak homogen,
warganya mempunyai mata pencaharian dan tingkat kepadatan yang
beranekaragam, begitu juga asal muasalnya. Dalam masyarakat pemukiman
kumuh juga dikenal adanya pelapisan sosial berdasarkan atas kemampuan
ekonomi mereka yang berbeda-beda tersebut;
30

f. Sebagian besar penghuni pemukiman kumuh adalah mereka yang bekerja di


sektor informal atau mempunyai mata pencaharian tambahan di sektor informil.
Menurut laporan antara perencanaan peremajaan kota (uraban renewal) pada
kawasan metropolitan Makassar dan DED kawasan terpilih (Departemen PU, 2006:I-
7), ditegaskan bahwa kriteria kawasan kumuh yang umum:
a. Lebih dari 60% kondisi rumah kurang memenuhi syarat,
b. Tingakt kepadatan tinggi (>250 kk/ha),
c. Kurang terlayani oleh prasarana sarana dasar,
d. Umumnya penduduk tidak memiliki kamar mandi sendiri,
e. Tidak ada ruang fasilitas umum dan sosial, dan
f. Penataan lingkungan yang kurang baik.

4. Tipologi permukiman kumuh perkotaan


Menurut ilmu lingkungan yang diperkuat melalui hasil kajian lapangan
(Departemen Kimpraswil, 2002), secara umum tipologi permukiman kumuh dibagi
menjadi 7 (tujuh) klasifikasi, yaitu:
1) Permukiman kumuh nelayan, merupakan permukiman kumuh yang terletak di luar
area antara garis pasang tertinggi dan terendah dengan bangunan-bangunan
bukan tipe bangunan panggung, baik itu bangunan rumah tinggal atau bangunan
lainnya;
2) Permukiman kumuh dekat pusat kegiatan sosial ekonomi, merupakan
permukiman kumuh yang terletak di sekitar pusat-pusat aktivitas sosial-ekonomi,
seperti halnya lingkungan industri, pusat pelayanan ekonomi, pendidikan/kampus,
dan pusat-pusat pelayanan sosial-ekonomi lainnya;
3) Permukiman di pusat kota, merupakan permukiman kumuh yang terletak di
tengah kota (urban core), yang merupakan permukiman lama atau kampung-
kampung tengah kota atau lingkungan permukiman yang diindikasikan
mempunyai nilai warisan budaya yang tinggi dalam konfigurasi sebuah kota lama
(old city). Permukiman yang dimaksud di sini adalah suatu permukiman lama
yang mengalami kemerosotan kualitas lingkungan;
31

4) Permukiman kumuh di pinggir kota, merupakan permukiman yang berada di luar


pusat kota (urban fringe), yang pada umumnya permukiman kumuh ini tumbuh
dan berkembang di pinggiran kota sebagai konsekuensi dari perkembangan kota,
pertumbuhan penduduk yang sangat cepat serta tingkat perpindahan penduduk
dari desa ke kota yang sangat tinggi;
5) Permukiman kumuh di tepi sungai, adalah permukiman kumuh yang berada di
luar garis sempadan sungai (GSS);
6) Permukiman kumuh di daerah pasang surut, adalah permukiman kumuh yang
terletak di daerah antara garis pasang tertinggi dan terendah yang secara berkala
selalu terendam air pasang;
7) Permukiman kumuh di daerah rawan bencana, adalah permukiman kumuh yang
terletak di daerah rawan bencana alam, khususnya tanah longsor, gempa bumi
dan banjir.

5. Pola penanganan permukiman kumuh perkotaan berdasarkan konsep slum


upgrading
Berbagai pengalaman penerapan konsep slum upgrading yang telah
diterapkan pada berbagai negara berkembang, termasuk di Indonesia, yang
dianggap relevan untuk dibahas, yaitu: konsep On-Site Upgrading (Putra, 2009).
Konsep ini memiliki pengertian sebagai upaya perbaikan kondisi fisik, ekonomi dan
sosial sebuah kawasan hunian informal (kawasan kumuh) tanpa harus memindahkan
penghuni kawasan tersebut. Alternatif ini dianggap lebih murah dan manusiawi
dibandingkan memindahkan atau menggusur penghuni kawasan informal ke
kawasan lain. Namun pendekatan yang lebih komperhensif dapat membantu
masyarakat dalam perbaikan permukiman kumuh di kawasan tersebut, antara lain:
a. Perumahan: dengan cara memperbaiki perumahan di kawasan tersebut melalui
perbaikan bagian atau seluruh (pembangunan baru);
b. Lahan: mengatur dan memproses status kepemilikan lahan di kawasan tersebut
untuk jangka watu yang relatif panjang;
32

c. Pendapatan: meningkatkan pendapatan masyarakat dikawasan tersebut dengan


jalan mengembangkan UKM (usaha kecil dan menengah) dan peningkatan
kualitas kerja;
d. Fasilitas umum: memperbaiki kondisi fasilitas umum yang ada, seperti: tempat
pertemuan, arena bermain, dan lain-lain;
e. Akses pelayanan publik: meningkatkan akses dalam mendapatkan pendidikan
dan kesehatan;
f. Kesejahteraan masyarakat: membuat sebuah organisasi yang dapat membantu
masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan mereka, terutama sekali mereka
yang sangat membutuhkan.
Faktor-faktor yang menjadikan on-site upgrading sebagai pilihan yang
dianggap tepat dalam memecahkan permasalahan permukiman kumuh di perkotaan,
yaitu:
a. Memungkinkan agar masyarakat pemukim kawasan kumuh tetap bersatu dan
tidak tercerai-berai, sehingga antar anggota masyarakat menjadi lebih solid dan
terciptanya stabilitas sosial;
b. Mendorong partisipasi masyarakat yang lebih besar, dalam upaya perbaikan
kawasan kumuh;
c. Mendorong masyarakat untuk berinvestasi, dengan cara memperbaiki kondisi
tempat tinggal mereka namun dengan kepastian lahan untuk periode waktu yang
relative panjang;
d. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan juga kondisi tempat tinggal mereka,
dengan semakin baiknya kondisi mereka diharapkan dapat meminimalkan
ancaman penggusuran;
e. Memungkinkan masyarakat untuk membangun asset, sehingga meningkatkan nilai
dari asset yang mereka miliki dan pada akhirnya dapat dipergunakan bagi
kegiatan yang berkaitan dengan upaya peningkatan kesejahteraan, seperti
disewakan, dijual atau dijadikan jaminan;
f. Memperbaiki tata letak bangunan, di karenakan mereka memperbaiki kawasan
tersebut, mereka akan menyediakan ruang bagi fasilitas umum dan fasilitas sosial
33

sekaligus memperbaiki tata letak bangunan agar sesuai dengan standar


kesehatan;
g. Membangun kebanggaan bagi para penghuninya. Perbaikan kawasan kumuh
tidak hanya berupa melakukan perbaikan secara fisik namun dampak dari
perbaikan itu dapat membangun kebanggan dan kepercayaan diri bagi para
penghuninya. Meningkatkan pendapatan ketika mereka dapat mepergunakan
hunian yang telah diperbaiki untuk menambah pendapatan mereka, seperti usaha
informal lainnya.

F. Pendekatan Penanganan Permukiman Kumuh Perkotaan Berbasis


Pemberdayaan Komunitas Masyarakat Miskin
Menurut Krismanto (2003), pendekatan tridaya pada hakikatnya merupakan
pendekatan yang menekankan proses pemberdayaan “sejati” mendukung
pembangunan berkelanjutan, yaitu pemberdayaan manusia seutuhnya agar mampu
membangkitkan “ketiga daya” yang telah dimiliki manusia yaitu: (1) daya sosial agar
tercipta masyarakat efektif secara sosial, (2) daya ekonomi agar tercipta masyarakat
produktif secara ekonomi dan dan (3) daya pembangunan agar tercipta masyarakat
yang peduli dengan pembangunan lingkungan yang lestari. Selanjutnya Krismanto
(2003) mengemukakan bahwa starategi pemberdayaan komunitas masyarakat
miskin perkotaan ini dimaksudkan untuk: (1) Memberdayakan pelaku-pelaku
pembangunan strategis dan masyarakat agar mampu membangun dan
menanggulangi kemiskinan secara mandiri, melalui, (2) Membangun kapasitas
masyarakat miskin perkotaan untuk mampu membentuk serta melembagakan
kelembagaan representative masyrakat yang akuntabel terhadap masyarakat.
Kelembagaan masyarakat ini yang selanjutnya diperkuat kapasitasnya agar mampu
menjadi motor penggerak penggalian serta pelembagaaan nilai-nilai kemanusiaan
dan kemasyarakatan, (3) Penyediaan akses secara langsung ke sumber daya kunci
yang dibutuhkan masyrakat miskin, dalam bentuk Dana Bantuan Langsung
Masyarakat (BLM) yang dikelola kelembagaan masyrakat, yakni organisasi
masyarakat warga (BKM) secara transparan serta akuntabel, dan (4) Meningkatkan
34

kapasitas pemerintah daerah untuk bermitra dengan organisasi masyarakat warga


dalam penyediaan pelayanan umum, melalui penyediaan serta pengembangan
bantuan Penanggulangan Kemiskinan Terpadu (PAKET).
Sasaran pendekatan Tridaya adalah: (1) meningkatkan kesadaran
perorangan, keluarga, lingkungan dan komunitas untuk bertanggungjawab dalam
kaegiatan peningkatan kualitaas lingkungan permukiman kumuh, kegiatan
operasional dan pemeliharaannya; (2) meningkatkan kesadaran pemerintah lokal
guna menjalin hubungan yang lebih erat dengan masyarakat dan lingkunagannya;
(3) meningkatkan efektivitas pembiayaan keigatan; (4) terwujudnya mobilisasi
community capital; (5) terwujudnya sistem dan struktur komunitas yang
merefleksikan kondisi setempat dibandingkan pola yang seragam antar satu
komunitas dengan lainnya.

B AB III. METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Jenis Penelitian


Berdasarkan lokusnya, penelitian tentang model implementasi kebijakan
penanganan permukiman kumuh perkotaan di kota Makassar, dilaksanakan pada
tujuh kawasan permukiman kumuh dalam wilayah Kota Makassar, meliputi kelurahan
Rappocini (permukiman kumuh pusat kota), kelurahan Antang (permukiman kumuh
pinggir kota), kelurahan Cambaya (permukiman kumuh pusat sosial dan ekonomi),
kelurahan Lette (permukiman kumuh nelayan), kelurahan Balang Baru (permukiman
kumuh pinggir sungai/kanal), kelurahan Buloa (permukiman kumuh rawan bencana),
dan kelurahan Pampang (permukiman kumuh di daerah pasang surut).
Jenis penlitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan pendekatan
kualitatif dimaksudkan untuk memahami fenomena tentang implementasi kebijakan
penanganan permukiman kumuh perkotaan dalam upaya memberdayakan
komunitas masyarakat miskin secara holistik dan dengan cara mendeskripsikan
dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan
dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. Oleh sebab itu, pendekatan
35

kualtiatif ini menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur


analisis statistik atau cara kuantifikasi lainnya. Meskipun demikian, data kuantitatif
tetap sangat diperlukan dalam proses pengumpulan data dan informasi, dengan
maksud untuk memperkuat dan mendukung pembenaran hasil wawancara
mendalam dengan informan kunci, sehingga dapat memperkaya dan maempertajam
hasil analisis kualitatifnya.
Metode yang digunakan dalam penelitian kualitatif ini adalah studi kasus
karena lebih dimungkinkan dianalisis secara mendalam dan komprehensif dalam
mengekspresikan obyek penelitian ini. Metode kualitatif ini bertujuan untuk
menjelaskan kasus-kasus yang terkait dengan implementasi kebijakan penanganan
permukiman kumuh perkotaan dalam upaya memberdayakan komunitas masyarakat
mikin pada tujuh kawasan permukiman kumuh di wilayah kota Makassar. Dengan
demikian, data kasus yang diperoleh hanya berlaku untuk kasus implementasi pada
lima kawasan kumuh kota Makassar tersebut, sehingga tidak bertujuan untuk
digeneralisasikan atau menguji hipotesis tertentu, tetapi hanya mendeskripsikan dan
menafsirkan fenomena-fenomena yang terkait dengan fokus masalah penelitian ini.

B. Jenis dan Jumlah Fokus Penelitian


1. Identifikasi tipologi dan karakteristik kawasan permukiman kumuh perkotaan
dalam wilayah kota Makassar;
2. Proses implementasi kebijakan penanganan permukiman kumuh perkotaan dalam
memberdayakan masyarakat miskin secara fisik, ekonomi, dan sosial pada tujuh
kawasan permukiman kumuh kota Makassar;.
3. Kajian dan analisis pengembangan model sintesis implementasi kebijakan
penanganan permukiman kumuh perkotaan dg pelibatan koalisi aktor pelaksana
dlm kerjasama dan kemitraan dengan pemerintah, swasta, dan masyarakat sbg
upaya pemberdayaan masyarakat miskin kota Makassar.
36

C. Model/Rancangan Penelitian

LANGKAH PENELITIAN HASIL YANG DIPEROLEH


TAHAP I Identifikasi awal pada 7 kelurahan lokasi penelitian:

Observasi Lapang  Identifikasi awal tipologi/karakteristik permukiman kumuh,


(Analisis Klaster Permukiman  Identifikasi luas area kumuh tertangani/belum tertangani, jumlah
Kumuh) penduduk miskin (KBR), keadaan rumah kumuh, kondisi
infrastruktur terbagun, Profil kelurahan, dll
Hasil pelaksanaan pada 7 kelurahan lokasi penelitian:

Observasi Terfokus (Tertutup  Hasil pemberdayaan komunitas masyarakat miskin


dan terbuka) dan Pengumpulan  Kondisi kelembagaan (LPM, BKM, TPM, KSM, KPP)
Data Sekunder  Dokumen hasil pelaksanaan program penanganan
 Dokumen perencanaan
 Dokumen kebijakan/SOP
 Struktur organisasi Pelaksana , dll
Disesuaikan fokus masalah penelitian:
Wawancara mendalam Informan
1. Terpetakan tipologi (karakteristik) kawasan permukiman kumuh
Kunci dengan Instrumen Kota Makassar
Terstruktur, Semi Terstruktur, 2. Terdapatnya hasil analisis proses implementasi kebijakan dalam
Bebas memberdayakan masyarakat miskin kota secara fisik lingkungan,
ekonomi, dan sosial
3. Terdapatnya hasil kajian/analisis pengembangan model sintesis
TAHAP II implementasi kebijakan penanganan permukiman kumuh perkotaan
 Terfokus pada peimpinan kolektif BKM, TPM, KSM, KPP, LPM
kelurahan, Fasilitator kelurahan, dan tokoh masyarakat
 Penjaringan data/informasi yang belum terjaring dalam wawancara
Pelaksanaan FGD mendalam dengan informan utama/biasa
 Mengkroschek kebenaran data/informasi hasil wawancara
mendalan tahap I
 Menggali data/informasi mendalam pertanyaan-pertanyaan terkait
indikator fokus masalah penelitian.
TAHAP III
Menhasilkan data yang dapat dipercaya/kredibel terhadap hasil
penelitian kualitatif; tahapan kegiatan:Perpanjangan pengamatan,
Pengabsahan Data peningkatan ketekunan dalam penelitian, trianggulasi, diskusi dengan
teman sejawat, analisis kasus negatif, dan member check.

Melakukan kegiatan Koleksi/Catatan, reduksi data, penyajian data,


Analisis Data verifikasi data, penarikan kesimpulan, dan analisis teori.

TAHAP IV
Kesimpulan akhir penelitian:

Penarikan Kesimpulan dan  Simpulan terhadap tiga rumusan masalah/tiga tujuan penelitian
Penyusunan Proposisi  Usulan saran dan rekomendasi penelitian
 Penyusunan proposisi hasil penelitian berdasarkan hasil analisis teori
(konstruksi, rekonstruksi, dekonstruksi teori)
37

Penelitian tentang model implementasi kebijakan penanganan permukiman


kumuh perkotaan ini sebagai upaya memberdayakan komunitas masyarakat miskin,
yang menggunakan pendekatan kualitatif, sehingga Instrumen penelitiannya adalah
peneliti sendiri yang berfungsi sebagai perencana, menetapkan fokus penelitian,
memilih informan sebagai sumber data, pelaksana pengumpulan data, menilai
kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan hasil
penelitiannya. Peneliti sebagai instrumen penelitian menggunakan beberapa alat
kelengkapan yang meliputi: (1) pedoman wawancara, (2) Pedoman observasi
terfokus, (3) Pedoman FGD, (4) Format Pengumpulan data sekunder, dan (5)
catatan dokumen.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam pengembangan instrumen,
khususnya pedoman wawancara/daftar pertanyaan yang diberikan kepada informan
adalah: (1) merumuskan fokus/inti masalah dan indikator dari setiap fokus masalah,
(2) membuat tabel matriks pengembangan instrumen –rumusan masalah, fokus
masalah, indikator fokus, deskriptor indikator, sumber data, dan nomor-nomor
item/butir-butir pokok pertanyaan,− dan (3) membuat daftar pertanyaan dengan
berpedoman/mengacu pada deskripsi fokus-fokus masalah, yaitu: Isi kebijakan,
proses implementasi kebijakan, faktor pendukung/penghambatnya, peran koalisi
aktor pelaksana, nilai manfaat bagi pemerintah kota dan warga masyrakat dan
kinerja sebagai hasil capaian implementasi kebijakan, dan (4) membuat pedoman
FGD.
Guna memberikan acuan dalam proses tahapan pelaksanaan paenelitian
kualitatif ini, maka sangat perlu suatu desain penelitian yang digambarkan secara
sistematik sebgai berikut.
38

D. Obyek Penelitian/Unit analisis


Unit analisis yang akan dijadikan sebagai obyek penelitian kualitatif ini adalah
individu dan lembaga yang berperan sebagai aktor pelaksana kebijakan program
NUSSP, baik di tingkat pemerintah maupun di tingkat warga masyarakat pada lima
kawasan permukiman kumuh (lima kaelurahan) sasaran program NUSSP dalam
wilayak kota Makassar.
Sumber data dari informan kunci (kelompok pemerintah, konsultan
manajemen, swasta/lembaga keuangan, dan kelompok kemasyarakatan) yang
ditentukan secara purposive pada tahap awal dan dalam pengembangannya di
lapangan dilakukan dengan cara snowball sampling sampai diperoleh data dan
informasi yang lengkap dan menunujukkan tingkat kejenuhan. Yang termasuk dalam
kategori informan kunci meliputi: Walikota Makassar, Anggota DPR (komisi
anggaran), Anggota Auditor BPK, BPKP, KPKN, Badan Pertanahan, BKP4D, Kepala
Dins Pekerjaan Umum (Kepala Kantor Koordinasi Daerah/Local Coordinting office
“LCO” NUSSP), Kepala Satker NUSSP Kota Makassar, Team Leader NUSSP
Wilayah II Sulawesi, Koordinator Area NUSSP RMO 3 Wilayah Sulawesi,
Koordinator Kota (Korkot) 3 Makassar/Gowa, Tim Ahli NUSSP Wilayah Sulawesi,
Konsultan Pengadaan Tkt Wilayah/RPT, Kontraktor Pelaksana Pembangunan,
Fasilitator Kelurahan (Faskel NUSSP), Camat, Lurah, Ketua BKM (UPL, UPK, UPS),
TPM, Ketua KSM dan Ketua KPP, pimpinan PT. Permodalan Nasional Madani,
pimpinan Lembaga Keuangan Lokal (BMT, Koperasi), Bank Tabungan Negara
(BTN), LSM, LPM Kelurahan, Tokoh Masyarakat, dan warga masyarakat miskin.
Data diperoleh dari sumber data primer dan sekunder yang terkait dengan
implementasi kebijakan penanganan permukiman kumuh perkotaan berbasis
pemberdayaan komunitas masyarakat miskin, pada tujuh kawasan permukiman
kumuh di wilayah kota Makassar. Data primer diperoleh dari hasil wawancara
mendalam dan FGD dengan informan kunci serta hasil observasi terfokus yang
dilakukan peneliti. Sedangkan data sekunder diperoleh dari data yang telah diolah
sebelumnya oleh pihak institusi terkait, seperti dokumen isi kebijakan, luas area
kawasan kumuh, keadaan jumlah penduduk miskin/kumuh, keadaan rumah kumuh,
39

luas wilayah kelurahan, profil kelurahan, dan kondisi pembangunan jalan


setapak/lingkungan, sanitasi lingkungan, persampahan, penerangan jalan lingkungan
serta kondisi sosial ekonomi masyarakat miskin di wilayah permukiman kumuh kota
Makassar.

E. Teknik Pengumpulan Data/Informasi


Teknik pengumpulan data disesuaikan dengan tujuan penelitian. yang
meliputi:
1. Teknik wawancara, merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan
melakukan wawancara kepada informan kunci. Teknik wawancara yang
digunakan ialah wawancara mendalam (indepth interview) yang bersifat
terstruktur atau semi terstruktur dan bersifat terbuka atau tertutup yang dilakukan
secara situasional kepada inforrman kunci penelitian ini. Dengan segala
keterbatasan peneliti dalam hal merekam dan mengingat data/informasi dijaring di
lapangan serta agar hasil wawancara dapat terekam dengan maksimal, maka
peneliti dalam melakukan wawancara mendalam menggunakan alat bantu, sperti:
tape recorder dan kamera digital serta alat perekam lainnya.
2. Melakukan FGD (Focus Group Discussion), melalui diskusi kelompok terfokus
dimaksudkan untuk lebih mendalami beberapa isu dan data yang tidak terjaring
dalam wawancara mendalam, akan diperdalam lagi pada kegitan FGD bersama
dengan pimpinan kolektif BKM, UPL, UPK dan KSM dengan melibatkan tokoh
masyarakat dan LPM kelurahan, serta untuk melakukan konfirmasi dan cross
chek jawaban dari setiap informan kunci yang sudah diwawancarai.
3. Observasi terfokus, yaitu peneliti melakukan pengamatan langsung terhadap
hasil-hasil yang dicapai pasca implementasi program di setiap kelurahan sasaran
pada tujuh kawasan kumuh kota Makassar, khusus berkaitan dengan
pemanfaatan pembangunan infrastruktur jalan setapak, jalan lingkungan,
drainase mikro, sanitasi lingkungan, persampahan dan penerangan listrik; serta
hasil pemanfaatan pinjaman dana untuk perbaikan rumah dari lembaga keuangan
lokal (LKL) dan lainnya.
40

4. Dokumen, yang dibutuhkan ialah berbagai dokumen tertulis maupun tidak tertulis
yang menunjukkan atau menggambarkan data dan informasi penting yang
berhubungan dengan dasar kebijakan penanganan permukiman kumuh
perkotaan, seperti; Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri,
Peraturan Daerah, perjanjian, atau kesepakatan bersama pemerintah pusat dan
pihak bank pembangunan Asia, pedoman umum NUSSP; dokumen hasil survai
kampung sendiri (SKS), perencanaan, hasil sosialisasi, dokumen lokasi/luas
kawasan kumuh yang tertangani, serta dokumen lainnya yang diperlukan sesuai
dengan kebutuhan penelitian ini di lapangan. Juga dilakukan penelusuran
dokumen-dokumen melalui internet dan foto-foto kegiatan pelatihan serta foto-
foto lokasi sasaran progran penganan permukiman kumuh sebelum dan setelah
implementasi kebijakan.

F. Pemeriksaan Keabsahan Data


Mengingat keterbatasan peneliti sebagai instrumen dalam kegiatan penelitian
kualitatif ini, sehingga sangat dimungkinkan terjadinya bias dalam pengumpulan data
dan informasi dari lapangan, menyebabakan tingkat keabsahan relatif diragukan
dalam penelitian ini. Oleh sebab itu, diperlukan teknik pemeriksaan keabsahan data
dengan menggunakan mekanisme dan teknik tertentu untuk mengatasi keraguan
terhadap hasil penelitian ini. Kegiatan pengabsahan data ini, peneliti melakukan
beberapa kegiatan yaitu:
1. Memperpanjang masa observasi untuk melakukan kegiatan pengamatan kembali
di lapangan dengan mengfokuskan pada pengujian terhadap data yang telah
diperoleh setelah dicek kembali ke lapangan benar atau tidak, berubah atau tidak.
2. Meningkatkan ketekunan dengan melakukan pengamatan secara lebih cermat
dan berkesinambungan;
3. Melakukan trianggulasi dengan cara pengecekan data dengan menggunakan
metode trianggulasi peneliti (kejujuran peneliti), metode, sumber data, teori, serta
trianggulasi teknik, dan waktu;
4. Menganalisis kasus negatif dengan cara mencari data yang berbeda atau
bertentangan dengan data yang telah ditemukan; apabila tidak ada lagi data yang
41

berbeda atau bertentangan dengan temuan berarti data yang sudah ditemukan
sudah dapat dipercaya;
5. Menggunakan bahan referensi untuk memberikan dukungan pembuktian data
yang telah ditemukan oleh peneliti, setiap hasil wawancara dengan informan
kunci perlu didukung hasil rekaman wawancara dan foto-foto diperlukan
mendukung setiap data yang terkait interaksi manusia atau gambaran suatu
fenomena dengan menggunakan alat bantu seperti camera dan alat perekam
suara;
6. Mengadakan member check untuk pengecekan data yang diperoleh peneliti
kepada pemberi data, sehingga dapat diketahui seberapa jauh data yang
diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh peneliti.

G. Teknik Analisis Data


Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan
data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu.
Kegiatan analisis data penelitian kualitatif ini dilakukan secara interaktif dan
berlangsung terus menerus sampai tuntas melalui beberapa langkah kegiatan secara
sistematis, yakni data collection, data reduction, data display, conclutions
(drawing/verifying), secara rinci dijelaskan sebagai berikut:
1. Koleksi/Catatan data, merupakan merupakan aktivitas mengoleksi data yang
diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, baik dari hasil wawancara
mendalam, FGD, dan observasi terfokus maupun data yang diperoleh dari hasil
pencatatan dokumentasi. Kemudian data/informasi yang telah dikoleksi tersebut
dicatat secara teliti oleh peneliti;
2. Reduksi data, melakukan penyederhanaan, pengabstraksian dan
pentransformasian terhadap data yang diperoleh dari lapangan secara terus
menerus selama penelitian berlangsung. Pada tahap ini, peneliti melakukan
penamaan dan membuat kategorisasi atas fenomena dengan cara mempelajari
data secara teliti terkait fenomena tersebut. Hasil pengkategorian atas fenomena
tersebut, selanjutnya diamati dengan cermat, dilakukan pembandingan satu
kategori atas fenomena dengan yang lainnya untuk menemukan persamaan dan
42

perbedaan serta menjelaskan fenomena apa berdasarkan data yang didapatkan.


Kemudian peneliti melakukan konseptualisasi dengan cara memisahkan hasil
observasi, sebuah kalimat, sebuah paragraf dan memberi nama kejadian,
pemikiran dengan suatu nama yang kira-kira dapat menerangkan fenomena
tersebut. Selanjutnya, fenomena-fenomena yang telah dikelompokkan kemudian
disusun dalam daftar sesuai dengan pertanyaan penelitian.
3. Penyajian data dilakukan dalam bentuk narasi, matriks, skema, diagram, dan
gambar, berujuan untuk lebih memudahkan dalam membuat kesimpulan. Dalam
hal ini peneliti menyatukan kembali keseluruhan data terpilih yang telah
dikategorisasi berdasarkan sifat dan dimensinya, kemudian mencari hubungan
antara satu kategori dengan sub kategorinya untuk menemukan beberapa kategori
utama yang terkait dengan fokus masalah penelitian ini. kemudian dilakukan
upaya menentukan spesifikasi kategori dalam arti kondisi yang menyebabkan
timbulnya kategori tersebut, yaitu (1) konteks yang menyertai, (2) strategi
tindakan/interaksi dalam rangka menangani kategori tersebut, (3) apa konsekuensi
atas strategi tersebut. Juga peneliti menentukan secara cermat properti/sifat dari
suatu tindakan/interaksi meliputi rangkaian proses dan tujuan ingin dicapai yang
berpengaruh terhadap suatu fenomena, menjelaskan sebab—sebab suatu
tindakan yang gagal, dan kondisi yang mempengaruhinya, baik bersifat
mendukung maupun menghambat.
4. Verifikasi dan penarikan kesimpulan, yaitu melakukan pemeriksaan terhadap data
yang didapat dengan berupaya mencari makna, mencatat keteraturan pola,
hubungan sebab akibat antar kategori inti dan sub kategori lainnya dan
perbandingan hubungan antar kategori, guna menemukan kategori inti yang akan
dijadikan referensi sebagai suatu kesimpulan. Prosedur selanjutnya dalam proses
analisis data kualitatif ini adalah menarik narasi dari hasil kesimpulan tersebut
menjadi suatu narasi yang utuh dalam bentuk proposisi. Juga peneliti melakukan
analisis data melalui teori-teori, dengan cara membahas kesimpulan-kesimpulan
hasil penelitian dan proposisi yang dihasilkan. Analisis teori ini bukan ditujukan
untuk menguji suatu teori, tetapi ditujukan untuk mendapatkan ketajaman yang
43

lebih terhadap teori yang dikembangkan dari data yang ditemukan di lapangan.
Analisi ini pula dapat berupa konstruksi teori, rekonstruksi teori ataupun
dekonstruksi teori yang sudah ada.
44

BAGAN ALIR PENELITIAN


45

BAB IV. JADWAL PELAKSANAAN

Secara rinci jadwal pelaksanaan penelitian tahun I dapat dilihat pada tabel berikut:
BULAN
JENIS
NO April Mei Juni Juli Agus Sep Okt Nov Des
KEGIATAN 2013 2013 2013 2013 2013 2013 2013 2013 2013
1 Penyusunan
Minggu
Instrumen I - II
penelitian
2 Seminar/peman-
Minggu
tapan instrumen III
Penelitian
3 Pengumpulan Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu
Data IV I - IV I - IV I - IV I - IV
4 Pengolahan Minggu Minggu Minggu
Data I - IV I I- IV I - IV
5 Analisis Data Minggu Minggu
I - IV I - IV
6 Seminar hasil Minggu
Penelitian I
7 Penyusunan Minggu Minggu Minggu
Laporan II - IV I - IV I - II
8 Pengiriman Minggu
Laporan III - IV

Jadwal pelaksanaan penelitian tahun II dapat dilihat pada tabel berikut:


BULAN
JENIS
NO April Mei Juni Juli Agus Sep Okt Nov Des
KEGIATAN 2014 2013 2014 2013 2014 2014 2014 2014 2014
1 Penyusunan
Minggu
Instrumen I - II
penelitian
2 Seminar/peman-
Minggu
tapan instrumen III
Penelitian
3 Pengumpulan Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu
Data IV I - IV I - IV I - IV I - IV
4 Pengolahan Minggu Minggu Minggu
Data I - IV I I- IV I - IV
5 Analisis Data Minggu Minggu
I - IV I - IV
6 Seminar hasil Minggu
Penelitian I
7 Penyusunan Minggu Minggu Minggu
Laporan II - IV I - IV I - II
8 Pengiriman Minggu
Laporan III - IV
46

Jadwal pelaksanaan penelitian tahun III dapat dilihat pada tabel berikut:
BULAN
JENIS
NO April Mei Juni Juli Agus Sep Okt Nov Des
KEGIATAN 2015 2015 2015 2015 2015 2015 2015 2015 2015
1 Penyusunan
Minggu
Instrumen I - II
penelitian
2 Seminar/peman-
Minggu
tapan instrumen III
Penelitian
3 Pengumpulan Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu
Data IV I - IV I - IV I - IV I - IV
4 Pengolahan Minggu Minggu Minggu
Data I - IV I I- IV I - IV
5 Analisis Data Minggu Minggu
I - IV I - IV
6 Seminar hasil Minggu
Penelitian I
7 Penyusunan Minggu Minggu Minggu
Laporan II - IV I - IV I - II
8 Pengiriman Minggu
Laporan III - IV
47

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Said Zainal. 2006. Kebijakan Publik. Jakarta: Suara Bebas.


Adi, Isbandi Rukminto. 2008. Intervensi Komunitas Pengembangan Masyarakat Sebagai
Upaya Pemberdayaan Masyarakat. Rajawali: Jakarta.
Al fatih, Andy. 2010. Implementasi Kebijakan dan Pemberdayaan Masyarakat (Kajian
pada Implementasi Program Kemitraan dalam rangka Memberdayakan Usaha
Kecil). Unpad Press: Bandung.
Anderson, J.E. 1984. Public Policy Making. New York. CBS College Publishing.
Bappenas. 2009. Kajian Hasil Focused Group Discussion Menanggulangi
Kemiskinan Melalui Pembangunan Perumahan Dan Permukiman. Direktorat
Permukiman dan Perumahan Kementerian Negara Perencanaan
Pembangunan Nasional/BAPPENAS, 22-24 April 2009 di Jakarta.
Bintang, Darmawan, dkk. 2006. Kajian Pelaksanaan Gerakan Pembangunan
Pengentasan Masyarakat Miskin. Balitbangda, Makassar.
Bungin, H.M. Burhan. 2008. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan
Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana.
Departemen Kimpraswil, 2002. Konsep Pedoman Umum Peningkatan Kualitas
Lingkungan Permukiman Kumuh. Dirjen Perumahan dan Permukiman.
Jakarta.
Dirjen Perumahan dan Permukiman, 2002. Pedoman Umum: Peningkatan Kualitas
Lingkungan Permukiman Kumuh. Jakarta: Departemen Permukiman dan
Prasarana Wilayah.
Dirjen Perumahan dan Permukiman, 2002. Rencana Strategis Peningkatan Kualitas
Lingkungan Permukiman Kumuh. Jakarta: Departemen Permukiman dan
Prasarana Wilayah.
Dirjen Cipta Karya. 2009. Membangun Pilar Harapan: NUSSP 2005-2009. Jakarta:
NUSSP-Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta: NUSSP-Departemen
Pekerjaan Umum.
Dirjen Cipta Karya. 2009. Best Practices: NUSSP Mendorong Keberdayaan
Mengatasi Kumuh Pekotaan. Jakarta: NUSSP-Departemen Pekerjaan Umum.
Domai, Tjahjanulin. 2010. Kebijakan Kerjasama Antar Daerah dalam Perspektif
Sound Governance. Surabaya: Janggala Pustaka Utama.
Efendi, Jauhari. 2007. Perubahan Kondisi Permukiman Kumuh Perkotaan dan
Perkembangan Karakteristik Pola Penanganannya. Disertasi Program Studi
Perencanaan Wilayah dan Kota: Institut Tekbologi Bandung.
Engineering and Management Consultant, 2002. Kajian Aspek sosial Budaya dan
Ekonomi Masyarakat untuk Mendukung Penanganan Permukiman Kumuh Di
Perkotaan. Laporan akhir. Jakarta: PT. Citra Murni Semesta.
Gilbert, A., dan Josef, Gugler. 1996. Urbanisasi dan Kemiskinan di Dunia Ketiga.
Penerjemah Anshori dan Juanada. Yogyakarta: PT Tiara Wacana.
Goggin, M.L. and et.al. 1990. Implementation Theory and Practice: Toward a Third
Generation. USA. Foresman and Company.
48

Hadi, Astar. 2007. Membaca Michael Howlett: Menuju Implementasi Kebijakan Sosial
Posmodern. Online, http://astarhadi.blogspot.com. Diakses 20 September
2009.
Halim, Deddy Kurniawan. 2008. Psikologi Lingkungan Perkotaan. Jakarta: Bumi
Aksara.
Hamidi. 2008. Metode Penelitian Kualitatif. Malang: Universitas Muhammadiayah
Malang.
Haming, Murdifin, et.al. 2006. Strategi dan Model Pengentasan kemiskinan di
Sulawesi Selatan. Hasil Penelitian atas kerjasama UMI dengan Balitbangda
Sulsel, Makassar.
Hermana, H. Dody. 2006. Kebijakan Publik dan Problema Kemiskinan di Indonesia.
Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Transformasi Kebijakan Publik
dan Kebijakan Bisnis dalam Upaya Memecahkan Problem Kemiskinan di
Indonesia. Bandung: Fisipol Universitas Katolik Parahyangan dan BKLPIAI.
Huraerah, Abu. 2008. Pengorganisasian dan Pembangunan Masyarakat: Model dan
Strategi Pembangunan Berbasis Kerakyatan. Bandung: Humaniora.
Islamy, M. Irfan. 2001a. Seri Policy Analysis. Malang: Program Pasca Sarajana
universitas Brawijaya Malang.
. 2001b. Prinsip-prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara.
Cet kesepuluh. PT. Bina Aksara, Jakarta.
Kadji, Yulianto. 2008. Implementasi Kebijakan Publik: dalam Perspektif Realitas.
Tulungagung: Cahaya Abadi.
Komaruddin. 1997. Menelusuri pembangunan perumahan dan permukiman.
PT.Rakasindo, Jakarta: Yayasan REI.
Keban, Yeremias T, 2004. Administrasi Publik: Konsep, Teori dan Isu. Yogyakarta:
Gava Media.
Kirmanto, Djoko. 2007. Kebijakan dan Strategi Nasional Penataan Lingkungan
Permukiman Kumuh. Direktur Jenderal Perumahan dan Permukiman. Online.
http.perencanaankota.blogspot.com. (Friday, December 14, 2007). Diakses 15
April 2009.
Krismanto, Imam, et.al. 2003. Pedoman Umum Proyek Penanggulangan Kemiskinan
Di Perkotaan (P2KP). Jakarta: Direktur Jenderal Perumahan dan
Permukiman-Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah RI.
Krismanto, Imam, et.al. 2004. Supplemen Penyempurnaan Pedoman Umum Proyek
Penenggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP): Bersama Membangun
Kemandirian, dalam Pengembangan Masyarakat Menuju Perumahan dan
Permukiman yang Berkelanjutan. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum
Direktorat Jenderal Cipta Karya.
Masjkuri, Siti Umajah. 2007. Perbaikan Kampung Komprehensif dan Dampaknya
Terhadap Kesejahteraan Sosial serta Kemandirian Masyarakat Miskin
Kampung Kumuh Di Kota Surabaya. Disertasi, Program Pasca Sarjana
Universitas Airlangga Surabaya.
Menpera. 2007. Laporan pendahuluan: Strategi dan Program Penanganan Kawasan
Kumuh Perkotaan Tahun Anggaran 2007. Kementerian Negara Perumahan
49

Rakyat Keduputian Bidang Perumahan Formal. Jakarta: P.T Kanta Karya


Utama.
Menteri Pekrjaan Umum. 2008. Menuju Pembangunan Perkotaan Bebas Kumuh
2025. Speech-Paper Disampaikan pada Seminar Sesi I dalam Acara
Peringatan Hari Habitat Dunia 2008 Di Bali, 30 Oktober 2008.
Moleong, Lexy J. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nazwar. 2003. Koalisi Aktor dalam Implementasi Kebijakan (suatu kajian tentang
koalisi aktor dalam implementasi kebijakan manajemen peningkatan mutu
berbasis sekolah (MBS) di Sekolah Dasar Kota Solok).
NMC NUSSP. 2006. Pembangunan Perumahan dan Permukiman Berbasis
Kebutuhan Komunitas. Makalah disampaikan pada Pelatihan Nasional
Koordinasi Pelaksanaan NUSSP, tanggal 11-13 Desember 2006 di Jakarta.
NMC NUSSP. 2007. Profil Nasional NUSSP. Online. http://www.nussp.or.id. Diakses
15 April 2009.
Nugroho, Heru. 1995. Kemiskinan, Ketimpangan dan Pemberdayaan. Aditya Media,
Yogyakara
Nugroho, Riant. 2003. Kebijakan Publik: Formulasi, Impelementasi dan Evaluasi.
Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
, 2009. Public Policy: Teoiri Kebijakan, Analisis
Kebijakan, Proses Kebijakan. Edisi Revisi. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.
Nurani, Farida. 2010. Model advocacy coalitions framework (ACF) dalam Analisis
subsistem kebijakan pada formulasi kebijakan. Dalam Falih Suaedi dan
Bintoro Wardiyanto (ed.). Revitaliasi Administrasi Negara: Reformasi Birokrasi
dan E-Governance. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Nurasa, Heru. 2010. Model Pengembangan Unit Pengelolaan Keuangan (UPK)
serta Penguatan Manajemen Kelompok (Pokmas) pada Progrm
Pengembangan Kecamatan (PPK). ISSN 2086-1338 Vol.1 No.1 Januari 2010.
Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fisip Unpad Bandung.
Nurmadi Achmad. 2006. Manajemen Perkotaan: Aktor, Organisasi, Pengelolaan
Daerah Perkotaan dan Metropolitan Di Indonesia. Yogyakarta: Sinergi
Publishing.
Panudju, Bambang. 1998. Sistem Pengadaan Perumahan Kota dengan Peran Serta
Masyarakat Berpenghasilan Rendah, Disertasi Pascasarjana ITB, Bandung.
Patilima, Hamid. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Purwanto, Erwan Agus. 2004. Revitalisasi Studi Impelemementasi Kebijakan Publik.
JKAP: Jurnal Kebijakan dan Administrasi Publik. UGM, Terkareditasi oleh
Dikti. ISSN. 0852-9213. Magister Administrasi Publik (MAP UGM). Volume 8
Nomor 2 (November 2004) (ha. 41-53).
Parsons, Wayne. 2006. Public Policy: Pengantar Teori & Praktik Analisis Kebijakan.
Terjemahan oleh Tri Wibowo Budi Santoso (Ed.1 Cet.2). Jakarta: Kencana.
Pratikno, et.al. 2007. Kerjasama Antar Daerah: Kompleksitas dan Tawaran Format
Kelembagaan. Yogyakarta: Program S2. PLOD. UGM.
Priyono, Onny S & AMW. Pranaka, 1996, Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan dan
Implementasi, CSIS: Jakarta.
50

Putra, Bagas Dwipantara. 2009. Konsep Perbaikan Kawasan Perumahan Kumuh


dengan Mempergunakan Dana Komersial Di Pulosari, Kelurahan Taman Sari,
Kota Bandung. Tesis Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota: Institut
Teknologi Bandung.
Putra, Fadillah. 2003a. Paradigma dalam Studi Kebijakan Publik: Perubahan dan
Inovasi Kebijakan Publik dan Ruang Partisipasi Masyarakat dalam Proses
Kebijakan Publik. Cetakan kedua. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
2003b. Paradigma Kritis dalam Studi Kebijakan Publik. Yogyakarta:
Pustka pelajar.
Rosyadi, Slamet dan Tobirin. 2010. Merumuskan Kebijakan Pulbik dalam Menggali
Akar Kemiskinan. Jurnal Ilmu Administrasi Negara (JIANA). Teakreditsi .ISSN
141-1411948X. Program Studi Ilmu Adminsitrasi Pascasarjana Fisip
Universitas Riau. Volume 10, Nomor 2, Juli 2010.
Sadyohutomo, Mulyono. 2008. Manajemen Kota dan Wilayah Realita dan
Tantangan. Jakarta: Bumi Aksara.
Sajogyo. 2002. Keswadayaan dan saling memberdayakan. Jurnal Ilmiah: Artikel - Th.
I - No. 5 Juli 2002 .webmaster@ekonomirakyat.org.
Satker NUSSP. 2006. Data kelurahan menurut jumlah bangunan kumuh, jumlah
penduduk kumuh dan jumlah penduduk miskin di kota Makassar tahun 2006.
Bidang sarana dan prasarana Dinas PU Kota Makassar.
Sudarpo, Bambang, et.al. 2007. Pedoman Umum Neighborhood Upgrading and
Shelter Sector Project (NUSSP): Mendorong Keberdayaan Mengatasi Kumuh
Perkotaan. Cetakan kedua. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum Direktorat
Jenderal Cipta Karya.
Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Sulchan, Junus. 2010. Program Penanganan Lingkungan Perumahan dan
Permukiman Kumuh Berbasis Kawasan (PLP2K-BK). Deputi Menpera Bidang
Pengembangan Kawasan. Humas Kemenpera. Online,
http://www.kemenpera.go.id, diakses, 4 April 2010.
Sulistiyani, A.T. 2004. Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan. Yogyakarta:
Gavamedia.
Sunaryanto. 2007. Reorientasi Pembangunan Kota. Online, http://www.nussp.or.id.
diakses 3 November 2010.
Suratman. 2009. Implementasi Kebijakan Publik dalam Sistem desentralisasi
Pemerintahan Indonesia. Diucapkan pada Upacara Penerimaan Jabatan guru
Besar dalam bidang Ilmu Kebijakan Publik Fisip Unhas di depan Rapat Senat
terbuka Unhas tanggal 29 Desember 2009.
Suzetta, H. Paskah. 2006. Keberpihakan Perencanaan Pembangunan nasional pada
Masyarakat Miskin di Indonesia. Makalah disampaikan pada Seminar-
Workshop Nasional “Transformasi Kebijakan Publik dan Kebijakan Bisnis
dalam Upaya Memecahkan Problem Kemiskinan di Indonesia”. Fisip
Universitas Katolik Parahyangan dan BKLPIA Bandung, 27 Agustus 2006.
Tachjan. H. 2008. Implementasi Keijakan Publik. Bandung: AIPI Bandung-Puslit
KP2W Lemlit Unpad.
51

Tampubolon. M, Ruth Anna. 2008. Pengalaman Penanganan Permukiman Kumuh


yang Memperhatikan Aset-aset Produktif Komunitas di Kota Bandung. Tugas
Akhir. Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota. Sekolah Arsitektur Perencanaan
dan Pengembangan Kebijakan: Institut Tekbologi Bandung.
Yunus, Hadi Sabari. 2005. Manajaemen Kota Perspektif Spasial. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
________________. 2006. Megapolitan : Konsep, Problematik, dan Prospek.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
________________. 2008. Dinamika Wilayah Peri-Urban: Determinan Masa Depan
Kota. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Wahab, S.A. 2002. Analisis Kebijaksanaan dari Formulasi ke Implementasi
Kebijaksanaan Negara. Edisi Kedua Cet.Ketiga, Bumi Aksara, Jakarta.
Widianingsih, Ida. 2006. Transformasi Kebijakan Publik dalam upaya Memecahkan
Problem Kemiskinan Di Indonesia. Makalah disampaikan pada Seminar-
Workshop Nasional “Transformasi Kebijakan Publik dan Kebijakan Bisnis
dalam Upaya Memecahkan Problem Kemiskinan di Indonesia”. Fisip
Universitas Katolik Parahyangan dan BKLPIA Bandung, 27 Agustus 2006.
Widjanarko, A. 2006. Pedoman Umum Neighborhood Upgrading and Shelter sector
Project. Direktorat Jenderal Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum RI,
Jakarta.
Winarno, Budi. 2008. Kebijakan Publik: Teori dan Proses. Jakarta: MedPress.

Pedoman dan Peraturan Perundang-undangan

Dept. Permukiman dan Prasarana Wilayah PU 2002, Pedoman Umum Peningkatan


Kualitas Lingkungan Permukiman Kumuh.
Dept. Permukiman dan Prasarana Wilayah PU 2006, Pedoman Identifikasi Kawasan
Permukiman Kumuh Penyangga Kota Metropolitan. Tahun 2006
Instuksi Presiden No.5 1991. Tentang Peremajaan Permukiman Kumuh di Atas
Tanah Negara.
Keputusan Mentri No 829 Tahun 1999 Tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan
Permukiman
52

REKAPITULASI ANGGARAN PENELITIAN

No Jenis Pengeluaran Biaya yang Diusulkan (Rp x 1000)


Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3
1 Gaji dan upah 14.720.000 15.000.000 15.000.000
2 Bahan habis pakai dan 16.050.000 15.000.000 17.500.000
peralatan
3 Perjalanan (Ke lbg 11.400.000 12.500.000 11.400.000
pemerintah/LSM/Perbankan/
7 Kecamatan/ 7 tujuh
kelurahan) utk pengumpulan
data primer dan sekunder
4 Lain-lain (Administrasi, 7.400.000 7.500.000 6.100.000
publikasi, seminar, laporan,
dan lainnya)
Jumlah 49.570.000 50.000.000 50.000.000
53

LAMPIRAN :

Lampiran 1. Justifikasi Alokasi Biaya Penelitian Tahun I


Harga Nilai
No. Uraian Jmlh Satuan
(Rp/satuan) (Rp)
A Honorarium Tim Peneliti 14.720.000
a. Ketua Tim (Rp 8.500/jam x
1 orang 4.480.000 4.480.000
20 jam/mg x 4 mg/lbn x 8 bln)
b. Anggota Tim (Rp 7.000/jam x
3 orang 2.880.000 8.640.000
15 jam/mg x 4 mg/lbn x 8 bln)
c. Pengumpul Data/Enumerator -
mahasiswa- (Rp 5.000/jam x 10
4 orang 400.000 1.600.000
jam/mg x 4 mg/lbn x 2 bln)
B Bahan Habis Pakai dan Peralatan 16.050.000
1. Bahan diperlukan 12.750.000
a. Kertas HVS (A4 80 grm) 13 rim 35.000 455.000
a. Ketas HVS Quarto 80 grm) 11 rim 30.000 330.000
b. Map Plastik 30 Lbr 2.500 75.000
c. Penjepit Map 30 Buah 1.500 45.000
d. Klipper (dos) 10 Lbr 1.500 15.000
b. Kertas Photo Glossy 200 grm 5 rim 50.000 250.000
c. Refill Ink Printer Black 25 set 45.000 1.125.000
d. Refill Ink Printer Color 20 set 50.000 1.000.000
d. Cartridge Print Canon Black 2 set 250.000 450.000
d. Cartridge Print Canon Color 2 set 275.000 550.000
e. CD Blank 10 keping 5.000 50.000
f. Ballpoint 5 dos 25.000 125.000
g. Pensil 2B 1 dos 30.000 30.000
h. Penghapus Pensil 2B 1 dos 10.850 10.000
i. Spidol Whiteboard 1 dos 60.000 60.000
j. Ink Spidol Whiteboard 2 dos 40.000 80.000
k. Pulsa 100 x 8 bln 4 Org 800.000 3.200.000
l. Surat izin penelitian dari Pemprov/
Pemkot Makassar, Kecamatan 3 exp 100.000 300.000
m. Fotocopy Instrumen Penelitian 120 exp 5.000 600.000
n. Fotocopy Data Skunder & Pustaka 25 bundel 20.000 500.000
o. Biaya akses data sekunder 60 jam 5.000 300.000
Eksampl
p.Foto copy format Tabulasi data 10 100.000 1.000.000
ar
q. Foto copy Bahan Penelitian 4.000 Lbr 150 600.000
r. Program Analisis dan Olah Data 200 Data 8.000 1.600.000

2. Peralatan 3.300.000
a. Flash Disk 2 Unit 150.000 300.000
b. Modem Eksternal 1 unit 750.000 750.000
c. Printer Canon 1 Unit 750.000 750.000
c. Pengadaan Buku Referensi 10 Buah 75.000 750.000
d. Pengadaan Jurnal
15 Buah 50.000 750.000
Nasional/Internasional
54

C Perjalanan 11.400.000

a. Transportasi Lokal Makassar (8 Hari/oran


84 50.000 4.200.000
orang) g
b. Akomodasi (8 orang) 6 Bln/org 75.000 3.600.000
c. Konsumsi (Siang-Malam) 120 Hari/org 30.000 3.600.000

D Lain-Lain 7.400.000
a. Baiaya Administrasi 1 Kegiatan 1.000.000
b. Srminar Instrumen Penelitian 1 Sesi 750.000 750.000
a. Penyusunan Laporan 30 Jam 50.000 1.500.000
b. Seminar Hasil 1 Sesi 1.150.000 1.150.000
c. Pembuatan/Penggandaan laporan 10 Exp 150.000 1.500.000
e. Publikasi Jurnal Nasional 1 Naaskah 1.500.000 1.500.000

49.570.000
Total Biaya Penelitian (Rp)
(Empat Puluh Sembilan Juta Lima Ratus Tujuh Puluh
Ribu Rupiah)

Lampiran 2. Susunan Organisasi Tim Peneliti dan Pembagian Tugas

Alokasi waktu Uraian


No Nama NIDN Bidang Ilmu
(jam/minggu) tugas
Ilmu Administrasi
1 Drs. Muhammad Tahir, M.Si 09 28106301 Negara/Pembangunan 20 Ketua

Teknik Sipil
Perancangan
2 Arsyuni Ali Mustary, ST,MT. 0903047201 15 Anggota
Prasarana (Keairan)

Ilmu Ekonomi dan


3 Ismail Rasulong, SE, MM 0905107302 Manajemen 15 Anggota

4 Dra. Hasnawati, M.Pd 0915066303 Pend. Bhs Inggris 15 Anggota


55

D. Biodata Peneliti
1. Identitas Diri

1. Nama Drs. Muhammad Tahir, M.Si

2. Jabatan Fungsional Lektor

3. Jabatan Struktural Wakil Dekan III

4. NIK 63 -92 -0031

5. NIDN 0928106301

6. Tempat dan Tanggal Lahir Cabenge, 28 Oktober 1963

7. Alamat Rumah BTN Minasa Upa Blok D3 No.20 Makassar

8. Nomor Telepon/Faks/Hp 0411-869284/081342704243

9. Alamat Kantor Jalan: St.Alauddin No.259.

10. Nomor Telepon/Faks 0411-866972/0411-865588

11. Alamat e-mail www.unismuh.ac.id /


mutahirmaupa@live.com

12. Lulusan yang telah dihasilkan S1 = 372 orang

13. Mata Kuliah yang diampu 1. Kebijakan Publik


2. Analisis Kebijakan Publik
3. Kepemimpinan
4. Pemecahan masalah & pengambilan
keputusan
5. Sistem Politik Indonesia
56

2. Riwayat Pendidikan

S-1 S-2 S-3


Nama Perguruan Tinggi UNISMUH UNHAS -

Tahun Masuk-Lulus 1985 -1990 1999-2004 -

Judul Skripsi/Thesis Pelaksanaan Bantuan Impelementasi kebijakan -


Pembangunan Desa di pembinaan pekerja sektor
Kecamatan Lilirilau informal di kota
Kabupaten Soppeng Makassar

Nama Drs. H. Rahman Kotta, SU / Prof. Dr. A.R -


Pembimbing/Promotor Abd. Kadir Adys, SH Paembonan, M.S./
Dr. Rakhmat, MS

3. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun Terakhir

No. Tahun Judul Penelitian Pendanaan


Sumber Jumlah (Rp)
1. 2010-2011 Penelitian Hibah Bersaing: 81.000.000
Kajian Model Baruga (Balai Rujukan DP2M Dikti
Keluarga) Berbasis Modal Sosial Lokal Depdiknas
dalam Pemberdayaan Masyarakat
Kepulauan di Sulawesi Selatan

2 2008 Penelitian Dosen Muda: DP2M Dikti 10.000.000


Penelitian Model Pembinaan Sektor informal Depdiknas
Berbasis Keagamaan Di Kota Makassar

3 2007 Survey strtegi dan Program penanganan Kerjasama 35.000.000


kawasan kumuh perkotaan di Kota Makassar Unismuh Mks
kerjasama Deputi Bidang Permahan Formal / Pemkab
Kementerian Negara Perumahan Rakyat Majene Sulbar

4 2006 Penelitian Dosen Muda: DP2M Dikti 10.000.000


Penelitian Dosen Muda kerjasama dengan Depdiknas
Politani Pangkep tentang Persepsi Masyarkat
Sulawesi Selatan terhadap Minat Masuk
Perguruan Tinggi Kelautan dan Perikanan

5 2006 Penelitian Pemberdayaan Masyarakat Balitbangda 60.000.000


Melalui Pembinaan Pekerja Sektor Informal Prov. Sulsel
di Sulawesi Selatan kerjasama dengan
Balitbangda Prov. Sulsel
57

4. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat Dalam 5 Tahun Terakhir

No. Tahun Judul Pengabdian kepada Pendanaan


masyarakat Sumber Jumlah (Rp)
1 2011 Personalia Devisi Majelis PWM Sulsel -
Pemberdayaan Masyarakat
Pimpinan Wil.Muhammadiyah Sulsel
2 2008 Memberikan Penyuluhan Korkot -
pemberdayaan masyarakat kumuh NUSSP/ PU
perkotaan dan Pemeliharaan Aset Kota
Infrastruktur NUSSP Kota Makassar Makassar
bagi Badan Keswadayaan
Masyarakat (BKM) Kota Mks.
4 2008 Pembina Keg. Bakti Kesejahteraan Fisipol -
Umat (BKU) Terpadu Lbg Unismuh
Kemahasiswaan Fisipol Unismuh Mks/Pemkab.
Makassar dan Pemerintah Kab. Bantaeng
Bantaeg
5 2007 Pengurus Lembaga Entrepreneurship
Centre (Pusat Kewirausahaan)
Unismuh Mks Periode
6 2007 Tutor Keaksaraan Fungsional (FK) Depdiknas
LP3M Unismuh Mks Tahun Anggaran Prov. Sulsel
2007
7 2006 Menjadi Anggota Kelompok Kerja Depsos
Provinsi Kegiatan Pembinaan dan Prov. sulsel
Rehabilitasi Anak Jalanan Prov. Sul-
Sel TA.2006

5. Pengalaman Penyampaian Makalah Secara Oral Pada Pertemuan/Seminar Ilmiah


dalam 5 Tahun Terakhir.

Nama Pertemuan Waktu dan


No. Judul Artikel Ilmiah
Ilmiah/Seminar Tempat
1 Menyampaikan hasil Pemberdayaan Masyarakat Makassar, 2006
penelitian kerjasama Melalui Pembinaan Pekerja
Unismhuh Makassar dengan Sektor Informal di Sulawesi
Balitbangda Sulsel Selatan

2 Latihan Kepemimpinan “LKP” Kepemimpinan dalam Makassar, 2008


HMJ Ilmu Pemerintahan Pemerintahan
Fisipol Unismuh Makassar

3 Pelatihan Operasi dan Membangun Tim Pengelola Makassar, 2008


Pemeliharaan (O & P) Aset Operasi dan Pemeliharaan
Infrastruktur NUSSP Kota (TPOP) serta Kelompok
Makassar bagi Badan Pemanfaat dan Pemelihara
58

Keswadayaan Masyarakat (KPP) Aset Infrastruktur


(BKM) dalam Penanganan NUSSP dlm Penanganan
Permukiman Kumuh Permukiman Kumuh
Perkotaan Angk I dan II Perkotaan di Kota Makassar
4 Pelatihan Kepemimpinan Sistem Kepemimpinan Makassar, 2009
Tingkat Madya Nasional dlm Pemerintahan di Indonesia
Kongres Nasinal
FOKERMAPI Di Prov. Sulsel
olh Fisipol Unismuh
Makassar

5 pelatihan "UP Graading" Team Building Makassar, 2009


Pengurus HMJ Ilmu (Pengembangan Tim dalam
Administrasi Negara Fisipol Organisasi):
Unismuh Mks.

6 kegiatan Darul Arqam Madya Tipe Kepemimpinan Makassar, 2009


(DAM) Angk-41 IMM Cab. Milenium di era Gobalisasi
Kota Makassar

7 pelatihan Tata Kelola dan Sistem Penjaminan Mutu Makassar, 2010


Pencitraan FAI Unismuh Akademik
Makassar

8 Latpim Mahasiswa Implementasi Kebijakan Makassar, 2010


Pemerintahan 2010 Publik Di Indonesia

9 Workshop Pengembangan Implementasi Sistem Makassar, 2011


SDM Tim Monevin Unismuh Dokumen Mutu dalam
Makassar Mendukung sistem
Penjaminan Mutu Perguruan
Tinggi

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila dikemudian hari ternyata dijumpai
ketidaksesuaian dengan kenyataan saya siap menerima resikonya.

Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam pengajuan Penelitian Hibah Bersaing.

Makassar, 20 Maret 2012

Pengusul,

Drs. Muhammad Tahir, M.Si


59

ARSYUNI ALI MUSTARY,ST.,MT.


KOMP.PURI TAMAN SARI A1/ 8C MAKASSAR
Telp. : 0411- 422451/ 861202
Mobile Phone: 085242944829

DATA PRIBADI

Nama : ARSYUNI ALI MUSTARY,ST,MT.


NIDN : 09 030472 01
Bidang Ilmu : Teknik Sipil Perancangan Prasarana
Tempat dan Tanggal Lahir : Sungguminasa, 3 April 1972
Alamat : Komp. Puri Taman Sari A16 C (Belakang SD Puri)
makassar
Jenis Kelamin : Perempuan
Satus Perkawinan : Menikah
Telepon/ HP : 0411-861202/ 085242 944 829
e-mail : yuni_gowa@yahoo.co.id

PENDIDIKAN FORMAL

No Nama Sekolah/ Jurusan Strata Tempat Tahun


Perguruan Tinggi
1. SDN VI _ _
Bontokamase Makassar 1978 - 1984
Sungguminasa
2. Tsanawiyah _ _
Pesantren Makassar 1984 - 1987
Gombara
3. MAN I FISIKA _ Makassar 1987 - 1990
Ujungpandang
4. UNIVERSITAS Teknik Sipil Sarjana (S1)
MUHAMMADIYA Pengairan Makassar 1990 - 1998
H Makassar
5. UNIVERSITAS Prog. Studi Megister
HASANUDDIN Perancangan (S2) Makassar 2004 - 2006
Prasarana
(Keairan)
60

PENDIDIKAN NON FORMAL

No Nama Pendidikan Durasi Tempat Tahun

1. Kursus Bahasa Inggrish di WELLS 3 Bulan Makassar 1992


2. Kursus Komputer Auto Cad 3 Bulan Makassar 2001
MEGACOM
3. Kursus/ Pelatihan Internet 1 Minggu Makassar 2003 POLITEKNIK
4. Kursus / pelatihan GIS 2 Minggu Makassar 2004
POLITEKNIK
5. Workshop Quality Assurance 1 Bulan Makassar 2007
Unismuh Makassar
6. Kursus Bahasa Inggris di BRITON 3 Bulan Mangasa Gowa 2011

PENGALAMAN KERJA

No Nama Proyek Nama Jabatan Tempat Tahun


Perusahaan
1. SPL OECF INP 23 Biosfera TPL Kab.Polmas 1999 - 2000
Local Goverment Corporation
2. PLKP – PKSPU PT. MLD TPL Makassar 2000 - 2002
Proyek Pengawasan
Pengadaan
Infrastruktur (Drainase)
3. Pilot proyek PKP2D, PT. MIRAZ TPL Kab. Sinjai 2003 - 2003
Perencanaan
Pemberdayaan
Masyarakat untuk
pengadaan prasarana
perdesaan
4. Local Coordination USAID Fasilitator Kab. Gowa 1990 - 1998
Proyek Anggaran
Kinerja BIGG ICMA
dan USAID, Proyek
Anggaran Kinerja
5. Team Monitoring Dep. Team Kab. Barrau 2004 - 2004
Proyek Irigasi dan KIMPRASWIL Monitoring
Rawa / WISMP di Kab. SulSel
Barru .Dep.
KIMPRASWIL SulSel
6. Proyek Perencanaan CV. Nuansa Ketua Kec. 2005 - 2005
RUTRIK (Rencana Utama bidang BontonompoS
Umum Tata Ruang Ibu Konsultan Operasional elatan
Kota Kecamatan) Kab.Gow
61

No Nama Proyek Nama Jabatan Tempat Tahun


Perusahaan
6. Proyek Penyusunan CV. Nuansa Ketua Kab. Takalar, 2005-2005
Detail Engineering Utama bidang Jeneponto,
(DED) Pengembangan Konsultan Operasional Bulukumba,
Jaringan Pipa Distribusi Sinjai dan
Air Bersih Kab. Selayar.

7. program P2TPD/ILGRP DEPDAGRI FASILITATOR KAB. GOWA 2007 - 2010


,Program Prakarsa KABUPATEN
Pembaruan Tata
Pemerintahan Daerah
dilaksanakan oleh
Depdagri bekerjasama
dengan Bank Dunia
(World Bank)
8. TKPSDA WS. Dinas PSDA Tenaga Ahli WS. 2011
Jeneberang BBWSPJ Prov. Sul-Sel Sumber Jeneberang
Dinas PSDA Prpv. Daya Air
SulSel

SEMINAR DAN WORKSHOP

No Nama Seminar Thema Panitia Tahun


1. Seminar Nasional dan Banjir Masalah banjir HATHI SUL-SEL 2005
Pelantikan HATHI Sul-Sel dan upaya
mengatasinya
2. Seminar Regioanal Seminar Regioanal Sipil UNHAS 2005
(PKMRS) Sipil UNHAS (PKMRS) Sipil UNHAS
3. International Seminar Learning From The UNHAS 2005
World Experience in
Urban Development
4. Pelatihan Stadium General POLTEK 2005
Sistem Informasi Geografis
5. Seminar Nasional Keteknik Permasalahan dan Sipil UNHAS 2006
Sipilan UNHAS Tantangan Pengelolaan
SDA
6. Seminar Nasional SDI IX Ketahanan Pangan PII 2006
PII Energi Melalui
Kemandirian Teknologi
7. Moderator Seminar Tantangan Sistem UNISMUH 2009
regional Keteknik sipilan Drainase di Kota Makassar
UNISMUH Makassar Makassar
8. Peserta pelatihan regional CK.Net dan 2009
Integrated Water UNHAS
PENDIDIKAN
Resources Managemen
(IWRM)
62

9. Pertemuan Konsultasi antar Dewan Air 2011


Pengelola Sekretariat Wadah Nasional Semarang
Koordinasi Pengelolaan SDA
Nasional

PENGALAMAN PENELITIAN DAN TULISAN

No Judul Penelitian Lokasi Tahun Keterangan


1. Tinjauan Pelaksanaan Curtain Kabupaten 1998
Grouting Bendungan Serbaguna Bili- Gowa
Bili
2. Analisis Kualitas Air Baku IPA V Kabupaten 2006
Gowa
Somba Opu Pasca Longsor
3. Produktivitas Tenaga Kerja W anita Makassar 2007
Pada Industri Konstruksi (Studi
Kesetaraan Gender)
4. Strategi Pemberdayaan Kabupaten 2011
Berprespektif Jender Dalam Gowa
pembentukan Reservoir Community
Waduk Bili-Bili Kabupaten Gowa
(Studi Keterlibatan Perempuan
dalam penyelamatan lingkungan)
5. Penerapan Metode Eko-hidrolik Kabupaten 2011
pada Pengelolaan Sungai Gowa
Jeneberang Kabupaten Gowa akibat
PENDIDIKAN
longsor daerah hulu (Studi
pengamanan lingkungan Daerah
Aliran Sungai DAS)
6. EROSI TERHADAP SEDIMENT Kabupaten 2004 Koran
PRODUCTION RATE ( TINJAUAN Gowa Harian Fajar
TEKNIS BENCANA LONGSOR )
7. KORELASI EROSI DAN Kabupaten 2005 Koran
SEDIMENT PRODUCTION RATE ( Gowa Harian Fajar
TINJAUAN TEKNIS BENCANA
LONGSOR )
8. SHARING THE VISION TO Makassar 2006 Koran
MAKASSAR CITY Harian Fajar
9. Analisis Keseimbangan Air untuk Kab. takalar 2010 Jurnal Hidro
pertanian Pada Daerah Irigasi Unismuh
Pammukkulu Kabupaten Takalar. Mksr
10. Perencanaan Saluran Pembuang Kab. Mamuju 2011 Jurnal Hidro
Pencegah Banjir Di Desa Kuo Kec Sul-Bar Unismuh
Pangale Kabupaten Mamuju Mksr
Sulawesi Barat Yang Berwawasan
Lingkungan
63

PENGALAMAN ORGANISASI

No Nama Organisasi jabatan Periode


I. Organisasi Profesi
HATHI (Himpunan Ahli Teknik Anggota 2011 - 2013
Hidrolik Indonesia)
IAMPI (Ikatan Ahli Manajemen Anggota
Proyek Indonesia)
INKINDO (Ikatan Nasional Pengurus 2010 - 2014
Konsultan Indonesia)
II. Organisasi Kemasyarakatan
Aisyiyah Wilayah Sul-Sel Pengurus 2000 - 2005
Aisyiyah Wilayah Sul-Sel Pengurus 2005 - 2008
Aisyiyah Kab. Gowa Pengurus 2011 - 2015

Makassar, 28 Februari 2012


PENDIDIKAN

Arsyuni Ali Mustary, ST., MT.


64

BIODATA

A. Identitas Diri

1 Nama Lengkap (dengan gelar) Ismail Rasulong, SE, MM


L/P
2 Jabatan Fungsional Asisten Ahli
3 Jabatan Struktural -
4 NBM 903078
5 NIDN 0905107302
6 Tempat dan Tanggal Lahir Mario, 5 Oktober 1973
7 Alamat Rumah Perum. Berlian Indah Blok B No. 21 Pallangga –
Gowa
8 Nomor HP 0813 4265 0527
9 Alamat Kantor Jl. Sultan Alauddin No. 259 Makassar
10 Nomor Telepon / Faks 0411-866972
11 Alamat e-mail ismailrasulong@yahoo.co.id
12 Lulusan yang telah dihasilkan S-1 = orang S2 = orang S3 = orang
1. Perencanaan Pembangunan
2. Ekonomi Pembangunan
13 Mata Kuliah yang diampu
3. Statistik
4. Metodologi Penelitian

B. Riwayat Pendidikan\
S-1 S-2 S-3
Nama Perguruan Univ. Muhammadiyah Univ. Muslim Indonesia -
Tinggi Makassar
Bidang Ilmu Ilmu Ekonomi dan Studi Manajemen SDM -
Pembangunan
Tahun Masuk-Lulus 1993 - 1998 2008 - 2011 -
Judul Pengaruh Luas Lahan, Pengaruh Budaya Organisasi, -
Skripsi/Thesis/Disertasi Penggunaan Pupuk, dan Kompensasi, Komitmen
Tenaga Kerja Terhadap Organisasi, dan
Peningkatan Produksi PadiKepemimpinan Terhadap
Sawah di KabupatenMotivasi dan Kepuasan Kerja
Takalar Karyawan di Universitas
Muhammadiyah Makassar
Nama Dr. H. Djabir Hamzah, MA Dr. Mukhlis Sufri, SE, M.Si. -
Pembimbing/Promotor H. M. Ikram Idrus, SE, Dr. Asdar Djamereng, SE,
M.S. MM
65

C. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun Terakhir


Pendanaan
No Tahun Judul Penelitian
Sumber Jml (juta Rp)
1 2007 -
2 2008 -
3 2009 Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Dikti 7.600.000,-
Kawasan Hutan Lindung di Kabupaten (Dosen Muda)
Gowa (Anggota Peneliti)
4 2010 Analisis Daya Saing Komoditi Dikti 9.000.000,-
Unggulan Daerah dan Perubahan (Dosen Muda)
Struktur Ekonomi Implikasinya
Terhadap Kebijakan Pembangunan
Di Kabupaten Takalar (Ketua Peneliti)

Analisis Faktor-faktor yang Univ. 3.000.000,-


Berpengaruh Terhadap Pemahaman Muhammadiyah
Nasabah Baitul Maal Wat Tamwil Makassar
Tentang Konsep Mudharabah
(Studi Pada BMT Ditha Anugerah
Abadi Makassar) (Ketua Peneliti)
5 2011 Pengaruh Budaya Organisasi, Mandiri 3.000.000,-
Kompensasi, Komitmen Organisasi,
dan Kepemimpinan Terhadap Motivasi
dan Kepuasan Kerja Karyawan di
Universitas Muhammadiyah Makassar
(Penelitian Tesis)

D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat Dalam 5 Tahun Terakhir


Pendanaan
No Tahun Judul Penelitian
Sumber Jml (juta Rp)
1 2007 -
2 2008 -
3 2009 Pendampingan Perencanaan Anggaran Desa 2.500.000,-
Pembangunan Desa di Desa
Barammamase Kec. Galesong Selatan
Kab. Takalar
4 2010 Pendampingan Penataan Kelembagaan Fakultas dan 2.500.000,-
Ekonomi Petani Sayur Sehat di Desa Anggaran Desa
Moncobalang Kec. Barombong
Kabupaten Gowa
5 2011 -
66

E. Pengalaman Penulisan Artikel Ilmiah Dalam Jurnal 5 Tahun Terakhir


No. Judul Artikel Ilmiah Volume/Nomor/Tahun Nama Jurnal
1. Dampak Kredit Rentenir Terhadap Vol 5. No. 2 Tahun BALANCE
Keuntungan Usaha “Pagandeng” 2009 ISSN-1858-2192
Sayur di Kecamatan Pallangga
Kabupaten Gowa
2. Pemahaman Nasabah Tentang Konsep Vol. 7 No. 1 Tahun BALANCE
Mudharabah (Studi Pada BMT Ditha 2011 ISSN-1858-2192
Anugerah Abadi Makassar)
3. Faktor Penentu Motivasi dan Vol. 7 No. 2 Tahun BALANCE
Kepuasan Kerja Karyawan di 2011 ISSN-1858-2192
Universitas Muhammadiyah
Makassar

F. Pengalaman Penyampaian Makalah Secara Oral Pada Pertemuan/Seminar Ilmiah


Dalam 5 Tahun Terakhir

No. Nama Pertemuan Judul Artikel Ilmiah Waktu dan Tempat


Ilmiah/Seminar
1. Upgrading Pengurus HMJ Manajemen Kepemimpinan di Sabtu, 19 Maret 2011
Manajemen Lembaga kemahasiswaan Di Ruang B8 Ged. B
(HMJ Manajemen Unismuh Fak. Ekonomi
Makassar) Unismuh Makassar
2. Latihan Kepemimpinan Keorganisasian Ahad, 10 April 2011
Mahasiswa Akuntansi Di Ruang B8 Ged. B
(HMJ Akuntansi Unismuh Fak. Ekonomi
Makassar) Unismuh Makassar
3. Pelatihan Intelektual Muda Kebijakan Pembangunan Ahad, 4 Maret 2012
Mahasiswa Fak. Ekonomi Ekonomi dan Pertumbuhan Ruang B7 Ged. B
Unismuh Makassar Ekonomi Indonesia Fak. Ekonomi
(FKME-Unismuh Makassar) Unismuh Makassar

G. Pengalaman Penulisan Buku Dalam 5 Tahun Terakhir

No. Judul Buku Tahun Jumlah Halaman Penerbit


- - - - -

H. Pengalaman Perolehan HKI Dalam 5 Tahun Terakhir

No. Judul/Tema HKI Tahun Jenis Nomor P/Id


- - - - -
67

I. Pengalaman Merumuskan Kebijakan Publik/Rekayasa Sosial Lainnya Dalam 5


Tahun Terakhir
No. Judul/Tema/Jenis Rekayasa Tahun Tempat Respon
Sosial Lainnya yang Telah Penerapan Masyarakat
diterapkan
- - - - -

J. Penghargaan yang Pernah Diraih dalam 10 Tahun Terakhir (dari pemerintah,


asosiasi atau institusi lainnya)

No. Jenis Penghargaan Institusi Pemberi Tahun


Penghargaan
- - - -

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hokum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai
ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima risikonya.

Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam pengajuan hibah penelitian.

Makassar, 18 Maret 2012

Pengusul,

(Ismail Rasulong, SE, MM)


68

BIODATA

A. Identitas Diri

1. Nama Dra.Hasnawati.M.Pd.

2. Jabatan Fungsional Asisten Ahli Tk.1/IIIb

3. Jabatan Struktural -

4. NIK 63100056

5. NIDN 0915066303

6. Tempat dan Tanggal Lahir Sidrap, 15 Juni 1963

7. Alamat Rumah Jalan Skarda N 3 No. 1 Makassar

8. Nomor Telepon/Faks/Hp 0411-864004/081342079120

9. Alamat Kantor Jalan: St.Alauddin No.259.

10. Nomor Telepon/Faks 0411-866972/0411-865588

11. Alamat e-mail www.unismuh.ac.id

12. Lulusan yang telah dihasilkan

13. Mata Kuliah yang diampu 6. Reading 2


7. Reading 3
8. Writing 2
9. Writing 3
10. Writing 4
11. English Phonology
69

B. Riwayat Pendidikan

S-1 S-2 S-3

Nama Perguruan Tinggi UNHAS UNM

Tahun Masuk-Lulus 1983-1988 2000-2003

Judul Kerancuan Developing


Skripsi/Thesis/Disertasi Bahasa English Course
Indonesia dalam Materials for
Surat Kabat Elementary
School Pupils

Nama Hamzah Prof.


Pembimbing/Promotor Machmoed Dr.Muh.Basri
,M.A/ Drs.Alwi Wello,M.A./
Rahman Dr.Asfah
Rahman,M.Ed.

C. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun Terakhir

No. Tahun Judul Penelitian Pendanaan

Sumber Jumlah (Rp)

1. 2010 Pengembangan Materi Bahasa Unismuh 3.000.000,-


Inggris untuk Sekolah Makassar
Menengah Pertama (SMP)
Unismuh Makassar

D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat Dalam 5 Tahun Terakhir

No. Tahun Judul Pengabdian Pendanaan


kepada masyarakat
Sumber Jumlah
(Rp)

1. 2010 Penyuluhan Pribadi -


Sosialisasi Rintisan
Satuan Paud Sejenis
70

di Kelurahan Mapala
Kota Makassar
2. 2010 Penyuluhan Pribadi -
Sosialisasi Rintisan
Satuan Paud Sejenis
di Kelurahan
Pa,baeng-baeng Kota
Makassar

3. 2011 Penyuluhan Pribadi -


Sosialisasi Rintisan
Satuan Paud Sejenis
di Kelurahan
Biringkanaya Kota
Makassar

4. 2011 Panitia Pelaksana PWA SulSel -


Baitul Arqam
Angkatan Muda
Muhammadiyah
Putri Tingkat Wilayah
Sulawesi Selatan.

E. Pengalaman Penyampaian Makalah secara oral pada Pertemuan/Seminar


Ilmiah dalam 5 tahun terakhir.

No. Nama Pertemuan Ilmiah/Seminar Judul Artikel Waktu dan Tempat


Ilmiah
1. Seminar Pendidikan Anak Usia Peran dan Fungsi Majene, April 2009
Dini Tingkat Provinsi Sulawesi Pendidikan Non
Barat Formal dan
Informal dalam
Masyarakat

2. Pelatihan Peningkatan Kompetensi Pengelolaan PAUD Tana Toraja,


profesionalisme Pendidikan Anak yang profesional Januari 2010.
Usia Dini

3. Baitul Arqam Angkatan Muda Komunikasi efektif Makassar,


Muhammadiyah Putri Tingkat dan simpatik Desember 2011
Wilayah Sulawesi Selatan.
71

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila dikemudian hari ternyata dijumpai
ketidaksesuaian dengan kenyataan saya siap menerima resikonya.

Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu
persyaratan dalam pengajuan Penelitian Hibah Bersaing.

Makassar, 19 Maret 2012

Pengusul,

Dra.Hasnawati,M.Pd.
72

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Drs. Muhammad Tahir, M.Si
NIDN : 0928106301
Pangkat / Golongan : Penata III/c
Jabatan Fungsional : Lektor
Alamat : BTN Minasa Upa Blok D3 No. 20 Makassar
Dengan ini menyatakan bahwa proposal penelitian saya dengan judul Model
Implementasi Kebijakan Penanganan Permukiman Kumuh Perkotaan Di Kota
Makassar..yang diusulkan dalam skim Hibah Bersaing tahun anggaran 2013 bersifat
original dan belum pernah dibiayai oleh lembaga / sumber dana lain.
Bilamana di kemudian hari ditemukan ketidaksesuaian dengan pernyataan ini, maka
saya bersedia dituntut dan diproses sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan
mengembalikan seluruh biaya penelitian yang sudah diterima ke kas negara.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sesungguhnya dan dengan sebenar-
benarnya.

Makassar, 20 Maret 2012

Mengetahui, Yang menyatakan,


Ketua LP3M Unismuh Makassar

Ir. H.M. Amin Ishak, M.Sc Drs. Muhammad Tahir, M.Si


73

Anda mungkin juga menyukai