Anda di halaman 1dari 18

A.

Definisi
Prostatitis bukanlah suatu kondisi tunggal tetapi merupakan sekelompok gangguan
dengan gejala terkait, yaitu istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu
keadaan radang prostat. Peradangan kelenjar prostat ini terjadi pada pria, dimana reaksi
inflamasi atau peradangan ini dapat disebabkan oleh bakteri maupun non bakteri. Prostatitis
dikatakan akut karena terjadi secara mendadak dan berlangsung lebih singkat. Sementara jika
prostatitis berlangsung lama atau persisten maka disebut dengan prostatitis kronis. Prostatitis
akut termasuk pada prostatitis yang bersifat infektif. Artinya peradangan pada kelenjar prostat
terjadi karena terinfeksi bakteri (Nickel, 2013).

B. Etiologi
Etiologi atau penyebab dari prostatitis antara lain sebagai berikut :
1. Idiopatik
Beberapa kejadian prostatitis terkadang terjadi begitu saja tanpa diketahui
penyebabnya, baik ditelusuri dari anamnesis kepada penderita ataupun setelah dilakukan
pemeriksaan (Nickel, 2013).
2. Agent infeksius (bakteri,fungi, mikoplasma)
Infeksi bisa terjadi akibat dari bakteri yang berasal dari usus atau melalui aliran darah
yang telah menempuh perjalanan dari infeksi lain di dalam tubuh. Hal yang dapat memicu
terjadinya infeksi adalah kerusakan pada prostat itu sendiri, misalnya adanya luka setelah
operasi prostat dilakukan. Transmisi hubungan seksual tidak berpengaruh pada penyakit
prostatitis akut (Campeggi et al., 2014).
3. Striktur uretra
Striktur uretra merupakan kondisi medis yang ditandai oleh penyempitan abnormal
uretra, saluran yang mengalirkan urin dari kandung kemih keluar dari tubuh. Penyempitan
saluran uretra ini dapat memicu terjadinya refluks urin ataupun penumpukan urin pada
saluran uretra, sehingga dapat menyebabkan peradangan pada organ sekitar uretra seperti
pada prostat akan terjadi prostatitis (Sudoyo, 2009).
4. Hyperplasia prestatik
Terjadinya hiperplasia pada kelenjar prostat akan menginduksi terjadinya inflamasi
pada kelenjar prostat, sehingga dapat memicu terjadinya prostatitis (Campeggi et al.,
2014).

C. Epidemiologi
Prevalensi prostatitis bervariasi di berbagai belahan dunia : 4 % di Belanda, 14 % di
Finlandia, 8 % di Malaysia, 6,6 % di Kanada, dan 2,7 % di Singapura . Diperkirakan kalau
separuh dari seluruh laki-laki yang ada di dunia akan mengalami gejala prostatitis sepanjang
hidupnya. Pada awal tahun 1990-an di USA jumlah kunjungan penderita dengan prostatitis
sebanyak 2 juta per tahun, menandingi jumlah kunjungan penderita dengan Benign Prostatic
Hiperthropy (BPH) pada tahun yang sama (Naber, 2011).
Umur penderita yang paling sering menderita prostatitis adalah kurang dari 50 tahun.
Studi epidemiologis dari prostatitis dibatasi oleh pasien atau ingatan dokter kondisi dan oleh
dokter kekeliruan dalam membuat diagnosis. Karena prostatitis disebabkan oleh bakteri, dan
prostatitis abakterial terutama kronis, dapat hadir dengan berbagai gejala, sulit untuk
memberikan angka yang tepat mengenai kejadian subtipe individual penyakit (Naber, 2011).

D. Faktor Resiko
Beberapa peneliti berpendapat prostatitis adalah penyakit non infeksius yang
disebabkan oleh berbagai hal. Pertama, problem psikologis seperti stres dan depresi, keadaan
psikologis yang umum dijumpai pada penderita prosatatitis. Sulit ditentukan apakah problem
psikologis menyebabkan prosatatitis atau prosatatitis justru merupakan penyebab gangguan
psikologis. Kedua, penyakit autoimun atau seperti sindrom Reiter sebagai penyebab
prosatatitis. Hal tersebut berdasarkan beberapa kasus yang diasumsikan bakteri penyebab
telah dieliminasi setelah terapi antibakteri teryata respons imun atau inflamasi prostat tetap
ada. Ketiga, penyebab organik seperti disfungsi neuromusknlar leher kandung kemih, spasme
uretra dan mialgia akibat menegangnya otot dasar panggul. Kempat, inflamasi yang diinduksi
oleh bahan kimiawi. Akibat refluks urin ke dalam duktus prostatikus, dapat menyebabkan
prostat terpajan bahan kimiawi dalam urin, seperti asam urat yang selanjutnya memicu reaksi
inflamasi. Kelima, pasien prostatitis sebenarnya menderita sistitis interstisial sedangkan gejala
prostatitis yang dialami hanyalah gejala ikutan dari sistitis interstisial (Krieger JN, 2012).
E. Tanda dan gejala
Sebagaimana penyakit infeksi dan proses inflamasi lainnya, gejala prostatitis berupa
pembengkakan dan nyeri. Terjadi penyempitan saluran uretra sehingga menyumbat leher
kandung kemih. Gejala PNB biasanya tidak terlalu jelas dan cenderung ringan sehingga sering
diabaikan. Kumpulan gejalanya berupa nyeri, gangguan berkemih, dan gangguan fungsi
seksual. Nyeri terbanyak dirasakan pada panggul atau pinggang belakang (Cariani, 2012).
Gangguan berkemih berupa disuria, urgensi dan rasa tidak lampias. Gangguan fungsi
seksual berupa disfungsi ereksi, disfungsi ejakulasi, dan infertilitas. Semua gejala itu dapat
menurunkan kualitas hidup penderita pada derajat yang sama dengan penyakit jantung
koroner atau penyakit Crohn. Prostatitis juga mengakibatkan gangguan kesehatan mental
penderita yang serupa dengan penderita diabetes melitus atau penyakit gagal jantung
kongestif (Cariani, 2012).

F. Penegakan diagnosis
1. Anamnesis
Pasien sering merasa malu dengan masalah genitalia mereka. Oleh karena itu
pertanyaan yang harus diajukan dengan hati-hati (Theodorou, 2012). Menurut Whitfield
(2013) Anamnesis dari prostatitis harus mencakup pertanyaan-pertanyaan berikut :
a. Apakah ada disuria?
b. Apakah ada frekuensi berkemih?
c. Apakah ada nokturia apapun?
d. Apakah ada dribbling terminal berkemih?
e. Apakah ada keraguan berkemih?
f. Bagaimana penuh adalah aliran kemih?
g. Telah gejala berkembang secara bertahap atau tiba-tiba?
h. Apakah ada inkontinensia atau urgensi berkemih? Mungkin ada inkontinensia stres,
ketidakstabilan detrusor, detrusor underactivity atau obstruksi uretra.
Kelainan berkemih pada pria paling sering disebabkan oleh prostatism. Hal ini
menyebabkan keraguan, mengurangi kekuatan aliran urin dan dribbling terminal. Gejala
prostatism dapat dinilai dengan menggunakan Skor Internasional Gejala Prostat (I- PSS)
tetapi ini tidak memberikan indikasi dari tingkat ukuran prostat atau sifat patologi yang
mendasari. Obstruksi lengkap dapat menyebabkan ketidakmampuan lengkap untuk buang
air atau meluap inkontinensia (Whitfield, 2013).
2. Pemeriksaan fisik
Mula-mula pasien diperiksa dalam keadaan terlentang dengan abdomen dan genetalia
terbuka penuh (Theodorou, 2012).
a. Inspeksi
Inspeksi harus mencakup abdomen (massa, distensi kandung kemih) dan lipat
paha (hernia, kelenjar limfe), serta penis dan skrotum. Sering kali, penyakit yang
dikeluhkan dapat dilihat dengan mudah. Pada remaja dan dewasa, prepusium harus
ditarik untuk memastikan tidak ada fimosis atau kelainan lain. Bila fimosis menghambat
penarikan preputium, dianjurkan dilakukan sirkumsisi (Theodorou, 2012).
b. Palpasi
Pada palpasi penis dapat diidentifikasi adanya fibrosis dibatang penis pada
penyakit Peyronie, tetapi umumnya tidak banyak bermanfaat. Palpasi isi skrotum
ditujukan untuk mengidentifikasi struktur normal dan hubungan kelainan dengan
struktur-struktur tersebut. Dengan menggunakan kedua tangan, tiap-tiap testis dipegang
bergantian. Testis sangat sensitif sehingga harus dipegang dengan hati-hati.
Konsistensinya harus seragam dan kenyal tanpa benjolan diskret atau indurasi yang
mungkin mengisyaratkan tumor. Pembesaran difusi dan nyeri tekan hebat pada testis
pria berumur mengisyaratkan orkitis, sedangkan testis yang sangat nyeri, tertarik kearah
pangkal skrotum, terletak melintang pada remaja kemungkinan besar mengalami torsio
(Theodorou, 2012).
Kelanjar limfe inguinal harus selalu di palpasi sebagai bagian dari pemeriksaan
genitalia pria. Biasanya satu dari 2 kelenjar limfe yang menyerupai “untaian mutiara”
dapat teraba di tiap-tiap lipat paha, tetapi pembesaran yang lebih generalisata dapat
terjadi pada penyakit peradangan dan karsinoma penis. Tumor testis bermetastasis ke
kelenjar aorto-iliaka, bukan ke lipat paha, sehingga abdomen harus dipalpasi bila
dicurigai ada metastasis. Pemeriksaan prostat per rektum diindikasikan bila pasien
memperlihatkan gejala obstruksi aliran kandung kemih (Theodorou, 2012).
3. Pemeriksaan penunjang
a. Persiapan Posien dan Pengumpulan Spesimen
Untuk pemeriksaan mikroskopis dan kultur bakteri kuantitatif urin dan sekret
prostat, spesimen didapatkan dengan menggunakan metode spesimen empat porsi
menurut Meares-Stamey yang diperkenalkan sejak tahun 1968. Kini teknik itu jarang
dilakukan tetapi pemeriksaan tersebut tetap dianggap sebagai baku emas. Pengambilan
spesimen harus dilakukan dalam keadaan kandung kemih penuh. Sebelumnya harus
dijelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan dan menandatangani
persetujuan tindakan (informed consent). Harus dilakukan tindakan aseptik pada glans
penis dengan menggunakan larutan antiseptik. Bagi laki-laki yang tidak disunat maka
prepusium harus ditarik ke belakang meniauhi glans penis. Kemudian dilakukan
tindakan aseptik dan prepusium tetap ditahan selama berkemih dan saat pengeluaran
sekret prostat. Urin dan sekret prostat penderita ditampung dalam empat wadah yang
berbeda. Wadah tersebut harus steril, bermulut lebar, bertutup, ditulis identifikasi dan
porsi yang ditampungnya sebagai voided bladder (YBI, VB2, dan YB3) atau expressed
prostatic secretion (EPS). Penderita berkemih dan urin petama sebanyak 5-10 m1
ditampung pada wadah pertama (\tsl). Pancaran selanjutnya ditampung pada wadah
kedua (VB2) sebanyak 5-10 ml. Setelah itu dilakukan pemijatan kelenjar prostat.
Selama pemijatan, penderita harus menahan kencing dalam keadaan relaks dan tidak
boleh mengencangkan sphincter ani atau otot-otot dasar panggul supaya diperoleh
sekret prostat dalam jumlah cukup. Sekret prostat yang keluar ditampung pada wadah
ketiga (EPS). Kemudian penderita berkemih lagi dan urin sebanyak 5-10 ml ditampung
pada wadah keempat (VB3). Urin dan sekret prostat segar kurang dari I jam harus
segera diperiksa mikroskopis dan di kultur (Domingue DJ, 2011).
b. Pemeriksaan Mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopis pada EPS dapat membantu mengidentifikasi proses
inflamasi. Jika ditemukan lekosit dalam jumlah bermakna maka disimpulkan telah
terjadi respon terhadap proses inflamasi pada prostat. Berbagai kriteria angka diajukan
untuk menentukan batas jumlah lekosit dalam EPS. Sebagian besar penelitian
menggunakan jumlah >20 lekosit/lapangan pandang besar. Belakangan ini banyak yang
menggunakan jumlah l0 lekosit/LPB atau 1000 lekosit tanpa piuria, untuk menyatakan
apakah terjadi proses inflamasi pada prostat atau tidak. Apabila EPS tidak didapatkan
maka VB 1 dan \ts2 10x lebih kecil daripada VB3 digunakan untuk konfirmasi
inflamasi kelenjar prostat. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Caliatli et al
pemeriksaan mikroskopis pada spesimen VB3 menunjukkan sensitivitas yang lebih
tinggi dibandingkan kultur yang berasal dari swab uretra. Juga lebih mampu laksana
dibandingkan pemeriksaan mikroskopis pada EPS untuk menentukan apakah terjadi
inflamasi atau tidak pada jaringan prostat (Domingue DJ, 2011).
c. Pemeriksaan Kultur
Kultur bakteri digunakan untuk memastikan apakah sindrom prostatitis disebabkan
oleh bakteri (prostatitis bakterial akut atau prostatitis nonbakterial). Umumnya kultur
yang dilakukan adalah kultur rutin pada agar darah dan agar MacConkey.
Mikroorganisme yang diduga penyebab Prostatitis tumbuh pada media khusus. Hal itu
yang diperkirakan mengapa bakteri penyebab Prostatitis tidak dapat tumbuh, sehingga
memberi kesan seolah tidak dinfeksi bakterial (Domingue DJ, 2011).
d. Pemeriksaan Serologi dan Imunologi
Pemeriksaan Serologi dan Imunologi Antibodi terhadap C. trachomatis dapat
dideteksi dengan uji fiksi komplemen Uji mikroimunofluoresefis lebih sensitif untuk
mendeteksi antibodi terhadap C. trachomatis. Pemeriksaan pada infeksi U. urealyticurr
dilakukan dengan metode imunologi secara enzyme-immunoassay (EIA). Selain itu
dapat juga digunakan teknik western immunoblat. Pemeriksaan pada infeksi jamur
menggunakan antibodi monoklonal spesies spesifik secara serologik. Antibodi
imunoglobulin (Ig) M dapat dideteksi kira-kira dua minggu setelah terinfeksi jamur dan
akan betahan kurang dari enam bulan. Setelah terbentuk IgM menyusul IgG dibentuk
dan mencapai puncaknya 6-12 minggu serta bertahan sampai beberapa bulan. Reaksi
serologik spesies spesifik pada tipe 1 : 32 mengindikasikan infeksi jamur. Secara umum
pemeriksaan serologi dan imunologi pada infeksi virus bertujuan untuk mendeteksi
antigen virus yang terlarut atau terbentuknya antibodi sebagai respons imunitas ELISA,
solid-phase radio immunoassay (SPRIA), radioimmunoassay (RIA), dan
imunofluoresens (Domingue DJ, 2011).

G. Patogenesis
Sebagian besar infeksi pada duktus urogenital dan organ kelamin asesoris disebabkan
oleh organisme yang berjalan asenden melalui uretra. Sehingga faktor mekanis seperti
panjang uretra, buang air kecil, dan ejakulasi akan memberi sebagian proteksi terhadap
infeksi, meskipun seberapa penting mekanisme pertahanan ini masih belum jelas. Perjalanan
sebagian duktus prostatika dan duktus ejakulatorik secara oblik juga dikatakan merupakan
mekanisme pertahanan mekanis. Sekresi prostat mengandung sejumlah substansi yang
bersifat aktif terhadap berbagai spektrum mikroorganisme (Kriege JN, 2012).
Polipeptida mengandung zinc, yang disebut juga sebagai faktor antibakteri prostat,
adalah substansi antimikroba penting yang disekresi oleh prostat. Prostat memiliki
kandungan Prostat memiliki kandungan zinc lebih tinggi dibanding semua organ lain, dan
sekresi prostat pada pria normal mengandung zinc dalam kadar yang tinggi. Aktivitas
bakterisid dari sekresi prostat terhadap berbagai organisme gram negatif dan gram positif
merupakan peran kadar zinc secara langsung. Pria yang telah terdiagnosis menderita
prostatitis kronis memiliki kadar zinc di dalam cairan prostat yang signifikan lebih rendah,
namun kadar zinc ini masih di dalam batas normal. Suplemen zinc oral tidak dapat
meningkatkan kadar zinc di dalam sekresi prostat pria penderita prostatitis bakteri (Kriege
JN, 2012).
Respons imun lokal prostat teraktivasi setelah kontak dengan patogen terutama pada
parenkim prostat. Kemudian dengan segera terjadi infiltrasi limfosit pada stromaprostat.
Infiltrasi sel inflamasi yang terdiri netrofil, limfosit, dan makrofag, hanya terbatas pada
lapisan epitel dan zona duktus prostatikus. Terjadi akumulasi sekret prostat di sekitar lapisan
epitel sehingga akan membentuk semacam gelembung yang akan menimbulkan obstruksi
kelenjar prostat. Kalkuli prosat juga turut berperan pada proses inflamasi dengan
menimbulkan obstruksi di pusat duktus prostatikus. Hal tersebut menghalangi pengeluaran
sekret prostat bahkan dapat menjadi tempat bersarangnya patogen bakteri sehingga
mikroorganisrne dapat terhindar dari respons imun tubuh pejamu atau antibiotik (Nickel,
2013).
Bakteri patogen terakumulasi di organ genitalia eksterna

Berjalan asendens di uretra pars spongios ahingga uretra pars prostatika

Bakteri berjalan oblik di duktus ejakulatorius

Prostat keluarkan zinc bersifat bakterisidal

↙ ↘

Bakteri tereliminasi sempurna bakteri tidak tereliminasi

↓ ↓

Pasien sembuh aktivasi respon imun lokal di prostat

infiltrasi sel-sel imun inflamatorik (makrofag,


neutrophil, eosinophil, basophil)

Terjadi reaksi inflamasi terbatas di zona epitel


duktus prostat

Akumulasi sekret prostat menimbulkan gelembung


Obstruksi di pusat duktus prostatikus

Bagan 2.1 Patogenesis Prostatitis (Nickel, 2013).


H. Patofisiologi
Patofisiologi prostatitis masih belumjelas seluruhnya, namun diduga mekanismenya
hampir serupa dengan prostatitis bakterial kronis. Pada individu normal, laki-laki maupun
perempuan urin selalu steril karena dipertahankan jumlah dan frekuensi kencing. Uretro distal
merupakan tempat kolonisasi mikroorganisme non-pathogenic fastidious gram positif dan
gram negatif. Hampir semua ISK disebabkan invasi mikroorganisme asending dari uretra ke
dalam saluran kemih yang lebih distal, misalnya kandung kemih. Pada beberapa pasien
tertentu invasi mikroorganisme dapat mencapai ginjal. Proses ini dipermudah refluks
vesikoureter. Proses invasi mikroorganisme hematogen sangat jarang ditemukan di klinik,
mungkin akibat lanjut dari bakteriemia. Ginjal diduga merupakan lokasi infeksi sebagai akibat
lanjut septikemi atau endokarditis akibat S. Aureus (Samirah, 2009).
Prostatitis secara umum digambarkan sebagai proses fokal baik akut maupun kronis.
Area inflamasi sangatberdekatan dengan zona periferal, kemudian meluas ke zona periuretral.
Zona periferal prostat tersusun atas sistem duktus yang drainasenya kurang baik. Jika prostat
mengalami pembesaran akan mengakibatkan obstruksi uretra. Selanjutnya akan menyebabkan
refluks urin ke dalam duktus prostatikus. Apabila urin yang terkontaminasi mikroorganisme
misalnya kuman penyebab PMS mengalami refluks, maka akan mengakibafkan infeksi
aseending dan dimulainya proses inflamasi (Coyle et al., 2010).
Sebagaimana penyakit infeksi dan proses inflamasi lainnya, gejala prostatitis berupa
pembengkakan dan nyeri. Terjadi penyempitan saluran uretra sehingga menyumbat leher
kandung kemih. Gejala prostatitis biasanya tidak terlalujelas dan cenderung ringan sehingga
sering diabaikan. Kumpulan gejalanya berupa nyeri, gangguan berkemih, dan gangguan
fungsi seksual. Nyeri terbanyak dirasakan pada panggul atau pinggang belakang. Gangguan
berkemih berupa disuria, urgensi dan rasa tidak lampias. Gangguan fungsi seksual berupa
disfungsi ereksi, disfungsi ejakulasi, dan infertilitas. Semua gejala itu dapat menurunkan
kualitas hidup penderita pada derajat yang sama dengan penyakit jantung koroner atau
penyakit Crohn. Prostatitis juga mengakibatkan gangguan kesehatan mental penderita yang
serupa dengan penderita diabetes melitus atau penyakit gagal jantung kongestif (Coyle et al.,
2010).

I. Gambaran Histopatologi
Dalam prostatitis bakteri, penularan bakteri adalah umum, tetapi hematogen, limfatik,
dan penyebaran bersebelahan infeksi dari organ sekitarnya juga harus diperhatikan. Meskipun
berbagai rute telah didalilkan, tidak ada telah tegas dibuktikan (Krieger et al., 2011).
Sebuah riwayat penyakit menular seksual dikaitkan dengan peningkatan risiko untuk
gejala prostatitis. Adanya sel inflamasi akut pada epitel kelenjar dan lumen prostat, dengan
sel-sel inflamasi kronis pada jaringan periglandular, ciri prostatitis (lihat gambar di bawah).
Namun, kehadiran dan kuantitas sel-sel inflamasi dalam urin atau prostat sekresi tidak
berkorelasi dengan keparahan gejala klinis (Krieger et al., 2011).

Gambar 2.1 Sebuah infiltrat inflamasi campuran spesifik yang terdiri dari limfosit, sel
plasma, dan histiosit khas di prostatitis bakteri kronis (Krieger et al., 2011).

J. Penatalaksanaan
1. Terapi lama
Selain itu, terus menerapkan obat obat mengurangi peradangan dan mencegah
perkembangan berbagai komplikasi. Perawatan unutk acute bacterial prostatitis adalah
peresepan antibiotik-antibiotik oral, biasanya ciprofloxacin (Cipro) atau tetracycline
(Achromycin). Perawatan rumah termasuk minum cairan-cairan yang banyak, obat-obat
pengontrol nyeri, dan istirahat. Jika pasiennya sakit secara akut atau mempunyai sistim
imun yang dikonmpromiskan (contoh, sedang mengambil kemoterapi atau obat-obat
penekan imun atau mempunyai HIV/AIDS), perawatan di rumah sakit untuk antibiotik-
antibiotik intravena dan perawatan mungkin diperlukan (Brede, 2011).
Selain pemberian obat obatan antibiotik, pasien mungkin juga harus diberikan
paracetamol dan ibuprofen. Pemberian obat-obatan pereda sakit semacam ini diberika
untuk menurunkan panas jika pasien mengalami demam. Dalam beberapa kasus, terkadang
pasien perlu diberikan obat obatan pereda sakit yang lebih kuat lagi (Brede, 2011).
2. Terapi baru
Metode yang paling modern - elektroforesis, laser dan terapi suara (pengobatan
dengan lintah), perawatan spa lumpur suite. Jangan menolak untuk dokter dan metode
pengobatan tradisional - pijat prostat, fisioterapi, akupuntur (Brede, 2011) :
a. Fisioterapi perawatan
Penggunaan teknologi baru sangat populer seperti metode kompleks pengobatan
prostatitis kronis, yang terdiri dari terapi medis dan fisik.
b. Efek magnetik
Metode atas dasar medan magnet. Tindakan ini dilaksanakan pada tingkat
molekuler, dan di bawah pengaruh perbaikan sel listrik, mempercepat proses
menghilangkan produk-produk limbah. Hasil dampak tersebut menjadi normalisasi
metabolisme, penghentian proses inflamasi, pemulihan jaringan yang sakit. Pasukan
medan magnet untuk bekerja pertahanan tubuh tanpa menggunakan obat - pil dan
suntikan.
c. Efek termal
Selain yang diuraikan di atas metode hari prostatitis diperlakukan oleh proses
termal. Efek perlakuan panas pada tingkat jaringan. Panas mengaktifkan metabolisme
protein, blok transmisi nyeri (maka efek analgesik). Kapiler membesar, meningkatkan
sirkulasi darah, yang menyebabkan metabolisme lebih cepat dan mobilisasi sumber
daya tubuh pasien. Kedua metode ini - perawatan magnetik dan termal - meningkatkan
pengaruh obat dengan mengorbankan sifat-sifatnya.
d. Obat modern
Farmakologi saat ini terus mencari obat baru - yang aman dan terjangkau. Salah
satunya adalah patch khusus, diciptakan oleh apoteker Cina. Patch ini memecahkan
masalah kesehatan pria, mudah digunakan dan efektif dalam pengobatan prostatitis akut.
Namun, tidak ada efek negatif pada perut, hati, ginjal, tidak disediakan.

K. Komplikasi
1. Prostatitis Bakteri Kronis
a. Definisi
Prostatitis Bakteri Kronis Prostatitis bakteri kronis merupakan penyebab penting
menetapnya bakteri di dalam saluran kencing bagian bawah pada pria. Prostatitis bakteri
kronis dapat menyebabkan disfungsi sekresi kelenjar prostat. Perubahan yang terjadi
berupa peningkatan pH sekresi prostat, perubahan rasio isozymes lactic dehydrogenase
(LDH), dan peningkatan kadar immunoglobulin. Perubahan yang lain adalah penurunan
berat jenis spesifik sekresi prostat, faktor antibakteri prostat, kadar kation ( zinc,
magnesium, dan kalsium), asam sitrat, spermine, kolesterol, acid phosphatase, dan
lysozyme. Temuan ini menunjukkan kalau prostatitis bakteri berhubungan dengan
disfungsi sekresi kelenjar prostat secara menyeluruh (Ivo, 2011).
b. Tanda dan Gejala
Gejala yang khas adanya infeksi saluran kencing yang rekuren. Angka
kejadiannya diperkirakan 5–10% dari seluruh penderita prostatitis. erita prostatitis.
Tanda bervariasi dimulai dari disuri atau kadang tidak ada gejala sama sekali, bisa juga
nyeri waktu ejakulasi, hemospermia atau nyeri pelvic. Kadang penderita tidak
menunjukkan gejala sama sekali (Ivo, 2011).
c. Etiologi
Agen penyebabnya sama dengan prostatitis bakteri akut. Kuman batang gram
negatif, termasuk enterrobakteria dan pseudomonas merupakan kuman pathogen paling
penting. Kuman kokus gram positif, seperti Streptococcus faecalis atau Stapfilococcus
saprophiticus merupakan penyebab pada sebagian kasus (Ivo, 2011).
d. Penegakkan diagnosis
Pemeriksaan saluran kencing selama serangan bakteriuria kandung kemih tidak
akan bermanfaat, penderita dievaluasi jika urine pencar tengah telah steril. Kadang perlu
menghilangkan kuman yang ada di dalam urine kandung kemih dan uretra dengan
memberi obat, seperti penisilin G atau nitrofurantoin agar didapatkan pemeriksaan
diagnostik (Shukla, 2011).
Penderita prostatitis bakteri kronis yang dilakukan pemeriksaan patologi
dilakukan pemeriksaan magnetic resonance (MR) imaging menunjukkan metabolik
yang abnormal menunjukkan false-positive diagnosis kanker. Paling umum MR
imaging pada penderita prostatitis didapatkan signal intensity (SI) fokal yang rendah
dan ini tidak menunjukkan spesifik untuk kanker (Shukla, 2011).
e. Tata laksana
Terapi antimikroba untuk infeksi bakteri lokal sangat tergantung pada kadar obat
mencukupi yang sampai ke tempat infeksi. Namun banyak obat Namun banyak obat
memiliki daya penetrasi yang jelek ke parenkim prostat. Sementara antimikroba lain
yang mampu mencapai level memadai di jaringan, seperti eritromisin, namun memiliki
spektrum yang kurang memadai untuk kuman pathogen di prostat. Trimethoprim –
sulfamethoxazole telah menjadi “baku emas”. Trimethoprim memiliki 2 sifat yang
bermanfaat: mampu mencapai parenkim prostat dengan kadar yang memadai, dan
efektif terhadap sebagian besar pathogen yang umum dijumpai di prostat. Terapi jangka
panjang trimethoprim (80 mg) ditambah sulfamethoxazole (400 mg) per oral 2 kali
sehari selama 4–16 minggu ternyata lebih baik untuk memperpendek masa terapi (Ivo,
2011).
2. Inflammatory Chronic Pelvic Pain Syndrome
a. Definisi
Inflammatory Chronic Pelvic Pain Syndrome secara khas tidak menyebabkan
disuria seperti cystitis. Disertai dengan gejala yang paling menonjol berupa nyeri pelvis
yang kronis (perineal, testikular, penis, perut bawah dan ejakulasi).Penderita merasa
tidak nyaman pada pelvis biasanya berlangsung kurang dari 3 bulan. Diperkirakan
angka kejadiannya 40–65% dari seluruh penderita prostatitis (Dimitrakov, et al, 2012).
b. Etiologi
Penyebabnya tidak diketahui, mungkin infeksi dengan Chlamydia trachomatis,
Mycoplasma hominis, Trichomonas vaginalis atau virus. Diagnosis banding yaitu
sistitis interstitial dan karsinoma in situ kandung kemih (Dimitrakov, et al, 2012).
c. Tanda dan Gejala
Gejala dan tanda sistemik tidak ada. Pemeriksaan genital tidak begitu bermakna,
dan prostat masih dalam batas normal saat dilakukan pemeriksaan rektum (Shukla,
2011).
d. Penegakkan Diagnosis
Penyakit ini dapat disertai gejala iritasi saluran kencing bagian bawah. Sehingga
untuk penderita tertentu perlu dilakukan pemeriksaan sitologi dan pemeriksaan
endoskopik dengan cermat, dan mengambil spesimen kandung kemih yang adekuat
untuk pemeriksaan biopsi (Shukla, 2011).

e. Tata laksana
Tabel 2.1 Pilihan pengobatan oral untuk prostatitis kronik sindroma nyeri pelvis kronik
(Capodice JL, et al, 2010).
Terapi ternyata memberi hasil yang tidak memuaskan bagi sebagian besar penderita. Obat
antimikroba dianggap sebagai terapi pilihan pertama (tabel 5). Penderita yang telah
diketahui ada uropatogen akan memberi respon terhadap terapi spesifik, namun sebagian
kecil penderita diagnosis harus ditegakkan dengan akurat terlebih dulu karena diagnosis
organisme secara selektif terbukti sulit diterapkan secara klinis. Bagi pria yang tidak
menunjukkan bukti infeksi kuman patogen tertentu, terapi antimikroba sering kali
membuahkan kesembuhan sementara. Namun gejala seringkali kambuh kembali setelah
terapi dihentikan. Penderita dan dokter yang merawat sering kali kebingungan setelah
memberi berulang kali terapi empiris namun mengalami kegagalan (Dimitrakov et al.,
2012).
3. Non-inflammatory Chronic Pain Syndrome
a. Etiologi
Penyebabnya tidak diketahui, diduga penjelasan untuk sindroma ini termasuk
tidak sinerginya antara baldder detrusor dan otot spinkter internal ( stress prostatitis),
atau pelvic floor tension myalgia (Dimitrakov et al., 2012).
b. Tanda dan Gejala
Gejalanya ditandai dengan keluhan nyeri pelvis yang kronis (perineal, testikular,
penis, perut bagian bawah dan ejakulasi). Menyebabkan disuria tidak seperti pada
cystitis, hesitancy urine, buang air kecil yang menetes, dan pancaran yang lemah. Pada
penderita ini sekresi prostat nampak normal tanpa disertai peradangan. Gejala juga
mungkin karena eksaserbasi aktivitas seksual. Pemeriksaan fisik urogenital umumnya
tidak bermanfaat. Rasa tidak nyaman atau nyeri di daerah pelvis berlangsung 3 bulan.
Diperkirakan kejadiannya 20–40% dari semua kasus prostatitis sindroma (Dimitrakov et
al., 2012).
c. Tata laksana
Terapi yang sekarang diberikan hasilnya kurang memuaskan. Terapi yang
direkomendasikan Terapi yang direkomendasikan mencakup masase prostat, obat anti-
inflamasi, obat antikolinergik, pelemas otot, reseksi prostat transuretra, mandi duduk,
diatermi, olah raga, fisioterapi, dan psikoterapi. Sebagian dokter merekomendasikan
agar memperbanyak frekuensi ejakulasi untuk mengurangi “kongesti”, sementara
sebagian yang lain merekomendasikan agar tidak melakukan ejakulasi, menghindari
alkohol, kopi, teh, makanan pedas, dan sebagainya. Bukti objektif yang menunjukkan
bahwa tindakan ini dapat berdampak pada perjalanan penyakit hanya sedikit. Terapi
non-antimikroba adalah dengan pemberian obat pemblok alfa-adrenergik untuk
mengobati disfungsi neuromuskuler yang oleh sebagian ahli dianggap sebagai
penyebab. Sejumlah kecil penelitian menunjukkan bahwa penderita akan mendapat
manfaat dari obat pemblok alfa-adrenergik seperti fenoksibenzamin, fentolamin, atau
terazosin (Dimitrakov et al., 2012).

L. Prognosis
Prognosis pada pasien dengan kejadian pertama dari prostatitis bakteri akut baik,
dengan terapi antibiotik yang agresif dan kepatuhan pasien yang baik. Pada pasien dengan
prostatitis kronis berulang yang mungkin hadir dengan eksaserbasi akut, faktor yang
mendasari penyebab mempengaruhi hasil (Krieger et al., 2011).
Prostatitis dapat menyebabkan urosepsis dengan kematian yang terkait signifikan
pada pasien dengan diabetes mellitus, pasien dialisis untuk gagal ginjal kronis, pasien yang
immunocompromised, dan pasien pasca operasi yang telah instrumentasi uretra. Prostatitis
kronis dan tanpa gejala prostatitis inflamasi belum definitif terkait dengan perkembangan
kanker prostat (Krieger et al., 2011).
DAFTAR PUSTAKA

Brede CM, Shoskes DA. 2011. The etiology and management of acute prostatitis. Nat Rev Urol.
8(4):207-12.
Campeggi, A., Ouzaid, I., Xylinas, E., Lesprit, P., Hoznek, A., Vordos, D., & Taille, A. (2014).
Acute bacterial prostatitis after transrectal ultrasound‐guided prostate biopsy:
Epidemiological, bacteria and treatment patterns from a 4‐year prospective
study. International Journal of Urology, 21(2), 152-155.
Capodice JL, et al. 2010. Complementary and Alternative Medicine for Chronic
Prostatitis/Chronic Pelvic Pain Syndrome, 2(4): 495-501, Oxford Journals.
(http://ecam. oxfordjournals.org/cgi/content/full/2/4/49 5).
Cariani, Trinchieri A.Magt V Bonamore R, Restelli A, Garla"schi MC, et al. Prevalenco of
sexual dysfunction in men with chronic prostatitis/chronic pelvic pain syndrome. Arch
Ital Urol Androl. 2012;'19:67-'70.
Coyle EA, Prince RA. 2010. Urinary Tract Infection and Prostatitis In: Dipiro JT, ed.
Pharmacotherapy : A Pathophysiologic Approach. USA: The Mc Graw Hill Medical’v.
Dimitrakov J, MD, et al. 2012. Management of Chronic Prostatitis/Chronic Pelvic Pain
Syndrome: an evidencebased approach, In: Journal of Urology, 67(5): 881–8.
(http://www.pubmedcentral.nih.gov/ articlerender. fcgi?tool=pubmed&pubmedid=16698346).
Domingue DJ, Hellstrom WJG. Prostatitis. Clin Microbiol Rev.; 2011II:604-13.
Ivo Tarfusser, MD. 2011. Treatment, In: Chronic Prostatitis,
(http://www.prostatitis.org/tarf/p5.ht m.).
Krieger JN, Dobrindt U, Riley DE, Oswald E. 2011. Acute Escherichia coli prostatitis in
previously health young men: bacterial virulence factors, antimicrobial resistance, and
clinical outcomes. Urology. 77(6):1420-5.
Krieger JN. Prostatitis syndrome. In: Holmes KK, Mardh B Sparling PF, Lemon SM, Stamm
WE, Piot P, et al-, editors. Sexually transmitted diseases. 3rd ed. New York: McGraw-
Hill; 2012.p.859-71.
Naber KG, Weidner W. Chronic Prostatitis an infectious diseases. J of Antimier Chemister 2011;
46(2): 157–61
Nickel JC.Prostatitis. In: Wein AJ, Kavoussi LR, Novick AC, Partin AW, Peters CA, editors.
Campbell-Walsh Urology. 9ih ed. Philadelphia: Saunders-Elseviet; 2013.p.7 54-72.
Nickel, J. C. (2013). Understanding chronic prostatitis/chronic pelvic pain syndrome
(CP/CPPS). World journal of urology, 31(4), 709-710.
Samirah, Darwati, Windarwati, et al. 2009. Pola dan Sensitivitas Kuman di Penderita
Infeksi Saluran Kemih. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical
Laboratory;12:110-3.
Shukla-Dave, et al. 2011. Chronic Prostatitis: MR Imaging and 1H MR Spectroscopic
Imaging Findings—Initial Observations. In: Radiology; Journal prostatitis syndrome. 231(3):
717–24. ( http://radiology. rsnjnls.org /cgi/content/full/231/3/717?ck=nc k.).
Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi V jilid 3. Jakarta:Interna
Publishing.
Theodorou C, Becopoulos T. Prostatitis. Prostate Cancer and Prostatic Diseses.l"t ed. Athens:
Macmillan Publishers Ltd; 2012.p.234-4O.
Whitfield HN; ABC of urology: Urological evaluation. BMJ. 2013 Aug 26;333(7565):432-5.

Anda mungkin juga menyukai