Anda di halaman 1dari 67

TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

MATERI INTI 3
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN
PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

1.1. DESKRIPSI SINGKAT


Angka Kematian Ibu (AKI) dan Bayi (AKB) di Indonesia masihtinggi. Berdasarkan Hasil
Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015 Indonesia, Angka Kematian Ibu di
Indonesia adalah 305 / 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan Angka Kematian Bayi yaitu 24
per 1000 kelahiran hidup (SDKI 2017).

Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, tingginya kematian ibu disebabkan oleh
hipertensi pada kehamilan, komplikasi masa nifas, perdarahan pascapersalinan, abortus,
perdarahan antepartum, partus lama / macet, dan kelainan amnion. Sebagian besar
penyebab kematian ibu tersebut sebenarnya dapat dicegah.

Kegawatdaruratan pada kehamilan, persalinan dan nifas adalah kondisi medis yang
mengancam jiwa yang terjadi pada kehamilan, persalinan dan nifas. Penanganan
kegawatdaruratan obstetrik ada tidak hanya membutuhkan sebuah tim medis yang
menangani kegawatdaruratan tetapi lebih pada membutuhkan petugas kesehatan yang
terlatih untuk setiap kasus-kasus kegawatdaruratan. Kasus gawat darurat obstetri adalah
kasus obstetri yang apabila tidak segera ditangani akan berakibat kematian ibu dan
janinnya. Kasus ini menjadi penyebab utama kematian ibu janin dan bayi baru lahir.
(Saifuddin, 2002)

Materi pelatihan ini memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada Dokter, Bidan dan
Perawat di fasilitas kesehatan untuk melakukan Tata Laksanakegawatdaruratan
padakehamilan, persalinan dan nifas secara tim sesuai kewenangannya.

1.2. TUJUAN PEMBELAJARAN


1.2.1. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan Tata Laksana kegawatdaruratan
pada kehamilan, persalinan dan nifas.

1.2.2. Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah mengikuti pelatihan ini peserta mampu:
1) Melakukan Tata Laksana kegawatdaruratan dasar pada kehamilan, persalinan, dan
nifas
2) Menjelaskan Tata Laksana pada kehamilan, persalinan, nifas dengan penyulit obstetrik
3) Melakukan Tata Laksana kasus kegawatdaruratan tersering pada kehamilan,
persalinan dan nifas

107
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

4) Rujukan kasus kegawatdaruratan kehamilan, persalinan dan nifas

1.3. POKOK BAHASAN


Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan dan sub-pokok bahasan sebagai berikut:
1. Tata Laksana kegawatdaruratan dasar pada kehamilan, persalinan, dan nifas
a. Henti jantung dan henti napas.
b. Syok.
c. Kejang.
d. Sesak napas.
e. Pingsan.

2. Tata Laksana pada kehamilan dan persalinan dengan penyulit obstetri


a. Hiperemesis Gravidarum.
b. Kehamilan Ektopik Terganggu.
c. Perdarahan Antepartum.
d. Persalinan Preterm.
e. Ketuban Pecah Dini.
f. Persalinan Lama (kelainan His, CPD, Makrosomia ).
g. Kelainan letak dan malpresentasi dalam persalinan.
h. Distosia Bahu.
i. Infeksi Nifas.
j. Prolaps Tali Pusat.

3. Tata Laksana kasus kegawatdaruratan tersering pada kehamilan, persalinan, dan


nifas
a. Hipertensi dalam kehamilan, Preeklampsia dan Eklampsia.
b. Perdarahan Pasca Salin.

4. Rujukan kasus kegawatdaruratan pada kehamilan, persalinan, dan nifas


a. Stabilisasi pasien.
b. Persiapan sarana merujuk.
c. Perencanaan rujukan.

1.4. METODE PEMBELAJARAN


1. Tugas baca.
2. Ceramah dan tanya jawab.
3. Curah pendapat.
4. Diskusi kasus.
5. Simulasi / praktik (dalam skill station).
6. Praktik lapangan.

108
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

1.5. MEDIA DAN ALAT BANTU


1. Modul.
2. Bahan tayang.
3. Komputer.
4. LCD.
5. Panduan simulasi materi inti 3 Tata Laksanan kegawatdaruratan pada
kehamilan, persalinan dan nifas.
6. Panduan simulasi Tata Laksana kegawatdaruratan dasar pada kehamilan,
persalinan dan nifas.
7. Lembar kasus Tata Laksana kegawatdaruratan dasar pada kehamilan,
persalinan dan nifas.
8. 1 set alat Tata Laksana kegawatdaruratan dasar pada kehamilan, persalinan dan
nifas.
9. Lembar penugasan henti jantung dan napas.
10. Lembar penugasan penanganan syok.
11. Lembar penugasan penanganan pingsan.
12. Lembar penugasan penanganan sesak napas.
13. Panduan diskusi Tata Laksana kehamilan dan persalinan dengan penyulit
obstetrik.
14. Lembar kasus diskusi Tata Laksana kehamilan dan persalinan dengan penyulit
obstetri.
15. Panduan simulasi Tata Laksana kasus kegawatdaruratran tersering pada
kehamilan, persalinan dan nifas.
16. Lembar penugasan penanganan perdarahan pasca salin karena atonia uteri.
17. Lembar penugasan eksplorasi digital pada sisa plasenta.
18. Lembar penugasan manual plasenta.
19. Lembar penugasan pre eklampsia berat.
20. Lembar penugasan penanganan eklampsia.
21. 1 set alat Tata Laksana kasus kegawatdaruratan tersering pada kehamilan,
persalinan dan nifas.
22. Panduan simulasi rujukan kasus kegawatdaruratan kehamilan, persailnan, dan
nifas.
23. Lembar penugasan stabilisasi pra rujukan maternal.
24. 1 set alat rujukan kasus kehamilan, persalinan, dan nifas.
25. Panduan Evaluasi Materi Inti 3 (OSCE).
26. Lembar penilaian evaluasi materi penanganan perdarahan pasca salin karena
atonia uteri.
27. Lembar penilaian evaluasi materi manual plasenta.
28. Lembar penilaian evaluasi materi penanganan preeklampsia berat.
29. Lembar penilaian evaluasi penanganan eklampsia.
30. 1 set alat untuk evaluasi materi inti 3 (OSCE).
31. Panduan praktik lapangan.

109
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

1.6. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN


Agar proses pembelajaran dapat berhasil secara efektif, maka perlu disusun langkah –
langkah pembelajaran sebagai berikut:

1.6.1. PERSIAPAN
Sebelum dimulainya proses pembelajaran, langkah persiapan harus dilakukan baik oleh
pelatih maupun peserta, antara lain:
1. Persiapan oleh Pelatih
 Pelatih mempersiapkan materi, bahan tayang/penyajian yang akan diberikan
pada peserta di setiap sesi.
 Pelatih mempersiapkan alat–alat /media bantu pelatihan di setiap sesi
sekurang–kurangnya 1 hari sebelum pelaksanaan proses pembelajaran.

2. Persiapan oleh Peserta


 Peserta wajib mempersiapkan diri untuk mengikuti dari awal hingga akhir
pelatihan.
 Peserta harus membaca modul pelatihan terlebih dahulu sebelum proses
pembelajaran dimulai.

1.6.2. PENYAMPAIAN MATERI


Penyampaian materi Tata Laksanakegawatdaruratan kehamilan, persalinan dan nifas
disampaikan selama 225 menit. Berikut adalah langkah – langkah pembelajaran:

Langkah 1. Pengkondisian Peserta


Langkah pembelajaran:
1) Pelatih menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Mulai dengan perkenalan diri
dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja dan materi yang akan
disampaikan.
2) Pelatih menyampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan ruang lingkup pokok
bahasan yang akan disampaikan.

Langkah 2. Penyampaian Materi


1) Pelatih menggali wawasan peserta terkait pokok bahasan – subpokok bahasan
secara umum.
2) Pelatih menyampaikan paparan seluruh materisesuai urutan pokok bahasan –
subpokok bahasan.
3) Pelatih menyampaikan materi pada langkah ini dengan metode tugas baca, ceramah
tanya jawab dan curah pendapat.
4) Setelah penyampaian seluruh pokok bahasan, pelatih memberikan kesempatan
kepada peserta untuk menanyakan hal–hal yang kurang jelas serta menjawab
pertanyaan yang diajukan oleh peserta dengan terlebih dahulu memberikan
kesempatan kepada peserta lain untuk menjawabnya.

110
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

Langkah 3. Rangkuman dan Penutup


1) Pelatih melakukan evaluasi untuk mengetahui penyerapan terhadap materi yang
disampaikan dan pencapaian tujuan pembelajaran.
2) Pelatih bersama dengan peserta merangkum poin penting dari Tata Laksana
persalinan bersih dan aman.
3) Pelatih membuat kesimpulan sebagai penutup langkah pembelajaran penyampaian
materi.

1.6.3. PENUGASAN (dalam skill station)


Penugasan dilakukan dalam kelompok kecil yang disebut dengan skill Station. Peserta
dibagi menjadi 3 kelompok kecil. Setiapkelompok (skillstation)terdiri dari maksimal 9orang
peserta. Penugasan dilaksanakan dalam4 (empat) sesi, yaitu:
1) Sesi 1
Diskusi kasus dan simulasi/praktik Tata Laksanakegawatdaruratan dasar (henti jantung
dan henti napas, syok, kejang, sesak napas dan pingsan).
2) Sesi 2
Diskusi kasusTata Laksana pada kehamilan dan persalinan dengan penyulit obstetri.
3) Sesi 3
Diskusi kasus dan simulasi/praktik Tata Laksanakegawatdaruratan tersering pada
kehamilan, persalinan dan nifas.
4) Sesi 4
Simulasi / praktik rujukan kasus kegawatdaruratan kehamilan, persalinan dan nifas.

A. Penugasan Sesi 1
Peserta dibagi menjadi dalam 3 kelompok kecil (skill station). Setiap kelompok
mendapatkan materi penugasan yang sama. Langkah pembelajaran dalam penugasan
terdiri dari 4 langkah yaitu menjelaskan (tell), menunjukkan (show), melakukan (do) dan
umpan balik (feedback).Berikut adalah rincian dari masing – masing langkah:

Langkah 1. Menjelaskan (Tell)


Langkah pembelajaran:
 Pelatih menyapa peserta dengan ramah, mengucapkan salam dan memperkenalkan
diri serta menyampaikan tujuan pembelajaran pada sesi ini.
 Peserta mendapatkan penjelasan singkat henti jantung dan henti napas, syok, kejang
sesak napas dan pingsan.

Langkah 2. Menunjukkan (Show)


Langkah pembelajaran:
 Pelatih memperagakan Tata Laksanakegawatdaruratan dasar (henti jantung dan henti
napas, syok, kejang, sesak napas dan pingsan) pada kehamilan, persalinan, dan nifas.

111
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

Langkah 3. Melakukan (Do)


Langkah pembelajaran:
 Peserta diminta mendiskusikan soal kasus yang diberikan oleh pelatih.
 Peserta diminta melakukan Tata Laksana kegawatdaruratan dasar pada kehamilan,
persalinan dan nifas.
 Setiap peserta harus mendapatkan kesempatan untuk melakukan praktik.

Langkah 4. Umpan Balik (Feedback)


Langkah pembelajaran:
 Pelatih memberikan umpan balik ke peserta dan diskusi.

B. Penugasan Sesi 2
Peserta dibagi menjadi dalam 3 kelompok kecil (skill station). Setiap kelompok
mendapatkan materi penugasan yang sama. Berikut adalah rincian langkah – langkah
pembelajaran:
1) Pelatih memberikan soal kasus kepada seluruh peserta.
2) Peserta mengerjakan soal kasus yang diberikan pelatih dalam waktu yang
ditentukan.
3) Peserta mendiskusikan soal kasus yang telah dikerjakan kepada kelompok
pesertalainnya.
4) Pelatih dan peserta mendiskusikan soal kasus yang telah dikerjakan peserta.
5) Pelatih memberikan umpan balik dan kesimpulan dari setiap diskusi kasus.

C. Penugasan Sesi 3
Peserta dibagi menjadi dalam 3 kelompok kecil (skill station). Setiap kelompok
mendapatkan materi penugasan yang sama. Langkah pembelajaran dalam penugasan
terdiri dari 4 langkah yaitu menjelaskan (tell), menunjukkan (show), melakukan (do), dan
umpan balik (feedback). Berikut adalah rincian dari masing – masing langkah:
Langkah 1. Menjelaskan (Tell)
Langkah pembelajaran:
 Pelatih menyapa peserta dengan ramah, mengucapkan salam dan memperkenalkan
diri serta menyampaikan tujuan pembelajaran pada sesi ini.
 Peserta mendapatkan penjelasan singkat tentang Tata Laksana kasus
kegawatdaruratan tersering pada kehamilan, persalinan, dan nifas.

Langkah 2. Menunjukkan (Show)


Langkah pembelajaran:
 Pelatih memperagakan melakukan Tata Laksana kasus kegawatdaruratan tersering
pada kehamilan, persalinan dan nifas secara tim sesuai dengan kewenangannya.

Langkah 3. Melakukan (Do)

112
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

Langkah pembelajaran:
 Peserta diminta melakukan Tata Laksanakasus kegawatdaruratan tersering pada
kehamilan, persalinan dan nifas secara tim sesuai dengan kewenangannya.

Langkah 4. Umpan Balik (Feedback)


Langkah pembelajaran:
 Pelatih memberikan umpan balik ke peserta dan diskusi.

D. Penugasan Sesi 4
Peserta dibagi menjadi dalam 3 kelompok kecil (skill station). Setiap kelompok
mendapatkan materi penugasan yang sama. .Langkah pembelajaran dalam penugasan
terdiri dari 4 langkah yaitu menjelaskan (tell), menunjukkan (show), melakukan (do) dan
umpan balik (feedback). Berikut adalah rincian dari masing – masing langkah:

Langkah 1. Menjelaskan (Tell)


Langkah pembelajaran:
 Pelatih menyapa peserta dengan ramah, mengucapkan salam dan memperkenalkan
diri serta menyampaikan tujuan pembelajaran pada sesi ini.
 Peserta mendapatkan penjelasan singkat tentang rujukan kasus kegawatdaruratan
pada kehamilan, persalinan dan nifas.

Langkah 2. Menunjukkan (Show)


Langkah pembelajaran:
 Pelatih memperagakan cara melakukan rujukan kasus kegawatdaruratan pada
kehamilan, persalinan dan nifas.

Langkah 3. Melakukan (Do)


Langkah pembelajaran:
 Peserta diminta melakukan rujukan kasus kegawatdaruratan pada kehamilan,
persalinan, dan nifas.

Langkah 4. Umpan Balik (Feedback)


Langkah pembelajaran:
Pelatih memberikan umpan balik ke peserta dan diskusi.

113
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

1.6.4. EVALUASI PESERTA


Evaluasi peserta pada materi tata laksana kegawatdaruratan kehamilan, persalinan dan
nifas dilakukan dalam bentuk tertulis diakhir pelatihan yaitu post test dan dalam bentuk
praktik / penugasan yaitu evaluasi materi (OSCE) serta uji komprehensif.

1.7. URAIAN MATERI


1.7.1. Pokok Bahasan 1: Tata Laksana Kegawatdaruratan Dasar pada Kehamilan, Persalinan
dan Nifas
Penatalaksanaan kegawatdaruratan medik pada kehamilan, persalinan, dan nifas di
fasilitas kesehatan tingkat pertama bertujuan untuk mengenali dan menatalaksana
kegawatdaruratan medik.

Penilaian awal kegawatdaruratan medik pada ibu hamil, bersalin dan nifas dilakukan
dengan segera lakukan (quick check) saat ibu tiba, dan apabila ditemukan tanda-tanda
bahaya yang mengancam jiwa, maka tim respon awal harus segera dimobilisasi untuk
melakukan langkah-langkah stabilisasi sambil mempersiapkan kemungkinan rujukan ke
rumah sakit.

Tanda Klasifikasi Penanganan


Jika ibu: EMERGENSI IBU
 Tidak sadar (tidak menjawab  Segera tangani
panggilan)  Teriak minta tolong
 Kejang  Menenangkan ibu dan keluarga
 Perdarahan  Meminta pendamping untuk tetap
 Nyeri perut berat atau tampak sakit mendampingi ibu
berat
 Nyeri kepala hebat dan pandangan
kabur
 Kesulitan bernapas
 Demam
 Muntah berlebihan
Jika ibu: PERSALINAN
 Akan bersalin segera  Pindahkan ke kamar bersalin

Seseorang yang kompeten harus segera melakukan penilaian terhadap kondisi umum ibu
segera setelah ibu tiba di fasilitas kesehatan, dan secara berkala melakukan penilaian
ulang. Penilaian tersebut harus dilakukan secara simultan yang meliputi:
1) Keluhan utama dan riwayat singkat yang relevan.
2) Segera peroleh data tanda vital secara lengkap dan akurat.
3) Pemeriksaan inspeksi, visualisasi, dan auskultasi secara cepat dan efektif.
4) Mulai dari kondisi yang paling serius dan terkait dengan tampilan pasien saat datang.
5) Gunakan alur yang logis untuk eliminasi determinan dekat.
6) Temukan penyebab gawat-darurat atau ancaman keselamatan jiwa pasien, tidak
hanya mencari diagnosis definitif.

114
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

Penatalaksanaan awal ketika menemukan kondisi kegawatdaruratan:


1) Stabilisasi penderita,
2) Pemberian oksigen,
3) Infus dan terapi cairan,
4) Transfusi darah.
5) Pemberian medikamentosa (antibiotika, sedatif, anestesi, analgetika dan serum anti
tetanus).
6) Upaya rujukan lanjutan (bila perlu).

A. Henti Jantung dan Henti Napas


Definisi
Merupakan suatu keadaan terhentinya sirkulasi normal akibat kegagalan jantung dalam
berkontraksi dengan efektif. Keadaan ini merupakan kegawatdaruratan medik yang mana
pada situasi tertentu dapat bersifat reversible bila ditangani secara tepat dan cepat.

Diagnosis :
Kondisi henti jantung / henti napas biasanya akan selalu disertai dengan penurunan
kesadaran. Sebagai gold standar diganosis adalah tidak teraba nadi karotis ( gold standar
). Kondisi pada ibu hamil, bersalin dan nifas yang berisiko untuk terjadinya henti jantung/
henti napas adalah :
1) Perdarahan hebat (paling sering).
2) Penyakit tromboemboli.
3) Penyakit jantung.
4) Sepsis.
5) Keracunan obat (contoh: magnesium sulfat, anestesi lokal).
6) Eklampsia.
7) Perdarahan intrakranial.
8) Anafilaktik.
9) Gangguan metabolik/elektrolit (contoh: hipoglikemia).
10) Hipoksia karena gangguan jalan napas dan/atau penyakit paru.

Tata Laksana
a. Tata Laksana Umum
1) Panggil bantuan tim respon awal emergensi.
2) Lakukan penilaian awal cepat kondisi keadaan umum, hemodinamik, dan
keadaan yang mendukung kepada penegakan diagnosis.
3) Lakukan langkah-langkah penatalaksanaan sesuai dengan algoritma.
4) Berikan informasi yang jelas kepada keluarga situasi yang sedang terjadi serta
upaya yang sedang dilakukan oleh tim.

b. Tata Laksana Khusus:


TIdak ada.

115
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

Prosedur Resusitasi Jantung Paru


1) Bila nadi tidak teraba, segera lakukan resusitasi kardiopulmoner.
2) Resusitasi kardiopulmoner pada ibu dengan usia kehamilan >20 minggu dilakukan
dalam posisi ibu miring ke kiri sebesar 15-300.
3) Penekanan dada dilakukan di pertengahan sternum. Kompresi dilakukan dengan
cepat dan mantap, menekan sternum sedalam 5 cm dengan kecepatan 100-
120x/menit.
4) Setelah 30 kompresi, buka
kembali jalan napas lalu berikan
2 kali ventilasi
menggunakan balon-sungkup atau melalui mulut ke mulut dengan alas. Tiap ventilasi
diberikan dalam waktu 1 detik. Berikan ventilasi yang cukup sehingga pengembangan
dada terlihat.
5) Kemudian lanjutkan kompresi dada dan ventilasi dengan perbandingan 30:2.
6) Pasang kanul intravena (2 jalur bila mungkin) menggunakan jarum ukuran besar (no.
16 atau 18 atau ukuran terbesar yang tersedia) dan berikan cairan sesuai kondisi ibu.
7) Tindakan resusitasi kardiopulmoner diteruskan hingga:
 Tim yang lebih terlatih untuk menangani henti napas dan henti jantung telah
datang dan mengambil alih tindakan, ATAU
 Tidak didapatkannya respon setelah 30 menit, ATAU
 Penolong kelelahan, ATAU
 Ibu menunjukkan tanda-tanda kembalinya
kesadaran, misalnya batuk, membuka mata, berbicara atau bergerak secara
sadar DAN mulai bernapas normal.
 Pada keadaan tersebut, lanjutkan Tata Laksana dengan pemberian oksigen,
pemasangan kanul intravena (bila sebelumnya tidak berhasil dilakukan) dan
berikan cairan sesuai kondisi ibu.
 Lanjutkan pemantauan untuk memastikan ibu tetap bernapas normal.
 Setelah masalah jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi teratasi, pikirkan dan
evaluasi kemungkinan penyebab hilangnya kesadaran ibu, di
antaranyaperdarahan hebat (paling sering), penyakit tromboemboli, penyakit
jantung, sepsis, keracunan obat (contoh: magnesium sulfat, anestesilokal),
eklampsia, perdarahan intra kranial, anafilaktik, gangguan metabolik/elektrolit
(contoh: hipoglikemia) dan hipoksia karena gangguan jalan napas dan/atau
penyakit paru.
8) Lakukan pemeriksaan lanjutan, misalnya USG abdomen untuk melihat perdarahan
intraabdomen tersembunyi
9) Atasi penyebab penurunan kesadaran atau rujuk bila fasilitas tidak memungkinkan.

116
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

2 kali

Gambar 26.
Algoritma Resusitasi Jantung Paru pada ibu hamil, bersalin dan nifas
B. Syok
Definisi
Syok adalah suatu kondisi di mana terjadi kegagalan pada sistem sirkulasi untuk
mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital.

Diagnosis
1) Gelisah
2) Bingung
3) Penurunan kesadaran
4) Nadi >100 kali/menit, lemah

5) Tekanan darah sistolik <90 mmHg

6) Pucat
7) Kulit dingin dan lembab
8) Pernapasan >30 kali/menit
9) Jumlah urin <30 ml/jam

Faktor Predisposisi


117
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

Curigai atau antisipasi kejadian syok jika terdapat kondisi berikut ini:
1) Perdarahan pada kehamilan muda
2) Perdarahan pada kehamilan lanjut atau pada saat persalinan
3) Perdarahan pascasalin

4) Infeksi berat (seperti pada abortus septik, korioamnionitis, metritis)
5) Kejadian trauma
6) Gagal jantung

Penanganan Syok Hipovolemik pada Ibu Hamil, Bersalin dan Nifas


Tata Laksana
A. Tata Laksana Umum
1) Carilah bantuan tenaga kesehatan lain.
2) Pastikan jalan napas bebas dan berikan oksigen.
3) Miringkan ibu ke kiri.
4) Hangatkan ibu.
5) Pasang infus intravena (2 jalur bila mungkin) dengan menggunakan jarum
terbesar (no. 16 atau 18 atau ukuran terbesar yang tersedia).
6) Berikan cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau Ringer Laktat) sebanyak 1 liter
dengan cepat (15-20 menit).
7) Pasang kateter urin (kateter Folley) untuk memantau jumlah urin yang keluar.
8) Lanjutkan pemberian cairan sampai 2 liter dalam 1 jam pertama atau hingga 3
liter dalam 2-3 jam (pantau kondisi ibu dan tanda vital).
9) Cari penyebab syok dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lebih
lengkap secara simultan, kemudian beri Tata Laksana yang tepat sesuai
penyebab.
10) Pantau tanda vital dan kondisi ibu setiap 15 menit.
11) Bila ibu sesak dan pipi membengkak, turunkan kecepatan infus menjadi 0,5
ml/menit (8-10 tetes/menit), pantau keseimbangan cairan.
12) Tanda-tanda bahwa kondisi ibu sudah stabil atau ada perbaikan adalah sebagai
berikut:
 Tekanan darah sistolik >100 mmHg
 Denyut nadi <90 kali/menit
 Status mental membaik (gelisah berkurang)
 Produksi urin >30 ml/jam
13) Setelah kehilangan cairan dikoreksi (frekuensi nadi < 100 kali/menit dan
tekanan darah sistolik > 100 mmHg), pemberian infus dipertahankan dengan
kecepatan 500 mL tiap 3-4 jam (40-50 tetes/menit)
14) Pertimbangkan merujuk ibu ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan yang lebih
lengkap

B. Tata Laksana Khusus


Syok Hemoragik

118
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

Jika perdarahan hebat dicurigai sebagai penyebab syok, cari tahu dan atasi sumber
perdarahan:
 Perdarahan sebelum usia kehamilan 22 minggu
 Perdarahan setelah usia kehamilan 22 minggu dan saat persalinan
 Perdarahan setelah persalinan
 Transfusi dibutuhkan jika Hb < 7 g/dl atau secara klinis ditemukan keadaan
anemia berat

Syok Septik
 Ambil sampel darah, urin, dan pus/nanah untuk kultur mikroba lalu mulai terapi
antibiotika sambil menunggu hasil kultur
 Berikan kombinasi antibiotika kepada ibu dan lanjutkan sampai ibu tidak demam
selama 48 jam:
1) Ampisilin 2 g IV setiap 6 jam, ditambah
2) Gentamisin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam, ditambah
3) Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam

Syok Anafilaktik
 Hentikan kontak dengan alergen yang dicurigai.

 Koreksi hipotensi dengan resusitasi cairan yang agresif dan berikan
epinefrin/adrenalin 1:1000 (1 mg/ml) dengan dosis 0,2-0,5 ml IM atau subkutan.
 Berikan terapi suportif dengan antihistamin (difenhidramin 25-50 mg IM atau
IV), penghambat reseptor H2 (ranitidin 1 mg/kgBB IV) dan kortikosteroid
(metilprednisolon 1-2 mg/kgBB/hari, diberikan tiap 6 jam).

Pada tabel berikut ini merupakan gambaran tipe syok dan respon terhadap pemberian
cairan.

Tabel 14.
Tipe Syok, Penyebab dan Respon Terhadap Pemberian Cairan

Resusitasi Cairan
 Pantau tanda vital dan kondisi ibu setiap 15 menit.

119
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

 Bila ibu sesak dan pipi membengkak, turunkan kecepatan infus menjadi 0,5
ml/menit (8-10 tetes/menit), pantau keseimbangan cairan.
 Tanda-tanda bahwa kondisi ibu sudah stabil atau ada perbaikan adalah sebagai
berikut:
 Tekanan darah sistolik >100 mmHg
 Denyut nadi <90 kali/menit
 Status mental membaik (gelisah berkurang)
 Produksi urin >30 ml/jam
 Setelah kehilangan cairan dikoreksi (frekuensi nadi < 100 kali/menit dan tekanan
darah sistolik > 100 mmHg), pemberian infus dipertahankan dengan kecepatan 500
mL tiap 3-4 jam (40-50 tetes/menit).
 Infus dengan kecepatan yang lebih tinggi mungkin dibutuhkan dalam
penatalaksanaan syok akibat perdarahan. Usahakan untuk mengganti 2-3 kali lipat
jumlah cairan yang hilang.

C. KEJANG
C.1. EKLAMPSIA
Definisi
Eklampsia adalah salah satu komplikasi akibat kehamilan yang termasuk penyebab
terbanyak kematian ibu yang ditandai dengan gangguan pada susunan saraf pusat seperti
kejang.

Diagnosis
1) Kejang umum dan/atau koma
2) Ada tanda dan gejala preeklampsia
3) Tidak ada kemungkinan penyebab lain (misalnya epilepsi,perdarahan 
subaraknoid,
dan meningitis)
4) Saat hamil (usia kehamilan >20 minggu) atau nifas

Perhatian dalam Penatalaksanaan Eklampsia


1) Bila terjadi kejang, perhatikan jalan napas, pernapasan (oksigen), dan sirkulasi
(cairan intravena).
2) MgSO4 diberikan secara intravena kepada ibu dengan eklampsia (sebagai Tata
Laksana kejang) dan preeklampsia berat (sebagai pencegahan kejang).
3) Pada kondisi dimana MgSO4 tidak dapat diberikan seluruhnya, berikan dosis awal
(loading dose) lalu rujuk ibu segera ke fasilitas kesehatan yang memadai.
4) Pertimbangan persalinan/terminasi kehamilan
5) Pada ibu dengan eklampsia, bayi harus segera dilahirkan dalam 12 jam sejak
terjadinya kejang.
Berikut adalah algoritma penanganan kejang pada ibu hamil atau pasca salin

120
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

Gambar 27. Algoritma Penanganan Kejang pada ibu hamil atau Pasca Salin

C.2. EPILEPSI
Definisi
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang
dalam serangan-serangan, berulang, yang disebabkan oleh muatan listrik abnormal sel-sel
saraf otak yang bersifat reversibel dengan berbagai

Penyebab
1) Kejang pada epilepsi umumnya tidak dipengaruhi oleh kehamilan
2) Kehamilan pada wanita dengan riwayat epilepsi mempunyai kecenderungan:
 Hipertensi
 Persalinan prematur
 Bayi berat badan lahir rendah
 Bayi dengan kelainan bawaan
 Kematian perinatal 

3) Faktor Predisposisi
 Idiopatik
 Faktor keturunan, genetik, kelainan kongenital

121
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

 Gangguan metabolik, infeksi, trauma, neoplasma


 Kelainan pembuluh darah, keracunan, dll

Diagnosis
1) Kejang umum tonik klonik
2) Riwayat kejang sebelumnya
3) Tekanan darah normal
4) Protein urin normal

5) Diagnosis ditegakkan dengan bantuan elektroensefalogram (EEG).

Tata Laksana
a. Tata Laksana Umum
1) Panggil bantuan tim respon awal emergensi
2) Lakukan penilaian awal cepat kondisi keadaan umum, hemodinamik dan
keadaan yang mendukung kepada penegakan diagnosis
3) Prinsip Tata Laksana: gunakan obat dengan dosis terendah dan HINDARI
penggunaan obat pada kehamilan muda yang meningkatkan kemungkinan
kelainan bawaan (asam valproat).
4) Jika ibu kejang, berikan 10 mg diazepam IV pelan selama 2 menit, bisa
diulang sesudah 10 menit
5) Segera rujuk ibu ke rumah sakit

b. Tata Laksana Khusus :


Tidak ada

C.3. MALARIA
Definisi
Malaria adalah penyakit yang dapat bersifat akut maupun kronik, disebabkan oleh protozoa
genus Plasmodium, dan ditandai dengan gejala demam, anemia, dan splenomegaly.

Faktor predisposisi
1) Faktor lingkungan (endemik)
2) Kontak dengan vektor malaria

Diagnosis
Tanda dan gejala malaria
1) Demam
2) Menggigil/kedinginan/kaku
3) Sakit kepala
4) Nyeri otot/persendian
5) Kehilangan selera makan
6) Mual dan muntah

122
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

7) Diare
8) Mulas seperti his palsu (kontraksi uterus)
9) Pembesaran limpa
10) Pembesaran limpa

Tanda dan Gejala Malaria Berat


1) Penurunan kesadaran dalam berbagai derajat, dengan manifestasi
seperti:kebingungan, mengantuk, sampai penurunan kesadaran yang dalam
2) Tidak dapat makan dan minum
3) Pucat di bagian dalam kelopak mata, bagian dalam mulut, lidah dan telapak tangan
4) Kelemahan umum (tidak bisa duduk / berdiri)
5) Demam sangat tinggi > 40oC
6) Ikterik
7) Oliguria
8) Urin berwarna coklat kehitaman (black water fever)

Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan apus darah tepi dengan mikroskop ditemukan parasit atau hasil positif
pada pemeriksaan rapid diagnostic test (RDT)
2) Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit
3) Hitung jumlah leukosit dan trombosit
4) Kimia darah lain (gula darah, serum bilirubin, SGOT/SGPT, alkali fosfatase,
albumin/globulin, ureum, kreatinin, natrium, kalium, analisis gas darah, laktat)
5) Urinalisis

Tata Laksana
a. Tata Laksana Umum (untuk malaria tanpa komplikasi)
Pada prinsipnya pengobatan malaria pada ibu hamil sama dengan pengobatan pada
orang dewasa lainnya. Pada ibu hamil tidak diberikan primakuin. Berikut pengobatan
malaria falciparum dan malaria vivaks pada ibu hamil:

Umur Kehamilan Pengobatan

Trimester I – III (9 bulan) ACT tablet selama 3 hari

Sumber: Buku saku penatalaksanaan malaria 2017 Kementerian Kesehatan RI

Anjuran untuk Malaria tanpa Komplikasi:


1) Minum obat sesudah makan atau perut tidak dalam keadaan kosong.
2) Apabila memungkinkan awasi pasien secara langsung pada waktu minum obat.
Anjurkan pasien untuk meneruskan minum tablet zat besi dan asam folat serta
mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi.

123
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

3) Anjurkan pasien untuk menggunakan kelambu setiap malam di rumah atau di


kebun.
4) Pastikan semua obat yang diberikan dihabiskan, meskipun ibu hamil sudah
merasa mulai membaik.
5) Catat informasi dalam kartu pelayanan antenatal dan rekam medis.

6) Informasikan kepada pasien untuk kembali ke Puskesmas, Pustu, atau Polindes


segera jika dia merasa tidak lebih baik setelah menyelesaikan pengobatan.
7) Informasikan kepada pasien dan keluarganya untuk kembali ke Puskesmas,
Pustu, atau Polindes segara bila ada 1 atau lebih tanda-tanda bahaya selama
pengobatan, yaitu:
 Tidak dapat makan/minum.
 Tidak sadar.
 Kejang.
 Muntah berulang.
 Sangat lemah (tidak dapat duduk atau berdiri).

Tata Laksana Malaria Berat:


1) Lakukan stabilisasi dan rujuk ibu segera jika menunjukkan gejala malaria berat.
2) Tentukan usia kehamilan ibu dan periksa tanda-tanda vital (suhu, tekanan
darah, pernapasan, nadi).
3) Segera cari pertolongan tenaga kesehatan lain dan jangan biarkan ibu sendirian
4) Lindungi ibu dari cedera, tetapi jangan secara aktif mengekangnya.
5) Jika ibu tidak sadarkan diri, periksa jalan napasnya dan posisikan ibu dalam
keadaan miring kiri dengan 2 bantal menyangga bagian punggungnya.
6) Periksa adanya kaku kuduk.
7) Jika ibu kejang, baringkan ibu dalam posisi miring untuk mengurangi risiko
aspirasi apabila ibu muntah dan untuk memastikan bahwa jalan napas terbuka.
Pastikan bahwa kejang tidak disebabkan oleh eklampsia. Lakukan pemeriksaan
berikut untuk menentukan penyebab kejang.
8) Bila menemukan ibu hamil dengan gejala malaria berat, maka lakukan
pemeriksaan laboratorium malaria (dengan mikroskop). Bila terbukti hasilnya
positif malaria, yang perlu dilakukan adalah :
 Rujuk ibu ke rumah sakit/fasilitas kesehatan yang lebih lengkap.
 Sebelum merujuk, berikan satu dosis artemeter IM (untuk ibu hamil
trimester II – III) atau kina hidroklorida IM (untuk ibu hamil trimester I).
 Artemeter diberikan dengan dosis 3,2 mg/kgBB secara IM. Jika tersedia
dalam ampul yang berisi 80 mg artemeter, maka untuk ibu dengan berat
badan sekitar 50 kg berikan suntikan IM sejumlah 2 ampul.
 Kina hidroklorida IM diberikan dengan dosis 10 mg/kgBB.
9) Apabila rujukan tidak memungkinkan, pengobatan dilanjutkan dengan
pemberian dosis lengkap artemeter IM.

124
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

Tabel 15.
Perbedaan Tanda Dan Gejala Malaria Berat Dengan Eklampsia

D. SESAK NAPAS
D.1. ASMA AKUT
Definisi
Asma adalah penyakit sistem respirasi yang ditandai dengan episode sesak dan mengi
berulang. Hal ini disebabkan oleh inflamasi kronik saluran udara serta sekresi mukus
berlebih.Pada serangan asma akut, inflamasi akan menyebabkan saluran udara menjadi
sempit sehingga mengurangi aliran udara inspirasi dan ekspirasi.

Diagnosis
1) Sesak/sulit bernapas.
2) Mengi (wheezing).
3) Batuk berdahak.
4) Ronkhi.

Tata Laksana
Pada kehamilan
1) Beri oksigen dan pasang kanul intravena.
2) Hindari penggunaan obat penekan batuk, sedatif dan antihistamin.
3) Berikan cairan Ringer Laktat atau NaCl 0,9%.
4) Berikan terbutalin secara subkutan dengan dosis 0,25 mg per 15 menit dalam 3 dosis
atau oral 2,5 mg tiap 4-6 jam.
5) Berikan 40-60 mg metilprednisolon intravena setiap 6 jam, atau hidrokortison secara
intravena 2 mg/kgBB tiap 4 jam atau setelah loadingdose 2 mg/kgBB dilanjutkan
dengan infus 0,5 mg/kgBB/jam.
6) Jika ada tanda infeksi, beri ampisilin 2 g IV tiap 6 jam.
7) Rujuk ke fasilitas yang memadai.

Pada persalinan
1) Asma dapat memburuk selama persalinan sehingga persalinan harus dilakukan di
rumah sakit.

125
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

2) Penanganan asma akut saat persalinan sama dengan saat kehamilan.


3) Persalinan per vaginam disarankan kecuali jika terdapat indikasi obstetri untuk seksio
sesarea.
4) Jangan beri prostaglandin, untuk mencegah perdarahan pasca salin manajemen aktif
kala 3 dan ergometrin 0,2 mg IM jika dianggap perlu.

D.2. EDEMA PARU AKUT


Definisi
Edema paru akut adalah terkumpulnya cairan di ruang interstisial paru dan alveoli, yang
mencegah terjadinya difusi baik oksigen maupun karbondioksida.Beberapa faktor risiko
pada ibu hamil yang diidentifikasi yaitu:
1) Preeklampsia atau eklampsia,
2) Penggunaan agen tokolitik,
3) Infeksi berat,
4) Penyakit jantung,
5) Kelebihan cairan (iatrogenik)
6) Kehamilan ganda.
7) Perubahan fisiologi yang terjadi saat kehamilan sendiri dapat menjadi predisposisi
bagi edema paru akut.

Diagnosis
1) Sesak napas.
2) Batuk dengan sputum berbusa kemerahan.
3) Ronki basah halus pada basal paru.

Tata Laksana
1) Posisikan ibu dalam posisi tegak
2) Berikan oksigen dengan sungkup 8 – 10L/menit
3) Berikan furosemid 40 mg IV.
4) Bila produksi urin masih rendah (<30 ml/jam dalam 4 jam), pemberianfurosemid
dapat diulang.
5) Ukur keseimbangan cairan, batasi cairan yang masuk.

126
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

Gambar 28. Algoritma Penanganan Sesak Napas pada Ibu Hamil atau Pascasalin

E. PINGSAN
Definisi
Pingsan adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami rasa “pusing” (dizzy) hingga
kemudian kehilangan kesadaran sejenak atau pingsan (faint). Hal ini terjadi akibat fluktuasi
tekanan darah yang terjadi sejenak dan cepat.
Penyebab pingsan dapat beragam, mulai dari sebuah efek perubahan fisiologis dari
hemodinamik ibu hamil hingga sebuah kondisi patologis. Beberapa penyebab tersebut
adalah:
1) Penurunan tekanan darah sebagai kondisi fisiologis akibat kehamilan pada trimester
awal.
2) Mual, muntah yang berlebihan.
3) Tekanan oleh uterus dan janin yang ada di dalamnya pada pembuluh darah besar
aorta, terutama saat berbaring terlentang, pada kehamilan yang lebih lanjut.
4) Cuaca yang sangat panas.
5) Anemia.

127
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

6) Dehidrasi.
7) Pingsan dapat pula terjadi akibat gangguan pada jantung yang jika tidak diatasi
dengan baik dapat menimbulkan gagal jantung di kemudian hari(lihat
penatalaksanaan gangguan jantung).

Diagnosis
1) Kehilangan kesadaran yang terjadi sangat cepat dan dalam waktu yang tidak terlalu
lama.
2) Ketika diberikan rangsang segera memberikan respon yang sesuai.
3) Harus dieksplorasi untuk memastikan penyebab dari pingsan.

Salah satu penyebab dari pingsan adalah gangguan pada jantung. Berikut adalah
penjelasan lebih jauh tentang gangguan jantung.

E.1. Gangguan Jantung


Definisi
Gangguan jantung yang dimaksud di sini adalah gagal jantung, yaitu sindrom klinis akibat
kelainan struktural maupun fungsional jantung yang menyebabkan terganggunya fungsi
pengisian dan pengosongan ventrikel.

Diagnosis
Diagnosis gangguan jantung kadang sulit dilakukan karena perubahan fisiologis pada
kehamilan sering menyerupai tanda dan gejala gangguan jantung. Berikut ini adalah tanda
dan gejala yang dapat mendukung kecurigaan adanya penyakit jantung pada kehamilan.
1) Dispneu atau ortopneu yang memberat.
2) Batuk di malam hari.
3) Hemoptisis.
4) Pingsan.
5) Nyeri dada.
6) Sianosis.
7) Jari tabuh.
8) Distensi vena leher yang menetap.
9) Murmur sistolik grade 3/6 atau lebih.
10) Murmur diastolik.
11) Kardiomegali.
12) Aritmia yang menetap.
13) Split bunyi jantung kedua yang menetap.

Pemeriksaan Penunjang:
1) EKG,
2) Echokardiografi,
3) Foto rontgen dada (harus dilakukan dengan pelindung radiasi untuk melindungi

128
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

janin).
Untuk mendukung Tata Laksana, penting juga untuk mengenali klasifikasi kondisi klinis ibu.

Tabel 16.
Klasifikasi Klinis New York Heart Association (NYHA)

Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya gagal jantung bergantung pada kelainan struktural maupun
fungsional yang mendasari. Gagal jantung juga dapat terjadi secara idiopatik.

Gambar 29. Algoritma Penanganan Pingsan pada Ibu Hamil atau Pascasalin

129
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

1.7.2. Pokok Bahasan 2: Tata Laksana Kasus Kehamilan dan Persalinan dengan
Penyulit Obstetri
Kasus kehamilan dan persalinan dengan penyulit obstetri banyak ditemukan di fasilitas
kesehatan primer maupun rujukan. Beragam kasus ditemukan yang merupakan
merupakan penyebab kematian ibu. Berikut adalah 12 kasus penyulit obstetri yang dibahas
pada modul ini, yaitu:
1. Hiperemesis Gravidarum.
2. Kehamilan Ektopik Terganggu.
3. Perdarahan Antepartum.
4. Hipertensi dalam Kehamilan, Preeklampsia dan Eklampsia.
5. Persalinan Preterm.
6. Ketuban Pecah Dini.
7. Perdarahan Pasca salin.
8. Persalinan Lama (Kelainan His, CPD, Makrosomia ).
9. Kelainan Letak dan Malpresentasi dalam Persalinan.
10. Infeksi Nifas.
11. Prolaps Tali Pusat.

A. Hiperemesis Gravidarum
Definisi
Mual dan muntah yang terjadi pada kehamilan hingga usia 16 minggu. Pada keadaan
muntah-muntah yang berat, dapat terjadi dehidrasi, gangguan asam-basa, elektrolit dan
ketosis; keadaan ini disebut hiperemesis gravidarum.

Diagnosis
Mual dan muntah sering menjadi masalah pada ibu hamil. Pada derajat yang berat, dapat
terjadi hiperemesis gravidarum, yaitu bila terjadi:
1) Mual dan muntah hebat.
2) Berat badan turun > 5% dari berat badan sebelum hamil.
3) Ketonuria.
4) Dehidrasi.
5) Ketidakseimbangan elektrolit.

Faktor Predisposisi
Peningkatan hormon-hormon pada kehamilan berkontribusi terhadap terjadinya mual dan
muntah. Beberapa faktor yang terkait dengan mual dan muntah pada kehamilan antara
lain:
1) Riwayat hiperemesis gravidarum pada kehamilan sebelumnya ataukeluarga.
2) Status nutrisi; wanita obesitas lebih jarang dirawat inap karena hiperemesis.
3) Faktor psikologis: emosi, stress.

130
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

Tata Laksana
a. Tata Laksana Umum
 Sedapat mungkin, pertahankan kecukupan nutrisi ibu, termasuk suplementasi
vitamin dan asam folat di awal kehamilan.
 Anjurkan istirahat yang cukup dan hindari kelelahan.

b. Tata Laksana Khusus


 Bila perlu, berikan 10 mg doksilamin dikombinasikan dengan 10 mg vitamin B6
hingga 4 tablet/hari (misalnya 2 tablet saat akan tidur, 1 tablet saat pagi, dan 1
tablet saat siang).
 Bila masih belum teratasi, tambahkan dimenhidrinat 50-100 mg peroral atau
supositoria, 4-6 kali sehari (maksimal 200 mg/hari bila meminum 4 tablet
doksilamin/piridoksin), ATAU prometazin 5-10 mg 3-4 kali sehari per oral atau
supositoria.
 Bila masih belum teratasi, tetapi tidak terjadi dehidrasi, berikan salah satu obat
di bawah ini:
1) Klorpromazin 10-25 mg per oral atau 50-100 mg IM tiap 4-6 jam
2) Proklorperazin 5-10 mg atau IM atau supositoria tiap 6-8 jam
3) Prometazin 12,5-25 mg per oral atau IM tiap 4-6 jam
4) Metoklopramid 5-10 mg per oral atau IM tiap 8 jam
5) Ondansetron 8 mg per oral tiap 12 jam
 Bila masih belum teratasi dan terjadi dehidrasi, pasang kanula intravena dan
berikan cairan sesuai dengan derajat hidrasi ibu dan kebutuhan cairannya, lalu:
1) Berikan suplemen multivitamin IV
2) Berikan dimenhidrinat 50 mg dalam 50 ml NCl 0,9 % IV selama 20
menit, setiap 4-6 jam sekali
3) Bila perlu, tambahkan salah satu obat berikut ini :
 Klorpromazin 25-50 mg IV tiap 4-6 jam.
 Proklorperazin 5-10 mg IV tiap 6-8 jam.
 Prometazin 12,5-25 mg IV tiap 4-6 jam.
 Metoklopramid 5-10 mg per oral tiap 8 jam.
4) Bila perlu, tambahkan metilprednisolon 15-20 mg IV tiap 8 jam atau
Ondansetron 8 mg selama 15 menit IV tiap 12 jam atau 1 mg/jam terus
menerus selama 24 jam
 Metoklopamid peroral.
 Ondansetron (2x8mg atau 3x4mg po).
 Klorpromazine.
 Pasang IVFD untuk initial terapi pada HEG sedang-berat 
rujuk.

Klasifikasi derajat HEG  bila masuk klasifikasi sedang-berat  rujuk


 Dehidrasi.
 Ketonuria + 2.

131
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

 Penurunan berat badan.

Keterangan Lainnya
Awasi komplikasi mual dan muntah serta hiperemesis gravidarum, seperti
gastroesopagheal reflux disease (GERD), ruptur esofagus, perdarahan saluran cerna
bagian atas, dan defisiensi vitamin, terutama tiamin.

Mola Hidatidosa
Definisi
Mola hidatidosa adalah bagian dari penyakit trofoblastik gestasional, yang disebabkan oleh
kelainan pada villi khorionik yang disebabkan oleh proliferasi trofoblastik dan edem.

Diagnosis
1) Perdarahan pervaginam berupa bercak hingga berjumlah banyak.
2) Mual dan muntah hebat.
3) Ukuran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
4) Tidak ditemukan janin intrauteri.
5) Nyeri perut.
6) Serviks terbuka.
7) Keluar jaringan seperti anggur, tidak ada janin.
8) Takikardi, berdebar-debar (tanda-tanda tirotoksikosis).
9) Penegakkan diagnosis kehamilan mola dapat dibantu dengan pemeriksaan USG.

Faktor Predisposisi
1) Usia kehamilan terlalu muda dan tua.
2) Riwayat kehamilan mola sebelumnya.
3) Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan kontraseptif oral.

Tata Laksana
a. Tata Laksana Umum
 PERHATIAN!! Kasus ini tidak boleh di Tata Laksana pada fasilitas kesehatan
primer, ibu harus dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap.
 Jika serviks tertutup, pasang batang laminaria selama 24 jam untuk mendilatasi
serviks.
 Siapkan darah untuk transfusi, terutama pada mola berukuran besar.
b. Tata Laksana Khusus (dilakukan di FKTRL ) :
 Evakuasi mola
 Pemberian uterotonika
 Pemeriksaan kadar HCG serum secara tiap 2 minggu
 Bila hasil HCG serum terus menetap atau naik dalam 2 kali pemeriksaan berturut-
turut, ibu dirujuk ke rumah sakit rujukan tersier yang mempunyai fasilitas
kemoterapi.
 HCG urin yang belum memberi hasil negatif setelah 8 minggu juga mengindikasikan
ibu perlu dirujuk ke rumah sakit rujukan tersier

132
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

B. Kehamilan Ektopik Terganggu


Definisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi di luar rahim (uterus). Hampir 95%
kehamilan ektopik terjadi di berbagai segmen tuba Falopii, dengan 5% sisanya terdapat di
ovarium, rongga peritoneum atau di dalam serviks. Apabila terjadi ruptur di lokasi
implantasi kehamilan, akan terjadi keadaan perdarahan masif dan nyeri abdomen akut
yang disebut kehamilan ektopik terganggu.

Diagnosis
1) Trias klasik ( nyeri perut mendadak, riwayat amenorrhea, perdarahan pervaginam)
2) Keadaan klinis pasien tidak sesuai dengan jumlah perdarahan.
3) Pemeriksaan tambahan : nyeri goyang portio dan tes bHCG (+).

Faktor Predisposisi
1) Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya.
2) Riwayat operasi di daerah tuba dan/atau tubektomi.
3) Riwayat penggunaan AKDR.
4) Infertilitas.
5) Riwayat inseminasi buatan atau teknologi bantuan reproduktif (assisted
reproductive technology/ART).
6) Riwayat infeksi saluran kemih dan pelvic inflammatory disease/PID.
7) Merokok.
8) Riwayat abortus sebelumnya.
9) Riwayat promiskuitas.
10) Riwayat seksio sesarea sebelumnya.

Tata Laksana :
 Periksa kondisi umum danhemodinamik
 Cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau RL) IV 500 cc dalam 15 menit pertama, atau 2L
dalam 2 jam pertama, dan dilanjutkan selama merujuk
 Pasang 2 jalur IV
 Segera lakukan rujukan !!
 Siapkan donor keluarga

C. Perdarahan Antepartum
Kriteria diagnosis :
 Riwayat perdarahan berulang selama masa kehamilan.
 Perdarahan tanpa nyeri, usia kehamilan > 28 minggu.

133
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

C.1. ABORTUS
Definisi
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di
luar kandungan. WHO IMPAC menetapkan batas usia kehamilan kurang dari 22 minggu,
namun beberapa acuan terbaru menetapkan batas usia kehamilan kurang dari 20 minggu
atau berat janin kurang dari 500 gram.

Diagnosis
1) Perdarahan pervaginam dari bercak hingga berjumlah banyak
2) Perut nyeri dan kaku
3) Pengeluaran sebagian produk konsepsi
4) Serviks dapat tertutup maupun terbuka
5) Ukuran uterus lebih kecil dari yang seharusnya

6) Diagnosis dibantu dengan pemeriksaan ultrasonografi

Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi abortus mencakup beberapa faktor, antara lain:
1) Faktor dari janin (fetal),yang terdiri dari: kelainan genetik (kromosom).
2) Faktor dari ibu (maternal), yang terdiri dari: infeksi, kelainan hormonal 
seperti
hipotiroidisme, diabetes mellitus, malnutrisi, penggunaan obat- obatan, merokok,
konsumsi alkohol, faktor immunologis dan defek anatomis seperti uterus didelfis,
inkompetensia serviks (penipisan dan pembukaan serviks sebelum waktu in partu,
umumnya pada trimester kedua), dan sinekia uteri karena sindrom Asherman.
3) Faktor dari ayah (paternal): kelainan sperma.

Macam – Macam Abortus


Terdapat bermacam–macam abortus yaitu abortus iminens, abortus insipiens, abortus
inkomplit, abortus komplit dan missed abortion. Berikut adalah perbedaan berbagai jenis
abortus:

134
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

Tabel 17. Jenis Abortus dan Gejala Khas

Tata Laksana Umum


1) Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum ibu termasuk tanda-tanda
vital (nadi, tekanan darah, pernapasan, suhu).
2) Periksa tanda-tanda syok (akral dingin, pucat, takikardi, tekanan darah sistolik <90
mmHg). Jika terdapat syok, lakukan Tata Laksana awal syok. Jika tidak terlihat
tanda-tanda syok, tetap pikirkan kemungkinan tersebut saat penolong melakukan
evaluasi mengenai kondisi ibu karena kondisinya dapat memburuk dengan cepat.
3) Bila terdapat tanda-tanda sepsis atau dugaan abortus dengan komplikasi, berikan
kombinasi antibiotika sampai ibu bebas demam untuk 48 jam:
 Ampicillin 2 g IV/IM kemudian 1 g diberikan setiap 6 jam.
 Gentamicin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam.
 Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam.
4) Segera rujuk ibu ke rumah sakit.
5) Semua ibu yang mengalami abortus perlu mendapat dukungan emosional dan
konseling kontrasepsi pasca keguguran.
6) Bila tegak diagnosis abortus imminens, abortus insipiens, missed abortion dan gejala
sepsis, pasien dirujuk.

Tata Laksana Khusus


 Tidak bisa ditangani di puskesmas, sebaiknya diarahkan pada stabilisasi kemudian
rujuk.

ABORTUS IMINENS
1) Pertahankan kehamilan.
2) Tidak perlu pengobatan khusus.
3) Jangan melakukan aktivitas fisik berlebihan atau hubungan seksual.
4) Jika perdarahan berhenti, pantau kondisi ibu selanjutnya pada pemeriksaan antenatal
termasuk pemantauan kadar Hemoglobin (Hb) dan USG panggul serial setiap 4
minggu. Lakukan penilaian ulang bila perdarahan terjadi lagi.

135
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

5) Jika perdarahan tidak berhenti, nilai kondisi janin dengan USG. Nilai kemungkinan
adanya penyebab lain.

ABORTUS INSIPIENS
1) Lakukan konseling untuk menjelaskan kemungkinan risiko dan rasa tidak nyaman
selama tindakan evakuasi, serta memberikan informasi mengenai kontrasepsi
pascakeguguran.
2) Jika usia kehamilan kurang dari 16 minggu: lakukan evakuasi isi uterus. Jika evakuasi
tidak dapat dilakukan segera:
3) Berikan ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang 15 menit kemudian bila perlu)
4) Rencanakan evakuasi segera.
5) Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu:
 Tunggu pengeluaran hasil konsepsi secara spontan dan evakuasi sisa 
hasil
konsepsi dari dalam uterus.
 Bila perlu, berikan infus 40 IU oksitosin dalam 1 liter NaCl 0,9% atau Ringer
Laktat dengan kecepatan 40 tetes per menit untuk membantu 
pengeluaran
hasil konsepsi.
6) Lakukan pemantauan pasca tindakan setiap 30 menit selama 2 jam. Bila kondisi ibu
baik, pindahkan ibu ke ruang rawat.
7) Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan kirimkan untuk pemeriksaan
patologi ke laboratorium.
8) Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut abdomen, dan
produksi urin setiap 6 jam selama 24 jam. Periksa kadar hemoglobin setelah 24 jam.
Bila hasil pemantauan baik dan kadar Hb >8 g/dl, ibu dapat diperbolehkan pulang.

ABORTUS INKOMPLIT
1) Lakukan konseling.
2) Jika perdarahan ringan atau sedang dan kehamilan usia kehamilan kurang dari 16
minggu, gunakan jari atau forsep cincin untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang
mencuat dari serviks.

3) Jika perdarahan berat dan usia kehamilan kurang dari 16 minggu, lakukan evakuasi
isi uterus. Aspirasi vakum manual (AVM) adalah metode yang dianjurkan. Kuret tajam
sebaiknya hanya dilakukan bila AVM tidak tersedia. Jika evakuasi tidak dapat segera
dilakukan, berikan ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang 15 menit kemudian bila
perlu).
4) Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu, berikan infus 40 IU oksitosin dalam 1 liter
NaCl 0,9% atau Ringer Laktat dengan kecepatan 40 tetes per menit untuk membantu
pengeluaran hasil konsepsi.
5) Lakukan evaluasi tanda vital pasca tindakan setiap 30 menit selama 2 jam. Bila
kondisi ibu baik, pindahkan ibu ke ruang rawat.
6) Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan kirimkan untuk pemeriksaan
patologi ke laboratorium. Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda
akut abdomen, dan produksi urin setiap 6 jam selama 24 jam. Periksa kadar

136
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

hemoglobin setelah 24 jam. Bila hasil pemantauan baik dan kadar Hb >8 g/dl, ibu
diperbolehkan pulang.

ABORTUS KOMPLIT
1) Tidak diperlukan evakuasi lagi.
2) Lakukan konseling untuk memberikan dukungan emosional dan menawarkan
kontrasepsi pasca keguguran. Observasi keadaan ibu.
3) Apabila terdapat anemia sedang, berikan tablet sulfas ferosus 600 mg/ hari selama 2
minggu, jika anemia berat berikan transfusi darah.
4) Evaluasi keadaan ibu setelah 2 minggu.

MISSED ABORTION
1) Lakukan konseling.
2) Jika usia kehamilan <12 minggu: evakuasi dengan AVM atau sendok kuret.
3) Jika usia kehamilan >12 minggu namun <16 minggu: pastikan serviks terbuka, bila
perlu lakukan pematangan serviks sebelum dilakukan dilatasi dan kuretase. Lakukan
evakuasi dengan tang abortus dan sendok kuret.
4) Jika usia kehamilan 16-22 minggu: lakukan pematangan serviks. Lakukan evakuasi
dengan infus oksitosin 20 unitdalam 500 ml NaCl 0,9%/Ringer laktat dengan
kecepatan 40 tetes/menit hingga terjadi ekspulsi hasil konsepsi. Bila dalam 24 jam
evakuasi tidak terjadi, evaluasi kembali sebelum merencanakan evakuasi lebih lanjut.
5) Lakukan evaluasi tanda vital pasca tindakan setiap 30 menit selama 2 jam. Bila
kondisi ibu baik, pindahkan ibu ke ruang rawat.
6) Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan kirimkan untuk pemeriksaan
patologi ke laboratorium.
7) Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut abdomen, dan
produksi urin setiap 6 jam selama 24 jam. Periksa kadar hemoglobin setelah 24 jam.
Bila hasil pemantauan baik dan kadar Hb >8g/dl, ibu dapat diperbolehkan pulang.

C.2. PLASENTA PREVIA


Definisi
Plasenta yang berimplantasi di atas atau mendekati ostium serviks interna. Terdapat empat
macam plasenta previa berdasarkan lokasinya, yaitu: 

 Plasenta previa totalis – ostium internal ditutupi seluruhnya oleh plasenta 

 Plasenta previa parsialis – ostium interal ditutupi sebagian oleh plasenta 

 Plasenta previa marginalis – tepi plasenta terletak di tepi ostium internal 

 Plasenta previa letak rendah – plasenta berimplantasi di segmen bawah 
uterus
sehingga tepi plasenta terletak dekat dengan ostium 


137
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

Gambar 30. Jenis Plasenta Previa


Faktor Risiko
1) Multiparitas.

2) Riwayat seksio sesarea sebelumnya.
3) Riwayat plasenta previa sebelumnya.
4) Riwayat penggunaan alat-alat dalam rahim misalnya riwayat kuretase, riwayat
operasi pada mukosa rahim.

5) Kehamilan pada ibu usia diatas 35 tahun.
6) Merokok dan penyalahgunaan obat.

Diagnosis 

1) Perdarahan tanpa nyeri, usia kehamilan>20 minggu.

2) Darah segar yang keluar sesuai dengan beratnya anemia.
3) Syok.

4) Tidak ada kontraksi uterus.
5) Bagian terendah janin tidak masuk pintu atas panggul.
6) Kondisi janin normal atau terjadi gawat janin.
7) Penegakkan diagnosis dibantu dengan pemeriksaan USG.


Tata Laksana

a. Tata Laksana Umum
 PERHATIAN! Tidak dianjurkan melakukan pemeriksaan dalam sebelum
tersedia kesiapan untuk seksio sesarea. Pemeriksaan inspekulo dilakukan
secara hati-hati, untuk menentukan sumber perdarahan.
 Perbaiki kekurangan cairan/darah dengan infus cairan intravena (NaCl 0,9% atau
Ringer Laktat).
 Lakukan penilaian jumlah perdarahan.
1) Jika perdarahan banyak dan berlangsung, persiapkan seksio sesarea tanpa
memperhitungkan usia kehamilan.

138
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

2) Jika perdarahan sedikit dan berhenti, dan janin hidup tetapi prematur,
pertimbangkan terapi ekspektatif.

 Berikan tokolitik bila ada kontraksi:
 Nifedipin 3 x 20 mg/hari, atau
 MgSO4 4 g IV dosis awal dilanjutkan 4 g / 6 jam
 Pematangan paru : pada kehamilan 24 – 34 minggu berikan dosis pertama injeksi
deksametason 6 mg IM
 Rujuk ke Rumah Sakit dengan fasilitas lengkap

b. Tata Laksana Khusus


Penatalaksanaan khusus hanya dikerjakan pada Rumah Sakit dengan fasilitas
lengkap.

C.3 SOLUSIO PLASENTA


Definisi
Terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya

Diagnosis
1) Perdarahan dengan nyeri intermiten atau menetap.

2) Warna darah kehitaman dan cair, tetapi mungkin ada bekuan jika solusio relatif baru.

3) Syok tidak sesuai dengan jumlah darah keluar (tersembunyi).

4) Anemia berat.

5) Gawat janin atau hilangnya denyut jantung janin.

6) Uterus tegang terus menerus dan nyeri.


Faktor Predisposisi
1) Hipertensi.

2) Versi luar.

3) Trauma abdomen.

4) Hidramnion.

5) Gemelli.

6) Defisiensi besi.


Tata Laksana

a. Tata Laksana Umum
 Perhatian! Kasus ini tidak boleh diTata Laksana pada fasilitas kesehatan
dasar, harus dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap.Tata Laksana
berikut ini hanya boleh dilakukan di fasilitas kesehatan yang lengkap.
 Jika terjadi perdarahan hebat (nyata atau tersembunyi) dengan tanda-tanda awal
syok pada ibu, lakukan penanganan syok (lihat pokok bahasan penanganan syok)
dan lakukan rujukan.

139
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

 Jika perdarahan ringan atau sedang dan belum terdapat tanda-tanda syok,
segera persiapkan rujukan.

b. Tata Laksana Khusus :


Tidak ada

Berikut algoritma penanganan awal keluar darah pervaginam pada kehamilan lanjut:

Gambar 31.
Algoritma Penanganan Awal Keluar Darah Pervaginam pada Kehamilan Lanjut
C.4. RUPTUR UTERI
Definisi
Ruptur uteri atau robeknya dinding rahim terjadi akibat terlampauinya daya regang
miometrium. Pada bekas seksio sesarea, risiko terjadinya ruptur uteri lebih tinggi.
Diagnosis
1) Syok atau takikardia.


140
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

2) Dapat didahului oleh lingkaran konstriksi (Bundlle’s ring).


3) Nyeri perut hebat (dapat berkurang setelah ruptur terjadi).

4) Nyeri raba/tekan/lepas dinding perut.

5) Hilangnya gerak dan denyut jantung janin.

6) Bagian-bagian janin mudah dipalpasi.
7) Bentuk uterus abnormal atau konturnya tidak jelas.
8) Dengan pemeriksaan USG terlihat :
 Perdarahan intraabdominal, dengan atau tanpa perdarahan pervaginam.
 Adanya cairan bebas intraabdominal.


Tata Laksana

a. Tata Laksana Umum
 Lakukan penilaian awal cepat kondisi keadaan umum, hemodinamik dan
keadaan yang mendukung kepada penegakan diagnosis (termasuk analisis
partograf)
 Berikan oksigen menggunakan sungkup 8-10L/menit
 Lakukan resusitasi cairan sesuai dengan kondisi ibu (lihat tata laksana syok)
 Lakukan rujukan dengan terus melakukan resusitasi cairan dalam perjalanan
rujukan

b. Tata Laksana Khusus :


Tidak ada

D. PERSALINAN PRETERM
Definisi
Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi diatas 20 minggu dan sebelum usia
kehamilan 37 minggu.

Diagnosis
1) Usia kehamilan 20 - 37 minggu.

2) Terjadi kontraksi 4 kali dalam 20 menit atau 8 kali dalam 60 menit diikuti dengan
perubahan serviks yang progresif.

3) Pembukaan serviks ≥ 2 cm.


Faktor Predisposisi

1) Usia ibu <18 tahun atau >40 tahun.

2) Hipertensi.

3) Pertumbuhan janin terhambat.

4) Solusio plasenta.

5) Plasenta previa.

6) Ketuban pecah dini.


141
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

7) Infeksi intrauterine.

8) Bakterial vaginosis.

9) Serviks inkompetens.

10) Kehamilan ganda.

11) Penyakit periodontal.

12) Riwayat persalinan preterm sebelumnya.

13) Kurang gizi.

14) Merokok.


Tata Laksana

a. Tata Laksana Umum
Tata Laksana utama mencakup pemberian tokolitik, kortikosteroid initial dose (2 x 6
mg) untuk pematangan paru dan lakukan rujukan.

b. Tata Laksana Khusus : -


Jika terjadi kelahiran preterm di puskesmas, maka prinsip rujukan bayi berat 
lahir
rendah yaitu:
1) Prinsipnya adalah mencegah hipotermia.

2) Jaga suhu ruang tempat melahirkan tidak kurang dari 25oC.

3) Keringkan bayi dan jauhkan handuk yang basah.

4) Letakkan bayi pada dada ibu.

5) Periksa napas dan denyut jantung bayi.

6) Pakaikan bayi topi dan kaos kaki.

7) Bungkus bayi dengan plastik.

8) Selimuti Ibu dan bayi dan dijaga agar tetap hangat.

9) Lakukan IMD satu jam pertama kelahiran.


Untuk menghangatkan bayi, perawatan metode kanguru dapat dilakukan bila syarat-syarat
di bawah ini dipenuhi:
1) Bayi tidak mengalami kesulitan bernapas.

2) Bayi tidak mengalami kesulitan minum.

3) Bayi tidak kejang.

4) Bayi tidak diare.

5) Ibu atau keluarga bersedia, dan tidak sedang sakit.


Berikut adalah cara melakukan Perawatan Metode Kanguru:


1) Bayi telanjang dada (hanya memakai popok, topi, kaus tangan, kaus kaki), diletakkan
telungkup di dada dengan posisi tegak atau diagonal. Tubuh bayi menempel / kontak
langsung dengan ibu.
2) Atur posisi kepala leher, dan badan dengan baik untuk menghindari terhalangnya
jalan napas. Kepala menoleh ke samping di bawah dagu ibu (ekstensi ringan).

142
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

3) Tangan dan kaki bayi dalam keadaan fleksi seperti posisi “katak”.
4) Kemudian “fiksasi” dengan selendang sehingga bayi berada dalam 1 pakaian dengan
ibu, jIka perlu gunakan selimut.
5) Selain ibu, ayah dan anggota keluarga lain bisa melakukan metode kanguru.

E. Ketuban Pecah Dini


Definisi
Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan atau
dimulainya tanda inpartu.

Diagnosis
Diagnosis ketuban pecah dini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
inspekulo. Dari anamnesis didapatkan penderita merasa keluar cairan yang banyak secara
tiba-tiba. Kemudian lakukan satu kali pemeriksaan inspekulo dengan spekulum steril untuk
melihat adanya cairan yang keluar dari serviks atau menggenang di forniks posterior. Jika
tidak ada, gerakkan sedikit bagian terbawah janin atau minta ibu untuk mengedan/batuk.
Pemeriksaan dalam sebaiknya tidak dilakukan kecuali akan dilakukan penanganan aktif
(melahirkan bayi) karena dapat mengurangi latensi dan meningkatkan kemungkinan
infeksi.

Pastikan bahwa:
1) Cairan tersebut adalah cairan amnion dengan memperhatikan
a. Bau cairan ketuban yang khas. 

b. Tes Nitrazin positif (kertas lakmus berubah dari merahmenjadi biru). Harap
diingat bahwa darah, semen, dan infeksi dapat menyebabkan hasil positif
palsu.

c. Gambaran pakis yang terlihat di mikroskop ketika mengamati
sekretservikovaginal yang mengering.

2) Tidak ada tanda-tanda inpartu.
Setelah menentukan diagnosis ketuban pecah dini, perhatikan tanda-tanda
korioamnionitis.

Faktor Predisposisi
1) Riwayat ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya.
2) Infeksi traktus genital.

3) Infeksi intrauterin.

4) Bakterial vaginosis.

5) Serviks inkompetens.

6) Kehamilan ganda.

7) Penyakit periodontal.


8) Kurang gizi.


143
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

9) Perdarahan antepartum.

10) Merokok.


Tata Laksana

a. Tata Laksana Umum
Berikan antibiotik eritromisin 4x250mg kemudian lakukan rujukan ke fasilitas yang
memadai.

b. Tata Laksana Khusus :


- Jika ketuban pecah terjadi pada kehamilan 24 – 34 minggu berikan
pematangan paru dosis pertama injeksi deksametason 6 mg IM

- Jika ketuban pecah terjadi pada kehamilan 24 – 34 minggu disertai dengan


kontraksi berikan tokolitik :
- Nifedipin 3 x 20 mg/hari, atau
- MgSO4 4 g IV dosis awal dilanjutkan 4 gr / 6 jam
- Lakukan konseling pada pasien dan keluarga mengapa diperlukan rujukan ke
rumah sakit dengan fasilitas yang memadai, terutama jika kehamilan masih <37
minggu

F. Persalinan Lama (Kelainan His, CPD, Makrosomia)


Definisi
Waktu persalinan yang memanjang karena kemajuan persalinan yang terhambat.
Persalinan lama memiliki definisi berbeda sesuai fase kehamilan.

Diagnosis
1) Distosia pada kala I fase aktif: grafik pembukaan serviks pada partograf 
berada di
antara garis waspada dan garis bertindak, atau sudah memotong 
garis bertindak;
ATAU
2) Fase ekspulsi (kala II) memanjang: tidak ada kemajuan penurunan bagian

terendah janin pada persalinan kala II. Dengan batasan waktu
 Maksimal 2 jam untuk nulipara dan 1 jam untuk multipara, atau

 Maksimal 3 jam untuk nulipara dan 2 jam untuk multipara bila pasien
menggunakan analgesia epidural.
Berikut adalah ikhtisar diagnosis dan penatalaksanaan distosia:

144
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

Tabel 18.
Ikhtisar Kriteria Diagnostik dan Penatalaksanaan Distosia

Faktor Predisposisi
1) Presentasi wajah,
2) Malposisi persisten.

3) Kembar yang terkunci (terkunci pada daerah leher).

Tata Laksana

a. Tata Laksana Umum

Segerarujukibukerumahsakityangmemilikipelayananseksiosesarea.

b. Tata Laksana Khusus:


Pada kondisi dimana terjadi distosia pada PK1 aktif dengan his yang kuat maka
berikan tokolitik untuk mencegah ruptur uteri dengan cara sebagai berikut :
 Nifedipin 3x20 mg/hari atau
 MgSO4 4 gram IV dosis awal dilanjutkan 4 gram/ 6 jam

H.1. KELAINAN HIS


Definisi
Kelainan his adalah suatu keadaan dimana his tidak normal, baik kekuatannya maupun
sifatnya sehingga menghambat kelancaran persalinan. His yang normal atau adekuat
adalah his persalinan yang menyebabkan kemajuan persalinan. His persalinan tersebut
meliputi :(3)
– Secara klinis yaitu minimal 3 kali kontraksi dalam 10 menit, biasanya selama 40-60 detik,
sifatnya kuat
Pembagian Kelainan his:
1. His terlampau lemah / Inersia uteri.
2. His terlampau kuat.
3. Incoordinate uterine contraction.

145
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

H.2. DISPROPORSI KEPALA PANGGUL (CEPHALOPELVIC DYSPROPORTION/CPD)


Definisi
Hambatan lahir yang diakibatkan oleh disparitas ukuran kepala janin dan pelvis maternal.

Diagnosis
1) Terhentinya kemajuan pembukaan serviks dan penurunan kepala walaupun his
adekuat. CPD terjadi akibat janin terlalu besar dan/atau panggul ibu kecil.
2) Waspadai CPD terutama pada keadaan:
 Arkus pubis <900.
 Teraba promontorium.
 Teraba spina ischiadika.
 Teraba linea innominata.
 Pada primigravida bagian terbawah tidak masuk ke pintu atas panggul pada
usia > 36 minggu.

Tata Laksana
a. Tata Laksana Umum
1) Rujuk untuk dilakukan seksio sesarea.
2) Pada kasus bayi mati, embriotomi atau kraniotomi dapat menjadi pilihan
tindakan bila syarat terpenuhi dan petugas memiliki kompetensi. Syarat
melakukan embriotomi:
 Janin sudah mati, kecuali pada kasus hidrosefalus.

 Pembukaan serviks > 7 cm.

 Ketuban sudah pecah.

 Jalan lahir normal.

 Tidak terdapat tanda-tanda ruptur uteri.

b. Tata Laksana Khusus :


Tidak ada.

H.3. MAKROSOMIA
Definisi
Bayi baru lahir dengan berat badan > 4000g.

Diagnosis
1) Diagnosis makrosomia tidak dapat ditegakkan hingga bayi dilahirkan dan ditimbang
berat badannya. Namun demikian, dapat dilakukan perkiraan sebelum bayi
dilahirkan,untuk mengantisipasi risiko distosia bahu, fraktur klavikula, atau cedera
pleksus brakialis.
2) Berat janin dapat diperkirakan dengan penilaian faktor risiko ibu, pemeriksaan klinis,

146
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

atau pemeriksaan USG. Metode-metode tersebut dapat dikombinasi agar perkiraan


lebih akurat.

(Tulis Ulang, yang N=11 dihilangkan) – rumus Johnson Toshack

Faktor Predisposisi
1) Riwayat melahirkan bayi besar ( > 4.000 gram) sebelumnya.
2) Orang tua bertubuh besar, terutama obesitas pada ibu.
3) Ibu dengan Diabetes Melitus Gestasional.
4) Multiparitas.
5) Kehamilan lewat waktu.
6) Usia ibu yang sudah tua.
7) Janin laki-laki.
8) Ras dan suku.

Tata Laksana

a. Tata Laksana Umum
Pada saat antenatal, jika ditemukan taksiran berat janin lebih dari 4000 gram, maka
lakukan rujukan untuk :
1) Memastikan taksiran berat janin dengan pemeriksaan USG.
2) Mencari penyebab makrosomia.
3) Melakukan perencanaan persalinan.

b. Tata Laksana Khusus


Persalinan dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas lengkap.

G. KELAINAN LETAK DAN MALPRESENTASI DALAM PERSALINAN


I.1. MALPOSISI

Definisi
Posisi abnormal verteks kepala janin (dengan ubun-ubun kecil sebagai penanda) terhadap
panggul ibu.

Diagnosis
Posisi abnormal verteks kepala janin (dengan ubun-ubun kecil sebagai penanda) terhadap
panggul ibu. Jenis jenis malposisi yaitu posisi oksiput posterior dan posisi oksiput lintang.

147
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

Berikut adalah tabel yang menggambarkan jenis malposisi dengan hasil pemeriksaaan.

Tabel 4.
Jenis – jenis Malposisi dan Hasil Pemeriksaan

Faktor Predisposisi
1) Ibu dengan diabetes mellitus.

2) Riwayat hidramnion dalam keluarga.


Tata Laksana

Jika terdapat tanda persalinan macet, segera lakukan rujukan.

I.2. MALPRESENTASI

Definisi
Malpresentasi meliputi semua presentasi selain vertex.

Faktor Predisposisi:
1) Wanita multipara.

2) Kehamilan multipel (gemeli).

3) Polihidramnion / oligohidramnion.

4) Kelainan bentuk uterus atau terdapat massa (mis. mioma uteri).

5) Partus preterm.


I.2.1. PRESENTASI DAHI

Diagnosis
1) Pemeriksaan abdominal: kepala janin lebih separuhnya di atas pelvis, denyut jantung
janin sepihak dengan bagian kecil.
2) Pemeriksaan vaginal: oksiput lebih
tinggi dari sinsiput, teraba fontanella anterior dan

148
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

orbita, bagian kepala masuk pintu atas panggul (PAP) adalah antara tulang orbita dan
daerah ubun-ubun besar. Ini adalah diameter yang PALING besar sehingga sulit lahir
pervaginam.

Tata Laksana

Segera lakukan rujukan.

I.2.2. PRESENTASI MUKA


Diagnosis
1) Pemeriksaan abdominal: lekukan akan teraba antara daerah oksiput dan punggung
(sudut Fabre), denyut jantung janin sepihak dengan bagian kecil janin 

2) Pemeriksaan vaginal: muka dengan mudah
teraba, teraba mulut dan bagian rahang
mudah diraba, tulang pipi, tulang orbita; kepala janin dalam keadaan defleksi
maksimal . Untuk membedakan mulut dan anus:
 Anus merupakan garis lurus dengan tuber iskhii.

 Mulut merupakan segitiga dengan prominen molar.


Tata Laksana
Lakukan rujukan.

I.2.3. PRESENTASI MAJEMUK


Diagnosis
Prolaps ekstremitas bersamaan dengan bagian terendah janin (kepala/bokong).

Tata Laksana
1) Persalinan spontan hanya bisa terjadi jika janin sangat kecil/mati dan maserasi.
2) Lakukan rujukan.

I.2.4. PRESENTASI BOKONG (SUNGSANG)


Diagnosis 

1) Gerakan janin teraba di bagian bawah abdomen. 

2) Pemeriksaan abdominal: kepala terletak di bagian atas, bokong pada daerah pelvis,
auskultasi menunjukkan denyut jantung janin lokasinya lebih tinggi. 

3) Pemeriksaan vaginal: teraba bokong atau kaki, sering disertai adanya mekonium. 

4) Pada gambar (berturut-turut): presentasi bokong sempurna, presentasi bokong murni,
dan presentasi kaki (footling).

149
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS


Gambar 32. Presentasi Bokong

Komplikasi Presentasi Bokong


Komplikasi pada janin:

1) Kematian perinatal.
2) Prolaps tali pusat.

3) Trauma pada bayi akibat: tangan dan kepala yang menjuntai, pembukaan serviks
yang belum lengkap, CPD.
4) Asfiksia karena prolaps tali pusat, kompresi tali pusat, pelepasan plasenta dan kepala
macet.

5) Perlukaan / trauma pada organ abdominal atau pada leher.


Tata Laksana
a. Tata Laksana Umum
Lakukan rujukan.

b. Tata Laksana Khusus :


Tidak ada.

I.2.5. LETAK LINTANG


Diagnosis
1) Pemeriksaan abdominal: sumbu panjang janin teraba melintang, tidak teraba bagian
pada pelvis inlet sehingga terasa kosong. 

2) Pemeriksaan vaginal: sebelum in partu tidak ada bagian terendah yang teraba di
pelvis, sedangkan saat in partu yang teraba adalah bahu, siku atau tangan. 



Tata Laksana
Segera Lakukan rujukan.

Dalam obstetri modern, pada letak lintang in partu,


dilakukan seksio sesarea walau janin hidup/mati

H. Distosia Bahu
Definisi
Distosia bahu adalah suatu keadaan dimana setelah kepala dilahirkan, bahu anterior tidak
dapat lewat di bawah simfisis pubis. Kondisi ini merupakan kegawatdaruratan obstetri

150
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

karena bayi dapat meninggal jika tidak segera dilahirkan.

Faktor Predisposisi 

Perlu mewaspadai terjadinya distosia bahu pada persalinan berisiko baik pada masa
antepartum maupun intrapartum. Tabel berikut merupakan faktor predisposisi terjadinya
distosia bahu pada masa antepartum dan intrapartum:

Tabel. 7.
Faktor Predisposisi Terjadinya Distosia Bahu
Antepartum Intrapartum
 Riwayat distosia bahu  Kala I persalinan memanjang
sebelumnya  Secondary arrest

 Makrosomia >4500 g  Kala II persalinan memanjang
 Diabetes melitus
  Augmentasi oksitosin
 IMT >30 kg/m2  Persalinan pervaginam yang
 Induksi persalinan ditolong

Diagnosis
Tanda distosia bahu yang harus diamati penolong persalinan adalah:
1) Kesulitan melahirkan wajah dan dagu.

2) Kepala bayi tetap melekat erat di vulva atau bahkan tertarik kembali (turtle sign).

3) Kegagalan paksi luar kepala bayi.

4) Kegagalan turunnya bahu.

Identifikasi dan obati diabetes pada ibu. Tawarkan persalinan elektif dengan induksi
maupun seksio sesarea pada ibu dengan diabetes yang usia kehamilannya mencapai 38
minggu dan bayinya tumbuh normal.

Selalu bersiap bila sewaktu-waktu terjadi distosia bahu.
Kenali adanya distosia seawal
mungkin. Upaya mengejan, menekan suprapubis atau fundus, dan traksi berpotensi
meningkatkan risiko cedera pada janin.

TataLaksana
a. TataLaksana Umum
1) Minta bantuan tenaga kesehatan lain, untuk menolong persalinan dan resusitasi
neonatus bila diperlukan. Bersiaplah juga untuk kemungkinan perdarahan
pascasalin atau robekan perineum setelah Tata Laksana.
2) Lakukan manuver McRobert. Dalam posisi ibu berbaring telentang, mintalah ia
untuk menekuk kedua tungkainya dan mendekatkan lututnya sejauh mungkin ke
arah dadanya. Mintalah bantuan 2 orang asisten untuk menekan fleksi kedua
lutut ibu ke arah dada.
3) Mintalah salah seorang asisten
untuk melakukan tekanan secara
simultan ke
arah lateral bawah
pada daerah suprasimfisis untuk membantu persalinan
bahu.
4) Dengan memakai sarung tangan yang telah didisinfeksi tingkat tinggi, lakukan

151
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

tarikan yang mantap dan terus menerus ke arah aksial (searah tulang punggung
janin) pada kepala janin untuk menggerakkan bahu depan di bawah
simfisis
pubis.

Perhatian! Langkah Tata Laksana distosia bahu


selanjutnya harus dilakukan oleh penolong yang terlatih

b. TataLaksana Khusus
1) Jika bahu masih belum dapat dilahirkan.
2) Buatlah episiotomi untuk memberi ruangan yang cukup untuk 
memudahkan
manuver internal. 

3) Pakailah sarung tangan yang telah didisinfeksi tingkat tinggi, 
masukkan tangan
ke dalam vagina pada sisi punggung bayi.

4) Lakukan penekanan di sisi posterior pada bahu posterior untuk 



mengadduksikan bahu dan mengecilkan diameter bahu. 

5) Rotasikan bahu ke diameter oblik untuk membebaskan distosia bahu. 

6) Jika diperlukan, lakukan juga penekanan pada sisi posterior bahu 
anterior dan
rotasikan bahu ke diameter oblik. 

7) Jika bahu masih belum dapat dilahirkan setelah dilakukan tindakan di atas:
Masukkan tangan ke dalam vagina. 
Raih humerus dari lengan posterior,
kemudian sembari menjaga 
lengan tetap fleksi pada siku, pindahkan lengan ke
arah dada. Raih pergelangan tangan bayi dan tarik lurus ke arah vagina.

Manuver ini akan memberikan ruangan untuk bahu anterior agar dapat melewati
bawah simfisis pubis. 


8) Jika semua tindakan diatas tetap tidak dapat melahirkan bahu, terdapat
manuver-manuver lain yang dapat dilakukan, misalnya kleidotomi, simfisiotomi,
metode sling atau manuver Zavanelli. Namun manuver- manuver ini hanya
boleh dikerjakan oleh tenaga terlatih.

Upaya Pencegahan
Selalu bersiap bila sewaktu-waktu terjadi distosia bahu.


Berikut adalah algoritma penanganan distosia bahu:

152
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

Gambar 33. Algoritma Penanganan Distosia Bahu

I. INFEKSI NIFAS
Definisi
Infeksi nifas adalah semua peradangan yang disebabkan oleh kuman yang masuk ke
dalam organ genital pada saat persalinan dan masa nifas
Faktor Predisposisi
1. Semua keadaan yang dapat menurunkan daya tahan tubuh, seperti: infeksi, anemia
malnutrisi, anemia.
2. Persalinan dengan masalah seperti partus lama dengan ketuban pecah dini,
persalinan traumatik
3. Tindakan obstetri operatif.
4. Tertinggalnya selaput ketuban, sisa plasenta, dan bekuan darah dalam rongga
Rahim.

153
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

J. PROLAPS TALI PUSAT


Definisi
Prolaps tali pusat terjadi ketika tali pusat keluar dari uterus sebelum janin.

Faktor Predisposisi
1. Multiparitas.

2. Kehamilan multipel.

3. Ketuban pecah dini.

4. Hidramnion.

5. Tali pusat yang panjang.
6. Malpresentasi.


Diagnosis
Pemeriksaan tali pusat dilakukan pada setiap pemeriksaan dalam saat persalinan. Setelah
ketuban pecah, lakukan lagi pemeriksaan tali pusat bila ibu memiliki faktor risiko seperti di
tabel berikut. Berikut ini prosedur khusus yang dilakukan pada kondisi tertentu:

Secara umum: Terkait prosedur khusus


 Multiparitas 
  Amniotomi

 Berat lahir kurang dari 2500 gr  Manipulasi janin pervaginam
 Prematuritas 
 setelah ketuban pecah

 Anomali kongenital 
  Versi sefalik eksternal

 Presentasi sungsang 
  Versi podalik internal

 Letak lintang, oblik, atau tidak stabil 
  Induksi persalinan

 Anak kedua pada kehamilan ganda 
  Insersi transducer tekanan uterus
 Polihidromnion 

 Bagian janin yang terpresentasi belum engaged
 Plasenta letak rendah atau abnormal 


Bila ibu tidak memiliki faktor risiko dan ketuban jernih, pemeriksaan tali pusat tidak perlu
dilakukan. Jika pecah ketuban terjadi spontan, denyut jantung janin normal, dan tidak ada
faktor risiko prolaps tali pusat, pemeriksaan vagina tidak perlu dilakukan bila ketuban
jernih. Setelah ketuban pecah, periksa pula denyut jantung janin. Curigai adanya prolaps
tali pusat bila ada perubahan pola denyut jantung janin yang abnormal setelah ketuban
pecah atau amniotomi. 


Prolaps tali pusat dapat dipastikan bila:


1) Tali pusat tampak atau teraba pada jalan lahir lebih rendah dari bagian terendah janin
(tali pusat terkemuka, saat ketuban masih utuh)
2) Tali pusat tampak pada vagina setelah ketuban pecah (tali pusat menumbung, saat
ketuban sudah pecah)

154
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

Tata Laksana
a. Tata Laksana Umum
Tali pusat terkemuka 

1) Tekanan tali pusat oleh bagian terendah janin dapat diminimalisasi dengan
posisi knee chest atau
Trendelenburg.
2) Segera rujuk 
ibu ke fasilitas yang menyediakan layanan seksio sesarea. 


Tali pusat menumbung



1) Perhatikan
apakah tali pusat
masih berdenyut atau tidak. Jika sudah tidak
berdenyut, artinya janin telah mati dan sebisa mungkin pervaginam tanpa
tindakan agresif.
2) Jika tali pusat masih berdenyut:
3) Berikan oksigen.

4) Hindari memanipulasi tali pusat. Jangan memegang atau memindahkan tali
pusat yang tampak pada vagina secara manual.

5) Posisi ibu Trendelenburg atau knee-chest.
6) Dorong bagian terendah janin ke atas secara manual untuk mengurangi
kompresi pada tali pusat.
7) Segera rujuk ibu ke fasilitas yang melayani seksio sesarea. Pada saat proses
transfer dengan ambulans, posisi knee chest kurang aman, sehingga posisikan
ibu berbaring ke kiri.

b. Tata Laksana Khusus : Tidak ada

Gambar 34.
Algoritma Penanganan Prolaps Tali Pusat

155
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

1.7.3. Pokok Bahasan 3: Tata Laksana Kasus Kegawatdaruratan tersering pada


Kehamilan, Persalinan, dan Nifas

A. HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN, PREEKLAMPSIA DAN EKLAMPSIA

Definisi
Hipertensi adalah tekanan darah lebih dari 140 mmHg untuk sistolik atau 90 mmHg untuk
diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 4-6 jam pada wanita yang sebelumnya
normotensi.

Bila ditemukan tekanan darah tinggi (≥140/90 mmHg) pada ibu hamil, lakukan pemeriksaan
kadar protein urin dengan tes celup urin atau protein urin 24 jam dan tentukan diagnosis.

Faktor predisposisi
1) Riwayat hipertensi sebelumnya.
2) Riwayat preeklampsia sebelumnya.
3) Diabetes melitus.
4) Obesitas sebelum hamil.
5) Kehamilan kembar.

6) Penyakit trofoblas.

7) Hidramnion.

8) Faktor herediter.

A.1. HIPERTENSI KRONIK


Definisi
Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul dari sebelum kehamilan dan menetap setelah
persalinan.

Diagnosis
1) Tekanan darah ≥140/90 mmHg.

2) Sudah ada riwayat hipertensi sebelum hamil, atau diketahui adanya hipertensi pada
usia kehamilan <20 minggu.

3) Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin).

4) Dapat disertai keterlibatan organ lain, seperti mata, jantung, dan ginjal.


TataLaksana
1) Ketika pertama kali ditemukan ibu hamil dengan hipertensi kronik harus
dikonsultasikan kepada Dokter Spesialis Obgin dan Dokter Spesialis Penyakit Dalam.

156
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

2) Anjurkan istirahat lebih banyak.



3) Pada hipertensi kronik, penurunan tekanan darah ibu akan mengganggu perfusi serta
tidak ada bukti-bukti bahwa tekanan darah yang normal akan memperbaiki keadaan
janin dan ibu.

4) Jika pasien sebelum hamil sudah mendapat obat anti hipertensi, dan terkontrol
dengan baik, lanjutkan pengobatan tersebut. Jika tekanan diastolik >110 mmHg dan
atau tekanan sistolik >160 mmHg, berikan antihipertensi.

5) Bila sebelumnya ibu sudah mengkonsumsi antihipertensi, berikan penjelasan bahwa
antihipertensi golongan ACE inhibitor (misalnya kaptopril), ARB (misalnya valsartan),
dan klorotiazid dikontraindikasikan pada ibu hamil. Untuk itu, ibu harus berdiskusi
dengan dokternya mengenai jenis antihipertensi yang cocok selama kehamilan.
6) Pada hipertensi kronik, penurunan tekanan darah ibu yang cepat akan mengganggu
perfusi janin.
7) Jika terdapat proteinuria atau tanda-tanda dan gejala lain, pikirkan superimposed
preeklampsia dan tangani seperti preeklampsia
8) Berikan suplementasi kalsium 1,5-2 g/hari dan aspirin 75 mg/hari mulai dari usia
kehamilan 20 minggu
9) Pantau pertumbuhan dan kondisi janin.

10) Jika tidak ada komplikasi, tunggu sampai aterm.

11) Jika terdapat gangguan pertumbuhan janin, rujuk segera.
Bila sebelumnya ibu sudah mengkonsumsi antihipertensi, maka berikan penjelasan bahwa
antihipertensi golongan ACE inhibitor (misalnya kaptopril), angiotensin II reseptor blocker
(misalnya valtran) dan klorotiazid merupakan kontraindikasi pada ibu hamil.
Untuk itu, ibu harus berdiskusi dengan dokter mengenai jenis antihipertensi yang cocok
selama kehamilan.

A.2. HIPERTENSI GESTASIONAL


Definisi:
Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul setelah kehamilan 20 minggu dan menghilang
setelah persalinan.

Diagnosis
1) Tekanan darah ≥140/90 mmHg.

2) Tidak ada riwayat hipertensi sebelum hamil, tekanan darah normal di 
usia kehamilan
<12 minggu.

3) Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin).

4) Dapat disertai tanda dan gejala preeklampsia, seperti nyeri ulu hati dan
trombositopenia.
5) Diagnosis pasti ditegakkan pascapersalinan.


Tata Laksana

1) Pantau tekanan darah, urin (untuk proteinuria), dan kondisi janin.

157
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

2) Jika terjadi gangguan pertumbuhan janin, rawat untuk lakukan rujukan.


3) Beri tahu pasien dan keluarga tanda bahaya dan gejala preeklampsia dan
eklampsia.

4) Jika tekanan darah stabil, janin dapat dilahirkan secara normal.

A.3. PREEKLAMPSIA
Diagnosis
Preeklampsia
1) Tekanan darah ≥140/90 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu 
dengan tes celup
urin menunjukkan proteinuri 1+ atau pemeriksaan protein 
kuantitatif menunjukkan
hasil >300 mg/24 jam.
2) Tekanan darah >160/110 mmHg pada usia kehamilan >20 minggu tanpa melihat
proteinuri.


Preeklampsia Berat
Tekanan darah >160/110 mmHg pada usia kehamilan >20 minggu tanpa melihat
proteinuria
dan disertai keterlibatan organ lain:
1) Trombositopenia (<100.000 sel/uL), hemolisis mikroangiopati.
2) Peningkatan SGOT/SGPT, nyeri abdomen kuadran kanan atas.

3) Sakit kepala , skotoma penglihatan.

4) Pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion.

5) Edema paru dan/atau gagal jantung kongestif.

6) Oliguria (urine output< 500ml/24jam), kreatinin > 1,2 mg/dl.


Superimposed preeklampsia pada hipertensi kronik



1) Ibu dengan riwayat hipertensi kronik (sudah ada sebelum usia kehamilan 20 minggu)

2) Tes celup urin menunjukkan proteinuria >+1 atau trombosit <100.000sel/uL pada usia
kehamilan > 20 minggu.


A.4. EKLAMPSIA

1) Kejang umum dan/atau koma.

2) Ada tanda dan gejala preeklampsia.

3) Tidak ada kemungkinan penyebab lain (misalnya epilepsi, perdarahan

subarakhnoid, dan meningitis).


158
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

Tata Laksana

a. Tata Laksana Umum
Ibu hamil dengan preeklampsia harus dirujuk ke rumah sakit. Sebelum dilakukan
rujukan ke rumah sakit lakukan stabilisasi awal sebagai berikut:

Pencegahan dan Tata Laksana kejang


1) Bila terjadi kejang, amankan jalan napas, pernapasan (oksigen), dan sirkulasi (cairan
intravena).
2) MgSO4 diberikan secara intravena kepada ibu dengan eklampsia (sebagai Tata
Laksana kejang) dan preeklampsia berat (sebagai pencegahan kejang). Cara
pemberian dapat dilihat pada gambar berikut.
3) Pada kondisi dimana MgSO4 tidak dapat diberikan seluruhnya, berikan dosis awal
(loading dose) lalu rujuk ibu segera ke fasilitas kesehatan yang memadai.
4) Lakukan intubasi jika terjadi kejang berulang dan segera kirim ibu ke ruang ICU (bila
tersedia) yang sudah siap dengan fasilitas ventilator tekanan positif.

Gambar 34. Cara Pemberian MgSO4

159
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

Penanganan Hipertensi
1) Ibu dengan hipertensi berat selama kehamilan perlu mendapat terapi antihipertensi.
2) Pilihan antihipertensi didasarkan terutama pada pengalaman dokter dan ketersediaan
obat. Beberapa jenis antihipertensi yang dapat digunakan misalnya nifedipin,
nikardipin dan metildopa.
Berikut ini adalah dosis dari masing – masing obat antihipertensi

Gambar 36. Jenis Obat Antihipertensi, Dosis dan Cara Pemberian

Ibu yang mendapat terapi antihipertensi di masa antenatal dianjurkan untuk melanjutkan
terapi antihipertensi hingga persalinan
1) USG (untuk memantau pertumbuhan janin).

2) Rujuk.

Tidak ada bukti yang menunjukkan manfaat dari pembatasan aktifitas (istirahat di
rumah), pembatasan asupan garam dan pemberian vitamin C dan E dosis tinggi

A.5. EDEMA PARU


Diagnosis
Sesak napas, hipertensi, batuk berbusa, ronki basah halus pada basal paru pada ibu
dengan preeklampsia berat.

Tata Laksana
1) Posisikan ibu dalam posisi tegak.
2) Berikan oksigen.
Berikan furosemide 40mg IV.

3) Batasi cairan yang masuk.
4) Rujuk.

B. Perdarahan Pasca Persalinan (HPP/Hemorhagia Postpartum)

160
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

Definisi
Perdarahan pasca persalinan primer terjadi dalam 24 jam pertama setelah persalinan,
sementara perdarahan pasca persalinan sekunder adalah perdarahan pervaginam yang
lebih banyak dari normal antara 24 jam hingga 12 minggu setelah persalinan.

Diagnosis
Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan ≥500 ml setelah bayi lahir atau yang
berpotensi mempengaruhi hemodinamik ibu.

Faktor Predisposisi
1) Kelainan implantasi dan pembentukan plasenta: plasenta previa, solutio plasenta,
plasenta akreta/inkreta/perkreta, kehamilan ektopik, mola hidatidosa.
2) Trauma saat kehamilan dan persalinan: episiotomi, persalinan per vaginam dengan
instrumen (forsep di dasar panggul atau bagian tengah panggul), bekas SC atau
histerektomi.
3) Volume darah ibu yang minimal, terutama pada ibu berat badan kurang,
preeklampsia berat/eklampsia, sepsis, atau gagal ginjal.
4) Gangguan koagulasi.
5) Pada atonia uteri, penyebabnya antara lain uterus overdistensi (makrosomia,
kehamilan kembar, hidramnion atau bekuan darah), induksi persalinan, penggunaan
agen anestetik (agen halogen atau anastesia dengan hipotensi), persalinan lama,
korioamnionitis, persalinan terlalu cepat dan riwayat atonia uteri sebelumnya.

Penyebab Perdarahan Pasca Persalinan


Penyebab yang harus dipikirkan ketika terjadi perdarahan pasca persalinan adalah atonia
uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir, rupture uteri, inversio uteri dan
gangguan pembekuan darah.
Untuk melakukan Tata Laksana yang cepat dan tepat, maka perlu dikenali tanda dan
gejala dari masing – masing penyebab sebagaimana tercantum pada tabel berikut:

Tabel 21.
Penyebab Perdarahan Pasca Persalinan, Tanda dan Gejala
PENYEBAB GEJALA DAN TANDA
Atonia uteri  Perdarahan segera setelah anak lahir
 Uterus tidak berkontraksi atau lembek

Retensio plasenta  Plasenta belum dilahirkan dalam 30 menit setelah kelahiran bayi

Sisa plasenta  Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak
lengkap

 Perdarahan dapat muncul 6-10 hari pascasalin disertai subinvolusi uterus

Robekan Jalan  Perdarahan segera
lahir  Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir
PENYEBAB GEJALA DAN TANDA
Ruptur Uteri  Perdarahan segera (perdarahan intraabdominal dan/atau pervaginam)

 Nyeri perut yang hebat

 Kontraksi yang hilang


161
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

Inversio Uteri  Fundus uteri tidak teraba pada palpasi abdomen


 Lumen vagina terisi massa

 Nyeri ringan atau berat
Gangguan  Perdarahan tidak berhenti, encer, tidak terlihat gumpalan darah
Pembekuan  Kegagalan terbentuknya gumpalan pada uji pembekuan darah sederhana
Darah  Terdapat faktor predisposisi:
Solusio plasenta, kematian janin dalam
uterus, eklampsia, emboli air ketuban

Tata Laksana
a. Tata Laksana Umum
1) Panggil bantuan.
2) Nilai sirkulasi, jalan napas, dan pernapasan pasien.
3) Bila menemukan tanda-tanda syok, lakukan penatalaksanaan syok.
4) Berikan oksigen.
5) Pasang infus intravena dengan kanul berukuran besar (16 atau 18) mulai
pemberian cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau Ringer Laktat atau Ringer Asetat)
sesuai dengan kondisi ibu. (lihat tabel berikut).

Tabel 22.
Jumlah Cairan Infus Pengganti berdasarkan Perkiraan Volume Kehilangan
Darah

Pada saat memasang infus, lakukan juga pengambilan sampel darah untuk
pemeriksaan.

6) Jika fasilitas tersedia, lakukan pemeriksaan: Kadar hemoglobin (pemeriksaan


hematologi rutin) Penggolongan ABO dan tipe Rh serta sampel untuk
pencocokan silang, Profil Hemostasis.
7) Lakukan pengawasan tekanan darah, nadi, dan pernapasan ibu.
8) Periksa kondisi abdomen: kontraksi uterus, nyeri tekan, parut luka, dan tinggi
fundus uteri.

162
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

9) Periksa jalan lahir dan area perineum untuk melihat perdarahan dan laserasi
(jika ada, misal: robekan serviks atau robekan vagina).

10) Periksa kelengkapan plasenta dan selaput ketuban.

11) Pasang kateter Folley untuk memantau volume urin dibandingkan dengan
jumlah cairan yang masuk. (CATATAN: produksi urin normal 0.5-1 ml/ kgBB/jam
atau sekitar 30 ml/jam).

12) Siapkan transfusi darah jika kadar Hb < 8 g/dL atau secara klinis ditemukan
keadaan anemia berat:
 1 unit whole blood (WB) atau packed red cells (PRC) dapat menaikkan

hemoglobin 1 g/dl atau hematokrit sebesar 3% pada dewasa normal. 

 Mulai lakukan transfusi darah, setelah informed consent
ditandatangani
untuk persetujuan transfus.

13) Tentukan penyebab dari perdarahannya dan lakukan Tata Laksana spesifik
sesuai penyebab.

b. Tata Laksana Khusus


b.1. Atonia uteri
1) Lakukan pemijatan uterus.

2) Pastikan plasenta lahir lengkap.

3) Berikan 20-40 unit oksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9% atau Ringer
Laktat dengan kecepatan 60 tetes/menit dan 10 unit oksitosin IM.
Lanjutkan infus oksitosin 20 unit dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9% atau
Ringer Laktat dengan kecepatan 40 tetes/menit hingga perdarahan
berhenti.
4) Bila tidak tersedia oksitosin atau bila perdarahan tidak berhenti, berikan
ergometrin 0,2 mg IM atau IV (lambat), dapat diikuti pemberian 0,2 mg IM
setelah 15 menit, dan pemberian 0,2 mg IM/IV (lambat) setiap 4 jam bila
diperlukan. JANGAN BERIKAN LEBIH DARI 5 DOSIS (1 mg).
5) Jika perdarahan berlanjut, berikan 1 g asam traneksamat IV (bolus selama
1 menit, dapat diulang setelah 30 menit).
6) Lakukan kompresi bimanual internal selama
5 menit atau pasang kondom
kateter.
7) Rujuk ke fasilitas yang lebih memadai sebagai antisipasi bila perdarahan
tidak berhenti.

CATATAN:
 Jangan berikan lebih dari 3 liter larutan intravena yang
mengandung oksitosin
 Jangan berikan ergometrin kepada ibu dengan hipertensi
berat/ tidak terkontrol, penderita sakit jantung dan
penyakit pembuluh darah tepi
b.2. Retensio Plasenta
1) Berikan 20-40 unit oksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9% atau Ringer

163
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

Laktat dengan kecepatan 60 tetes/menit dan 10 unit oksitosin IM.


Lanjutkan infus oksitosin 20 unit dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9% atau
Ringer Laktat dengan kecepatan 40 tetes/menit hingga perdarahan
berhenti.
2) Lakukan tarikan tali pusat terkendali.

3) Bila tarikan tali pusat terkendali tidak berhasil, lakukan plasenta manual
secara hati-hati.
4) Berikan antibiotika profilaksis dosis tunggal (ampisilin 2 g IV DAN
metronidazol 500 mg IV).
Segera atasi atau rujuk ke fasilitas yang lebih
lengkap bila terjadi komplikasi perdarahan hebat atau infeksi.

b.3. Sisa Plasenta


1) Berikan 20-40 unitoksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9%/Ringer
Laktat dengan kecepatan 60 tetes/menitdan 10 unitIM. Lanjutkan infus
oksitosin 20 unitdalam 1000 ml larutan NaCl 0,9%/Ringer Laktat dengan
kecepatan 40 tetes/menit hingga perdarahan berhenti.
2) Lakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan keluarkan bekuan
darah dan jaringan (lihat lampiran A.2). Bila serviks hanya dapat dilalui
oleh instrumen, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan aspirasi vakum
manual atau dilatasi dan kuretase.
3) Berikan antibiotika profilaksis dosis tunggal (ampisillin 2g IV dan
metronidazole 500 mg).
4) Jika perdarahan berlanjut, Tata Laksana seperti kasus atonia uteri.

b.4. Robekan Jalan Lahir


Ruptur Perineum dan Robekan Dinding Vagina
1) Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi sumber perdarahan.

2) Lakukan irigasi pada tempat luka dan bersihkan dengan antiseptik.
3) Hentikan sumber perdarahan dengan klem kemudian ikat dengan benang
yang dapat diserap.

4) Lakukan penjahitan.
5) Bila perdarahan masih berlanjut, berikan 1 g asam traneksamat IV (bolus
selama 1 menit, dapat diulang setelah 30 menit) lalu rujuk pasien.

b.5. Ruptur Uteri


Pada kasus ruptur uteri harus dilakukan tindakan segera. Keselamatan pasien yang
mengalami ruptur uteri paling sering tergantung dari kecepatan dan efisiensi dalam
mengoreksi keadaan syok dan mengendalikan perdarahan.

Apabila sudah terjadi ruptura uteri, tindakan yang terbaik adalah laparatomi. Janin
dikeluarkan lebih dahulu dengan atau tanpa pembukaan uterus (hal yang
terakhir ini jika janin sudah tidak di dalam uterus lagi), kemudian dilakukan kontrol
perdarahan dan seringkali sampai harus sampai tindakan pengangkatan uterus

164
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

(histerektomi)

b.6. Inversio uteri


1) Segera reposisi uterus. Namun jika reposisi tampak sulit, apalagi jika
inversio telah terjadi cukup lama, bersiaplah untuk merujuk ibu.
2) Jika ibu sangat kesakitan, berikan petidin 1 mg/kgBB (jangan melebihi 100
mg) IM atau IV secara perlahan atau berikan morfin 0,1 mg/kgBB IM.

b.7. Gangguan Pembekuan Darah


1) Pada banyak kasus kehilangan darah yang akut, koagulopati dapat
dicegah jika volume darah dipulihkan segera.
2) Tangani kemungkinan penyebab (solusio plasenta, eklampsia).

3) Rujuk

Berikut adalah algoritma penanganan perdarahan persalinan:

165
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

Gambar 6. Algoritma Penanganan Perdarahan Persalinan

1.7.4. Pokok Bahasan 4: Rujukan Kasus Kegawatdaruratan Pada Kehamilan,


Persalinan dan Nifas
Berbagai langkah harus diperhatikan dalam melaksanakan perawatan kegawatdaruratan
medik pada ibu. Rangkaian penatalaksanaan dimulai dari pengenalan segera kondisi
gawat darurat, respon awal terhadap emergensi, stabilisasi penderita, pemberian oksigen,
infus dan terapi cairan dan obat-obatan yang tepat hingga upaya rujukan akan
mempengaruhi kondisi pasien yang paling optimal.

166
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

Semua langkah tersebut perlu dikuasai oleh petugas kesehatan yang bertugas di fasilitas
pelayanan kesehatan, baik di unit gawat darurat maupun di ruang bersalin dan bahkan
ruang perawatan.

1. STABILISASI PASIEN
Stabilisasi dan merujuk secara tepat waktu dengan kondisi optimal akan sangat membantu
pasien untuk dapat ditangani secara adekuat dan efektif. Dalam sistem pelayanan
kegawatdaruratan dan rujukan kesehatan antar fasilitas, hendaknya dibuat perangkat dan
mekanisme operasional yang jelas antar unsur yang terlibat.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan membentuk jejaring rujukan dimulai
dari fasilitas kesehatan tingkat pertama hingga ke fasilitas kesehatan tingkat lanjut.
Fasilitas kesehatan rujukan di suatu daerah dapat terdiri dari RS pemerintah dan RS
swasta. Keduanya sangat perlu disatukan dalam sebuah jejaring rujukan dengan peta
kemampuan, saran dan prasarana yang jelas. Hal ini akan meningkatkan efektifitas dan
efisiensi rujukan.

Elemen-elemen penting dalam stabilisasi pasien adalah :


1) Menjamin kelancaran jalan napas, pemulihan sistem respirasi dan sirkulasi
2) Mengganti cairan tubuh yang hilang
3) Memotong atau menghentikan kejang
4) Menghentikan sumber perdarahan atau infeksi
5) Mempertahankan suhu tubuh
6) Memperbaiki kadar gula darah
7) Mengatasi rasa nyeri atau gelisah
8) Memperbaiki perfusi jaringan
9) Persiapan sarana merujuk

2. PERSIAPAN SARANA MERUJUK


Sistem dan cara rujukan
Rujukan ibu hamil dan neonatus yang berisiko tinggi merupakan komponen yang penting
dalam sistem pelayanan kesehatan maternal. Dengan memahami sistem dan cara rujukan
yang baik, tenaga kesehatan diharapkan dapat memperbaiki kualitas pelayanan pasien.
Indikasi dan Kontraindikasi
Secara umum, rujukan dilakukan apabila tenaga dan perlengkapan di suatu fasilitas
kesehatan tidak mampu menatalaksana komplikasi yang mungkin terjadi. Dalam pelayanan
kesehatan maternal dan perinatal, terdapat dua alasan untuk merujuk ibu hamil, yaitu ibu
dan/atau janin yang dikandungnya. Berdasarkan sifatnya, rujukan ibu hamil dibedakan
menjadi:
1) Rujukan kegawatdaruratan

Rujukan kegawatdaruratan adalah rujukan yang dilakukan sesegera mungkin karena
berhubungan dengan kondisi kegawatdaruratan yang mendesak.

167
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS


2)Rujukan berencana

Rujukan berencana adalah rujukan yang dilakukan dengan persiapan yang lebih
panjang ketika keadaan umum ibu masih relatif lebih baik, misalnya di masa
antenatal atau awal persalinan ketika didapati kemungkinan risiko komplikasi.
Karena tidak dilakukan dalam kondisi gawat darurat, rujukan ini dapat dilakukan
dengan pilihan modalitas transportasi yang lebih beragam, nyaman, dan aman bagi
pasien. 


Adapun rujukan sebaiknya tidak dilakukan bila:


1) Kondisi ibu tidak stabil untuk dipindahkan.

2) Kondisi janin tidak stabil dan terancam untuk terus memburuk.

3) Persalinan sudah akan terjadi.

4) Tidak ada tenaga kesehatan terampil yang dapat menemani.

5) Kondisi cuaca atau modalitas transportasi membahayakan.


3. PERENCANAAN RUJUKAN
Komunikasikan rencana merujuk dengan ibu dan keluarganya, karena rujukan harus
mendapatkan persetujuan dari ibu dan/atau keluarganya. Tenaga kesehatan perlu
memberikan kesempatan, apabila situasi memungkinkan, untuk menjawab pertimbangan
dan pertanyaan ibu serta keluarganya. Beberapa hal yang disampaikan sebaiknya meliputi:
1) Diagnosis dan tindakan medis yang diperlukan.

2) Alasan untuk merujuk ibu.

3) Risiko yang dapat timbul bila rujukan tidak dilakukan.

4) Risiko yang dapat timbul selama rujukan dilakukan.

5) Waktu yang tepat untuk merujuk dan durasi yang dibutuhkan untuk merujuk.

6) Tujuan rujukan.

7) Modalitas dan cara transportasi yang digunakan.

8) Nama tenaga kesehatan yang akan menemani ibu.

9) Jam operasional dan nomer telepon rumah sakit/pusat layanan kesehatan yang dituju

10) Perkiraan lamanya waktu perawatan.

11) Perkiraan biaya dan sistem pembiayaan (termasuk dokumen 
kelengkapan untuk
Jampersal, Jamkesmas, atau asuransi kesehatan).

12) Petunjuk arah dan cara menuju tujuan rujukan dengan menggunakan 
modalitas
transportasi lain.

13) Pilihan akomodasi untuk keluarga.


Hubungi pusat layanan kesehatan yang menjadi tujuan rujukan dan sampaikan kepada
tenaga kesehatan yang akan menerima pasien hal-hal berikut ini:
1) Indikasi rujukan.

2) Kondisi ibu dan janin.


168
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

3) Rencana terkait prosedur teknis rujukan (termasuk kondisi lingkungan 
dan cuaca
menuju tujuan rujukan.

4) Kesiapan sarana dan prasarana di tujuan rujukan.

5) Penatalaksanaan yang sebaiknya dilakukan selama dan sebelum transportasi,
berdasarkan sebelumnya pengalaman-pengalaman rujukan.

Hal yang perlu dicatat oleh pusat layanan kesehatan yang akan menerima pasien adalah:
1) Nama pasien.

2) Nama tenaga kesehatan yang merujuk.

3) Indikasi rujukan.

4) Kondisi ibu dan janin.

5) Penatalaksanaan yang telah dilakukan sebelumnya.

6) Nama dan profesi tenaga kesehatan yang mendampingi pasien.


Saat berkomunikasi lewat telepon, pastikan hal-hal tersebut telah dicatat dan diketahui oleh
tenaga kesehatan di pusat layanan kesehatan yang akan menerima pasien.
1) Lengkapidankirimlahberkas-berkasberikutini(secaralangsungataupun melalui
faksimile) sesegera mungkin:
 Formulir rujukan pasien (minimal berisi identitas ibu, hasil 
pemeriksaan,
diagnosis kerja, terapi yang telah diberikan, tujuan rujukan, serta nama dan
tanda tangan tenaga kesehatan yang memberi pelayanan).

 Fotokopi rekam medis kunjungan antenatal.

 Fotokopi rekam medis yang berkaitan dengan kondisi saat ini.

 Hasil pemeriksaan penunjang.

 Berkas-berkas lain untuk pembiayaan menggunakan jaminan kesehatan.

2) Pastikan ibu yang dirujuk telah mengenakan gelang identifikasi.

3) Bila terdapat indikasi, pasien dapat dipasang jalur intravena dengan kanul berukuran
16 atau 18.
4) Mulai penatalaksanaan dan pemberian obat-obatan sesuai indikasi segera setelah
berdiskusi dengan tenaga kesehatan di tujuan rujukan. Semua resusitasi,
penanganan kegawatdaruratan dilakukan sebelum memindahkan pasien.
5) Periksakelengkapanalatdanperlengkapanyangakandigunakanuntuk merujuk, dengan
mempertimbangkan juga kemungkinan yang dapat terjadi selama transportasi.
6) Selalu siap sedia untuk kemungkinan terburuk.

7) Nilai kembali kondisi pasien sebelum merujuk, meliputi:
 Keadaan umum pasien.

 Tanda vital (Nadi, Tekanan darah, Suhu, Pernapasan).

 Denyut jantung janin.

 Presentasi.

 Dilatasi serviks.


169
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

 Letak janin.

 Kondisi ketuban.

 Kontraksi uterus: kekuatan, frekuensi, durasi.

8) Catat dengan jelas semua hasil pemeriksaan berikut nama tenaga kesehatan dan
jam pemeriksaan terakhir.

Perlengkapan
Perlengkapan dan modalitas transportasi secara spesifik dibutuhkan untuk melakukan
rujukan tepat waktu (kasus kegawatdaruratan obstetri). Pada dasarnya, perlengkapan yang
digunakan untuk proses rujukan ibu sebaiknya memiliki kriteria:
1) Akurat.

2) Ringan, kecil, dan mudah dibawa.

3) Berkualitas dan berfungsi baik.

4) Permukaan kasar untuk menahan gerakan akibat percepatan dan getaran.

5) Dapat diandalkan dalam keadaan cuaca eksteim tanpa kehilangan akurasinya.

6) Bertahan dengan baik dalam perubahan tekanan jika digunakan dalam pesawat
terbang.

7) Mempunyai sumber listrik sendiri (baterai) tanpa mengganggu sumber listrik
kendaraan.

Perlengkapan Umum
1) Formulir rujukan ibu (diisi lengkap, siapkan juga cadangan).

2) Tandu (stretcher).

3) Stetoskop.

4) Termometer.

5) Baskom muntah.

6) Lampu senter.

7) Sfignomanometer (digital lebih baik).

8) Doppler (bila tidak ada, gunakan stetoskop janin).

9) Infusion pump (tenaga baterai).

10) Sarung tangan steril (3 pasang, berbagai ukuran).

11) Pembalut wanita, diutamakan pembalut khusus pascasalin.

12) Lubrikan steril.

13) Larutan antiseptik.


Cairan dan Obat-obatan 



1) Cairan D/W 5% 1000 ml.

2) Cairan ringer laktat 1000 ml.
3) Cairan asering 1000 ml.
4) Cairan NaCl 0,9%.

5) Cairan koloid.


170
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

6) Soluset atau buret.



7) Plester.

8) Torniket.

9) Kanul intravena ukuran 16, 18, dan 20.

10) Kanula IV Butterfly (tipe kupu-kupu) ukuran 21.

11) Spuit dan jarum.

12) Swab alkohol.

13) MgSO4 1 g/ampul.

14) Ca glukonas.

15) Oksitosin 10 unit/ml.

16) Ergometrin 0,2 mg/ml.

17) Diazepam 10 mg/ampul.

18) Tablet nifedipin 10 mg.

19) Lidokain 2%.

20) Epinefrin.

21) Sulfas atropin.

22) Diazepam.

23) Cairan dan obat-obatan lain sesuai kasus yang dirujuk.

Perlengkapan Persalinan steril
1) Sarung tangan steril/DTT.
2) Gunting episiotomi (1 buah).
3) Gunting tali pusat (1 buah).
4) Pengisap lendir DeLee.
5) Suction mekanis dengan kateter 1 buah ukuran 10 Fr.
6) Klem tali pusat (2 buah).
7) Penjepit tali pusat atau benang tali pusat (steril / DTT).
8) Kantong plastik (2 buah).
9) Kassa steril/DTT 4x4 (6 buah).
10) Duk steril/kain bersih (1 lembar).
11) Selimut bayi (2 buah).
12) Selimut ibu.

Perlengkapan Resusitasi Bayi


1) Balon sungkup dengan katup PEEP.
2) Sungkup bayi ukuran 00,0, 1, dan 2.
3) Laringoskop bayi bilah lurus dengan blade ukuran 0 dan 1 atau Laringeal Mask
Airway (LMA).
4) Pipa endotrakeal dengan stylet dan konektor, berukuran 2,5 sampai 4.
5) buah ampul epinefrin 1:10.000 1 ml/ampul.
6) Spuit 1ml dan 2ml.
7) Jarum ukuran 20 dan 25.
8) Pipa orogastrik.

171
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

9) Gunting dan plester.


10) Tabung oksigen kecil lengkap.

Perlengkapan Resusitasi Dewasa


Pastikan tenaga kesehatan mampu menggunakan alat-alat di bawah ini:
1) Tabung oksigen lengkap.
2) Self inflating bag dan sungkup oksigen.
3) Airway nomor 3.
4) Laringoskop dan blade untuk dewasa.
5) Pipa endotrakeal 7-7,5 mm.
6) Suction dan kateter ukuran 14 Fr.

Kendaraan
Kendaraan yang dipakai untuk merujuk ibu dalam rujukan tepat waktu harus disesuaikan
dengan medan dan kondisi lingkungan menuju tujuan rujukan. Berikut ini adalah contoh
tampilan desain ambulans sederhana yang dapat digunakan untuk merujuk ibu.

Berikut adalah tata letak dalam kendaraan / ambulans untuk rujukan:

Gambar 38. Tata letak Kendaraan Rujukan

4. RUJUKAN BALIK
Definisi
Rujukan balik merupakan sarana komunikasi antara RS rujukan dengan faskes perujuk.

172
TATA LAKSANAKEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

Tujuan
Melibatkan faskes perujuk dalam pemantauan dan penanganan pasca perawatan sehingga
segera dapat dikenali apabila timbul kegawatdaruratan lebih lanjut.

1.8. REFERENSI
1. JNPK-KR, 2007, Pedoman Pelatihan PONED.
2. WHO-Kemenkes 2013, Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu.
3. ACOG. Hemorrhagic syok. Educational Bulletin #235, 1997.
4. Choi PT-L et al. Crystalloid vs. colloids in fluid resuscitation: A systematic review.
Critical Care Medicine. 1999;27:200-10.
5. Scheirhout and Roberts.Fluid resuscitation with colloid or crystalloid in critically ill
patients: A systematic review of randomized trials. BMJ. 1998;316:961-4.

173

Anda mungkin juga menyukai