Manajemen Pengelolaan Gangren Pada Kaki Diabetik
Manajemen Pengelolaan Gangren Pada Kaki Diabetik
Diabetik
Kelompok VI
Putri Bunga Cinta Tamara A.T 112015099
Gizela Yuanita 112015107
Angelica Marchely Felicita 112015123
Nisrina Nindriya 112015142
Putri Handayani 112015167
Natashya Risa Pramana 112015172
Novia Christina Margareta 112015179
Siti Nor Afiqah binti MD Hanif 112015194
Salfarina Azira Bt Mat Saridan 112015200
Abstrak
Diabetes Mellitus adalah suatu kondisi serius seumur hidup yang merupakan salah satu penyebab utama kematian
di dunia. Dermatologist sering menemukan pasien dengan diabetes mellitus. 15 % dari pasien dengan diabetes
mellitus akan menderita ulkus kaki diabetik. Pasien dengan ulkus di kaki memiliki risiko tinggi untuk amputasi
dan angka kematian semakin meningkat. Kaki diabetik berisiko tinggi dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan
skrining yang sederhana dan ulkus kaki selanjutnya dapat dicegah. Mengenal pasti secara awal dari kaki diabetik
berisiko tinggi dan pengobatan yang tepat pada waktunya akan menyelamatkan kaki dan meningkatkan kualitas
hidup pasien. Penyakit arteri perifer, neuropati, deformitas, riwayat amputasi sebelumnya dan infeksi merupakan
faktor utama yang berkontribusi terhadap perkembangan ulkus kaki diabetik. Mengenal pasti secara awal dari
kaki berisiko tinggi penting untuk mengurangi tingkat mortalitas dan morbiditas. Pendekatan interprofessional
(yaitu, dokter, perawat, dan spesialis perawatan kaki) sering diperlukan untuk mendukung kebutuhan pasien.
Kata kunci: diabetes; ulkus kaki diabetik; neuropathy; luka
I. Pendahuluan
Diabetes Melitus (DM) merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapatkan
penanganan yang seksama. Prevalensi DM setiap tahun semakin meningkat, terutama pada
kelompok yang berisiko tinggi untuk mengalami penyakit DM. DM adalah penyakit metabolik
yang dapat menyerang semua usia, ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi normal
(hiperglikemia) dan glukosuria disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein yang disebabkan oleh kekurangan hormon insulin secara relatif maupun absolut.
Apabila DM dibiarkan tidak terkendali dapat menyebabkan terjadinya komplikasi metabolik
akut maupun komplikasi vaskuler jangka panjang yaitu mikroangiopati dan makroangiopati.
Penderita DM juga rentan terhadap infeksi pada kaki yang luka yang kemudiannya dapat
berkembang menjadi gangren sehingga menyebabkan kasus amputasi kaki semakin
meningkat.1-3
Gangren kaki diabetik ini berwarna merah kehitaman dan berbau busuk karena adanya
sumbatan pada pembuluh darah sedang atau besar di tungkai. Studi epidemiologi melaporkan
lebih dari satu juta amputasi dilakukan pada penyandang diabetes setiap tahunnya.2 Dari hasil
suatu penelitian didapatkan bahwa jumlah penderita gangren diabetik yang terbanyak adalah
pada kelompok laki-laki yaitu sekitar 68% sedangkan pada jenis kelamin perempuan sebanyak
32% dan dijumpai 10% dari seluruh penderita gangren ini yang mengalami gangren rekuren.
Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo sendiri masalah daripada gangren ini masih juga
merupakan masalah yang sangat besar, dimana sebagian besar perawatan penyandang dari
penderita diabetes selalu menyangkut tentang gangren diabetes. Angka kematian dan angka
amputasi masih sangat tinggi dimana masing-masing sebesar 16% dan 25% (data dari RS Cipto
tahun 2003). Nasib para penyandang diabetes paska amputasi pun masih sangat buruk.
Sebanyak 14,3% akan meninggal dalam setahun paska amputasi dan sebanyak 37% akan
meninggal tiga tahun paska operasi.
Terdapat beberapa upaya untuk menyembuhkan luka gangren, yaitu meliputi
mechanical control, metabolic control, vascular control, infeksi control, wound control, dan
educational control. Meskipun telah banyak upaya dilakukan untuk memperbaiki kualitas
hidup penderita DM dengan luka gangren, hal tersebut belum menunjukkan hasil yang
memuaskan. Ini terbukti dengan semakin banyaknya angka kasus kejadian gangren baik di
Indonesia maupun di seluruh dunia. Oleh karena itu, mengingat prevalensi penderita DM
dengan gangren kaki diabetik semakin meningkat dan pentingnya pengelolaan dari kasus ini,
maka penulis membuat karya ilmiah ini dengan tujuan untuk mengetahui manajemen
pengelolaan pada penderita gangren diabetik.1-3
II. Epidemiologi
Prevalensi penderita ulkus kaki diabetik di Indonesia sekitar 15%, angka amputasi
sekitar 30%, angka mortalitas sebanyak 32% dan ulkus kaki diabetik merupakan sebab
perawatan di Rumah Sakit yang terbanyak sebesar 80% untuk DM.4
Penderita ulkus kaki diabetik di Indonesia memerlukan biaya yang cukup tinggi sebesar
1.3 juta sampai 1.6 juta per bulannya, dan 43.5 juta untuk penderita selama satu tahunnya.4 Di
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) data pada tahun 2003, masalah ulkus kaki
diabetik merupakan masalah yang cukup serius, sebagian besar penderita DM dirawat karena
menderita ulkus diabetik. Akibat dari masalah ulkus diabetik angka amputasi masih cukup
tinggi sebesar 23.5%. Penderita DM pasca amputasi sebanyak 14.3% akan meninggal dalam
satu tahun, dan 37% akan meninggal dalam tiga tahun. Menurut Friedman bahwa salah satu
tugas kesehatan keluarga adalah membuat keputusan untuk tindakan kesehatan yang tepat dan
memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit. Tujuannya adalah untuk mengurangi
risiko terjadi ulkus diabetik. Oleh karena itu, dibutuhkan juga pengetahuan yang cukup oleh
anggota keluarga tentang masalah kesehatan yang satu ini.4
III. Etiologi
Proses terjadinya kaki diabetik awalnya disebabkan oleh adanya angiopati, neuropati
dan infeksi. Adanya neuropati akan menyebabkan terjadinya gangguan sensorik dan motorik,
di mana menyebabkan hilangnya atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga dapat
menyebabkan ulkus diabetik yang dapat terjadi tanpa dapat dirasakan oleh penderita.
Gangguan motorik menyebabkan atrofi pada kaki sehingga merubah titik tumpu yang
menyebabkan adanya ulserasi pada kaki pasien. Angiopati akan menyebabkan terganggunya
aliran darah ke kaki. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh daah yang lebih besar
maka penderita akan merasa sakit tungkainya sesudah ia berjalan dalam jarak tertentu. Infeksi
sering merupakan komplikasi yang menyertai faktor kaki diabetik akibat berkurangnya aliran
darah atau neuropati, sehingga faktor angiopati dan infeksi berpengaruh terhadap
penyembuhan atau pengobatan dari pasien kaki diabetik. Ulkus diabetik jika tidak diobati bisa
menjadi gangren kaki diabetik.5
Bakteri penyebab gangren pada penderita DM adalah bakteri anaerob, yaitu bakteri
yang lebih suka hidup di daerah yang sedikit oksigen, dalam kasus ini yang tersering adalah
bakteri Clostridium. Bakteri ini dalam pertumbuhan akan menghasilkan gas, yang disebut gas
gangren. Selain karena kerja bakteri Clostridium, peningkatan kadar gula darah dan fungsi
insulin yang gagal meregulasinya, maka tubuh justru gagal mendapatkan energi dan cadangan
makanan. Sebaliknya, jamur dan bakteri justru tumbuh subur disekitar luka.5
V. Patofisiologi
Ulkus kaki diabetes disebabkan adanya tiga faktor yang sering disebut trias yaitu:
iskemik, neuropati, dan infeksi. Pada penderita DM apabila kadar glukosa darah tidak
terkendali akan terjadi komplikasi kronik berupa neuropati perifer. Neuropati sensorik
biasanya derajatnya cukup dalam (>50%) sebelum mengalami kehilangan sensasi proteksi
yang berakibat pada kerentanan terhadap trauma fisik dan termal sehingga meningkatkan risiko
ulkus kaki. Tidak hanya sensasi nyeri dan tekanan yang hilang, tetapi juga propriosepsi yaitu
sensasi posisi kaki juga menghilang. Neuropati motorik mempengaruhi semua otot di kaki,
mengakibatkan penonjolan tulang-tulang abnormal, arsitektur normal kaki berubah, deformitas
yang khas seperti hammer toe dan hallux rigidus. Sedangkan neuropati autonomi ditandai
dengan kulit kering, tidak berkeringat, dan peningkatan pengisian kapiler sekunder akibat
pintasan arteriovenosus kulit, hal ini mencetuskan timbulnya fisura, kerak kulit, sehingga
membuat kaki rentan terhadap trauma yang minimal. Hal tersebut juga dapat diakibatkan
karena adanya penimbunan sorbitol dan fruktosa sehingga mengakibatkan akson menghilang,
penurunan kecepatan induksi, parestesia, menurunnya reflek otot dan atrofi otot. Karena
adanya deformitas pada kaki maka timbulnya keterbatasan dalam mobilitas sendi sehingga
dapat menyebabkan tekanan plantar kaki yang tinggi dan mudah terjadinya ulkus.6
Iskemik pula merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh kurangnya aliran darah
pada jaringan, sehingga jaringan kekurangan oksigen. Hal ini disebabkan adanya proses
makroangiopati pada pembuluh darah dan sirkulasi jaringan menurun yang ditandai oleh hilang
atau berkurangnya denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, arteri tibialis dan arteri popliteal yang
menyebabkan kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Selanjutnya terjadi nekrosis
jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai.
Aterosklerosis merupakan sebuah kondisi dimana arteri menebal dan menyempit karena
penumpukan lemak pada bagian dalam pembuluh darah. Menebalnya arteri di kaki dapat
mempengaruhi otot-otot kaki karena berkurangnya suplai darah, lalu terjadinya kesemutan,
rasa tidak nyaman dan dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan kematian jaringan yang
akan berkembang menjadi ulkus kaki diabetes. Proses angiopati pada penderita DM berupa
penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer pada tungkai bawah terutama kaki,
akibat perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi berkurang kemudian timbul ulkus
kaki diabetes.
Pada penderita DM yang tidak terkendali kadar gula darahnya akan menyebabkan
penebalan tunika intima (hiperplasia membran basalis arteri) pada pembuluh darah besar dan
pembuluh kapiler bahkan dapat terjadi kebocoran albumin yang keluar dari kapiler sehingga
mengganggu distribusi darah ke jaringan dan timbul nekrosis jaringan yang mengakibatkan
ulkus diabetikum. Eritrosit pada penderita DM yang tidak terkendali akan meningkatkan
HbA1C yang menyebabkan deformabilitas eritrosit dan pelepasan oksigen ke jaringan oleh
eritrosit terganggu, sehingga terjadi penyumbatan yang mengganggu sirkulasi jaringan dan
kekurangan oksigen mengakibatkan kematian jaringan yang selanjutnya timbul ulkus kaki
diabetes. Peningkatan kadar fibrinogen dan bertambahnya reaktivitas trombosit menyebabkan
tingginya agregasi sel darah merah sehingga sirkulasi darah menjadi lambat dan memudahkan
terbentuknya trombosit pada dinding pembuluh darah yang akan mengganggu sirkulasi darah.
Penderita DM biasanya mempunyai kadar kolesterol total, LDL (Low Density Lipoprotein) dan
trigliserida plasma yang tinggi. Gangguan sirkulasi ke sebagian besar jaringan akan
menyebabkan hipoksia dan cedera jaringan, merangsang reaksi peradangan yang akan
merangsang terjadinya aterosklerosis. Perubahan atau adanya inflamasi pada dinding
pembuluh darah akan menyebabkan terjadinya penumpukan lemak pada lumen pembuluh
darah, konsentrasi HDL (High Density Lipoprotein) sebagai pembersih plak biasanya rendah.
Adanya faktor risiko lain yaitu hipertensi akan meningkatkan kerentanan terhadap
aterosklerosis. Apabila kadar glukosa darah tidak terkendali pada penderita DM menyebabkan
abnormalitas leukosit sehingga fungsi khemotaksis di lokasi radang terganggu, demikian pula
fungsi fagositosis dan bakterisid menurun sehingga apabila adanya infeksi, mikroorganisme
sukar untuk dimusnahkan oleh sistem plagositosis-bakterisid intraseluler. Pada penderita ulkus
kaki diabetes, 50% akan mengalami infeksi akibat adanya glukosa darah yang tinggi karena
merupakan media pertumbuhan bakteri yang subur. Bakteri penyebab infeksi pada ulkus
diabetikum yaitu kuman aerobik Staphylococcus atau Streptococcus serta kuman anaerob yaitu
Clostridium perfringens, Clostridium novy, dan Clostridium septikum. Selain itu pada
penderita diabetes juga terdapat gangguan penyembuhan luka intrinsik, termasuk diantaranya
gangguan fungsi matrik metalloproteinase, gangguan collagen cross-linking, dan gangguan
imunologi terutama gangguan fungsi PMN.6
Suatu klasifikasi yang baru dianjurkan oleh International Working Group on Diabetic
Foot (IWGDF) untuk mengklasifikasikan kaki diabetes yang dapat diterima oleh semua pihak
bagi mempermudah para peneliti dalam membandingkan hasil penelitian dari berbagai tempat
di muka bumi. Dengan klasifikasi ini akan dapat ditentukan kelainan apa yang lebih dominan,
vaskular, infeksi atau neuropatik sehingga arah pengelolaan pun dapat tertuju dengan lebih
baik. Misalnya suatu ulkus gangren dengan critical limb ischemia tentu lebih memerlukan
tindakan untuk mengevaluasi dan memperbaiki keadaan vaskularnya dahulu. Sebaliknya jika
faktor infeksi menonjol, tentu pemberian antibiotik harus adekuat. Demikian juga sekiranya
faktor mekanik yang dominan, tentu koreksi untuk mengurangi tekanan plantar harus
diutamakan.8
Suatu klasifikasi lain yang juga sangat praktis dan juga sangat erat dengan pengelolaan
adalah klasifikasi yang berdasar pada perjalanan alamiah kaki diabetes.8
Stadium 1 : Normal foot
Stadium 2 : High risk foot
Stadium 3 : Ulcerated foot
Stadium 4 : Infected foot
Stadium 5 : Necrotic foot
Stadium 6 : Unsalvable foot
Untuk stadium 1 dan 2, peran pencegahan primer sangat penting dan semuanya dapat
dikerjakan pada pelayanan kesehatan primer, baik oleh podiatrist maupun oleh dokter
umum/dokter keluarga. Untuk stadium 3 dan 4 kebanyakan sudah memerlukan perawatan di
tingkat pelayanan kesehatan yang lebih memadai umumnya sudah memerlukan pelayanan
spesialistik. Untuk stadium 5 dan 6, jelas merupakan kasus rawat inap, dan jelas sekali
memerlukan suatu kerjasama tim yang sangat erat dimana harus ada dokter bedah, utamanya
dokter ahli bedah vaskular/ahli bedah plastik dan rekonstruksi.
Untuk optimalisasi pengelolaan kaki diabetes, pada setiap tahap harus diingat berbagai
faktor yang harus dikendalikan, yaitu:
Mechanical control-pressure control
Metabolic control
Educational control
Wound control
Microbiological control-infection control
Pada tahap yang berbeda diperlukan optimalisasi hal yang berbeda pula. Misalnya pada
stadium 1 dan 2 tentu saja faktor wound control dan infection control belum diperlukan,
sedangkan untuk stadium 3 dan selanjutnya tentu semua faktor tersebut harus disertai
keharusan adanya kerjasama multidisipliner yang baik. Sebaliknya untuk stadium 1 dan 2,
peran usaha pencegahan untuk tidak terjadi ulkus sangat mencolok. Peran rehabilitasi medis
dalam usaha mencegah terjadinya ulkus dengan usaha mendistribusikan tekanan plantar kaki
memakai alas kaki khusus, serta berbagai usaha untuk non-weight bearing lain merupakan
contoh usaha yang sangat bermanfaat untuk mengurangi kecacatan akibat deformitas yang
terjadi pada kaki diabetes.8
VII. Anamnesis
Anamnesis merupakan tahap awal dalam pemeriksaan untuk mengetahui
riwayat penyakit dan menegakkan diagnosis. Bagian pertama dari anamnesis adalah keluhan
utama yang merupakan gangguan terpenting yang membawa pasien datang berobat.
Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang berhubungan dengan
DM dan riwayat penyakit sekarang, seperti adanya keluhan pasien sering merasa haus dan
lapar, banyak minum, nafsu makan yang meningkat tapi berat badan terasa menurun, dan
meningkatnya frekuensi buang air kecil terutama saat malam hari.9
Setelah menanyakan keluhan utama dan keluhan tambahan, ditanyakan riwayat
penyakit sekarang yang berisi perkembangan penyakit dari waktu ke waktu sejak akhir masa
sehat, hingga pasien datang berobat. Setiap keluhan dalam riwayat penyakit sekarang harus
dideskripsikan dengan lengkap. Ada beberapa pertanyaan tambahan yang berkaitan dengan
pemantauan penyakit dan komplikasi diabetes yang harus dokter tanyakan pada pasien yang
menderita diabetes. Antaranya:10
Riwayat Penyakit Sekarang :
• Bagaimana pertama kali didiagnosis?
• Bagaimana pertama kali penatalaksanaannya?
• Jika pernah menggunakan insulin - kapan pertama kali dimulai?
• Seberapa sering memeriksa gula darah?
• Bacaan apa yang biasanya didapatkan?
• Apakah pernah dirawat di rumah sakit karena ketoasidosis diabetikum?
• Apakah makan sesuai dengan diet penderita diabetes?
• Apakah memakai alas kaki?
Pada riwayat penyakit dahulu dapat ditanyakan mengenai adanya penyakit-penyakit
yang pernah diderita pasien beserta riwayat kecelakaan atau riwayat operasi dan riwayat alergi.
Kemudian pada riwayat penyakit keluarga ditanyakan status kesehatan dari seluruh anggota
keluarga, kemudian menanyakan riwayat penyakit yang bersifat familial seperti DM, dan
penyakit menular seperti tuberkulosis paru.11
Selain itu, pada anamnesis dilakukan anamnesis sistem untuk menanyakan secara
terperinci semua keluhan pada setiap sistem dalam tubuh, seperti pada sistem serebrospinal,
kardiovaskular, respirasi, digesti, muskuloskeletal dan intergument. Anamnesis sistem
dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat komplikasi dari diabetes. Setelah anamnesis
sistem, dilakukan riwayat pribadi yang dapat berupa kebiasaan seperti kebiasaan merokok atau
minum alkohol, lingkungan tempat tinggal, olahraga dan pola makan.11
VIII. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada penderita kaki diabetik dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu; 2,12
a. Pemeriksaan ulkus dan keadaan umum ekstremitas
b. Penilaian kemungkinan isufisiensi vaskuler
c. Penilaian kemungkinan neuropati perifer
X. Prognosis
Prognosis kaki diabetik bergantung pada berbagai faktor yang terlibat dalam
patofisiologinya serta berat ringannya komplikasi dan penyakit yang menyertai.
Penatalaksanaan ataupun menejemen pengelolaan secara holistik harus ditekankan untuk
menurunkan mortalitas dan morbiditas kaki diabetik.2
11.4 Revaskularisasi
Jika memungkinkan kesembuhan luka rendah atau jikalau ada klaudikasio intermitten
yang hebat, tindakan revaskularisasi dapat dianjurkan. Sebelum tindakan revaskularisasi,
diperlukan pemeriksaan arteriografi untuk mendapatkan gambaran pembuluh darah yang lebih
jelas, sehingga dokter ahli bedah vaskular dapat lebih mudah melakukan rencana tindakan dan
mengerjakannya.Untuk oklusi yang panjang dianjurkan operasi bedah pintas terbuka. Untuk
oklusi yang pendek dapat dipikirkan untuk prosedur endovaskular. Pada keadaan sumbatan
akut dapat pula dilakukan tromboarterektomi. Dengan berbagai teknik bedah tersebut,
vaskularisasi daerah distal dapat diperbaiki, sehingga hasil pengelolaan ulkus diharapkan lebih
baik. Paling tidak faktor vaskular sudah lebih memadai, sehingga kesembuhan luka tinggal
bergantung pada berbagai faktor lain yang juga masih banyak jumlahnya. Terapi hiperbarik
dilaporkan juga bermanfaat untuk memperbaiki vaskularisasi dan oksigenisasi jaringan luka
pada kaki diabetes sebagai terapi adjuvan. Walaupun demikian masih banyak kendala untuk
menerapkan terapi hiperbarik secara rutin pada pengelolaan umum kaki diabetes.
11.5 Wound Control
Perawatan luka sejak pertama kali pasien datang merupakan hal yang harus dikerjakan
dengan baik dan teliti. Evaluasi luka harus dikerjakan secermat mungkin. Klasifikasi ulkus
pedis dilakukan setelah debridemen yang adekuat. Jaringan nekrotik dapat menghalangi proses
penyembuhan luka dengan menyediakan tempat untuk bakteri. Untuk membantu penyembuhan
luka, maka tindakan debridement sangat dibutuhkan. Debridement dapat dilakukan dengan
beberapa metode seperti mekanikal, surgikal, enzimatik, autolisis dan biochemical. Cara yang
paling efektif dalam membuat dasar luka menjadi baik adalah dengan metode autolisis
debridemen.8
Autolisis debridemen adalah suatu cara peluruhan jaringan nekrotik yang dilakukan
oleh tubuh sendiri dengan syarat utama, lingkungan luka harus dalam keadaan lembab. Pada
keadaan lembab, proteolitik enzim secara selektif akan melepas jaringan nekrosis dari tubuh.
Pada keadaan melunak, jaringan nekrosis akan mudah lepas dengan sendirinya ataupun dibantu
dengan surgikal atau mekanikal debridemen. Tindakan debridemen lain juga bisa dilakukan
dengan biomekanikal menggunakan maggot. Saat ini terdapat banyak sekali macam dressing
(pembalut) yang masing-masing tentu dapat dimanfaatkan sesuai dengan keadaan luka, dan
juga letak luka tersebut. Dressing yang mengandung komponen zat penyerap seperti
carbonated dressing, alginate dressing akan bermanfaat pada keadaan luka yang masih
produktif. Demikian pula hydrophilic fiber dressing atau silver impregnated dressing akan
dapat bermanfaat untuk luka produktif dan terinfeksi. Tetapi jangan lupa bahwa tindakan
debridement yang adekuat merupakan syarat mutlak yang harus dikerjakan dahulu sebelum
menilai dan mengklasifikasikan luka. Debridement yang baik dan adekuat tentu akan sangat
membantu mengurangi jaringan nekrotik pada tubuh, dengan demikian tentu akan sangat
mengurangi produksi pus/cairan dari ulkus/gangren.
Berbagai terapi topikal dapat dimanfaatkan untuk mengurangi mikroba pada luka,
seperti cairan normal saline sebagai pembersih luka, senyawa silver sebagai bagian dari
dressing. Demikian pula berbagai cara debridement non surgikal dapat dimanfaatkan untuk
mempercepat pembersihan jaringan nekrotik luka, seperti preparat enzim. Jika luka sudah lebih
baik dan tidak terinfeksi lagi, dressing seperti hydrocolloid dressing yang dapat dipertahankan
beberapa hari dapat digunakan. Tentu saja untuk kesembuhan luka kronik seperti pada luka
kaki diabetes, suasana sekitar luka yang kondusif untuk penyembuhan harus dipertahankan.
Yakinkan bahwa luka selalu dalam keadaan optimal, dengan demikian pnyembuhan luka akan
terjadi sesuai dengan tahapan yang harus selalu dilewati dalam rangka proses penyembuhan.
Selama proses inflamasi masih ada, proses penyembuhan luka tidak akan beranjak pada proses
selanjutnya yaitu proses granulasi dan kemudian epitelisasi. Untuk menjaga suasana kondusif
bagi kesembuhan luka dapat pula dipakai kasa yang dibasahi dengan normal saline. Cara
tersebut saat ini dipakai di banyak sekali tempat perawatan kaki diabetes. Berbagai sarana dan
penemuan baru dapat dimanfaatkan untuk wound control seperti: dermagrafi, apligraft, growth
factor, protease inhibitor dan sebagainya untuk mempercepat kesembuhan luka. Informasi
terbaru mengenai wound control memiliki beberapa teknik baru yang sangat membantu
khususnya pada neurophatic ulcers. Terapi hiperbarik oksigen telah digunakan namun
efikasinya masih minimal.8
Fase Tranportasi
Fase ini merupakan penghubung antara lingkungan luar dengan organ-organ (sel dan
jaringan). Fungsinya adalah menyediakan gas yang dibutuhkan dan membuang gas yang
dihasilkan oleh proses metabolisme. Gangguan dapat terjadi pada aliran darah lokal atau
umum, hemoglobin, shunt anatomis atau fisiologis. Hal ini dapat diatasi dengan merubah
tekanan gas di saluran pernafasan.
Fase Utilisasi
Pada fase utilisasi terjadi metabolisme seluler, fase ini dapat terganggu apabila terjadi
gangguan pada fase ventilasi maupun transportasi. Gangguan ini dapat diatasi dengan
hiperbarik oksigen, kecuali gangguan itu disebabkan oleh pengaruh biokimia, enzim, cacat
atau keracunan.
Fase Difusi
Fase ini adalah fase pembatas fisik antara ketiga fase tersebut dan dianggap pasif, namun
jaringan.
Efek Kardiovaskuler
Pada manusia, oksigen hiperbarik menyebabkan penurunan curah jantung sebesar 10-20
%, yang disebabkan oleh terjadinya bradikardia dan penurunan isi sekuncup. Tekanan
darah umumnya tidak mengalami perubahan selama pemberian hiperbarik oksigen. Pada
jaringan yang normal HBO dapat menyebabkan vasokontriksi sebagai akibat naiknya PO2
arteri. Efek vasokontriksi ini kelihatannya merugikan, namun perlu diingat bahwa pada
PO2 ±2000 mmHg, oksigen yang tersedia dalam tubuh adalah 2 kali lebih besar dari pada
biasanya. Pada keadaan dimana terjadi edema, efek vasokontriksi yang ditimbulkan oleh
hiperbarik oksigen justru dikehendaki, karena akan dapat mengurangi edema.
XII. Komplikasi
Kaki diabetik sendiri sudah merupakan komplikasi kronik DM yang diakibatkan oleh
kelainan neuropati sensorik, motorik maupun otonomik serta kelainan pada pembuluh darah.
Alasan terjadinya peningkatan insiden ini adalah interaksi beberapa faktor patogen berupa
neuropati, biomekanika abnormal, penyakit arteri perifer dan penyembuhan luka yang buruk.13
Tindakan amputasi biasanya dilakukan secara elektif, namun bila ada infeksi dengan
ancaman kematian dapat dilakukan amputasi secara emergensi. Indikasi amputasi adalah
sebagai berikut: 14
Jaringan nekrotik luas, iskemik jaringan yang tidak dapat direkonstruksi, gagal
revaskularisasi, Charcot’s of Foot dengan instabilitas, infeksi akut dengan ancaman
kematian (gas gangrene dan necrotizing fasciitis), infeksi/luka yang tidak membaik
dengan terapi adekuat, gangren, deformitas anatomi yang berat dan tidak terkontrol,
dan ulkus berulang.
Gambar 4.
PENUTUP
XIII. Kesimpulan
Ulkus diabetes merupakan salah safu komplikasi penyakit diabetes yang menjadi salah
satu masalah yang sering timbul pada penderita diabetes. Ulkus diabetes menjadi masalah
dibidang sosial dan ekonomi yang mempengaruhi kualitas hidup penderitanya. Neuropati
perifer, penyakit vaskuler perifer, deforrnitas struktur kaki menjadi faktor utama penyebab
ulkus diabetes. Faktor lain turut berperan timbulnya ulkus diabetes meliputi trauma, kelainan
biomekanik, keterbatasan gerak sendi, dan peningkatan resiko infeksi. Penegakan diagnosis
dapat dilakukan dengan penelusuran riwayat dengan baik, pemeriksaan fisik untuk neuropati
perifer dan insufisiensi vaskuler serta beberapa modalitas pemeriksaan tambahan lainnya.
Pemeriksaan dan klasifikasi ulkus menjadi bagian yang penting dalam penanganan ulkus
diabetes, yaitu dalam penentuan rencana terapi yang tepat serta pengamatannya. Selama ini ada
beberapa sistem klasifikasi yang telah dikenalkan. Klasifikasi ulkus didasarkan pada ukuran
dan kedalam ulkus, adanya hubungan dengan tulang, jumlah jaringan granulasi dan fibrosis,
keadaan sekitar luka dan adanya infeksi.
Perawatan ulkus diabetes pada dasarnya terdiri dari 3 komponen utama yaitu
debridement, offloading dan penanganan infeksi. Penggunaan balutan yang efektif dan tepat
membantu penanganan ulkus diabetes yang optimal. Keadaan sekitar luka harus dijaga
kebersihan dan kelembabannya. Penegakan diagnosis dini dan penanganan tepat ulkus diabetes
merupakan hal yang penting untuk mencegah amputasi anggota gerak bawah dan menjaga
kualitas hidup penderita.
Daftar Pustaka
1. American Diabetes Association: Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus.
Diabetes Care, 2004. Hal5-10.
2. Waspadji S. Kaki Diabetes. Dalam: Sudoyo, Setiyohadi, Buku ajar ilmu penyakit dalam.
Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing; 2011. Hal.1961-2.
3. Tjokroprawiro A. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya: Airlangga University Press;
2007.
4. Widyatmoko S, Sulistiyani, Ulum M. Hubungan Perawatan Kaki Pasien Diabetes Melitus
Tipe 2 dengan Kejadian Ulkus Diabetik di RSUD. Dr. Moewardi. Surakarta: Penerbit
Universitas Muhammadiyah Surakarta; 2012, Hal 5.
5. Desalu OO, Salawu FK, Jimoh AK, etall. Diabetic Foot Care: Self Reported Knowledge
and Practice Among Patients Attending Three Tertiarty Hospital in Nigeria. Ghana Med J
2011; 45(2): 60-5.
6. Tellechea A, Leal E, Veves, et all. Inflammatory and Angiogenic Abnormalities in Diabetic
Wound Healing: Role of Neuropeptides and Therapeutic Perspective. The Open
Circulation and Vascular Journal. Vol.3. 2010.
7. The Journal of Diabetic Foot Complication 2012; Vol 4, Issue 1, No. 1, Hal 2.
8. Albert, Martine. (2011) The Role of Hyperbaric Oxygen Therapy in Wound Healing.Wound
Care Canada Volume 6, Number 1, 2011.
9. Setiati S, Nafrialdi, Alwi I, Syam AF, Simadibrata M. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Komprehensif. Jakarta: Interna Publishing; 2013.Hal 365-72.
10. Thomas J dan Monaghan T. Oxford Handbook of Clinical Examination and Practical
Skills. Edisi ke-2. Oxford University Press, United Kingdom. 2014. Hal 63.
11. Suzanna N. Bahan Ajar Status, SOAP & RMBM (POMR). Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran UKRIDA; 2013.Hal 7-12.
12. Alwi I, Salim S, Hidayat R,Kurniawan J, Tahapary DL. Panduan Praktis Klinis: Prosedur
di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2015. Hal.64-5.
13. Powers A. Diabetes Mellitus. In: Longo Fauci Kasper, Harrison’s Principles of Internal
Medicine. Edisi ke 18. United states of America.Mcgraw Hill.2012
14. Ismiarto YD. Aspek Bedah Penanganan Luka Diabetes. Dalam : Kariadi SHKS, Arifin
AYL, Adhiarta IGN, Permana H, Soetedjo NNM. Editors. Naskah Lengkap Forum
Diabetes Nasional V. Bandung. 2011