Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN TUTORIAL

MINGGU 5
BLOK 3.3

DOSEN PEMBIMBING :

dr. Abdul Aziz Djamal, M.Sc, DTM&H, SpMK(K)

KELOMPOK 2A

Safira Nurfadila Harahap 1610312002


Muhammad Rayhandi Naufal 1610312039
Caesar Rayhand Arrafif N 1610313036
Yudha Bagus Sajiwo 1610311028
Elsa Yosepin Siahaan 1610313055
Melsi Megawati 1610311040
Mira Gusnita 1610312008
Widya May Hendra 1610311093
Athaya Fadhilah 1610312070
Siti Syeihan Muhdalin 1610312043

SKENARIO 5: DERITA KELUARGA TN. ANWAR DAN TETANGGANYA

Tn. Anwar, 62 tahun, dikonsultasikan ke bagian psikiatri karena tiga hari ini bicara
kacau, berteriak-teriak dan mengatakan ada harimau di balik jendela yang akan
menerkamnya. Pagi hari ia terlihat normal dan bicara menyambung, namun sore dan malam
hari kesadarannya berkabut, terlihat kacau, dan terdapat disorientasi. Ia dikenal sebagai
penderita gagal ginjal, terakhir kadar ureum darah 214 mg/dL dan kreatinin 5,2 mg/dL, tanpa
riwayat gangguan jiwa. Hal ini membuat istrinya cemas dan sedih, sehingga anak mereka
khawatir depresi ibunya kambuh lagi.

Anak Tn. Anwar berpikir mungkinkah keluarganya akan mengalami nasib seperti
tetangganya yang memiliki dua anak dengan gangguan jiwa? Apakah ada pengaruh genetik?
Anak-anak tetangganya sering mengamuk, bicara tidak menyambung, berhalusinasi dan
berwaham bahwa dia adalah aktor terkenal. Kedua anak tetangga tersebut harus menjalani
kontrol dan mengonsumsi obat secara teratur. Pada saat kontrol mereka diantar oleh ayahnya
yang berpenampilan aneh dan eksentrik, banyak yang mengira si ayah adalah dukun.

Pasien berikutnya adalah Tn. Budi yang berusia 35 tahun, datang dengan keluhan
sering tiba-tiba panik, sesak nafas, jantung berdebar kencang, dan berkeringat dingin sejak
enam bulan ini, kadang ia merasa seperti tercekik dan mau mati. Serangan ini muncul 2-5 kali
sehari, ia merasa dirinya menderita sakit jantung sehingga sering datang berobat ke berbagai
dokter dan ahli jantung. Walaupun telah diperiksa dan dinyatakan jantungnya normal, Tn.
Budi masih yakin ada kelainan pada jantungnya. Dokter yang sebelumnya memberikan obat
penenang dan anticemas, yang selalu dibawa sebagai antisipasi bila muncul rasa cemasnya. Ia
takut untuk keluar rumah, terlihat seperti fobia pada keramaian,namun sebenarnya ia
khawatir terjatuh dan tak ada yang menolongnya debaran jantungnya kambuh saat ia
bepergian seorang diri.

Saat ini kemana mana Tn. Budi harus diantar oleh istrinya, yang menjadi kesal karena
beranggapan setiap orang harus melakukan tugas sendirian. Istrinya merupakan seorang yang
perfeksionis, teratur dan harus sesuai jadwal, rumah harus selalu rapi, dan ia akan marah bila
ada yang mengubah susunan barang dirumahnya. Pertengkaran sering terjadi dirumahnya.
Ketika mengantar suaminya berobat, istri Tn. Budi kaget karena ada seorang pria yang tiba-
tiba membuka celana dan memperlihatkan alat kelamin yang kemudian segera lari. Istri Tn
Budi berkata dalam hati bahwa orang itu harus berobat ke dokter jiwa.

Bagaimana anda menjelaskan semua kasus di atas?

STEP 1 / TERMINOLOGI

1. Kesadaran berkabut : suatu perubahan terhadap kualitas kesadaran, individu tidak


dapat berpikir jernih dan melihat keadaan sekitar
2. Disorientasi : Gangguan mengenali objek
3. Fobia : Perasaan takut dan menghindar pada objek padahal tidak berbahaya
4. Perfeksionis : Keinginan seseorang untuk memenuhi keinginannya dengan standar
yang tinggi
5. Gangguan jiwa : Gangguan pada fungsi jiwa dan terhambat dalam melaksanakan
fungsi sosial

STEP 2/RUMUSAN MASALAH

1. Mengapa Tn. Anwar mengalami bicara kacau, berteriak-teriak dan mengatakan ada
harimau di balik jendela yang akan menerkamnya?
2. Mengapa pagi hari ia terlihat normal dan bicara menyambung, namun sore dan malam
hari kesadarannya berkabut, terlihat kacau, dan terdapat disorientasi?
3. Apa hubungan riwayat penyakit dengan kondisi Tn. Anwar yang sekarang?
4. Apa yang menjadi faktor untuk kambuhnya depresi?
5. Kapan seseorang dikatakan mengalami depresi yang berulang?
6. Apakah ada faktor genetik terhadap penyakit gangguan jiwa?
7. Adakah hubungan penampilan ayahnya dengan penyakit yang diderita anak-anaknya?
8. Mengapa anak tetangga tetangganya sering mengamuk, bicara tidak menyambung,
berhalusinasi dan berwaham bahwa dia adalah aktor terkenal?
9. Mengapa Tn. Budi mengeluhkan sering sering tiba-tiba panik, sesak nafas, jantung
berdebar kencang, dan berkeringat dingin sejak enam bulan ini, kadang ia merasa
seperti tercekik dan mau mati?
10. Mengapa serangan ini muncul 2-5 kali sehari, ia merasa dirinya menderita sakit
jantung sehingga sering datang berobat ke berbagai dokter dan ahli jantung?
11. Apa saja obat anti cemas?
12. Mengapa Tn. Budi takut untuk keluar rumah, terlihat seperti fobia pada
keramaian,namun sebenarnya ia khawatir terjatuh dan tak ada yang menolongnya
debaran jantungnya kambuh saat ia bepergian seorang diri?
13. Kondisi apa yang terjadi pada Tn. Budi?
14. Mengapa ada seorang pria yang tiba-tiba membuka celana dan memperlihatkan alat
kelamin yang kemudian segera lari?

STEP 3/ IDENTIFIKASI MASALAH

1. Gangguan bicara kacau dan lain-lain bisa jadi halusinasi visual dan dirujuk pada
psikiatri, perubahan kognitif dan lain-lain. Juga bisa dicurigai delirium.
2. Pagi : Pasien diduga delirium – kebingungan atau disorientasi pada saat matahari
terbenam oleh neurotransmitternya yang berhubungan dengan,aktivitas dopamin,
halusinasi visual. Gejalanya teriak-teriak. Berhubungan dengan korteks serebri dan
ARAS.
Bicara kacau Gangguan psikotik secara umum, gangguan kesadaran pemusatan
perhatian dan kognitif
3. Delirium berisiko lebih tinggi pada usia lebih dari usia 50 tahun keatas dan
peningkatan ureum darah.
Tn. Anwar memiliki riwayat penyakit yang mengarah kepada enselofati uremikum.
4. Faktor pencetus depresi :
- Adanya stressor baru
- Tidur kurang
- Dll
5. Depresi yang berulang yaitu sebelumnya pernah mengalami episode depresi. Ada
jarak 5 minggu pada fase stabil/ remisi. Tidak disertai peningkatan afek.
6. Hubungan genetik ibu dan anak sekitar 6% pada penyakit skizofrenia
Jika seorang ibu Hamil mengalami depresi dan cemas, berisiko akan diturunkan
kepada anak-anaknya.
Jika ada genetik depresi juga berpengaruh pada gangguan mental organik.
7. Gangguan dismorfik penampilan-berpakaian tidak sesuai dengan yang seharusnya
atau dilebih-lebihkan.
8. Diagnosis : skizofrenia paranoid – adanya halusinasi dan waham. Biasanya ada 2 dari
4 kriteria untuk penegakan diagnosis, terjadi berbulan-bulan.
Untuk skizofrenia usia dini susah penangannya.
9. Tiba-tiba panik dan keringat dingin menandakan adanya serangan panik. Untuk
diagnosis, mengalami 4 gejala dari beberapa manifestasi klinis.
10. Tn. Budi mengalami gangguan somatoform yang berulang-ulang.
11. Insiklik : serotonin, dopamin, norepinefrin
MAOI : lini terakhir
Benzodiazepin
12. Tn Budi mengalami agorafobia, yaitu takut dikeramaian dan tidak bisa melarikan diri.
13. Fobia sosial : Takut akan keramaian tapi tidak apa-apa jika bersama keluarga karena
nanti ada yang akan membantu disaat dia kesusahan
14. Eksibisionisme : gangguan memamerkan atau melhatkan kelamin.

STEP 4/ SKEMA

STEP 5/ LEARNING OBJECTIVE

1. M3 Definisi – Prognosis dari gangguan mental organik


2. M3 Definisi – Prognosis Depresi berulang
3. M3 Definisi – Prognosis Gangguan Disosiatif
4. M3 Definisi – Prognosis Gangguan Somatoform
5. M3 Definisi – Prognosis Gangguan Ansietas
6. M3 Definisi – Prognosis OCD
7. M3 Definisi – Prognosis Perilaku seksual

1. FOBIA SPESIFIK

Definisi
Fobia mengacu pada rasa takut yang berlebihan terhadap suatu objek, situasi, atau
keadaan tertentu. Fobia spesifik adalah adanya rasa takut yang kuat dan menetap akan suatu
objek atau situasi.

Epidemiologi
Fobia spesifik lebih lazim ditemukan daripada fobia sosial. Fobia spesifik adalah
gangguan jiwa yang paling lazim pada perempuan dan paling lazim kedua pada laki-laki,
setelah gangguan terkait zat. Prevalensi 6 bulan fobia spesifik sekitar 5 hingga 10 per I00
orang. Rasio perempuan banding laki-laki sekitar 2 banding 1 walaupun rasio ini mendekati 1
banding 1 untuk fobia cedera-darah-suntikan.
Objek dan situasi yang ditakuti pada fobia spesifik (disusun dalam frekuensi kemunculan
yang berkurang) adalah hewan, badai, ketinggian, penyakit, cedera, dan kematian.

Etiologi dan factor risiko


- Faktor perilaku
- Pengalaman Buruk
- Faktor Genetik

Diagnosis
Kriteria Diagnostik DSM-lV-TR Fobia Spesifik
A. Rasa takut berlebihan yang nyata, menetap dan tidak beralasan, dicetuskan oleh
adanya antisipasi terhadap suatu objek atau situasi spesifik cth. terbang, kelinggian,
hewan, disuntik, melihat darah).
B. Pajanan terhadap stimulus fobik hampir selalu mencetuskan respons ansietas segera,
dapat berupa serangan panik terikat secara situasional atau serangan panik dengan
predisposisi situasional. Catatan: Pada anak, ansietas dapat ditunjukan dengan
menangis, tantrum, diam tidak bergerak, atau memegang erat sesuatu/seseorang.
C. Orang tersebut menyadari bahwa rasa takutnya berlebihan atau tidak beralasan.
Catatan: Pada anak, gambaran ini dapat tidak ditemukan.
D. Situasi fobik dihindari atau dihadapi dengan ansietas maupun penderitaan yang intens.
E. Penghindaran, antisipasi ansietas, atau distress pada situasi yang ditakuti mengganggu
fungsi rutin normal, pekerjaan (atau akademik), atau aktivitas maupun hubungan
social secara bermakna/ atau terdapat distres yang nyata karena memiliki fobia ini.
F. Pada seseorang berusia di bawah l8 tahun, durasinya sedikitnya 6 bulan.
G. Ansietas, serangan panik, atau penghindaran fobik yang berkaitan dengan objek atau
situasi spesifik tidak disebabkan gangguan jiwa lain, seperti gangguan obsesif
kompulsif (cth. takut akan kotoran pada seseorang dengan obsesi tentang
kontaminasi), gangguan stres pascatrautra (cth. Penghindaran stimulus terkait stresor
yang hebat), atau gangguan ansietas perpisahan (cth, menghindari sekolah), fobia
sosial (cth. penghindaran situasi sosial karena takut malu), gangguan panik dengan
agorafobia, atau agorafobia tanpa riwayat gangguan panik.

Tentukan tipe:
Tipe hewan
Tipe lingkungan alami (cih,, ketinggian, badai)
Tipe cedera-darah-suntikan
Tipe situasional (cth. pesawat terbang, lift, tempat tertutup)
Tipe lain (cth. takut tersedak, muntah, atau menderita penyakit ; pada anak, takut suara keras
atau karakter berkostum)

Manifestasi Klinis
- Serangan panik saat terpajan objek atau situasi spesifik
- menghindari objek atau situasi penyebab panik

Terapi
- Terapi perilaku
- terapi keluarga
- hipnosis

2. FOBIA SOSIAL

Pengertian

Fobia sosial adalah perasaan takut yang irasional yang menyebabkan kesadaran untuk
menghindar dari obyek ketakutan spesifik, aktivitas atau situasi.

Fobia sosial merupakan ketakutan yang tidak beralasan atau ketakutan yang
berlebihan terhadap situasi sosial, dan interaksi dengan orang lain yang secara otomatis dapat
membawa perasaan self – consciousness, judgment, evaluasi, dan perasaan inferior.

Onset :
- biasanya dimulai pada usia 13 tahun

- Diagnosis bahwa seseorang mengalami fobia sosial jika orang tersebut memiliki
gejala setidaknya selama 6 bulan

- Orang-orang dengan fobia sosial umumnya melaporkan bahwa mereka pemalu


semasa kanak-kanak

- Sekali fobia sosial tercipta, hal tersebut akan berlanjut pada perjalanan yang kronis
dan persisten sepanjang hidup

- Pada anak, fobia sosial tidak dapat langsung didiagnosis kecuali anak tersebut
memunculkan kecemasan yang berlebihan

- Mereka mengekspresikan rasa cemasnya tersebut dengan cara menangis, tantrum,


menjadi pendiam atau menghindari situasi sosial.

Epidemiologi

- 3-5% POPULASI

- WANITA = PRIA

- biasanya dimulai awal umur belasan tahun, walaupun tidak menutup kemungkinan
terjasi pada tiap tahap kehidupan.

- Prevalensi fobia sosial terlihat meningkat pada ras kulit putih, orang yang menikah,
dan individu dengan taraf pendidikan yang baik.

- umumnya bermanifestasi pada orang dewasa tapi biasa terdapat pada anak-anak atau
remaja

Etiologi

- IDIOPATIK

- MENURUT BEBERAPA TEORI :

- Teori psikoanalisis

- Teori genetic
- Teori Neurotransmiter

Tanda dan gejala

Tanda dan gejala emosi dan perilaku kecemasan social, termasuk:

- Takut secara berlebihan ketika berinteraksi dengan orang asing

- Khawatir memalukan atau memalukan diri sendiri

- Menghindari melakukan sesuatu atau berbicara dengan orang karena takut malu

- Kesulitan membuat kontak mata

- Kesulitan berbicara

Tanda-tanda fisik dan gejala yang menandai bahwa seseorang mengalami fobia sosial, antara
lain :

- Palpitasi ( jantung berdebar-debar)


- Banyak mengeluarkan keringat
- Gemetaran
- Rasa panas-dingin
- Sakit kepala
- Pusing
- Kerongkongan terasa tersekat
- Diare
- Mual
- Kebingungan
- Otot menjadi tegang, dan
- Gelisah

Kriteria diagnosis

 Menurut DSM-IV

1. Kriteria A

Ketakutan yang jelas dan menetap terhadap satu atau lebih situasi sosial atau tampil
didepan orang yang belum dikenal atau situasi yang memungkinkan ia dinilai oleh orang lain
atau menjadi pusat perhatian. Ada perasaan takut bahwa ia akan berperilaku memalukan atau
menampakkan gejala cemas atau bersikap yang dapat merendahkan dirinya.
2. Kriteria B

Apabila pasien terpapar dengan situasi sosial, hampir selalu timbul kecemasan atau
bahkan mungkin serangan panik

3. Kriteria C

Pasien menyadari bahwa ketakutannya sangat berlebihan dan tidak masuk akal.
Ketakutan tersebut tidak merupakan waham atau paranoid.

4. Kriteria D

Pasien menghindar dari situasi sosial atau menghindar untuk tampil di depan umum
atau pasien tetap bertahan pada situasi sosial tersebut tetapi dengan perasaan sangat cemas
atau sangat menderita

5. Kriteria E

Penghindaran dan kecemasan atau penderitaan akibat ketakutan terhadap situasi sosial
atau tampil di depan umum tersebut mempengaruhi kehidupan pasien secara bermakna atau
mempengaruhi fungsi pekerjaan, aktivitas dan hubungan sosial atau secara subjektif pasien
merasa sangat menderita

6. Kriteria F

Untuk yang berusia di bawah 18 tahun, durasi paling sedikit 6 bulan.

7. Kriteria G

Ketakutan atau sikap menghindar tersebut tidak disebabkan oleh efek fisiologik zat
atau kondisi medik umum atau gangguan mental lain (gangguan panik dengan atau tanpa
agoraphobia, gangaguan dismorfik, gangguan perkembangan prevasif, atau dengan gangguan
kepribadian skizoid

8. Kriteria H

Bila terdapat kondisi medik umum atau gangguan mental lain, ketakutan pada kriteria A
tidak berhubungan dengannya (gagap, Parkinson, atau gangguan perilaku makan seperti
bulimia atau anoreksia nervosa) Kriteria A merupakan kunci gejala fobia sosial. Hal yang
penting pada kriteria ini yaitu adanya situasi yang dapat membangkitkan fobia yaitu situasi
yang dinilai atau diamati oleh orang lain dan juga ketakutan akan memperlihatkan kecemasan
atau bertingkah dengan cara yang memalukan.

 berdasarkan PPDGJ - III

Semua kriteria di bawah ini harus dipenuhi untuk diagnosis pasti:

gejala psikologis, perilaku atau otonomilk yang timbul harus merupakan manifestasi primer
dari anxietasnya dan bukan sekunder dari gejala-gejala lain seperti misalnya waham atau
pikiran obsesif;

anxietasnya harus mendominasi atau terbatas pada situasi sosial tertentu (outside the family
circle); dan menghindari situasi fobik harus atau sudah merupaken gejala yang menonjol

Catatan :

Bila terlalu sulit untuk membedakan antara fobia sosial dengan agorafobia, hendaknya
diutamakan diagnosa agorafobia

Tatalaksana

Suatu kombinasi pharmacotherapy dan psikoterapi pada umumnya diberikan untuk


para orang dengan fobia sosial

1. Terapi relaksasi

Terapi ini terdiri dari belajar untuk menurunkan tegangan otot selama beristirahat, ketika
bergerak dan pada situasi-situasi yang dapat menyebabkan kecemasan. Terapi ini dapat
dijadikan sebagai pendamping terapi exposure

2. Medication (terapi obat)

- Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIS)


- Benzodiazepines
- Buspirone
- Propranolol
- Monoamine oxidase inhibitors (MAOIS)

3. Terapi Kognitif

Terapis membantu klien mencari pikiran-pikiran self-defeating dan mencari alternatif


rasional sehingga mereka bisa belajar menghadapi situasi-situasi pembangkit kecemasan
4. Virtual Reality Exposure

Melalui proses pemaparan terhadap suatu seri stimuli virtual yang makin bertambah
menakutkan dan hanya bila ketakutan sudah berkurang pada langkah terdahulu, orang belajar
untuk mengatasi ketakutan dengan cara yang sama dengan seandainya mereka mengikuti
program pemaparan gradual terhadap stimuli fobik dalam situasi aktual

5. Cognitive-Behavioral Therapy (CBT)

Melakukan assessment independent dan self report terhadap klien. Kemudian diikuti
dengan pelatihan dalam hal restrukturisasi keterampilan kognitif, exposure yang diulang
terhadap simulasi dari situasi yang ditakuti dalam tiap sesi, dan dihubungkan dengan
homework assignments. Setelah pelatihan tersebut dilakukan maka seluruh rangkaian
assessment independent dan self report dilakukan kembali

6. Terapi pemaparan

Klien mendapatkan instruksi untuk memasuki situasi sosial yang makin penuh stres
dan untuk tetap tinggal dalam situasi tersebut sampai dorongan untuk kabur sudah menjadi
berkurang

Terapis dapat membantu membimbing mereka selama percobaan pada pemaparan,


dan secara bertahap menarik dukungan langsung sehingga klien mampu untuk menghadapi
sendiri situasi tersebut

Prognosis

- Fobia sosial biasanya mulai pada usia dini sehingga dapat menyebabkan gangguan
disemua bidang akademik seperti rendahnya kemampuan sekolah, menghindar dari
sekolah, dan sering putus sekolah.

- Fobia sosial cenderung menjadi kronik

- Bila tidak diobati depat menjadi komorbiditas dengan gangguan lain seperti depresi,
penyalahgunaan alkohol atau obat

3. GANGGUAN PANIK
Definisi

Gangguan panik adalah jenis gangguan kecemasan yang ditandai, oleh 'serangan
panik' berulangulang, yaitu periode terpisah dari perasaan ketakutan yang intens dan
berhubungan dengan gejala fisik seperti jantung berdebar-debar, sesak napas,
berkeringat, gemetar, ketidaknyamanan di dada, pusing dan sebagainya.

Epidemiologi

Prevalensi hidup Gangguan Panik kira-kira 1-4% populasi, sedangkan Serangan


Panik sekitar 3-6%. Wanita 2-3 kali lebih banyak menderita gangguan ini dibanding laki-
laki. Gangguan Panik bisa terjadi kapan saja sepanjang hidup, onset tertinggi usia 20-an.

Etiologi dan Faktor Risiko

a. Faktor biologis: keturunan, ketidakseimbangan kimia zat pengontrol fungsi otak, sistem
saraf simpatik terlalu sensitive

b. Faktor psikologis: orang yang mudah cemas, pesimis dan kurang merasa aman

c. Faktor lingkungan: pengalaman negatif di masa kecil, peristiwa stres (misalnya


mengalami bencana, kecelakaan), stres kehidupan sehari-hari lainnya (misalnya
pergantian pekerjaan, masalah hubungan antar pribadi)

Gejala

- Jantung berdebar-debar

- Berkeringat

- Gemetar

- Kesulitan bernapas

- Perasaan tercekik

- Nyeri atau ketidaknyamanan di dada

- Mual

- Pusing atau pingsan


- Rasa panas dan menggigil

- Sensasi kesemutan atau mati rasa di anggota tubuh

- Derealisasi (merasa dalam keadaan seperti mimpi di mana lingkungan tampak tidak
nyata) atau depersonalisasi (merasa berada di luar diri sendiri tanpa sensasi
pengendalian apapun)

- Takut mati

- Takut kehilangan kontrol atau menjadi gila

Diagnosis Serangan Panik

Untuk mendapatkan diagnosis yang tepat dan membedakan gejala serangan panik
dengan gejala-gejala penyakit lain, dokter akan merekomendasikan beberapa pemeriksaan
berikut.

- Pemeriksaan fisik secara menyeluruh.

- Tes darah untuk memeriksa tiroid dan risiko terhadap kondisi lain.

- Tes elektrokardiogram atau EKG/ECG untuk memeriksa kondisi jantung.

- Evaluasi psikologis untuk memahami tingkatan gejala, stres, ketakutan, hubungan,


dan gangguan lain yang dapat berdampak kepada aspek-aspek kehidupan penderita,
termasuk konsumsi zat alkohol atau zat-zat

Seseorang yang mengidap gangguan panik umumnya mengalami serangkaian


serangan panik secara berulang, meski tidak semua pengidap serangan panik memiliki
gangguan panik. Maka dari itu, dokter juga akan mengecek keberadaan kriteria-kriteria
berikut untuk mengetahui apakah penderita mengidap gangguan panik.

Serangan panik tidak dipicu oleh penggunaan obat-obatan atau zat lain, kondisi
medis, atau kesehatan mental lain, seperti fobia sosial atau gangguan obsesif kompulsif
(OCD - obsessive compulsive disorder). Pengidap mengalami serangan panik yang lebih
sering dan tidak terduga. Mengalami serangan panik yang diikuti oleh perasaan khawatir
yang berlangsung hingga satu bulan terhadap terjadinya serangan lain serta konsekuensi
dari serangan itu, seperti kehilangan kendali atau serangan jantung.
Tatalaksana

1) Obat-obatan

Obat-obatan yang diresepkan bisa digunakan untuk mengurangi gejala parah dari
gangguan panik.

A. Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs)

Obat-obatan golongan antidepresan yang menjadi pilihan pertama untuk pengobatan


serangan panik dan gangguan panik, antara lain fluoxetine dan sertraline. Obat ini
berfungsi untuk mengurangi depresi dan memiliki risiko efek samping yang kecil.

B. Serotonin & norepinephrine reuptake inhibitors (SNRIs)

Obat-obatan golongan antidepresan lain yang juga bisa digunakan untuk mengobati
serangan panik, seperti venlafaxine hydrochloride.

C. Benzodiazepines

Golongan obat penenang untuk menurunkan fungsi dan aktivitas saraf pusat yang
digunakan dalam jangka pendek, antara lain alprazolam dan clonazepam. Obat ini tidak
boleh digunakan dalam jangka panjang, terutama dengan dosis tinggi, karena dapat
menyebabkan kecanduan dan ketergantungan fisik atau mental.

2) Psikoterapi

Terapi perilaku kognitif adalah pengobatan yang efektif untuk gangguan panik dan
agorafobia. Terapi ini dirancang untuk membantu individu mengubah pemikiran mereka
yang tidak rasional yang memicu kecemasan dan menghadapi objek atau situasi yang
ditakuti secara bertahap (misalnya perjalanan lama di bis), dengan tujuan mengurangi
kecemasan dan memperluas zona kenyamanan seseorang. Pada awalnya, individu akan
merasa tidak nyaman ketika menghadapi objek atau situasi yang ditakuti dalam terapi, tapi
dengan pemaparan berulang-ulang kecemasan akan berkurang secara bertahap. Individu
juga bisa belajar teknik relaksasi untuk mengurangi kecemasan mereka. Partisipasi aktif
dalam terapi dari individu penderita gangguan panik dan dari anggota keluarga mereka
(misalnya dengan memberikan pengawasan dan dukungan) sangat penting untuk
pengobatan yang efektif.
- Mengikuti jadwal dan program pengobatan yang telah ditentukan.

- Berlatih mengelola stres dan metode relaksasi, seperti teknik pernapasan, relaksasi
otot, atau yoga.

- Tetap aktif secara fisik untuk menjaga mood.

- Bergabung dengan sebuah kelompok konsultasi serangan panik.

- Jagalah agar waktu tidur tetap ideal sehingga tidak mengantuk di siang hari.

- Hindari merokok, minuman keras, minuman berkafein, dan obat-obatan keras yang
tidak diresepkan dokter.

- Jika terjadi serangan panik saat sedang beraktivitas, misalnya menyetir, maka
menepilah. Fokuskan diri kepada teknik pernapasan dan relaksasi yang
direkomendasikan terapis dan jangan berusaha melawan serangan tersebut.

Komplikasi

- Berkembangnya berbagai jenis fobia, seperti fobia menyetir atau meninggalkan


rumah. Fobia lainnya termasuk agoraphobia, yaitu menghindari tempat atau situasi
yang menyebabkan penderita cemas karena takut tidak bisa keluar dari situasi tersebut
jika mengalami serangan panik.

- Menjadi bergantung kepada orang lain dan harus ditemani tiap hendak keluar rumah.

- Menghindar dari kegiatan bersosial

- Menjadi sering memeriksakan kesehatan diri dan kondisi medis lain yang dialami.

- Memiliki masalah di kantor atau sekolah.

- Kecanduan minuman keras atau zat psikotropika.

- Terjerumus masalah keuangan.

- Mengidap depresi, serangan cemas, dan gangguan psikiatri lainnya.

- Memiliki kecenderungan untuk bunuh diri.


4. OBSESSIVE COMPULSIVE DISORDER (OCD)

A. Definsi dan Klasifikasi


Gangguan obsesif kompulsif atau yang lebih dikenal dengan singkatan OCD
adalah kelainan psikologis yang menyebabkan seseorang memiliki pikiran obsesif dan
perilaku yang bersifat kompulsif.

Kelainan ini ditandai dengan pikiran dan ketakutan tidak masuk akal (obsesi)
yang dapat menyebabkan perilaku repetitif (kompulsi). Misalnya, orang yang merasa
harus memeriksa pintu dan jendela lebih dari 3 kali sebelum keluar rumah.

B. Etilogi dan Faktor Risiko


Penyebab OCD belum berhasil diketahui secara pasti. Meski demikian,
banyak penelitian yang telah dilakukan untuk menganalisis sejumlah faktor pemicu
yang dapat meningkatkan risiko OCD. Di antaranya adalah:

● Faktor genetika. Ada bukti yang menunjukkan bahwa gangguan ini


berhubungan dengan gen tertentu yang memengaruhi perkembangan otak.
● Ketidaknormalan pada otak. Hasil penelitian pemetaan otak
memperlihatkan adanya ketidaknormalan pada otak penderita OCD yang
melibatkan serotonin yang tidak seimbang. Serotonin adalah zat penghantar
yang digunakan otak untuk komunikasi di antara sel-selnya.
● Kepribadian seseorang. Orang yang rapi, teliti, serta memiliki disiplin
tinggi cenderung memiliki risiko lebih besar untuk mengalami OCD.
● Trauma atau kejadian penting dalam hidup, contohnya karena
mengalami perundungan (bullying) atau setelah persalinan.

C. Manifestasi Klinis
Gejala OCD yang dialami tiap penderita berbeda-beda. Ada yang ringan di
mana penderita menghabiskan sekitar 1 jam bergelut dengan pikiran obsesif dan
perilaku kompulsifnya, tapi ada juga yang parah hingga gangguan ini menguasai dan
mengendalikan hidupnya.

Penderita OCD juga umumnya terpuruk dalam pola pikiran dan perilaku
tertentu. Terdapat 4 tahap utama dalam kondisi OCD, yaitu obsesi, kecemasan,
kompulsi, dan kelegaan sementara.
Obsesi muncul saat pikiran penderita terus dikuasai oleh rasa takut atau
kecemasan. Kemudian obsesi dan rasa kecemasan akan memancing aksi kompulsi di
mana penderita akan melakukan sesuatu agar rasa cemas dan tertekan berkurang.

Perilaku kompulsif tersebut akan membuat penderita merasa lega untuk


sementara. Namun obsesi serta kecemasan akan kembali muncul dan membuat
penderita mengulangi pola itu.

Sifat perfeksionis berbeda dengan gejala OCD. Menjaga kebersihan serta


kerapian yang berlebihan bukan berarti Anda otomatis mengidap OCD. Pikiran OCD
bukan hanya sekedar rasa cemas yang ekstrem tentang masalah dalam kehidupan. Jika
obsesi dan kompulsi sudah menghambat rutinitas, sangat dianjurkan untuk
memeriksakan diri ke dokter atau psikolog.

D. Tatalaksana
Tingkat pengobatan OCD bergantung kepada sejauh apa dampak OCD yang
Anda alami dalam kehidupan Anda. Ada beberapa langkah dalam penanganan OCD,
yaitu:

● Terapi perilaku kognitif (CBT). Terapi ini dapat membantu Anda untuk
mengurangi kecemasan dengan mengubah cara pikir dan perilaku Anda.
● Penggunaan obat-obatan untuk mengendalikan gejala yang Anda alami.

E. Komplikasi dan Prognosis


Mencari bantuan medis adalah hal terpenting bagi penderita OCD karena
mereka memiliki kemungkinan untuk sembuh atau setidaknya untuk menikmati hidup
dengan mengurangi gejalanya.

Jika tidak ditangani, perasaan tertekan dapat bertambah parah dan membuat
penderita makin sulit untuk menghadapi OCD sehingga mengalami depresi. Tingkat
depresi yang parah bahkan dapat memicu dorongan untuk bunuh diri.
5. GANGGUAN SOMATOFORM

Klasifikasi dan Diagnosis


Gangguan Somatoform berdasarkan PPDGJ III dibagi menjadi :
F.45.0gangguan somatisasi
F.45.1gangguan somatoform tak terperinci
F.45.2gangguan hipokondriasis
F.45.3disfungsi otonomik somatoform
F.45.4gangguan nyeri somatoform menetap
F.45.5gangguan somatoform lainnya
F.45.6gangguan somayoform YTT
DSM-IV, ada tujuh kelompok, lima sama dengan klasifikasi awal dari PPDGJ ditambah
dengan gangguan konversi, dan gangguan dismorfik tubuh.
Pada bagian psikiatri, gangguan yang sering ditemukan di klinik adalah gangguian somatisasi
dan hipokondriasis

1.F. 45.0 Gangguan Somatisasi


Definisi
Gangguan somatisasi (somatization disorder) dicirikan dengan keluhan somatik yang
beragam dan berulang yang bermula sebelum usia 30 tahun (namun biasanya pada usia
remaja), bertahan paling tidak selama beberapa tahun, dan berakibat antara menuntut
perhatian medis atau mengalami hendaya yang berarti dalam memenuhi peran sosial atau
pekerjaan.
Etiologi
Belum diketahui. Teori yang ada, teori belajar, terjadi karena individu belajar untuk
mensomatisasikan dirinya untuk mengekspresikan keinginan dan kebutuhan akan perhatian
dari keluarga dan orang lain
Epidemiologi
-wanita : pria = 10 :1, bermula pada masa remaja atau dewasa muda
-rasio tertinggi usia 20- 30 tahun
-pasien dengan riwayat keluarga pernah menderita gangguan somatoform (beresiko
10- 20x > besar dibanding yang tidak ada riwayat).
Kriteria diagnostik untuk Gangguan Somatisasi
Untuk gangguan somatisasi, diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut:
a) Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak dapat
dijelaskan atas dasar adanya kelainan fisik, yang sudah berlangsung sedikitnya 2
tahun
b) Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ada
kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan-keluhannya.
c) Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga, yang berkaitan
dengan sifat keluhan-keluhannya dan dampak dari perilakunya.
Prognosis
Dubia et malam. Pasien susah sembuh walau sudah mengikuti pedoman pengobatan.
Sering kali pada pasien wanita berakhir pada percobaan bunuh diri.

2.F.45.1 Gangguan Somatoform Tak Terperinci


Epidemiologi
Bervariasi, di USA 10%-12% terjadi pada usia dewasa, dan 20 % menyerang wanita.
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Somatoform yang Tidak Digolongkan
a) Keluhan-keluhan fisik bersifat multipel, bervariasi dan menetap, akan tetapi
gambaran klinis yang khas dan lengkap dari gangguan somatisasi tidak terpenuhi
b) Kemungkinan ada ataupun tidak faktor penyebab psikologis belum jelas, akan
tetapi tidak boleh ada penyeba fisik dari keluhan-keluhannya.
Prognosis
Bervariasi, sulit diprediksi karena prognosisnya bergantung pada gejala yang lebih
dominan.

3.F.45.2 Gangguan Hipokondriasis


Definisi
Hipokondriasis adalah keterpakuan (PREOKUPASI) pada ketakutan menderita, atau
keyakinan bahwa seseorang memiliki penyakit medis yang serius, meski tidak ada dasar
medis untuk keluhan yang dapat ditemukan. Berbeda dengan gangguan somatisasi diman a
pasien biasanya meminta pengobatan terhadap penyakitnya yang seringkali menyebabkan
terjadinya penyalahgunaan obat, maka pada gangguan hipokondrik pasien malah takut untuk
makan obat karena dikira dapat menambah keparahan dari sakitnya.
Ciri utama dari hipokondriasis adalah fokus atau ketakutan bahwa simtom fisik yang
dialami seseorang merupakan akibat dari suatu penyakit serius yang mendasarinya, seperti
kanker atau masalah jantung. Rasa takut tetap ada meskipun telah diyakinkan secara medis
bahwa ketakutan itu tidak berdasar. Gangguan ini paling sering muncul antara usia 20 dan 30
tahun, meski dapat terjadi di usia berapa pun.
Epidemiologi
Biasanya terjadi pada usia dewasa, rasio antara wanita dan pria sama
Kriteria Diagnostik untuk Hipokondriasis
Untuk diagnosis pasti gangguan hipokondrik, kedua hal ini harus ada:
a) Keyakinan yang menetap adanya sekurang-kurangnya satu penyakit fisik yang
serius yang melandasi keluhan-keluhannya, meskipun pemeriksaan yang berulang-ulang
tidak menunjang adanya alasan fisik yang memadai, ataupun adanya preokupasi yang
menetap kemungkin an deformitas atau perubahan bentuk penampakan fisiknya (tidak
sampai waham)
b) Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari beberapa dokter
bahwa tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang melandasi keluhan-keluhannya
Prognosis
10 % pasien bisa sembuh, 65 % berlanjut manjadi kronik dengan onset yang
berfluktuasi, 25 % prognosisinya buruk.

4.F.45.3 Gangguan Disfungsi Otonomik Somatoform


Kriteria diagnostik yang diperlukan :
-ada gejala bangkitan otonomik ex, palpitasi, berkeringat, tremor, muka panas, yang
sifatnya menetap dan mengganggu
-gejala subjektif tambahan mengacu pada sistem atau organ tertentu (tidak khas)
-preokupasi dengan penderitaan mengenai kemungkinan adanya gangguan yang serius
yang menimpanya, yang tidak terpengaruh oleh hasil Px maupun penjelasan dari
dokter
-tidak terbukti adanya gangguan tang cukup berarti pada struktur/fungsi dari
sistem/organ yang dimaksud
-kriteria ke 5, ditambahkan :
F.45.30 = Jantung Dan Sistem Kardiovaskular
F.45.31 = Saluran Pencernaan Bgn Atas
F.45.32 = Saluran Pencernaan Bgn Bawah
F.45.33 = Sistem Pernapasan
F.45.34 = Sistem Genito-Urinaria
F.45.38 = Sistem Atau Organ Lainnya
5.F. 45.4 . Gangguan Nyeri Yang Menetap
Definisi
Gangguan nyeri ditandai oleh gejala nyeri yang semata-mata berhubungan dengan
faktor psikologis atau secara bermakna dieksaserbasi oleh faktor psikologis. Pasien sering
wanita yang merasa mengalami nyeri yang penyebabnya tidak dapat ditemukan. Munculnya s
ecara tiba-tiba, biasanya setelah suatu stres dan dapat hilang dalam beberapa hari atau
berlangsung bertahun-tahun. Biasanya disertai penyakit organik yang walaupun demikian
tidak dapat menerangkan secara adekuat keparahan nyerinya.
Individu yang merasakan nyeri akibat gangguan fisik, menunjukkan lokasi rasa nyeri
yang dialaminya dengan lebih spesifik, lebih detail dalam memberikan gambaran sensoris
dari rasa nyeri yang dialaminya, dan menjelaskan situasi dimana rasa nyeri yang dirasakan
menja di lebih sakit atau lebih berkurang. Sedangkan pada nyeri somatoform, pasien malah
bertindak sebaliknya.
Epidemiologi
Terjadi pada semua tingkatan usia, di USA 10-15% pasien datang dengan keluhan
nyeri punggung.
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Nyeri
- Nyeri pada satu atau lebih tempat anatomis
- Nyeri menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam
fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
- Faktor psikologis dianggap memiliki peranan penting dalam onset, kemarahan,
eksaserbasi atau bertahannnya nyeri.
- Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada
gangguan buatan atau berpura-pura).
- Nyeri tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mood, kecemasan, atau
gangguan psikotik dan tidak memenuhi kriteria dispareunia.
Prognosis :
jika gejala terjadi < 6 bulan, cenderung baik, dan jika gejala terjadi > 6 bulan,
cenderung buruk (cenderung menjadi kronik).

6.F.45.8 Gangguan Somatoform Lainnya


Pedoman Diagnostik :
- keluhan yang ada tidak melalui saraf otonom, terbatas secara spesifik pada bagian
tubuh/sistem tertentu
- tidak ada kaitan dengan adanya kerusakan jaringan
- termasuk didalamnya, pruritus psikogenik, ”globus histericus”(perasaan ad benjolan
di kerongkongan>>>disfagia) dan dismenore psikogenik

TAMBAHAN DSM IV
A. Gangguan Konversi
Definisi
Adalah suatu tipe gangguan somatoform yang ditandai oleh kehilangan atau kendala
dalam fungsi fisik, namun tidak ada penyebab organis yang jelas. Gangguan ini dinamakan
konversi karena adanya keyakinan psikodinamika bahwa gangguan tersebut mencerminkan
pe nyaluran, atau konversi, dari energi seksual atau agresif yang direpresikan ke simtom
fisik. Simtom-simtom itu tidak dibuat secara sengaja atau yang disebutmalingering. Simtom
fisik biasanya muncul tiba-tiba dalam situasi yang penuh tekanan. Tangan seorang tentara
dapat menjadi “lumpuh” saat pertempuran yang hebat, misalnya.
Etiologi
-Teori psikoanalisis, (1895/1982), Breuer dan freud : disebabkan ketika seseorang
mengalami peristiwa yang menimbulkan peningkatan emosi yang besar, namun afeknya tidak
dapat diekspresikan dan ingatan tentang peristiwa tersebut dihilangkan dari kesadaran.
-Teori behavioral, Ullman&Krasner (dalam Davidson, Neale, Kring, 2004), terjadi
karena individu mengadopsi simtom untuk mencapai suatu tujuan. Individu berusaha untuk
berperilaku sesuai dengan pandangan mereka mengenai bagaimana seseorang dengan
penyakit yang mempengaruhi kemampuan motorik atau sensorik, akan bereaksi.
Epidemiologi
Terjadi pada 11-500 per 100.000 penduduk. Biasanya terjadi pada usia anak-anak
(akhir) hingga dewasa (awal). Jarang terjadi sebelum usia 10 tahun dan setelah 35 tahun.
Kriteria diagnostik untuk Gangguan Konversi
Ciri-ciri diagnostik dari gangguan konversi adalah sebagai berikut:
1) Paling tidak terdapat satu simtom atau defisit yang melibatkan fungsi motorik
volunternya atau fungsi sensoris yang menunjukkan adanya gangguan fisik.
2) Faktor psikologis dinilai berhubungan dengan gangguan tersebut karena onset atau
kambuhnya simtom fisik terkait dengan munculnya stresor psikososial atau situasi
konflik.
3) Orang tersebut tidak dengan sengaja menciptakan simtom fisik tersebut atau
berpura- pura memilikinya dengan tujuan tertentu.
4) Simtom tidak dapat dijelaskan sebagai suatu ritual bud aya atau pola respon, juga
tidak dapat dijtelaskan dengan gangguan fisik apa pun melalui landasan pengujian yang
tepat.
5) Simtom menyebabkan distres emosional yang berarti, hendaya dalam satu atau
lebih area fungsi, seperti fungsi sosial atau pekerjaan, atau cukup untuk menjamin perhatian
medis.
6) Simtom tidak terbatas pada keluhan nyeri atau masalah pada fungsi seksual, juga
tidak dapat disebabkan oleh gangguan mental lain.
Prognosis
Baik jika, onset awal, ada faktor presipitasi yang jelas, intelegensia masih baik, segera
dilakukan treatment. Prognosis buruk jika terjadi hal sebaliknya.

B. Gangguan Dismorfik Tubuh


Definisi
Gangguan dismorfik tubuh (body dismorphic disorder) ditandai oleh kepercayaan
palsu atau persepsi yang berlebihan bahwa suatu bagian tubuh mengalami cacat. Orang
dengan gangguan ini terpaku pada kerusakan fisik yang dibayangkan atau dibesar-besarkan
dalam hal penampilan mereka. Mereka dapat menghabiskan wak tu berjam-jam untuk
memeriksakan diri di depan cermin dan mengambil tindakan yang ekstrem untuk mencoba
memperbaiki kerusakan yang dipersepsikan, seperti menjalani operasi plastik yang tidak
dibutuhkan, menarik diri secara sosial atau bahkan diam di rumah saja, sampai pada pikiran-
pikiran untuk bunuh diri. Orang dengan gangguan dismorfik tubuh sering menunjukkan pola
berdandan atau mencuci, atau menata rambut secara kompulsif, dalam rangka mengoreksi
kerusakan yang dipersepsikan.
Epidemiologi
Muncul kebanyakan pada wanita, biasanya dimulai pada akhir masa remaja, dan
biasanya berkaitan dengan depresi, fobia social, gangguan kepribadian.
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Dismorfik Tubuh
-Preokupasi dengan bayangan cacat dalam penampilan. Jika ditemukan sedikit
anomali tubuh, kekhawatiran orang tersebut menjadi berlebihan.
-Preokupasi menyebabkan Penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan
dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
-Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya,
ketidakpuasan dengan bentuk dan ukuran tubuh pada anorexia nervosa).

6. GANGGUAN SEKSUALITAS

1. PARAFILIA

Parafilia berasal dari kata ”para” yaitu penyimoangan pada apa yang membuat
orang tertarik (”philia). Mengacu pada sekelompok gangguan yang mencakup
ketertarikan seksual terhadap obyek yan tidak wajar atau aktivitas seksual yang tidak
pada umumnya. Fantasi, dorongan atau perilaku harus berlangsung setidknya selama 6
bulan dan menyebabkan distress atau hendaya signifikan. Seseorang dapat memiliki
perilaku, fantasi, dan dorongan seperti yang dimiliki oleh parafilia namun tidak
didiagnosis menderita parafilia jika fantasi atau perilaku tersebut tidak berulang atau
bila ia tidak mengalami distress karenanya. Seorang mungkin menampilkan satu atau
lebih parafilia, dan pola ini mungkin merupakan aspek dari gangguan mental lain
seperti Skizifrenia, depresi atau salah satu gangguan kepribadian. Jenisnya antara lain :

A. Fetihisme Yaitu ketergantungan seseorang pada obyek yang tidak hidup untuk
memperoleh rangsangan seksual. Pederitanya kebanyakan adalah lakilaki dan
memiliki dorongan seksual yang berulang dan mendalam terhadap obyek yang
tidak hidup, yang disebut fetishes (misalnya sepatu perempuan) dan munculnya
fetish sangat disukai atau bahkan dibutuhkan untuk terjadinya rangsangan seksual.
Perilaku yang ditampakkan pelaku memiliki kualitas kompulsi, merupakan suatu
perilaku yang tidak dibuat dan tidak bisa ditahan. Gangguan biasanya muncul pada
masa remaja, meskipun mungkin fetish sudah dianggap signifikan pada masa yang
lebih awal. Kebanyakan fetish menampilkan pula parafilia lainnya seperti
paedofilia, sadisme, masokisme.

B. fetihisme transfestik adalah gangguan dimana seorang lakilaki terangsang secara


seksual dengan menggunakan pakaian ataupun perlengkapan perempuan lainnya,
meskipun ia masih menyadari dirnya sendiri sebagai laki - laki. Praktek
transvestisme bervariasi mulai dari memakai pakaian dalam perempuan di balik
pakaian konvensional hingga memakai pakaian perempuan lengkap. Fetihisme
transvestik biasanya diawali dengan separuh memakai pakaian lawan jenis di masa
kanakkanak atau remaja. Para transvestik adalah heteroseksual, selalu lakilaki dan
secara umum hanya memakai pakaian lawan jenis secara episodik bukan secara
rutin. Di luar itu mereka cenderung berpenampilan, berperilaku dan memiliki minat
seksual maskulin.

2. Pedofilia

pedofilia berasal dari kata ”pedos” (anak – yunani) adalah orang dewasa
yang mempunyai kepuasan seksual melalui kontak fisik dan seksual dengan anak
prapubertas yang tidak memiliki hubungan darah dengannya. Hasil penelitian oleh
Marshall (1997) menunjukkan bahwa anak yang menjadi korban bahkan lebih
muda daripada batas usia yang diperbolehkan di Amerika Serikat untuk melakukan
hubungan seksual. Pedofil lebih banyak diidapat oleh laki - laki daripada
perempuan. Meskipun sebagian besar pedofilia tidak menyakiti korbannya secara
fisik, beberapa di antranya sengaja menakutnakuti si anak dengan misalnya
membunuh hewan peliharaan si anak dan mengancam akan lebih menyakitnya jika
si anak melapor pada orang tua. Kadang pedofil senang membelai rambut si anak,
namun ia juga dapat memainmainkan alat kelamin si anak. Percabulan tersebut
dapat terus berlangsung selama beberapa minggu, bulan atau tahun jika tidak
diketahui oleh orang dewasa lain dan jika si anak tidak memprotesnya.

3. Inces mengacu pada hubungan seksual antara keluarga dekat, dimana pernikahan
tidak diperbolehkan antra mereka. Biasanya adalah pada kakak dan adik kandung, dan
bentuk lain yang umum dan dianggap lebih patologis adalah ayah dengan anak
perempuan. Bukti menunjukkan struktur keluarga dimana inces terjadi adalah
patriakhal yang tidak biasa dan tradisioanl, terutama dengan memandang posisi
perempuan yang lebih rendah daripada lakilaki. Orang tua dalam keluarga semacam
ini akan cenderung menolak dan berjarak secara emosional dengan anak mereka.
Lebih jauh lagi diyakini bahwa incest lebih banyak terjadi jika ibu tidak ada atau
cacat, karena ibu biasanya melindungi anakanak perempuannya dari penganiayaan
seksual yang dilakukan anggota keluarga.konsumsi alkohol dan stress meningkatkan
kemungkinan seseorang untuk mencabuli anak. Data juga menunjukkan bahwa
pedofil memiliki kematangan sosial, harga diri, pengendalian, impuls, dan
ketrampilan sosial yang rendah (Kalichman, 1991; Overholser & Beck, 1986).

4. Voyeurisme Adalah preferensi yang nyata untuk memperoleh kepuasan seksual


dengan melihat orng lain dalam keadaan tanpa busana atau sedang melakukan
hubungan seksual. Pada beberapa orang, hal ini merupakan satusatunya aktivitas
seksual dimana mereka terlibat. Sementara bagi yang lain, kegiatan ini disukai tetapi
tidak sepenuhnyapenting untuk meraih rangsangan seksual (Kaplan & Kreuger, 1997).
Orang yang mengalami ganguan ini akan mengalami kepuasan seksual dengan
melakukan masturbasi, baik saat melihat kejadian ataupun sesudahnya. Terkadang
mereka berfantasi melakukan kontak seksual dengan orang yang dilihat, namun hal ini
tetap menjadi fantasi. Jarang sekali pelaku yang melakukan kontak seksual dengan
orang yang diobservasinya. Biasanya gangguan ini muncul pada masa remaja.

5. Eksibisionisme adalah preferensi yang jelas dan berulang untuk memperoleh


kepuasan seksual dengan mempertunjukkan alat kelaminnya pada orang lain yang
tidak menghendakinya, terkadang pada anakanak. Biasanya mulai pada masa remaja
(Murphy, 1997). Rangsangan seksual diperoleh pada saat pelaku membayangkan
dirinya memamerkan alat kelamin atau benarbenar melakukannya dan ia melakukan
masturbasi pada saat membayangkan atau saat sendang memamerkan alat
kelaminnya. Pada banyak kasus terdapat keinginan untuk mengagetkan atau
mepermalukan orang yang melihatnya.

6. Frotteurisme Yaitu orientasi seksual dengan menyentuh orang yang tidak disangka-
sangka. Pelaku mungkin menggosokkan alat kelaminnya pada paha atau pantat
seorang perempuan, atau memegang payudara atau alat kelamin seorang perempuan.
Serangan ini biasanya dilakukan di tempattempat yang memungkinkan pelaku
melarikan diri, misalnya di bis yang ramai atau jalanan. Gangguan biasanya sudah
muncul pada masa remaja dan berkembang sejalan dengan parafilia yang lain. 1.
sadisme dan masokisme seksual\ sadisme adalah kegemaran untuk memperoleh atau
meningkatkan kepuasan seksual dengan menimbulkan kesakitan atau penderitaan
psikologis (misalnya mempermalukan) pada orang lain. Sedangkan masokisme adalah
kegemaran seseorang untuk memperoleh atau meningkatkan kepuasan seksual dengan
menjadikan dirinya sebagai subyek untuk disakiti dan dipermalukan. Kedua gangguan
ini dapat ditemukan pada hubungan heteroseksual maupun homoseksual. Banyak
orang sadis yang menjalin hubungan dengan orang masokis dengan memperoleh
kepuasan seksual. Sekitar 510% populasi di Amerika Serikat terlibat dlam hubungan
seperti ini.

ETIOLOGI

1. Sudut pandang psikodinamik

Parafilia dipandang sebagai reaki defensif, melindungi ego dari ketakutan dan
ingatan yang direpres, dan merepresentasikan fiksasi pada tahapan pragenital dalam
perkembangan psikoseksual. Orang yang mengidap parafilia dipandang sebagai
seorang yang takut pada hubungan heteroseksual yang konvensional, bahkan untuk
hubungan yang tidak berkaitan dengan seks. Perkembangan sosial dan seksualnya
tidak matang dan tidak adekuat untuk menjalinhubungan sosial maupun seksual dalam
dunia orang dewasa.

2. Sudut pandang cognitive behavioral

Beberapa ahli berpandangan bahwa parafilia berasal dari kondisioning klasik


yang kebetulan berhubungan dengan rangsangan seksual dengan kelompok stimulus
yang secara budaya dianggap tidak sesuai untuk menimbulkan rangsangan seksual
(Kinsey, Pomeroy & Martin, 1948).

Namun pandangan cognitivebehavioral tentang parafilia saat ini


multidimensional, dan menyatakan bahwa parafilia adalah hasil dari berbagai faktor
yang berpengaruh pada individu. Sejarah masa kanakkanak dari orang yang mengidap
parafilia menunjukkan seringkali mereka merupakan korban penyiksaan fisik dan
seksual dan tumbuh dalam keluarga dimana hubungan orang tua terganggu.
Pengalaman ini dapat berkontribusi terhadap rendahnya tingkat ketrampilan sosial,
rendahnya kepercayaan diri, kesepian dan tidak adanya hubungan yang intim. Distorsi
kognitif juga dianggap berperan dalam pembentukan parafilia. Sedangkan dari
perspektif kondisioning klasik, parafilia merupakan hasil dari pembelajaran
ketrampilan sosial yang tidak adekuat atau penguatan yang tidak konvensional dari
orang tua.

PENANGANAN/TERAPI
1. Pendekatan psikoanalitik, sedikit sekali terapi psikoanalisa yang efektif untuk
menangani parafilia.

2. Pendekatan behavioral, salah satu cara yang dilakukan adalah melalui reorientasi
orgasmik, yaitu pasien belajar untuk lebih terangsang pada stimulus seksual yang
konvensional, dengan berhadapan dengan stimulus tersebut.

3. Pendekatan kognitif, terapi ini digunakan untuk mengcounter kesalahan berpikir dari
individu dengan parafilia. Teknik lain adalah dengan mengajarkan empati terhadap
orang lain, bahwa perilaku mereka mempengaruhi orang lain.

4. Pendekatan biologis, beberapa intervensi biologis dilakukan sejak masa lalu, antara
lain adalah kastrasi atau pengangkatan testis. Sedangkan saat ini, penanganan biologis
untuk parafilia adalah dengan menggunakan obat. Yaitu dengan menggunakan jenis
MPA yang menurunkan tingkat testosteron pada pria, sehingga diharapkan pria akan
dapat menurunkan rangsangan seksual dan perilaku yang tidak dikehendaki juga tidak
akan dilakukan lagi.

Anda mungkin juga menyukai