Anda di halaman 1dari 4

SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 | DISKURSUS

Gaya Arsitektur Bioskop Majestic di Bandung


Adin Baskoro Pratomo
adinbaskoro.p@gmail.com

Teknik Informatika, S ekolah Teknik E lektro dan Informatika, Institut Teknologi Bandung

Abstrak

Bandung adalah tempat bersantai bagi orang Belanda di masa kolonial, terutama kalangan elit
Belanda. Daerah Bragaweg (Jalan Braga) merupakan pusat perbelanjaan yang cukup besar dan
ramai. Salah satu objek rekreasi pada masa tersebut adalah Bioskop . Bioskop merupakan hal yang
baru pada masa tersebut sehingga menarik untuk dibahas. Bioskop Majestic merupakan salah satu
bioskop elit di Bandung yang juga terletak di Bragaweg. Bioskop ini dirancang oleh Prof. C. P. Wolff
Schoemaker, dan dibangun pada tahun 1925. Salah satu hal yang menarik dari hasil karya
Schoemaker pada era 1920-an adalah gaya arsitekturnya. Gaya arsitektur yang digunakan pada
bangunan ini berfokus pada gaya barat modern namun tetap mempertimbangkan iklim tropis. Selain
itu terdapat pula ornamen khas lokal yang menghiasi gedung ini. Artikel ini akan membahas gaya
arsitektur yang dimiliki bioskop Majestic, serta pengaruh Schoemaker terhadap gaya yang digunakan
pada bioskop Majestic.

Kata-kunci : Art Deco, Tropis, Bioskop Majestic, C. P. Wolff Schoemaker

Pendahuluan

Bandung adalah tempat bersantai pengusaha Belanda di zaman kolonial, terutama mereka yang
memiliki perkebunan di sekeliling Kota Bandung. Udaranya yang sejuk dan nyaman membuat
pejabat belanda tertarik untuk membangun tempat rekreasi di Bandung. Terlebih lagi, Bandung
adalah salah satu kota yang dilewati jalan raya pos (De Groote Postweg). Saat ini jalan tersebut
menjadi Jalan Asia-Afrika. Jalan in i menjadi jalan yang paling ramai di Kota Bandung pada saat itu.
Hotel Preanger dan hotel Savoy Homann menjadi tempat menginap favorit turis yang ingin
menikmati keindahan Bandung. Daerah terkenal lain di Bandung adalah Jalan Braga (Bragaweg).
Daerah ini terletak sangat dekat dengan jalan raya pos. Di jalan in i terdapat berbagai macam pusat
perbelanjaan dan tempat hiburan.

Tempat hiburan yang populer di masa kolonial adalah bioskop. Hiburan ini sangat populer di
kalangan meneer Belanda. Bioskop pada masa itu merupakan fasilitas hiburan untuk kaum Belanda
dan pejabat pribumi. Beberapa bioskop bahkan memiliki aturan yang melarang anjing dan pribumi
untuk masuk ( Verbodden voor Honder en Inlander ). Film yang diputar pada masa itu merupakan
film b isu, sehingga pemutaran film diiringi oleh musik orkes tambahan. Bioskop pertama di Indonesia
berdiri di Batavia sekitar awal abad 20. Sejak saat it u, bioskop baru mulai bermunculan di berbagai
kota, termasuk kota Bandung.

Salah satu bioskop terkenal di Bandung yang dibangun pada zaman kolonial adalah bioskop Majestic.
Bioskop ini didirikan pada tahun 1925. Bangunan ini merupakan karya dari Prof. C.P Wolff
Schoemaker. Bioskop Majestic memiliki rancangan yang unik, menyerupai kaleng bisku it. Akibatnya,
bangunan ini memiliki ju lukan blikken trommel yang artinya kaleng timah. Bioskop Majestic terletak
di sebelah bangunan Societeit Concordia, sehingga sempat disebut pula Bioskop Concordia. Pada

Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | C 077


Gay a Arsitektur Bioskop Majestic di Bandung

tahun 2002, bangunan ini direvitalisasi dan dialihfungsikan menjadi gedung serba guna. Saat ini,
bangunan tersebut berganti nama menjadi De Majestic.

Gaya arsitektur yang digunakan pada Bioskop Majestic cukup menarik untuk dibahas, karena target
pengunjung yang merupakan kaum elit belanda. Selain itu, posisi bangunan yang berada di daerah
pusat perbelanjaan dan di dekat jalan raya pos juga ikut mempengaruhi gaya yang digunakan.
Terlebih, arsitek bangunan ini adalah Prof. C. P. Wolff Schoemaker, yang dikenal dengan gayanya
yang khas. Artikel ini ditulis untuk memperdalam pemahaman mengenai gaya yang digunakan dalam
perancangan gedung Bioskop Majestic, serta alasan pemilihan gaya tersebut. Analisis hanya akan
dilakukan untuk fasad bangunan, karena bagian tersebut hanya berubah sedikit bila dibandingkan
dengan saat baru didirikan. Perbandingan fasad bangunan saat ini dengan masa kolonial juga akan
sedikit dibahas.

Bioskop Majestic

Bioskop Majestic dibangun pada tahun 1925 di Bragaweg (Saat ini Jalan Braga no 1) oleh Technisch
Bureau Soenda. Arsitek dari bangunan ini adalah Prof. C. P. Schoemaker. Fungsi utama bangunan ini
ketika awal dibangun adalah bioskop untuk kalangan elit belanda. Posisi Majestic terletak persis di
samping gedung Societeit Concordia, sehingga disebut pula Bioscoop Concordia. Fasad bangunan
saat ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Fasad bangunan Bioskop Majestic saat ini. Pada foto tersebut dapat dilihat bahwa ada upaya
revitalisasi bangunan untuk menjaga kondisinya. Sumber: dokumentasi pribadi.
Fasad bangunan hanya sedikit berubah bila dibandingkan dengan ketika awal dibangun. Foto dapat
dilihat pada Gambar 2. Detail warna tidak dapat terlihat dari dokumentasi yang ada pada waktu itu,
namun bila melihat dari foto yang diambil sekitar tahun 1970, dekorasi emas tetap dipertahankan.
Bentuk dan ornamentasi bangunan tidak berubah bila dibandingkan. Foto bangunan pada tahun
1970 dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 2. Tampak samping bangunan bioskop sekitar tahun 1925. Sumber: KITLV Collection (http://media-
kitlv.nl/all-media/indeling/detail/form/advanced?q_searchfield=bioscoop+majestic)

C 078 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017


Adin Baskoro Pratomo

Gambar3. Bangunan Bioskop Majestic pada tahun 1970. Sumber: Tropenmuseum


(http://collectie.wereldculturen.nl/Default.aspx?ccid=653175)

Bangunan Bioskop Majestic mengalami beberapa kali perubahan fungsi. Bangunan ini berfungsi
menjadi bioskop hingga munculnya cineplex pada era 80an. Karena kalah bersaing, bangunan ini
sempat terbengkalai. Pada tahun 2002, bangunan ini dialihfungsikan menjadi gedung serba guna
untuk pertemuan, pameran, acara musik, dan sebagainya. Nama bangunannya pun diubah menjadi
Asia Africa Cultural Center (AACC). Pengelolaan gedung ini juga sempat dialihkan ke pihak swasta
pada tahun 2010, namun dikembalikan lagi ke pemerintah kota pada tahun 2016. Nama
bangunannya saat ini adalah De Majestic.

Pembahasan

Bioskop Majestic memiliki gaya arsitektur Art Deco. Hal ini secara jelas terlihat dari fasad bangunan
dan ornamentasinya. Bentuk geometri yang kaku dapat dilihat pada keseluruhan fasad. Terdapat
pula setback pada bagian atas bangunan. Banyak ornamen yang berupa panel dekorasi. Permukaan
dinding bangunan memiliki tekstur yang halus. Gaya in i umum digunakan pada bangunan -bangunan
di daerah Bragaweg pada saat itu. Gedung Societeit Concordia yang berada di samping bangunan
Bioskop Majestic juga menggunakan gaya Art Deco. Orang belanda pada saat itu juga lebih
menggemari bangunan dengan gaya barat, karena beranggapan bahwa mereka tidak akan tinggal
lama di Indonesia.

Prof. C. P. W olff Schoemaker memiliki gaya yang unik. Tidak seperti Maclaine Pont yang
mengadaptasi gaya arsitektur lokal secara keseluruhan, Schoemaker lebih mempertahankan gaya
arsitektur barat. Schoemaker berpegang teguh pada prinsip tersebut dalam kebanyakan hasil
ciptaannya.

Meski demikian, Schoemaker juga berusaha untuk memadukan gaya lokal dengan cara memasukkan
ornamen khas lokal seperti kala pada bangunan Bioskop Majestic. Di bagian atas bangunan, terdapat
ornamen kala yang cukup besar. Kala merupakan dewa Hindu yang dipercaya memakan manusia.
Ornamen kala tersebut masih dipertahankan hingga saat ini. Ornamen tersebut dapat dilihat pada
Gambar 4. Secara sekilas, ornamen ini bertentangan dengan prinsip Schoemaker yang ingin
menggunakan gaya barat untuk karyanya. Bahkan, Schoemaker pernah berkata bahwa tidak ada
tradisi bangunan pribumi di Jawa yang dapat menjadi contoh untuk bangunan modern di Indies.
Terdapat beberapa contoh bagus di pulau luar seperti di Nias, Sulawesi, dan Sumatra, namun contoh
tersebut tetap saja tidak sesuai untuk diterapkan di Jawa. Schoemaker juga beralasan ornamen kala
di bagian atas Bioskop Majestic adalah sebuah kesalahan ( slip of the pencil) (Mrázek, 2002).

Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | C 079


Gay a Arsitektur Bioskop Majestic di Bandung

Gambar 4. Ornamen kala pada bagian atas bangunan Bioskop Majestic. Sumber: Dokumentasi pribadi

Pendekatan Schoemaker mengenai iklim tropis juga sedikit terlihat pada Bioskop Majestic. Terdapat
beberapa bukaan di bagian atas yang memungkinkan aliran udara untuk bergerak dan
menyesuaikan suhu dalam ruangan. Selain itu terdapat banyak jendela pada bangunan ini, padahal
ini kurang lazim untuk sebuah bioskop. Terdapat pula semacam kanopi kecil yang berfungsi untuk
mencegah percikan air hujan masuk ke bagian dalam gedung. Meski dengan beberapa penyesuaian
tersebut, jika dilihat secara keseluruhan Bioskop Majestik tetap sangat bergaya barat modern, sesuai
dengan prinsip Schoemaker.

Kesimpulan

Salah satu bangunan hasil karya Prof. C. P. Schoemaker adalah Bioskop Majestic. Secara
keseluruhan, bangunan ini memiliki gaya yang condong ke barat modern. Kebanyakan ornamen
yang ada bergaya Art Deco. Meski demikian, terdapat penyesuaian bangunan untuk lingkungan
tropis. Hal in i terlihat dari bukaan dan jendela yang terdapat pada bangunan. Selain itu, terlihat pula
usaha untuk memadukan gaya lokal. Hal ini t erlihat dari ornamen kala pada bagian atas bangunan.
Perpaduan ini menghasilkan ciri khas yang hanya dimiliki oleh C. P. Schoemaker.

Untuk dapat lebih memahami pemikiran Prof. C. P. Schoemaker terhadap bangunan di Indonesia
pada masa kolonial, perlu ada analisis lebih dalam mengenai struktur bangunan dan bahan
bangunan yang digunakan. Hal tersebut karena struktur dan bahan bangunan sangat berpengaruh
terhadap kenyamanan bangunan. Selain itu, struktur yang digunakan pada tempat dengan iklim
subtropis belum t entu dapat digunakan pada iklim tropis untuk menghasilkan bangunan dengan
tingkat kenyamanan yang sama.

Ucapan Terima Kasih

Saya mengucapkan terima kasih kepada Pak Bambang Setia Budi, ST., MT., Ph.D. untuk
bimbingannya dalam kuliah AR3231 Arsitektur Kolonial dan dalam proses pengerjaan artikel ini.

Daftar Pustaka

Mrázek, R. (2002). Engineers of Happy Land: Technology and Nationalism in a Colony . New Jersey: Princeton
University Press
Sidharta, A. (2012). 25 Tropical Houses in Indonesia. North Clarendon: Tuttle Publishing.
Art Deco. (n.d.). Diambil dari http://www.visual-arts-cork.com/history-of-art/art-deco.htm
Tropical Modernity Book Review. (n.d.). Diambil dari https://movingcities.org/movingmemos/tropical-modernity-
review-oct11/
New Majestic, Saksi Bisu Pasang-Surut Kawasan Braga. (n.d.). Diambil dari
http://sahabatmkaa.com/2013/11/new-majestic-saksi-bisu-pasang-surut-kawasan-braga/

C 080 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017

Anda mungkin juga menyukai