SKRIPSI
RETNO GIANI
1406645992
UNIVERSITAS INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
Oleh:
RETNO GIANI
1406645992
NPM : 1406645992
Tanda Tangan :
ii Universitas Indonesia
HALAMAN PENGESAHAN
DEWAN PENGUJI
Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 27 Oktober 2017
KATA PENGANTAR
(Retno Giani)
v Universitas Indonesia
Dibuat di : Depok
Pada Tanggal : 27 Oktober 2017
Yang menyatakan
(Retno Giani)
vi Universitas Indonesia
ABSTRAK
Kata kunci:
revaluasi aset, leverage, pinjaman, rasio kecukupan modal, penyaluran kredit
ABSTRACT
Keyword:
Revaluation of assets, leverage, debt, Capital Adequacy Ratio, loan.
DAFTAR ISI
x Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
4.1 Hasil Pemilahan Perusahaan Sektor Industri Properti, Real Estat, dan
Konstruksi Bangunan ................................................................................... 31
4.2 Checklist Perusahaan dalam Sektor Industri Properti, Real Estat, dan
Konstruksi Bangunan yang Melakukan Revaluasi di Tahun 2015 .............. 33
4.3 Perubahan Tingkat Leverage Perusahaan Sektor Industri Properti, Real
Estat, dan Konstruksi Bangunan................................................................... 38
4.4 Rekapitulasi Pengaruh Surplus Revaluasi Terhadap Total Aset .................. 39
4.5 Perubahan Pinjaman Perusahaan Sektor Properti, Real Estat, dan Konstruksi
Bangunan Tahun revaluasi dan setelah Revaluasi........................................ 43
4.6 Komposisi Perubahan Struktur Utang PT PP Properti ................................. 45
4.7 Komposisi Perubahan Struktur Utang PT Pembangunan Perumahan .......... 45
4.8 Komposisi Perubahan Struktur Utang PT Adhi Karya................................. 47
4.9 Komposisi Perubahan Struktur Utang PT Bukit Uluwatu Villa................... 47
4.10 Komposisi Perubahan Struktur Utang PT Mega Manunggal Property ........ 48
4.11 Tabel Hasil Pemilahan Perusahaan Sektor Industri Perbankan .................... 49
4.12 Checklist Perusahaan dalam Sektor Industri Perbankan yang Melakukan
Revaluasi di Tahun 2015 .............................................................................. 52
4.13 Perubahan Tingkat CAR pada Perusahaan Sektor Industri Perbankan yang
Menerapkan Model Revaluasi Aset secara Akuntansi ................................. 54
4.14 Struktur Permodalan PT Bank Dinar Indonesia ........................................... 55
4.15 Struktur Permodalan PT Bank Maspion ....................................................... 56
4.16 Struktur Permodalan PT Bank Panin Syariah .............................................. 57
4.17 Struktur Permodalan PT Bank Sinarmas ...................................................... 58
4.18 Komposisi Surplus Revaluasi terhadap Modal............................................. 59
4.19 Statistik Penyaluran Kredit setelah Revaluasi Aset...................................... 60
xi Universitas Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satunya adalah dengan menjadikan aset tetap sebagai jaminan atas
pinjaman yang dilakukan oleh perusahaan. Hal ini menyebabkan nilai aset perlu
diperhatikan oleh manajemen sebab akan mempengaruhi jumlah pinjaman yang
akan diberikan oleh kreditur. Kreditur sebagai pengguna laporan keuangan
menggunakan informasi yang tersaji pada laporan keuangan untuk mengukur
risiko perusahaan yang digunakan dalam mengambil keputusan terkait jumlah
pinjaman yang akan diberikan. Pemilihan metode revaluasi tidak lepas dari usaha
perusahaan untuk menambah modalnya dalam bentuk utang sebab aset tetap
digunakan sebagai jaminan kredit sehingga naik turunnya nilai aset tetap dapat
mempengaruhi kelayakan jumlah kredit yang akan diterima (Martani, 2011).
1
Universitas Indonesia
2
Universitas Indonesia
3
revaluasi aset tetap juga merupakan objek pajak. Undang-undang tersebut menjadi
landasan hukum yang mengatur revaluasi aset tetap. Selanjutnya aturan revaluasi
aset tetap diatur pada PMK (Peraturan Menteri Keuangan) No. 79/PMK.03/2008
tentang penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan. PMK
79 menetapkan atas selisih lebih penilaian aset tetap perusahaan atau surplus
revaluasi dikenakan tarif sebesar 10%.
PMK 233 tentang penilaian kembali aset tetap untuk tujuan perpajakan
merupakan peraturan sementara yang berlaku dari tahun 2015 hingga 2016. PMK
ini menawarkan insentif berupa pengurangan tarif pajak revaluasi dari 10%
menjadi 3-6% tergantung pada periode permohonan. Dengan adanya insentif
tersebut diharapkan perusahaan-perusahaan menerapkan revaluasi pada aset
tetapnya.
Universitas Indonesia
4
Bagi perusahaan yang meminjam dana dari bank dan menjaminkan aset
tetapnya, peningkatan nilai bersih aset tetap dapat meningkatkan pinjaman yang
akan diberikan oleh bank oleh karena itu dengan peningkatan pinjaman maka
perusahaan dapat melakukan investasi sehingga dapat meningkatkan kinerja
operasional perusahaan (Zhai, 2007).
Universitas Indonesia
5
Universitas Indonesia
6
1. Menganalisis apakah tujuan revaluasi dan jenis aset yang direvaluasi pada
perusahaan sektor industri properti, real estat, dan konstruksi bangunan yang
melakukan revaluasi aset tetap dan properti investasi ?
2. Menganalisis apakah penerapan model revaluasi aset tetap dan nilai wajar
properti investasi pada perusahaan properti, real estat, dan konstruksi
menambah pinjaman perusahaan ?
3. Menganalisis apakah tujuan revaluasi dan jenis aset yang direvaluasi pada
perusahaan sektor industri perbankan yang melakukan revaluasi aset tetap dan
properti investasi ?
Universitas Indonesia
7
4. Menganalisis apakah penerapan model revaluasi aset tetap dan nilai wajar
properti investasi menambah penyaluran kredit kepada masyarakat ?
Ruang lingkup penelitian yaitu entitas sektor industri properti, real estat,
dan konstruksi bangunan dan perbankan, yang tercatat di Bursa Efek Indonesia
antara tahun 2014 – 2016.
Universitas Indonesia
8
perusahaan properti, real estat, dan konstruksi bangunan dan penyaluran kredit
kepada masyarakat bagi perusahaan perbankan.
BAB I : PENDAHULUAN
Bab pertama merupakan pendahuluan skripsi dimana penulis memaparkan
secara singkat mengenai latar belakang dari penulisan skripsi beserta rumusan
masalah, penelitian terdahulu, tujuan dan manfaat dari penelitian, ruang lingkup
serta sistematika dari penelitian.
BAB IV : PEMBAHASAN
Bab keempat ini merupakan pembahasan dari rumusan masalah dimana
penulis akan memaparkan hasil dari analisa deskriptif.
Universitas Indonesia
9
Universitas Indonesia
BAB II
LANDASAN TEORI
10
Universitas Indonesia
11
Universitas Indonesia
12
tujuan administratif serta bukan untuk dijual dalam kegiatan usaha sehari-hari.
Adapun properti yang digunakan sendiri yaitu properti yang dimiliki oleh
perusahaan sebagai pemilik atau penyewa (melalui sewa pembiayaan) untuk
digunakan produksi atau penyediaan barang atau jasa atau untuk tujuan
administratif. Hak atas properti yang dimiliki penyewa melalui sewa operasi dapat
diklasifikasi sebagai properti investasi jika dan hanya jika properti tersebut tidak
bertentangan dengan definisi dari properti investasi dan penyewa menggunakan
nilai wajar untuk properti tersebut. Properti investasi berbeda dengan properti
yang dimiliki sendiri, dimana properti investasi menghasilkan sebagian besar arus
kas dengan tidak bergantung pada aset lain yang dikuasai oleh entitas yaitu
dengan menghasilkan rental atau kenaikan atau keduanya, sementara itu properti
yang digunakan sendiri menghasilkan arus kas yang diatribusikan ke aset lainnya
yang digunakan dalam proses produksi atau persediaan. Adapun contoh aset dari
properti investasi sebagai berikut :
1. Tanah yang dikuasai dalam jangka panjang untuk kenaikan nilai dan bukan
untuk dijual jangka pendek dalam kegiatan usaha sehari-hari,
2. Tanah yang dikuasai saat ini yang penggunaannya dimasa depan belum
ditentukan,
3. Bangunan yang dimiliki oleh perusahaan dan disewakan kepada pihak lain
melalui satu atau lebih sewa operasi,
4. Bangunan yang belum terpakai tetapi tersedia untuk disewakan kepada pihak
lain melalui satu atau lebih sewa operasi,
5. Properti dalam proses pembangunan atau pengembangan yang dimasa depan
digunakan sebagai properti investasi.
Sedangkan ada pula contoh aset yang tidak termasuk dalam properti investasi
yaitu sebagai berikut :
1. Properti yang dimaksudkan untuk dijual dalam kegiatan usaha sehari-hari
atau sedang dalam proses pembangunan atau pengembangan untuk dijual,
2. Properti dalam proses pembangunan atau pengembangan atas nama pihak
ketiga,
Universitas Indonesia
13
Jika aset atas properti investasi yang sebagiannya merupakan properti yang
digunakan sendiri dapat dicatat secara terpisah apabila jumlah properti yang
digunakan sendiri signifikan. Namun apabila jumlahnya tidak signifikan maka
dapat diklasifikasikan sebagai properti investasi. Adapun bila perusahaan
memberikan tambahan jasa yang cukup signifikan terhadap keseluruhan
perjanjian pada penghuni properti yang dimilikinya, maka perusahaan dapat
memperlakukan properti tersebut sebagai properti yang digunakan sendiri bukan
sebagai properti investasi. Sebaliknya bila tambahan jasa tidak signifikan,
perusahaan memperlakukan properti tersebut sebagai properti investasi.
Pengakuan awal merupakan proses yang perlu diperhatikan oleh
perusahaan. PSAK 13 menjelaskan bahwa pada saat pengakuan awal perusahaan
mengakui properti investasi diukur sebesar biaya perolehannya dimana biaya
transaksi termasuk dalam biaya perolehan tersebut. Biaya perolehan termasuk
biaya yang terjadi pada saat memeroleh properti investasi dan biaya yang terjadi
setelahnya untuk penambahan, penggantian bagian properti atau perbaikan
properti, sementara itu biaya harian penggunaan properti tidak dapat diakui
sebagai properti investasi tetapi lebih tepat diakui pada laba rugi. Kemudian
properti investasi yang dikuasai dengan cara sewa dan diklasifikasikan sebagai
properti investasi yang dicatat sebagai sewa pembiayaan sebagaimana diatur pada
PSAK 30 dalam hal ini diakui pada jumlah yang lebih rendah antara nilai wajar
dan nilai kini dari pembayaran sewa minimum, jumlah tersebut diakui pula pada
liabilitas.
Adapun kebijakan akuntansi yang diterapkan untuk properti investasi
diatur pada PSAK 13 paragraf 32A, dimana perusahaan dapat memilih model nilai
wajar ataupun model biaya. Akan tetapi bagi perusahaan yang menguasai properti
Universitas Indonesia
14
tersebut melalui sewa operasi maka harus memilih model nilai wajar. Dampak
dari pemilihan model nilai wajar suatu properti investasi dapat berupa keuntungan
atau kerugian yang diakui pada laba rugi.
Pengukuran pada model nilai wajar, nilai wajar properti investasi harus
mencerminkan kondisi pasar yaitu penghasilan rental dari sewa yang sedang
berjalan dan asumsi-asumsi lainnya yang digunakan pihak-pihak yang
berkeinginan bertransaksi dalam kondisi saat ini. Seringkali terdapat kasus dimana
nilai wajar dari properti investasi tidak dapat diukur secara andal, hal ini terjadi
jika dan hanya jika transaksi pasar serupa jarang terjadi dan alternatif estimasi
andal nilai wajar tidak tersedia. Jika perusahaan tidak dapat menentukan nilai
wajar investasi yang sedang dalam proses pembangunan akan tetapi
mengharapkan nilai wajar tersebut dapat ditentukan secara andal setelah proses
pembangunan selesai, maka properti tersebut diukur berdasarkan biaya perolehan
hingga nilai wajarnya dapat ditentukan secara andal atau hingga pembangunannya
selesai (mana yang lebih dahulu terjadi). Apabila properti investasi pada akhirnya
diukur pada nilai wajar, maka perusahaan harus tetap mengukur properti investasi
tersebut menggunakan nilai wajar hingga pelepasan atau saat perusahaan akan
menjadikan properti invetasi menjadi properti yang digunakan sendiri atau
dikembangkan dan dijual kembali dikemudian hari. Bahkan saat tidak ada lagi
transaksi pasar sejenis yang aktif atau nilai pasar tidak banyak tersedia.
Properti investasi dihentikan pengakuannya pada saat pelepasan atau
ketika properti investasi tersebut tidak digunakan lagi secara permanen dan tidak
memiliki manfaat ekonomik dimasa depan. Pelepasan properti investasi dapat
dilakukan dengan cara dijual atau disewakan secara sewa pembiayaan. Jika pada
saat penghentian atau pelepasannya menimbulkan keuntungan maupun kerugian
maka diakui pada laba rugi.
Dalam mengungkapkan atas properti investasi perusahaan pada catatan
atas laporan keuangan, perusahaan mengungkapkan :
1. Perusahaan menerapkan model nilai wajar atau model biaya,
Universitas Indonesia
15
2. Jika perusahaan menerapkan model nilai wajar dalam keadaan seperti apa
dan bagaimana properti yang dikuasai dengan cara sewa operasi
diklasifikasikan dan dicatat sebagai properti investasi,
3. Jika perusahaan sulit melakukan klasifikasi termasuk dalam investasi atau
tidak maka perusahaan dapat mengklasifikasikan berdasarkan definisi dari
properti investasi dan properti yang digunakan sendiri pada paragraf 7
sampai paragraf 13,
4. Sejauh mana penentuan nilai wajar tersebut yang dilakukan oleh penilai
independen, jika tidak menggunakan penilai independen, maka perusahaan
juga harus mengungkapkannya,
5. Jumlah yang diakui dalam laba rugi, diantaranya : penghasilan rental,
beban operasi langsung (termasuk perbaikan dan pemeliharaan) baik yang
menimbulkan penghasilan rental dan yang tidak menimbulkan penghasilan
rental selama periode tertentu, dan perubahan kumulatif atas nilai wajar
yang diakui dalam laba rugi atas penjualan properti investasi,
6. Keberadaan dan jumlah pembatasan atas kemampuan realisasi dari
properti investasi atau atas pengiriman penghasilan dan hasil pelepasan,
7. Kewajiban kontraktual untuk membeli, membangun atau mengembangkan
properti investasi atau untuk perbaikan, pemeliharaan atau peningkatan,
Selain tujuh hal diatas adapula pengungkapan yang harus dilakukan oleh
perusahaan apabila menerapkan model nilai wajar yaitu mengungkapkan
rekonsiliasi antara jumlah tercatat properti investasi pada awal dan akhir periode
yang menunjukkan penambahan yang dihasilkan dari akuisisi, aset yang
diklasifikasikan sebagai available for sale, selisih untung atau rugi atas
penyesuaian terhadap nilai wajar, selisih kurs, dan pengalihan ke dan dari
persediaan dan properti yang digunakan sendiri.
Universitas Indonesia
16
pada undang-undang tersebut adalah selisih lebih karena penilaian kembali aset
merupakan objek pajak. Revaluasi aset tetap dalam pajak merupakan selisih antara
nilai aset tetap hasil penilaian kembali atau taksiran penilaian kembali dengan
nilai sisa buku fiskal.
Menteri keuangan telah mengatur mengenai revaluasi aset tetap atau
penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan pada PMK No.
79/PMK.03/2008. Perusahaan yang dapat melakukan revaluasi atas aset tetapnya
adalah perusahaan yang telah melaksanakan kewajiban perpajakannya pada tahun
pada masa pajak sebelum revaluasi dan merupakan wajib pajak badan dalam
negeri dan bentuk usaha tetap (BUT), tidak termasuk perusahaan yang
memperoleh izin menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa inggris dan mata
uang Dollar Amerika Serikat. Penyampaian permohonan kepada Direktur Jenderal
Pajak (DJP) harus dilakukan oleh perusahaan guna mendapatkan surat keputusan
penilaian kembali aset tetap perusahaan yang diterbitkan oleh DJP.
PMK 79 pasal 3 juga mengatur aset tetap apa saja yang dapat diajukan
untuk direvaluasi oleh perusahaan, aset tersebut adalah seluruh aset tetap
berwujud termasuk tanah yang dimiliki atau hak guna bangunan dan seluruh aset
tetap berwujud tidak termasuk tanah yang berada di Indonesia yang memperoleh
penghasilan yang merupakan objek pajak.
Revaluasi aset tetap berdasarkan peraturan perpajakan mengatur bahwa
revaluasi dapat dilakukan kembali 5 (lima) tahun setelah revaluasi, dapat
dilakukan pada sebagian atau seluruh aset tetap, masa manfaat aset tetap setelah
revaluasi disesuaikan menjadi masa manfaat penuh untuk kelompok aset tersebut,
dasar penyusutan adalah nilai pada saat revaluasi aset tetap dan berlaku sejak
bulan dilakukan penilaian kembali aset tetap.
Revaluasi aset tetap yang dilakukan oleh perusahaan dilakukan
berdasarkan pada nilai pasar atau nilai wajar aset tetap dimana penilaian dilakukan
oleh kantor jasa penilai publik yang memiliki izin dari Pemerintah. Atas aset yang
diajukan permohonan revaluasi aset tetap DJP akan melakukan penilaian pula,
bila nilai yang ditetapkan oleh kantor jasa penilai publik tidak mencerminkan
keadaan yang sebenarnya maka nilai pasar atau nilai wajar akan ditetapkan sesuai
Universitas Indonesia
17
dengan penilaian DJP. Penilaian kembali tersebut dilakukan paling lama 1 (satu)
tahun sejak tanggal laporan kantor jasa penilai publik.
PMK No 79/PMK.03/2008 menetapkan tarif yang dikenakan atas selisih
lebih penilaian kembali aset tetap perusahaan adalah 10% (sepuluh persen), tarif
ini berubah untuk sementara yaitu periode 2015 -2016 sebagaimana diatur pada
PMK No. 191/PMK.10/2015 dan PMK-79 berlaku kembali setelah PMK-191
berlaku.
Bagi perusahaan yang tidak dapat membayar secara penuh atas tarif pajak
yang dikenakan tersebut, perusahaan dapat mengangsur pembayaran dengan
mengajukan permohonan angsuran paling lama 12 (dua belas) bulan sebagaimana
diatur pada Undang-undang Kententuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 9
ayat 4. Adapun ketentuan yang perlu dilakukan oleh perusahaan setelah revaluasi
aset tetap perusahaan sebagai berikut :
1. Dasar penyusutan fiskal aset tetap yang sudah mendapat persetujuan
dari DJP yaitu nilai pada saat revaluasi,
2. Sisa masa manfaat fikal aset tetap yaitu sisa manfaat fiskal pada awal
tahun pajak yang bersengkutan,
3. Perhitungan penyusutan aset tetap dimulai sejak bulan dilaukan
revaluasi aset tetap perusahaan
4. Jika perusahaan tidak mendapatkan persetujuan dari DJP, maka yang
menjadi dasar penyusutan fiskal dan masa manfaatnya adalah dasar
penyusutan dan manfaat semula sebelum dilakukan revaluasi aset
tetap.
Universitas Indonesia
18
Universitas Indonesia
19
Universitas Indonesia
20
1. Pasal 3, tentang batasan aset tetap yang dapat direvaluasi adalah objek
pajak yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun.
2. Pasal 8 ayat 1, tentang jangka waktu yang wajib dipenuhi jika Wajib
Pajak ingin mengalihkan aset tetap yang telah direvaluasi dimana aset
tetap kelompok satu dan dua sebelum lewat jangka waktu tiga tahun,
aset tetap kelompok tiga dan empat sebelum lewat jangka waktu lima
tahun, serta tanah atau bangunan yang memperoleh izin untuk dinilai
kembali sebelum lewat jangka waktu satu tahun.
3. Pasal 8 ayat 1a, tentang tarif pajak yang dikenakan apabila melanggar
pasal 8 ayat 1.
4. Pasal 8 ayat 3c, tentang pengecualian atas aset tetap yang telah dinilai
kembali dan akan dialihkan yaitu aset tetap yang rusak berat atau tidak
mungkin diperbaiki dan tidak dapat diproduksi lagi.
5. Pasal 9 ayat 1, keharusan untuk membuat akun pada perkiraan ekuitas
dihilangkan.
6. Pasal 9A, tentang revaluasi aset tetap pada BUMN atau BUMD harus
dilakukan KJPP Pemerintah dalam lingkungan Direktorat Jenderal
Kekayaan Negara.
7. Perubahan mengenai masa berlaku PMK 233 yaitu sejak diberlakukan
PMK 191.
Universitas Indonesia
21
3. Dasar Pengenaan Pajak lebih kecil karena penyusutan atas aset yang
di revaluasi dihitung dengan dasar nilai revaluasian,
4. Nilai ekuitas dapat menjadi lebih tinggi karena surplus tersebut diakui
sebagai Pendapatan Komprehensif Lain (OCI) yang akan menjadi
ekuitas sehingga memperbaiki Debt to Equity Ratio dan dapat
terhindar dari biaya pinjaman (debt covenant).
Universitas Indonesia
22
Jika entitas melakukan revaluasi aset tetap untuk tujuan perpajakan, maka
entitas harus tunduk pada peraturan perpajakan yang berlaku dimana diatur bahwa
revaluasi aset tetap tidak dapat dilakukan sebelum lewat jangka waktu 5 (lima)
tahun, dapat dilakukan untuk sebagian atau seluruh aset tetap, masa manfaat
penuh untuk kelompok aset tersebut, dan dasar penyusutan aset tetap adalah nilai
pada saat revaluasi aset tetap. Entitas perlu mengungkapkan informasi atas selisih
lebih revaluasi aset tetap tersebut dalam catatan atas laporan keuangan sesuai
dengan PMK 233 apabila melakukan revaluasi aset tetap dengan tujuan
perpajakan. Revaluasi aset tetap tujuan akuntansi mengikuti ketentuan pada PSAK
16 tentang Aset Tetap dan PSAK 13 tentang Properti Investasi.
2.4 Leverage
Untuk meningkatkan aktivitas perusahaan, para pelaku usaha berupaya
memenuhi kebutuhan dana yang akan digunakan untuk kegiatan operasi dan untuk
mengembangkan usahanya. Pinjaman kepada bank atau kreditur merupakan salah
satu cara untuk memenuhi dana tersebut. Oleh karena itu, perusahaan perlu
menyajikan informasi akuntansi perusahaan agar memudahkan dalam
mendapatkan pinjaman. Informasi yang dibutuhkan kreditur adalah terkait
leverage.
Kasmir (2011) mengatakan bahwa, rasio leverage digunakan untuk
mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya, baik
jangka panjang maupun jangka pendek apabila perusahaan dilikuidasi.
Berdasarkan Pierra (2007) untuk mengukur tingkat leverage
menggunakan rumus yaitu:
()*%+ -*%.&
!"#"$%&" =
()*%+ /0"*
Dimana :
- Total Utang : utang-utang yang dikenakan bunga seperti utang jangka
pendek, bagian jangka pendek dari utang jangka panjang, sewa guna
usaha, utang jangka panjang, utang obligasi.
- Total aset : total seluruh aset perusahaan.
Universitas Indonesia
23
Universitas Indonesia
24
9% (sembilan persen) sampai dengan kurang dari 10% (sepuluh persen) dari
ATMR bagi Bank dengan profil risiko Peringkat 2, 10% (sepuluh persen) sampai
dengan kurang dari 11% (sebelas persen) dari ATMR bagi Bank dengan profil
risiko Peringkat 3, dan 11% (sebelas persen) sampai dengan 14% (empat belas
persen) dari ATMR bagi Bank dengan profil risiko Peringkat 4 atau Peringkat 5.
Adapun definisi CAR menurut para ahli diantaranya adalah,
Kasmir (2014:46), “CAR adalah perbandingan rasio tersebut antara rasio modal
terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko dan sesuai ketentuan pemerintah”.
Ali (2004), “CAR adalah rasio permodalan bank yang menunjukkan seberapa
bank mampu menyiapkan dana dan menanggung kerugian atas dana tersebut”.
Riyadi (2013:161), “CAR adalah rasio kewajiban pemenuhan modal minimum
yang harus dimiliki oleh bank“.
Revaluasi yang dilakukan oleh perusahaan dalam sektor perbankan ada
kaitannya dengan peraturan terkait CAR. Apabila terjadi kenaikan nilai wajar aset
yang disebabkan oleh revaluasi maka akan berpengaruh langsung terhadap modal
dan mempengaruhi rasio kecukupan modal tersebut. Modal tersebut digunakan
pula untuk menilai kemampuan bank untuk menanggung risiko yang mungkin
akan terjadi dimasa depan. Pemenuhan CAR didasarkan atas risiko aset tidak
hanya pada aset yang tercantum pada neraca atau secara on balance sheets tetapi
juga pada aset yang bersifat adinistratif arau secara off balance sheets,
sebagaimana yang tampak pada kewajiban yang bersifat kontinjen dan/atau
komitmen yang disediakan oleh bank bagi pihak ketiga.
Semakin tinggi CAR maka semakin baik kemampuan bank dalam
menanggung risiko dari setiap kredit/ aset produktif yang berisiko. Hal tersebut
akan membuka peluang bagi bank untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat
pengguna jasa bank sehingga bank dapat meningkatkan profitabilitasnya dengan
menyalurkan kredit kepada masyarakat. Hal ini perlu diteliti lebih lanjut untuk
melihat apakah revaluasi aset berdampak positif terhadap CAR perusahaan sektor
perbankan.
Universitas Indonesia
25
Untuk menghitung CAR pada bank, perlu diketahui modal dan Aktiva
Tertimbang Menurut Risiko (ATMR), berikut adalah rumus dalam menghitung
CAR :
345/!
1/2 =
/(32
Dimana :
- Modal : Modal inti (Tier 1) dan Modal pelengkap (Tier 2)
- ATMR : Aset pada neraca dan aset yang bersifat administratif serta kredit
dikali bobot risiko
Universitas Indonesia
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
26
Universitas Indonesia
27
Universitas Indonesia
28
Universitas Indonesia
29
2. Hasil analisis tersebut kemudian diteliti dengan cara melihat aspek-aspek yang
menjadi dampak dari penerapan model revaluasi aset pada kebijakan akuntansi
perusahaan serta melihat dampak revaluasi aset setelah digulirkannya PMK
233. Analisis penerapan model revaluasi dilakukan dengan mengamati
perubahan-perubahan dan melakukan uji beda paired sample T-test pada
leverage perusahaan dan capital adequacy ratio perusahaan serta
membandingkan dengan teori yang ada serta Peraturan Bank Indonesia No.
15/12/PBI/2013 mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum. Tujuan
dari dilakukannya prosedur ini adalah untuk melihat dampak antara penerapan
model revaluasi aset dengan pinjaman perusahaan sektor properti, real estat,
dan konstruksi bangunan dan penyaluran kredit pada sektor industri perbankan.
Universitas Indonesia
30
Universitas Indonesia
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Analisis Perusahaan Sektor Industri Properti, Real Estat, dan Konstruksi
Bangunan yang Melakukan Revaluasi Aset Tetap dan Properti Investasi
Tabel 4.1 Hasil Pemilahan Perusahaan Sektor Industri Properti, Real Estat,
dan Konstruksi Bangunan
Keterangan Jumlah %
Melakukan revaluasi :
- Aset tetap 8 15%
- Properti investasi 2 4%
- Keduanya 1 2%
Tidak melakukan revaluasi 44 80%
Total Perusahaan Properti, Real Estate, dan
55 100%
Konstruksi Bangunan
Universitas Indonesia
33
Tabel 4.2 Checklist Perusahaan Sektor Industri Properti, Real Estat, dan Konstruksi Bangunan
yang Melakukan Revaluasi Tahun 2015
Jenis Revaluasi Tahun Revaluasi Jenis Aset
Aset Tetap Properti Investasi
pernah baru di
Kendaraan
Bangunan
Bangunan
Peralatan
Lainnya
No Perusahaan Akuntansi & revaluasi tahun 2015
Tanah
Tanah
Mesin
Akuntansi Perpajakan
Perpajakan sebelumnya
(t-1) (t)
Total 7 2 2 2 9 9 7 3 3 2 2 3 3
Persentase 64% 18% 18% 18% 82%
Universitas Indonesia
34
Universitas Indonesia
35
surplus revaluasi yang menghasilkan beban pajak yang cukup besar yaitu sebesar
Rp 4.462 apabila dikalikan dengan tarif pajak 3%.
Artinya, sekalipun perusahaan melakukan revaluasi secara pajak maka
perusahaan hanya mendapat diskon tarif pajak final yang dikenakan pada selisih
lebih penilaian kembali aset dan tidak mendapatkan insentif pajak yang berasal
dari beban penyusutan sebagai pengurang pendapatan kena pajak sebesar 25%.
PT Mega Manunggal Property, Tbk yang pada tahun 2015 menerapkan
model nilai wajar pada properti investasinya, tidak melakukan revaluasi aset
secara pajak kemungkinan dikarenakan properti investasi tidak disusutkan saat
menerapkan nilai wajar, sehingga tidak ada insentif pajak yang akan diterima
yang berasal dari beban penyusutan. Pengamatan pada kedua perusahaan tersebut
membuktikan bahwa jenis aset yang direvaluasi juga menjadi pertimbangan
perusahaan untuk memilih model revaluasi yang tepat bagi perusahaan.
Hal sama terjadi pada perusahaan yang baru menerapkan model revaluasi
di tahun 2015, hanya sedikit perusahaan yang memilih model revaluasi aset tetap
dan nilai wajar secara pajak. Berdasarkan tabel 4.2 yang melakukan model
revaluasi aset sesuai dengan ketentuan perpajakan terdiri dari 4 perusahaan
dimana 2 perusahaan menggunakan model revaluasi aset secara pajak dan 2
perusahaan lainnya menerapkan model revaluasi aset pada kebijakan akuntansinya
sekaligus menggunakan aturan pajak. Pertimbangan besarnya biaya yang
dikeluarkan baik untuk jasa penilai dan untuk beban pajak menjadi perhatian bagi
perusahaan dalam sektor ini yang sebagian besar perusahaannya melakukan
revaluasi pada jenis aset tanah.
Secara keseluruhan baik perusahaan yang sudah menerapkan model
revaluasi sebelumnya maupun perusahaan yang baru menerapkan di tahun 2015,
sebanyak 7 perusahaan atau 64% dari keseluruhan perusahaan dalam sektor ini
memilih model revaluasi aset dan nilai wajar pada kebijakan akuntansinya baik
untuk aset tetap maupun properti investasi. Hal ini kemungkinan dikarenakan
perusahaan pada sektor ini cenderung lebih memanfaakan revaluasi aset yang
dilakukan untuk meningkatkan nilai aset pada laporan keuangan ketimbang
insentif yang ditawarkan pemerintah mengingat revaluasi mayoritas dilakukan
Universitas Indonesia
36
pada aset tetap tanah yang memberi peningkatan nilai aset cukup besar, selain itu
biaya yang dikeluarkan atas penilaian kembali aset yang cukup besar menjadi
pertimbangan perusahaan untuk melakukan revaluasi aset menurut pajak dimana
biaya yang dikeluarkan bisa jadi tidak sebanding dengan insentif yang akan
diterima perusahaan dikemudian hari.
Fakta menarik didapatkan dari analisis ini, bahwa perusahaan pada sektor
industri properti, real estat, dan konstruksi bangunan yang berminat
memanfaatkan insentif pajak yang ditawarkan pemerintah melalui PMK 233
hanya sebagian kecil yaitu 36% dari total perusahaan pada sektor ini. Hal ini dapat
dilihat dari kecilnya kontribusi perusahaan pada sektor ini yaitu hanya 4
perusahaan.
Kemudian dengan adanya usaha perusahaan untuk memperbaiki struktur
permodalan perusahaan guna ekspansi usaha, maka perusahaan membutuhkan
modal yang cukup besar. Pinjaman menjadi salah satu cara untuk mendapatkan
modal, peran kreditur sebagai sumber dana menjadi penting sebab menilai tingkat
risiko perusahaan dari leverage perusahaan. Penerapan model revaluasi aset tetap
dan nilai wajar properti investasi akan dapat menurunkan tingkat leverage
perusahaan ketika revaluasi menghasilkan selisih kenaikan nilai aset yang
meningkatkan ekuitas dan aset tetap perusahaan sehingga secara langsung
berdampak pada leverage perusahaan.
Dampak dalam penerapan model revaluasi aset dan nilai wajar properti
investasi pada kebijakan akuntansi suatu perusahaan adalah kenaikan nilai aset
sehingga menimbulkan selisih kenaikan nilai aset yang terakumulasi pada ekuitas
dibagian surplus revaluasi. Meskipun penerapan model revaluasi di indonesia
sebagian besar meningkatkan nilai aset, akan tetapi menurut Martani (2011)
revaluasi sebenarnya dapat menghasilkan nilai yang lebih rendah atau lebih tinggi.
Universitas Indonesia
37
Universitas Indonesia
38
Uji beda paired sample T-test dilakukan pada leverage untuk mengetahui
apakah setelah revaluasi rata-rata leverage perusahaan mengalami perubahan yang
signifikan. Tabel 4.3 menunjukan hasil analisis dimana mean setelah revaluasi
mengalami penurunan sebesar 2%, nilai t hitung sebesar -1,942 dan signifikansi p-
value sebesar 0,088. Hal ini menunjukkan bahwa nilai t hitung lebih kecil dari
pada t tabel sebesar (-1,942 < 2,262) dan p-value lebih besar dari pada taraf
signifikansi sebesar 0,05 (0,088 > 0,005), yang artinya perubahan sebelum dan
saat revaluasi tidak signifikan. Meskipun begitu, perusahaan yang mengalami
penurunan cukup banyak yaitu sebanyak 6 dari 9 perusahaan.
Penyebab naik dan turunnya leverage dapat dilihat dari dua sisi yaitu dari
utang yang dimiliki perusahaan dan aset perusahaan itu sendiri. Jika utang
meningkat namun aset yang dimiliki perusahaan tidak mengalami perubahan yang
signifikan maka leverage perusahaan meningkat, hal yang sama terjadi apabila
Universitas Indonesia
39
(dalam jutaan)
Total Aset Kenaikan Aset
Surplus
No Perusahaan Tahun Tetap/properti % %
Revaluasi
2015 Investasi
1 PT Adhi Karya (Persero), Tbk 16.761.064 603.331 4% 427.121 71%
2 PT Bukit Uluwatu Villa, Tbk 2.563.343 779.514 30% 558.876 72%
3 PT Greenwood Sejahtera, Tbk 6.805.278 1.480.510 22% 1.106.859 75%
PT Mega Manunggal
3.204.321 351.594 11% 64.787 18%
4 Property, Tbk
5 PT Mulia Industrindo, Tbk 7.125.800 23.183 0% 148.758 642%
PT Pembangunan Perumahan
19.158.985 2.389.853 12% 1.149.165 48%
6 (Persero), Tbk
7 PT PP Properti, Tbk 5.318.957 1.532.600 29% 345.653 23%
PT Ristia Bintang
191.276 6.785 4% 386 6%
8 Mahkotasejati, Tbk
PT Waskita Karya (Persero),
30.309.111 1.301.352 4% 507.372 39%
9 Tbk
Universitas Indonesia
41
Universitas Indonesia
42
Universitas Indonesia
43
Tabel 4.5 Perubahan Pinjaman Perusahaan Sektor Properti, Real Estat, dan
Konstruksi Bangunan Tahun revaluasi dan setelah Revaluasi
utang yang dimaksud dalam tabel merupakan utang jangka pendek maupun jangka
panjang yang dikenakan bunga yaitu utang bank, surat berharga jangka menengah,
utang obligasi, utang non bank, utang sewa guna usaha, dan utang lembaga
keuangan lainnya.
Perusahaan yang membutuhkan struktur permodalan yang kuat seperti
sektor properti, real estat, dan konstruksi bangunan tidak akan menyiakan
kesempatan untuk meningkatkan modal perusahaan. Bank memegang peranan
penting dalam mendapatkan pembiayaan tersebut, revaluasi meningkatkan nilai
aset dimana nilai aset yang meningkat menjadi jaminan atas pinjaman yang akan
diberikan oleh bank, semakin besar nilai jaminan maka semakin kecil risiko bank
untuk mengalami kerugian akibat kredit macet. Kredibilitas perusahaan juga
menjadi semakin baik dengan leverage yang menurun, sehingga bank akan
mempertimbangkan perusahaan untuk menjadi penerima kredit.
Berdasarkan tabel 4.5 terdapat 4 perusahaan yang memanfaatkan
penurunan leverage untuk menambah utangnya, yaitu PT Adhi Karya (Persero),
Tbk, PT Bukit Uluwatu Villa, Tbk, PT Pembangunan Perumahan (Persero), Tbk,
dan PT PP Properti, Tbk, dari keempat perusahaan tersebut perusahaan yang
paling memanfaat kan penurunan leverage adalah PT PP Properti (Persero), Tbk
dengan jumlah kenaikan utang sebesar 83% dibandingkan dengan tahun setelah
model revaluasi aset diterapkan pada kebijakan akuntansinya, kemudian PT
Pembangunan Perumahan (Persero), Tbk sebesar 44%, PT Adhi Karya (Persero),
Tbk sebesar 29%, dan PT Bukit Uluwatu Villa, Tbk.
Pada PT PP Properti, Tbk berdasarkan tabel 4.6, peningkatan utang pada
tahun 2016 yang paling signifikan merupakan utang bank baik jangka pendek
maupun jangka panjang yaitu pada PT Bank CIMB Niaga, Tbk, Bank Tabungan
Negara (Persero), Tbk, dan Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk. Peningkatan
bank jangka pendek yang paling signifikan dengan kenaikan sebesar Rp 427.697,
dimana terdapat utang yang baru dilakukan di tahun 2016 kepada PT Bank CIMB
Niaga, Tbk sebesar Rp 21.120, PT Bank Tabungan Negara (Persero), Tbk sebesar
Rp 125.000, PT Bank ICBC Indonesia sebesar Rp 40.000, dan penambahan
pinjaman sebesar Rp 1.652 kepada Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk. Utang
Universitas Indonesia
45
bank tersebut digunakan oleh perusahaan untuk kredit modal kerja dan kredit
konstruksi. Seluruh fasilitas kredit yang diperoleh oleh perusahaan ini seluruhnya
menggunakan aset perusahaan sebagai jaminan kepada pihak kreditur.
Tabel 4.6 Komposisi Perubahan Struktur Utang PT PP Properti
(dalam jutaan)
%
Komponen utang 2015 2016 Kenaikan
Utang bank jk. pendek 156.954 584.651 272%
Utang bank jk. panjang 162.476 599.364 269%
Surat berharga jangka menengah 30.000 300.000 900%
Utang obligasi - 598.358 -
Total 349.430 2.082.373
Sumber : diolah (2017)
Pada tahun 2016, leverage perusahaan meningkat sebesar 0,17 (tabel 4.3), hal ini
merupakan dampak dari peningkatan utang bank yang dilakukan oleh perusahaan.
Sehingga dapat dibuktikan bahwa PT PP Properti (Persero), Tbk menfaatkan
penurunan leverage untuk meningkatkan pinjamannya.
PT Pembangunan Perumahan (Persero), Tbk juga mengalami peningkatan
utang sebesar 44% di tahun 2016. Berdasarkan pengamatan dari struktur utang
perusahaan pada tabel 4.7, diketahui bahwa seluruh komponen uang mengalami
kenaikan secara keseluruhan.
(dalam jutaan)
Komponen utang 2015 2016 % Kenaikan
Utang bank jk pendek 1.346.418 1.996.073 48%
Utang non bank 375.695 551.746 47%
Utang bank dan lembaga
keuangan jk. pendek 101.463 520.111 413%
Surat berharga jangka menengah 330.000 930.000 182%
Utang sewa guna usaha 40.324 44.541 10%
Utang bank dan lembaga
keuangan jk. panjang 584.449 1.150.264 97%
Utang obligasi 998.636 1.597.559 60%
Total 3.776.985 6.790.295
Sumber : diolah (2017)
Universitas Indonesia
46
Pada tabel 4.7 diketahui bahwa utang yang meningkat secara tajam di
2016 secara signifikan adalah utang bank yaitu utang bank jangka pendek dengan
kenaikan sebesar 48%, utang bank dan lembaga keuangan jangka pendek dan
panjang masing-masing 423% dan 97% adapun utang obligasi sebesar 182%.
Sama hal nya dengan PT PP Properti (Persero), Tbk utang bank tersebut
merupakan utang atas kredit modal kerja dan kredit konstruksi kepada beragam
bank diantaranya adalah Bank Maybank Indonesia, Tbk, PT Bank Sumimoto
Mitsui, Tbk, PT Bank DKI, PT Bank Mandiri (Persero), Tbk dan lainnya.
Peningkatan tersbesar ada pada PT Maybank Indonesia dan PT Bank Sumimoto
Mitsui, Tbk dengan kenaikan nilai bank di 2016 sebesar Rp 200.000.000.000.
Aset tetap berupa tanah dan bangunan yang dimiliki oleh perusahaan telah
dijaminkan kepada bank. Perubahan tigkat leverage perusahaan dapat dilihiat
pada tabel 4.3 dimana pada tahun 2015 leverage menurun kemudian meningkat di
tahun 2016. dBerdasarkan tabel 4.3, peningkatan utang pada tahun 2016
mengembalikan tingkat leverage yang sebelumnya menurun 0,02 menjadi
meningkat sebesar 0,05 di tahun 2016. Hal tersebut menandakan bahwa
perusahaan memanfaatkan penurunan leverage di tahun 2015 untuk menambah
pinjaman di tahun 2016.
PT Adhi Karya (Persero), Tbk juga terlihat meningkatkan pinjaman
sebesar 29% di tahun 2016. Peningkatan yang paling signifikan adalah pada utang
bank jangka pendek dengan kenaikan sebesar 110% (Tabel 4.8). Komposisi utang
jangka pendek terbesar adalah pada PT Bank Mandiri (Persero), Tbk sebesar Rp
407.500, adapula utang bank yang baru bertambah di tahun 2016 kepada PT Bank
Negara Indonesia (Persero), Tbk, PT Bank CIMB Niaga, Tbk, PT Bank Tabungan
Negara (Persero), Tbk serta PT Bank Jabbar Banten. Peningkatan utang ini juga
berdampak langsung pada tingkat leverage perusahaan di tahun 2016 berupa
peningkatan sebesar 0,03. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan memanfaatkan
penurunan leverage di tahun 2015 untuk menambah pinjaman pada bank di tahun
2016.
Universitas Indonesia
47
(dalam jutaan)
Komponen utang 2015 2016 % Kenaikan
Utang bank jk. pendek 1.115.499 2.344.159 110%
Utang obligasi jk. pendek 374.856 100%
Utang bank dan Surat utang jangka
menengah 504.737 428.929 -15%
Utang obligasi jk. panjang 1.248.299 874.095 -30%
Total 2.868.535 4.022.039
(dalam jutaan)
Komponen utang 2015 2016 % Kenaikan
Utang jk. panjang bagian lancar 298.267 333.556 12%
Utang jk. pendek - 30.231 100%
Utang jk. panjang setelah dikurangi
bagian lancar 740.820 733.545 -1%
Total 1.039.088 1.097.332
lain-lain pihak ketiga. Kenaikan pinjaman yang tidak terlalu signifikan yaitu
sebesar 6% di tahun 2016 dan peningkatan aset hingga 16%, membuat leverage
perusahaan mengalami penurunan sebesar 0,04 (tabel 4.3). Meskipun peningkatan
pinjaman tidak sebanding dengan peningkatan aset, namun dapat dibuktikan
bahwa perusahaan menambah pinjamannya.
Kemudian, terdapat 2 perusahaan yaitu PT Mega Manunggal Property,
Tbk dan PT Mulia Industrindo, Tbk tidak memanfaatkan penurunan leverage
untuk menambah pinjaman mereka, hal ini terlihat dari menurunnya komposisi
pinjaman perusahaan di tahun 2016 seperti pada tabel 4.5. Sebagai contoh, PT
Mega Manunggal Property, Tbk yang mengalami penurunan pada pinjaman ke
bank baik jangka pendek maupun jangka panjang seperti pada tabel 4.10.
Penurunan yang paling signifikan terjadi pada utang bank jangka pendek yaitu
sebesar 50%.
(dalam jutaan)
Komponen utang 2015 2016 % Kenaikan
Utang bank jk. pendek 124.911 62.339 -50%
Utang bagian jk. pendek sewa
pembiayaan 463 801 73%
Pinjaman jangka pendek 0 27.520 100%
Utang bank jk. panjang 460.646 427.901 -7%
Utang bagian jk. panjang sewa
pembiayaan 1.425 1.245 -13%
Total 587.444 519.806
Universitas Indonesia
49
Keterangan Jumlah %
Merevaluasi :
- Aset tetap 24 59%
- Properti investasi - -
- Keduanya - -
Tidak melakukan revaluasi 17 41%
Total Perusahaan Perbankan 41 100%
Sumber : diolah (2017)
Universitas Indonesia
50
Universitas Indonesia
51
perbankan untuk melakukan revaluasi aset secara perpajakan. Hal ini terjadi
dikarenakan perusahaan berkeinginan untuk memanfaatkan insentif pajak yang
diberikan oleh pemerintah melalui PMK 233.
Jenis aset yang di revaluasi juga menjadi salah satu pertimbangan
perusahaan untuk melakukan revaluasi aset, sebab terdapat kerugian dan
keuntungan ketika perusahaan melakukan revaluasi secara pajak pada jenis aset
tertentu. Sebagai contoh pada tanah dan properti investasi, penerapan model
revaluasi pada kebijakan akuntansi tanah dan properti investasi dapat merugikan
perusahaan saat perusahaan melakukan revaluasi secara perpajakan. Sebab tanah
dan properti investasi tidak memiliki beban penyusutan sehingga insentif pajak
atas pengurangan pendapatan kena pajak yang berasal dari beban penyusutan
tidak akan dinikmati oleh perusahaan.
Namun akan menjadi menguntungkan apabila perusahaan menerapkan
model revaluasi dan nilai wajar pada kebijakan akuntansi aset tetap tanah dan
properti investasi, sebab secara komersil nilai aset akan meningkat sehingga
memberikan kontribusi terhadap peningkatan total aset dan modal perusahaan.
Selain menunjukkan jenis revaluasi aset yang diterapkan, tabel 4.12 juga
menunjukkan jenis aset yang direvaluasi oleh perusahaan perbankan. Penerapan
model revaluasi paling banyak pada jenis aset tanah, seluruh perusahan perbankan
melakukan revaluasi pada tanah dan tidak ada yang melakukan revaluasi pada
properti investasi. Hal ini dikarenakan peningkatan nilai aset pada jenis aset tanah
seringkali menghasilkan surplus revaluasi yang cukup signifikan untuk
meningkatkan modal perusahaan.
Universitas Indonesia
52
Tabel 4.12 Checklist Perusahaan dalam Sektor Industri Perbankan yang Melakukan Revaluasi Tahun 2015
Jenis Revaluasi Tahun Revaluasi Jenis Aset
Aset Tetap Properti Investasi
pernah baru di
Kendaraan
Bangunan
Bangunan
Peralatan
Lainnya
No Perusahaan Akuntansi & revaluasi tahun 2015
Tanah
Tanah
Mesin
Akuntansi Perpajakan
Perpajakan sebelumnya
(t-1) (t)
Universitas Indonesia
53
Universitas Indonesia
54
Tabel 4.13 Perubahan Tingkat CAR pada Perusahaan Sektor Industri Perbankan
yang Menerapkan Model Revaluasi Aset secara Akuntansi
Uji beda paired sample T-test dilakukan pada CAR untuk mengetahui apakah
setelah revaluasi rata-rata CAR perusahaan mengalami perubahan yang signifikan.
Tabel 4.13 menunjukan hasil analisis dimana mean pada tahun 2015 mengalami
peningkatan sebesar 2,29%, nilai t hitung sebesar 2,258 dan signifikansi p-value
sebesar 0,038. Hal ini menunjukkan bahwa nilai t hitung lebih kecil dari pada t tabel
sebesar (2,258 > 2,120) dan p-value lebih besar dari pada taraf signifikansi sebesar
Universitas Indonesia
55
0,05 (0,038 < 0,005), yang artinya perubahan CAR tahun 2015 signifikan, dimana rata-
rata CAR sebelum revaluasi lebih rendah dari pada setelah revaluasi.
Tabel 4.13 diketahui terdapat 4 perusahaan yang justru mengalami penurunan
CAR yaitu PT Bank Dinar Indonesia, Tbk, PT Bank Maspion Indonesia, Tbk, PT Bank
Panin Syariah, Tbk, dan PT Bank Sinarmas, Tbk. Pada ATMR, kredit merupakan aset
yang bobot resikonya paling besar sehingga meningkatnya kredit sebagai sumber
pendapatan bank yang kemudian memengaruhi ATMR sehingga berdampak pada
penurunan CAR bank. Analisis lanjutan dilakukan pada 4 perusahaan tersebut terkait
dengan penurunan CAR yang tidak sejalan dengan meningkatnya nilai aset setelah
revaluasi. Analisis terserbut dilakukan dengan melihat struktur permodalan yang
dimiliki oleh keempat perusahaan dan bagaimana peningkatan dan penurunan
komponen risiko kredit, pasar, dan operasional mempengaruhi ATMR sehingga
mengakibatkan terjadinya penurunan CAR.
(dalam jutaan)
Komponen modal 2014 2015
Modal Inti 341.814 405.368
Modal pelengkap 13.791 16.601
Total 355.605 421.969
Aset Tertimbang Menurut Risiko
Risiko kredit 1.103.307 1.328.089
Risiko pasar
Risiko operasional 41.115 55.635
Total ATMR 1.144.422 1.383.724
Rasio KPMM
Rasio CET-1 31,07% 30,50%
Rasio Tier-1 29,87% 29,30%
Rasio Tier-2 1,21% 1,20%
Rasio Total 31,07% 30,50%
Sumber : Laporan Keuangan PT Bank Dinar Indonesia, Tbk (2015)
(dalam jutaan)
Komponen modal 2014 2015
Modal Inti 605.324 807.285
Modal pelengkap 28.816 38.262
Total 634.140 845.547
Aset Tertimbang Menurut Risiko
Risiko kredit 2.969.433 4.046.471
Risiko pasar
Risiko operasional 291.735 327.491
Total ATMR 3.261.168 4.373.962
Rasio KPMM
Rasio CET-1 - 18,46%
Rasio Tier-1 - 18,46%
Rasio Tier-2 - 0,87%
Rasio Total 19,45% 19,33%
Sumber : Laporan Keuangan PT Bank Maspion, Tbk (2015)
Berdasarkan tabel 4.13 PT Bank Panin Syariah, Tbk termasuk salah satu
perusahaan yang mengalami penurunan CAR setelah dilakukan memilih model
revaluasi aset pada tanah dan bangunan yang dimiliki, penurunan diketahui sebesar
5,39%. Pada tabel 4.16 diketahui bahwa penyebab terjadinya penurunan tersebut
Universitas Indonesia
57
adalah peningkatan ATMR yang cenderung lebih tinggi yaitu 38% dari ATMR
sebelumnya sementara itu peningkatan modal inti dan pelengkap hanya sebesar 9%.
Surplus revaluasi sebesar Rp 15.120 tidak dapat meningkatkan nilai modal inti sebagai
cadangan tambahan modal secara signifikan sehingga tidak dapat meningkatkan CAR.
Mesikpun begiti CAR perusahaan masih berada diatas minimal CAR pada bank
dengan profil risiko peringkat 3 yaitu minimal 10% sampai dengan kurang dari 11%
dari ATMR.
(dalam jutaan)
Komponen modal 2014 2015
Modal Inti 1.030.826 1.100.833
Modal pelengkap 46.743 75.716
Total 1.077.569 1.176.549
Aset Tertimbang Menurut Risiko Penyaluran Dana 4.194.518 5.796.714
Total ATMR 4.194.518 5.796.714
Rasio KPMM
Rasio CET-1 25,69% 20,30%
Rasio Tier-1 24,58% 18,99%
Rasio Tier-2 1,11% 1,31%
Rasio Total 25,69% 20,30%
Universitas Indonesia
58
Universitas Indonesia
59
(dalam jutaan)
Surplus Perubahan
No Perusahaan %
Revaluasi Modal
1 PT Bank Bumi Arta, Tbk 564.440 631.729 89%
2 PT Bank Capital Indonesia, Tbk 432 79.223 1%
3 PT Bank Central Asia, Tbk 1.059.907 13.881.262 8%
4 PT Bank CIMB Niaga, Tbk 3.203.233 231.639 1383%
5 PT Bank Harda Internasional, Tbk 3.944 84.644 5%
6 PT Bank Jtrust Indonesia, Tbk 96.711 (865) -11180%
7 PT Bank Mega, Tbk 4.043.744 211.066 1916%
8 PT Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk 12.336.926 4.547.668 271%
9 PT Bank of India Indonesia, Tbk 126.388 143.391 88%
10 PT Bank Pan Indonesia, Tbk 6.256.518 17.268.812 36%
11 PT Bank Permata, Tbk 16.981.060 558.639 3040%
12 PT Bank Victoria International, Tbk 261.783 79.174 331%
13 PT Bank Yudha Bhakti, Tbk 36.495 1.729.735 2%
Universitas Indonesia
60
peningkatan CAR karena di tahun 2016 justru mengalami penurunan penyaluran kredit
yaitu PT Bank Harda Internasional, Tbk, PT Bank Mega, Tbk, PT Bank of India
Indonesia, dan PT Bank Permata, Tbk.
(dalam jutaan)
Penyaluran Kredit
No Perusahaan Tahun Tahun setelah Naik/
Revaluasi Revaluasi Turun
1 PT Bank Bumi Arta, Tbk 4.293.193 4.458.966 165.773
2 PT Bank Capital Indonesia, Tbk 6.044.761 6.636.940 592.179
3 PT Bank Central Asia, Tbk 378.616.292 403.391.221 24.774.929
4 PT Bank CIMB Niaga, Tbk 163.682.732 165.923.435 2.240.703
5 PT Bank Harda Internasional, Tbk 1.454.447 1.379.143 (75.304)
6 PT Bank Jtrust Indonesia, Tbk 9.176.579 10.698.065 1.521.486
7 PT Bank Mega, Tbk 31.748.472 27.777.461 (3.971.011)
8 PT Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk 314.066.531 376.594.527 62.527.996
9 PT Bank of India Indonesia, Tbk 3.401.455 2.191.948 (1.209.508)
10 PT Bank Pan Indonesia, Tbk 117.743.573 125.049.120 7.305.547
11 PT Bank Permata, Tbk 125.867.973 94.782.664 (31.085.309)
12 PT Bank Victoria International, Tbk 12.824.744 14.260.847 1.436.103
13 PT Bank Yudha Bhakti, Tbk 2.606.112 3.224.888 618.776
Rangkuman Penyaluran Kredit
Jumlah
Penyaluran Kredit: Persentase
Perusahaan
Kenaikan 9 69%
Penurunan 4 31%
Total 13 100%
Rp 34.420.711 dalam mata uang asing. Berdasarkan tingkat kolektabilitas pada laporan
keuangan perusahaan, kredit yang disalurkan oleh perusahaan sebagian besar dalam
tingkat lancar di tahun 2016 sebesar Rp 369.622.882. Kemudian tabel 4.13
menunjukkan bahwa CAR perusahaan mengalami penurunan dari tahun sebelumnya
menjadi 19,36%, meskipun penurunan CAR tidak begitu signifikan hanya sebesar
0,13% namun menjadi sinyal bahwa penyaluran kredit yang dilakukan perusahaan
cukup besar sehingga risiko kredit yang harus ditanggung oleh bank pada ATMR lebih
besar dari sebelumnya.
PT Bank Central Asia merupakan bank dengan profil risiko peringkat 4, juga
dapat mempertahankan CAR diatas minimal yang disyaratkan oleh pemerintah. CAR
perusahaan di tahun 2015 sebesar 18,65%, sebelum dilakukan revaluasi CAR
perusahan sebesar 16,86% meningkat sebesar 1,79% dari sebelumnya. Berdasarkan
penelitian revaluasi aset cukup mempengaruhi struktur modal perusahaan sebesar 8%,
meskipun tidak signifikan namun mampu meningkatkan CAR hingga tahun 2015
sehingga perusahaan melakukan penyaluran kredit yang lebih banyak di tahun 2016
sebesar Rp 403.391.221 dari sebelumnya yaitu sebesar Rp 378.616.292. Namun hal
yang berlawanan terjadi pada CAR di tahun 2016, perusahaan mengalami peningkatan
CAR sebesar 3,25% (tabel 4.13). Hal ini terjadi karena adanya peningkatan akumulasi
laba ditahan perusahaan.
PT Bank Pan Indonesia, Tbk di tahun 2016 mengalami peningkatan penyaluran
kredit sebesar Rp 7.305.547, penyaluran kredit dapat dilakukan oleh perusahaan sebab
di tahun 2015 perusahaan mengalami kenaikan CAR sebesar 4,51% sehingga CAR
menjadi 20,13% (tabel 4.13). Peningkatan CAR didorong oleh surplus revaluasi yang
mempengaruhi modal sebesar 36%. Hal ini membuktikan bahwa pemilihan model
revaluasi aset tetap pada kebijakan akuntansi perusahaan mampu meningkatkan CAR
perusahaan yang kemudian dimanfaatkan untuk menyalurkan kredit kepada
masyarakat. Pada tahun 2016 CAR perusahaan pada tabel 4.13 meningkat sebesar
0,36% menjadi 20,49%, hal ini disebabkan oleh revaluasi aset yang dilakukan pada
kendaraan bermotor dan inventaris kantor di tahun 2016 sehingga meningkatkan modal
perusahaan sebesar Rp 6.840.216 atau 20% dari ekuitas perusahaan.
Universitas Indonesia
62
Dari seluruh analisis yang dilakukan, dapat diketahui bahwa pemilihan model
revaluasi aset tetap pada kebijakan akuntansi perusahaan dalam sektor industri
perbankan secara langsung akan memengaruhi CAR dan peningkatan CAR akan
mendorong perusahaan untuk melakukan ekspansi usaha dengan meningkatkan
penyaluran kredit kepada masyarakat, sebagaimana pada penelitian sebelumnya bawa
CAR yang tinggi dapat mendorong perusahaaan untuk meningkatkan penyaluran kredit
yang bank berikan kepada masyarakat. Kemudian, dari penjelasan dan seluruh analisa
yang dilakukan maka dapat dibuktikan bahwa sebesar 69% dari bank yang mengalami
kenaikan CAR memanfaatkan kenaikan CAR tersebut untuk meningkatkan penyaluran
kredit kepada masyarakat sebagai usaha untuk meningkatkan pendapatan yang berasal
dari kredit yang diberikan.
Universitas Indonesia
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
63
Universitas Indonesia
64
PMK 191 dan PMK 233 sekaligus membuktikan bahwa pemerintah berhasil
mendorong perusahan perbankan untuk melakukan revaluasi aset secara
perpajakan.
Berdasarkan pengamatan pada perusahaan sektor industri perbankan yang
dilakukan maka dapat dibuktikan dari 17 perusahaan yang menerapkan model
revaluasi aset tetap pada kebijakan akuntansinya terdapat 13 perusahaan atau 76%
yang mengalami kenaikan CAR, kemudian terdapat 9 perusahaan atau sebesar
69% yang memanfaatkan kenaikan CAR tersebut untuk meningkatkan penyaluran
kredit kepada masyarakat sebagai usaha untuk meningkatkan pendapatan yang
berasal dari kredit yang diberikan.
Universitas Indonesia
65
233 yang berlaku sementara dari tahun 2015 hingga 2016. Dalam PMK 233
Direktorat Jendral Perpajakan mengizinkan perusahaan melakukan revaluasi pada
sebagian asetnya, sementara itu dalam PMK 79 revaluasi aset hanya dapat
diterapkan pada seluruh aset. Perbedaan tersebut membuat perusahaan enggan
melakukan revaluasi, oleh karena itu Direktorat Jendral Pajak perlu
memperhatikan kembali PMK 79 sebab setelah tahun 2016 perusahaan tidak dapat
melakukan revaluasi pada sebagian aset tetapnya.
Berdasarkan penelitian perusahaan pada sektor industri perbankan
sebanyak 69% perusahaan yang mengalami kenaikan CAR setelah revaluasi
memanfaatkan untuk menyalurkan kredit kepada masyarakat. Dengan
meningkatkan penyaluran kredit maka perusahaan dapat meningkatkan
pendapatan yang berasal dari kredit, sehingga bagi perusahaan yang melakukan
revaluasi pada aset tetapnya akan memudahkan perusahaan untuk meningkatkan
kinerja perusahaan dan ekspansi usaha.
5.4 Saran
Dari keterbatasan penelitian tersebut adapun saran yang perlu disampaikan
yaitu, diharapkan rentang waktu penelitian dapat mencapai tahun 2016 selama
periode penerapan PMK 233 belum berakhir. Kemudian dapat menganalisis
dampak lainnya seperti pada nilai perusahaan, kinerja perusahaan, maupun debt-
to-equity ratio perusahaan. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menganalisis
sektor industri lainnya misalnya perusahaan pada sektor industri kimia dasar dan
jasa perdagangan investasi yang menurut penelitian Adiwahana (2016)
perusahaan yang melakukan revaluasi pada tahun 2015 masing-masing sebanyak
Universitas Indonesia
66
Universitas Indonesia
67
DAFTAR PUSTAKA
Aboody, D., M. Barth, R Kasznik. 1999. Revaluations of fixed assets and future
firm performance. Journal of Accounting and Economic 26: 149-178.
Domeika, Povilas. 2008. Creation of the Information System of Enterprise Fixed
Asset Accounting. Engineering Economics No. 5 (60).
Piera, Frank Missioner. 2007. Motives for Fixed Asset Revaluation: An Empirical
Analysis with Swiss Data.The International Journal of Accounting, 42.
Izan, H. and Loh, A. 1992. Fixed asset revaluations and managerial incentives.
Abacus, Vol. 28 No. 1, pp. 36-57.
Elanda, Vinge G. 2016. Penyajian dan Pengungkapan Revaluasi Aset Tetap
Dalam Laporan Keuangan Tahun 2015. Depok: Program Studi Akuntansi,
Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI., 2016.
Adiwahana, Agus. 2016. Analisis Kebijakan Revaluasi Aset atas Insentif Pajak
Tahun 2015. Depok: Program Studi Magister Akuntansi, Fakultas
Ekonomi dan Bisnis UI., 2016.
Martani, Dwi. 2011. Revaluasi Aset Tetap. BUMN TRACK No. 52 Tahun V.
Diakses pada tanggal 15 Mei 2017.
https://staff.blog.ui.ac.id/martani/files/2013/01/BF-B2e-3-Revaluasi-Aset-
Tetap-...-Dwi-Martani-1.pdf.
IAI. 2015. PSAK No 16 (Revisi 2015) Aset Tetap. Dewan Standar Akuntansi
Keuangan. Jakarta.
IAI. 2015. PSAK No 13 (Revisi 2015) Properti Investasi. Dewan Standar
Akuntansi Keuangan. Jakarta.
IAI. 2014. PSAK No 46 (Revisi 2014) Pajak Penghasilan. Dewan Standar
Akuntansi Keuangan. Jakarta.
IAI. 2016. Buletin Teknis 11 : Revaluasi Aset Tetap. Dewan Standar Akuntansi
Keuangan. Jakarta.
Bursa Efek Indonesia. 2015. Laporan Keuangan Perusahaan Tercatat Bursa Efek
Indonesia Teraudit Tahun 2015. Laporan Keuangan. Diakses pada tanggal
18 Mei 2017. www.idx.co.id.
Universitas Indonesia
68
Universitas Indonesia
69
2015 Dan Tahun 2016. Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 1536.
Iatridis, George Emmanuel and George Kilirgiotis. 2012. Incentives for Fixed
Asset Revaluations: the UK Evidence. Journal of Applied Accounting
Research. Vol. 13 No. 1, pp. 5-20.
Kieso, D. E., Weygandt, J. J., & Warfield, T. D. 2011. Intermediate Accounting:
IFRS Edition Volume 1. USA: John Wiley & Sons.
Riyadi. 2006. Banking Assets and Liability Management Third Edition. Jakarta:
Lembaga Penerbit Fakultas Universitas Indonesia.
Kasmir. 2014. Dasar-dasar Perbankan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
. 2011. Analisa Laporan Keuangan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Martani, Dwi. 2012. Revaluasi Aset Tetap. Diakses melalui
https://staff.blog.ui.ac.id/martani/files/2012/05/Revaluasi-Aset-Tetap.doc.
1 Mei 2017.
Whittred, D. and Chan, Y. 1992. Asset revaluation and the mitigation of under-
investment. Abacus, Vol. 28 No. 1, pp. 58-74.
Courtenay, Stephen M. and Steven F. Cahan. 2004. The impact of debt on market
reactions to the revaluation of noncurrent assets. Pasific-Basin Finance
Journal 12 : 219-243.
Zhai, Y.H. 2007. Asset revaluation and future firm operating performance:
evidence from New Zealand. Thesis. Lincoln University, New Zealand.
Ganggarani, Ni Wayan dan Budiasih, IGAN. 2014. Pengaruh Capital Adequacy
Ratio pada Penyaluran Kredit dengan Non Performing Loan sebagai
Variabel Pemoderasi. E-jurnal Akuntansi Universitas Udayana 6.2.
Carlson, Mark, Shan, Hui, & Warusawitharana, Missaka. 2013. Capital ratio and
bank lending: A matched bank approach. J. Financial Intermediation 22:
663-687.
Universitas Indonesia