Anda di halaman 1dari 81

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS DAMPAK PENERAPAN MODEL REVALUASI


ASET TETAP PADA PERUSAHAAN PROPERTI, REAL
ESTAT, DAN KONSTRUKSI BANGUNAN DAN BANK YANG
LISTED DI PASAR MODAL
TAHUN 2015

SKRIPSI

RETNO GIANI

1406645992

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


PROGRAM STUDI EKSTENSI AKUNTANSI
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
OKTOBER 2017

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS DAMPAK PENERAPAN MODEL REVALUASI


ASET TETAP PADA PERUSAHAAN PROPERTI, REAL
ESTAT, DAN KONSTRUKSI BANGUNAN DAN BANK YANG
LISTED DI PASAR MODAL
TAHUN 2015

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi

Oleh:

RETNO GIANI

1406645992

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


PROGRAM STUDI EKSTENSI AKUNTANSI
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
OKTOBER 2017

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Retno Giani

NPM : 1406645992

Tanda Tangan :

Tanggal : 27 Oktober 2017

ii Universitas Indonesia

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :


Nama : Retno Giani
NPM : 1406645992
Program Studi : Akuntansi
Judul Skripsi
Indonesia : Analisis Dampak Penerapan Model Revaluasi Aset
Tetap pada Perusahaan Properti, Real Estat, dan
Konstruksi bangunan dan Bank yang Listed di Pasar
Modal Tahun 2015
Inggris : Analysis Of Impact Of Fixed Assets Revaluation
Model Implementation in Property, Real Estate, and
Construction and Bank Companies that Listed in
Capital Market Year 2015

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima


sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi pada program Studi Ekstensi Akuntansi, Fakultas
Ekonomi, Universitas Indonesia

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Dr. Dwi Martani, S.E., Ak. ( )

Penguji : Dr. Aria Farahmita, S.E., M.S.M ( )

Penguji : Viska Anggraita, M.S.Ak. ( )

Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 27 Oktober 2017

iii Universitas Indonesia


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat
dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan studi Program Sarjana
pada Program Studi Akuntansi Universitas Indonesia. Proses yang dilalui tidaklah
mudah, sehingga Penulis merasa bersyukur telah melewati proses demi proses
yang membutuhkan kerja keras dan waktu yang tidak sedikit. Penulisan skripsi ini
merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah turut memberikan bantuan, bimbingan, dukungan, dan doa
sehingga Penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan skripsi ini. Oleh karena
itu, Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Dwi Martani S.E., Ak. selaku dosen pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membantu serta
mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini. Semoga Allah selalu
melindungi dan memberikan limpahan rezeki untuk Ibu Dwi dan
Keluarga.
2. Ibu Dr. Aria Farahmita, S.E., M.S.M dan Ibu Viska Anggraita, M.S.Ak.
selaku dosen penguji yang senantiasa memberikan saran positif dalam
penyelesaian skripsi ini.
3. Seluruh dosen staf Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Indonesia yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada Penulis.
4. Keluarga penulis terutama untuk Papa, Mama, Pakde Seno, Ka Tahta,
Icha, dan Agi yang selalu memberikan doa, kasih sayang, dan dukungan
yang selalu tercurah setiap harinya. Semoga kelak saya dapat memberikan
yang terbaik dan membahagiakan semua terutama Mama yang telah
berjuang untuk saya, adik-adik, dan kakak saya.
iv Universitas Indonesia

5. Pimpinan, manager, serta rekan kerja penulis di KAP Rama Wendra,


khususnya Pak Olan, Bu Putu, Pak Edy, Ka Sury, Ka Susi, Ka Agsa, Mbak
Novi, Pinka, Dhania, dan teman-teman lainnya yang tidak bisa disebutkan
satu persatu yang telah bersedia untuk memberikan dukungan dan
kemudahan dalam pekerjaan sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini.
6. Teman-teman kuliah ekstensi, khususnya Wiesye, Prima, Lasmi, Giovanni,
Daniel, Ghozali, dan Dwiki yang selama ini telah membantu dalam
mengerjakan tugas-tugas dan menghiasi hari-hari penulis selama kuliah.
7. Segenap teman-teman Akuntansi Program Ekstensi Angkatan 2014 yang
telah memberikan banyak memori indah, semangat, bantuan, dan
dukungan.
8. Semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat Penulis sebut satu per
satu.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada penulisan
skripsi ini, oleh karena itu penulis akan menerima segala bentuk kritik dan saran
dari semua pihak demi perbaikan di masa mendatang.
Akhir kata, semoga penelitian dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita
semua dan diberkahi oleh Allah SWT, dan semoga Allah yang Maha Pengasih dan
Maha Penyayang berkenan membalas semua kebaikan dari semua pihak yang
telah membantu penulis selama ini.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Depok, 27 Oktober 2017

(Retno Giani)

v Universitas Indonesia

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI


TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di


bawah ini:
Nama : Retno Giani
NPM : 1406645992
Program Studi : S1 - Ekstensi
Departemen : Akuntansi
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis
Jenis Karya : Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalti-
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
“Analisis Dampak Penerapan Model Revaluasi Aset Tetap pada Perusahaan
Properti, Real Estat, dan Konstruksi bangunan dan Bank yang Listed di
Pasar Modal Tahun 2015”
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia
/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan
memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok
Pada Tanggal : 27 Oktober 2017
Yang menyatakan

(Retno Giani)

vi Universitas Indonesia

ABSTRAK

Nama : Retno Giani


Program Studi : S1 Ekstensi Akuntansi
Judul :
Penelitian bertujuan menganalisis perusahaan properti, real estat, konstruksi dan
perbankan yang melakukan revaluasi tahun 2015 serta dampaknya terhadap
perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 20% perusahaan properti, real
estat, dan konstruksi bangunan yang melakukan revaluasi sebagian besar
mengalami penurunan leverage setelah revaluasi dan peningkatan pinjaman pada
tahun revaluasi atau setelahnya. Kemudian, hasil penelitian juga menunjukkan
bahwa 59% perusahaan perbankan yang melakukan revaluasi sebagian besar
mengalami peningkatan rasio kecukupan modal (CAR) setelah revaluasi dan
peningkatan penyaluran kredit pada tahun revaluasi atau setelahnya.

Kata kunci:
revaluasi aset, leverage, pinjaman, rasio kecukupan modal, penyaluran kredit

vii Universitas Indonesia



ABSTRACT

Name : Retno Giani


Study Program : S1 Accounting (Ext)
Title : Analysis of Impact of Fixed Assets Revaluation Model
Implementation in Property, Real Estate, and Construction
and Bank Companies that Listed in Capital Market Year 2015

The objective of the research is to analyze property, real estate, construction


companies, and banks that revalued in 2015 and its impact to the companies. The
results show that 20% property, real estate, and building construction companies
that revalued majority of companies have decrease in leverage after revaluation
and increase debt on revaluation period or thereafter. Then, the results show that
59% banks that revalued majority of companies have in increase Capital
Adequacy Ratio (CAR) after revaluation and increase loan distribution on
revaluation period or thereafter.

Keyword:
Revaluation of assets, leverage, debt, Capital Adequacy Ratio, loan.

viii Universitas Indonesia



DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ....................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... iii
KATA PENGANTAR ............................................................................................ iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................. vi
ABSTRAK .............................................................................................................vii
ABSTRACT......................................................................................................... viii
DAFTAR ISI........................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL................................................................................................... xi
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 6
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................... 7
1.4 Ruang Lingkup Penelitian ...................................................................... 7
1.5 Manfaat Penelitian ................................................................................. 7
1.6 Sistematika Penulisan ............................................................................ 8
BAB 2 LANDASAN TEORI ............................................................................... 10
2.1 Revaluasi Aset Menurut Akuntansi ..................................................... 10
2.1.1 Revaluasi atas Aset Tetap .......................................................... 10
2.1.2 Revaluasi atas Properti Investasi................................................ 11
2.2 Revaluasi Aset Tetap Menurut Pajak ................................................... 15
2.3 Revaluasi Aset Tetap Menurut Buletin Teknis 11 ............................... 21
2.4 Leverage ............................................................................................... 22
2.5 Capital Adequacy Ratio (CAR) ........................................................... 23
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ............................................................. 26
3.1 Desain Penelitian.................................................................................. 26
3.2 Jenis dan Sumber Data ......................................................................... 26
3.3 Metode Pengumpulan Data .................................................................. 28
3.4 Metode Analisis Data ........................................................................... 28
BAB 4 PEMBAHASAN ....................................................................................... 31
ix Universitas Indonesia

4.1 Analisis Perusahaan Sektor Industri Properti, Real Estat, dan


Konstruksi Bangunan yang Melakukan Revaluasi Aset Tetap dan
Properti Investasi ................................................................................ 31
4.2 Analisis Pemanfaatan Peningkatan Leverage untuk Menambah
Pinjaman pada Perusahaan Sektor Properti, Real Estat, dan Konstruksi
Bangunan ............................................................................................ 36
4.3 Analisis Perusahaan Sektor Industri Perbankan yang Melakukan
Revaluasi Aset Tetap dan Properti Investasi....................................... 49
4.4 Analisis Dampak Capital Adequacy Ratio Penyaluran Kredit Bank ... 53
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 63
5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 63
5.2 Implikasi Penelitian.............................................................................. 64
5.3 Keterbatasan Penelitian ........................................................................ 65
5.4 Saran Penelitian.................................................................................... 65
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 67

x Universitas Indonesia

DAFTAR TABEL

4.1 Hasil Pemilahan Perusahaan Sektor Industri Properti, Real Estat, dan
Konstruksi Bangunan ................................................................................... 31
4.2 Checklist Perusahaan dalam Sektor Industri Properti, Real Estat, dan
Konstruksi Bangunan yang Melakukan Revaluasi di Tahun 2015 .............. 33
4.3 Perubahan Tingkat Leverage Perusahaan Sektor Industri Properti, Real
Estat, dan Konstruksi Bangunan................................................................... 38
4.4 Rekapitulasi Pengaruh Surplus Revaluasi Terhadap Total Aset .................. 39
4.5 Perubahan Pinjaman Perusahaan Sektor Properti, Real Estat, dan Konstruksi
Bangunan Tahun revaluasi dan setelah Revaluasi........................................ 43
4.6 Komposisi Perubahan Struktur Utang PT PP Properti ................................. 45
4.7 Komposisi Perubahan Struktur Utang PT Pembangunan Perumahan .......... 45
4.8 Komposisi Perubahan Struktur Utang PT Adhi Karya................................. 47
4.9 Komposisi Perubahan Struktur Utang PT Bukit Uluwatu Villa................... 47
4.10 Komposisi Perubahan Struktur Utang PT Mega Manunggal Property ........ 48
4.11 Tabel Hasil Pemilahan Perusahaan Sektor Industri Perbankan .................... 49
4.12 Checklist Perusahaan dalam Sektor Industri Perbankan yang Melakukan
Revaluasi di Tahun 2015 .............................................................................. 52
4.13 Perubahan Tingkat CAR pada Perusahaan Sektor Industri Perbankan yang
Menerapkan Model Revaluasi Aset secara Akuntansi ................................. 54
4.14 Struktur Permodalan PT Bank Dinar Indonesia ........................................... 55
4.15 Struktur Permodalan PT Bank Maspion ....................................................... 56
4.16 Struktur Permodalan PT Bank Panin Syariah .............................................. 57
4.17 Struktur Permodalan PT Bank Sinarmas ...................................................... 58
4.18 Komposisi Surplus Revaluasi terhadap Modal............................................. 59
4.19 Statistik Penyaluran Kredit setelah Revaluasi Aset...................................... 60

xi Universitas Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Laporan keuangan merupakan suatu bentuk pertangggungjawaban yang


disusun oleh manajemen atas kegiatan usaha yang dilakukan kepada pemilik
maupun kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Menurut Kieso, Weygant, dan
Warfield (2011) laporan keuangan bertujuan untuk memberikan informasi
keuangan suatu perusahaan yang berguna bagi investor, pemberi pinjaman, dan
kreditur saat ini atau potensial untuk menentukan keputusan sesuai kapasitas
mereka sebagai penyedia modal. Dalam laporan keuangan aset tetap merupakan
bagian penting karena mencakup 5,1% struktur informasi yang penting ketika
membuat suatu keputusan manajerial (Domeika, 2008), sebagai komponen
penting dari laporan keuangan aset tetap seringkali menjadi kesempatan bagi
pembuat laporan keuangan untuk melakukan suatu usaha guna mewujudkan
tujuan perusahaan.

Salah satunya adalah dengan menjadikan aset tetap sebagai jaminan atas
pinjaman yang dilakukan oleh perusahaan. Hal ini menyebabkan nilai aset perlu
diperhatikan oleh manajemen sebab akan mempengaruhi jumlah pinjaman yang
akan diberikan oleh kreditur. Kreditur sebagai pengguna laporan keuangan
menggunakan informasi yang tersaji pada laporan keuangan untuk mengukur
risiko perusahaan yang digunakan dalam mengambil keputusan terkait jumlah
pinjaman yang akan diberikan. Pemilihan metode revaluasi tidak lepas dari usaha
perusahaan untuk menambah modalnya dalam bentuk utang sebab aset tetap
digunakan sebagai jaminan kredit sehingga naik turunnya nilai aset tetap dapat
mempengaruhi kelayakan jumlah kredit yang akan diterima (Martani, 2011).

Agar pengguna laporan keuangan tidak salah dalam pengambilan


keputusan, maka nilai aset pada laporan keuangan perlu disajikan sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya. Penelitian Aboddy, Barth & Kasznik (1999)
menunjukkan bahwa revaluasi aset mencerminkan perubahan nilai aset, sehingga

1
Universitas Indonesia
2

menghasilkan laporan keuangan yang lebih relevan dan dapat diandalkan.


Penilaian kembali aset atau biasa disebut revaluasi dilakukan terhadap aset tetap
atau properti investasi. Konsep atas pengukuran ini lebih menekankan pada
relevansi laporan keuangan untuk pengambilan keputusan (Martani, 2011).

Revaluasi adalah model penilaian atau pilihan dalam kebijakan akuntansi


yang mengacu pada PSAK 16 revisi 2015 mengenai Aset Tetap dan PSAK 13
revisi 2015 mengenai Properti Investasi. Pada PSAK 16 dikenal sebagai model
revaluasi, sementara pada PSAK 13 dikenal sebagai model nilai wajar.

PSAK 16 revisi 2015 memberikan pilihan bagi perusahaan terkait model


yang digunakan setelah pengukuran awal aset tetap yaitu Model Biaya (Cost
Model) atau Model Revaluasi (Revaluation Model), revaluasi aset tetap dilakukan
secara reguler agar tidak terdapat perbedaan secara material pada nilai aset tetap
dengan nilai yang ditentukan menggunakan nilai wajar pada akhir periode, dan
model revaluasi harus diterapkan pada seluruh aset tetap dalam kelompok yang
sama. Peningkatan pada jumlah aset tetap akibat revaluasi diakui dalam
pendapatan komprehensif lain (Other Comprehensive Income) dan akan
terakumulasi pada surplus revaluasi dalam ekuitas. Namun, apabila terjadi
penurunan nilai akan diakui pada laba rugi sebesar jumlah penurunan nilai aset.
Akan tetapi penurunan nilai aset tersebut akan mengurangi surplus revaluasi
apabila perusahaan memiliki surplus revaluasi di tahun sebelumnya.

Sementara itu PSAK 13 revisi 2015, menjelaskan bahwa perusahaan dapat


memilih model nilai wajar ataupun model biaya. Akan tetapi bagi perusahaan
yang menguasai properti tersebut melalui sewa operasi maka, harus memilih
model nilai wajar. Dampak dari pemilihan model nilai wajar suatu properti
investasi dapat berupa keuntungan atau kerugian yang diakui pada laba rugi.
Pengukuran pada model harus mencerminkan kondisi pasar yaitu penghasilan
rental dari sewa yang sedang berjalan dan asumsi-asumsi lainnya yang digunakan
pihak-pihak yang berkeinginan bertransaksi dalam kondisi saat ini.

Revaluasi aset di Indonesia juga tertuang pada Undang-undang Pajak


Penghasilan No. 36 tahun 2008 pasal 4 yang menyebutkan bahwa selisih lebih

Universitas Indonesia

3

revaluasi aset tetap juga merupakan objek pajak. Undang-undang tersebut menjadi
landasan hukum yang mengatur revaluasi aset tetap. Selanjutnya aturan revaluasi
aset tetap diatur pada PMK (Peraturan Menteri Keuangan) No. 79/PMK.03/2008
tentang penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan. PMK
79 menetapkan atas selisih lebih penilaian aset tetap perusahaan atau surplus
revaluasi dikenakan tarif sebesar 10%.

Penerapan revaluasi aset berdasarkan PSAK 16 revisi 2015 dan PSAK 13


revisi 2015 memiliki perbedaan dengan revaluasi aset berdasarkan PMK 79.
Perbedaan tersebut diantaranya dalam segi perlakuan surplus revaluasi, jenis aset
yang dapat direvaluasi, dan periode revaluasi sehinngga membuat perusahaan
enggan untuk melakukan revaluasi aset dengan tujuan pajak. Hal ini mendorong
pemerintah untuk meningkatkan jumlah perusahaan yang melakukan revaluasi
untuk tujuan pajak dengan menggulirkan PMK No. 191/PMK.010/2015 dan
diperbarui dengan PMK No. 233/PMK.03/2015. PMK No. 191/PMK.010/2015
dan dengan perubahannya PMK No. 233/PMK.03/2015 dalam penulisan ini
selanjutnya disebut sebagai PMK 233.

PMK 233 tentang penilaian kembali aset tetap untuk tujuan perpajakan
merupakan peraturan sementara yang berlaku dari tahun 2015 hingga 2016. PMK
ini menawarkan insentif berupa pengurangan tarif pajak revaluasi dari 10%
menjadi 3-6% tergantung pada periode permohonan. Dengan adanya insentif
tersebut diharapkan perusahaan-perusahaan menerapkan revaluasi pada aset
tetapnya.

Untuk mengatasi perbedaan pada revaluasi secara akuntansi dan pajak,


maka DSAK IAI menerbitkan Buletin Teknis 11 yang memperbolehkan
perusahaan melakukan revaluasi aset sekaligus yaitu secara akuntansi dan pajak.
Bultek 11 bertujuan untuk memberikan pedoman untuk mengatasi keberagaman
pemahaman atas revaluasi baik secara akuntansi, pajak, maupun akuntansi dan
pajak.

Penerapan model revaluasi secara akuntansi pada perusahaan akan


berdampak pada naiknya nilai aset bersih perusahan, karena perusahaan enggan

Universitas Indonesia

4

melakukan revaluasi apabila nilai aset mengalami penurunan setelah revaluasi


(Latridis dan Kilirgiotis, 2011). Penelitian Courtenay & Cahan (2004)
membuktikan bahwa motivasi perusahaan dalam melakukan revaluasi berbeda-
beda baik pada perusahaan yang memilki tingkat pinjaman tinggi maupun rendah.

Bagi perusahaan yang meminjam dana dari bank dan menjaminkan aset
tetapnya, peningkatan nilai bersih aset tetap dapat meningkatkan pinjaman yang
akan diberikan oleh bank oleh karena itu dengan peningkatan pinjaman maka
perusahaan dapat melakukan investasi sehingga dapat meningkatkan kinerja
operasional perusahaan (Zhai, 2007).

Dengan diterbitkan PMK 233 dan Bultek 11 di Indonesia mendorong


perusahaan-perusahaan yang ingin melakukan ekspansi usaha untuk melakukan
revaluasi baik secara akuntansi, pajak, maupun akuntansi dan pajak. Perusahaan
dalam sektor industri properti, real estat, dan konstruksi bangunan memiliki nilai
aset tetap dan properti investasi yang cukup besar sementara itu perbankan
merupakan sektor industri dengan nilai aset tetap yang tidak terlalu besar, namun
jumlah aset tetap dan properti investasi yang dimiliki oleh perusahaan tersebut
dapat dimanfaatkan perusahaan untuk melakukan ekspansi usaha dengan
melakukan revaluasi pada aset tetap dan properti investasinya.

Perusahaan dalam sektor industri properti, real estat, dan konstruksi


bangunan memerlukan ketersediaan dana untuk berinvestasi dalam bentuk aset
tetap ataupun properti investasi sehingga melakukan pinjaman kepada bank.
Revaluasi aset secara akuntansi akan menguntungkan bagi perusahaan, sebab
dapat menurunkan rasio leverage sehingga meningkatkan kemampuan pinjaman
perusahaan.

Sementara itu, peningkatan nilai aset bersih mempengaruhi rasio


kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) pada perusahaan sektor industri
perbankan. Rasio CAR merupakan modal yang terdiri atas modal inti (Tier 1) dan
pelengkap (Tier 2) dibagi dengan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR)
dimana surplus revaluasi adalah salah satu komponen dari modal pelengkap
(Riyadi, 2006).

Universitas Indonesia

5

Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 11 /POJK.03/2016 tentang


Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum mengatur bahwa bank
umum wajib menyediakan modal minimum sesuai profil risiko. Dengan rasio
CAR yang memadai, maka bank dapat melakukan kegiatan penyaluran kredit
kepada masyarakat sehingga pendapatan yang berasal dari kredit akan meningkat.
Berdasarkan penelitian Buyuksalvarci dan Abdioglu (2011) dan Abusharba et al.,
(2013) pada Ganggarani dan Budiasih (2014) bank harus mampu
mempertahankan tingkat kecukupan modal pada tingkat minimum tertentu untuk
melindungi kepentingan deposan dan mencegah kegagalan bank. Kemudian,
penelitian M. Carlson et al., (2013) pada sekelompok bank dengan ukuran
perusahaan, karakteristik, dan wilayah geografis yang sama periode 2001 – 2011
menemukan bahwa dampak rasio modal terhadap pertumbuhan kredit bersifat
nonlinier.

Penelitian yang dilakukan oleh Whittered dan Chan (1992) pada


perusahaan di Australia tahun 1980 -1984 dari total sample sebanyak 428
perusahaan sebesar 30% perusahaan yang melakukan revaluasi memiliki
kesempatan lebih besar untuk tumbuh dan dapat menyelesaikan masalah pinjaman
dan cash reserve yang lebih rendah, kemudian revaluasi aset meningkatkan nilai
bersih aset dan menurunkan debt to equity ratio sehingga perusahaan melakukan
revaluasi untuk tujuan menurunkan leverage dan meningkatkan kapasitas
pinjaman.

Elanda (2016) meneliti perusahaan di Indonesia yang listed pada bursa


efek Indonesia tahun 2015 membuktikan bahwa perusahaan yang bergerak pada
sektor keuangan paling banyak melakukan revaluasi sebesar 39,4%, jenis
revaluasi paling banyak dilakukan adalah revaluasi tujuan akuntansi sebesar 55%,
dan dua faktor signifikan yang mempengaruhi keputusan perusahaan dalam
merevaluasi aset adalah intensitas aset tetap dan ukuran perusahaan. Kemudian
penelitian tersebut dilengkapi oleh penelitian Adiwahana (2016) dengan
menambah sudut pandang perpajakan sebagai motif perusahaan memilih model
revaluasi. Hasil penelitan tersebut membuktikan bahwa insentif revaluasi yang

Universitas Indonesia

6

diberikan pemerintah telah meningkatkan perusahaan yang melakukan revaluasi


sebanyak 77 perusahaan dari 115 perusahaan.

Penelitian sebelumnya melakukan analisis faktor perusahaan melakukan


revaluasi dan motif melakukan revaluasi dari sudut pandang pajak yang mengacu
pada PMK 233 serta penyajian dan pengungkapan revaluasi aset. Penelitian ini
berbeda dengan sebelumnya karena penelitian ini menganalisis apakah perusahaan
dalam sektor industri properti, real estat, dan konstruksi bangunan dan perbankan
lebih banyak yang menggunakan model revaluasi aset tetap atau nilai wajar
properti investasi setelah diterbitkan PMK 233 dan Bultek 11. Berikutnya
menganalisis apakah revaluasi aset tetap dan nilai wajar properti investasi akan
berdampak terhadap peningkatan pinjaman pada perusahaan properti, real estat,
dan konstruksi bangunan dan penyaluran kredit bank pada perusahaan perbankan.
Penelitian dilakukan pada tahun 2014 – 2016 untuk mengetahui dampak revaluasi
semenjak diterbitkan PMK 233 yang mulai berlaku di tahun 2015.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan masalah yang


akan dibahas, yaitu :

1. Menganalisis apakah tujuan revaluasi dan jenis aset yang direvaluasi pada
perusahaan sektor industri properti, real estat, dan konstruksi bangunan yang
melakukan revaluasi aset tetap dan properti investasi ?
2. Menganalisis apakah penerapan model revaluasi aset tetap dan nilai wajar
properti investasi pada perusahaan properti, real estat, dan konstruksi
menambah pinjaman perusahaan ?
3. Menganalisis apakah tujuan revaluasi dan jenis aset yang direvaluasi pada
perusahaan sektor industri perbankan yang melakukan revaluasi aset tetap dan
properti investasi ?

Universitas Indonesia

7

4. Menganalisis apakah penerapan model revaluasi aset tetap dan nilai wajar
properti investasi menambah penyaluran kredit kepada masyarakat ?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan menjelaskan secara deskriptif hasil analisa


terhadap perusahaan pada sektor industri properti, real estat, dan konstruksi
bangunan dan perbankan. Hasil analisa akan menyimpulkan tujuan revaluasi dan
jenis aset yang direvaluasi serta bagaimana dampak penerapan revaluasi terhadap
peningkatan pinjaman pada sektor industri properti, real estat, dan konstruksi
bangunan dan penyaluran kredit oleh sektor industri perbankan.

1.4. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian yaitu entitas sektor industri properti, real estat,
dan konstruksi bangunan dan perbankan, yang tercatat di Bursa Efek Indonesia
antara tahun 2014 – 2016.

1.5. Manfaat Penelitian

Bagi ilmu pengetahuan dan akademisi. Penelitian ini diharapkan dapat


memberikan tambahan literatur atas penelitian sebelumnya. Penelitian ini juga
bermaksud memberikan kontribusi mengenai studi tentang revaluasi aset dengan
menganalisis dampak atas penerapan model revaluasi aset terhadap peningkatan
pinjaman pada perusahaan properti, real estat, dan konstruksi bangunan serta
terhadap penyaluran kredit yang dilakukan oleh bank.

Bagi praktisi dan perusahaan. Penelitian ini dapat bermanfaat sebagai


masukan dan pertimbangan bagi perusahaan yang melakukan revaluasi aset dalam
melakukan pengambilan keputusan terkait pinjaman yang dilakukan bagi

Universitas Indonesia

8

perusahaan properti, real estat, dan konstruksi bangunan dan penyaluran kredit
kepada masyarakat bagi perusahaan perbankan.

Bagi pengguna laporan keuangan. Penelitian ini memberikan suatu


gambaran untuk mengetahui dampak dari penggunaan model revaluasi aset tetap,
apakah revaluasi tersebut memiliki dampak yang diharapkan dapat membantu
pengguna laporan keuangan mengambil keputusan.

1.6. Sistematika Penelitian

BAB I : PENDAHULUAN
Bab pertama merupakan pendahuluan skripsi dimana penulis memaparkan
secara singkat mengenai latar belakang dari penulisan skripsi beserta rumusan
masalah, penelitian terdahulu, tujuan dan manfaat dari penelitian, ruang lingkup
serta sistematika dari penelitian.

BAB II : LANDASAN TEORI


Bab kedua ini merupakan landasan teori atas skripsi yang mengungkapkan
teori-teori yang digunakan oleh penulis sebagai dasar dalam penelitian. Dasar
penelitian meliputi teori pendukung, penjelasan mengenai aset tetap, properti
investasi ,dan revaluasi aset baik dari tinjauan akuntansi maupun pajak.

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN


Bab ketiga ini merupakan kerangka penelitian dimana penulis
menguraikan metode-metode yang digunakan pada penelitian ini seperti sampel
penelitian, metode pengumpulan data, dan teknik dalam penganalisaan data.

BAB IV : PEMBAHASAN
Bab keempat ini merupakan pembahasan dari rumusan masalah dimana
penulis akan memaparkan hasil dari analisa deskriptif.

Universitas Indonesia

9

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN


Bab kelima ini merupakan kesimpulan yang diberikan penulis sebagai
hasil dari penelitian yang sesuai dengan pembahasan beserta saran dari penulis
yang ditujukan untuk perusahaan, akademisi, dan pihak-pihak yang terkait.

Universitas Indonesia

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Revaluasi Aset Menurut Akuntansi

2.1.1 Revaluasi atas Aset Tetap


PSAK 16 revisi 2015 telah menjelaskan mengenai revaluasi aset tetap
yang merupakan salah satu metode untuk mengukur nilai aset tetap sehingga nilai
aset tetap dapat disajikan secara wajar di akhir periode pelaporan. Nilai wajar
merupakan harga yang akan diterima untuk menjual suatu aset atau harga yang
akan dibayar untuk mengalihkan suatu liabilitas dalam transaksi teratur antara
pelaku pasar pada tanggal pengukuran.

Revaluasi aset tetap seringkali dimaknai kenaikan yang dihasilkan oleh


nilai aset yang tercatat lebih rendah dari nilai wajarnya akan tetapi sebenarnya
revaluasi juga dapat berupa penurunan nilai aset. Apabila nilai aset yang tercatat
lebih rendah dari nilai wajarnya artinya terdapat kenaikan aset tetap atas revaluasi
tersebut kenaikan nilai wajar tersebut diakui pada pendapatan komprehensif lain
dan terakumulasi pada akumulasi pendapatan komprehensif lain atas surplus
revaluasi pada ekuitas, jika tahun sebelumnya terdapat penurunan nilai wajar
maka kenaikan nilai wajar tersebut dicatat pada laba rugi hingga nilai kenaikan
sama dengan penurunan nilai wajarnya. Sebaliknya, akan diakui pada laba rugi
apabila terjadi penurunan nilai aset akibat revaluasi. Akan tetapi, penurunan nilai
wajar akan diakui pada pendapatan komprehensif lain dan mengurangi akumulasi
pendapatan komprehensif lain atas surplus revaluasi pada ekuitas sepanjang tidak
melebihi surplus revaluasi aset tetap di periode sebelumnya.

Apabila perusahaan menerapkan revaluasi pada aset tetapnya maka


akumulasi penyusutan pada aset tetap yang direvaluasi pada tanggal revaluasi
dapat diperlakukan dengan dua cara. Pertama, disajikan kembali secara
proporsional dengan perubahan dalam jumlah tercatat bruto aset sehingga jumlah
tercatat aset setelah direvaluasi sama dengan jumlah revaluasiannya. Kedua,
dieliminasi terhadap jumlah tercatat bruto aset dan jumlah aset tercatat neto
setelah eliminasi disajikan kembali sebesar jumlah revaluasian dari aset tersebut.
Cara kedua biasa dilakukan pada bangunan.

10
Universitas Indonesia

11

PSAK 16 (par 31) menyatakan bahwa revaluasi aset tetap dilakukan


dengan keteraturan yang cukup reguler untuk memastikan bahwa jumlah tercatat
tidak berbeda secara material dengan jumlah yang ditentukan dengan
menggunakan nilai wajar pada akhir periode. Frekuensi revaluasi yang dilakukan
tergantung pada seberapa signifikan dan fluktuatif perubahan nilai wajar aset
tersebut. Entitas dapat menentukan nilai wajar aset tetap dengan bantuan jasa
profesional penilai aset. Apabila hasil revaluasi tersebut berbeda secara material
dengan jumlah yang tercatat, maka revaluasi perlu dilakukan secara tahunan. Jika
sebaliknya, maka revaluasi cukup dilakukan selama tiga atau lima tahun sekali
saja.

Kemudian, untuk menghindari revaluasi aset secara selektif dan


bercampurnya biaya perolehan dan nilai lain pada tanggal berbeda sehingga
membuat ketidakkonsistenan dalam pengukuran aset tetap, maka revaluasi perlu
dilakukan secara keseluruhan pada aset tetap dengan kelas yang sama. Kelas aset
tetap itu sendiri merupakan aset-aset yang dikelompokkan berdasarkan sifat dan
kegunaan yang sama dalam suatu operasi perusahaan. Contohnya : tanah, tanah
dan bangunan, mesin, kapal, pesawat udara, kendaraan bermotor, perabotan, dan
peralatan kantor.

Apabila perusahaan mengubah kebijakan akuntansinya dalam pengukuran


asetnya dari metode biaya ke metode revaluasi maka dampak perubahannya akan
berlaku secara prospektif.

2.1.2 Revaluasi atas Properti Investasi


Properti investasi telah dijelaskan pada PSAK 13 revisi 2015. Properti
investasi merupakan properti (tanah atau bangunan atau bagian dari bangunan,
atau keduanya) yang miliki oleh perusahaan sebagai pemilik atau penyewa
(melalui sewa pembiayaan) untuk menghasilkan rental, atau kenaikan nilai, atau
keduanya dan tidak untuk kegiatan produksi atau penyediaan barang/ jasa untuk

Universitas Indonesia

12

tujuan administratif serta bukan untuk dijual dalam kegiatan usaha sehari-hari.
Adapun properti yang digunakan sendiri yaitu properti yang dimiliki oleh
perusahaan sebagai pemilik atau penyewa (melalui sewa pembiayaan) untuk
digunakan produksi atau penyediaan barang atau jasa atau untuk tujuan
administratif. Hak atas properti yang dimiliki penyewa melalui sewa operasi dapat
diklasifikasi sebagai properti investasi jika dan hanya jika properti tersebut tidak
bertentangan dengan definisi dari properti investasi dan penyewa menggunakan
nilai wajar untuk properti tersebut. Properti investasi berbeda dengan properti
yang dimiliki sendiri, dimana properti investasi menghasilkan sebagian besar arus
kas dengan tidak bergantung pada aset lain yang dikuasai oleh entitas yaitu
dengan menghasilkan rental atau kenaikan atau keduanya, sementara itu properti
yang digunakan sendiri menghasilkan arus kas yang diatribusikan ke aset lainnya
yang digunakan dalam proses produksi atau persediaan. Adapun contoh aset dari
properti investasi sebagai berikut :
1. Tanah yang dikuasai dalam jangka panjang untuk kenaikan nilai dan bukan
untuk dijual jangka pendek dalam kegiatan usaha sehari-hari,
2. Tanah yang dikuasai saat ini yang penggunaannya dimasa depan belum
ditentukan,
3. Bangunan yang dimiliki oleh perusahaan dan disewakan kepada pihak lain
melalui satu atau lebih sewa operasi,
4. Bangunan yang belum terpakai tetapi tersedia untuk disewakan kepada pihak
lain melalui satu atau lebih sewa operasi,
5. Properti dalam proses pembangunan atau pengembangan yang dimasa depan
digunakan sebagai properti investasi.

Sedangkan ada pula contoh aset yang tidak termasuk dalam properti investasi
yaitu sebagai berikut :
1. Properti yang dimaksudkan untuk dijual dalam kegiatan usaha sehari-hari
atau sedang dalam proses pembangunan atau pengembangan untuk dijual,
2. Properti dalam proses pembangunan atau pengembangan atas nama pihak
ketiga,

Universitas Indonesia

13

3. Properti yang digunakan sendiri termasuk properti yang dikuasai untuk


digunakan dimasa depan sebagai properti yang digunakan sendiri, properti
yang digunakan karyawan, dan properti yang digunakan sendiri yang
menunggu untuk dijual,
4. Properti yang disewakan kepada entitas lain dengan cara sewa
pembiayaan.

Jika aset atas properti investasi yang sebagiannya merupakan properti yang
digunakan sendiri dapat dicatat secara terpisah apabila jumlah properti yang
digunakan sendiri signifikan. Namun apabila jumlahnya tidak signifikan maka
dapat diklasifikasikan sebagai properti investasi. Adapun bila perusahaan
memberikan tambahan jasa yang cukup signifikan terhadap keseluruhan
perjanjian pada penghuni properti yang dimilikinya, maka perusahaan dapat
memperlakukan properti tersebut sebagai properti yang digunakan sendiri bukan
sebagai properti investasi. Sebaliknya bila tambahan jasa tidak signifikan,
perusahaan memperlakukan properti tersebut sebagai properti investasi.
Pengakuan awal merupakan proses yang perlu diperhatikan oleh
perusahaan. PSAK 13 menjelaskan bahwa pada saat pengakuan awal perusahaan
mengakui properti investasi diukur sebesar biaya perolehannya dimana biaya
transaksi termasuk dalam biaya perolehan tersebut. Biaya perolehan termasuk
biaya yang terjadi pada saat memeroleh properti investasi dan biaya yang terjadi
setelahnya untuk penambahan, penggantian bagian properti atau perbaikan
properti, sementara itu biaya harian penggunaan properti tidak dapat diakui
sebagai properti investasi tetapi lebih tepat diakui pada laba rugi. Kemudian
properti investasi yang dikuasai dengan cara sewa dan diklasifikasikan sebagai
properti investasi yang dicatat sebagai sewa pembiayaan sebagaimana diatur pada
PSAK 30 dalam hal ini diakui pada jumlah yang lebih rendah antara nilai wajar
dan nilai kini dari pembayaran sewa minimum, jumlah tersebut diakui pula pada
liabilitas.
Adapun kebijakan akuntansi yang diterapkan untuk properti investasi
diatur pada PSAK 13 paragraf 32A, dimana perusahaan dapat memilih model nilai
wajar ataupun model biaya. Akan tetapi bagi perusahaan yang menguasai properti

Universitas Indonesia

14

tersebut melalui sewa operasi maka harus memilih model nilai wajar. Dampak
dari pemilihan model nilai wajar suatu properti investasi dapat berupa keuntungan
atau kerugian yang diakui pada laba rugi.
Pengukuran pada model nilai wajar, nilai wajar properti investasi harus
mencerminkan kondisi pasar yaitu penghasilan rental dari sewa yang sedang
berjalan dan asumsi-asumsi lainnya yang digunakan pihak-pihak yang
berkeinginan bertransaksi dalam kondisi saat ini. Seringkali terdapat kasus dimana
nilai wajar dari properti investasi tidak dapat diukur secara andal, hal ini terjadi
jika dan hanya jika transaksi pasar serupa jarang terjadi dan alternatif estimasi
andal nilai wajar tidak tersedia. Jika perusahaan tidak dapat menentukan nilai
wajar investasi yang sedang dalam proses pembangunan akan tetapi
mengharapkan nilai wajar tersebut dapat ditentukan secara andal setelah proses
pembangunan selesai, maka properti tersebut diukur berdasarkan biaya perolehan
hingga nilai wajarnya dapat ditentukan secara andal atau hingga pembangunannya
selesai (mana yang lebih dahulu terjadi). Apabila properti investasi pada akhirnya
diukur pada nilai wajar, maka perusahaan harus tetap mengukur properti investasi
tersebut menggunakan nilai wajar hingga pelepasan atau saat perusahaan akan
menjadikan properti invetasi menjadi properti yang digunakan sendiri atau
dikembangkan dan dijual kembali dikemudian hari. Bahkan saat tidak ada lagi
transaksi pasar sejenis yang aktif atau nilai pasar tidak banyak tersedia.
Properti investasi dihentikan pengakuannya pada saat pelepasan atau
ketika properti investasi tersebut tidak digunakan lagi secara permanen dan tidak
memiliki manfaat ekonomik dimasa depan. Pelepasan properti investasi dapat
dilakukan dengan cara dijual atau disewakan secara sewa pembiayaan. Jika pada
saat penghentian atau pelepasannya menimbulkan keuntungan maupun kerugian
maka diakui pada laba rugi.
Dalam mengungkapkan atas properti investasi perusahaan pada catatan
atas laporan keuangan, perusahaan mengungkapkan :
1. Perusahaan menerapkan model nilai wajar atau model biaya,

Universitas Indonesia

15

2. Jika perusahaan menerapkan model nilai wajar dalam keadaan seperti apa
dan bagaimana properti yang dikuasai dengan cara sewa operasi
diklasifikasikan dan dicatat sebagai properti investasi,
3. Jika perusahaan sulit melakukan klasifikasi termasuk dalam investasi atau
tidak maka perusahaan dapat mengklasifikasikan berdasarkan definisi dari
properti investasi dan properti yang digunakan sendiri pada paragraf 7
sampai paragraf 13,
4. Sejauh mana penentuan nilai wajar tersebut yang dilakukan oleh penilai
independen, jika tidak menggunakan penilai independen, maka perusahaan
juga harus mengungkapkannya,
5. Jumlah yang diakui dalam laba rugi, diantaranya : penghasilan rental,
beban operasi langsung (termasuk perbaikan dan pemeliharaan) baik yang
menimbulkan penghasilan rental dan yang tidak menimbulkan penghasilan
rental selama periode tertentu, dan perubahan kumulatif atas nilai wajar
yang diakui dalam laba rugi atas penjualan properti investasi,
6. Keberadaan dan jumlah pembatasan atas kemampuan realisasi dari
properti investasi atau atas pengiriman penghasilan dan hasil pelepasan,
7. Kewajiban kontraktual untuk membeli, membangun atau mengembangkan
properti investasi atau untuk perbaikan, pemeliharaan atau peningkatan,

Selain tujuh hal diatas adapula pengungkapan yang harus dilakukan oleh
perusahaan apabila menerapkan model nilai wajar yaitu mengungkapkan
rekonsiliasi antara jumlah tercatat properti investasi pada awal dan akhir periode
yang menunjukkan penambahan yang dihasilkan dari akuisisi, aset yang
diklasifikasikan sebagai available for sale, selisih untung atau rugi atas
penyesuaian terhadap nilai wajar, selisih kurs, dan pengalihan ke dan dari
persediaan dan properti yang digunakan sendiri.

2.2 Revaluasi Aset Tetap Menurut Pajak

Undang-undang No. 36 tahun 2008 mengenai Pajak Penghasilan (UU PPh)


pada pasal 4 ayat 1 menyebutkan bahwa revaluasi aset tetap atau yang disebutkan

Universitas Indonesia

16

pada undang-undang tersebut adalah selisih lebih karena penilaian kembali aset
merupakan objek pajak. Revaluasi aset tetap dalam pajak merupakan selisih antara
nilai aset tetap hasil penilaian kembali atau taksiran penilaian kembali dengan
nilai sisa buku fiskal.
Menteri keuangan telah mengatur mengenai revaluasi aset tetap atau
penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan pada PMK No.
79/PMK.03/2008. Perusahaan yang dapat melakukan revaluasi atas aset tetapnya
adalah perusahaan yang telah melaksanakan kewajiban perpajakannya pada tahun
pada masa pajak sebelum revaluasi dan merupakan wajib pajak badan dalam
negeri dan bentuk usaha tetap (BUT), tidak termasuk perusahaan yang
memperoleh izin menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa inggris dan mata
uang Dollar Amerika Serikat. Penyampaian permohonan kepada Direktur Jenderal
Pajak (DJP) harus dilakukan oleh perusahaan guna mendapatkan surat keputusan
penilaian kembali aset tetap perusahaan yang diterbitkan oleh DJP.
PMK 79 pasal 3 juga mengatur aset tetap apa saja yang dapat diajukan
untuk direvaluasi oleh perusahaan, aset tersebut adalah seluruh aset tetap
berwujud termasuk tanah yang dimiliki atau hak guna bangunan dan seluruh aset
tetap berwujud tidak termasuk tanah yang berada di Indonesia yang memperoleh
penghasilan yang merupakan objek pajak.
Revaluasi aset tetap berdasarkan peraturan perpajakan mengatur bahwa
revaluasi dapat dilakukan kembali 5 (lima) tahun setelah revaluasi, dapat
dilakukan pada sebagian atau seluruh aset tetap, masa manfaat aset tetap setelah
revaluasi disesuaikan menjadi masa manfaat penuh untuk kelompok aset tersebut,
dasar penyusutan adalah nilai pada saat revaluasi aset tetap dan berlaku sejak
bulan dilakukan penilaian kembali aset tetap.
Revaluasi aset tetap yang dilakukan oleh perusahaan dilakukan
berdasarkan pada nilai pasar atau nilai wajar aset tetap dimana penilaian dilakukan
oleh kantor jasa penilai publik yang memiliki izin dari Pemerintah. Atas aset yang
diajukan permohonan revaluasi aset tetap DJP akan melakukan penilaian pula,
bila nilai yang ditetapkan oleh kantor jasa penilai publik tidak mencerminkan
keadaan yang sebenarnya maka nilai pasar atau nilai wajar akan ditetapkan sesuai

Universitas Indonesia

17

dengan penilaian DJP. Penilaian kembali tersebut dilakukan paling lama 1 (satu)
tahun sejak tanggal laporan kantor jasa penilai publik.
PMK No 79/PMK.03/2008 menetapkan tarif yang dikenakan atas selisih
lebih penilaian kembali aset tetap perusahaan adalah 10% (sepuluh persen), tarif
ini berubah untuk sementara yaitu periode 2015 -2016 sebagaimana diatur pada
PMK No. 191/PMK.10/2015 dan PMK-79 berlaku kembali setelah PMK-191
berlaku.
Bagi perusahaan yang tidak dapat membayar secara penuh atas tarif pajak
yang dikenakan tersebut, perusahaan dapat mengangsur pembayaran dengan
mengajukan permohonan angsuran paling lama 12 (dua belas) bulan sebagaimana
diatur pada Undang-undang Kententuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 9
ayat 4. Adapun ketentuan yang perlu dilakukan oleh perusahaan setelah revaluasi
aset tetap perusahaan sebagai berikut :
1. Dasar penyusutan fiskal aset tetap yang sudah mendapat persetujuan
dari DJP yaitu nilai pada saat revaluasi,
2. Sisa masa manfaat fikal aset tetap yaitu sisa manfaat fiskal pada awal
tahun pajak yang bersengkutan,
3. Perhitungan penyusutan aset tetap dimulai sejak bulan dilaukan
revaluasi aset tetap perusahaan
4. Jika perusahaan tidak mendapatkan persetujuan dari DJP, maka yang
menjadi dasar penyusutan fiskal dan masa manfaatnya adalah dasar
penyusutan dan manfaat semula sebelum dilakukan revaluasi aset
tetap.

Pada tahun 2015 Pemerintah melalui Kementerian Keuangan menerbitkan


PMK No. 191/PMK.10/2015 dengan maksud untuk mendorong perusahaan
melakukan revaluasi aset tetap melalui insentif pajak yang ditawarkan oleh
Pemerintah. Akan tetapi PMK 191 hanya akan berlaku bagi pemohon penilaian
kembali atas aset tetap pada tahun 2015 dan 2016, pemohon diluar tahun-tahun
tersebut akan diberlakukan PMK 79. Terbitnya PMK 191 menghasilkan beberapa
perubahan yang dilakukan oleh Pemerintah dengan menerbitkan PMK 191
diantaranya dalam hal tarif pajak, dasar pengenaan pajak, wajib pajak yang dapat

Universitas Indonesia

18

mengajukan permohonan penilaian kembali aset tetap, penilaian aset tetap,


pengajuan permohonan, saat penyusutan, jangka waktu penilaian kantor jasa
penilai publik dengan pengajuan permohonan penilaian kembali, pelunasan pajak
terutang, dan angsuran.
Dalam hal tarif pajak PMK 191 pasal 1 menetapkan bahwa terdapat tarif
baru yang diberlakukan pada PMK 191 yaitu sebesar 3% bagi pemohon yang
mengajukan sejak berlakunya PMK yaitu 20 Oktober 2015 sampai tanggal 31
Desember 2015, 4% bagi pemohon yang mengajukan sejak 1 Januari 2016 sampai
tanggal 30 Juni 2016, dan 6% bagi pemohon yang mengajukan sejak 1 Juli 2016
sampai tanggal 31 Desember 2016, atas pajak terutang harus dilunasi Wajib Pajak
sebelum mengajukan permohonan dan tidak dapat diangsur sebagaimana
diberlakukan PMK 79.
Kemudian dasar atas pengenaan pajak pada PMK 191 selain nilai aset
tetap hasil penilaian kembali diatas nilai sisa buku fiskal semula, nilai aset tetap
taksiran penilaian kembali oleh wajib pajak diatas nilai nilai sisa buku fiksal
semula pun menjadi dasar pengenaan pajak.
Kemudian pada pasal 2 mengenai Wajib Pajak pada PMK 191, Wajib
Pajak adalah Wajib Pajak dalam negeri, Bentuk Usaha Tetap (BUT), dan Wajib
Pajak orang pribadi yang melakukan pembukuan dalam bahasa inggris dan mata
uang dollar Amerika Serikat serta Wajib Pajak yang masih dalam 5 (lima) tahun
sejak penilaian kembali berdasarkan PMK 79. Penilaian kembali atas aset tetap
pada PMK 191 dapat dilakukan terhadap sebagian atau seluruh aset tetap
berwujud, hal ini berbeda pada PMK 79 dimana penilaian kembali hanya dapat
dilakukan pada seluruh aset tetap bewujud.
Dengan PMK 233 Pemerintah juga memudahkan Wajib Pajak yang belum
melakukan penilaian kembali aset tetapnya sehingga dapat melakukan
permohonan penilaian kembali sebagaimana pada pasal 5, sebelumnya pada PMK
79 yang dapat mengajukan permohonan hanya Wajib Pajak yang telah melakukan
penilaian kembali aset tetap oleh jasa penilai tetapi belum digunakan untuk tujuan
perpajakan.

Universitas Indonesia

19

Ketentuan penyusutan aset yang dilakukan penilaian menurut PMK 233


berbeda dengan ketentuan pada PMK 79, penyusutan bagi Wajib Pajak yang
melakukan penilaian kembali aset tetap pada tahun 2016 dapat mulai disusutkan 1
Januari 2016 dan untuk Wajib Pajak yang melakukan penilaian kembali aset tetap
pada tahun 2016 atau 2017 penghitungan penyusutan dimulai dibulan dilakukan
penilaian kembali aset tetap.
Selain melakukan perubahan adapun ketentuan tambahan pada PMK 191
yaitu sebagai berikut :
1. Bagi Wajib Pajak yang belum melakukan penilaian kembali aset tetap dan
menggunakan nilai taksiran pada saat mengajukan permohonan, penilaian
kembali aset tetap dari kantor jasa penilai publik harus dilakukan paling
lambat 31 Desember 2017, dengan ketentuan :
a. Nilai hasil penilaian kembali aset tetap berdasarkan KJPP lebih besar
dari nilai taksiran, atas selisih tersebut dikenakan PPh Final sebesar 3
% jika pelunasan pajak dilakukan sampai 31 Desember 2015, 4% jika
pelunasan pajak dilakukan pada 1 Januari 2016 – 30 Juni 2016, 6%
jika pelunasan pajak dilakukan pada 1 Juli 2016 – 31 Desember 2016,
10% jika pelunasan pajak dilakukan setelah 31 Desember 2016.
b. Nilai hasil penilaian kembali aset tetap berdasarkan KJPP < nilai
taksiran, kelebihan pembayaran pajak merupakan pajak yang
seharusnya tidak terutang.
2. Jika Wajib Pajak telah memperoleh izin menyelenggarakan pembukuan
dengan bahasa inggris dan mata uang dollar Amerika Serikat, selisih lebih
penilaian kembali (dasar pengenaan pajak/ DPP) dikonversi ke dalam
rupiah dengan kurs Kementrian Keuangan pada saat pembayaran pajak
penghasilan.

Pemerintah melakukan perubahan kembali atas PMK 191 dengan


menerbitkan PMK No. 233/PMK.03/2015 untuk mempermudah masyarakat
memahami penilaian kembali aset tetap tujuan pajak serta melengkapi ketentuan
yang sebelumnya tidak ada pada PMK 191 dengan beberapa pasal diantaranya :

Universitas Indonesia

20

1. Pasal 3, tentang batasan aset tetap yang dapat direvaluasi adalah objek
pajak yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun.
2. Pasal 8 ayat 1, tentang jangka waktu yang wajib dipenuhi jika Wajib
Pajak ingin mengalihkan aset tetap yang telah direvaluasi dimana aset
tetap kelompok satu dan dua sebelum lewat jangka waktu tiga tahun,
aset tetap kelompok tiga dan empat sebelum lewat jangka waktu lima
tahun, serta tanah atau bangunan yang memperoleh izin untuk dinilai
kembali sebelum lewat jangka waktu satu tahun.
3. Pasal 8 ayat 1a, tentang tarif pajak yang dikenakan apabila melanggar
pasal 8 ayat 1.
4. Pasal 8 ayat 3c, tentang pengecualian atas aset tetap yang telah dinilai
kembali dan akan dialihkan yaitu aset tetap yang rusak berat atau tidak
mungkin diperbaiki dan tidak dapat diproduksi lagi.
5. Pasal 9 ayat 1, keharusan untuk membuat akun pada perkiraan ekuitas
dihilangkan.
6. Pasal 9A, tentang revaluasi aset tetap pada BUMN atau BUMD harus
dilakukan KJPP Pemerintah dalam lingkungan Direktorat Jenderal
Kekayaan Negara.
7. Perubahan mengenai masa berlaku PMK 233 yaitu sejak diberlakukan
PMK 191.

Dengan PMK 191 serta perubahannya yaitu PMK 233 pemerintah


memberikan keuntungan bagi perusahaan yang mengajukan permohonan revaluasi
aset tetap pada tahun 2015 dan 2016, diantaranya :
1. Pelakuan khusus bagi pemohon yaitu penghematan pajak penghasilan
yang bersifat final sebesar 3% bagi pemohon yang mengajukan sejak
berlakunya PMK yaitu 20 Oktober 2015 sampai tanggal 31 Desember
2015, 4% bagi pemohon yang mengajukan sejak 1 Januari 2016
sampai tanggal 30 Juni 2016, dan 6% bagi pemohon yang mengajukan
sejak 1 Juli 2016 sampai tanggal 31 Desember 2016,
2. Kenaikan aset atas revaluasi akan meningkatkan ekuitas tanpa
mengeluarkan biaya yang besar,

Universitas Indonesia

21

3. Dasar Pengenaan Pajak lebih kecil karena penyusutan atas aset yang
di revaluasi dihitung dengan dasar nilai revaluasian,
4. Nilai ekuitas dapat menjadi lebih tinggi karena surplus tersebut diakui
sebagai Pendapatan Komprehensif Lain (OCI) yang akan menjadi
ekuitas sehingga memperbaiki Debt to Equity Ratio dan dapat
terhindar dari biaya pinjaman (debt covenant).

2.3 Revaluasi Aset Tetap Menurut Buletin Teknis 11

Adanya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 191/PMK.010/2015


tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap untuk Tujuan Perpajakan Bagi
Permohonan yang Diajukan pada tahun 2015 dan 2016 yang kemudian diubah
dengan PMK No. 233/PMK.03/2015. Entitas dapat memilih revaluasi yang
diterapkan untuk tujuan akuntansi, perpajakan atau keduanya, membuat perbedaan
pemahaman perusahaan dalam perlakuan revaluasi aset tetap antara perpajakan
dengan yang dipaparkan dalam PSAK 16. Hal ini yang menjadi perhatian bagi
Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntansi Indonesia (DSAK IAI)
untuk menerbitkan suatu panduan dalam penerapan revaluasi aset tetap itu sendiri.

Buletin Teknis 11 mengenai revaluasi aset tetap yang diterbitkan oleh


DSAK IAI bertujuan untuk memberikan panduan dalam menerapkan revaluasi
aset tetap sebab DSAK IAI mengamati adanya keragaman pemahaman atas
perlakuan aset tetap ketika entitas melakukan revaluasi aset tetap untuk tujuan
perpajakan maupun akuntansi.

Terdapat 5 (lima) hal yang dibahas dalam buletin teknis 11 diantaranya


yaitu, hubungan revaluasi aset tetap untuk tujuan akuntansi dan pajak, persetujuan
otoritas perpajakan atas pengajuan revaluasi aset tetap, perlakuan akuntansi pajak
penghasilan final yang dikenakan revaluasi aset tetap, konsekuensi pajak kini dan
tangguhan dari revaluasi aset tetap, dan tarif pajak yang digunakan dalam
mengukur dampak pajak tangguhan yang timbuk akibat revaluasi aset tetap untuk
tujuan pajak atau untuk tujuan akuntansi dan pajak.

Universitas Indonesia

22

Jika entitas melakukan revaluasi aset tetap untuk tujuan perpajakan, maka
entitas harus tunduk pada peraturan perpajakan yang berlaku dimana diatur bahwa
revaluasi aset tetap tidak dapat dilakukan sebelum lewat jangka waktu 5 (lima)
tahun, dapat dilakukan untuk sebagian atau seluruh aset tetap, masa manfaat
penuh untuk kelompok aset tersebut, dan dasar penyusutan aset tetap adalah nilai
pada saat revaluasi aset tetap. Entitas perlu mengungkapkan informasi atas selisih
lebih revaluasi aset tetap tersebut dalam catatan atas laporan keuangan sesuai
dengan PMK 233 apabila melakukan revaluasi aset tetap dengan tujuan
perpajakan. Revaluasi aset tetap tujuan akuntansi mengikuti ketentuan pada PSAK
16 tentang Aset Tetap dan PSAK 13 tentang Properti Investasi.

2.4 Leverage
Untuk meningkatkan aktivitas perusahaan, para pelaku usaha berupaya
memenuhi kebutuhan dana yang akan digunakan untuk kegiatan operasi dan untuk
mengembangkan usahanya. Pinjaman kepada bank atau kreditur merupakan salah
satu cara untuk memenuhi dana tersebut. Oleh karena itu, perusahaan perlu
menyajikan informasi akuntansi perusahaan agar memudahkan dalam
mendapatkan pinjaman. Informasi yang dibutuhkan kreditur adalah terkait
leverage.
Kasmir (2011) mengatakan bahwa, rasio leverage digunakan untuk
mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya, baik
jangka panjang maupun jangka pendek apabila perusahaan dilikuidasi.
Berdasarkan Pierra (2007) untuk mengukur tingkat leverage
menggunakan rumus yaitu:
()*%+ -*%.&
!"#"$%&" =
()*%+ /0"*
Dimana :
- Total Utang : utang-utang yang dikenakan bunga seperti utang jangka
pendek, bagian jangka pendek dari utang jangka panjang, sewa guna
usaha, utang jangka panjang, utang obligasi.
- Total aset : total seluruh aset perusahaan.

Universitas Indonesia

23

Tingkat leverage dalam struktur permodalan suatu perusahaan penting


untuk diketahui untuk mengetahui risiko dan karakterisitik pengembaliannya
(Robinson et al., 2015: 323).

2.5 Capital Adequacy Ratio (CAR)


Dalam menjalankan fungsinya bank di Indonesia harus menjaga tingkat
kesehatan bank sebagaimana tertuang pada pasal 29 ayat 2 Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1998 yaitu,
“Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan
kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas,
rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha
bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-
hatian.”
Hal tersebut juga diatur pada Peraturan Bank Indonesia Nomor.
13/1/PBI/2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum. Menurut
Riyadi (2006) tingkat kesehatan bank menjadi salah satu tolak ukur kinerja
keuangan bank yang penting, karena dari hasil penilaian ini akan dapat diketahui
performance pemilik dan profesionalsime pengelola bank. Tingkat kesehatan bank
merupakan suatu hasil dari self assesment yang dilakukan untuk menilai kondisi
bank yang dilakukan terhadap risiko dan kinerja bank.
Dalam Peraturan Bank Indonesia No.13/1/PBI/2011 tingkat kesehatan
bank dilakukan dengan pendekatan risiko (risk-based bank rating) dengan
cakupan penelitian profil risiko, Good Corporate Governance, rentabilitas
(earning), dan permodalan (capital).
Faktor permodalan merupakan salah satu faktor yang menjadi perhatian,
sebab dalam Peraturan Bank Indonesia No. 15/12/PBI/2013 pasal 2 mengatur
bahwa bank umum wajib menyediakan modal minimum sesuai profil risiko,
penilaian dilakukan berdasarkan pada rasio kewajiban penyediaan modal
minimum (KPMM) atau Capital Adequacy Ratio (CAR). Dimana penyediaan
modal minimum ditetapkan paling rendah 8% (delapan persen) dari Aset
Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) bagi Bank dengan profil risiko Peringkat 1,

Universitas Indonesia

24

9% (sembilan persen) sampai dengan kurang dari 10% (sepuluh persen) dari
ATMR bagi Bank dengan profil risiko Peringkat 2, 10% (sepuluh persen) sampai
dengan kurang dari 11% (sebelas persen) dari ATMR bagi Bank dengan profil
risiko Peringkat 3, dan 11% (sebelas persen) sampai dengan 14% (empat belas
persen) dari ATMR bagi Bank dengan profil risiko Peringkat 4 atau Peringkat 5.
Adapun definisi CAR menurut para ahli diantaranya adalah,
Kasmir (2014:46), “CAR adalah perbandingan rasio tersebut antara rasio modal
terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko dan sesuai ketentuan pemerintah”.
Ali (2004), “CAR adalah rasio permodalan bank yang menunjukkan seberapa
bank mampu menyiapkan dana dan menanggung kerugian atas dana tersebut”.
Riyadi (2013:161), “CAR adalah rasio kewajiban pemenuhan modal minimum
yang harus dimiliki oleh bank“.
Revaluasi yang dilakukan oleh perusahaan dalam sektor perbankan ada
kaitannya dengan peraturan terkait CAR. Apabila terjadi kenaikan nilai wajar aset
yang disebabkan oleh revaluasi maka akan berpengaruh langsung terhadap modal
dan mempengaruhi rasio kecukupan modal tersebut. Modal tersebut digunakan
pula untuk menilai kemampuan bank untuk menanggung risiko yang mungkin
akan terjadi dimasa depan. Pemenuhan CAR didasarkan atas risiko aset tidak
hanya pada aset yang tercantum pada neraca atau secara on balance sheets tetapi
juga pada aset yang bersifat adinistratif arau secara off balance sheets,
sebagaimana yang tampak pada kewajiban yang bersifat kontinjen dan/atau
komitmen yang disediakan oleh bank bagi pihak ketiga.
Semakin tinggi CAR maka semakin baik kemampuan bank dalam
menanggung risiko dari setiap kredit/ aset produktif yang berisiko. Hal tersebut
akan membuka peluang bagi bank untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat
pengguna jasa bank sehingga bank dapat meningkatkan profitabilitasnya dengan
menyalurkan kredit kepada masyarakat. Hal ini perlu diteliti lebih lanjut untuk
melihat apakah revaluasi aset berdampak positif terhadap CAR perusahaan sektor
perbankan.

Universitas Indonesia

25

Untuk menghitung CAR pada bank, perlu diketahui modal dan Aktiva
Tertimbang Menurut Risiko (ATMR), berikut adalah rumus dalam menghitung
CAR :
345/!
1/2 =
/(32
Dimana :
- Modal : Modal inti (Tier 1) dan Modal pelengkap (Tier 2)
- ATMR : Aset pada neraca dan aset yang bersifat administratif serta kredit
dikali bobot risiko

Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/12/PBI/2013 pasal 9


modal yang dimaksud adalah modal inti yang tediri dari modal disetor dan
cadangan tambahan modal dan modal pelengkap. Menurut pasal 14 surplus
revaluasi aset tetap merupakan salah satu komponen dari cadangan tambahan
modal, oleh karena itu setiap perubahan pada surplus revaluasi aset maka akan
mempengaruhi modal dalam perhitungan CAR.

Universitas Indonesia


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
kualitatif. Metode kualitatif digunakan untuk mengidentifikasi dan memberikan
pengetahuan mendalam mengenai model revaluasi aset yang dilakukan oleh
perusahaan beserta dampak yang ditimbulkan dari penerapan model revaluasi aset
tersebut.
Penelitian ini dilakukan dengan melakukan analisis terhadap data laporan
keuangan perusahaan yang menerapkan model revaluasi aset. Laporan keuangan
yang dianalisis secara mendalam adalah pada bagian yang memiliki keterkaitan
dengan tujuan penelitian yaitu tingkat leverage dan pinjaman pada perusahaan
sektor industri properti, real estat, dan konstruksi bangunan serta tingkat CAR dan
penyaluran pinjaman pada perusahaan sektor industri perbankan.
Data-data hasil analisis tersebut kemudian dikumpulkan dan diolah untuk
menghasilkan data yang lebih relevan untuk diteliti. Penelitian dilakukan
berdasarkan konsep, teori-teori, dan peraturan terkait revaluasi aset untuk
memastikan bahwa konsep, teori, dan peraturan telah cocok dengan data yang ada.
Data yang telah diolah kemudian deskripsikan dan diperbandingkan
dengan konsep, teori, dan peraturan yang ada yaitu PSAK 16, PSAK 13, Bultek
11, PMK 79, dan PMK 233. Selain itu, data juga diperbandingkan dengan data
pada periode sebelum revaluasi, saat revaluasi, dan setelah perusahaan melakukan
revaluasi aset untuk memperoleh kesimpulan dan fakta-fakta baru terkait dampak
revaluasi aset sebagaimana pada tujuan penelitian.

3.2 Jenis dan Sumber Data


Jenis data yang dikumpulkan merupakan data sekunder yaitu data laporan
keuangan yang di download langsung dari halaman web Bursa Efek Indonesia,
dengan kata lain penelitian ini menggunakan data yang telah terpublikasi untuk
umum.

26
Universitas Indonesia

27

Penelitian ini menggunakan sampel perusahaan dalam sektor industri


properti, real estat, dan konstruksi bangunan dan perbankan. Pemilihan kedua
sektor industri ini berdasarkan kemungkinan bahwa perusahaan dalam sektor
industri properti, real estat, dan konstruksi bangunan akan melakukan revaluasi
pada aset tetap dan properti investasi yang mereka miliki sebab jumlahnya cukup
besar. Dengan begitu perusahaan dapat melakukan restrukturisasi permodalan
untuk meningkatkan kemampuan pinjaman sehingga dapat menambah aset tetap
atau properti investasi dan melakukan ekspansi usaha. Sementara itu, perusahaan
dalam sektor industri perbankan dengan jumlah aset tetap yang tidak terlalu besar
kemungkinan dapat memanfaatkan revaluasi aset tetap untuk meningkatkan rasio
kecukupan modal sehingga bank dapat meningkatkan penyaluran kredit yang
berdampak langsung pada peningkatan pendapatan.
Periode penelitian adalah tahun 2014 sampai dengan 2016. Periode
penelitian tahun 2014 dipilih untuk melakukan analisis leverage dan CAR
perusahaan sebelum dilakukan revaluasi aset oleh perusahaan, kemudian periode
tahun 2015 dipilih karena pada tahun tersebut pemerintah baru menggulirkan
PMK 233 mengenai Penilaian Kembali Aktiva Tetap untuk Tujuan Perpajakan
Bagi Permohonan yang Diajukan pada tahun 2015 dan 2016, selain itu dampak
dari revaluasi terhadap leverage dan CAR dapat dianalisis pada tahun tersebut.
Periode tahun 2016 dipilih untuk melihat apakah perusahaan yang melakukan
revaluasi pada tahun 2015 telah memanfaatkan hasil revaluasi aset berupa
penurunan leverage dan peningkatan CAR. Dalam menentukan sample peneliti
mempergunakan metode purposive sampling dengan beberapa kriteria tertentu.
Berikut adalah kriteria yang digunakan :
1. Perusahaan tercatat di BEI selama tahun 2014 sampai dengan 2016
2. Laporan keuangan sudah diaudit
3. Tidak termasuk perusahaan yang datanya tidak lengkap untuk data
yang digunakan dan dalam kurun waktu penelitian
4. Kategori perusahaan adalah sektor properti, real estat, dan konstruksi
bangunan dan perbankan

Universitas Indonesia

28

3.3 Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dokumen, dimana
dokumen yang dimaksud adalah laporan keuangan perusahaan. Sifat dokumen ini
tidak berbatas ruang dan waktu sehingga peneliti dapat mengetahui informasi-
informasi yang terdapat pada laporan keuangan baik di tahun berjalan maupun di
tahun-tahun sebelumnya. Data sekunder yang telah dikumpulkan kemudian
dikelompokkan sesuai dengan kebutuhan analisis yaitu sebagai berikut :
1. Jenis Revaluasi Aset
Pengelompokan pertama adalah dengan memisahkan jenis revaluasi aset yang
dipilih oleh perusahaan menjadi revaluasi aset untuk tujuan perpajakan,
akuntansi, dan akuntansi perpajakan berdasarkan PSAK 16, PSAK 13, PMK
79, dan Bultek 11.
2. Tahun Revaluasi
Pengelompokkan kedua dengan memetakan tahun penerapan revaluasi aset
yang dilakukan perusahaan, kemudian memisahkan perusahaan yang pernah
melakukan revaluasi aset baik untuk tujuan pajak, akuntansi, maupun
keduanya dengan perusahaan yang baru melakukan revaluasi aset di tahun
2015. Tujuan dari pengelompokkan ini untuk mengetahui adakah dampak
setelah penerapan revaluasi aset terhadap pinjaman dan penyaluran kredit
bagi bank, serta apakah perusahaan memanfaatkan insentif pajak
sebagaimana pada PMK 233.
3. Jenis Aset yang Direvaluasi
Pengelompokkan ketiga adalah dengan mengidentifikasi jenis aset yang
direvaluasi oleh masing-masing perusahaan. Pengidentifikasian ini dilakukan
untuk mengetahui apakah jenis aset yang direvaluasi berdampak pada
keinginan perusahaan melakukan revaluasi secara pajak di tahun 2015
berdasarkan PMK 233.

3.4 Metode Analisis Data


Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat
kualitatif yaitu suatu metode penelitian yang bertujuan untuk mengembangkan
keadaan objek yang diteliti sesuai dengan fakta-fakta yang ada (Marzuki, 2005).

Universitas Indonesia

29

Pengumpulan fakta dengan cara dokumen dan kepustakaan hingga menghasilkan


suatu kesimpulan.
Dalam melakukan penelitian ini dilakukan serangkaian prosedur analisis
data, hal ini dilakukan untuk mendaapatkan hasil penelitian melalui serangkaian
proses sistematis. Prosedur analisis data dalam penelitian ini meliputi :
1. Mengumpulkan dan menganalisis data yang telah diperoleh. Data berupa
laporan keuangan perusahaan pada sektor properti, real estat, dan konstruksi
bangunan tahun 2014-2016 yang telah dikumpulkan, kemudian dilakukan
analisis terhadap penyajian dan pengungkapan pada laporan keuangan tersebut.
Tujuan dilakukannya prosedur ini adalah untuk mengetahui dan memastikan
bahwa perusahaan-perusahaan tersebut melakukan revaluasi aset dari penyajian
dan pengungkapan yang dilakukan oleh perusahaan pada laporan keuangan.
Hasil dari pengumpulan data tersebut dianalis dengan diperbandingkan dengan
standar akuntansi dan peraturan perpajakan yang berlaku yaitu PSAK 16,
PSAK 13, PMK 79, dan PMK 233.

2. Hasil analisis tersebut kemudian diteliti dengan cara melihat aspek-aspek yang
menjadi dampak dari penerapan model revaluasi aset pada kebijakan akuntansi
perusahaan serta melihat dampak revaluasi aset setelah digulirkannya PMK
233. Analisis penerapan model revaluasi dilakukan dengan mengamati
perubahan-perubahan dan melakukan uji beda paired sample T-test pada
leverage perusahaan dan capital adequacy ratio perusahaan serta
membandingkan dengan teori yang ada serta Peraturan Bank Indonesia No.
15/12/PBI/2013 mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum. Tujuan
dari dilakukannya prosedur ini adalah untuk melihat dampak antara penerapan
model revaluasi aset dengan pinjaman perusahaan sektor properti, real estat,
dan konstruksi bangunan dan penyaluran kredit pada sektor industri perbankan.

3. Memberikan kesimpulan dari hasil pembahasan. Peneliti berusaha untuk


menganalisis data yang ada kemudian diwujudkan dalam suatu kesimpulan
yang bersifat tentatif. Penarikan kesimpulan dalam penelitian ini dilakukan
setelah data yang ada, dicari polanya dengan teori-teori yang digunakan dalam
penelitian atau aturan PSAK 16 mengenai aset tetap, PSAK 13 mengenai

Universitas Indonesia

30

properti investasi, Buletin Teknis 11 mengenai revaluasi aset tetap, PMK 79


tentang penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan dan
mengenai insentif pajak atas revaluasi aset pada PMK 233, leverage dan
Peraturan Bank Indonesia No. 15/12/PBI/2013 pasal 2 mengenai pemenuhan
kewajiban penyediaan modal minimum (CAR) pada bank.

Universitas Indonesia


BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Analisis Perusahaan Sektor Industri Properti, Real Estat, dan Konstruksi
Bangunan yang Melakukan Revaluasi Aset Tetap dan Properti Investasi

Dari hasil pemilahan perusahaan properti, real estat, dan konstruksi


bangunan yang terdaftar pada pasar modal di tahun 2015 yaitu sebanyak 55
perusahaan, hanya sebesar 20% atau 11 perusahaan yang memilih model
revaluasi. Sebanyak 8 perusahaan melakukan revaluasi pada aset tetapnya, 2
perusahaan melakukan nilai wajar pada properti investasinya, dan 1 perusahan
melakukan revaluasi baik pada aset tetap maupun properti investasinya, sementara
80% lainnya tetap menggunakan model biaya (cost model).

Tabel 4.1 Hasil Pemilahan Perusahaan Sektor Industri Properti, Real Estat,
dan Konstruksi Bangunan

Keterangan Jumlah %
Melakukan revaluasi :
- Aset tetap 8 15%
- Properti investasi 2 4%
- Keduanya 1 2%
Tidak melakukan revaluasi 44 80%
Total Perusahaan Properti, Real Estate, dan
55 100%
Konstruksi Bangunan

Sumber : diolah (2017)

Tahun penerapan revaluasi pada perusahaan dalam sektor ini cukup


beragam, terdapat perusahaan yang sudah lama memilih model revaluasi dan nilai
wajar adapula perusahaan yang baru menggunakan model revaluasi dan nilai
wajar di tahun 2015 (sebelumnya memilih model biaya). Tabel 4.2
mengelompokkan perusahaan yang sudah menerapkan model revaluasi sebelum
tahun 2015 dan yang baru menerapkan model revaluasi di tahun 2015 baik pada
aset tetap maupun properti investasinya. Berdasarkan pengamatan ditemukan
31
Universitas Indonesia

32

bahwa 2 perusahaan telah menerapkan model revaluasi pada kebijakannya


sebelum tahun 2015, sementara itu sebagian besar perusahaan yaitu 82%
perusahaan baru menerapkan model revaluasi di tahun 2015.
Penerapan model revaluasi aset tetap dan nilai wajar properti investasi
yang dilakukan pada tahun 2015 beragam. Revaluasi dapat dilakukan dengan jenis
revaluasi akuntansi, pajak atau keduanya sebagai dampak dari diterbitkannya
PMK 233 yang memberikan insentif pajak bagi perusahaan yang melakukan
revaluasi di tahun 2015 dan 2016. Dalam hal ini, Bultek 11 telah memberikan
penjelasan terkait dengan keberagaman jenis revaluasi yang dapat diterapkan oleh
perusahaan. Tabel 4.2 menjabarkan detail perusahaan dengan jenis revaluasi
beserta keterangan periode penerapan model revaluasi aset tetap atau nilai wajar
properti investasi.
Berdasarkan tabel 4.2 terdapat 2 perusahaan yang sudah pernah melakukan
revaluasi aset sebelumnya yaitu PT Mega Manunggal Property, Tbk dan PT Mulia
Industrindo, Tbk, kemudian pada tahun 2015 kedua perusahaan tersebut kembali
melakukan revaluasi aset secara akuntansi. Hal ini kemungkinan terkait dengan
jenis aset perusahaan yang menggunakan model revaluasi aset sebagai
pengukuran setelah pengakuan awalnya.
Tabel 4.2 menunjukkan jenis aset yang direvaluasi oleh masing-masing
perusahaan pada sektor industri ini. Berdasarkan tabel tersebut mayoritas
perusahaan melakukan revaluasi pada tanah dan hanya 3 perusahaan yang
melakukan revaluasi pada properti investasinya. Perlu diketahui bahwa revaluasi
aset pada tanah sangat diminati oleh perusahaan-perusahaan, hal ini disebabkan
karena nilai tanah yang cenderung lebih cepat meningkat seiring dengan
perkembangan infrastruktur sehingga nilai pasar tanah akan meningkat terus
menerus.



Universitas Indonesia
33

Tabel 4.2 Checklist Perusahaan Sektor Industri Properti, Real Estat, dan Konstruksi Bangunan
yang Melakukan Revaluasi Tahun 2015
Jenis Revaluasi Tahun Revaluasi Jenis Aset
Aset Tetap Properti Investasi
pernah baru di

Kendaraan
Bangunan

Bangunan
Peralatan

Lainnya
No Perusahaan Akuntansi & revaluasi tahun 2015

Tanah

Tanah
Mesin
Akuntansi Perpajakan
Perpajakan sebelumnya
(t-1) (t)

1 PT Adhi Karya (Persero), Tbk x x x


2 PT Bukit Uluwatu Villa, Tbk x x x
3 PT Greenwood Sejahtera, Tbk x x x x
4 PT Mega Manunggal Property, Tbk x x x x
5 PT Mulia Industrindo, Tbk x x x x x x
6 PT Pakuwon Jati, Tbk x x x x x x x x
7 PT Pembangunan Perumahan, Tbk x x x x x x
8 PT Plaza Indonesia Realty, Tbk x x x x x x x x
9 PT PP Properti, Tbk x x x x
10 PT Ristia Bintang Mahkotasejati, Tbk x x x x
11 PT Waskita Karya (Persero), Tbk x x x x

Total 7 2 2 2 9 9 7 3 3 2 2 3 3
Persentase 64% 18% 18% 18% 82%

Sumber : diolah (2017)



Universitas Indonesia
34

Faktanya, jenis aset yang dimiliki perusahaan menjadi pertimbangan


perusahaan dalam menerapkan model revaluasi aset. Standar Akuntansi Keuangan
menyatakan bahwa revaluasi aset dilakukan pada seluruh aset pada kelompok aset
yang sama, sementara itu bila menerapkan model revaluasi berdasarkan aturan
pajak yaitu PMK 233 di tahun 2015 maka dilakukan pada sebagian atau seluruh
aset tetap. Kemudian, panduan atas perbedaan pada penerapan revaluasi ini
terdapat pada Bultek 11 yang menjelaskan bahwa perusahaan dapat memilih
melakukan revaluasi secara akuntansi dan perpajakan sekaligus, hal ini lah yang
menyebabkan perusahaan mempertimbangkan kembali saat melakukan revaluasi
aset, apabila revaluasi dilakukan secara perpajakan jenis aset tanah yang tidak
dapat disusutkan tidak akan memberikan insentif pajak berupa pengurangan
penghasilan kena pajak bagi perusahaan melalui beban penyusutan namun akan
memberikan surplus revaluasi yang cenderung tinggi secara komersil, begitupun
properti investasi yang secara aturan perpajakan revaluasi dilakukan hanya untuk
aset tetap.
Hal ini dapat dibuktikan pada pilihan model revaluasi oleh dua perusahaan
yang pernah melakukan revaluasi sebelumnya yaitu PT Mega Manunggal
Property, Tbk, dan PT Mulia Industrindo, Tbk. Pada tahun 2015 perusahaan-
perusahaan tersebut memilih model revaluasi aset sebagai kebijakan akuntansinya
sehingga tidak memanfaatkan insentif pajak yang ditawarkan oleh pemerintah.
Hal ini kemungkinan terjadi karena potensi beban pajak yang memberatkan
perusahaan sehingga enggan untuk melakukan revaluasi aset secara perpajakan.
Analisa dilakukan pada PT Mulia Industrindo, Tbk, dapat dilihat pada
tabel 4.2 bahwa perusahaan sebelumnya pernah melakukan revaluasi aset secara
akuntansi dan menunjukkan jenis yang direvaluasi yaitu tanah, bangunan, mesin,
dan peralatan. Berdasarkan hal tersebut, kemungkinan perusahaan tidak
melakukan revaluasi aset secara perpajakan dikarenakan jenis aset yang
direvaluasi oleh perusahaan sebelumnya. Salah satu aset tetap yang direvaluasi
berupa tanah yang tidak dapat disusutkan sehingga tidak ada beban penyusutan
yang dapat meringankan kewajiban pajak di tahun-tahun berikutnya. Kemudian



Universitas Indonesia
35

surplus revaluasi yang menghasilkan beban pajak yang cukup besar yaitu sebesar
Rp 4.462 apabila dikalikan dengan tarif pajak 3%.
Artinya, sekalipun perusahaan melakukan revaluasi secara pajak maka
perusahaan hanya mendapat diskon tarif pajak final yang dikenakan pada selisih
lebih penilaian kembali aset dan tidak mendapatkan insentif pajak yang berasal
dari beban penyusutan sebagai pengurang pendapatan kena pajak sebesar 25%.
PT Mega Manunggal Property, Tbk yang pada tahun 2015 menerapkan
model nilai wajar pada properti investasinya, tidak melakukan revaluasi aset
secara pajak kemungkinan dikarenakan properti investasi tidak disusutkan saat
menerapkan nilai wajar, sehingga tidak ada insentif pajak yang akan diterima
yang berasal dari beban penyusutan. Pengamatan pada kedua perusahaan tersebut
membuktikan bahwa jenis aset yang direvaluasi juga menjadi pertimbangan
perusahaan untuk memilih model revaluasi yang tepat bagi perusahaan.
Hal sama terjadi pada perusahaan yang baru menerapkan model revaluasi
di tahun 2015, hanya sedikit perusahaan yang memilih model revaluasi aset tetap
dan nilai wajar secara pajak. Berdasarkan tabel 4.2 yang melakukan model
revaluasi aset sesuai dengan ketentuan perpajakan terdiri dari 4 perusahaan
dimana 2 perusahaan menggunakan model revaluasi aset secara pajak dan 2
perusahaan lainnya menerapkan model revaluasi aset pada kebijakan akuntansinya
sekaligus menggunakan aturan pajak. Pertimbangan besarnya biaya yang
dikeluarkan baik untuk jasa penilai dan untuk beban pajak menjadi perhatian bagi
perusahaan dalam sektor ini yang sebagian besar perusahaannya melakukan
revaluasi pada jenis aset tanah.
Secara keseluruhan baik perusahaan yang sudah menerapkan model
revaluasi sebelumnya maupun perusahaan yang baru menerapkan di tahun 2015,
sebanyak 7 perusahaan atau 64% dari keseluruhan perusahaan dalam sektor ini
memilih model revaluasi aset dan nilai wajar pada kebijakan akuntansinya baik
untuk aset tetap maupun properti investasi. Hal ini kemungkinan dikarenakan
perusahaan pada sektor ini cenderung lebih memanfaakan revaluasi aset yang
dilakukan untuk meningkatkan nilai aset pada laporan keuangan ketimbang
insentif yang ditawarkan pemerintah mengingat revaluasi mayoritas dilakukan



Universitas Indonesia
36

pada aset tetap tanah yang memberi peningkatan nilai aset cukup besar, selain itu
biaya yang dikeluarkan atas penilaian kembali aset yang cukup besar menjadi
pertimbangan perusahaan untuk melakukan revaluasi aset menurut pajak dimana
biaya yang dikeluarkan bisa jadi tidak sebanding dengan insentif yang akan
diterima perusahaan dikemudian hari.
Fakta menarik didapatkan dari analisis ini, bahwa perusahaan pada sektor
industri properti, real estat, dan konstruksi bangunan yang berminat
memanfaatkan insentif pajak yang ditawarkan pemerintah melalui PMK 233
hanya sebagian kecil yaitu 36% dari total perusahaan pada sektor ini. Hal ini dapat
dilihat dari kecilnya kontribusi perusahaan pada sektor ini yaitu hanya 4
perusahaan.
Kemudian dengan adanya usaha perusahaan untuk memperbaiki struktur
permodalan perusahaan guna ekspansi usaha, maka perusahaan membutuhkan
modal yang cukup besar. Pinjaman menjadi salah satu cara untuk mendapatkan
modal, peran kreditur sebagai sumber dana menjadi penting sebab menilai tingkat
risiko perusahaan dari leverage perusahaan. Penerapan model revaluasi aset tetap
dan nilai wajar properti investasi akan dapat menurunkan tingkat leverage
perusahaan ketika revaluasi menghasilkan selisih kenaikan nilai aset yang
meningkatkan ekuitas dan aset tetap perusahaan sehingga secara langsung
berdampak pada leverage perusahaan.

4.2 Analisis Pemanfaatan Peningkatan Leverage untuk Menambah Pinjaman


pada Perusahaan Sektor Properti, Real Estat, dan Konstruksi Bangunan

Dampak dalam penerapan model revaluasi aset dan nilai wajar properti
investasi pada kebijakan akuntansi suatu perusahaan adalah kenaikan nilai aset
sehingga menimbulkan selisih kenaikan nilai aset yang terakumulasi pada ekuitas
dibagian surplus revaluasi. Meskipun penerapan model revaluasi di indonesia
sebagian besar meningkatkan nilai aset, akan tetapi menurut Martani (2011)
revaluasi sebenarnya dapat menghasilkan nilai yang lebih rendah atau lebih tinggi.



Universitas Indonesia
37

Peningkatan aset tersebut berdampak langsung pada leverage perusahaan


dimana leverage dapat dinyatakan sebagai rasio total utang terhadap total aset atau
total ekuitas. Perusahaan menghindari kenaikan tingkat utang sebab secara
langsung berdampak pada peningkatan leverage yang menjadi standar kelayakan
perusahaan dihadapan kreditur. Peningkatan leverage juga merupakan sinyal
bahwa kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya semakin
menurun.
Revaluasi aset secara akuntansi akan menguntungkan bagi perusahaan
sektor industri properti, real estat, dan konstruksi bangunan, sebab dapat
menurunkan rasio leverage sehingga meningkatkan kemampuan pinjaman
perusahaan dimana perusahaan dalam sektor ini memerlukan ketersediaan dana
untuk berinvestasi dalam bentuk aset tetap ataupun properti investasi.
Dalam melakukan analisis leverage perusahaan, perlu untuk diketahui
bagaimana tingkatan leverage sebelum dilakukan revaluasi dan setelah dilakukan
revaluasi. Revaluasi aset yang dilakukan oleh perusahaan secara pajak tidak akan
memengaruhi tingkat leverage, karena hasil revaluasi tidak merubah nilai aset dan
tidak dicatat pada laporan keuangan. Sehingga pada analisis ini tidak menganalisis
perusahaan yang menerapkan model revaluasi secara pajak.
Tabel 4.3 merupakan hasil dari pengamatan yang dilakukan pada leverage
perusahaan sebelum dan setelah memilih model revaluasi aset tetap dan nilai
wajar properti investasi pada kebijakan akuntansinya. Berdasarkan tabel 4.3,
sebagian besar perusahaan mengalami penurunan leverage, yaitu sebanyak 6
perusahaan dari 9 perusahaan yang diamati. Sementara itu terdapat 6 perusahaan
yang mengalami penurunan leverage adalah PT Adhi Karya (Persero), Tbk, PT
Bukit Uluwatu Villa, Tbk, PT Mega Manunggal Property, Tbk, PT Mulia
Industrindo, Tbk, PT Pembangunan Perumahan (Persero), Tbk, dan PT PP
Properti, Tbk. Kemudian, 2 perusahaan yang mengalami kenaikan leverage yaitu
PT Greenwood Sejahtera, Tbk dan PT Waskita Karya (Persero), Tbk dan 1
perusahaan tidak mengalami kenaikan ataupun penurunan yaitu PT Ristia Bintang
Mahkotasejati, Tbk.



Universitas Indonesia
38

Tabel 4.3 Perubahan Tingkat Leverage Perusahaan Sektor Industri Properti,


Real Estat, dan Konstruksi Bangunan
Leverage Naik/Turun
No. Perusahaan 2014 2015 2016
( b-a ) ( c-b )
(a) (b) (c)
1 PT Adhi Karya (Persero), Tbk 0,19 0,17 0,20 -0,02 0,03
2 PT Bukit Uluwatu Villa, Tbk 0,42 0,41 0,37 -0,02 -0,04
3 PT Greenwood Sejahtera, Tbk 0,02 0,03 0,04 0,01 0,01
4 PT Mega Manunggal Property, Tbk 0,25 0,18 0,13 -0,07 -0,05
5 PT Mulia Industrindo, Tbk 0,56 0,54 0,47 -0,02 -0,07
6 PT Pembangunan Perumahan (Persero), Tbk 0,18 0,17 0,22 -0,02 0,05
7 PT PP Properti, Tbk 0,11 0,07 0,24 -0,05 0,17
8 PT Ristia Bintang Mahkotasejati, Tbk 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
9 PT Waskita Karya (Persero), Tbk 0,25 0,27 0,41 0,02 0,14
Hasil Uji Beda Paired Sample T Test
Mean 0,222 0,204 0,230
T hitung -1,942 0,953
P - Value 0,088 0,368

Sumber : diolah (2017)

Uji beda paired sample T-test dilakukan pada leverage untuk mengetahui
apakah setelah revaluasi rata-rata leverage perusahaan mengalami perubahan yang
signifikan. Tabel 4.3 menunjukan hasil analisis dimana mean setelah revaluasi
mengalami penurunan sebesar 2%, nilai t hitung sebesar -1,942 dan signifikansi p-
value sebesar 0,088. Hal ini menunjukkan bahwa nilai t hitung lebih kecil dari
pada t tabel sebesar (-1,942 < 2,262) dan p-value lebih besar dari pada taraf
signifikansi sebesar 0,05 (0,088 > 0,005), yang artinya perubahan sebelum dan
saat revaluasi tidak signifikan. Meskipun begitu, perusahaan yang mengalami
penurunan cukup banyak yaitu sebanyak 6 dari 9 perusahaan.

Penyebab naik dan turunnya leverage dapat dilihat dari dua sisi yaitu dari
utang yang dimiliki perusahaan dan aset perusahaan itu sendiri. Jika utang
meningkat namun aset yang dimiliki perusahaan tidak mengalami perubahan yang
signifikan maka leverage perusahaan meningkat, hal yang sama terjadi apabila



Universitas Indonesia
39

tingkat utang tidak mengalami perubahan yang signifikan sementara aset


perusahaan mengalami penurunan. Begitu pula sebaliknya, apabila utang
perusahaan menurun namun aset tidak mengalami perubahan signifikan maka
leverage perusahaan mengalami penurunan, hal yang sama juga terjadi bila
keadaan yang terjadi sebaliknya utang yang tidak mengalami perubahan signifikan
sementara aset mengalami penurunan.

Tabel 4.4 Rekapitulasi Pengaruh Surplus Revaluasi terhadap Total Aset

(dalam jutaan)
Total Aset Kenaikan Aset
Surplus
No Perusahaan Tahun Tetap/properti % %
Revaluasi
2015 Investasi
1 PT Adhi Karya (Persero), Tbk 16.761.064 603.331 4% 427.121 71%
2 PT Bukit Uluwatu Villa, Tbk 2.563.343 779.514 30% 558.876 72%
3 PT Greenwood Sejahtera, Tbk 6.805.278 1.480.510 22% 1.106.859 75%
PT Mega Manunggal
3.204.321 351.594 11% 64.787 18%
4 Property, Tbk
5 PT Mulia Industrindo, Tbk 7.125.800 23.183 0% 148.758 642%
PT Pembangunan Perumahan
19.158.985 2.389.853 12% 1.149.165 48%
6 (Persero), Tbk
7 PT PP Properti, Tbk 5.318.957 1.532.600 29% 345.653 23%
PT Ristia Bintang
191.276 6.785 4% 386 6%
8 Mahkotasejati, Tbk
PT Waskita Karya (Persero),
30.309.111 1.301.352 4% 507.372 39%
9 Tbk

Sumber : diolah (2017)

Kemudian untuk mengetahui apakah penurunan leverage perusahaan


benar-benar berasal dari kenaikan aset akibat dari pemilihan model revaluasi aset
pada kebijakan akuntansi aset tetap dan properti investasi, maka perlu diteliti lebih
lanjut seberapa besar surplus revaluasi memengaruhi kenaikan aset tetap dan
properti investasi dan seberapa besar pengaruh kenaikan aset tetap dan properti
investasi tersebut terhadap total aset perusahaan. Apabila surplus revaluasi
berdampak signifikan terhadap kenaikan aset tetap dan properti investasi dan
kenaikan tersebut memiliki komposisi signifikan pula terhadap total aset maka


Universitas Indonesia
40

dapat dipastikan penurunan leverage perusahaan berasal dari surplus revaluasi


aset.
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari 9 perusahaan yang memilih model
revaluasi aset dan nilai wajar properti investasi pada kebijakan akuntansinya
seluruhnya memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap kenaikan aset
tetap, kecuali PT Ristia Bintang Mahkota Sejati, Tbk.
Pada tabel 4.3 leverage PT Ristia Bintang Mahkota Sejati, Tbk
menunjukkan angka 0 dari tahun 2014 dan 2015, hal ini dikarenakan perusahaan
tidak memiliki utang selain itu berdasarkan tabel 4.4 perusahaan memiliki surplus
revaluasi sebesar Rp 386 yang hanya menyumbang sekitar 6% dari kenaikan aset
tetap. Hal ini terjadi karena kenaikan atas nilai penyusutan aset tetap lebih besar
dari surplus revaluasi yaitu sebesar Rp 394. Surplus revaluasi aset menyumbang
4% dari total aset tetap di 2015 sehingga tidak mampu untuk meningkatkan total
aset secara signifikan. Pada tahun 2016, perusahaan memanfaatkan leverage yang
masih berada pada posisi 0 dengan melakukan sewa pembiayaan sebesar Rp 282.
Perusahaan yang mengalami peningkatan leverage adalah PT Greenwood
Sejahtera, Tbk. Tabel 4.3 menunjukkan peningkatan yang dialami oleh
perusahaan sebesar 0,01 dari tingkat leverage sebelum revaluasi yaitu sebesar
0,02. Apabila dilihat dari komposisi surplus revaluasi aset terhadap total aset yang
dimiliki oleh perusahaan pada tabel 4.4, 75% kenaikan aset tetap di tahun 2015
berasal dari revaluasi aset tetap dan kenaikan aset tetap tersebut merupakan 22%
dari total aset. Hal ini membuktikan bahwa sebenarnya revaluasi aset yang
dilakukan oleh perusahaan mampu meningkatkan komposisi total aset dan
kenaikan tersebut seharusnya mampu menurunkan leverage perusahaan, namun
yang terjadi adalah peningkatan leverage di tahun 2015. Apabila dilihat pada
laporan keuangan interim perusahaan perusahaan dimana pada bulan september
perusahaan menerapkan model revaluasi pada aset tetapnya sekaligus terjadi
peningkatan utang obligasi di bulan september tahun 2015 yaitu sebesar Rp
66.718. Hal ini membuktikan bahwa peningkatan leverage ini terjadi karena
perusahaan langsung memanfaatkan perubahan leverage setelah revaluasi untuk
melakukan pinjaman pada bank.



Universitas Indonesia
41

Kemudian pada PT Waskita Karya (Persero), Tbk terjadi peningkatan


leverage setelah revaluasi aset sebesar 0,02 menjadi 0,37 dari sebelumnya sebesar
0,25. Pada tahun 2015 kenaikan total aset secara signifikan di tahun 2015 terjadi
karena adanya kenaikan yang signifikan pada aset lancar perusahaan sebesar 26%
dari total aset di tahun 2015, kemudian adanya goodwill sebesar Rp 1.390.860
atau 5% dari total aset akibat adanya akuisisi saham dan kenaikan aset tidak
berwujud berupa hak atas penguasaan jalan tol sebesar Rp 5.580.332 atau sebesar
18% dari total aset sementara itu penerapan revaluasi menghasilkan surplus
revaluasi sebesar Rp 507.372 yang mempengaruhi 39% kenaikan aset tetap dan
hanya memengaruhi sebesar 4% dari total aset perusahaan. Peningkatan total aset
secara signifikan di tahun 2015 berdampak pada perubahan leverage yang
langsung dimanfaatkan oleh perusahaan. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan
utang di tahun yang sama yaitu sebesar 162% dari pinjaman di tahun 2014 sebesar
Rp 3.162.786 sehingga menjadi Rp 8.297.406 pada tahun 2015, peningkatan yang
paling signifikan adalah pada utang bank jangka pendek sebesar 25% dan utang
bank jangka panjang sebesar 37%. Peningkatan tersebut terlihat pada laporan
keuangan interim perusahaan dimana pada bulan september sudah terdapat
peningkatan utang sebesar 123% atau sebesar Rp 3.896. Hal ini membuktikan
bahwa perusahaan langsung memanfaatkan perubahan leverage di tahun revaluasi.
Dalam keadaan normal, apabila utang tidak terjadi kenaikan atau
penurunan yang signifikan, maka kenaikan total aset dapat menurunkan leverage.
Dua perusahaan diatas memanfaatkan langsung perubahan leverage sehingga nilai
utang yang meningkat secara signifikan mengakibatkan kenaikan leverage di
tahun 2015.
Penurunan leverage yang terjadi pada 6 perusahaan yaitu PT Adhi Karya
(Persero), Tbk, PT Bukit Uluwatu Villa, Tbk, PT Mega Manunggal Property, Tbk,
PT Mulia Industrindo, Tbk, PT Pembangunan Perumahan (Persero), Tbk dan PT
PP Properti, Tbk, dapat dipengaruhi oleh kenaikan total aset yang berasal dari
revaluasi aset yang dilakukan dan peningkatan komponen aset lainnya di tahun
2015 (Tabel 4.4).



Universitas Indonesia
42

Penurunan leverage yang dipengaruhi revaluasi aset dialami oleh 4


perusahaan yang mengalami kenaikan aset tetap pada tabel 4.4 dan sekaligus
mengalami penurunan leverage pada tabel 4.3 yaitu PT Bukit Uluwatu Villa, Tbk,
PT Mega Manunggal Property, Tbk, PT Pembangunan Perumahan (Persero), Tbk
dan PT PP Properti, Tbk. Hal tersebut dapat dibuktikan pada tabel 4.4 dimana
persentase kenaikan total aset akibat dari surplus revaluasi aset sebesar masing-
masing 30%, 11%, 12%, dan 29% dan kemudian berkontribusi pada penurunan
leverage masing-masing sebesar 0,02, 0,07, 0,02, dan 0,05. Sehingga, dapat
dibuktikan bahwa model revaluasi aset tetap dan nilai wajar properti investasi
yang diterapkan pada kebijakan akuntansi PT Bukit Uluwatu Villa, Tbk, PT Mega
Manunggal Property, Tbk, PT Pembangunan Perumahan (Persero), Tbk dan PT
PP Properti, Tbk mempengaruhi terhadap penurunan leverage yang dialami oleh
perusahaan. Sementara itu 2 perusahaan lainnya yaitu PT Adhi Karya (Persero),
Tbk dan PT Mulia Industrindo mendapat kontribusi atas surplus revaluasi yang
tidak signifikan akan tetapi masih dapat menurunkan tingkat leverage perusahaan.
PT Adhi Karya (Persero), Tbk dengan persentase kontribusi surplus
revaluasi aset sebesar 71% terhadap kenaikan aset tetap, namun kenaikan aset
tetap hanya dapat menyokong kenaikan total aset sebesar 4%. Akan tetapi,
perusahaan tetap dapat menurunkan tingkat leverage sebesar 0,02. Berdasarkan
pengamatan, hal ini dapat terjadi karena meningkatnya deposito pada Bank
Mandiri, Bank BNI, dan Bank Tabungan Negara secara signifikan yaitu sebesar
54% dari total kenaikan aset di 2015 sementara kenaikan utang hanya sebesar
18%. Sehingga leverage tetap menurun yang disebabkan oleh kenaikan deposito.
Kemudian pada PT Mulia Industrindo, Tbk surplus revaluasi sama sekali
tidak menyokong adanya peningkatan nilai aset tetap, seperti yang telah dikatakan
sebelumnya bahwa perusahaan mengalami penurunan total aset sebesar Rp
95.118, sehingga kenaikan aset tetap tidak dapat meningkatkan total aset. Terlebih
lagi perusahaan mengalami penurunan total utang secara signifikan yaitu sebesar
Rp 233.579. Hal ini membuktikan bahwa penurunan leverage perusahaan dicapai
bukan dari hanya dari surplus revaluasi semata tetapi karena adanya penambahan
nilai aset dari akun lain dan adanya penurunan nilai utang yang signifikan.



Universitas Indonesia
43

Kemudian untuk mengetahui apakah enam perusahaan yang mengalami


penurunan leverage memanfaatkan penurunan tersebut untuk menambah pinjaman
mereka maka analisis selanjutnya adalah melihat bagaimana perubahan struktur
pinjaman ke enam perusahaan tersebut. Pada tabel 4.5 dapat diketahui komposisi
pinjaman yang dilakukan oleh perusahaan sebelum dan setelah dilakukannya
revaluasi aset. Laporan keuangan tahun 2015 merupakan tahun efektif revaluasi
yang menjadi dasar kreditur untuk melihat tingkat leverage perusahaan sehingga
kenaikan pinjaman dapat dilihat pada tahun 2016.

Tabel 4.5 Perubahan Pinjaman Perusahaan Sektor Properti, Real Estat, dan
Konstruksi Bangunan Tahun revaluasi dan setelah Revaluasi

(dalam jutaan rupiah)


Total Utang
Kenaikan
No Perusahaan (Penurunan) %
2015 2016

1 PT Adhi Karya (Persero), Tbk 2.868.534 4.022.038 1.153.503 29%


2 PT Bukit Uluwatu Villa, Tbk 1.039.087 1.097.331 58.244 5%
3 PT Mega Manunggal Property, Tbk 587.444 519.806 (67.637) -13%
4 PT Mulia Industrindo, Tbk 3.876.689 3.643.110 (233.579) -6%
PT Pembangunan Perumahan
5 (Persero), Tbk 3.776.985 6.790.295 3.013.309 44%
6 PT PP Properti, Tbk 349.429 2.082.373 1.732.943 83%
Pinjaman setelah revaluasi
Rekapitulasi Total
naik tetap turun
Total 4 0 2 6

Sumber : diolah (2017)

Perusahaan dalam sektor properti, real estat, dan konstruksi bangunan


merupakan salah satu sektor yang memanfaatkan keuntungan atas penerapan
revaluasi aset dengan meningkatkan pinjaman mereka. Tabel 4.5 merupakan
perubahan nilai pinjaman setelah revaluasi pada masing-masing perusahaan yang
mengalami penurunan leverage di tahun 2015. Tabel tersebut menjelaskan bahwa
dari 11 perusahaan yang melakukan revaluasi aset 6 perusahaan yang mengalami
penurunan leverage, 4 diantaranya menambah pinjamannya di tahun 2016. Total


Universitas Indonesia
44

utang yang dimaksud dalam tabel merupakan utang jangka pendek maupun jangka
panjang yang dikenakan bunga yaitu utang bank, surat berharga jangka menengah,
utang obligasi, utang non bank, utang sewa guna usaha, dan utang lembaga
keuangan lainnya.
Perusahaan yang membutuhkan struktur permodalan yang kuat seperti
sektor properti, real estat, dan konstruksi bangunan tidak akan menyiakan
kesempatan untuk meningkatkan modal perusahaan. Bank memegang peranan
penting dalam mendapatkan pembiayaan tersebut, revaluasi meningkatkan nilai
aset dimana nilai aset yang meningkat menjadi jaminan atas pinjaman yang akan
diberikan oleh bank, semakin besar nilai jaminan maka semakin kecil risiko bank
untuk mengalami kerugian akibat kredit macet. Kredibilitas perusahaan juga
menjadi semakin baik dengan leverage yang menurun, sehingga bank akan
mempertimbangkan perusahaan untuk menjadi penerima kredit.
Berdasarkan tabel 4.5 terdapat 4 perusahaan yang memanfaatkan
penurunan leverage untuk menambah utangnya, yaitu PT Adhi Karya (Persero),
Tbk, PT Bukit Uluwatu Villa, Tbk, PT Pembangunan Perumahan (Persero), Tbk,
dan PT PP Properti, Tbk, dari keempat perusahaan tersebut perusahaan yang
paling memanfaat kan penurunan leverage adalah PT PP Properti (Persero), Tbk
dengan jumlah kenaikan utang sebesar 83% dibandingkan dengan tahun setelah
model revaluasi aset diterapkan pada kebijakan akuntansinya, kemudian PT
Pembangunan Perumahan (Persero), Tbk sebesar 44%, PT Adhi Karya (Persero),
Tbk sebesar 29%, dan PT Bukit Uluwatu Villa, Tbk.
Pada PT PP Properti, Tbk berdasarkan tabel 4.6, peningkatan utang pada
tahun 2016 yang paling signifikan merupakan utang bank baik jangka pendek
maupun jangka panjang yaitu pada PT Bank CIMB Niaga, Tbk, Bank Tabungan
Negara (Persero), Tbk, dan Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk. Peningkatan
bank jangka pendek yang paling signifikan dengan kenaikan sebesar Rp 427.697,
dimana terdapat utang yang baru dilakukan di tahun 2016 kepada PT Bank CIMB
Niaga, Tbk sebesar Rp 21.120, PT Bank Tabungan Negara (Persero), Tbk sebesar
Rp 125.000, PT Bank ICBC Indonesia sebesar Rp 40.000, dan penambahan
pinjaman sebesar Rp 1.652 kepada Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk. Utang



Universitas Indonesia
45

bank tersebut digunakan oleh perusahaan untuk kredit modal kerja dan kredit
konstruksi. Seluruh fasilitas kredit yang diperoleh oleh perusahaan ini seluruhnya
menggunakan aset perusahaan sebagai jaminan kepada pihak kreditur.
Tabel 4.6 Komposisi Perubahan Struktur Utang PT PP Properti

(dalam jutaan)
%
Komponen utang 2015 2016 Kenaikan
Utang bank jk. pendek 156.954 584.651 272%
Utang bank jk. panjang 162.476 599.364 269%
Surat berharga jangka menengah 30.000 300.000 900%
Utang obligasi - 598.358 -
Total 349.430 2.082.373
Sumber : diolah (2017)

Pada tahun 2016, leverage perusahaan meningkat sebesar 0,17 (tabel 4.3), hal ini
merupakan dampak dari peningkatan utang bank yang dilakukan oleh perusahaan.
Sehingga dapat dibuktikan bahwa PT PP Properti (Persero), Tbk menfaatkan
penurunan leverage untuk meningkatkan pinjamannya.
PT Pembangunan Perumahan (Persero), Tbk juga mengalami peningkatan
utang sebesar 44% di tahun 2016. Berdasarkan pengamatan dari struktur utang
perusahaan pada tabel 4.7, diketahui bahwa seluruh komponen uang mengalami
kenaikan secara keseluruhan.

Tabel 4.7 Komposisi Perubahan Struktur Utang PT Pembangunan


Perumahan

(dalam jutaan)
Komponen utang 2015 2016 % Kenaikan
Utang bank jk pendek 1.346.418 1.996.073 48%
Utang non bank 375.695 551.746 47%
Utang bank dan lembaga
keuangan jk. pendek 101.463 520.111 413%
Surat berharga jangka menengah 330.000 930.000 182%
Utang sewa guna usaha 40.324 44.541 10%
Utang bank dan lembaga
keuangan jk. panjang 584.449 1.150.264 97%
Utang obligasi 998.636 1.597.559 60%
Total 3.776.985 6.790.295
Sumber : diolah (2017)



Universitas Indonesia
46

Pada tabel 4.7 diketahui bahwa utang yang meningkat secara tajam di
2016 secara signifikan adalah utang bank yaitu utang bank jangka pendek dengan
kenaikan sebesar 48%, utang bank dan lembaga keuangan jangka pendek dan
panjang masing-masing 423% dan 97% adapun utang obligasi sebesar 182%.
Sama hal nya dengan PT PP Properti (Persero), Tbk utang bank tersebut
merupakan utang atas kredit modal kerja dan kredit konstruksi kepada beragam
bank diantaranya adalah Bank Maybank Indonesia, Tbk, PT Bank Sumimoto
Mitsui, Tbk, PT Bank DKI, PT Bank Mandiri (Persero), Tbk dan lainnya.
Peningkatan tersbesar ada pada PT Maybank Indonesia dan PT Bank Sumimoto
Mitsui, Tbk dengan kenaikan nilai bank di 2016 sebesar Rp 200.000.000.000.
Aset tetap berupa tanah dan bangunan yang dimiliki oleh perusahaan telah
dijaminkan kepada bank. Perubahan tigkat leverage perusahaan dapat dilihiat
pada tabel 4.3 dimana pada tahun 2015 leverage menurun kemudian meningkat di
tahun 2016. dBerdasarkan tabel 4.3, peningkatan utang pada tahun 2016
mengembalikan tingkat leverage yang sebelumnya menurun 0,02 menjadi
meningkat sebesar 0,05 di tahun 2016. Hal tersebut menandakan bahwa
perusahaan memanfaatkan penurunan leverage di tahun 2015 untuk menambah
pinjaman di tahun 2016.
PT Adhi Karya (Persero), Tbk juga terlihat meningkatkan pinjaman
sebesar 29% di tahun 2016. Peningkatan yang paling signifikan adalah pada utang
bank jangka pendek dengan kenaikan sebesar 110% (Tabel 4.8). Komposisi utang
jangka pendek terbesar adalah pada PT Bank Mandiri (Persero), Tbk sebesar Rp
407.500, adapula utang bank yang baru bertambah di tahun 2016 kepada PT Bank
Negara Indonesia (Persero), Tbk, PT Bank CIMB Niaga, Tbk, PT Bank Tabungan
Negara (Persero), Tbk serta PT Bank Jabbar Banten. Peningkatan utang ini juga
berdampak langsung pada tingkat leverage perusahaan di tahun 2016 berupa
peningkatan sebesar 0,03. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan memanfaatkan
penurunan leverage di tahun 2015 untuk menambah pinjaman pada bank di tahun
2016.



Universitas Indonesia
47

Tabel 4.8 Komposisi Perubahan Struktur Utang PT Adhi Karya

(dalam jutaan)
Komponen utang 2015 2016 % Kenaikan
Utang bank jk. pendek 1.115.499 2.344.159 110%
Utang obligasi jk. pendek 374.856 100%
Utang bank dan Surat utang jangka
menengah 504.737 428.929 -15%
Utang obligasi jk. panjang 1.248.299 874.095 -30%
Total 2.868.535 4.022.039

Sumber : diolah (2017)

PT Bukit Uluwatu Villa, Tbk juga mengalami kenaikan pinjaman hanya


6%, kenaikan pinjaman ini dikarenakan meningkatnya utang bank di tahun 2016
sebesar Rp 35.228 atau sebesar 12% ditambah lagi dengan adanya kenaikan utang
jangka pendek sebesar Rp 30.231 (Tabel 4.9). Utang bank yang dilakukan oleh
perusahaan merupakan kredit investasi kepada beberapa bank seperti PT Bank
Central Asia, Tbk, PT Bank CIMB Niaga, Tbk, PT Bank Artha Graha
Internasional, Tbk, PT Bank ICBC Indonesia, Tbk, dan PT Bank QNB Indonesia,
Tbk.

Tabel 4.9 Komposisi Perubahan Struktur Utang PT Bukit Uluwatu Villa

(dalam jutaan)
Komponen utang 2015 2016 % Kenaikan
Utang jk. panjang bagian lancar 298.267 333.556 12%
Utang jk. pendek - 30.231 100%
Utang jk. panjang setelah dikurangi
bagian lancar 740.820 733.545 -1%
Total 1.039.088 1.097.332

Sumber : diolah (2017)

Untuk menambah pinjamannya diketahui bahwa perusahaan menjaminkan


aset-aset yang dimiliki oleh perusahaan seperti tanah, bangunan, dan investasi
pada perusahaan lain. Adapun kenaikan aset yang dialami perusahaan pada tahun
2016 hingga sebesar 16%, peningkatan ini terjadi pada aset real estat dan piutang


Universitas Indonesia
48

lain-lain pihak ketiga. Kenaikan pinjaman yang tidak terlalu signifikan yaitu
sebesar 6% di tahun 2016 dan peningkatan aset hingga 16%, membuat leverage
perusahaan mengalami penurunan sebesar 0,04 (tabel 4.3). Meskipun peningkatan
pinjaman tidak sebanding dengan peningkatan aset, namun dapat dibuktikan
bahwa perusahaan menambah pinjamannya.
Kemudian, terdapat 2 perusahaan yaitu PT Mega Manunggal Property,
Tbk dan PT Mulia Industrindo, Tbk tidak memanfaatkan penurunan leverage
untuk menambah pinjaman mereka, hal ini terlihat dari menurunnya komposisi
pinjaman perusahaan di tahun 2016 seperti pada tabel 4.5. Sebagai contoh, PT
Mega Manunggal Property, Tbk yang mengalami penurunan pada pinjaman ke
bank baik jangka pendek maupun jangka panjang seperti pada tabel 4.10.
Penurunan yang paling signifikan terjadi pada utang bank jangka pendek yaitu
sebesar 50%.

Tabel 4.10 Komposisi Perubahan Struktur Utang PT Mega Manunggal


Property

(dalam jutaan)
Komponen utang 2015 2016 % Kenaikan
Utang bank jk. pendek 124.911 62.339 -50%
Utang bagian jk. pendek sewa
pembiayaan 463 801 73%
Pinjaman jangka pendek 0 27.520 100%
Utang bank jk. panjang 460.646 427.901 -7%
Utang bagian jk. panjang sewa
pembiayaan 1.425 1.245 -13%
Total 587.444 519.806

Sumber : diolah (2017)

Kemudian PT Mulia Industrindo, Tbk juga tidak memanfaatkan penurunan


leverage yang terjadi setelah menerapkan model revaluasi aset pada kebijakan
akuntansi aset tetapnya, sebab pada tabel 4.5 perusahaan mengalami penurunan
utang sebesar 6%.



Universitas Indonesia
49

Hal tersebut menunjukkan bahwa, dari 6 perusahaan yang mengalami


penurunan leverage terdapat 4 perusahaan yang meningkatkan pinjamannya di
tahun 2016 sehingga tidak seluruh perusahaan pada sektor industri properti, real
estat, dan konstruksi bangunan menambah pinjaman mereka meskipun pilihan
model revaluasi aset dan nilai wajar properti investasi telah menurunkan tingkat
leverage perusahaan.
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
perusahaan yang memilih model revaluasi aset tetap dan nilai wajar properti
investasi pada kebijakan akuntansinya sebanyak 2 perusahaan memanfaatkan
secara langsung dengan meningkatkan pinjaman di tahun revaluasi aset dan 5
perusahaan memanfaatkan penurunan leverage tersebut untuk meningkatkan
pinjaman mereka khususnya pinjaman kepada bank di tahun berikutnya.

4.3 Analisis Perusahaan Sektor Industri Perbankan yang Melakukan


Revaluasi Aset Tetap dan Properti Investasi

Dari pengamatan yang telah dilakukan pada perusahaan perbankan yang


terdaftar secara keseluruhan yaitu sebanyak 41 perusahaan, sebesar 41% atau 17
perusahaan tidak memilih model revaluasi aset sebagai model pengukuran nilai
aset. Namun menurut Elanda (2016), perusahaan pada sektor perbankan menjadi
perusahaan terbanyak yang melakukan revaluasi di tahun 2015. Hal tersebut dapat
dilihat pada tabel 4.11 dimana 59% atau sebanyak 24 perusahaan dari total
perusahaan perbankan telah memilih model revaluasi aset.

4.11 Tabel Hasil Pemilahan Perusahaan Sektor Industri Perbankan

Keterangan Jumlah %
Merevaluasi :
- Aset tetap 24 59%
- Properti investasi - -
- Keduanya - -
Tidak melakukan revaluasi 17 41%
Total Perusahaan Perbankan 41 100%
Sumber : diolah (2017)



Universitas Indonesia
50

Tahun penerapan model revaluasi aset pada perusahaan perbankan


beragam, dari 24 perusahaan yang menerapkan model revaluasi aset terdapat 7
perusahaan yang sudah pernah melakukan revaluasi aset sebelumnya, sementara
itu 17 perusahaan lainnya sebelum tahun 2015 memilih model biaya dalam
pengukurannya dan kemudian di tahun 2015 memilih model revaluasi pada aset
tetap atau properti investasinya.
Jenis revaluasi aset yang diterapkan pada perusahaan sektor ini juga
beragam, digulirkannya PMK 233 mendorong perusahaan untuk melakukan
revaluasi di tahun 2015 secara pajak dan akuntansi sekaligus pajak. Tabel 4.12
menjabarkan jenis-jenis revaluasi yang dilakukan oleh perusahaan bank beserta
keterangan apakah perusahaan baru melakukan revaluasi aset di tahun 2015 atau
sudah pernah melakukan revaluasi sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk
mengidentifikasi apakah PMK 233 memiliki dampak terhadap pilihan jenis aset
dan jenis revaluasi aset yang dilakukan secara pajak, akuntansi atau secara
akuntansi dan pajak bersamaan.
Berdasarkan tabel 4.12, jenis revaluasi secara akuntansi diterapkan oleh 3
perusahaan dimana seluruhnya adalah perusahaan yang pernah melakukan
revaluasi aset sebelumnya. Tabel tersebut juga menjelaskan jenis revaluasi yang
paling diminati oleh perusahaan sektor ini adalah model revaluasi aset secara
akuntansi dan pajak yaitu sebanyak 58% atau 14 perusahaan, dimana 11
perusahaan pada jenis revaluasi tersebut baru melakukan revaluasi di tahun 2015
dan 3 perusahaan lainnya sudah pernah menerapkan model revaluasi aset pada
kebijakan akuntansi baik aset tetap maupun properti investasi. Kemudian, dari 7
perusahaan yang melakukan revaluasi secara pajak berdasarkan PMK 233 hanya 1
perusahaan yang sudah pernah melakukan revaluasi sebelumnya.
Secara keseluruhan perusahaan yang memilih model revaluasi dengan
jenis revaluasi pajak dan akuntansi dan pajak sebanyak 21 perusahaan atau
sebesar 87% dimana 20 perusahaan baru melakukan revaluasi di tahun 2015.
Fakta bahwa 20 perusahaan baru melakukan revaluasi di tahun 2015
membuktikan bahwa diterbitkannya PMK 233 berhasil mendorong perusahan



Universitas Indonesia
51

perbankan untuk melakukan revaluasi aset secara perpajakan. Hal ini terjadi
dikarenakan perusahaan berkeinginan untuk memanfaatkan insentif pajak yang
diberikan oleh pemerintah melalui PMK 233.
Jenis aset yang di revaluasi juga menjadi salah satu pertimbangan
perusahaan untuk melakukan revaluasi aset, sebab terdapat kerugian dan
keuntungan ketika perusahaan melakukan revaluasi secara pajak pada jenis aset
tertentu. Sebagai contoh pada tanah dan properti investasi, penerapan model
revaluasi pada kebijakan akuntansi tanah dan properti investasi dapat merugikan
perusahaan saat perusahaan melakukan revaluasi secara perpajakan. Sebab tanah
dan properti investasi tidak memiliki beban penyusutan sehingga insentif pajak
atas pengurangan pendapatan kena pajak yang berasal dari beban penyusutan
tidak akan dinikmati oleh perusahaan.
Namun akan menjadi menguntungkan apabila perusahaan menerapkan
model revaluasi dan nilai wajar pada kebijakan akuntansi aset tetap tanah dan
properti investasi, sebab secara komersil nilai aset akan meningkat sehingga
memberikan kontribusi terhadap peningkatan total aset dan modal perusahaan.
Selain menunjukkan jenis revaluasi aset yang diterapkan, tabel 4.12 juga
menunjukkan jenis aset yang direvaluasi oleh perusahaan perbankan. Penerapan
model revaluasi paling banyak pada jenis aset tanah, seluruh perusahan perbankan
melakukan revaluasi pada tanah dan tidak ada yang melakukan revaluasi pada
properti investasi. Hal ini dikarenakan peningkatan nilai aset pada jenis aset tanah
seringkali menghasilkan surplus revaluasi yang cukup signifikan untuk
meningkatkan modal perusahaan.



Universitas Indonesia
52

Tabel 4.12 Checklist Perusahaan dalam Sektor Industri Perbankan yang Melakukan Revaluasi Tahun 2015
Jenis Revaluasi Tahun Revaluasi Jenis Aset
Aset Tetap Properti Investasi
pernah baru di

Kendaraan
Bangunan

Bangunan
Peralatan

Lainnya
No Perusahaan Akuntansi & revaluasi tahun 2015

Tanah

Tanah
Mesin
Akuntansi Perpajakan
Perpajakan sebelumnya
(t-1) (t)

1 PT Bank Artha Graha Internasional, Tbk x x x x


2 PT Bank Bumi Arta, Tbk x x x x
3 PT Bank Capital Indonesia, Tbk x x x x x x
4 PT Bank Central Asia, Tbk x x x
5 PT Bank CIMB Niaga, Tbk x x x x x x x x
6 PT Bank Dinar Indonesia Tbk x x x x
7 PT Bank Harda Internasional, Tbk x x x x
8 PT Bank Jtrust Indonesia, Tbk x x x
9 PT Bank Mandiri, Tbk x x x x
10 PT Bank Maspion Indonesia, Tbk x x x x
11 PT Bank Mega, Tbk x x x x
12 PT Bank Mestika Dharma, Tbk x x x x
13 PT Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk x x x x
14 PT Bank OCBC NISP, Tbk x x x x
15 PT Bank of India Indonesia, Tbk x x x x
16 PT Bank Pan Indonesia, Tbk x x x x
17 PT Bank Panin Syariah, Tbk x x x x
18 PT Bank Permata, Tbk x x x x
19 PT Bank Rakyat Indonesia, Tbk x x x x
20 PT Bank Sinarmas, Tbk x x x x
21 PT Bank Tabungan Negara, Tbk x x x
22 PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk x x x
23 PT Bank Victoria International, Tbk x x x x x x x
24 PT Bank Yudha Bhakti, Tbk x x x x
Total 3 7 14 4 20 24 20 2 2 3 1 - -
Persentase 13% 29% 58% 17% 83%

Sumber : diolah (2017)



Universitas Indonesia
53

Penerapan model revaluasi aset pada kebijakan akuntansi perusahaan di tahun


2015 dapat berdampak langsung pada CAR perusahaan, hal ini diungkapkan oleh
Adhiwahana pada penelitiannya di tahun 2016. Usaha perusahaan dalam sektor
industri perbankan untuk memperbaiki struktur modalnya melalui revaluasi aset dapat
dipahami, sebab dalam regulasi perbankan khususnya pada Peraturan Bank Indonesia
No. 15/12/PBI/2013 pasal 2 mengatur bahwa bank umum wajib menyediakan modal
minimum sesuai profil risiko, penilaian dilakukan berdasarkan pada rasio kecukupan
modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR). Surplus revaluasi sebagai modal
pelengkap (Tier 2) dapat memberikan peningkatan pada perhitungan CAR, hal ini
menjadi motivasi bank dalam melakukan revaluasi aset.

4.4 Analisis Dampak Capital Adequacy Ratio Penyaluran Kredit Bank

Berdasarkan PBI No. 15/12/PBI/2013 bank harus memelihara rasio kecukupan


modalnya sehingga tidak berada di bawah tingkat CAR yang disyaratkan. Peraturan
Bank Indonesia mengenai rasio kecukupan modal yang harus dipenuhi oleh
perusahaan perbankan, sedangkan salah satu cara termudah untuk meningkatkan rasio
kecukupan modal adalah dengan melakukan revaluasi aset tetap. Hal tersebut yang
mungkin mendorong bank di Indonesia untuk melakukan revaluasi aset. Oleh karena
itu analisis terhadap kondisi CAR dilakukan untuk mengidentifikasi apakah surplus
atas revaluasi aset memengaruhi secara signifikan CAR bank.
Sama hal nya dengan analisis yang dilakukan pada sektor properti, real estat,
dan kosntruksi bangunan, perusahaan yang melakukan revaluasi dengan tujuan
perpajakan tidak menjadi objek analisis. Tabel 4.13 menunjukkan sebagian besar bank
mengalami kenaikan CAR yaitu sebanyak 76% atau 13 bank. Peningkatan dan
penurunan CAR dapat dengan jelas terlihat pada tabel 4.13, dimana mayoritas
menunjukkan peningkatan CAR ditahun 2015 dan kemudian penurunan CAR di tahun
2016. Kenaikan CAR di tahun 2015 yang dialami oleh 13 bank pada tabel 4.13
merupakan dampak dari meningkatnya ekuitas perusahaan yang disebabkan adanya
surplus revaluasi aset yang terakumulasi pada ekuitas di bagian surplus revaluasi.



Universitas Indonesia
54

Kemudian penurunan CAR di tahun berikutnya sebagai dampak dari pemanfaatan


CAR yang meningkatkan ATMR.

Tabel 4.13 Perubahan Tingkat CAR pada Perusahaan Sektor Industri Perbankan
yang Menerapkan Model Revaluasi Aset secara Akuntansi

Capital Adequacy Ratio Naik/ Turun


No. Perusahaan 2014 2015 2016
( b-a ) ( c-b )
(a) (b) (c)
1 PT Bank Bumi Arta, Tbk 15,07% 25,57% 25,15% 10,50% -0,42%
2 PT Bank Capital Indonesia, Tbk 16,43% 17,70% 20,64% 1,27% 2,94%
3 PT Bank Central Asia, Tbk 16,86% 18,65% 21,90% 1,79% 3,25%
4 PT Bank CIMB Niaga, Tbk 15,39% 16,16% 17,71% 0,77% 1,55%
5 PT Bank Dinar Indonesia Tbk 31,06% 30,50% 26,84% -0,56% -3,66%
6 PT Bank Harda Internasional, Tbk 15,73% 21,90% 21,73% 6,17% -0,17%
7 PT Bank Jtrust Indonesia, Tbk 13,58% 15,49% 15,28% 1,91% -0,21%
8 PT Bank Maspion Indonesia, Tbk 19,45% 19,33% 24,32% -0,12% 4,99%
9 PT Bank Mega, Tbk 15,23% 22,85% 26,21% 7,62% 3,36%
10 PT Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk 16,22% 19,49% 19,36% 3,27% -0,13%
11 PT Bank of India Indonesia, Tbk 15,27% 23,85% 34,50% 8,58% 10,65%
12 PT Bank Pan Indonesia, Tbk 15,62% 20,13% 20,49% 4,51% 0,36%
13 PT Bank Panin Syariah, Tbk 25,69% 20,30% 18,17% -5,39% -2,13%
14 PT Bank Permata, Tbk 13,58% 15,00% 15,60% 1,42% 0,60%
15 PT Bank Sinarmas, Tbk 18,38% 14,37% 16,70% -4,01% 2,33%
16 PT Bank Victoria International, Tbk 18,25% 18,94% 25,14% 0,69% 6,20%
17 PT Bank Yudha Bhakti, Tbk 15,22% 15,70% 21,38% 0,48% 5,68%
Hasil Uji Beda Paired Sample T Test
Mean 17,47% 19,76% 21,83%
T hitung 2,258 2,456
P - Value 0,038 0,026

Sumber : diolah (2017)

Uji beda paired sample T-test dilakukan pada CAR untuk mengetahui apakah
setelah revaluasi rata-rata CAR perusahaan mengalami perubahan yang signifikan.
Tabel 4.13 menunjukan hasil analisis dimana mean pada tahun 2015 mengalami
peningkatan sebesar 2,29%, nilai t hitung sebesar 2,258 dan signifikansi p-value
sebesar 0,038. Hal ini menunjukkan bahwa nilai t hitung lebih kecil dari pada t tabel
sebesar (2,258 > 2,120) dan p-value lebih besar dari pada taraf signifikansi sebesar



Universitas Indonesia
55

0,05 (0,038 < 0,005), yang artinya perubahan CAR tahun 2015 signifikan, dimana rata-
rata CAR sebelum revaluasi lebih rendah dari pada setelah revaluasi.
Tabel 4.13 diketahui terdapat 4 perusahaan yang justru mengalami penurunan
CAR yaitu PT Bank Dinar Indonesia, Tbk, PT Bank Maspion Indonesia, Tbk, PT Bank
Panin Syariah, Tbk, dan PT Bank Sinarmas, Tbk. Pada ATMR, kredit merupakan aset
yang bobot resikonya paling besar sehingga meningkatnya kredit sebagai sumber
pendapatan bank yang kemudian memengaruhi ATMR sehingga berdampak pada
penurunan CAR bank. Analisis lanjutan dilakukan pada 4 perusahaan tersebut terkait
dengan penurunan CAR yang tidak sejalan dengan meningkatnya nilai aset setelah
revaluasi. Analisis terserbut dilakukan dengan melihat struktur permodalan yang
dimiliki oleh keempat perusahaan dan bagaimana peningkatan dan penurunan
komponen risiko kredit, pasar, dan operasional mempengaruhi ATMR sehingga
mengakibatkan terjadinya penurunan CAR.

Tabel 4.14 Struktur Permodalan PT Bank Dinar Indonesia

(dalam jutaan)
Komponen modal 2014 2015
Modal Inti 341.814 405.368
Modal pelengkap 13.791 16.601
Total 355.605 421.969
Aset Tertimbang Menurut Risiko
Risiko kredit 1.103.307 1.328.089
Risiko pasar
Risiko operasional 41.115 55.635
Total ATMR 1.144.422 1.383.724
Rasio KPMM
Rasio CET-1 31,07% 30,50%
Rasio Tier-1 29,87% 29,30%
Rasio Tier-2 1,21% 1,20%
Rasio Total 31,07% 30,50%
Sumber : Laporan Keuangan PT Bank Dinar Indonesia, Tbk (2015)

PT Bank Dinar Indonesia, Tbk melakukan revaluasi dengan tujuan akuntansi


dimana nilai bersih aset tetap meningkat, hal tersebut mempengaruhi peningkatan
modal yang dimiliki perusahaan. Kemudian terjadi peningkatan atas risiko kredit di
tahun 2015 sebesar Rp 1.328.089 (Tabel 4.14) karena pertumbuhan usaha perusahaan.
Hal tersebut mendorong peningkatan Aset Tertimbang Menurut Risiko di tahun 2015


Universitas Indonesia
56

sebesar Rp 239.302, sehingga mengakibatkan menurunnya CAR yang dimiliki oleh


bank yang menurun sebesar 0,56%. Meskipun terjadi penurunan namun CAR
perusahaan masih berada diatas yang disyaratkan bagi bank dengan profil risiko
peringkat 1 yaitu minimal 8%.

PT Bank Maspion, Tbk mengalami penurunan CAR sebesar 0,12% (Tabel


4.15). Meskipun modal telah meningkat secara signifikan yang berasal dari kontribusi
surplus revaluasi aset sebesar Rp 190.504, akan tetapi risiko kredit, risiko pasar, dan
risiko operasional serta perubahan peraturan dimana seluruh laba bersih tahun berjalan
diperhitungkan ke dalam Modal Inti atau berubah dari tahun 2014 yang mana sebesar
50% dari laba bersih tahun berjalan yang dapat diperhitungkan sebagai komponen
Modal Inti. Kenaikan ATMR tersebutlah yang mengakibatkan CAR perusahaan
menurun di tahun 2015, namun CAR bank masih dalam batas CAR yang diwajibkan
pada profil risiko peringkat 1 yaitu minimum 8%.

Tabel 4.15 Struktur Permodalan PT Bank Maspion

(dalam jutaan)
Komponen modal 2014 2015
Modal Inti 605.324 807.285
Modal pelengkap 28.816 38.262
Total 634.140 845.547
Aset Tertimbang Menurut Risiko
Risiko kredit 2.969.433 4.046.471
Risiko pasar
Risiko operasional 291.735 327.491
Total ATMR 3.261.168 4.373.962
Rasio KPMM
Rasio CET-1 - 18,46%
Rasio Tier-1 - 18,46%
Rasio Tier-2 - 0,87%
Rasio Total 19,45% 19,33%
Sumber : Laporan Keuangan PT Bank Maspion, Tbk (2015)

Berdasarkan tabel 4.13 PT Bank Panin Syariah, Tbk termasuk salah satu
perusahaan yang mengalami penurunan CAR setelah dilakukan memilih model
revaluasi aset pada tanah dan bangunan yang dimiliki, penurunan diketahui sebesar
5,39%. Pada tabel 4.16 diketahui bahwa penyebab terjadinya penurunan tersebut



Universitas Indonesia
57

adalah peningkatan ATMR yang cenderung lebih tinggi yaitu 38% dari ATMR
sebelumnya sementara itu peningkatan modal inti dan pelengkap hanya sebesar 9%.
Surplus revaluasi sebesar Rp 15.120 tidak dapat meningkatkan nilai modal inti sebagai
cadangan tambahan modal secara signifikan sehingga tidak dapat meningkatkan CAR.
Mesikpun begiti CAR perusahaan masih berada diatas minimal CAR pada bank
dengan profil risiko peringkat 3 yaitu minimal 10% sampai dengan kurang dari 11%
dari ATMR.

Tabel 4.16 Struktur Permodalan PT Bank Panin Syariah

(dalam jutaan)
Komponen modal 2014 2015
Modal Inti 1.030.826 1.100.833
Modal pelengkap 46.743 75.716
Total 1.077.569 1.176.549
Aset Tertimbang Menurut Risiko Penyaluran Dana 4.194.518 5.796.714
Total ATMR 4.194.518 5.796.714
Rasio KPMM
Rasio CET-1 25,69% 20,30%
Rasio Tier-1 24,58% 18,99%
Rasio Tier-2 1,11% 1,31%
Rasio Total 25,69% 20,30%

Sumber : Laporan Keuangan PT Bank Panin Syariah, Tbk (2015)

PT Bank Sinarmas, Tbk melakukan revaluasi aset tetap tahun 2015


menghasilkan kenaikan nilai wajar aset tetap, namun CAR perusahaan menurun di
tahun dimana bank-bank tersebut melakukan revaluasi aset tetap. Penurunan CAR
bank-bank tersebut sejalan dengan risiko kredit, risiko pasar, dan risiko operasional
yang meningkat Rp 6.421.555 (Tabel 4.17). Peningkatan risiko-risiko yang
diperhitungkan dalam ATMR tersebut lebih tinggi dari peningkatan Modal yang
termasuk berasal dari surplus revaluasi aset tetap sebesar Rp 316.944. Hal tersebut
membuat nilai CAR pada tahun 2015 menurun dibandingkan dengan tahun
sebelumnya, namun CAR perusahaan masih dalam batas minimal bank dengan profil
risiko peringkat 1 yaitu 8%.



Universitas Indonesia
58

Tabel 4.17 Struktur Permodalan PT Bank Sinarmas


(dalam jutaan)
Komponen modal 2014 2015
Modal Inti 2.850.101 3.073.385
Modal pelengkap 126.838 176.981
Total 2.976.939 3.250.366
Aset Tertimbang Menurut Risiko
Risiko kredit 14.291.448 19.672.543
Risiko pasar 73.526 733.368
Risiko operasional 1.832.145 2.212.763
Total ATMR 16.197.119 22.618.674
Rasio KPMM
Rasio CET-1 18,38% 14,37%
Rasio Tier-1 17,60% 13,59%
Rasio Tier-2 0,78% 0,78%
Rasio Total 18,38% 14,37%

Sumber : Laporan Keuangan PT Bank Sinarmas, Tbk (2015)

Hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya nilai aset setelah dilakukan


revaluasi aset tidak selalu berdampak positif pada peningkatan CAR, meskipun secara
mayoritas setelah revaluasi aset tetap terjadi peningkatan, akan tetapi perlu
diperhatikan aspek-aspek lain yang akan memengaruhi CAR selain meningkatnya
modal yaitu risiko kredit yang dapat memengaruhi ATMR.
Kemudian, analisis pada 13 bank yang mengalami kenaikan CAR untuk
memastikan apakah kenaikan aset yang dialami setelah menerapkan model revaluasi
aset pada kebijakan akuntansinya menghasilkan surplus revaluasi yang berdampak
pada penurunan nilai CAR. Tabel 4.18 merupakan surplus revaluasi yang dihasilkan
oleh perusahaan yang dibandingkan dengan komposisi modal untuk mengetahui
seberapa besar surplus revaluasi akan meningkatkan modal.
Berdasarkan Tabel 4.18 berikut, surplus revaluasi terbukti berpengaruh
terhadap kenaikan modal di tahun 2015, namun pada PT Bank Jtrust Indonesia, Tbk
terlihat persentase surplus revaluasi terhadap modal menjadi minus, hal ini terjadi
karena pada tahun 2015 perusahaan mengalami kerugian yang terdapat pada
komponen laba tahun berjalan pada ekuitas, sehingga surplus revaluasi terlihat tidak
berpengaruh terhadap ekuitas perusahaan.



Universitas Indonesia
59

Tabel 4.18 Komposisi Surplus Revaluasi terhadap Modal

(dalam jutaan)
Surplus Perubahan
No Perusahaan %
Revaluasi Modal
1 PT Bank Bumi Arta, Tbk 564.440 631.729 89%
2 PT Bank Capital Indonesia, Tbk 432 79.223 1%
3 PT Bank Central Asia, Tbk 1.059.907 13.881.262 8%
4 PT Bank CIMB Niaga, Tbk 3.203.233 231.639 1383%
5 PT Bank Harda Internasional, Tbk 3.944 84.644 5%
6 PT Bank Jtrust Indonesia, Tbk 96.711 (865) -11180%
7 PT Bank Mega, Tbk 4.043.744 211.066 1916%
8 PT Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk 12.336.926 4.547.668 271%
9 PT Bank of India Indonesia, Tbk 126.388 143.391 88%
10 PT Bank Pan Indonesia, Tbk 6.256.518 17.268.812 36%
11 PT Bank Permata, Tbk 16.981.060 558.639 3040%
12 PT Bank Victoria International, Tbk 261.783 79.174 331%
13 PT Bank Yudha Bhakti, Tbk 36.495 1.729.735 2%

Sumber : diolah (2017)

Capital Adequacy Ratio dapat digunakan sebagai indikator apakah bank


mampu menanggung risiko kredit, pasar, dan operasional yang mungkin terjadi di
masa depan, oleh karena itu semakin tinggi CAR akan membuka peluang bagi bank
untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat pengguna jasa bank sehingga bank dapat
meningkatkan profitabilitasnya dengan menyalurkan kredit pada masyarakat. Hal ini
perlu diteliti lebih lanjut untuk melihat apakah revaluasi aset berdampak positif
terhadap CAR yang kemudian akan meningkatkan penyaluran kredit bagi masyarakat.
Penelitian terdahulu Carlson, et al, (2013) menyatakan bahwa, bank yang
memiliki rasio modal lebih tinggi cenderung memiliki pertumbuhan kredit yang tinggi
pula. Oleh karena itu, analisa perlu dilakukan untuk mengetahui dari 13 bank yang
mengalami peningkatan CAR, untuk membuktikan apakah kenaikan CAR yang
dialami oleh bank pada tabel 4.13 akan memengaruhi pinjaman yang diberikan oleh
bank kepada masyarakat sebagaimana penelitian terdahulu.
Berdasarkan tabel 4.19 terdapat 9 perusahaan melakukan peningkatan
penyaluran kredit di tahun 2016, yang paling banyak menambah penyaluran kredit di
tahun 2016 adalah PT Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk, PT Bank Central Asia,
Tbk, dan PT Bank Pan Indonesia. Kemudian 4 bank lainnya tidak memanfaatkan



Universitas Indonesia
60

peningkatan CAR karena di tahun 2016 justru mengalami penurunan penyaluran kredit
yaitu PT Bank Harda Internasional, Tbk, PT Bank Mega, Tbk, PT Bank of India
Indonesia, dan PT Bank Permata, Tbk.

Tabel 4.19 Statistik Penyaluran Kredit setelah Revaluasi Aset

(dalam jutaan)
Penyaluran Kredit
No Perusahaan Tahun Tahun setelah Naik/
Revaluasi Revaluasi Turun
1 PT Bank Bumi Arta, Tbk 4.293.193 4.458.966 165.773
2 PT Bank Capital Indonesia, Tbk 6.044.761 6.636.940 592.179
3 PT Bank Central Asia, Tbk 378.616.292 403.391.221 24.774.929
4 PT Bank CIMB Niaga, Tbk 163.682.732 165.923.435 2.240.703
5 PT Bank Harda Internasional, Tbk 1.454.447 1.379.143 (75.304)
6 PT Bank Jtrust Indonesia, Tbk 9.176.579 10.698.065 1.521.486
7 PT Bank Mega, Tbk 31.748.472 27.777.461 (3.971.011)
8 PT Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk 314.066.531 376.594.527 62.527.996
9 PT Bank of India Indonesia, Tbk 3.401.455 2.191.948 (1.209.508)
10 PT Bank Pan Indonesia, Tbk 117.743.573 125.049.120 7.305.547
11 PT Bank Permata, Tbk 125.867.973 94.782.664 (31.085.309)
12 PT Bank Victoria International, Tbk 12.824.744 14.260.847 1.436.103
13 PT Bank Yudha Bhakti, Tbk 2.606.112 3.224.888 618.776
Rangkuman Penyaluran Kredit
Jumlah
Penyaluran Kredit: Persentase
Perusahaan
Kenaikan 9 69%
Penurunan 4 31%
Total 13 100%

Sumber : diolah (2017)

PT Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk merupakan bank BUMN dengan


profil risiko peringkat 4 yang berkewajiban untuk mempertahankan CAR perusahaan
minimal 11% sampai dengan kurang dari 14% dari aset tertimbang menurut risiko.
CAR perusahaan pada tahun 2015 di tahun revaluasi aset dilakukan mencapai 19,49%
meningkat dari 16,22% di tahun 2014. Kemudian dengan meningkatnya CAR
perusahaan memanfaatkan untuk melakukan penyaluran kredit sebesar Rp 376.594.527
di tahun 2016, jumlah tersebut meningkat sebesar Rp 62.527.996 dari tahun
sebelumnya. Penyaluran kredit yang diberikan kepada masyarakat oleh perusahaan
didominasi oleh kredit modal kerja sebesar Rp 140.296.949 dalam rupiah dan


Universitas Indonesia
61

Rp 34.420.711 dalam mata uang asing. Berdasarkan tingkat kolektabilitas pada laporan
keuangan perusahaan, kredit yang disalurkan oleh perusahaan sebagian besar dalam
tingkat lancar di tahun 2016 sebesar Rp 369.622.882. Kemudian tabel 4.13
menunjukkan bahwa CAR perusahaan mengalami penurunan dari tahun sebelumnya
menjadi 19,36%, meskipun penurunan CAR tidak begitu signifikan hanya sebesar
0,13% namun menjadi sinyal bahwa penyaluran kredit yang dilakukan perusahaan
cukup besar sehingga risiko kredit yang harus ditanggung oleh bank pada ATMR lebih
besar dari sebelumnya.
PT Bank Central Asia merupakan bank dengan profil risiko peringkat 4, juga
dapat mempertahankan CAR diatas minimal yang disyaratkan oleh pemerintah. CAR
perusahaan di tahun 2015 sebesar 18,65%, sebelum dilakukan revaluasi CAR
perusahan sebesar 16,86% meningkat sebesar 1,79% dari sebelumnya. Berdasarkan
penelitian revaluasi aset cukup mempengaruhi struktur modal perusahaan sebesar 8%,
meskipun tidak signifikan namun mampu meningkatkan CAR hingga tahun 2015
sehingga perusahaan melakukan penyaluran kredit yang lebih banyak di tahun 2016
sebesar Rp 403.391.221 dari sebelumnya yaitu sebesar Rp 378.616.292. Namun hal
yang berlawanan terjadi pada CAR di tahun 2016, perusahaan mengalami peningkatan
CAR sebesar 3,25% (tabel 4.13). Hal ini terjadi karena adanya peningkatan akumulasi
laba ditahan perusahaan.
PT Bank Pan Indonesia, Tbk di tahun 2016 mengalami peningkatan penyaluran
kredit sebesar Rp 7.305.547, penyaluran kredit dapat dilakukan oleh perusahaan sebab
di tahun 2015 perusahaan mengalami kenaikan CAR sebesar 4,51% sehingga CAR
menjadi 20,13% (tabel 4.13). Peningkatan CAR didorong oleh surplus revaluasi yang
mempengaruhi modal sebesar 36%. Hal ini membuktikan bahwa pemilihan model
revaluasi aset tetap pada kebijakan akuntansi perusahaan mampu meningkatkan CAR
perusahaan yang kemudian dimanfaatkan untuk menyalurkan kredit kepada
masyarakat. Pada tahun 2016 CAR perusahaan pada tabel 4.13 meningkat sebesar
0,36% menjadi 20,49%, hal ini disebabkan oleh revaluasi aset yang dilakukan pada
kendaraan bermotor dan inventaris kantor di tahun 2016 sehingga meningkatkan modal
perusahaan sebesar Rp 6.840.216 atau 20% dari ekuitas perusahaan.



Universitas Indonesia
62

Dari seluruh analisis yang dilakukan, dapat diketahui bahwa pemilihan model
revaluasi aset tetap pada kebijakan akuntansi perusahaan dalam sektor industri
perbankan secara langsung akan memengaruhi CAR dan peningkatan CAR akan
mendorong perusahaan untuk melakukan ekspansi usaha dengan meningkatkan
penyaluran kredit kepada masyarakat, sebagaimana pada penelitian sebelumnya bawa
CAR yang tinggi dapat mendorong perusahaaan untuk meningkatkan penyaluran kredit
yang bank berikan kepada masyarakat. Kemudian, dari penjelasan dan seluruh analisa
yang dilakukan maka dapat dibuktikan bahwa sebesar 69% dari bank yang mengalami
kenaikan CAR memanfaatkan kenaikan CAR tersebut untuk meningkatkan penyaluran
kredit kepada masyarakat sebagai usaha untuk meningkatkan pendapatan yang berasal
dari kredit yang diberikan.



Universitas Indonesia

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Perusahaan dalam sektor industri properti, real estat dan konstruksi


bangunan yang melakukan revaluasi aset di tahun 2015 berjumlah 11 perusahaan
dari total 55 perusahaan. Jenis revaluasi yang diterapkan oleh perusahaan yang
melakukan revaluasi pada tahun 2015 yaitu 7 perusahaan secara akuntansi, 2
perusahaan secara perpajakan, dan 2 perusahaan menerapkan secara akuntansi dan
perpajakan sekaligus. Revaluasi aset mayoritas dilakukan pada jenis aset tetap
tanah, sehingga perusahaan kurang memanfaatkan insentif pajak berdasarkan
PMK 233. Perusahaan pada sektor ini cenderung lebih memanfaatkan revaluasi
aset untuk meningkatan nilai aset perusahaan dibandingkan untuk mendapat
insentif yang ditawarkan oleh pemerintah.
Pada analisis terkait dengan dampak revaluasi terhadap peningkatan
pinjaman pada sektor industri properti, real estat, dan konstruksi bangunan
diketahui bahwa sebagian besar perusahaan memanfaatkan penurunan leverage
untuk meningkatkan pinjaman khususnya kepada bank, sebanyak 2 perusahaan
menambah pinjaman secara langsung di tahun revaluasi aset dan 5 perusahaan
menambah pinjaman di tahun berikutnya.
Perusahaan pada sektor industri bank merupakan perusahaan terbanyak
yang melakukan revaluasi di tahun 2015, dengan jumlah perusahaan sebanyak 24
atau 59% dari total 41 bank. Mayoritas perusahaan dalam sektor ini melakukan
revaluasi aset secara akuntansi dan perpajakan sekaligus yaitu sebanyak 14
perusahaan, sementara perusahaan yang menerapkan model revaluasi aset tetap
pada kebijakan akuntansinya sebanyak 3 perusahaan, sementara itu perusahaan
yang menerapkan model revaluasi aset secara perpajakan sebanyak 7 perusahaan.
Penerapan model revaluasi paling banyak tanah dan bangunan, dimana bangunan
memberikan kontribusi pengurang penghasilan kena pajak melalui beban
depresiasi. Sehingga perusahaan tertarik memanfaatkan insentif pajak berdasarkan

63
Universitas Indonesia

64

PMK 191 dan PMK 233 sekaligus membuktikan bahwa pemerintah berhasil
mendorong perusahan perbankan untuk melakukan revaluasi aset secara
perpajakan.
Berdasarkan pengamatan pada perusahaan sektor industri perbankan yang
dilakukan maka dapat dibuktikan dari 17 perusahaan yang menerapkan model
revaluasi aset tetap pada kebijakan akuntansinya terdapat 13 perusahaan atau 76%
yang mengalami kenaikan CAR, kemudian terdapat 9 perusahaan atau sebesar
69% yang memanfaatkan kenaikan CAR tersebut untuk meningkatkan penyaluran
kredit kepada masyarakat sebagai usaha untuk meningkatkan pendapatan yang
berasal dari kredit yang diberikan.

5.2 Implikasi Penelitian

Berdasarkan penelitian dari total 55 perusahaan yang melakukan revaluasi


hanya sebanyak 7% perusahaan yang menerapkan revaluasi secara perpajakan di
tahun 2015. Jenis aset yang direvaluasi oleh perusahaan dalam sektor ini sebagian
besar adalah tanah yang tidak memberikan benefit bagi perusahaan ketika
dilakukan revaluasi secara pajak. Hal ini disebabkan perusahaan kurang
memahami benefit revaluasi bagi perusahaan sehingga diperlukan sosialisasi oleh
Direktorat Jendral Pajak.
Dari penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa sebagian besar
perusahaan sektor properti, real esat, dan konstruksi bangunan yang melakukan
revaluasi secara akuntansi mengalami penurunan leverage. Penurunan leverage
yang dialami oleh perusahaan-perusahaan tersebut dapat digunakan oleh
perusahaan untuk meningkatkan pinjaman. Dengan meningkatnya pinjaman maka
perusahaan dalam sektor ini dapat menambah aset tetap dan properti investasi
mereka sebagai usaha perusahaan dalam melakukan ekspansi usaha.
Berdasarkan penelitian mayoritas bank melakukan revaluasi aset secara
akuntansi dan pajak sekaligus pada sebagian aset yaitu tanah dan bangunan
dengan memanfaatkan insentif pajak yang ditawarkan pemerintah melalui PMK



Universitas Indonesia
65

233 yang berlaku sementara dari tahun 2015 hingga 2016. Dalam PMK 233
Direktorat Jendral Perpajakan mengizinkan perusahaan melakukan revaluasi pada
sebagian asetnya, sementara itu dalam PMK 79 revaluasi aset hanya dapat
diterapkan pada seluruh aset. Perbedaan tersebut membuat perusahaan enggan
melakukan revaluasi, oleh karena itu Direktorat Jendral Pajak perlu
memperhatikan kembali PMK 79 sebab setelah tahun 2016 perusahaan tidak dapat
melakukan revaluasi pada sebagian aset tetapnya.
Berdasarkan penelitian perusahaan pada sektor industri perbankan
sebanyak 69% perusahaan yang mengalami kenaikan CAR setelah revaluasi
memanfaatkan untuk menyalurkan kredit kepada masyarakat. Dengan
meningkatkan penyaluran kredit maka perusahaan dapat meningkatkan
pendapatan yang berasal dari kredit, sehingga bagi perusahaan yang melakukan
revaluasi pada aset tetapnya akan memudahkan perusahaan untuk meningkatkan
kinerja perusahaan dan ekspansi usaha.

5.3 Keterbatasan Penelitian


Penelitian ini hanya meneliti perusahaan sektor properti, real estat dan
konstruksi bangunan dan perbankan yang melakukan revaluasi pada tahun 2015
untuk menganalisis bagaimana dampak revaluasi setelah diterbitkan PMK 233,
sementara PMK tersebut berlaku pada tahun 2015 dan 2016.

5.4 Saran
Dari keterbatasan penelitian tersebut adapun saran yang perlu disampaikan
yaitu, diharapkan rentang waktu penelitian dapat mencapai tahun 2016 selama
periode penerapan PMK 233 belum berakhir. Kemudian dapat menganalisis
dampak lainnya seperti pada nilai perusahaan, kinerja perusahaan, maupun debt-
to-equity ratio perusahaan. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menganalisis
sektor industri lainnya misalnya perusahaan pada sektor industri kimia dasar dan
jasa perdagangan investasi yang menurut penelitian Adiwahana (2016)
perusahaan yang melakukan revaluasi pada tahun 2015 masing-masing sebanyak



Universitas Indonesia
66

16 dan 14 perusahaan, sehingga memberikan pengetahuan yang lebih banyak bagi


industri-industri tersebut.



Universitas Indonesia
67

DAFTAR PUSTAKA

Aboody, D., M. Barth, R Kasznik. 1999. Revaluations of fixed assets and future
firm performance. Journal of Accounting and Economic 26: 149-178.
Domeika, Povilas. 2008. Creation of the Information System of Enterprise Fixed
Asset Accounting. Engineering Economics No. 5 (60).
Piera, Frank Missioner. 2007. Motives for Fixed Asset Revaluation: An Empirical
Analysis with Swiss Data.The International Journal of Accounting, 42.
Izan, H. and Loh, A. 1992. Fixed asset revaluations and managerial incentives.
Abacus, Vol. 28 No. 1, pp. 36-57.
Elanda, Vinge G. 2016. Penyajian dan Pengungkapan Revaluasi Aset Tetap
Dalam Laporan Keuangan Tahun 2015. Depok: Program Studi Akuntansi,
Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI., 2016.
Adiwahana, Agus. 2016. Analisis Kebijakan Revaluasi Aset atas Insentif Pajak
Tahun 2015. Depok: Program Studi Magister Akuntansi, Fakultas
Ekonomi dan Bisnis UI., 2016.
Martani, Dwi. 2011. Revaluasi Aset Tetap. BUMN TRACK No. 52 Tahun V.
Diakses pada tanggal 15 Mei 2017.
https://staff.blog.ui.ac.id/martani/files/2013/01/BF-B2e-3-Revaluasi-Aset-
Tetap-...-Dwi-Martani-1.pdf.
IAI. 2015. PSAK No 16 (Revisi 2015) Aset Tetap. Dewan Standar Akuntansi
Keuangan. Jakarta.
IAI. 2015. PSAK No 13 (Revisi 2015) Properti Investasi. Dewan Standar
Akuntansi Keuangan. Jakarta.
IAI. 2014. PSAK No 46 (Revisi 2014) Pajak Penghasilan. Dewan Standar
Akuntansi Keuangan. Jakarta.
IAI. 2016. Buletin Teknis 11 : Revaluasi Aset Tetap. Dewan Standar Akuntansi
Keuangan. Jakarta.
Bursa Efek Indonesia. 2015. Laporan Keuangan Perusahaan Tercatat Bursa Efek
Indonesia Teraudit Tahun 2015. Laporan Keuangan. Diakses pada tanggal
18 Mei 2017. www.idx.co.id.



Universitas Indonesia
68

Direktorat Jendral Pajak Kementrian Keuangan. (2016). Revaluasi Aktiva Tetap,


Insentif Perpajakan yang Ramah. Artikel. Diakses tanggal 12 Mei 2017.
http://pajak.go.id/content/article/revaluasi-aktiva-tetap-insentif-
perpajakan-yang-ramah.
Forum Pajak Indonesia. 2015. Insentif Pajak untuk Revaluasi Aktiva Tetap.
Artikel. Diakses tanggal 12 Mei 2017. http://forumpajak.org/insentif-
pajak-untuk-revaluasi-aktiva-tetap/.
. 2015. Perbedaan Revaluasi Aktiva Menurut PMK-191
dengan PMK-79. Artikel. Diakses tanggal 12 Mei 2017.
http://forumpajak.org/perbedaan-revaluasi-aktiva-menurut-pmk-191-
dengan-pmk-79/.
Bank Indonesia. 2013. Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/12/PBI/2013 tentang
Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum.
Otoritas Jasa Keuangan. 2016. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
11/POJK.03/2016 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank
Umum.
. 2016. Pedoman Perhitungan Aset Tertimbang
Menurut Risiko untuk Risiko Kredit dengan Menggunakan Pendekatan
Standar.
Republik Indonesia. 2008. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 79/PMK. 03/2008 Tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap Untuk
Tujuan Perpajakan. Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2008.
Republik Indonesia. 2015. PMK No. 233/PMK.03/2015 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Keuangan No. 191/PMK.10/2015 tentang Penilaian
Kembali Aktiva Tetap Untuk Tujuan Perpajakan Bagi Permohonan yang
Diajukan Pada Tahun 2015 dan 2016. Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 1916.
Republik Indonesia. 2015. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 191/PMK. 010/2015 Tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap
Untuk Tujuan Perpajakan Bagi Permohonan Yang Diajukan Pada Tahun



Universitas Indonesia
69

2015 Dan Tahun 2016. Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 1536.
Iatridis, George Emmanuel and George Kilirgiotis. 2012. Incentives for Fixed
Asset Revaluations: the UK Evidence. Journal of Applied Accounting
Research. Vol. 13 No. 1, pp. 5-20.
Kieso, D. E., Weygandt, J. J., & Warfield, T. D. 2011. Intermediate Accounting:
IFRS Edition Volume 1. USA: John Wiley & Sons.
Riyadi. 2006. Banking Assets and Liability Management Third Edition. Jakarta:
Lembaga Penerbit Fakultas Universitas Indonesia.
Kasmir. 2014. Dasar-dasar Perbankan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
. 2011. Analisa Laporan Keuangan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Martani, Dwi. 2012. Revaluasi Aset Tetap. Diakses melalui
https://staff.blog.ui.ac.id/martani/files/2012/05/Revaluasi-Aset-Tetap.doc.
1 Mei 2017.
Whittred, D. and Chan, Y. 1992. Asset revaluation and the mitigation of under-
investment. Abacus, Vol. 28 No. 1, pp. 58-74.
Courtenay, Stephen M. and Steven F. Cahan. 2004. The impact of debt on market
reactions to the revaluation of noncurrent assets. Pasific-Basin Finance
Journal 12 : 219-243.
Zhai, Y.H. 2007. Asset revaluation and future firm operating performance:
evidence from New Zealand. Thesis. Lincoln University, New Zealand.
Ganggarani, Ni Wayan dan Budiasih, IGAN. 2014. Pengaruh Capital Adequacy
Ratio pada Penyaluran Kredit dengan Non Performing Loan sebagai
Variabel Pemoderasi. E-jurnal Akuntansi Universitas Udayana 6.2.
Carlson, Mark, Shan, Hui, & Warusawitharana, Missaka. 2013. Capital ratio and
bank lending: A matched bank approach. J. Financial Intermediation 22:
663-687.



Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai