Anda di halaman 1dari 9

PHARMACEUTICAL SCIENCE

ALUR PRODUKSI INDUSTRI FARMASI

Oleh :

UUT RATIH PRATIWI


NIM : 1802036

PROGRAM STUDI APOTEKER


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU
YAYASAN UNIV RIAU
PEKANBARU
2019
1. Pengertian Industri Farmasi
Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin
dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Industri
farmasi, sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan obat yang harus
memenuhi persyaratan khasiat (efficacy), keamanan (safety) dan mutu (quality) dalam dosis
yang digunakan untuk tujuan kesehatan (Priyambodo, 2007).
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara
konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya.
CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu (Anonim, 2006).
Ruang lingkup CPOB meliputi manajemen mutu, personalia, bangunan dan fasilitas,
peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri dan audit mutu,
penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk dan produk kembalian,
dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak, serta kualifikasi dan validasi
(Anonim, 2006).

2. Pengadaan Bahan Baku


a. PPIC
Pengadaan barang di industri farmasi tidak bisa dilepaskan dari peran dan fungsi dari
PPIC (Production Planning and Inventory Control). Karena proses pembelian barang harus
didasarkan pada rencana produksi, kapan produksi akan dilakukan, kapasitas produksi,dll.
PPIC merupakan bagian yang bertanggung jawab terhadap perencanaan produksi dan
persediaan barang. PPIC menjembatani kebutuhan produk yang diperlukan oleh bagian
marketing dengan pabrik agar permintaan pasar terpenuhi. Fungsi PPIC adalah melakukan
pengawasan terhadap pergerakan barang mulai dari pembelian bahan, permintaan bahan baku,
siklus pembuatan secara keseluruhan, sampai pengiriman barang jadi, serta perencanaan
produksi yang dilakukan secara rutin dan sistematis dengan menggunakan fasilitas pabrik
secara ekonomis.

 Tanggung Jawab PPIC


Departemen PPIC bertanggung jawab terhadap perencanaan produksi, pengendalian
persediaan dan melaksanakan export-import.
 Mengatur perencanaan produksi.
Produk yang dihasilkan oleh pabrik dibagi menjadi 3 kategori, yaitu :
 Kategori A : menguasai 70% dari total penjualan selama setahun dengan mengacu pada
omset sebelumnya dan produk dari kategori ini harus sering diproduksi tiap bulan untuk
melayani permintaan pasar dan menekan modal yang berhenti.
 Kategori B : menguasai 20% total omset, diproduksi setiap dua bulan sekali sesuai
permintaan pasar.
 Kategori C : menguasai 10% dari total omset dan produksi setiap empat sampai dengan
enam bulan sesuai permintaan pasar.
 Pengendalian persediaan dan pembelian bahan.
Dalam pengendalian persediaan, pembelian bahan dibagi menjadi 3 kategori, yaitu :
 Kategori A : menguasai 70% dari total biaya yang dikeluarkan untuk pembelian bahan
dan pembelian dilakukan sesuai kebutuhan. Sebisa mungkin dihindari terjadinya over
stock karena dapat menimbulkan kerugian.
 Kategori B : menguasai 20% dari total biaya yang dikeluarkan untuk pembelian bahan
dan pembelian dilakukan dua atau tiga bulan, sesuai jadwal produksi.
 Kategori C : menguasai 10% dari total biaya yang dikeluarkan untuk pembelian bahan
dan pembelian dilakukan tiap tiga atau empat bulan sesuai jadwal produksi.

 Tugas PPIC
 Menyiapkan dan membuat rencana produksi.
 Menghitung kebutuhan bahan untuk produksi.
 Membuat rencana pengadaan barang berdasarkan rencana produksi dan kondisi stok
barang di gudang.
 Menyusun laporan barang jadi.
 Menyusun daftar bahan yang harus diorder berdasarkan kebutuhan.
 Memantau semua bahan.
 Membuat evaluasi hasil produksi dan hasil penjualan.
 Menyusun daftar klasifikasi bahan dan produk jadi.
 Mengolah data dan menganalisa menganai rencana dan realisasi produksi.
 Aktif berkomunikasi dengan semua pihak yang terkait.

b. PURCHASING
Departemen Purchasing merupakan suatu departemen yang bertanggung jawab terhadap
pembelian barang dan jasa yang dibutuhkan untuk keperluan operasional perusahaan dengan
harga paling ekonomis. Faktor yang paling penting dalam proses pembelian antara lain :
kualitas bahan, jumlah bahan, waktu dan supplier yang sudah terkualifikasi serta harga yang
ekonomis.

 Departemen Purchasing mengklasifikasikan barang menjadi 2, yaitu :


 Barang inventory : barang-barang yang langsung berhubungan dengan produk yang di
produksi, antara lain : active material, raw material, dan pengemas primer.
 Barang non-inventory : barang-barang yang tidak berhubungan langsung dengan
produk, tetapi digunakan untuk menunjang produksi, contohnya : masker, seragam,
timbangan, dll.

 Tugas Purchasing
Secara umum tugas dari Departemen Purchasing adalah :
 Merancang hubungan yang tepat dengan supplier
Hubungan dengan supplier dapat bersifat kemitraan jangka panjang atapun jangka
pendek. Bagian Purchasing bertugas untuk menetapkan berapa jumlah pemasok yang
harus dimiliki untuk setiap barang.
 Memilih supplier
Pemilihan supplier dapat dilakukan dengan cara :
- Evaluasi awal.
- Mengundang pemasok untuk melakukan presentasi.
- Kunjungan ke supplier.
- Meminta sample untuk dievaluasi lebih lanjut.
 Memelihara data barang yang dibutuhkan dan data supplier
Departemen Purchasing harus memiliki data yang lengkap tentang barang yang akan
dibutuhkan maupun data tentang supplier mereka.
 Melakukan pembelian
Pembelian merupakan pekerjaan rutin dari Departemen Purchasing. Proses pembelian
dapat dilakukan dengna beberapa cara, misalnya : pembelian rutin, lelang maupun
tender.

 Mengevaluasi kinerja supplier


Penilaian kinerja supplier juga merupakan pekerjaan yang sangat penting, hal ini
dilakukan untuk menciptakan daya saing yang berkelanjutan. Kinerja supplier bisa
digunakan untuk sebagai dasar untuk menentukan volume pembelian maupun untuk
menentukan peringkat supplier.

 Tujuan utama dari pembelian barang adalah :


 Mempertahankan kontinuitas dari supplier agar sesuai dengan jadwal.
 Memberikan barang yang memenuhi tingkat kualitas yang telah ditentukan kepada
bagian produksi untuk diproses lebih lanjut.
 Memperoleh barang yang dibutuhkan dengan biaya serendah mungkin, tetapi masih
tetap konsisten dengan kebutuhan kualitas, waktu penyerahan, dan performance.
 Mengembangkan, mengevaluasi, dan menentukan supplier, harga dan pengiriman yang
terbaik bagi barang yang bersangkutan.

Untuk melakukan pembelian barang, pihak purchasing dapat menggunakan 3 cara pembelian,
yaitu :
 Pengadaan langsung, yaitu pengadaan barang/jasa yang dapat langsung dilakukan di lokasi
tanpa dipersyaratkan melalui proses seleksi pemasok sebelumnya.
 Penunjukan langsung, yaitu pengadaan melalui pemasok tertentu yang telah terlebih dahulu
ditetapkan/ditunjuk melalui proses penyeleksian calon-calon pemasok.
 Proses tender yaitu dilakukan oleh tim pengadaan dengan anggota lintas fungsi/bagian.

Pengadaan barang di industri farmasi dilakukan oleh satu bagian, yaitu purchasing, hal
ini dilakukan untuk memudahkan mekanisme control terhadap lajunya barang dan mencegah
terjadinya penumpukan barang, yang menyebabkan meningkatnya dana yang mengendap di
gudang.

Pengadaan barang dilakukan sesuai dengan pemintaan masing-masing bagian.


Permintaan barang-barang inventory dilakukan oleh bagian PPIC dengan cara mengeluarkan
MPR (Material Purchase Requisition), sedangkan barang-barang non-inventory diminta oleh
bagian yang bersangkutan dengan cara mengeluarkan Purchase Requisition (PR). Kedua surat
tersebut kemudian diserahkan ke bagian Purchasing, kemudian bagian purchasing, melakukan
pembelian sesuai dengan kebutuhan. Bagian purchasing melakukan pembelian sesuai dengan
supplier yang telah ditetapkan sebelumnya. Pembelian barang dilakukan oleh bagian
purchasing dengan cara mengeluarkan Purchase Order (PO) yang diserahkan ke supplier.
Purchase Order yang akan diberikan kepada supplier, sebelumya harus sudah mendapatkan
persetujuan dari Plant Manager.

3. SPESIFIKASI BAHAN KEMAS DAN BAHAN BAKU


Dokumentasi digunakan dengan tujuan untuk menentukan, memantau, dan mencatat
mutu dari seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Dokumentasi menjadi dasar dan
paduan dalam perencanaan, pelaksanaan, penelusuran, maupun evaluasi kegiatan yang
mengarah pada tindakan koreksi dan perbaikan secara terus menerus yang pada akhirnya akan
sangat membantu industri farmasi dalam mewujudkan tercapainya tujuan CPOB. Dokumentasi
harus dilakukan oleh semua pihak yang terkait dalam pembuatan obat, tidak terkecuali
departemen R&D yang merupakan salah satu departemen yang berperan penting dalam
mewujudkan kualitas produk yang berperan penting dalam mewujudkan kualitas produk yang
terjamin mutu, keamanan, dan khasiatnya.
Salah satu tugasnya adalah membuat dokumen deskriptif yang berisi instruksi yang
menunjukkan cara melaksanakan suatu prosedur atau suatu penyelidikan, atau berisi suatu
depkripsi dari spesifikasi. Contoh jenis dokumen yang dibuat adalah dokumen spesifikasi yang
memuat karakteristik yang dipersyaratkan atau komposisi dari suatu produk atau suatu bahan
mengenai mutu bahan yang diterima.
Dokumen spesifikasi meliputi spesifikasi bahan baku, bahan kemas, produk antara,
produk ruahan, dan obat jadi.
Spesifikasi merupakan pemerian suatu bahan, daftar pengujian (mengacu pada prosedur
analitik, serta kriteria penerimaan yang sesuai berupa batas numerik, rentang, ataupun kriteria
lainnya bagi uji yang bersangkutan). Spesifikasi itu membentuk seperangkat kriteria yang harus
dipenuhi bahan atau produk agar dianggap dapat diterima untuk tujuan penggunaannya serta
keamanan dan khasiatnya.
Spesifikasi ditetapkan oleh pabrik sesuai dengan tingkat kualitas yang diinginkan dan
minimal memenuhi spesifikasi yang ditetapkan di farmakope nasional atau kompedia
(karangan ilmiah yang lengkap dan padat) resmi lainnya. Prosedur pengujian yang ditetapkan
dalam farmakope atau kompedia resmi lainnya hendaklah diikuti. Apabila prosedur tersebut
dianggap kurang praktis atau tidak sesuai lagi dengan perkembangan teknologi pengujian,
dapat digunakan prosedur lain yang telah divalidasi. Oleh karena itu, revisi berkala dari tiap
spesifikasi perlu dilakukan dengan memperhatikan edisi terakhir dari farmakope nasional atau
kompedia resmi lainnya.
Spesifikasi bersifat dinamis, artinya bisa berubah sebagai hasil eksperimen baru dalam
pengembangan produk. Perubahan bisa dilakukan selama tidak menyebabkan masalah dalam
hal stabilitas, khasiat, dan keamanan, kecuali untuk kadar zat aktif dan homogenitas. Selain itu,
spesifikasi bisa diubah atau dikembangkan berdasarkan temuan data ilmiah terbaru,
perkembangan teknologi, perubahan peraturan atau kebijakan, dan terutama berdasarkan
farmakope atau kompedia terbaru. Beberapa farmakope nasional selalu dijaga ke-up to date-
annya melalui revisi periodik. Untuk mengembangkan spesifikasi, perhatian khusus harus
diberikan pada karakteristik yang mempengaruhi efikasi (efektifitas) dan keamanan produk,
yaitu :
 Akurasi dosis unit terapi (homogenitas dan keseragaman kandungan).
 Pelepasan zat aktif dari bentuk sediaan (waktu disolusi).
 Perkiraan stabilitas, jika perlu di bawah kondisi dipercepat.

Spesifikasi dikembangkan bukan hanya untuk menjamin kualitas tetapu juga untuk
mndeteksi adanya cemaran. Cemaran terdiri dari dua jenis, yaitu :
 Cemaran tidak spesifik yang berasal dari cemaran ekternal yang mesuk ke bahan atau
produk sebelum proses.
 Cemaran spesifik yang berasal dari degradasi bahan aktif obat atau eksipien dalam obat.
Oleh karena itu, dalam mendesain parameter dan mengembangkan prosedur uji untuk
spesifikasi, harus mampu mendeteksi apakah cemaran spesifik atau non spesifik.
Keuntungan dari menetapkan spesifikasi adalah untuk meminimalkan resiko produk
akhir yang tidak memenuhi persyaratan yang akan mengarah pada resiko mengulangi pekerjaan
yang akan merugikan dari segi waktu dan finansial. Selain itu jika spesifikasi yang dibuat
didasarkan pada kompedia yang dianut Negara tertentu, begitu pula dengan industri
farmasinya, maka akan lebih mudah untuk melakukan ekspor produk ke Negara tersebut.
Tahapan dalam pembuatan spesifikasi dan prosedur tetap pengujian bahan baku, yaitu
dengan mencari pustaka atau referensi untuk spesifikasi dan prosedur tetap pengujian bahan
baku. Caranya antara lain dengan mengumpulkan data-data spesifikasi resmi dari monografi
untuk bahan baku tersebut beserta prosedur pengujiannya, misalnya dari Farmakope Indonesia,
Farmakope Eropa, USP, BP, dan kompedia resmi lainnya yang terbaru, atau dari referensi lain
yang berkaitan.
Selain dari farmakope atau kompedia, pembuatan spesifikasi berikut prosedur
pengujiannya hampir selalu didasarkan pada sertifikat analisis (CoA) dari pabrik pembuat.
Sertifikat analisis tersebut biasanya juga mengacu pada kompedia resmi yang mengalami
pengembangan sesuai dengan tingkat kualitas yang diinginkan oleh pabrik pembuatnya.
Setelah mendapatkan data dari putaka dan referensi lainnya, baru dibuat spesifikasi
beserta prosedur pengujiannya. Spesifikasi bahan baku yang disusun memuat :
 Nama dan kode bahan yang ditentukan dan digunakan oleh perusahaan.
 Nama pabrik pembuat dan supplier yang disetujui.
 Rujukan monografi atau metode pengujian yang digunakan.
 Pemerian, karakteristik fisika dan kimia.
 Batas kadar atau potensi yang diterima.
 Frekuensi pengujian ulang bahan.
 Kondisi penyimpanan atau tindakan pengamanan lain yang diperlukan.
 Tanggal diterbitkannya spesifikasi dan pelaksanaan peninjauan ulang.

Sedangkan spesifikasi bahan kemas hanya memuat :


 Nama pabrik pembuat dan supplier yang disetujui.
 Deskripsi bahan.
 Ukuran.
 Penggunaan.
 Cara penyimpanan.
 Bentuk atau gambar teknik.
Spesifikasi dan Prosedur Tetap Pengujian Bahan Baku penyusunannya menjadi tanggung
jawab Analis, sedangkan Spesifikasi Bahan Kemas menjadi tanggung jawab Packaging
Development Officer. Spesifikasi yang telah dibuat kemudian diperiksa oleh Manager QC, jika
ada kesalahan diperbaiki untuk selanjutnya disetujui oleh Manager QA.
Dalam menentukan spesifikasi dan prosedur pemeriksaan bahan baku ini, terdapat
beberapa kendala, antara lain : terbatasnya literatur yang ada, tidak dicantumkannya acuan
kompedia dari CoA bahan baku dari supplier, spesifikasi dari supplier terkadang belum sesuai
dengan yang diinginkan, peralatan atau instrumen dan pereaksi untuk penetapan kadar yang
terbatas di laboratorium sehingga tidak semua acuan dalam farmakope dan kompedia dapat
digunakan dalam penulisan spesifikasi.
Dengan acuan spesifikasi yang ada, bahan yang baru masuk harus diperiksa dan
dibandingkan terhadap spesifikasi untuk menentukan apakah bahan akan diterima atau ditolak.
Oleh karena itu, spesifikasi yang menjadi standar seharusnya cukup bisa membedakan apakah
bahan diterima atau ditolak. Bagaimanapun, spesifikasi seharusnya praktis, realistik, dan
merefleksikan parameter yang penting untuk mendefinisikan produk seperti tingkat kualitas
yang diinginkan oleh pabrik pembuat.
Memenuhi spesifikasi berarti bahan apabila diuji menurut sekumpulan prosedur analitik,
akan memenuhi kriteria penerimaan. Hasil uji di luar spesifikasi berarti suatu hasil analisis,
termasuk semua hasil yang meragukan, yang terletak di luar spesifikasi atau kriteria
penerimaan yang telah ditetapkan oleh kompedia resmi atau pebrik pembuat. Hasil uji diluar
spesifikasi haris diteliti. Setiap penyimpangan dari prosedur uji yang telah ditetapkan haruslah
dilaporkan serta disetujui sebelumnya oleh Manager QC sebelum dilaksanakan. Hasil
pengujian, terutaman yang menyangkut perhitungan hendaklah diperiksa oleh departemen QC
sebelum bahan tersebut diloloskan atau ditolak.
Hasil pemeriksaan bahan bisa saja tidak memenuhi spesifikasi. Hasil tersebut tidak bisa
langsung disimpulkan sebagai hasil uji di luar spesifikasi. Harus dilakukan penyelidikan
apakah hasil tersebut memang karena bahan atau produk tidak memenuhi spesifikasi atau
terdapat penyebab lainnya. Semua fasilitas, peralatan, dan reagen yang digunakan dalam
pengujian harus diperiksa. Begitu pula dengan personel yang melakukan pengujian harus
dilihat kecakapannya serta kelengkapannya dalam melakukan prosedur pengujian dan harus
diteliti ulang apakah terjadi kesalahan dalam melakukan perhitungan. Setelah itu, baru bisa
diputuskan apakah perlu dilakukan pengujian ulang atau tidak.

4. PRODUKSI
Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan
memenuhi ketentuan CPOB yang senantiasa dapat menjamin produk obat jadi dan memenuhi
ketentuan izin pembuatan serta izin edar (registrasi) (Anonim, 2006).
Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten. Menurut
Anonim (2006), aspek yang perlu diperhatikan dalam proses produksi adalah :
a. Penanganan terhadap bahan awal.
Setiap bahan awal, sebelum dinyatakan lulus untuk digunakan hendaklah memenuhi
spesifikasi bahan awal yang sudah ditetapkan dan diberi label dengan nama yang dinyatakan
dalam spesifikasi. Pada saat penerimaan, hendaklah dilakukan pemeriksaan secara visual
tentang kondisi umum, keutuhan wadah, segelnya, kebocoran, kemungkinan adanya
kerusakan bahan, dan kesesuaian catatan pengiriman dengan label dari pemasok. Bahan
awal yang diterima hendaklah dikarantina sampai disetujui dan diluluskan untuk pemakaian
oleh kepala bagian pengawasan mutu. Persediaan bahan awal hendaklah diperiksa dalam
selang waktu tertentu. Bahan awal yang cenderung rusak atau turun potensinya atau
aktifitasnya selama dalam penyimpanan hendaknya ditandai secara jelas, disimpan terpisah
dan secepatya dimusnahkan atau dikembalikan kepada pemasok.

b. Validasi proses
Semua kegiatan produksi hendaklah divalidasi dengan tepat, hal tersebut bertujuan untuk
menguatkan pelaksanaan CPOB. Validasi hendaklah dilaksanakan menurut prosedur yang
telah ditentukan dan catatan hasilnya disimpan dengan baik. Perubahan penting dalam
proses, peralatan atau bahan harus divalidasi ulang untuk menjamin bahwa perubahan
tersebut tetap menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan.
c. Pencegahan pencemaran silang
Setiap tahap proses, produk, dan bahan hendaklah dilindungi terhadap pencemaran mikroba
dan pencemaran lain yang dapat timbul akibat tidak terkendalinya debu, gas, uap, percikan
atau organisme dari bahan atau produk yang sedang diproses, dari sisa yang tertinggal pada
alat dan pakaian kerja operator. Sistem penghisap udara yang efektif hendaknya dipasang
untuk menghindari pencemaran dari produk atau proses lain.
d. Sistem penomoran batch dan lot
Sistem ini diperlukan untuk memastikan bahwa produk antara, produk ruahan atau produk
jadi suatu bets atau lot dapat dikenali dengan nomor bets atau lot tertentu dan tidak
digunakan secara berulang.
e. Penimbangan dan penyerahan
Penimbangan atau perhitungan dan penyerahan bahan awal, bahan pengemas, produk
antara, dan produk ruahan dianggap sebagai bagian dari siklus produksi dan memerlukan
dokumentasi yang lengkap. Hanya bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk
ruahan yang telah diluluskan oleh pengawasan mutu dan masih belum kadaluarsa yang dapat
diserahkan.
f. Pengolahan
Semua bahan dan peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan hendaklah diperiksa
terlebih dahulu. Semua kegiatan pengolahan hendaklah dilaksanakan mengikuti prosedur
tertulis yang telah ditentukan. Bahan yang dapat diolah ulang melalui prosedur tertentu yang
disahkan serta hasilnya memenuhi persyaratan spesifikasi yang ditentukan dan tidak
mempengaruhi mutu dimana semua proses pengolahan ulang hendaklah disahkan dan
didokumentasikan. Pencegahan pencemaran silang dilakukam untuk setiap pengolahan.
g. Pengemasan
Pengemasan berfungsi membagi-bagi dan mengemas produk ruahan menjadi produk jadi.
Kegiatan pengemasan sebaiknya dilaksanakan dibawah pengawasan yang ketat untuk
menjaga identitas, keutuhan, dan mutu produk akhir yang dikemas. Produk jadi yang sudah
dikemas hendaklah dikarantina sambil menungu pelulusan dari bagian pengawasan mutu.
h. Pengawasan selama proses
Pengawasan tersebut dimaksudkan untuk memantau hasil dan memvalidasi kinerja dari
proses produksi yang mungkin menjadi penyebab variasi karakteristik produk selama proses
berjalan.
i. Penanganan bahan dan produk yang ditolak, dipulihkan dan dikembalikan
Bahan dan produk yang ditolak hendaklah diberi penandaan yang jelas dan
disimpan terpisah di area terlarang (restricted area). Bahan atau produk tersebut hendaklah
dikembalikan kepada pemasoknya atau, bila dianggap perlu diolah ulang atau dimusnahkan.
Langkah apapun yang diambil hendaklah lebih dulu disetujui oleh kepala bagian
Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) dan dicatat.
j. Karantina produk jadi dan penyerahan ke gudang obat jadi
Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum penyerahan ke gudang
dan siap untuk didistribusikan. Selama menunggu pelulusan dari bagian manajemen mutu,
seluruh bets/lot yang sudah dikemas hendaknya disimpan dalam status karantina. Setelah
pelulusan, produk tersebut dipindahkan dari daerah karantina ke gudang produk jadi.
k. Penyimpanan bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk
jadi.
Bahan atau produk hendaknya disimpan rapi dan teratur untuk mencegah risiko tercampur
baur atau pencemaran serta memudahkan pemeriksaan dan pemeliharaan. Hendaknya
semuanya disimpan dalam kondisi yang sesuai serta tidak langsung kontak dengan lantai.
l. Pengiriman dan pengangkutan produk jadi
Pengawasan distribusi produk jadi pada sistem distribusi hendaknya dirancang dengan tepat
sehingga menjamin produk jadi yang pertama masuk akan didistribusikan terlebih dahulu.
Pengiriman dan pengangkutan produk dilakukan setelah ada permintaan pengiriman.

ISTILAH :
1. QA (QUALITY ASSURANCE) : Salah satu bagian dari industri farmasi yang bertugas
sebagai pemastian mutu.
2. QC (QUALITY CONTROL) : Salah satu bagian dari industri farmasi yang bertugas
sebagai pengawasan mutu.

Anda mungkin juga menyukai