DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK I
SKOLASTIKA INA
1543700240
ANDRYANSYAH DJAINI
1543700239
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI APOTEKER
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945
JAKARTA
2016
1. Latar Belakang
Dalam rangkaian pembuatan obat di Industri farmasi memiliki system
yang sangat untuk menjamin kualitas, keamanan dan khasiat dari obat yang
diproduksi. Pedoman untuk menjaga 3 kriteria obat tersebut hasilnya setiap
industry harus menerapkan CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik) atau GMP
(Good Manufacturing Product). Saat ini BPOM sudah merevisi CPOB 2006
dengan CPOB 2012. Salah satu aspek penting yang terdapat pada CPOB adalah
adanya Aspek Sistem Manajemen Mutu. Prinsip dari aspek ini adalah industri
farmasi harus membuat obat dengan sedemikian proses agar sesuai dengan tujuan
penggunaannya, selain itu memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen
izin edar serta tidak menimbulkan resiko yang membahayakan bagi konsumennya
karena tidak aman, mutunya rendah serta tidak efektif. Dalam setiap produksi
yang sedang berlangsung, atau sesudah menjadi produk jadi dilakukan evaluasi
yang disebut dengan Annual Product Review (APR) tetapi pada pedoman CPOB
2012 istilahnya diganti menjadi Product Quality Review (PQR) atau Pengkajian
Mutu Produk. Evaluasi ini dimaksudkan untuk:
1. Mengurangi resiko produk complain, pengembalian produk dan produk
Recall
2. Mengurangi adanya resiko produk yang tidak memenuhi spesifikasi yang
di persyaratkan oleh CPOB
3. Mencegah kesalahan dan adanya kerugian
4. Meningkatkan kegiatan produksi
5. Memperbanyak kalibrasi dan memelihara interval
6. Meningkatkan komunikasi diantara karyawan bagian produksi, bagian
teknisi (Engineering), bagian pengawasan mutu (Quality control), bagian
pemastian mutu (Quality Control), standar aturan pabrik
7. Memeriksa status validasi
8. Memperbaharui persyaratan minimum
9. Memeriksa kesesuaian produk dengan ketentuan izin edar (nomor
registrasi) dan kesesuaian barang dari supplier dalam waktu yang kontinu.
Adapun hal hal yang dimuat dalam PQR adalah sebagai berikut:
Evaluasi mulai dari API (Active Pharmaceutical Ingredient) atau Bahan
Aktif Farmasi, bahan pengemas (Packaging Materials), terutama stabilitas
dari zat aktif karena panjangnya proses distribusi dari supplier
Evaluasi pengawasan pada setiap titik kritis proses produksi ( Critical In
Process Control) dan analisis hasil produk yang jadi
Evaluasi terhadap semua bets yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang
telah ditetapkan, dan langkah investigasi yang bersangkutan
Evaluasi terhadap semua penyimpangan atau ketidaksesuaian yang muncul
secara signifikan, dan efektifitas koreksi juga tindakan pencegahan
Evaluasi terhadap semua perubahan proses produksi dan uji coba metode
Evaluasi kesesuaian produk dengan izin edar dan adanya perubahan
notifikasi
Evaluasi terhadap hasil pengujian stabilitas dan data tren analisis
Evaluasi terhadap seluruh produk complain dan Recall
Evaluasi terhadap seluruh tindakan perbaikan yang berkaitan dengan proses
dan peralatan
Evaluasi terhadap segala kondisi yang diterima sebagai bagian dari izin
edar dan perubahan notifikasi
Kualifikasi status bangunan dan peralatan seperti system HVAC,
Pengolahan air dan Mesin Gas
I. Perencanaan dan Pengadaan Bahan Baku
P ee r n e n c a n a a n
ednaPg na a re d no cn n a d dn u a k n s i d a n
aPd n ea a n l i g e n d a l i a n
aBnlIa i n n n a a B v n h P e a a r n h n o t a od nK r u i e k m s i a s
PB r a o kh ua n
P r o
d u
d u k
k s i
s i
Bagian PPPI bertanggung jawab memenuhi pesanan pemasaran secara
tepat, baik tepat mutu, tepat jumlah maupun tepat waktu, fungsi dari PPPI antara
lain adalah :
1. Menerima target pesanan dari pemasaran sesuai dengan prosedur
system mutu penanganan pesanan
2. Menyusun bahan kebutuhan bahan sesuai dengan pesanan
3. Evaluasi kapasitas produksi
4. Melakukan pemesanan bahan baku/ bahan kemas
5. Melakukan perencanaan dan pengendalian produksi
6. Monitoring kedatangan bahan dan pengendalian bahan
Alur barang dimulai dari bagian PPPI dimana PPPI menyusun
perencanaan pengadaan barang berdasarkan data dari pihak pemasaran dan stok
barang (produk) yang tersisa. Susunan perencanaan pengadaan barang tersebut
selanjutnya diserahkan ke bagian pembelian untuk dilakukan pemesanan kepada
pemasok. Pihak pembelian akan mengeluarkan Surat Pesanan (SP) kepada
supplier dan ditembuskan pada bagian PPPI, pergudangan dan keuangan.
Selanjtnya pihak gudang akan mencatat pesanan barang dalam KKPB (Kartu
Kontrol Pesan Barang). Barang dikirim oleh supplier dan diterima oleh bagian
gudang untuk diperiksa kesesuaian dengan Surat Pesanan (SP). Pemeriksaan
disini meliputi pemeriksaan kemasan, label, etiket tanggal ED, dan nomer batch.
Apabila diketahui barang yang dikirim ternyata etiketnya berbeda dengan
pesanan, atau kemasan yang diterima dalam keadaan tidak baik, maka bagian
gudang akan menolak barang tersebut.
Bila barang yang datang sesuai dengan pesanan, maka pihak gudang akan
mengeluarkan Bukti Terima Barang Sementara (BTBS) yang diberikan kepada
pemasok atau supplier dan ditembuskan ke bagian PPPI, Pembelian,
Laboratorium pengujian dan pada gudang sendiri yang akan disimpan sebagai
arsip. Selanjutnya bagian laboratorium pengujian melakukan sampling terhadap
barang yang baru datang tersebut untuk dilakukan serangkaian pemeriksaan dan
pengujian apakah barang tersebut sesuai dengan spesifikasi atau tidak. Sehingga
bagian laboratorium pengujian yang menyatakan barang tersebut diterima atau
ditolak. Bila barang terebut ditolak maka akan doserahkan ke supplier lagi, dan
bila diterima akan disimpan di bagian gudang. Bagian laboratorium pengujian
akan memberikan laporan analisa (LA) sebagai bukti bahwa barang telah diuji dan
memenuhi spesifikasi yang ditentukan. Selanjutya pihak gudang akan
mengeluarkan Bukti Penerimaan Barang (BPB) rangkap enam, lembar pertama ,
ketiga, kelima diserahkan ke bagian pembelian yang akan diteruskan ke supplier, ,
lembar kedua, keempat diserahkan ke bagian keuangan dan lembar keenam
digunakan sebagai arsip gudang. Kemudian petugas gudang akan memindahkan
barang atau bahan pesanan ketempatnya.
Berikut Alur Pengadaan Bahan Produksi Oleh Bagian Pembelian
II. Pengadaan Bahan Awal
Salah satu hal yang harus diperhatikan dalam produksi adalah pengadaan
bahan awal. Bahan awal merupakan semua bahan, baik yang berkhasiat atau tidak
berkhasiat, yang berubah atau tidak berubah, yang digunakan dalam pengolahan
obat walaupun tidak semua bahan tersebut akan tertinggal di dalam produk ruahan
(Priyambodo, 2007).
Pengadaan atau pembelian bahan awal adalah suatu aktifitas penting dan
oleh karena itu hendaklah melibatkan staf yang mempunyai pengetahuan khusus
dan menyeluruh perihal pemasok. Pembelian bahan awal hendaklah hanya dari
pemasok yang telah disetujui dan memenuhi spesifikasi yang relevan, dan bila
memungkinkan, langsung dari produsen.Dianjurkan agar spesifikasi yang dibuat
oleh pabrik pembuat untuk bahan awal dibicarakan dengan pemasok.Sangat
menguntungkan bila semua aspek produksi dan pengawasan bahan awal tersebut,
termasuk persyaratan penanganan, pemberian label dan pengemasan, juga
prosedur penanganan keluhan dan penolakan, dibicarakan dengan pabrik pembuat
dan pemasok (BPOM, 2012).
Proses pengadaan bahan awal terdiri dari (BPOM, 2012):
a. Pengadaan Bahan
Pengadaan bahan awal hendaklah hanya dari pemasok yang telah disetujui
dan memenuhi spesifikasi yang relevan.
Semua penerima, pengeluaran dan jumlah bahan tersisa hendaklah dicatat.
Catatan hendaklah berisi keterangan mengenai pasokan, nomor bets/lot,
tanggal penerimaan atau penyerahan, tanggal pelulusan dan tanggal
daluwarsa bila ada.
Sebelum diluluskan untuk digunakan, tiap bahan awal hendaklah
memenuhi spesifikasi dan diberi label dalam spesifikasinya. Singkatan,
kode ataupun nama yang tidak resmi hendaklah tidak di pakai.
Tiap pengiriman atau bets bahan awal hendaklah diberi nomor rujukan
yang akan menunjukan identitas pengiriman atau bets selama
penyimpanan dan pengolahan. Nomor tersebut hendaklah jelas tercantum
pada label wadah untuk memungkinkan akses ke catatan lengkap tentang
pengiriman atau bets yang akan dipasang.
Apabila dalam satu pengiriman terdapat lebih dari satu bets maka untuk
tujuan pengambilan sampel, pengujian dan pelulusan, hendaklah dianggap
sebagai bets terpisah.
b. Penerimaan Bahan
Pada tiap penerimaan hendaklah dilakukan pemeriksaan visual tentang
kondisi umum, keutuhan wadah dan segelnya, ceceran dan kemungkinan
adanya kerusakan bahan tentang kesesuaian catatan pengiriman dengan
label dari pemasok. Sampel diambil oleh personil dan dengan metode
yang telah disetujui oleh Kepala Bagian Pengawasan Mutu.
Gamb
ar 2.1 Penerimaan Bahan awal
Ga
mbar 2.2 Proses Pemeriksaan Bahan Awal oleh QC
No Sifat Keterangan
b. Aturan Pakai
Menurut buku Formularium Nasional Edisi ke-II tahun 1978. Resep dari Tablet
Klorfrniramina adalah :
Komposisi Tiap tablet mengandung:
Chlorpheniramini Maleas :4 mg
Zat tambahan yang cocok secukupnya
Penyimpanan: Dalam wadah tertutup rapat.
Dosis:
Dewasa: 3- 4 kali sehari setengah sampai 1 tablet.
Anak: bayi. 3 sampai 4 kali sehari seperempat tablet. Anak berumur
dibawah 12 tahun, 3 sampai 4 kali sehari setengah tablet.
Bahan pengemas
1. Pengadaan, penanganan dan pengawasan bahan pengemas primer dan
bahan pengemas cetak serrta bahan cetak lain diberi perhatian yang sama
seperti terhadap bahan awal.
2. Berikan perhatian khusus kepada bahan cetak, simpanlah dengan kondisi
keamananan yang memadai dan larangan untuk masuk bagi orang yang
tidak berkepentingan.
a. Label lepas dan bahan cetak lepas lainnya disimpan, diangkut dalan
wadah tertutup untuk menghindari campur baur.
b. Serahkan bahan kemas kepada orang yang berhak sesuai prosedur
tertulis.
3. Tiap peneriamaan atau tiap bets bahan pengemasan primer diberikan
nomor yang spesifik atau penandaan yang menunjukan identitasnya.
4. Bahan pengemas primer, bahan pengemas cetak atau bahan cetak tertentu
lain yang tidak berlaku lagi hendaklah dimusnahkan dan pemusnahannya
dicatat.
Untuk menghindari campur baur, hanya satu jenis bahan pengemas cetak
atau bahan cetak tertentu saja yang diperbolehkan diletakkan di tempat kodifikasi
pada saat yang sama. Beri sekat yang memadai antara tempat kodifikasi pada saat
yang sama. Beri sekat yang memadai antara tempat kodifikasi tersebut.
Kemasan yang digunakan dalam sediaan tablet biasanya menggunakan
kemasan Strip/Blister, begitu pula dengan obat CTM yang mempunyai kemasan
yang sama dengan tablet. Strip/blister merupakan kemasan yang menganut sistem
dosis tunggal, biasanya untuk sediaan padat (tablet, kapsul, kaplet, dan lain-lain)
per oral. Kemasan strip dibentuk dengan mengisi dua rangkaian lapis tipis yang
fleksibel dan dapat disegel panas melalui suatu gulungan perekat yang
dipanaskan, atau suatu piring yang dapat bergerak dan dipanaskan. Produk
dijatuhkan ke dalam kantung yang dibentuk sebelum akhirnya disegel. Suatu strip
yang panjang terbentuk, umumnya terdiri dari beberapa bungkusan, tergantung
dari kapasitas mesin kemasannya. Strip berisi kemasan obat dipotong panjangnya
sesuai dengan jumlah kemasan yang diinginkan.
Produk yang disegel antara dua lembaran lapisan tipis itu biasanya
mempunyai suatu segel di sekitar setiap tablet, dan biasanya dipisahkan dari
bungkus-bungkus yang berdekatan karena adanya perforasi. Bahan kemasan dapat
berupa kertas, kertas timah (alumunium foil), plastik/selofan, sendiri atau dalam
bentuk kombinasi. Jika penampilan suatu produk dirasa penting, dapat
menggunakan selofan yang dapat disegel panas atau poliester yang dapat disegel
panas. Apalagi bagian muka dan bagian belakang suatu kemasan dapat
menggunakan bahan-bahan yang tidak sama. Pemilihan bahan yang digunakan
tergantung pada tuntutan produk dan mesin.
Kemasan blister dibentuk dengan melunakkan suatu lembaran resin
termoplastik dengan pemanasan, dan menarik (dalam vakum) lembaran plastik
yang lembek itu ke dalam suatu cetakan. Sesudah mendingin, lembaran dilepas
dari cetakan dan berlanjut ke bagian pengisian dari mesin kemasan.
Blister setengah keras yang terjadi sebelumnya diisi dengan produk, dan
ditutup dengan bahan untuk bagian belakang yang dapat disegel dengan
pemanasan. Bahan untuk bagian belakangnya atau tutupnya, dapat digunakan dari
jenis yang bisa didorong atau jenis yang dapat dikelupas. Bahan-bahan yang
umum digunakan untuk blister yang dapat dibentuk dengan panas adalah plivinil
klorida (PVC), kombinasi PVC/polietilen, polistiren, dan polipropilen. Karena
alasan ekonomi dan karena sifat kerja beberapa mesin, blister pada kebanyakan
unit kemasan terbuat dari PVC. Sebagai tambahan perlindungan terhadap lembab,
lapisan poliviniliden klorida (saran) atau poliklorotrifluoroetilen (aclar) boleh
dilaminasikan pada PVC. Daya hambat lembab dari PVC/aclar lebih unggul
dibandingkan dengan PVC yang berlapis saran, terutama jika lama disimpan pada
kelembaban yang sangat tinggi.
Gambar Form Spesifikasi Bahan Pengemas
Alur Produksi Tablet CTM
c. Evaluasi Sediaan
No Pengujian Hasil
1 Appearance
(penampilan)
shape (bentuk) Tablet
-warna Putih
-permukaan Rata
d. Analisis Kimia
Identifikasi Zat Aktif
Identifikasi CTM atau klorfeniramin maleat dilakukan dengan cara:
1. Spekturm serapan ultraviolet larutan 0,002 % b/v dalam asam sulfat 0,1 N
setebal 2 cm pada daerah panjang gelombang antara 230 nm dan 350 nm
menunjukkan maksimum hanya pada 265 nm; serapan pada 265 nm lebih
kurang 0,85.
e. Etiket Brosur
Komposisi
Tiap tablet mengandung: Chlorpheniramini maleas 4 mg
Indikasi
AH1 berguna untuk pengobatan simtomatik berbagai penyakit alergi dan
mencegah atau mengobati mabuk perjalanan. AH1 berguna untuk mengobati alergi
tipe eksudatif akut misalnya pada polinosis dan utkaria.
Efek Farmakologi
Efeknya bersifat paliatif, membatasi dan menghambat efek histamine yang
dilepaskan sewaktu reaksi antigen-antibodi terjadi. AH 1 tidak berpengaruh
terhadap intensitas reaksi antigen-antibodi yang merupakan penyebab berbagai
gangguan alergik. Keadaan ini dapat diatasi hanya dengan menghindari allergen
dan desensitisasi. AH1 dapat menghilangkan bersin, rinore dan gatal pada mata,
hidung dan tenggorokan pada pasien seasonal hay fever. AH1 efektif terhadap
alergi yang disebabkan oleh debu, tetapi kurang efektif bila jumlah debu banyak
dan kontaknya lama. Kongesti hidung kronik lebih refrakter terhadap AH 1. AH1
tidak efektiv pada rhinitis vasomotor.
Manfaat CTM
Manfaat AH1 untuk mengobati batuk pada anak dengan asma diragukan,
karena AH1 mengentalkan sekresi bronkus, sehingga dapat menyulitkan
ekspektorasi. AH1 efektif untuk mengatasi urtikaria akut, sedangkan pada urtikaria
kronik hasilnya kurang baik. Kadang-kadang AH1 dapat mengatasi dermatitis
atopic, dermatitis kontak dan gigitan serangga.
AH1 efektif untuk dua per tiga kasus verigo, mual dan muntah. AH 1 efektif
sebagai anti muntah pasca bedah, mual dan muntah waktu hamildan setelah
radiasi. AH1 juga dapat digunakan untuk mengobati penyakit meniere dan
gangguan vestibularlain. Penggunaan AH1 lain ialah untuk mengobati pasien
paralisis agitans (penyakit Parkinson) yaitu mengurangi rigiditas dan tremor. Sifat
anastetik local AH1 digunakan untuk menghilangkan gatal-gatal. Tetapi harus
diingat bahwa pada penggunaan topical, AH1 ini bias menyebabkan sensitivitas
kulit.
Kontraindikasi
Pasien dengan riwayat hipersensitif (memiliki alergi) terhadap obat
antihistamin
Efek Samping
Pada dosis terapi, semua AH1 menimbulkan efek samping walaupun jarang
bersifat serius dan kadang-kadang hilang bila pengobatan diteruskan. Terdapat
variasi yang besar dalam toleransi terhadap obat antar individu, kadang-kadang
efek samping ini sangat mengganggu sehingga terapi perlu dihentikan. Efek
samping yang paling sering adalah sedasi. Pada anak-anak, obat ini akan
mengentalkan dahak sehingga menyulitkan kerja ekspektoran. CTM juga kurang
bermanfaat sebagai dekongestan. Mereka bisa mengatasi penyempitan bronkos
tetapi tidak cukup kuat untuk menjadi bronkodilator. CTM mempunyai sifat
antikolinergik sehingga bisa menimbulkan kesukaran pada buang air kecil. Obat
ini jarang dijual dalam bentuk tunggal dan sering menimbulkan mulut kering serta
gangguan buang air kecil. Gejala lainnya dapat berupa mual dan muntah sehingga
obat ini harus dimakan sesudah makan. Ancaman keracunan obat ini terbuka lebar
karena sering tersedia dirumah. Sekitar 20-30 tablet yang dimakan seorang anak
dapat menyebabkan kematian.
Perhatian
Selama minum obat ini, jangan mengendarai kendaraan bermotor atau
menjalankan mesin.
Dosis
Dosis terapi 4 mg dalam satu tablet dimana AH1 umumnya menyebabkan
penghambatan sistem saraf pusat dengan gejala seperti kantuk, berkurangnya
kewaspadaan dan waktu reaksi yang lambat. Dosis pemakaian CTM adalah
sebagai berikut: untuk dewasa dosisnya, 3 4 kali sehari 0.5 sampai 1 tablet.
Untuk anak-anak 6 12 tahun, dosis pemakaiannya, 0.5 x dosis dewasa.
Sedangkan untuk anak-anak 1 6 tahun, dosisnya adalah 0.25 x dosis dewasa.
Dalam dosis terapi, AH1 tidak memperlihatkan efek berarti pada sistem
kardiovaskular.
Penyimpanan
Di simpan pada tempat yang kering, terlindung dari cahaya matahari dan
tertutup rapat.
Interaksi Obat
- Antidepresan trisiklik akan berinteraksi dengan antihistamin dan dapat
memperparah efek samping mengantuknya. Antihistamin mizolastine juga
dapat berinteraksi dengan beberapa obat lain dan dapat menyebabkan
gangguan irama jantung yang serius. Antihistamin yang satu ini hanya bisa
dibeli dengan resep dokter.
- Beberapa jenis obat anti jamur (panu, kadas, kurap) seperti ketokonazol,
dan antibiotik seperti eritromisin dapat meningkatkan kadar antihistamin
non-sedatif dalam tubuh.
- Dilarang meminum alkohol selama mengonsumsi antihistamin sedatif
karena dapat meningkatkan efek samping mengantuknya.
-MAO inhibitor memperpanjang dan meningkatkan efek antikolinergik dari
antihistamines
V. Pengkajian Mutu Produk
Berikut simulasi Protap Pengkajian Mutu Produk (PMP)
karantina
Diluluskan oleh
Disimpan digudang dengan suhu yang Pengawasan mutu
sesuai dengan stabilitasnya, diberi
tanda label telah diluluskan oleh kepala
bagian QC.
dispensing
Diserahkan menuju ruang produksi.
Diluluskan/ release
Pengemasan Produk/ Pack aging
Shipping/ Pengiriman
Kantor administrasi
Receiving Area
Receiving Quarantine
PT_________________________
PENGKAJIAN MUTU PRODUK (PMP)
Nama Produk : Chlorpheniramine maleat
Kode Produk : xxxxxx
Bentuk kemasan: Tablet
Ukuran Bets : xxxxx
Periode: xx/xx
Diperiksa Oleh
Kepala Produksi Mr.T Mr.T
Disetujui
Kepala Pemastian Mutu Mr.Y Mr.Y
PT_________________________
Kajian Ringkas:
1. Rekomendasi dari PMP sebelumnya:
5. Jumlah penyimpangan
Keterangan:
B. Pra-Registrasi
Tahapan pra-Registrasi dilakukan untuk penapisan registrasi obat,
penentuan kategori registrasi, penentuan jalur evaluasi, penentuan biaya evaluasi,
dan penentuan dokumen registrasi obat. Pada tahap ini pemohon mengisi formulir,
menyerahkan bukti pembayaran biaya pra-registrasi, dan melampirkan dokumen
yang sesuai.
Hasil Pra-Registrasi (HPR) akan diberikan oleh kepala BPOM paling lama
40 hari sejak diterima permohonan pra-registrasi. HPR bersifat final dan
mengikat, serta berlaku selama satu tahun sejak tanggal dikeluarkan. Pemohon
diberikan kesempatan untuk melengkapi data apabila dirasa data yang diserahkan
ke BPOM belum lengkap, dan diberikan jangka waktu paling lama 20 hari sejak
diberikan surat permintaan tambahan data. Apabila selama waktu tersebut
pemohon tidak dapat melakukan tambahan data, maka pra-registrasi dinyatakan
ditolak dan biaya yang sudah dibayarkan tidak dapat ditarik kembali.
C. Registrasi
Pengajuan registrasi dilakukan dengan menyerahkan berkas registrasi
dengan mengisi formulir registrasi dan disket disertai bukti pembayaran biaya
evaluasi dan pendaftaran dan hasil pra-Registrasi. Berkas registrasi terdiri dari
formulir registrasi dengan dokumen administratif dan dokumn penunjang. Yang
termasuk dalam dokumen penunjang yaitu :
1. Dokumen mutu dan teknologi untuk menjamin mutu obat
2. Dokumen Uji pre-klinik yang menggambarakan profilfarmakodinamika,
farmakokinetika, maupun toksisitas yang aman
3. Dokumen uji klinik harus dapat mmbuktikan efikasi dan keamanan obat
jadi secara meyakinkan dengan rincian sesuai.
Untuk keperluan evaluasi mutu, pendaftar harus menyerahkan contoh obat
untuk 3 (tiga) kali pengujian dan bahan baku pembanding sesuai dengan
spesifikasi dan metode pengujian zat aktif yang dimaksud.
Rancangan kemasan yang meliputi etiket, dus/ bungkus luar, strip/blister,
catch cover, ampul/vial dan kemasan lain sesuai ketentuan tentang pembungkusan
dan penandaan yang berlaku, yang merupakan rancangan kemasan obat yang akan
diedarkan dan dapat dilengkapi dengan rancangan warna.
D. Jalur Evaluasi
Jalur evaluasi dibagi menjadi 4 jalur, yaitu :
1. Jalur 40 hari
a. Registrasi variasi minor yang memerlukan persetujuan
b. Registrasi obat khusus ekspor
2. Jalur 100 hari
a. Registrasi baru obat baru dan produk biologi yang diindikasikan untuk
terapi penyakit serius yang mengancam nyawa manusia atau menular
kepada orang lain, dan belum ada atau kurangnya terapi yang aman dan
efektif
b. Registrasi baru obat baru dan produk biologi yang diindikasikan untuk
penyakit serius dan langka
c. Registrasi baru obat baru dan produk biologi yang ditujukan untuk
program kesehatan masyarakat
d. Registrasi baru obat baru dan produk biologi yang dikembangkan oleh
industri farmasi atau inststitusi riset di Indonesia dan seluruh tahapan
uji kliniknya dilakuakn di Indonesia
e. Registrasi baru obat copy esensial generik
f. Registrasi baru obat copy dengan standar informasi elektronik (stinel)
g. Registrasi variasi mayor indikasi baru
h. Registrasi variasi mayor yang tidak termasuk pada poin g.
3. Jalur 150 hari
a. Registrasi baru obat baru, produk biologi, dan registrasi variasi major
indikasi baru, yang telah disetujui di negara yang telah menerapkan
sistem evaluasi terharmonisasi atau sistem evaluasi yang telah dikenal
baik
b. Registrasi baru obat baru, produk biologi, dan registrasi variasi major
indikasi baru, yang telah disetujui paling sedikit di tiga negara dengan
sistem evaluasi yang telah dikenal baik
c. Registrasi baru obat copy tanpa stinel
4. Jalur 300 hari
Registrasi yang tidak termasuk dalam jalur evaluasi baik pada poin dua
maupun tiga.
Chawla, P.R., Bajaj, I.B., Survase, S.A., dan Singhal, R.S. (2008). Microbial
Cellulose: Fermentative Production and Applications.Food Technol.
Biotechnol. 47 (2): hal. 108 Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia
Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Ejikeme, P.M. (2008). Investigation of the Physicochemical Properties of
Microcrystalline Cellulose from Agricultural Wastes I: Orange Mesocarp.
Cellulose. 15: hal. 141-142
Gausepohl, Dr. Christian., 2013. Product Quality Review and Annual Product
Review.
Maas and Peither AG-GMP Publishing. Germany.
Rowe, C., Sheskey, P.J., dan Quinn, M.E. (2009). Handbook of Pharmaceutical
Exipients. Sixth Edition. Chicago: Pharmaceutical Press. hal.131