Anda di halaman 1dari 46

MAKALAH

“JEMBATAN BETON PRATEGANG”


Diajukan sebagai tugas mata kuliah Jembatan

Disusun oleh :

Ayu Saputri 135060100111001

Shabrina Bella C. R. 135060100111003

Bondan Fariz R. 135060100111005

Muhammad Iqbal 135060100111007

Aditya Leo Dharmawan 135060100111009

Anggun Restria B. 135060100111013

Irbah Mahdiah Zulfa 135060101111031

Mega Raudhatin J. 135060107111039

JURUSAN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2016
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Jembatan merupakan suatu struktur yang digunakan sebagai media penghubung


antar daerah yang terpisahkan oleh rintangan. Kehadiran jembatan sangat dibutuhkan
guna mempelancar kegiatan sehari-hari. Seiring dengan perkembangan zaman,
jembatan telah membentuk suatu bagian dalam kehidupan masyarakat pada saat
sekarang, yaitu sebagai media penghubung antar daerah, sarana komunikasi untuk
perdagangan, sarana transportasi dan sarana pertukaran sosial budaya. Oleh karena itu,
jembatan yang dibuat harus memenuhi syarat kekakuan, lendutan, dan ketahanan
terhadap beban yang bekerja. Beragam material menjadi pertimbangan dalam
pembuatan jembatan. Material yang umum digunakan dalam pembuatan jembatan
bentang panjang biasanya adalah baja dan beton. Namun dalam pemilihan material ada
beberapa aspek yang perlu ditinjau yaitu keamanan, harga, waktu pelaksanaan, dan
fleksibilitas desain.

Beton adalah material yang kuat dalam kondisi tekan, tetapi lemah dalam
kondisi tarik. Kuat tarik beton bervariasi mulai dari 9% – 15% dari kuat tekannya.
Akibat rendahnya kapasitas tarik tersebut, maka retakan lentur terjadi pada taraf
pembebanan yang masih rendah. Oleh karena itu dibutuhkan beton yang dapat menahan
gaya tarik yang lebih besar dan dari dimensi penampang lebih kecil sehingga
pembuatannya tidak membutuhkan material yang banyak. Salah satu beton yang
digunakan dalam pembuatan jembatan adalah beton prategang. Beton prategang adalah
beton bertulang yang diberikan gaya pada arah longitudinal elemen struktural. Gaya
prategang dapat mencegah berkembangnya retak dengan cara sangat mengurangi
tegangan tarik di bagian tumpuan dan daerah kritis pada kondisi beban kerja, sehingga
dapat meningkatkan kapasitas lentur, geser, dan torsional penampang tersebut.

Menurut Andri Budiadi (2008), Desain Praktis Beton Prategang, beton


prategang memiliki 6 keuntungan yaitu:

1. Dapat memikul beban lentur yang lebih besar dari beton bertulang.
2. Dapat dipakai pada bentang yang lebih panjang dengan mengatur defleksi.
3. Ketahanan geser dan puntirnya bertambah dengan adanya penegangan.
4. Dapat dipakai pada rekayasa konstruksi tertentu, misalnya pada konstruksi
jembatan segmen.
5. Berbagai kelebihan lain pada penggunaan struktur khusus, seperti struktur pelat
dan cangkang, struktur tangki, struktur pracetak, dan lain-lain.
6. Pada penampang yang diberikan penegangan, tegangan tarik dapat di eliminasi
karena besarnya gaya tekan disesuaikan dengan beban yang akan diterima.
Maka dari itu pada makalah ini akan dibahas terkaitan jembatan yang berbahan
beton prategang.

1.2. Rumusan Masalah

Hal-hal yang akan dibahas ada makalah ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud “Jembatan Beton Prategang” dan bagaimana aplikasinya pada
kehidupan nyata?
2. Bagaimana analisis perhitungan perencanaan Jembatan Beton Prategang?
3. Bagaimana metode konstruksi dari Jembatan Beton Prategang?

1.3. Tujuan

Tujuan dari pembahasan dalam makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui apa itu “Jembatan Beton Prategang” dan aplikasinya pada
kehidupan
2. Untuk mengetahui langkah analisis perencanaan Jembatan beton Prategang
3. Untuk mengetahui metode konstruksi dari Jembatan Beton Prategang
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Jembatan

Jembatan merupakan komponen infrastruktur yang sangat penting karena


berfungsi sebagai penghubung dua tempat yang terpisah akibat beberapa kondisi.
Komponen-komponen yang membentuk jembatan diantaranya adalah sebagai
berikut :

Gambar 2.1 Komponen – Komponen Jembatan

- Girder atau gelagar merupakan balok yang membentang secara memanjang


maupun melintang yang berfungsi untuk menerima dan menyebarkan beban yang
bekerja dari atas jembatan dan meneruskannya ke bagian struktur bawah jembatan.
- Abutment atau lebih dikenal dengan perletakan jembatan berfungsi sebagai
pendukung struktur jembatan sekaligus penerima beban dari gelagar dan
meneruskannya ke tanah dasar.
- Railing atau tiang sandaran pada jembatan berfungsi sebagai pembatas dan
keperluan keamanan untuk pengguna jembatan.
- Plat lantai jembatan merupakan bagian dari struktur atas jembatan dimana
merupakan tempat kendaraan untuk lewat. Secara fungsi, plat lantai jembatan
merupakan struktur pertama yang menerima beban dan meneruskannya ke gelagar
utama.
2.2 Beton Prategang
Beton prategang merupakan beton bertulang yang telah diberikan tegangan
tekan dalam untuk mengurangi tegangan tarik potensial dalam beton akibat beban kerja
(Manual Perencanaan Beton prategang Untuk Jembatan Dirjen Bina Marga, 2011).
Jembatan beton prategang atau yang dikenal dengan PSC Bridge merupakan
salah satu jenis jembatan dengan material konstruksi beton prategang atau beton yang
berisi kabel baja dengan tujuan untuk memberikan tegangan awal berupa tegangan tarik
terhadap beton akibat sifat beton yang tidak mampu menahan gaya tarik. Dalam hal ini,
beton prategang sebagai solusi untuk mengatasi besarnya tegangan tarik yang timbul
pada struktur beton khususnya pada struktur dengan bentang yang besar. Material yang
digunakan untuk sistem ini adalah material beton dan sistem kabel. Sistem kabel terdiri
dari kabel (wire, strand, bar), selongsong dan angkur (angkur hidup, angkur mati).
Dalam perkembangannya ada tiga (3) konsep beton prategang yang menjelaskan
bagaimana suatu sistem prategang membantu menahan gaya luar, yaitu:

a. Sistem prategang yang bisa menjadikan beton sebagai bahan elastis yang bisa
menahan tegangan tarik akibat dari beban luar. Konsep ini diperkenalkan oleh
Eugene Freyssinet, dimana menurut teorinya beton yang telah diberikan tegangan
awal terlebih dahulu dapat bertransformasi menjadi bahan yang elastis. Kondisi
ini menunjukan bahwa tegangan tarik pada beton tidak ada. Pada kondisi ini pun,
beton akan mengalami dua (2) kondisi yaitu :

 Gaya prategang berada pada garis penampang atau dikenal dengan


kondisi dimana c.g.c dan c.g.c saling berhimpit. Kondisi seperti ini
disebut gaya prategang kosentris.

Gambar 2.2 Gaya Prategang Kosentris


 Kondisi lainnya adalah gaya prategang tidak berada atau tidak bekerja
pada garis penampang sehingga dapat disimpulkan bahwa c.g.c dan
c.g.s tidak berhimpit. Kondisi ini dikenal dengan gaya prategang
eksentris.

Gambar 2.3 Gaya Prategang Eksentris


Adapun besarnya tegangan yang diperhitungankan dalam kondisi ini adalah sebagai
berikut:
 Serat Atas

 Serat Bawah

b. Sistem prategang yang merupakan kombinasi baja mutu tinggi dengan beton mutu
tinggi. Konsep ini merupakan kombinasi dua material yang menggambarkan
bahwa beton merupakan material yang menahan gaya tekan dan baja merupakan
material yang menahan gaya tarik. Kedua gaya tersebut membentuk kopel gaya
yang berfungsi untuk menahan gaya eksternal.
Gambar 2.4 Kombinasi Baja Mutu Tinggi dan Beton Mutu Tinggi

c. Sistem prategang untuk mencapai keseimbangan beban atau yang dikenal dengan
metode Load Balancing. Dalam konsep ini dijelaskan bahwa gaya prategang
berperan untuk menyeimbangkan gaya luar. Konsep ini diperkenalkan pertama
kalinya oleh T.Y.Lin yang menganggap bahwa beton sebagai benda bebas dimana
tendon dan gaya prategang berfungsi untuk melawan beban yang bekerja.
Beban merata akibat gaya prategang pada kondisi ini dinyatakan dalam :
8𝑃𝑎
Wb = 𝑙2

Dimana:
Wb : beban merata akibat gaya prategang

Berdasarkan konsepnya, beton diberikan gaya prategang berbentuk tendon atau kabel
baja. Pemberian gaya prategang pada beton terdiri dari dua (2) cara, yaitu:

 Pra Tarik (Pre-Tension)


Prinsip kerja metode ini adalah kabel baja diregangkan terlebih dahulu
sebelum beton dicetak. Awalnya tendon prategang ditarik kemudian dilakukan
pengangkuran pada abutment. Setelah tendon terpasang, maka beton dapat
dicetak. Setelah itu, tendon dapat dipotong sehingga gaya prategang dapat
ditransfer ke beton. Pada kondisi ini, kuat tekan beton harus sesuai dengan yang
disyaratkan. Konsep ini digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.5 Konsep Pra Tarik

 Pasca Tarik (Post- Tension)

Prinsip kerja metode ini adalah beton dicetak terlebih dahulu, kemudian
setelah beton kering kabel ditarik. Awalnya beton dicetak mengelilingi
selongsong atau selubung tendon dimana kabel prategang berada didalam
selongsong selama pengecoran kemudian setalah beton mengeras diberi gaya
prategang dengan cara mengangkur kabel prategang ke abutment. Pada saat itu
gaya prategang ditransfer ke beton sehingga beton akan tertekan. Konsep ini
digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.6 Konsep Pasca Tarik


Adapun batas – batas tegangan ijin sistem prategang berdasarkan SNI– T –12-2004

tentang Perencanaan Struktur Jembatan Beton adalah sebagai berikut :

a. Pada kondisi transfer yaitu kondisi dimana belum terjadi kehilangan gaya

prategang, tegangan yang diijinkan adalah sebagai berikut :


𝑃 𝑒𝑐𝑡 𝑀𝐷
ft = - 𝐴 𝑖 (1 − )− ≤ 𝑓𝑡𝑖
𝑐 𝑟2 𝑆𝑡

𝑃 𝑒𝑐𝑏 𝑀𝐷
fb = - 𝐴 𝑖 (1 + )+ ≤ 𝑓𝑐𝑖
𝑐 𝑟2 𝑆𝑏

b. Pada kondisi beban layan yaitu kondisi dimana telah terjadi kehilangan gaya pratekan,

tegangan yang diijinkan adalah sebagai berikut :

2.3 Standar Pembebanan Jembatan

Faktor beban merupakan hal terpenting dalam perencanaan jembatan.


Diperlukan standar khusus untuk perencanaan pembebanan yang nantinya menjadi
dasar dan patokan perencanaan pembebanan. Di Indonesia, standar perencanaan
pembebanan untuk jembatan mengacu pada Bridge Management System tahun 1992
tentang Panduan Perencanaan Jembatan dan SNI-T-02-2005 tentang Standar
Pembebanan Untuk Jembatan.

Berdasarkan SNI-T-02-2005 tentang Standar Pembebanan Untuk Jembatan, beban pada


jembatan terbagi atas :
a. Aksi Tetap

Aksi tetap pada jembatan dipengaruhi oleh berat sendiri elemen – elemen struktural

jembatan, beban mati tambahan berupa utilitas, dan pengaruh dari penyusutan dan

rangkak. Adapun faktor beban untuk berat sendiri adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1 Faktor Beban untuk Berat Sendiri
Faktor Beban
Jangka
KU;MS
Waktu KS;MS
Biasa Terkurangi
Baja,aluminium 1.0 1.1 0.9
Beton Pracetak 1.0 1.2 0.85
Tetap
Beton Cor tempat 1.0 1.3 0.75
Kayu 1.0 1.4 0.7

(Sumber: SNI-T-02-2005 tentang Standar Pembebanan Untuk Jembatan)

Berdasarkan SNI-T-02-2005 tentang Standar Pembebanan untuk Jembatan bagian 3

tentang Istilah dan Definisi dan bagian 5 tentang Aksi dan Beban Tetap, maka tabel

diatas dapat dijelaskan sebagai berikut :

 Jangka waktu tetap adalah kondisi dimana beban bekerja sepanjang waktu dan

beban tersebut bersumber dari beban tetap yang berada di sekitar jembatan.

 Faktor beban biasa adalah faktor beban yang digunakan apabila pengaruh dari

aksi rencana untuk mengurangi keamanan.

 Faktor beban terkurangi adalah faktor beban yang digunakan apabila pengaruh

dari aksi rencana untuk menambah keamanan.

 Faktor beban terkurangi biasanya digunakan untuk mengatasi apabila kerapatan

masa struktur sangat besar. Secara batas kerapatan masa yang besar akan sangat

aman untuk struktur tetapi tidak untuk kondisi lainnya sehingga harus digunakan

faktor beban terkurangi.

 Sebaliknya, apabila kerapatan masa kecil maka dapat digunakan faktor beban

biasa dimana keadaan ini merupakan keadaan paling kritis dari kondisi struktur.

 Nilai dari faktor beban diatas tidak bisa diubah.


Tabel 2.2 Berat Isi untuk Beban Mati

Berat / Satuan Isi Kerapatan Masa


No Bahan
(kN/m3) (kg/m3)
1 Campuran aluminium 26.7 2720
2 Lapisan permukaan beraspal 22.0 2240
3 Besi tuang 71.0 7200
4 Timbunan tanah dipadatkan 17.2 1760
5 Kerikil dipadatkan 18.8 – 22.7 1920-2320
6 Aspal beton 22.0 2240
7 Beton ringan 12.25 – 19.6 1250-2000
8 Beton 22.0-25.0 2240-2560
9 Beton prategang 25.0-26.0 2560-2640
10 Beton bertulang 23.5-25.5 2400-2600
11 Timbal 111 11400
12 Lempung lepas 12.5 1280
13 Batu pasangan 23.5 2400
14 Neoprin 11.3 1150
15 Pasir kering 15.7 – 17.2 1600 – 1760
16 Pasir basah 18.0 – 18.8 1840 – 1920
17 Lumpur lunak 17.2 1760
18 Baja 77.0 7850
19 Kayu (ringan) 7.8 800
20 Kayu (keras) 11.0 1120
21 Air murni 9.8 1000
22 Air garam 10.0 1025
23 Besi tempa 75.5 7680
(Sumber: SNI-T-02-2005 tentang Standar Pembebanan Untuk Jembatan)

b. Beban Lalu Lintas

Beban lalu lintas pada sistim pembebanan jembatan terdiri atas beban lajur "D" dan
beban truk "T". Beban lajur bekerja pada seluruh lebar jembatan sedangkan beban truk
ditempatkan pada lajur lalu lintas rencana yang ada dilapangan.

 Beban Lajur "D"

Beban lajur merupakan gabungan dari beban merata dan beban garis yang

bekerja pada jembatan. Adapun gambaran beban yang bekerja seperti pada

gambar berikut.
Gambar 2.7 Beban Lajur "D"

 Beban Truk "T"

Beban truk merupakan kendaraan berat yang ditempatkan di lajur lalu lintas

rencana. Di setiap satu lajur lalu lintas hanya bisa ditempatkan satu buah truk.

Beban truk yang digunakan tidak melebihi beban yang distandarkan. Beban

truk yang digunakan memiliki berat sebesar 27 ton.

Adapun jumlah lajur lalu lintas rencana adalah sebagai berikut :

Tabel 2.3 Jumlah Lajur Lalu L intas Rencana

Jenis Jembatan Lebar Jalan Kendaraan Jumlah Lajur Lalu


J embatan (m) Lintas Rencana
Lajur tunggal 4.0 – 5.0 1
Dua arah, tanpa 5.5 – 8.25 2
median 11.25 – 15.0 4
10.0 – 12.9 3
Jalan kendaraan 11.25 – 15.0 4
majemuk 15.1 – 18.75 5
18.8 – 22.5 6
(Sumber: SNI-T-02-2005 tentang Standar Pembebanan Untuk Jembatan)

Berdasarkan SNI-T-02-2005 tentang Standar Pembebanan Untuk Jembatan, susunan

dan berat as dari truk yang digunakan untuk pembebanan jembatan seperti gambar

berikut.
Gambar 2.8 Pembebanan Truk (SNI-T-02-2005)

Pada kasus tertentu, seperti truk yang digunakan untuk pembebanan hanya terdapat

2 as saja maka berat yang di distribusikan oleh truk disesuaikan dengan berat aktual

dari truk tersebut. Berdasarkan prinsipnya, distribusi beban truk ini bertujuan untuk

memperoleh momen dan geser pada gelagar jembatan. Faktor beban dinamik untuk

beban tru k adalah 30%.

Pada pembebanan truk momen lentur ijin rencana akibat beban truk dapat digunakan

untuk pelat yang membentangi gelagar atau balok dalam arah melintang dengan

panjang bentang antara 0.6 m dan 7.4 m. Benteng efektif yang digunakan adalah

sebagai berikut :

 Pelat lantai yang bersatu dengan balok atau dinding tanpa dilakukan

peninggian, bentang efektif sama dengan bentang bersih.

 Pelat lantai yang didukung pada gelagar dari bahan yang berbeda atau tidak

dicor bersama, bentang efektif merupakan penjumlahan dari bentang bersih

dan setengah lebar dudukan tumpuan.

c. Aksi Lingkungan

Faktor lingkungan yang mempengaruhi sistim pembebanan jembatan adalah suhu

dari struktur jembatan, drainase atau aliran air, beban angin, beban gempa dan

tekanan tanah. Faktor – faktor diatas mempengaruhi pembebanan suatu jembatan

tetapi untuk penelitian ini tidak memperhitungkan akibat beban dari lingkungan.

d. Aksi Lainnya

Beban – beban yang termasuk dalam aksi lainnya adalah akibat gesekan pada
tumpuan dan akibat getaran yang terjadi pada jembatan. Faktor – faktor ini juga

diperhitungkan di lapangan. Dari beberapa faktor pembebanan yang telah dijelaskan

diatas, penelitian ini hanya mempertimbangkan beban akibat beban lalu lintas secara

spesifik yaitu beban truk "T". Ini dikarenakan pengujian pembebanan yang dilakukan

dilapangan hanya memperhitungkan akibat beban hidup.

2.4 Analisa Tegangan Jembatan

Berdasarkan SNI 03 – 2874 – 2002 tegangan yang terjadi pada suatu konstruksi
jembatan perlu ditinjau dari 2 (dua) kondisi, yaitu :

 Pada kondisi transfer


 Pada kondisi layan

Adapun contoh tahapan perhitungan tegangan pada gelagar jembatan adalah sebagai
berikut :
a. Dimensi penampang balok prategang harus jelas dan pasti.

Gambar 2.9 Dimensi Penampang Gambar 2.10 Dimensi Pen ampang


Komposit
(M.Noer Ilham, 2008) (M.Noer Ilham, 2008 ))

b. Gaya prategang / prategang dinyatakan dengan P dalam satuan Newton (N)

c. Hitunglah luas penampang beton prategang dinyatakan dengan symbol A


dalam satuan mm2. Luas penampang mempengaruhi penentuan titik berat setiap
segmen.
d. Momen inersia penampang dihitung berdasarkan bentuk penampang. Untuk

penampang berbentuk :

 Balok = 1/12 bh3

Gambar 2.11 Momen Inersia Balok

Dimana :

b : lebar balok
h : tinggi balok

 Segitiga = 1/36 bh3

Gambar 2.12 M omen Inersia Penampang Segitiga

Dimana :

b : lebar balok
h : tinggi balok

 Lingkaran = 1/64 Л D4

Gambar 2.13 Momen Inersia Penampang Lingkaran

Dimana :

D : diameter lingkaran

e. Momen yang bekerja pada beton ditinjau dari masing – masing bagian

penampang.

f. Perhitungan tegangan harus memperhatikan tegangan ijin tekan dan tegangan


ijin tarik pada beton yang telah disyaratkan. Setelah itu, perhitungan tegangan
mengacu pada sistem prategang yang digunakan dan memperhitungkan tegangan
pada serata atas dan serata bawah seperti yang dijelaskan sebelumnya pada bagian
jembatan sistem prategang. Tegangan pada gelagar jembatan dinyatakan dalam σ
dengan satuan N/mm2 atau MPa. Adapun rumus dari tegangan yang digunakan
adalah sebagai berikut :

σ = M/w
Dimana :
M = Momen yang diakibatkan oleh beban (Nmm)
w = Tahanan momen (mm3)

2.5 Pengujian Jembatan

Pengujian jembatan memiliki tujuan untuk menentukan kapasitas atau


kemampuan dari suatu jembatan dalam menerima beban. Pada pelaksanaannya, ada
3 (tiga) jenis pengujian jembatan yang sering digunakan di lapangan yaitu :

a. Uji Beban Statik

Pengujian beban statik umumnya dilakukan dengan cara menempatkan beban

– beban di atas jembatan. Pada kondisi ini beban tidak bergerak. Beban yang

digunakan adalah beban truk. Pengujian ini biasanya dilakukan untuk

mengetahui kapasitas jembatan untuk menahan beban yang diterima. Besarnya

beban yang diberikan dilakukan secara bertahap. Proses pemberian beban

disebut dengan tahap loading sedangkan proses dimana beban dikurangi

disebut tahap unloading. Pengujian ini menggunakan alat uji yaitu sensor.

b. Uji Beban Dinamik

Pengujian beban dinamik jembatan dilakukan dengan cara melewatkan beban

dalam hal ini kendaraan dari satu sisi ke sisi lain dari jembatan. Sama halnya

dengan uji statik, uji dinamik jembatan juga dibantu dengan alat uji atau sensor

untuk mendapatkan hasil pengujian. Biasanya pengujian ini bertujuan untuk

mengetahui besarnya getaran yang terjadi pada jembatan.


c. Uji Beban dengan Metode Terintegrasi

Pengujian beban jembatan dengan metode terintegrasi sudah banyak dilakukan.

Pengujian ini dilakukan untuk mendapatkan model yang sesuai atau dengan

kata lain pengujian ini bertujuan untuk mengkalibrasi model. Model yang

dimaksud adalah jembatan dimana pemodelan dalam metode ini dibantu oleh

program. Metode ini sendiri merupakan gabungan dari pengujian yang

dilakukan dilapangan dengan pemodelan yang dilakukan pada program.

Pada penelitian ini, pengujian yang dilakukan adalah pengujian dengan metode

terintegrasi. Dalam pelaksanaa nnya penelitian ini membandingkan hasil yang

berdasarkan pengujian di lapangan dan pemodelan pada program. Beban yang

digunakan adalah beban hidup yang berasal dari beban lalu lintas yaitu beban

truk dengan berat 27 ton. Pengujian dilakukan hanya untuk mendapatkan nilai

tegangan. Untuk mendapatkan nilai tegangan, digunakan alat uji berupa sensor

tegangan yang diletakan pada bagian bawah dari gelagar jembatan. Alat yang

digunakan sebagai sensor tegangan adalah BDI Stra in Transducer seperti

tampak pada gambar dibawah ini.

Gambar 2.14 BDI Stra in Transducers (Campbell Scientific Inc, 2008)


BAB III

PEMBAHASAN

Pada dasarnya, perhitungan jembatan prategang sama dengan perhitungan jembatan


pada umumnya. Yang membedakan adalah pada jembatan ini terdapat perhitungan untuk
beton prategang sendiri apakah mampu menahan momoen yang terjadi pada jembatan. Jika
sudah mampu, perhitungan dilanjutkan pada analisis gelargar pada jembatan.

3.1 Perencanaan Balok Prategang Untuk Jembatan

Suatu jembatan beton komposit, balok induk (main beam) dan balok melintang
(diafragma) beton pratekan precast sedangkan plat lantai jembatan tebal 25 cm dari beton
bertulang dicor setempat. Sketsa potongan memanjang dan melintang seperti pada gambar
dibawah ini.

Gambar 3.1 Sketsa Potongan Memanjang

Gambar 3.2 Sketsa Potongan Melintang


Pelat lantai kendaraan : Mutu K 250 tebal 25 cm dicor setempat
Tebal lapisan asphalt rata-rata 10 cm.
Diafragma : Beton pracetak ( precast ) K 400 ukuran 300 x 700 mm
Jarak antara diafragma L = 4.500 mm
Balok Induk : Beton prategang pracetak ( precast ) post tension, mutu K 500
Jarak antara balok induk B = 1.750 mm

 Rencanakan dimensi balok induk tengah (h, a, b, t, ha, hb, dan seterusnya).
 Luas baja prategang (AP) dan posisinya untuk ditengah-tengah bentangan jembatan
dengan persyaratan tidak diperbolehkan terjadi tegangan tarik pada penampang
baik pada saat stressing maupun pada saat layan (jembatan sudah berfungsi).
 Untuk perencanaan ini kehilangan gaya prategang total diperkirakan 20%.

Referensi : Untuk baja prategang dapat dipergunakan tabel-tabel dibawah ini :


Tabel 3.1 Tipikal Baja Prategang
Tabel 3.2 Baja Prategang Grade 250 dan Grade 750

Penyelesaian :
Dicoba balok dengan spesifikasi berikut :

Perhitungan Properti Balok :


Luas A = 20 x 70 = 1440 cm2
Luas B = 2 x ½ x 10 x 25 = 250 cm2
Luas C = 20 x 65 = 1300 cm2
Luas D = 2 x ½ x 10 x 15 = 150 cm2
Luas E = 35 x 50 = 1750 cm2
Luas Total (A Balok) = 4850 cm2

Statis momen terhadap sisi bawah balok :

Sehingga,
yb = 302291,67 / 4850
= 62,33 cm
yt = 120 – 62,33
= 57,67 cm
Momen Inersia balok terhadap c.g.c :
Perhitungan Properti Balok Komposit :
Lebar pelat efektif : BE ≤ ¼L = ¼ x 2330 = 582,5 cm
BE ≤ B = 175 cm (dipilih)
BE ≤ 16t + bf = 16 x 20 + 70 = 470 cm
Nb: Untuk lebar pelat efektif dipilih yang paling kecil

Lebar pelat transformasi : BTR = n x BE = 0,707 x 1750 = 123,744 ≈ 124 cm

Statis momen terhadap sisi bawah balok :

(Apelat + Abalok) x yb’ = Apelat x 132,5 + Abalok x yb


(3100 + 4850) x yb’ = (3100 x 132,5) + (4850 x 62,33)
yb’ = 89,69 cm
yt’ = (120 + 25) – 89,69
= 55,31 cm
Berat sendiri balok precast : g = 0,485 x 1 x 2500 = 1212,5 kg/m
Momen ditengah bentang akibat balok =

Berat pelat lantai : gpl = 0,25 x 1,75 x 1 x 2400 = 1050 kg/m


Momen ditengah bentang akibat pelat =

Berat asphalt : gas = 0,1 x 1,75 x 1 x 2240 = 392 kg/m


Momen ditengah bentang akibat asphalt =

Tegangan tekan yang diijinkan pada saat layan, sesuai SNI 03-2874-2002
Fc = 0,60 x fc’ = 0,60 x 415 = 249 kg/cm2
Persyaratan tidak diijinkan adanya tegangan tarik disisi bawah balok, jadi :

fb1 + fb2 + fb3 + fb4 + fb5 = 0

PE = 250729,333 kg

Kontrol tegangan disisi atas balok :

fbalok = fa1 + fa2 + fa3 + fa4 + fa5

fbalok = -91,418 kg/cm2 (Tekan)

Jadi tegangan tekan disisi atas balok : fbalok = 91,418 kg/cm2 ≤ Fc = 249 kg/cm2 OK

Tegangan tekan yang diijinkan pada pelat : Fcpelat = 0,6 x 207,5 = 124,5 kg/cm2

Tegangan tekan pada pelat : fpelat =

Jadi tegangan tekan pada pelat : fpelat = 8,518 kg/cm2 ≤ Fcplat = 124,5 kg/cm2 OK

Kehilangan gaya prategang 20%, jadi :

Pi = 1,20 x PE = 1,20 x 250729,333 = 300875,199 kg

fpy = 0,85 x fpu = 0,85 x 1725 = 146,25 MPa = 14662,50 kg/cm2

Ap = Pi / fpy = 300875,199 / 14662,50 = 20,52 cm2


Kontrol Tegangan pada Saat Prategangan :

Tegangan pada sisi bawah balok :

fcb = -98,055 (Tekan)


Jadi tegangan tekan disisi bawah balok : fcb = 98,055 kg/cm2 ≤ Fc = 249 kg/cm2 OK

Tegangan pada sisi atas balok :

fcb = -28,708 (Tekan)

Jadi tegangan tekan disisi bawah balok : fcb = 28,708 kg/cm2 ≤ Fc = 249 kg/cm2 OK

KESIMPULAN : DESAIN PENAMPANG OK, AMAN, DAN DAPAT DIPAKAI


3.2 Metode Konstruksi Jembatan Beton Prategang

3.2.1 Umum

a) Tempat Pencetakan

Lokasi setiap tempat pencetakan harus disetujui oleh Direksi Pekerjaan.

b) Acuan

Pipa acuan untuk membentuk lubang melintang dalam pekerjaan akhir atau perkakas cetak
lainnya yang akan membatasi regangan memanjang dalam elemen acuan harus dilepas
sesegera mungkin setelah pengecoran beton sede-mikian rupa sehingga pergerakan akibat
penyusutan atau perubahan temperatur beton dapat dikendalikan.

Bilamana diperlukan rongga dalam beton, maka pembentuk rongga beton harus terpasang
kaku dengan cara yang sedemikian hingga tidak terjadi pergeseran yang cukup besar dalam
segala arah selama pelaksanaan pengecoran.

Bilamana pembentuk rongga beton diikat pada kabel prategang, maka pencegahan harus
dilakukan untuk menjamin bahwa pola untaian tidak mengalami distorsi akibat gaya apung
dari rongga tersebut.

Semua pencegahan harus dilakukan untuk menghindari kerusakan pada acuan selama
pengecoran.

c) Perlengkapan Pra-tegang

Perlengkapan penarik kabel harus disetujui oleh Direksi Pekerjaan sebelum digunakan dan
harus dikalibrasi sebagai unit yang lengkap oleh suatu labora-torium yang disetujui setiap
enam bulan (atau lebih sering jika diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan) agar memberikan
korelasi antara gaya yang diberikan pada kabel dan bacaan yang ditunjukkan oleh alat ukur
tekanan. Perlengkapan penarikan kabel harus disediakan paling sedikit 2 alat pengukur
tekanan dengan permukaan diameter tidak kurang dari 150 mm, satu untuk membaca
lendutan akibat penegangan dan yang satunya untuk membaca pembebanan selama operasi
penegangan akhir. Alat pengukur tekanan harus akurat sampai ketelitian 1 % kapasitas
penuh. Sertifikat kalibrasi harus disimpan di kantor kerja pada tempat pengecoran dan
disediakan untuk Direksi Pekerjaan atas permintannya.
d) Perakitan Kabel Pra-tegang

Kabel pra-tegang harus dirakit sesuai dengan petunjuk yang diikutsertakan dalam sertifikat
persetujuan pabrik.

Sebelum perakitan, maka permukaan baja pra-tegang harus diperiksa terhadap korosi.
Karat lepas harus dibuang dengan tangan, yaitu dengan lap kain guni atau wol baja halus
dan setiap jenis minyak harus dibersihkan dengan menggunakan deterjen. Suatu lapisan
karat yang tipis tidak dianggap merusak asalkan baja tersebut tidak nampak keropos setelah
dibersihkan dari karat.

Baja yang sangat berkarat atau baja yang keropos harus ditolak dan dikeluarkan dari tempat
kerja. Benda asing yang melekat pada baja harus dihilangkan sete-lah pra-tegang atau
sebelum penempatan dalam selongsong. Bilamana baja pra-tegang untuk pekerjaan
penegangan sebelum pengecoran (pre-tension) dipasang sebelum pengecoran pada unit
tersebut, atau bilamana tidak disuntik dalam waktu 10 hari sejak pemasangan, maka baja
tersebut harus mengikuti ketentuan di atas untuk perlindungan terhadap korosi dan ditolak
jika berkarat. Dalam hal ini, bahan penghambat korosi harus digunakan dalam selongsong
setelah pemasangan kabel. Jangkar harus dirakit dengan kabel dengan cara sedemikian
sehingga dapat mencegah setiap pergeseran posisi, baik selama pemasangan maupun
penge-coran.

Gambar 3.3 Persiapan Beton Prategang

e) Selimut Beton

Jika tidak ditentukan lain, maka selimut beton tidak boleh kurang dari 2 kali diameter kabel
atau 3 cm, diambil yang lebih besar. Selimut beton tersebut harus ditambah 1,5 cm untuk
beton yang kontak langsung dengan permukaan tanah atau 3,0 cm untuk elemen beton yang
dipasang dalam air asin.

f) Pengecoran Beton

Kontraktor harus memberitahu Direksi Pekerjaan paling tidak 24 jam sebelum permulaan
operasi pengecoran beton yang dijadwalkan agar Direksi Pekerjaan dapat memeriksa
persiapan pekerjaan tersebut.

Beton tidak boleh dicor sampai Direksi Pekerjaan telah memeriksa dan me- nyetujui
pemasangan baja tulangan, selongsong, jangkar, dan baja pra-tegang. Selongsong yang
retak atau robek harus diganti.

Pengecoran harus sesuai dengan ketentuan, beton harus digetar dengan hati-hati untuk
menghindari pergeseran kabel, kawat, selongsong, atau baja tulangan. Untuk bagian yang
lebih dalam dan tipis, penggetar luar yang ditempelkan pada acuan dapat dilaksanakan
untuk menam-bah getaran di bagian dalam. Baik sebelum pengecoran maupun segera
sesudah pengecoran beton, maka Kontraktor harus dapat menunjukkan bahwa semua
selongsong tidak rusak hingga dapat diterima oleh Direksi Pekerjaan.

g) Perawatan

Perawatan dengan uap air dapat digunakan sesuai dengan yang disyaratkan.

3.2.2. Pra-penegangan (Pre-stressing)

 Keselamatan Kerja

Selama proses penarikan kabel tidak diperbolehkan seorangpun berdiri di muka


dongkrak. Pengukuran atau kegiatan lainnya harus dilaksanakan dari samping
dongkrak atau tempat lainnya yang cukup aman. Sesaat sebelum penarikan kabel,
tanda-tanda yang cukup jelas harus terpasang pada kedua ujung unit tersebut untuk
memperingatkan orang agar tidak mendekati tempat tersebut.

 Peralatan

Sebelum pekerjaan penegangan, peralatan harus diperiksa, dikalibrasi atau diuji,


sebagaimana dipandang perlu oleh Direksi Pekerjaan. Dynamometer dan alat ukur
lainnya harus mempunyai toleransi sampai 2%. Alat pengukur tekanan harus
disesuaikan dengan petunjuk pabrik pem-buatnya. Alat pengukur tekanan ini juga
harus dibuat sedemikian rupa sehingga tidak akan rusak bila terjadi penurunan
tegangan secara mendadak.

Untuk maksud pencatatan, jika dipandang perlu, dapat dipasang lebih dari satu alat
pengukur tekanan.

3.3 Metode Penegangan Sebelum Pengecoran (Pre-Tension)

3.3.1 Landasan Gaya Pra-tegang

Landasan untuk mendukung gaya pra-tegang selama operasi pra-tegang harus


dirancang dan dibuat untuk menahan gaya-gaya yang timbul selama operasi pra-
tegang. Landasan harus dibuat sedemikian rupa sehingga bila terjadi slip pada
jangkar tidak menyebabkan kerusakan pada landasan.

Landasan harus cukup kuat sehingga tidak terjadi lendutan atau kerusakan akibat
beban terpusat atau beban mati dari unit-unit yang ditunjang.

3.3.2 Penempatan Kabel

Kabel harus ditempatkan sesuai dengan yang ditunjukkan dalam Gambar, dan harus
dipasang sedemikian hingga tidak bergeser selama pengecoran beton. Pada
penempatan kabel, perhatian khusus harus diberikan agar kabel tidak menyentuh
acuan yang telah diminyaki. Bilamana terlihat tanda-tanda minyak pada kabel, maka
kabel harus segera dibersihkan dengan menggunakan kain yang dibasahi minyak
tanah atau bahan yang cocok lainnya.

Bilamana memungkinkan, penegangan kabel hendaknya dilaksanakan sebelum


acuan diminyaki. Jangkar harus diletakkan pada posisi yang dikehendaki dan tidak
bergeser selama pengecoran beton.

3.3.3 Besarnya Gaya Penegangan yang Dikehendaki

Kecuali ditentukan lain dalam Gambar, gaya penegangan yang diperlukan adalah sisa
gaya kabel pada tengah-tengah setiap unit segera setelah semua kabel dijangkar pada
abutment dari landasan dan berada dalam posisi lendutan akhir. Perbedaan gaya
penegangan adalah 5 persen dari gaya yang diperlukan. Besar gaya penegangan yang
diberikan harus dapat sudah termasuk pengurangan gaya akibat slip pada perkakas
jangkar, masuknya baji (wedge draw-in) dan kehilangan akibat gesekan (friction
losses).
Cara penarikan kabel termasuk pemasangan dan penempatan setiap garis lengkung
kabel, perhitungan yang menunjukkan gaya-gaya pada jangkar dan setiap titik
lendutan, dan perkiraan kehilangan gaya akibat gesekan, harus diserahkan kepada
Direksi Pekerjaan untuk mendapat persetujuan sebelum dimulainya pembuatan
elemen-elemen.

Kontraktor harus melaksanakan percobaan operasi penegangan untuk memperoleh


besarnya tahanan geser yang diberikan alat pelengkung (hold down) dan juga memas-
tikan bahwa masuknya baji yang disebutkan masih konsisten dengan jenis dongkrak
dan teknik yang diusulkan.

Kabel harus dilengkungkan bilamana ditunjukkan dalam Gambar, dengan perkakas


yang cukup kuat untuk memegang kabel dalam posisi yang sesuai, terutama selama
penge-coran dan operasi penggetaran. Kecuali disebutkan lain oleh Direksi
Pekerjaan, maka alat pelengkung (hold down) harus diletakkan memanjang dalam
200 mm dan vertikal dalam 5 mm dari lokasi yang ditunjukkan dalam Gambar.

Alat pelengkung (hold down) harus dirancang sedemikian hingga pelengkung


(deflec-tors) yang dalam keadaan kontak langsung dengan untaian (strand)
berdiameter tidak kurang dari diameter kabel atau 15 mm, mana yang lebih besar.
Pelengkung (deflectors) harus dibuat dari bahan yang tidak lebih keras dari baja mutu
36 sesuai dengan ketentuan dari AASHTO M183.

Kontraktor harus menyerahkan perhitungan yang menunjukkan bahwa alat


pelengkung telah dirancang dan dibuat untuk menahan beban terpusat yang
diakibatkan dari gaya pra-tegang yang diberikan.

Cara penarikan kabel harus dapat menjamin bahwa gaya yang diperlukan dihasilkan
dari semua kabel di tengah-tengah bentang setiap unit, terutama bilamana lebih dari
satu kabel atau satu unit ditarik dalam suatu operasi penarikan.

Beton tidak boleh dicor lebih dari 12 jam setelah peraikan kabel. Bilamana waktu ini
dilampaui, maka Kontraktor harus memeriksa apakah kebutuhan gaya tarik kabel
masih dipertahankan. Bilamana penegangan ulang diperlukan, maka perpanjangan
kabel yang terjadi harus ditahan dengan menggunakan pelat pengunci (shims) tanpa
mengganggu baji yang telah tertanam.
Pengukuran pemuluran, hanya boleh dilaksanakan setelah Direksi Pekerjaan
memeriksa perhitungan dan menentukan bahwa sistem tersebut telah memenuhi
ketentuan. Bacaan alat pengukur tekanan dari dongkrak harus digunakan sebagai
pembanding penguluran pemuluran. Bilamana bacaan tekanan dongkrak dan
pengukuran pemuluran berbeda lebih dari 3 %, Direksi Pekerjaan harus diberitahu
sebelum pengecoran dimulai, dan jika dipandang perlu, kabel harus diuji ulang dan
peralatan dikalibrasi ulang sebagaimana diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan.

3.3.4 Prosedur Pra-tegang

Operasi penarikan kabel harus dikerjakan oleh tenaga yang terlatih dan
berpengalaman di bidangnya.

Gaya pra-tegang harus diberikan dan dilepas secara bertahap dan merata.

Untuk menghilangkan kekenduran dan menaikkan kabel dari lantai landasan, maka
gaya 100 kg atau sebesar yang disetujui oleh Direksi Pekerjaan harus diberikan pada
kabel. Gaya awal harus diberikan untuk menghitung pemuluran yang diperlukan.

Kabel harus ditandai untuk pengukuran pemuluran setelah tegangan awal diberikan.
Bilamana diperlukan oleh Direksi Pekerjaan, maka kabel harus ditandai pada kedua
ujungnya, ujung yang ditarik dan ujung yang mati serta pada kopel (bila digunakan),
sedemikian hingga slip dan masuknya kabel (draw-in) dapat diukur.

Bilamana terjadi slip pada salah satu kelompok kabel yang ditarik secara bersama-
sama, maka tegangan pada seluruh kabel harus dikendorkan, kabel-kabel diatur lagi
dan kelompok kabel tersebut ditarik kembali. Sebagai alternatif, jika kabel yang slip
tidak lebih dari dua, penarikan kelompok kabel dapat diteruskan sampai selesai dan
kabel yang kendor ditarik kemudian.

Gaya pra-tegang harus dipindahkan dari dongkrak penarik ke abutment landasan pra-
tegang segera setelah gaya yang diperlukan (atau pemuluran) dalam kabel telah
tercapai, dan tekanan dongkrak harus dilepas sebelum setiap operasi berikutnya
dimulai.

Bilamana untaian (strand) yang dilengkungkan disyaratkan, maka Direksi Pekerjaan


dapat memerintahkan pengukuran pemuluran atau regangan pada berbagai posisi
sepanjang kabel untuk menentukan gaya pada kabel pada masing-masing posisi.
3.3.5 Pemindahan Gaya Pra-tegang

 Ketentuan Kekuatan Beton

Tidak ada kabel yang dilepas sebelum beton mencapai kuat tekan yang lebih besar
dari 85 % kuat tekan beton berumur 28 hari yang disyaratkan dalam Gambar dan
didukung dengan pengujian benda uji standar yang dibuat dan dirawat sesuai dengan
unit-unit yang dicor. Bilamana, setelah 28 hari, kuat tekan beton gagal mencapai
kekuatan minimum yang disyaratkan, maka kabel segera dilepaskan dan unit beton
tersebut harus ditolak.

 Prosedur

Semua kabel harus diperiksa sebelum dilepas untuk memastikan bahwa tidak
terdapat kabel yang kendur. Bilamana terdapat kabel yang kendur, maka Kon-traktor
harus segera memberitahu Direksi Pekerjaan sehingga Direksi Pekerjaan dapat
memeriksa unit tersebut dan menentukan apakah unit tersebut dapat dipakai terus
atau harus diganti.

Semua kabel harus diberi tanda pada kedua ujung balok pratekan, agar dapat
dilakukan pencatatan bilamana terjadi slip atau masuknya kabel (draw-in).

Pelepasan kabel harus secara berangsur-angsur dan tidak boleh terhenti pada waktu
pelepasannya.

Dengan persetujuan dari Direksi Pekerjaan, pelepasan kabel dapat dilakukan dengan
pemanasan, asalkan ketentuan berikut ini dilaksanakan :

 Kontraktor harus menyerahkan kepada Direksi Pekerjaan rincian cara


pemindahan gaya pra-tegang termasuk panjang kabel bebas di antara unit-
unit, panjang kabel bebas pada kedua ujung landasan, tempat-tempat
dimana kabel akan diberikan pemanasan, rencana pemotongan kabel dan
pelepasan alat untuk kabel yang dilengkungkan, cara pemanasan kabel dan
peralatan yang diusulakan untuk digunakan.
 Pemanasan harus dilaksanakan merata pada seluruh panjang kabel dalam
waktu yang cukup untuk menjamin bahwa seluruh kabel telah regang
(relax) sepenuhnya sebelum dilakukan pemotongan. Beton tidak boleh
dipanaskan secara berlebihan, dan pemanasan tidak boleh dilakukan lang-
sung pada setiap bagian kabel yang berjarak kurang dari 10 cm dari
permukaan beton unit tersebut.

 Direksi Pekerjaan harus hadir dalam setiap pelepasan kabel dengan


pemanasan. Setelah gaya pra-tegang telah dipindahkan pada unit-unit,
kabel-kabel antara unit-unit harus bekerja baik sepanjang garis dari titik
pelepasan. Setelah gaya pra-tegang dipindahkan seluruhnya pada beton,
kelebihan panjang kabel harus dipotong sampai ujung permukaan unit
dengan pemotong mekanis. Setiap upaya harus dilakukan untuk mencegah
kerusakan pada beton.

3.3.6 Masuknya (Draw-in) Kabel yang Diijinkan.

Masuknya kabel pada setiap kabel tidak boleh melampaui 3 mm pada setiap ujung,
kecuali disebutkan lain dalam Gambar.

Bilamana masuknya kabel melampaui toleransi maksimum maka pekerjaan tersebut


harus ditolak.

3.4 Metode Penegangan Setelah Pengecoran (Post-Tension)

3.4.1 Penempatan Jangkar

Setiap jangkar harus ditempatkan tegak lurus terhadap garis kerja gaya pra-tegang,
dan dipasang sedemikian hingga tidak akan bergeser selama pengecoran beton.

Bilamana ditentukan dalam Gambar bahwa plat baja digunakan sebagai jangkar,
maka bidang permukaan beton yang kontak langsung dengan plat baja tersebut harus
rata, daktil (ducktile) dan diletakkan tegak lurus terhadap arah gaya pra-tegang.
Jangkar pelat baja dapat ditanam pada adukan semen sebagaimana yang disetujui
atau diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan.

Sesudah pekerjaan pra-tegang dan penyuntikan selesai, jangkar harus ditutup dengan
beton dengan tebal paling sedikit 3 cm.
3.4.2 Penempatan Kabel

Lubang jangkar harus ditutup untuk menjamin bahwa tidak terdapat adukan semen
atau bahan lainnya masuk ke dalam lubang selama pengecoran.

Segera sebelum penarikan kabel, Kontraktor harus menunjukkan bahwa semua kabel
bebas bergerak antara titik-titik penjangkaran dan elemen-elemen tersebut bebas
untuk menampung pergerakan horisontal dan vertikal sehubungan dengan gaya pra-
tegang yang diberikan.

3.4.3 Kekuatan Beton yang Diperlukan

Gaya pra-tegang belum boleh diberikan pada beton sebelum mencapai kekuatan
beton yang diperlukan seperti yang disyaratkan dalam Gambar, dan tidak boleh
kurang dari 14 hari setelah pengecoran jika perawatan dengan pembasahan
digunakan, atau kurang dari 2 hari setelah pengecoran jika perawatan dengan uap
digunakan.

Bilamana unit-unit terdiri dari elemen-elemen yang disambung, kekuatan yang


dipindah-kan ke bahan sambungan paling sedikit harus sama dengan kekuatan yang
dipindahkan pada unit beton.

3.4.3 Besarnya Gaya Pra-tegang yang Diperlukan

Pengukuran gaya pra-tegang yang dilakukan dengan cara langsung mengukur


tekanan dongkrak atau tidak langsung dengan mengukur pemuluran. Kecuali
disebutkan lain dalam Gambar, Direksi Pekerjaan akan menentukan prosedur yang
diambil setelah pengamatan kondisi dan ketelitian yang dapat dicapai oleh kedua
prosedur tersebut.

Direksi Pekerjaan akan menentukan perkiraan pemuluran dan tekanan dongkrak.

Kontraktor harus menetapkan titik duga untuk mengukur perpanjangan dan tekanan
dongkrak samapai dapat diterima oleh Direksi Pekerjaan.

Kontraktor harus menambahkan gaya pra-tegang yang diperlukan untuk mengatasi


kehi-langan gaya akibat gesekan dan penjangkaran. Besar gaya total dan
perpanjangan yang dihitung harus disetujui oleh Direksi Pekerjaan sebelum
penegangan dimulai.
Segera setelah penjangkaran, maka tegangan dalam kabel pra-tegang tidak boleh
melampaui 70 % dari beban yang ditetapkan. Selama penegangan, maka nilai
tersebut tidak boleh melampaui 80 %.

Kabel harus ditegangkan secara bertahap dengan kecepatan yang tetap. Gaya dalam
kabel harus diperoleh dari pembacaan pada dua buah arloji atau alat pengukur
tekanan yang menyatu dengan peralatan tersebut. Perpanjangan kabel dalam gaya
total yang disetujui tidak boleh melampaui 5 % dari perhitungan perpanjangan yang
disetujui. Bilamana perpanjangan yang diperlukan tidak dapat dicapai maka gaya
dongkrak dapat ditingkatkan sampai 75 % dan beban yang ditetapkan untuk kabel.
Bilamana perbedaan pemuluran antara yang diukur dengan yang dihitung, lebih dari
5 %, maka tidak perlu dilakukan penarikan lebih lanjut sampai perhitungan dan
peralatan tersebut diperiksa.

Penegangan harus dari salah satu ujung, kecuali disebutkan lain dalam Gambar atau
disetujui oleh Direksi Pekerjaan.

Bilamana penegangan pada kabel dilakukan dengan pendongkrakan pada kedua


ujung-nya, maka tarikan ke dalam (pull-in) pada ujung yang jauh dari dongkrak harus
diukur dengan akurat dengan memperhitungkan kehilangan gaya untuk perpanjangan
yang diukur pada ujung dongkrak.

Bilamana pekerjaan pra-tegang telah dilakukan sampai diterima oleh Direksi


Pekerjaan, maka kabel harus dijangkarkan. Tekanan dongkrak kemudian harus
dilepas dengan sedemikian rupa sehingga dapat menghindari goncangan terhadap
jangkar atau kabel tersebut.

Bilamana tarikan ke dalam (pull-in) kabel pada penjangkaran akhir lebih besar dari
yang disetujui oleh Direksi Pekerjaan, maka beban harus dilepas secara bertahap
dengan kecepatan tetap dan penarikan kabel dapat diulangi.

3.4.5 Prosedur Penarikan Kabel

Sebelum penegangan, kabel harus dibersihkan dengan cara meniupkan udara


bertekanan ke dalam selongsong. Jangkar juga harus dalam keadaan bersih. Bagian
kabel yang menonjol harus dibersihkan dari bahan-bahan yang tidak dikehendaki,
karat/korosi, sisa-sisa adukan semen, gemuk, minyak atau kotoran debu lainnya yang
dapat mempengaruhi perlekatannya dengan pekerjaan pen-jangkaran. Kabel dicoba
untuk ditarik keluar dan masuk ke dalam selongsong agar dapat kelengketan akibat
kebocoran selongsong dapat segera diketahui dan diambil langkah-langkah
seperlunya.

Gaya tarik pendahuluan, untuk menegangkan kabel dari posisi lepasnya, harus diatur
agar besarnya cukup akan tetapi tidak mengganggu besarnya gaya yang diperlukan
yang akan digunakan untuk setiap prosedur.

Setelah kabel ditegangkan, kedua ujungnya diberi tanda untuk memulai peng-ukuran
pemuluran. Bilamana Direksi Pekerjaan menghendaki untuk menentu-kan kesalahan
pembacaan pemuluran (zero error in measuring elongation) selama proses
penegangan, data bacaan dynamometer dan pengukuran pemu-luran harus dicatat
dan dibuat grafiknya untuk setiap tahap penegangan..

Bilamana slip terjadi pada satu kabel atau lebih dari sekelompok kabel, Direksi
Pekerjaan dapat mengijinkan untuk menaikkan pemuluran kabel yang belum
ditegangkan asalkan gaya yang diberikan tidak akan melebihi 85 % kekuatan
maksimumnya.

Bilamana kabel slip atau putus, yang mengakibatkan batas toleransi yang diijinkan
dilampaui, kabel tersebut harus dilepas, atau diganti jika perlu, sebelum ditarik ulang.

 Penarikan Kabel Dengan 2 Dongkrak

Umumnya operasi pra-tegang harus dilaksanakan dengan dongkrak pada setiap


ujung secara bersama-sama. Setiap usaha yang dilakukan untuk mencatat
semua gaya pada setiap dongkrak selama operasi penarikan kabel harus
diteruskan sampai gaya yang diperlukan pada dongkrak tercapai atau sampai
jumlah pemu-luran sama dengan jumlah pemuluran yang diperlukan.

Penegangan pada salah satu ujung harus dilakukan untuk menentukan kehi-
langan gesekan (friction loss), jika diperintahkan oleh Direksi Pekejaan. Kedua
dongkrak dihubungkan pada kedua ujung dari setiap kabel. Salah satu
dongkrak diberikan perpanjangan paling tidak 2,5 cm sebelum dongkrak
lainnya dihu-bungkan. Kabel yang masih kendor harus dikencangkan, dan
kabel yang per-tama-tama ditegangkan adalah pada dongkrak yang tidak diberi
perpanjangan (disebut leading jack).
Dongkrak yang tidak diberi gaya (disebut trailing jack) harus dipasang
sedemikian hingga gaya yang dipindahkan pada ujung ini dapat dicatat.
Penegangan ujung ini harus dilanjutkan sampai pemuluran mendekati 75 %
dari total pemuluran yang diperkirakan pada ujung trailing jack. Penegangan
kemudian dilanjutkan dengan memberi gaya hanya pada trailing jack, sampai
pada kedua dongkrak tersebut tercatat gaya yang sama. Kedua dongkrak
selanjutnya dikerjakan dengan mempertahankan gaya yang sama pada kedua
dongkrak, sampai mencapai besar gaya yang dikehendaki.

 Penegangan Dengan 1 Dongkrak

Bilamana ditunjukkan dalam Gambar bahwa kabel harus ditarik pada satu
ujung (biasanya bentang pendek), maka hanya satu dongkrak yang digunakan.
Setelah kabel ditegangkan, kedua ujung ditandai untuk mengukur pemuluran
masuknya kabel (draw-in).

3.4.6 Lubang Penyuntikan (Grouting Hole)

Lubang penyuntikan harus disediakan pada jangkar, pada titik atas dan bawah profil
kabel dan pada titk-titik lainnya yang cocok. Jumlah dan lokasi titik-titik ini harus
disetujui oleh Direksi Pekerjaan tetapi tidak boleh lebih dari 30 meter pada bagian
dari panjang selongsong. Lubang penyuntikan dan lubang pembuangan udara paling
tidak harus berdiameter 10 mm dan setiap lubang harus ditutup dengan katup atau
perleng-kapan sejenis yang mampu menahan tekanan 10 kg/cm2 tanpa kehilangan
air, suntikan atau udara.

3.4.7 Penyuntikan dan Penyelesaian Akhir Setelah Pemberian Gaya Pra-tegang

 Kabel harus disuntik dalam waktu 24 jam sesudah penarikan kabel selesai
dilakukan kecuali jika ditentukan lain oleh Direksi Pekerjaan.
 Lubang penyuntikan harus diuji dengan diisi air bertekanan 8 kg/cm2 selama
satu jam sebelum penyuntikan. Selanjutnya selongsong harus dibersihkan
dengan air dan udara bertekanan.
 Peralatan pencampur harus dapat menghasilkan adukan semen dengan
kekentalan yang homogen dan harus mampu memasok secara menerus pada
peralatan penyuntikan. Peralatan penyuntikan tersebut harus mampu
beroperasi secara menerus dengan sedikit variasi tekanan dan harus
mempunyai sistim untuk mengalirkan kembali adukan bila-mana
penyuntikan sedang tidak dijalankan. Udara bertekanan tidak boleh
digunakan. Peralatan tersebut harus mempunyai tekanan tetap yang tidak
melebihi 8 kg/cm2. Semua pipa yang disambungkan ke pompa penyuntikan
harus mempunyai suatu lengkung minimum, katup dan sambungan penyesuai
antar diameter. Semua pengatur arus ke pompa harus disetel dengan saringan
1,0 mm. Semua peralatan, terutama pipa, harus dicuci sampai bersih dengan
air bersih setelah setiap rangkaian operasi dan pada akhir operasi setiap hari.
 Interval waktu antar pencucian tidak boleh melebihi dari 3 jam. Peralatan
tersebut harus mampu mempertahankan tekanan pada selongsong yang telah
disuntik sampai penuh dan harus dilengkapi dengan katup yang dapat
terkunci tanpa kehilangan tekanan dalam selongsong. Pertama-tama air
dimasukkan ke dalam alat pencampur, kemudian semen. Bilamana telah
dicampur sampai merata, jika digunakan, maka aditif akan ditambahkan.
Pengadukan harus dilanjutkan sampai diperoleh suatu kekentalan yang
merata. Rasio air - semen pada campuran tidak akan melebihi 0,45 menurut
takaran berat kecuali ditentukan lain oleh Direksi Pekerjaan. Pencampuran
tidak boleh dilakukan secara manual. Penyuntikan harus dikerjakan dengan
cukup lambat untuk menghindari timbulnya segre-gasi adukan. Cara
penyuntikan adukan harus sedemikian hingga dapat menjamin bahwa seluruh
selongsong terisi penuh dan penuh di sekeliling kabel. Grouting harus dapat
mengalir dari ujung bebas selongsong sampai kekentalannya ekivalen dengan
grouting yang disuntikkan. Lubang masuk harus ditutup dengan rapat. Setiap
lubang grouting harus ditutup dengan cara yang serupa secara berturut-turut
dalam arah aliran. Setelah suatu jangka waktu yang semestinya, maka
penyuntikan selanjutnya harus dilaksanakan untuk mengisi setiap rongga
yang mungkin ada.
 Setelah semua lubang ditutup, tekanan penyuntikan harus dipertahankan pada
8 kg/cm2 p
 Selongsong penyuntikan tidak boleh terpengaruh oleh goncangan atau
getaran dalam waktu 1 hari setelah penyuntikan.
 Tidak kurang dari 2 hari setelah penyuntikan, permukaan adukan dalam
penyuntikan dan lubang pembuangan udara harus diperiksa dan diperbaiki
sebagaimana diperlukan.
 Kabel tidak boleh dipotong dalam waktu 7 hari setelah penyuntikan. Ujung
kabel harus dipotong sedemikian rupa sehingga minimum terdapat selimut
beton setebal 3 cm pada ujung balok (end block).

3.5. Penanganan, Pengangkutan Dan Penyimpanan Unit-Unit Be-Ton Pracetak

3.5.1 Pemberian Tanda Unit-Unit Beton Pracetak

Segera setelah pembongkaran acuan samping dan melaksanakan perbaikan kecil,


maka unit-unit harus diberi tanda untuk memudahkan indentifikasi di kemudian hari.
Cat tahan cuaca harus digunakan dalam menandai unit-unit tersebut. Data yang
ditandakan pada semua unit harus mencakup nomor rujukan dan tanggal pengecoran.
Malahan pelat pracetak harus mempunyai data yang digoreskan pada permukaan atas
segera setelah pengecoran. Juga tiang pancang harus mempunyai tanda ukuran
panjang yang jelas dan permanen di sepanjang panjang tiang, dengan interval satu
meter yang diukur dari ujung tiang panjang.

3.5.2 Penanganan dan Pengangkutan

Perhatian khusus harus diberikan dalam penanganan dan pemindahan unit-unit beton
pracetak. Gelagar dan pelat pracetak harus diangkat dengan alat pengangkat atau
melalui lubang-lubang dibuat pada unit-unit tersebut, dan harus diangkut dalam
posisi tegak. Titik angkat, bentuk dan posisinya harus disetujui oleh Direksi
Pekerjaan. Penyangga dan penggantung yang cocok harus digunakan setiap saat dan
tidak boleh ada unit beton pracetak yang akan digerakkan sampai sepenuhnya lepas
dari permukaan tanah.

Unit-unit beton pracetak yang rusak akibat penyimpanan dan penanganan yang tidak
sebagaimana mestinya harus diganti oleh Kontraktor dengan biaya sendiri.

Bilamana cara pengangkatan dan pengangkutan gelagar tidak disebutkan dalam


Gambar, maka Kontraktor harus menyerahkan cara yang diusulkan kepada Direksi
Pekerjaan. Setelah disetujui oleh Direksi Pekerjaan, maka Kontraktor harus
mengikuti cara yang telah disetujui.
3.5.3 Penyimpanan

Unit-unit harus ditempatkan bebas dari kontak langsung dengan permukaan tanah
dan ditempatkan pada penyangga kayu di atas tanah keras yang tidak akan turun baik
musin hujan maupun kemarau, akibat beban dari unit-unit tersebut. Bilamana unit-
unit tersebut disusun dalam lapisan-lapisan, maka tidak melebihi dari 3 lapisan
dengan penyangga kayu dipasang di antara tiap lapisan. Penyangga untuk setiap
lapisan harus dipasang di atas lapisan yang terdahulu. Untuk gelagar dan tiang
pancang, penyangga harus dipasang pada jarak tidak lebih dari 20 % dari ukuran
panjang unit, yang diukur dari setiap ujung.

3.5.4 Baja Pra-tegang (Pre-stressing Steel)

Semua baja pra-tegang harus dilindungi dari kerusakan fisik dan karat atau akibat
lain dari korosi setiap saat dari pembuatan sampai penyuntikan. Baja pra-tegang yang
telah mengalami kerusakan fisik pada setiap saat harus ditolak. Baja pra-tegang harus
dibung-kus dalam peti kemas atau bentuk pengiriman lainnya untuk melindungi baja
tersebut dari kerusakan fisik. Bahan pencegah korosi harus dimasukkan ke dalam
kemasan atau bentuk lainnya, atau bila diijinkan oleh Direksi Pekerjaan, dapat
digunakan langsung pada baja pra-tegang. Bahan pencegah korosi tidak boleh
mempunyai pengaruh yang merusak pada baja pra-tegang atau beton atau kekuatan
ikat (bond strength) baja pada beton. Kemasan atau bentuk lainnya yang rusak oleh
berbagai sebab harus segera diganti atau diperbaiki hingga mencapai kondisi semula.
Kemasan atau bentuk lainnya harus ditandai dengan jelas dengan suatu keterangan
bahwa kemasan berisi baja pra-tegang berkekuatan tinggi, dan perhatian khusus
harus diberikan dalam penanganan, jenis macam dan jumlah bahan pencegah korosi
yang digunakan (termasuk tanggal sewaktu dimasukkan), petunjuk pengamanan dan
petunjuk penggunaan.

3.6. Pelaksanaan Balok Beton Pratekan Segmental

3.6.1 Perakitan Segmen Pracetak

Penanganan unit-unit pracetak dalam pelaksanaan balok pracetak segmental selama


operasi pemasangan harus sesuai dengan ketentuan.
Kontraktor harus menyerahkan kepada Direksi Pekerjaan detil rancangan acuan,
metode pemasangan dan perakitan untuk mendapat persetujuan paling sedikit 4
minggu sebelum tanggal memulai perakitan segmen-segmen ini.

Segmen-segmen harus dirakit pada acuan atau pada penyangga di atas tanah lapang.
Kontraktor harus merancang sistem penyangga untuk menyalurkan semua beban
yang mungkin terjadi, dan harus menyertakan perlengkapan untuk menyesuaikan
posisi setiap segmen selama perakitan.

Unit harus dirakit dengan ketidaktepatan alinyemen selongsong dan permukaan luar
seminimum mungkin serta harus berada dalam toleransi yang diberikan dalam
ketentuan.

3.6.2 Sambungan Beton

Beton yang digunakan untuk sambungan dan diafragma yang terkait atau beton yang
dimasukkan lainnya untuk pelaksanaan penegangan setelah pengecoran (post-
tension) harus sesuai dengan ketentuan, kecuali bilamana dimodifikasi dengan
ketentuan lain seperti di bawah ini :

 Kadar semen tidak kurang dari 450 kg atau tidak lebih dari 500 kg per meter
kubik beton.
 Kecuali ditentukan lain oleh Direksi Pekerjaan, maka ukuran efektif
maksimum harus 10 mm.
 Sambungan beton harus mempunyai kekuatan yang sama dengan beton
tersebut sebelum diberi gaya pra-tegang .
 Bahan untuk beton harus dipilih dengan teliti dan sesuai dengan proporsi
rancangan campuran untuk memperoleh beton sambungan dengan kekuatan
yang disyaratkan dan warna yang serupa dengan segmen-segmen tersebut.
Bilamana diminta oleh Direksi Pekerjaan maka Kontraktor harus
menyerahkan contoh usulan sambungan beton yang telah dirawat untuk
membandingkan warna beton sambungan dan beton semula.
 Sambungan beton antara segmen-segmen harus ditempatkan dalam cetakan
yang me-menuhi bentuk, garis dan dimensi yang diperlukan dalam
penyelesaian pekerjaan ini. Cetakan harus kaku, kedap air, diperkaku dan
diikat bersama agar posisi dan bentuknya selama pengecoran beton tidak
berubah. Ketepatan cetakan terhadap segmen-segmen harus sedemikian
hingga diperoleh sambungan yang kedap air, tepat (pas) dengan permukaan
yang bersebelahan. Cetakan harus sedemikian hingga permukaan yang halus
dan rata dapat diperoleh.
 Bilamana diperlukan, pembukaan sementara pada acuan harus dilakukan
untuk memu-dahkan pengecoran dan pemadatan beton yang memadai,
terutama di sekeliling dan di bawah selongsong dan jangkar.
 Sambungan antara segmen-segmen harus diisi penuh dengan beton yang
dipadatkan dengan kuat tekan sebagaimana yang ditunjukkan dalam Gambar.
Permukaan yang akan diisi beton harus dikasarkan sampai mencapai
permukaan yang padat dan keras. Sebe-lum pengecoran, permukaan tersebut
harus dibersihkan dari semua kotoran dan benda-benda asing lainnya.
 Beton sambungan harus dilaksanakan dengan pengawasan Direksi Pekerjaan
dan setiap beton sambungan yang dilaksanakan tanpa pengawasan Direksi
Pekerjaan atau dilak-sanakan tidak memenuhi ketentuan harus dibongkar
oleh Kontraktor dan harus dibuat lagi tanpa tambahan biaya.
 Perhatian khusus harus diberikan selama pengecoran dan pemadatan beton
agar setiap kerusakan pada selongsong dapat dihindarkan. Alat penggetar
tidak boleh bersentuhan langsung dengan selongsosng. Bilamana selongsong
rusak selama pengecoran, seluruh atau sebagian pengecoran beton ini dapat
ditolak oleh Direksi Pekerjaan.
 Setelah pengecoran beton, permukaan atas dari sambungan harus diratakan
sampai sama dengan permukaan atas segmen-segmen yang bersebelahan dan
harus ditutup agar ter-hindar dari pengeringan dini. Beton sambungan harus
dirawat dengan satu cara atau lebih sesuai ketentuan dan selama minimum 7
hari.

3.6.3 Pengecoran Ceruk Jangkar

Pengecoran ceruk jangkar pada balok pratekan pracetak segmental harus


dilaksanakan sesuai dengan yang ditunjukkan dalam Gambar dan sesuai dengan
ketentuan dalam Spesifikasi ini.
3.7. Pemasangan Unit-Unit Beton Pratekan

3.7.1 Penerimaan Unit-unit

Bilamana unit-unit difabrikasi di luar tempat kerja, maka Kontraktor harus


memeriksa mutu dan kondisi pada saat barang tiba di tempat dan harus segera
melapor secara tertulis kepada Direksi Pekerjaan untuk setiap cacat atau kerusakan.
Kontraktor bertang-gungjawab atas semua kerusakan yang terjadi pada unit-unit
setelah barang tiba di tempat.

3.7.2 Tumpuan untuk Unit-unit

 Unit-unit Yang Diletakkan di atas Landasan Neoprene atau Elastomer

Bilamana unit-unit akan diletakkan di atas perletakan neoprene atau elastomer, maka
bantalan tersebut harus diletakkan sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar dan
harus ditahan pada posisinya dengan merekatkan permukaan beton yang berkontak
langsung dengan perletakan, menggunakan bahan perekat yang disetujui untuk
mencegah pergeseran perletakan selama pemasangan unit-unit.

 Unit-unit Yang Ditanamkan Pada Adukan Semen

Bilamana Gambar menunjukkan bahwa unit-unit harus ditanamkan pada adukan


semen, maka suatu lajur adukan semen harus disiapkan di atas struktur bagian bawah
jembatan segera sebelum pemasangan unit-unit beton pratekan. Adukan semen harus
dibuat dengan campuran 1 semen portland dan 3 pasir ditambah dengan bahan aditif
yang disetujui, ditempatkan dengan lebar yang ditunjukkan dalam Gambar dan tebal
sekitar 10 mm, sehingga membentuk lajur tumpuan yang rata. Unit-unit beton
pratekan harus diletakkan pada bangunan bawah jembatan yang telah disiapkan
dalam posisi yang ditunjukkan dalam Gambar. Setiap kelebihan adukan semen harus
dibuang.

3.7.3 Pengaturan Posisi Unit-unit

Semua baut yang tertanam dan lubang untuk tulangan melintang, dan sebagainya
harus diluruskan dengan hati-hati selama pemasangan unit-unit tersebut. Batang baja
harus dipasang pada lubang untuk tulangan melintang sewaktu perakitan
berlangsung, agar dapat menjamin penempatan lubang dengan tepat.
BAB IV

PENUTUP

Jembatan merupakan suatu struktur yang digunakan sebagai media penghubung


antar daerah yang terpisahkan oleh rintangan dan merupakan prasarana transportasi yang
penting. Jembatan beton prategang atau yang dikenal dengan PSC Bridge merupakan salah
satu jenis jembatan dengan material konstruksi beton pratekan atau beton yang berisi kabel
baja. Struktur jembatan ini terdiri dari gabungan berbagai komponen struktural seperti
girder, abutment, railing dan pelat lantai. Berdasarkan hasil pembahasan mengenai
jembatan beton pratekan , dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu sebagai berikut:

 Jembatan beton prategang sering juga disebut beton pratekan dimana material
konstruksinya merupakan beton yang berisi kabel baja yang bertujuan untuk
memberikan tegangan awal berupa tegangan tarik terhadap beton akibat sifat beton
yang tidak mampu menahan gaya tarik dan pengaplikasian jenis jembatan ini pada
rekayasa konstruksi tertentu, misalnya pada konstruksi jembatan segmen.

 Langkah-langkah perencanaan jembatan beton prategang ini meliputi:


1. Perencanaan properti balok
 Menghitung statis momen terhadap sisi bawah balok
 Menghitung momen inersia balok
2. Menghitung properti balok komposit
 Menghitung berat sendiri balok precast
 Menghitung berat pelat lantai
 Menghitung berat aspal
 Menghitung tegangan tekan ijin
 Kontrol tegangan disisi atas balok
 Kontrol tegangan disisi bawah balok

 Terdapat dua metode dalam pelaksanaan kontruksi jembatan beton prategang ini yaitu
metode penegangan sebelum pengecoran ( Pre-Tension ) dan metode penegangan
setelah pengecoran ( Post-Tension ). Dalam kedua metode ini yang harus diperhatikan
adalah penempatan kabel, besarnya gaya penegangan yang dikehendaki, prosedur pra-
tegang dan pemindahan gaya pra-tegang.

Dengan demikian dalam perencanaan pembuatan jembatan beton prategang perlu


memperhatihan faktor-faktor yang mempengaruhi jembatan tersebut. Penerapan rekayasa
engineering sangat diperlukan dalam pembangunan jembatan ini, sehingga hasil dari
perencanaan dapat diwujudkan sesuai dengan standar yang ada.

Anda mungkin juga menyukai