Anda di halaman 1dari 57

TUGAS BESAR

PERENCANAAN JEMBATAN BALOK-T


BETON BERTULANG
MATA KULIAH REKAYASA JEMBATAN

Disusun Oleh :

HANDRA ADHI WARDHANA

NIM. 1841320057

JURUSAN TEKNIK SIPIL

PROGRAM STUDI D-IV MANAJEMEN REKAYASA


KONSTRUKSI

POLITEKNIK NEGERI MALANG

TAHUN AJARAN

2020/2021
LAPORAN PERSETUJUAN

PERENCANAAN JEMBATAN BALOK-T


BETON BERTULANG

HANDRA ADHI WARDHANA

NIM. 1841320057

Disetujui oleh :

Dosen Pengampu

Dr. Taufiq Rochman, ST., MT


NIP. 197210151998021001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Ketua Program Studi

Dr. Sumardi, ST., MT Wahiddin, ST., MT


NIP. 196608031990031002 NIP. 197312072003121001
LEMBAR PENGESAHAN

TUGAS BESAR

PERENCANAAN JEMBATAN BALOK-T


BETON BERTULANG

HANDRA ADHI WARDHANA

NIM. 1841320057
PERNYATAAN KEASLIAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Handra Adhi Wardhana

NIM : 1841320057

Judul : Perencanaan Jembatan Balok-T Beton Bertulang

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa penulisan tugas besar ini


merupakan hasil pemikiran, perencanaan, dan perhitungan asli dari saya sendiri baik
untuk naskah maupun perencanaan dan perhitungan pada laporan ini. Hal-hal yang
dikutip pada laporan ini akan disebutkan secara jelas sumbernya pada daftar Pustaka.

Apabila terdapat unsur PLAGIASI yang dapat dibuktikan, maka saya bersedia
laporan tugas besar ini digugurkan.

Malang, 9 November 2020

Penulis,

Handra Adhi Wardhana

NIM. 1841320057
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, taufiq,dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan Tugas Besar mata kuliah Rekayasa
Jembatan dengan judul “ Perencanaan Jembatan Balok-T Beton Bertulang. “ tepat
pada waktunya.

Proposal ini dibuat agar dapat melengkapi tugas akhir semester mata kuliah
Rekayasa Jembatan serta untuk memberikan informasi dan pengetahuan terutama
pada para pembaca. Semoga dapat menjadi wawasan yang bermanfaat dalam
pekerjaan dilapangan.

Banyak pihak telah membantu dalam penyelesaian laporan ini sehingga, saya
menyampaikan terima kasih kepada :

1. Allah SWT karena telah diberikan kesehatan sehinggal dapat menyelesaikan


laporan ini.

2. Keluarga besar saya yang selalu mendukung baik materi maupun moril.

3. Bapak Sumardi ST., MT selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri
Malang.

4. Bapak Dr. Taufiq Rochman, ST., MT selaku dosen pengampu mata kuliah
Rekayasa Jembatan yang telah memberikan materi selama satu semester.

5. Bapak Ibu Dosen pengajar di Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Malang
yang telah membagikan ilmunya.

6. Teman-teman kelas 3 MRK 7 angkatan tahun 2018 yang telah membantu dan
mendukung saya

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih belum sempurna dan perlu
perbaikan. Oleh karena itu, kami mohon saran dan kritik dari para instruktur maupun
pembaca pada umumnya.

Malang, 9 November 2020


Penulis,
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar didunia dengan jumlah


pulau sebanyak 17.503 pulau. Banyak wilayah-wilayah di Indonesia terputus
atau terbatasi oleh sungai. Kondisi geografis Indonesia yang sedimikian rupa
ini, membutuhkan infrastruktur penghubung untuk mempercepat mobilisasi
barang dan jasa. Oleh karena itu, dibutuhkan akses yang dapat menghubungkan
antar wilayah berupa infrastruktur jembatan.

Adanya jembatan yang dapat menghubungkan antar wilayah, akan


meningkatkan mobilitas barang dan jasa sehingga, dapat meningkatkan
perekonomian masyarakat pada dua wilayah tersebut. Selain perekonomian,
wilayah yang saling terhubung juga akan mempengaruhi faktor pendidikan dan
sosial budaya.

Ditinjau dari material yang digunakan, jembatan dibagi menjadi beberapa


jenis seperti jembatan kayu, jembatan beton, jembatan baja, jembatan
prategang, dan jembatan komposit. Material yang digunakan untuk perencanaan
pembangunan infrastruktur jembatan ditentukan berdasarkan fungsi dari
jembatan itu sendiri seperti jembatan untuk jalan raya, jembatan untuk lintasan
kereta api, atau jembatan untuk pejalan kaki. Fungsi dari jembatan akan
menjadi acuan perencanaan untuk mengindari kegagalan infrastruktur dan
menghilangkan resiko bahaya bagi penggunanya.

Perencanaan yang tepat akan membuat konstruksi jembatan yang kokoh


dan aman sehingga dapat menahan beban yang telah direncanakan sepeti beban
mati, beban mati jembatan, beban mati perkerasan dan utilitas, beban lajur,
beban truk, dan gaya akibat rem pada bangunan atas. Selain perencanaan pada
bangunan atas, pada bangunan bawah atau abutmen harus direncanakan dengan
baik karena pada bangunan ini, abutmen akan menahan beban dari struktur itu
sendiri, beban dari bangunan atas jembatan, beban gempa, dan beban tanah

Pada penyusunan tugas besar ini, perencanaan akan berpacu pada SNI
1725:2016 Pembebanan Untuk Jembatan dan Standar Jembatan Gelagar
Beton Bertulang Balok "T" Bentang Jembatan 5m – 25m. Struktur
bangunan atas jembatan yang direncanakan memiliki bentang 10 meter dan
lebar 9,4 meter dengan gelagar menggunakan beton bertulang berukuran 40cm
x 85cm berjumlah 5 gelagar dengan jarak antar gelagar 1,8 meter, lebar trotoar
masing-masing sisi sejauh 1,1 meter, dengan tebal plat lantai kendaraan setebal
20cm. Jenis jembatan yang dibangun berupa jembatan beton bertulang.
Sedangkan struktur bangunan bawah atau abutmen memiliki panjang 9 meter
dan lebar 5,4 meter dengan ketebalan pelat yang beragam, pile cap setebal 1,5
meter dan bored pile sepanjang 12 meter.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, makan rumusan masalah yang dapat


diambil berupa :

a. Bagaimana perencanaan struktur jembatan dengan bentang 10 meter?

b. Berapa jumlah dan ukuran diameter tulangan utama yang dibutuhkan pada
gelagar?

c. Berapa ukuran diameter tulangan Sengkang dan jarak antar sengkangnya?

d. Berapa ukuran diameter tulangan pada pelat dan jarak antar tulangannya?

e. Bagaimana penulangan front wall pada abutmen dan jarak antar


tulangannya?
f. Berapa ukuran diameter bored pile yang aman untuk menahan seluruh
beban?

g. Berapa banyak tulangan yang dibutuhkan pada satu bored pile?

h. Bagaiman penulangan pada pile cap abutmen dan jarak antar tulangannya?

i. Berapa ukuran dimensi tiang sandaran yang memenuhi?

j. Berapa ukuran tulangan yang diperlukan pada tiang sandaran?

k. Berapa ukuran dimensi pipa yang memenuhi?

1.3 Batasan Masalah

Pada perencanaan struktur jembatan balok-T beton bertulang ini, penulis


menentukan batasan masalah yang akan dibahas yaitu meliputi :

a. Perencanaan struktur jembatan balok-T beton bertulang dengan bentang


10m

b. Perhitungan anlisis pada perencanaan jembatan balok-T beton bertulang


dengan bentang 10m dikerjakan menggunakan program STAAD Pro.

c. Perencanaan struktur yang diperhitungakan hanya meliputi struktur


bangunan atas (gelagar, Sengkang gelagar, plat lantai jembatan, pipa dan
tiang sandaran) dan struktur bangunan bawah (bored pile, pilecap, dan front
wall)

d. Analisis perhitungan pembebanan struktur jembatan balok-T beton


bertulang dengan bentang 10m mengacu pada SNI 1725-2016

e. Dimensi gelagar dan tebal pelat mengacu pada Standar Jembatan Gelagar
Beton Bertulang Balok "T"
1.4 Tujuan

Tujuan dari penulisan laporan ini adalah mampu merencanakan dan


menganalisa pembebanan pada struktur jembatan bangunan atas dan bangunan
bawah dengan bentang 10 meter dan dengan mengacu peraturan yang sudah ada
seperti SNI 1725-2016 dan Standar Jembatan Gelagar Beton Beertulang Balok
"T".

1.5 Manfaat

Manfaat yang dapat diambil dari penulisan Tugas Besar Perencanaan


Jembatan Balok-T Beton Bertulang adalah sebagai berikut :

1.5.1 Manfaat bagi penulis

a . Dapat meningkatkan keterampilan penulis dalam membuat laporan.

b. Dapat menerapkan ilmu yang didapat selama kegiatan perkuliahan

c. Dapat merencanakan struktur jembatan pada bangunan atas dengan


bentang 10 meter dan struktur jembatan pada bangunan bawah

1.5.2 Manfaat bagi penulis

a. Dapat menjadi referensi bagi pembaca untuk tata cara dalam


membuat laporan yang benar.

b. Dapat menjadi referensi pembaca umumnya dalam prencanaan


jembatan balok-T beton bertulang dan khususnya untuk struktur
jembatan balok-T beton dengan bentang 10 meter.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum
Jembatan adalah suatu bangunan yang memungkinkan suatu jalan
menyilang sungai/saluran air, lembah atau menyilang jalan lain yang tidak sama
tinggi permukaannya. Secara umum suatu jembatan berfungsi untuk melayani
arus lalu lintas dengan baik, dalam perencanaan dan perancangan jembatan
sebaiknya mempertimbangkan fungsi kebutuhan transportasi, persyaratan teknis
dan estetika arsitektural seperti aspek teknis dan estetika. (Supriyadi dan
Muntohar ; 2007).

Ditinjau dari material yang digunakan, jembatan dibagi menjadi beberapa


jenis seperti jembatan kayu, jembatan beton, jembatan baja, jembatan
prategang, dan jembatan komposit. Material yang digunakan untuk perencanaan
pembangunan infrastruktur jembatan ditentukan berdasarkan fungsi dari
jembatan itu sendiri seperti jembatan untuk jalan raya, jembatan untuk lintasan
kereta api, atau jembatan untuk pejalan kaki. Untuk tipe struktur jembatan
terdapat jembatan rangka, jembatan kabel, jembatan pelengkung, jembatan
gelagar, jembatan gantung, jembatan kantilever, dan lainnya.

Jembatan secara umum dibagi menjadi dua bagian berupa struktur bawah
dan struktur atas. Struktur bawah adalah bagian jembatan terletak dibawah
komponen jembatan struktur atas. Struktur bawah terdiri dari abutmen, pilar,
dan pondasi jembatan yang memiliki fungsi sebagai penerima seluruh beban
bangunan yang berada diatasnya. Sturktur atas adalah bagian jembatan yang
terletak diatas perletakan jembatan. Struktur atas terdiri dari gelagar utama,
diafragma, pelat lantai kendaraan, tiang sandaran dan trotoar yang memiliki
funsi untuk menampung berat benda yang ditimbulkan dari beban lalu lintas
kendaraan maupun orang-orang yang berada diatasnya.

2.2 Filosofi Perencanaan

Untuk menjamin keamanan structural pada jembatan yang direncanakan


terdapat Rencana Tegangan Kerja (Allowable Stress Design) dan Rencana
Keadaan Batas (Load and Resistance Factor Design) yang mana kedua hal ini
mempunyai deskripsi dan nilai beban yang berbeda untuk faktor keamanannya.
Dalam Perencanaan Jembatan Balok-T Beton Bertulang, digunakan SNI 1725-
2016 untuk Rencana Keadaan Batas dan nilai beban yang ditinjau.

2.3 Pembebanan Pada Jembatan

Berdasarkan SNI 1725-2016, beban yang bekerja pada jembatan berupa :

2.3.1 Umum

Massa setiap bagian bangunan harus dihitung berdasarkan dimensi yang


tertera dalam gambar dan berat jenis bahan yang digunakan. Berat dari
bagian-bagian bangunan tersebut adalah massa dikalikan dengan
percepatan gravitasi (g). Percepatan gravitasi yang digunakan dalam
standar ini adalah 9,81 m/detik2. Besarnya kerapatan massa dan berat isi
untuk berbagai macam bahan diberikan dalam Tabel 1.
Table 2.1. Berat isi untuk beban mati

Beban mati jembatan merupakan kumpulan berat setiap komponen


struktural dan nonstruktural. Setiap komponen ini harus dianggap
sebagai suatu kesatuan aksi yang tidak terpisahkan pada waktu
menerapkan faktor beban normal dan faktor beban terkurangi.
Perencana jembatan harus menggunakan keahliannya di dalam
menentukan komponenkomponen tersebut.

2.3.2 Berat Sendiri (MS)

Berat sendiri adalah berat bagian tersebut dan elemen-elemen struktural


lain yang dipikulnya, termasuk dalam hal ini adalah berat bahan dan
bagian jembatan yang merupakan elemen struktural, ditambah dengan
elemen nonstruktural yang dianggap tetap. Adapun faktor beban yang
digunakan untuk berat sendiri dapat dilihat pada Tabel 2
Table 2.2. Faktor beban untuk berat sendiri

2.3.3 Berat Mati Tammbahan / Utilitas (MA)

Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk


suatu beban pada jembatan yang merupakan elemen nonstruktural, dan
besarnya dapat berubah selama umur jembatan. Dalam hal tertentu, nilai
faktor beban mati tambahan yang berbeda dengan ketentuan pada Tabel
3 boleh digunakan dengan persetujuan instansi yang berwenang. Hal ini
bisa dilakukan apabila instansi tersebut melakukan pengawasan terhadap
beban mati tambahan pada jembatan, sehingga tidak dilampaui selama
umur jembatan.

Table 2.3. Faktor beban untuk berat mati tambahan

2.3.3.1 Ketebalan yang diizinkan untuk pelapisan Kembali permukaan

Semua jembatan harus direncanakan untuk bisa memikul beban


tambahan yang berupa aspal beton setebal 50 mm untuk pelapisan
kembali di kemudian hari kecuali ditentukan lain oleh instansi yang
berwenang. Lapisan ini harus ditambahkan pada lapisan permukaan
yang tercantum dalam gambar rencana.
2.3.3.2 Sarana lain di jemabtan

Pengaruh dari alat pelengkap dan sarana umum yang ditempatkan pada
jembatan harus dihitung seakurat mungkin. Berat pipa untuk saluran air
bersih, saluran air kotor dan lainlainnya harus ditinjau pada keadaan
kosong dan penuh sehingga keadaan yang paling membahayakan dapat
diperhitungkan.

2.3.4 Berat Lajur "D" (TD)

Beban lajur "D" terdiri atas beban terbagi rata (BTR) yang digabung
dengan beban garis (BGT) seperti terlihat dalam Gambar 1. Adapun
faktor beban yang digunakan untuk beban lajur "D" seperti pada Tabel 4

Table 2.4. Faktor beban untuk beban lajur "D"

2.3.4.1 Intensitas beban "D"

Beban terbagi rata (BTR) mempunyai intensitas q kPa dengan besaran q


tergantung pada panjang total yang dibebani L yaitu seperti berikut :

Jika L ≤30 m: q=9,0 kPa

15
Jika L>30 m:q=9,0 0,5+( L )
kPa

Keterangan:

q : adalah intensitas beban terbagi rata (BTR) dalam arah


memanjang jembatan (kPa)
L : adalah panjang total jembatan yang dibebani (meter)
Gambar 2.1. Beban lajur "D"

Beban garis terpusat (BGT) dengan intensitas p kN/m harus ditempatkan


tegak lurus terhadap arah lalu lintas pada jembatan. Besarnya intensitas
p adalah 49,0 kN/m. Untuk mendapatkan momen lentur negatif
maksimum pada jembatan menerus, BGT kedua yang identik harus
ditempatkan pada posisi dalam arah melintang jembatan pada bentang
lainnya.

2.3.4.2 Distribusi beban "D"

Distribusi beban dalam arah melintang digunakan untuk memperoleh


momen dan geser dalam arah longitudinal pada gelagar jembatan. Hal
ini dilakukan dengan mempertimbangkan beban lajur "D" tersebar pada
seluruh lebar balok (tidak termasuk parapet, kerb, dan trotoar) dengan
intensitas 100% untuk Panjang terbebani yang sesuai

2.3.5 Berat Lajur "T" (TT)

Selain beban “D”, terdapat beban lalu lintas lainnya yaitu beban truk
"T". Beban truk "T" tidak dapat digunakan bersamaan dengan beban
“D”. Beban truk dapat digunakan untuk perhitungan struktur lantai.
Adapun faktor beban untuk beban “T” seperti terlihat pada Tabel 5.
Table 2.5. Faktor beban untuk beban truk "T"

2.3.5.1 Besarnya pembebanan truk "T"

Pembebanan truk "T" terdiri atas kendaraan truk semi-trailer yang


mempunyai susunan dan berat gandar seperti terlihat dalam Gambar 2.
Berat dari tiap-tiap gandar disebarkan menjadi 2 beban merata sama
besar yang merupakan bidang kontak antara roda dengan permukaan
lantai. Jarak antara 2 gandar tersebut bisa diubah-ubah dari 4,0 m
sampai dengan 9,0 m untuk mendapatkan pengaruh terbesar pada arah
memanjang jembatan.

Gambar 2.2. Beban truk "T"


2.3.5.2 Posisi dan penyebaran pembebanan truk "T" dalam arah
melintang

Terlepas dari panjang jembatan atau susunan bentang, umumnya hanya


ada satu kendaraan truk "T" yang bisa ditempatkan pada satu lajur lalu
lintas rencana. Untuk jembatan sangat panjang dapat ditempatkan lebih
dari satu truk pada satu lajur lalu lintas rencana. Kendaraan truk "T" ini
harus ditempatkan di tengah-tengah lajur lalu lintas rencana seperti
terlihat dalam Gambar 2. Jumlah jalur yang lebih kecil bisa digunakan
dalam perencanaan apabila menghasilkan pengaruh yang lebih besar.
Hanya jumlah lajur lalu lintas rencana dalam nilai bulat harus
digunakan. Lajur lalu lintas rencana bisa ditempatkan di mana saja pada
lajur jembatan.

2.3.5.3 Kondisi faktor kepadatan lajur

Ketentuan pasal ini tidak boleh digunakan untuk perencanaan keadaan


batas fatik dan fraktur, dimana hanya satu jalur rencana yang
diperhitungkan dan tidak tergantung dari jumlah total lajur rencana. Jika
perencana menggunakan faktor distribusi beban kendaraan untuk satu
lajur, maka pengaruh beban truk harus direduksi dengan faktor 1,20.
Tetapi jika perencana menggunakan lever rule atau metode statika
lainnya untuk mendapatkan faktor distribusi beban kendaraan, maka
pengaruh beban truk tidak perlu direduksi.

Kecuali ditentukan lain pada pasal ini, pengaruh beban hidup harus
ditentukan dengan mempertimbangkan setiap kemungkinan kombinasi
jumlah jalur yang terisi dikalikan dengan faktor kepadatan lajur yang
sesuai untuk memperhitungkan kemungkinan terisinya jalur rencana
oleh beban hidup. Jika perencana tidak mempunyai data yang
diperlukan maka nilai-nilai pada Tabel 6.
 Dapat digunakan saat meneliti jika hanya satu jalur terisi
 Boleh digunakan saat meneliti pengaruh beban hidup jika ada tiga
atau lebih jalur terisi.

Table 2.6. Faktor kepadatan lajur (m)

Untuk tujuan menentukan jumlah lajur ketika kombinasi pembebanan


mencakup beban pejalan kaki seperti yang ditentukan dalam Pasal 8.9
dengan satu atau lebih lajur kendaraan, maka perencana harus
menentukan bahwa beban pejalan kaki akan mengisi salah satu lajur
kendaraan.

Faktor-faktor yang ditentukan dalam Tabel 6 tidak boleh digunakan


untuk menentukan faktor distribusi beban kendaraan. Dalam hal ini
perencana harus menggunakan lever rule untuk menentukan beban yang
bekerja pada balok eksterior.

2.3.5.4 Bidang kontak roda kendaran

Bidang kontak roda kendaraan yang terdiri atas satu atau dua roda
diasumsikan mempunyai bentuk persegi panjang dengan panjang 750
mm dan lebar 250 mm. Tekanan ban harus diasumsikan terdistribusi
secara merata pada permukaan bidang kontak.

2.3.5.5 Distribusi beban roda pada timbunan

Beban roda harus didistribusikan pada pelat atap gorong-gorong jika


tebal timbunan kurang dari 600 mm. Jika tebal timbunan lebih dari 600
mm atau perencana menggunakan cara perhitungan pendekatan yang
diizinkan, atau melakukan analisis yang lebih rinci, maka beban roda
diasumsikan terbagi rata seluas bidang kontak, yang bertambah besar
sesuai kedalaman dengan kemiringan sebesar 1,15 kali kedalaman
timbunan, dengan memperhatikan kondisi kepadatan lajur.

Untuk area dimana kontribusi beberapa roda mengalami tumpang tindih,


maka besarnya beban terdistribusi ditentukan berdasarkan beban total
dibagi dengan luas area.

Untuk gorong-gorong bentang tunggal, pengaruh dari beban hidup dapat


diabaikan jika tebal timbunan lebih tebal dari 2400 mm dan lebih besar
dari panjang bentang; sedangkan untuk gorong-gorong dengan bentang
menerus, pengaruh beban hidup dapat diabaikan jika tebal timbunan
lebih besar dibandingkan jarak bersih antara dinding terluar.

Jika momen akibat beban hidup beserta impak pada pelat beton
berdasarkan distribusi beban roda melalui timbunan lebih besar
dibandingkan dengan akibat beban hidup dan impak jika dihitung
berdasarkan lebar strip ekivalen gorong-gorong, maka harus digunakan
momen yang terbesar.

2.3.5.6 Penerapan beban hidup kendaraan

Kecuali ditentukan lain, pengaruh beban hidup pada waktu menentukan


momen positif harus diambil nilai yang terbesar dari :

 Pengaruh beban truk dikalikan dengan faktor beban dinamis (FBD),


atau

 Pengaruh beban terdistribusi "D" dan beban garis KEL dikalikan


FBD

Untuk momen negatif, beban truk dikerjakan pada dua bentang yang
berdampingan dengan jarak gandar tengah truk terhadap gandar depan
truk dibelakangnya adalah 15 m (Gambar 27), dengan jarak antara
gandar tengah dan gandar belakang adalah 4 m.

Gambar 2.3. Penempatan beban truk untuk kondisi momen negative maksimum

Gandar yang tidak memberikan kontribusi pada gaya total harus


diabaikan dalam perencanaan. Beban kendaraan dimuat pada masing-
masing jalur masing-masing dan harus diposisikan untuk mendapatkan
pengaruh yang terbesar dalam perencanaan. Beban truk harus
diposisikan pada lebar jembatan sehingga sumbu roda mempunyai jarak
sebagai berikut:

a. Untuk perencanaan pelat kantilever : 250 mm dari tepi parapet atau


railing, dan

b. Untuk perencanaan komponen lainnya : 1000 mm dari masing-


masing sumbu terluar roda truk. Kecuali ditentukan lain, panjang
lajur rencana atau sebagian dari panjang lajur rencana harus
dibebani dengan beban terdistribusi "D".

2.4 Pembebanan Pada Abutmen

Beberapa pembebanan yang diperlukan dalam perencanaan abutmen adalah :

2.4.1 Beban Mati (DL)

Beban mati pada struktur abutmen terdiri dari 2 (dua) macam. Pertama
berupa seluruh beban dari struktur abutmen itu sendiri ditambah 5% dari
seluruh beban karena adanya pembengkakan atau swelling. Kedua ada
beban yang diterima dari beban mati dan beban sendiri pada struktur
bangunan atas jembatan.

2.4.2 Beban Hidup (LL)

Beban hidup pada struktur abutmen didapat dari beban hidup yang ada
pada struktur bangunan atas jembatan. Beban hidup pada struktur
bangunan atas jembatan adalah beban truk dan beban lajur (TT – TD)
dan beban akibat rem (TB)

2.4.3 Beban Gempa

Beban gempa pada struktur abutmen didapat dari jumlah beban mati
pada struktur abutmen itu sendiri dikalikan dengan faktor gempa dan
dibagi jumlah gelagar yang ada.

2.4.4 Beban Tanah

Beban tanah yang akan diterima oleh sturktur abutmen terdapat 2 (dua)
macam, yaitu beban tanah horizontal dan beban tanah vertikal. Untuk
mendapatkan nilai beban tanah, terdapat beberapa nilai yang diperlukan
berupa nilai koefisien Ka, berat jenis (gsat), dan ketinggian tanah (H)

Gambar 2.4. Arah beban tanah


BAB III
METODOLOGI

3.1 Uraian Umum


Dalam perencanaan jembatan ini, struktur bangunan atas jembatan akan
direncanakan dengan bentang 10 meter dengan lebar 9,4 meter dengan gelagar
menggunakan beton bertulang berukuran 40cm x 85cm berjumlah 5 gelagar
dengan jarak antar gelagar 1,8 meter, lebar trotoar masing-masing sisi sejauh
1,1 meter, dengan tebal plat lantai kendaraan setebal 20 cm, sedangkan struktur
bangunan bawah jembatan atau abutmen akan direncanakan dengan panjang 9
meter dan lebar 5,4 meter dengan ketebalan pelat yang beragam yaitu 0,8 m dan
1,2 m, pile cap setebal 1,5 meter dan bored pile sepanjang 12 meter. Jembatan
ini berfungsi sebagai akses warga yang akan dilintasi kendaraan ringan hingga
kendaraan berat.

Untuk mempermudah pengerjaan Laporan Akhir ini digunakan diagram alir


(flow chart) sebagai langkah – langkah kerja untuk perencanaan struktur atas
jembatan balok-T beton bertulang dengan bentang 10 meter.

3.2 Lingkup Perencanaan


Agar pembahasan lebih terarah, maka penulis membatasi lingkup perencanaan
sebagai berikut :

a. Bagaimana perencanaan struktur jembatan dengan bentang 10 meter?

b. Berapa jumlah dan ukuran diameter tulangan utama yang dibutuhkan pada
gelagar?

c. Berapa ukuran diameter tulangan Sengkang dan jarak antar sengkangnya?


d. Berapa ukuran diameter tulangan pada pelat dan jarak antar tulangannya?

e. Bagaimana penulangan front wall pada abutmen dan jarak antar


tulangannya?

f. Berapa ukuran diameter bored pile yang aman untuk menahan seluruh
beban?

g. Berapa banyak tulangan yang dibutuhkan pada satu bored pile?

h. Bagaiman penulangan pada pile cap abutmen dan jarak antar tulangannya?

i. Berapa ukuran dimensi tiang sandaran yang memenuhi?

j. Berapa ukuran tulangan yang diperlukan pada tiang sandaran?

k. Berapa ukuran dimensi pipa yang memenuhi?

3.3 Pengumpulan Data


Untuk menunjang pengerjaan Laporan Akhir, penulis melakukan
pengumpulan data guna berfungsi sebagai syarat utama untuk merencanakan
struktur bangunan atas dan bangunan bawah jembatan dan mengetahui apakah
hasil dari perencanaan tersebut telah sesuai dengan peraturan yang ada. Hasil
yang didapat dari perencanaan ini yaitu perhitungan kekuatan struktur
bangunan atas dan bangunan bawah jembatan dan ukuran profil yang digunakan
serta kontrol lendutan yang terjadi. Adapun pengumpulan data yang dilakukan
meliputi:

 Gambar perencanaan struktur bangunan atas dan bawah jembatan

 Data spesifikasi teknis yang berkaitan dengan gambar perencanaan


jembatan
3.4 Pedoman Perencanaan
Pada perencanaan jembatan ini penulis menggunakan SNI 1725-2016
untuk menjadi pedoman dalam pembebanan struktur bangunan atas jembatan
dan Standar Jembatan Gelagar Beton Bertulang Balok "T" Bentang Jembatan
5m – 25m Departemen Pekerjaan Umum Bina Marga untuk ukuran jembatan
untuk ukuran gelagar yang digunakan.

3.5 Analisa Pembebanan pada Jembatan


Pada perencanaan jembatan akan dibahas berbagai macam beban yang meliputi:

3.5.1 Berat Primer

Adalah massa setiap bagian dari bangunan yang dihitung berdasarkan


dimensi yang tertera dalam gambar dan berat jenis dari bahan yang
digunakan. Adapun beban primer yang dibahas pada perencanan
jembatan ini meliputi:

a. Beban mati

Semua beban tetap yang berasal dari berat sendiri jembatan atau bagian
jembatan yang ditinjau, termasuk segala unsur tambahan yang dianggap
merupakan satu kestuan tetap dengannya.

b. Beban mati tambahan

Berat seluruh bahan yang membentuk suatu beban pada jembatan yang
merupakan elemen nonstructural dan besarnya dapat berubah selama
umur jembatan.
3.5.2 Beban Lalu Lintas (Aksi sementara)

a. Beban hidup Semua beban yang berasal dari berat kendaraan-


kendaraan bergerak/lalu lintas dan/atau pejalan kaki yang diaggap
bekerja pada jembatan.

b. Gaya Rem Gaya yang terjadi akibat kendaraan yang melintasi


jembatan diatas permukaan jalan

3.6 Diagram Alir (Flow Chart)


Berikut ini adalah diagram alir perencanaan jembatan balok-T beton bertulang
dengan bentang 10 meter :
Mulai

Pengumpulan Data

Perencanaan desain jembatan

Penentuan spesifikasi profil jembatan

Input data dan pembebanan

Hitung analisis pembebanan

Analisis perhitungan struktur atas jembatan

Kontol lendutan

Gambar rencana

Selesai

Gambar 3.1. Diagram alir perencanaan struktur jembatan

BAB IV

DATA PERENCANAAN

4.1 Deskripsi
Konstruksi untuk perencanaan jembatan ini dibuat dengan menggunakan
material beton bertulang. Pada struktur bangunan atas jembatan terdapat
jembatan itu sendiri yang direncanakan memiliki bentang 10 meter dan lebar
9,4 meter dengan gelagar menggunakan beton bertulang berukuran 40cm x
85cm berjumlah 5 gelagar dengan jarak antar gelagar 1,8 meter, lebar trotoar
masing-masing sisi sejauh 1,1 meter, dengan tebal plat lantai kendaraan setebal
20cm. Sedangkan pada struktur bangunan bawah jembatan terdapat abutmen
jembatan memiliki panjang 9 meter dan lebar 5,4 meter dengan ketebalan pelat
yang beragam, pile cap setebal 1,5 meter dan bored pile sepanjang 12 meter.

4.2 Data Awal Perencanaan


Berikut merupakan data awal yang ada untuk perencanaan jembatan ini berupa :
Judul : Perencanaan Jembatan Balok-T Beton Bertulang
Bentang : 10 meter

4.3 Analisa Lalu Lintas


Jembatan ini direncanakan agar dapat digunakan dan dilintasi oleh warga
sekitar dengan kendaraan ringan hingga kendaraan berat sehingga diperlukan
analisa lalu lintas agar dapat menentukan kelas pembebanan.

4.4 Data Perencanaan Jembatan

Berikut ini merupakan data perencanaan jembatan yang akan dibuat :

10 m

9,4 m

Gambar 4.1. Pemodelan Jembatan 3D


Gambar 4.2. Pemodelan Jembatan dengan tumpuan

4.4.1 Spesifikasi Teknis

Adapun sepesifikasi teknis jembatan yang mana struktur jembatan


menggunakan gelagar beton balok-T

i ) Data Topografi
a. Panjang bentang jembatan : 10 meter
b. Lebar jembatan : 9,4 meter
c. Tipe jembatan : Beton Balok-T bertulang

Gambar 4.3. Tampak depan jembatan

ii ) Data Teknis
a. Panjang bentang jembatan : 10 meter
b. Lebar lantai kendaraan : 7,2 meter
c. Lebar lantai trottoir : 1.1 meter (kanan kiri)
d. Jarak antar gelagar : 1,8 meter
e. Tebal plat jembatan : 0,2 meter
f. Tipe gelagar : Beton Balok-T
g. Pipa sandaran : Pipa baja 40” tebal 3,2 mm
h. Tiang sandaran : Beton bertulang 20 x 20 cm
i. Tebal aspal : 0,05 meter
j. Jumlah gelagar : 5 buah
k. Tipe jembatan : Jembatan balok-T beton
bertulang

Gambar 4.4. Tampak samping jembatan

iii ) Data Spesifikasi


a. Mutu beton : K-300
b. Mutu baja tulangan : 400 MPa

4.5 Data Perencanaan Abutmen

Berikut ini merupakan data perencanaan abutmen yang akan dibuat :


Gambar 4.5. Pemodelan Abutmen 3D

Gambar 4.6. Pemodelan Abutmen dengan tumpuan

4.5.1 Spesifikasi Teknis

Adapun sepesifikasi teknis abutmen yang mana struktur butmen


menggunakan beton bertulang

i ) Data Teknis
a. Panjang bentang abutmen : 7 meter
b. Lebar abutmen : 5,4 meter
c. Panjang bored pile : 12 meter
d. Jumlah bored pile : 15 buah
e. Tebal pilecap : 1,5 meter
f. Tebal frontwall : 1,2 meter
g. Tebal dinding abutmen : 0,8 meter

ii ) Data Spesifik
a. Mutu beton : K-300
b. Mutu baja tulangan : 400 MPa

Gambar 4.6. Tampak depan abutmen (kiri) dan

tampak samping abutmen (kanan)

BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Pemodelan Struktur Jembatan


Struktur jembatan yang dianalisis yaitu jembatan beton balok-T bertulang
dengan bentang 10 m dan lebar 7,2 m. Jembatan ditumpu sederhana dengan
perletakan sendi-roll di masing-masing ujungnya dan dimodelkan
menggunakan aplikasi STAAD Pro. Jembatan dengan gelagar beton balok-T
bertulang dimodelkan dengan kombinasi dari 179 titik nodal, 234 elemen
batang dimodelkan sebagai beam element, dan 120 elemen plat lantau
dimodelkan sebagai plate element , dapat dilihat dalam gambar 5.1 berikut.

7,2 m
10 m

Gambar 5.1. Pemodelan Jembatan dengan bentang 10 m dan lebar 7,2 m

5.2 Analisis Pembebanan Struktur Jembatan


Pembebanan yang dilakukan pada struktur jembatan beton balok-T bertulang
dihitung menggunakan bantuan program STAAD Pro.

5.2.1 Berat Sendiri (MS)

Analisis berat sendiri struktur jembatan beton bertulang dilakukan


dengan bantuan program STAAD Pro dan dimodelkan dengan
beberapa elemen seperti beam element dan plate element. Gambar
yang menunjukkan analisis berat sendiri struktur jembatan mulai dari
gelagar, plat lantai kendaraan, sandaran jembatan dapat ditunjukkan
dalam gambar 5.2 berwarna merah sebagai berikut.
Gambar 5.2. Analisis berat sendiri struktur jembatan

5.2.1 Berat Mati Tambahan (MA)

Beban mati tambahan yaitu berat seluruh bahan yang membentuk


suatu beban pada jembatan yang merupakan elemen nonstruktural, dan
dalam hal ini berat atau besarnya beban dapat berubah-ubah selama
umur jembatan yang direncanakan.

Tabel 5.1. Beban mati tambahan yang berlaku pada struktur


No. Jenis Beban Mati Tebal (m) Berat isi Total
(kg/m3) (kg/m2)
1 Lapisan permukaan aspal 0,05 2245 112,25
2 Trotoar / paving / urugan 0,20 2320 464
pasir
Gambar 5.3. Beban mati tambahan pada struktur jembatan.
Yang berwarna biru adalah beban mati nomor 1, sedangkan
yang berwarna hijau adalah beban mati nomor 2.

5.2.3 Berat Lajur (TD)

Beban lajur “D” terdiri atas Beban Terbagi Rata (BTR) yang digabung
dengan Beban Garis (BGT) dan Beban Terbagi Rata (BTR) memiliki
intensitas q kPa dengan besaran q tergantung pada panjang total yang
dibebani L seperti berikut :

i) Jika L ≤ 30 m : q = 9,0 kPa


ii) Jika L > 30 m : q = 9,0 (0,5 + 15) kPa
𝐿

dengan keterangan:
q adalah intensitas Beban Terbagi Rata (BTR) dalam arah
memanjang jembatan (kPa)
L adalah panjang total jembatan yang dibebani (meter)
Berdasarkan hal tersebut, q yang digunakan yaitu 9,0 kPa (918

kststg/m2) karena bentang jembatan L = 24 m yang menunjukan bahwa


bentang kurang dari 30 m. Untuk Beban Garis Terpusat (BGT) dengan
intensitas p kN/m harus ditempatkan tegak lurus menghadap arah lalu
lintas pada jembatan dan besarnya yaitu 49,0 kN/m
Gambar 5.4. Besar beban lajur (TD) pada struktur jembatan

5.2.4 Berat Truk (TT)

Selain beban “D” terdapat beban lalu lintas lainnya yaitu beban truk
“T”. Beban ini dapat digunakan untuk perhitungan struktur lantai.
Kendaraan truk semi- trailler memberi berat dari tiap-tiap gandar
disebarkan menjadi 2 beban merata sama besar yang merupakan
bidang kontak antara roda dengan permukaan lantai. Jarak antar
gandar dapat diubah-ubah dari 4,0 m sampai 9,0 m pada arah
memanjang jembatan dengan 4 kondisi. Berdasarkan SNI 1725 –
2016, masing - masing kondisi tersebut diasumsikan sebagai
kendaraan yang berjalan pada jembatan dengan beban truk desain
sebesar 25 ton dan beban roda desain 11,25 ton.
11250 kg.m

2500 kg.m

Gambar 5.5. Beban Truk pada kondisi 1

Gambar 5.6. Beban Truk pada kondisi 2


Gambar 5.7. Beban Truk pada kondisi 3

Gambar 5.8. Beban Truk pada kondisi 4

5.2.5 Gaya Rem (TB)

Gaya rem harus diambil yang terbesar dari:


i) 25% dari berat gandar truk 0.25 . 112,5 = 28,125 kN
ii) 5% dari berat truk rencana ditambah beban lajur terbagi rata BTR
= 34,194 kN
Nilai terbesar dari kedua perhitungan tersebut yang diambil yaitu
34,194 kN
TB = 34,194 (1,8) = 61,550 kNm = 6155 kgm dibagi ke dalam 5 gelagar
maka gaya rem yang ditimbulkan pada struktur atas jembatan yaitu 1231
kgm.

Gambar 5.9. Gaya rem yang timbul pada struktur atas jembatan

5.2.6 Tumbukan

Tiang-tiang sandaran pada setiap tepi trotoar harus diperhitungkan


untuk menahan beban horizontal sebesar 100 kg/m yang bekerja pada
tinggi 80 cm di atas trotoar. Jarak antar satu tiang sandaran dengan
tiang sandaran lain yaitu 1 m.

Gambar 5.10. Gaya tumbukan pada tiang sandaran


5.2.7 Kombinasi Beban

Dibawah ini terdapat kombinasi beban pada analisis yang ada dalam
Tabel 5.2
Tabel 5.2. Kombinasi Beban

Keadaan batas MS MA TT TD TB
Kuat I 1,30 2,00 1,80 1,80 1,80
Kuat II 1,30 2,00 1,40 1,40 1,40
Kuat III 1,30 2,00 - - -
Ekstrem 1,30 2,00 0,50 0,50 0,50
Daya layan I 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00
Daya layan II 1,00 1,00 1,30 1,30 1,30
Daya layan III 1,00 1,00 0,80 0,80 0,80
Daya layan IV 1,00 1,00 - - -
Fatik (TD dan
TR) - - 0,75 0,75 0,75

5.3 Perencanaan Gelagar Utama


Perencanaan penulangan utama dan sengkang gelagar dilakukan dengan
menganalisis beban-beban pada jembatan berdasarkan SNI 1725-2016 (pada
perhitungan perencanaan ini digunakan pembebanan dari semua kombinasi
yaitu kuat 1, kuat 2, ekstrem, layan 1, layan 2, layan 3, layan 4, dan fatik)
menggunakan program bantuan STAAD Pro sehingga menghasilkan gaya dan
momen.

5.3.1 Perencanaan Tulangan Utama Gelagar

Momen maksimum yang dihasilkan yaitu 359,509 kNm dan digunakan profil
RECT. 0,4 X 0,85 untuk dihitung penulangan yang aman untuk digunakan
dalam perencanaan gelagar utama jembatan
Gambar 5.11. Pemodelan gelagar utama jembatan

Gambar 5.12. Momen yang terjadi pada gelagar utama

Gambar 5.13. Hasil analisis momen pada gelagar utama


Data Gelagar yang digunakan:

Mu = 359,509 kNm As2 = 750 mm2


Fy = 400 Mpa 1/4L = 2500 mm
Fc’ = 30 Mpa bw + 16hf = 3600 mm
H = 850 mm jb = 1800 mm
bw = 400 mm beff = 1800 mm
Hf = 200 mm a = 13,07 mm
d’ = 40 mm
d = 810 mm
As1 = 1500 mm2
Cc = 0,85. fc. hf. beff = 0,85. 30. 200.1800 = 9180000 N
Ts = As1.fy = 4000 . 400 = 1600000 N
Karena Cc > Ts, maka balok T persegi tidak perlu semuanya tertekan, sehingga
menggunakan persamaan berikut:

[ ( a2 )+ A
∅ M n=0,8. A s 1 . fy . d− s2 . fy . ( d −d ' −d ' )
]
fMn = 560.862.745,1 Nmm
Mu = 395.509.000 Nmm
Mn (560.862.745, Nmm) > Mu (395.509.000 Nmm) (AMAN)
Gambar 5.14. Penulangan gelagar utama

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, gelagar jembatan menggunakan


tulangan utama 4 D 22 dan 2 D 22.

5.3.1 Perencanaan Tulangan Utama Gelagar


Gaya geser yang dihasilkan yaitu 325,709 kN dan digunakan profil
RECT. 0,4 x 0,85 m untuk dihitung penulangan sengkang yang aman
untuk digunakan dalam perencanaan gelagar utama jembatan.

Gambar 5.15. Pemodelan lokasi sengkang gelagar utama jembatan


Gambar 5.16. Gaya geser yang terjadi pada gelagar utama

Gambar 5.17. Hasil analisis gaya geser pada gelagar utama

Data Gelagar yang digunakan:

Vu = 325,709 kN Hf = 200 mm
Fy = 400 Mpa d’ = 40 mm
Fc’ = 30 Mpa d = 810 mm
H = 850 mm
bw = 400 mm

1
∅ .V C = f ' .b . d =117.462,109 N
6√ c
V u−∅ . V C
∅ .V sperlu= =¿247.078,152 N

Digunakan diameter tulangan ø8, maka Av = 100,531 mm2
AV . f y . d
s= =131,829 mm
∅ . V sperlu
Dibulatkan menjadi 100 mm, maka menggunakan sengkang D8 – 100. Jarak
sengkang semakin bertambah dibagian lapangan.

Gambar 5.18. Penulangan sengkang gelagar

5.4 Perencanaan Plat Lantai Kendaraan


Yang dimaksud dengan lantai kendaraan adalah seluruh lebar bagian
jembatan yang digunakan untuk lalu lintas kendaraan diatas jembatan. Dalam
hal ini lantai kendaraan direncanakan dimensi lebar 7,2 m, dengan
menggunakan 5 gelagar utama jarak 1,8 m.

Gambar 5.19. Plat lantai kendaraan

Lantai kendaraan direncanakan dengan nilai momen maksimum yang terjadi


dan diketahui menggunakan analisis program STAAD Pro lalu dihitung untuk
merencanakan tulangan yang digunakan pada lantai kendaraan jembatan.

5.4.1 Plat arah melintang (MY)


dilakukan menggunakan STAAD Pro menunjukan nilai momen maksimum
yang terjadi yaitu 9,46 kNm/m dan terletak di plat no. 7. Momen maksimum
pada arah My yang telah dianalisis dapat digunakan sebagai momen ultimit
untuk dasar perencanaan tulangan pada plat lantai kendaraan.

Gambar 5.20. Analisis momen plat arah My

Gambar 5.21. Hasil analisis momen pada plat jembatan arah My

Data Plat yang digunakan:

Mu = 9,46 kNm d’ = 30 mm
Fy = 400 Mpa d = 170 mm
Fc’ = 30 Mpa m = 15,686
H = 200 mm
b = 1000 mm

1 2 m. Rn
ρ=
m ( √
. 1− 1−
fy )
=0,001

Luas tulangan = As =  x b x d = 0.002 x 1000 x 160 = 175,315 mm2


As
coba = 782 mm2
As . fy
a= =12,667
0,85. f c' .1000

( a2 )=41.005 .994,67 Nmm


∅ Mn=0,8. As . fy . d−

Mu = 9.460.000 Nmm

Mn ¿) > Mu (9.460.000 Nmm) (AMAN)

Gambar 5.22. Penulangan Plat Jembatan Melintang

Maka menggunakan tulangan diameter 10 dengan jarak 100 mm (D10 – 100)

5.4.2 Plat arah memanjang (MX)


Analisis yang dilakukan menggunakan STAAD Pro menunjukan nilai momen
maksimum yang terjadi yaitu 14,963 kNm/m dan terletak di plat no. 145.
Momen maksimum pada arah Mx yang telah dianalisis dapat digunakan sebagai
momen ultimit untuk dasar perencanaan tulangan pada plat lantai kendaraan
Gambar 5.23. Analisis momen plat arah Mx akibat kombinasi beban 9

Gambar 5.24. Hasil analisis momen plat jembatan arah Mx

Data Plat yang digunakan:

Mu = 14,963 kNm d’ = 40 mm
Fy = 400 Mpa d = 160 mm
Fc’ = 30 Mpa m = 15,686
H = 200 mm
b = 1000 mm

1 2 m. Rn
ρ=
m ( √
. 1− 1−
fy )
=0,001

As
coba = 782 mm2

fPn (2.935 .454,53Nmm) > Mu (757.200 Nmm) (AMAN)


Gambar 5.25. Penulangan plat jembata arah memanjang

Gambar 5.26. Denah dan Potongan penulangan plat

5.5 Perencanaan Sandaran Jembatan


Tiang-tiang sandaran pada setiap tepi trotoar harus diperhitungkan untuk
menahan beban horizontal sebesar 100 kg/m yang bekerja pada tinggi 80 cm
dari atas trotoar. Jarak antar satu tiang sandaran dengan tiang sandaran lain
yaitu 1m.

5.5.1 Pipa sandaran

Data pipa yang digunakan:

Pu = 0,476 kNm Profil = 101,6 x 3,2 mm


Fy = 240 Mpa
k =1
L = 1000 mm
Ag . fy
∅ Nn= =131.752,54 N
w
fNn (131.752,54 Nmm) > Mu (476 Nmm) (AMAN)

5.5.2 Tiang sandaran


Untuk sadaran jembatan dianalisis pembebanan, sebagai berikut : Muatan
horizontal (q) = 100 kg/m

Jarak sandaran (s) = 1 m


P = q x L = 100 x 1 = 100 kg
M = P x H = 100 x 80 = 8000 kg.cm
Mu = 0,192 kNm
b = 200 mm
h = 200 mm
d’ = 40 mm
d = 160 mm
Mu
Mn perlu= =240.000 Nmm

Mn perlu
As 2= A s ' = '
=8.333 mm 2
fy .( d−d )

As tot = 8.33 mm2

Jadi pakai tulangan 2 f6


5.6 Desain Struktur Jembatan Beton Bertulang
Struktur Jembatan Beton direncanakan dengan model jembatan beton balok-T
bertulang yang memiliki 5 gelagar dengan jarak antar gelagar 1,8 m, bentang
jembatan 10 m dan lebar 7,2 m. Jembatan Beton dimodelkan dengan program
STAAD Pro.

Gambar 5.27. Pemodelan jembatan tampak samping

Gambar 5.26. Gelagar jembatan

Tabel 5.3. Kombinasi Beban


Bagian Jembatan Profil
Gelagar Utama RECT. 0,4 x 0,85
Pipa sandaran Pipa ∅ 4”
Tiang sandaran RECT 0,2 x 0,2

5.7 Pemodelan Struktur Abutmen


Struktur abutmen yang dianalisis yaitu abutmen dengan panjang 9 m dan
lebar 5,4 m. Abutmen ditumpu dengan perletakan jepit di masing-masing
ujungnya dan dimodelkan menggunakan aplikasi STAAD Pro. Abutmen
dimodelkan dengan kombinasi dari 318 titik nodal, 15 elemen batang
dimodelkan sebagai beam element, dan 192 elemen plat lantau dimodelkan
sebagai plate element , dapat dilihat dalam gambar 5.27 berikut.

Gambar 5.27. Pemodelan Abutmen

5.2 Analisis Pembebanan Struktur Abutmen


Pembebanan yang dilakukan pada struktur abutmen dihitung menggunakan
bantuan program STAAD Pro.
5.2.1 Beban Mati (DL)

Analisis beban mati struktur abutmen dilakukan dengan bantuan


program STAAD Pro dan dimodelkan dengan beberapa elemen seperti
beam element dan plate element. Beban mati terdiri dari beban
struktur abutmen itu sendiri dan beban mati dari struktur jembatan
diatasnya yang dialirkan dari gelagar. Gambar yang menunjukkan
analisis beban mati struktur jembatan mulai dari bored pile, pilecap,
dan dinding abutmen dapat ditunjukkan sebagai berikut.

Gambar 5.28. Beban mati (DL) abutmen

5.2.2 Beban Hidup (LL)


Beban hidup pada struktur abutmen didapat dari beban hidup yang
paling besar pada struktur bangunan atas jembatan. Beban hidup pada
struktur bangunan atas jembatan adalah beban truk dan beban lajur (TT
– TD) dan beban akibat rem (TB) yang akan dialirkan oleh gelagar
menuju abutmen.
Gambar 5.29. Titik Beban Hidup (LL) abutmen

5.2.3 Beban Gempa (EL)

Beban gempa pada struktur abutmen didapat dari jumlah beban mati
pada struktur abutmen itu sendiri dikalikan dengan faktor gempa dan
dibagi jumlah gelagar yang ada.

Berat struktur sendiri = 759,966 kN

Faktor gempa = 0,2

Jumlah gelagar = 5

759,966 x 0,2
El= =30,398 kN
5
Gambar 5.30. Arah gempa +X (kiri), +Z (tengah), -Z (kanan)

5.2.4 Beban Tanah (SL)


Beban tanah yang akan diterima oleh sturktur abutmen terdapat 2 (dua)
macam, yaitu beban tanah horizontal dan beban tanah vertikal. Untuk
mendapatkan nilai beban tanah, terdapat beberapa nilai yang diperlukan
berupa nilai koefisien Ka, berat jenis (gsat), dan ketinggian tanah (H)

Gambar 5.31. Arah beban tanah

Data yang dibutuhkan :

Ka = 0,6

gsat = 1,8 T/m2


H = 5,4 m
Untuk SL Horizontal :
SL = 0,6 x 1,8 x 5,4 = 5,832 T = 5832 kg
Untuk Sl Vertikal :
SL = 1,8 x 5,4 = 9,72 T = 9720 kg
Gambar 5.31. Arah beban tanah

BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa dalam perhitungan struktur bangunan atas dan
bangunan bawah jembatan beton bertulang balok-T dengan bentang 10 meter
dan lebar total 9,4 meter, didapat data yaitu :

1. Dimensi Jembatan

a. Panjang bentang 10 meter dan lebar total 9,4 meter

b. Tebal plat lantai jembatan adalah 20 cm

c. Gelagar utama jembatang memiliki ukuran 0,4 x 0,85 m

d. Tiang sandaran menggunakan ukuran 20 x 20 cm dan pipa 4”


2. Penulangan Jembatan

a. Tulangan pada gelagar utama menggunakan 2 D 22 dan 4 D 22

b. Sengkang gelagar utama menggunakan besi tulangan D8 – 100

c. Tulangan pada pelat lantai jembatan menggunkan ukuran D10 – 100 dan

D10 200

d. Tulangan pada tiang sandaran menggunakan ukuran 2 f6

3. Dimensi Abutmen adalah 5,4 x 9 m

4. Digunakan tulangan D19 – 100 dan D19 – 200 pada front wall

5. Front wall memiliki tebal 1,2 meter

6. Digunakan tulangan D19 – 100 dan D19 – 200 pada pilecap

7. Pilecap memiliki tebal 1,5 meter

8. Dinding abutmen memiliki tebal 0,8 m

6. Dimensi boredpile menggunakan boredpile dengan diameter 60 cm dan


Panjang 12 m

7. Tulangan bored pile menggunakan 11 D 32

Anda mungkin juga menyukai