Anda di halaman 1dari 20

MASALAH MENDASAR PELAYANAN

KESEHATAN DI INDONESIA

Pelayanan kesehatan merupakan hak dasar masyarakat yang harus dipenuhi dalam
pembangunan kesehatan. Hal tersebut harus dipandang sebagai suatu investasi untuk
peningkatan kualitas sumber daya manusia dan mendukung pembangunan ekonomi, serta
memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan.

Berbagai permasalahan penting dalam pelayanan kesehatan antara lain disparitas status
kesehatan; beban ganda penyakit; kualitas, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan
kesehatan; pelindungan masyarakat di bidang obat dan makanan; serta perilaku hidup bersih
dan sehat. Beberapa masalah penting lainnya yang perlu ditangani segera adalah
peningkatan akses penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan, penanganan masalah
gizi buruk, penanggulangan wabah penyakit menular, pelayanan kesehatan di daerah
bencana, dan pemenuhan jumlah dan penyebaran tenaga kesehatan.

Langkah-langkah yang telah ditempuh adalah peningkatan akses kesehatan terutama bagi
penduduk miskin melalui pelayanan kesehatan gratis; peningkatan pencegahan dan
penanggulangan penyakit menular termasuk polio dan flu burung; peningkatan kualitas,
keterjangkauan dan pemerataan pelayanan kesehatan dasar; peningkatan kualitas dan
kuantitas tenaga kesehatan; penjaminan mutu, keamanan dan khasiat obat dan makanan;
penanganan kesehatan di daerah bencana; serta peningkatan promosi kesehatan dan
pemberdayaan masyarakat

Sebagai tindak lanjut, pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan pemerataan


dan keterjangkauan pelayanan kesehatan; meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan;
meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat; meningkatkan upaya pencegahan dan
pemberantasan penyakit; meningkatkan keadaan gizi masyarakat; dan meningkatkan
penanganan masalah kesehatan di daerah bencana.
Permasalahan yang Dihadapi
Permasalahan utama pelayanan kesehatan saat ini antara lain adalah masih tingginya
disparitas status kesehatan antar tingkat sosial ekonomi, antar kawasan, dan antara
perkotaan dengan perdesaan. Secara umum status kesehatan penduduk dengan tingkat
sosial ekonomi tinggi, di kawasan barat Indonesia, dan di kawasan perkotaan, cenderung
lebih baik. Sebaliknya, status kesehatan penduduk dengan sosial ekonomi rendah, di
kawasan timur Indonesia dan di daerah perdesaan masih tertinggal.
Permasalahan penting lainnya yang dihadapi adalah terjadinya beban ganda penyakit, yaitu
belum teratasinya penyakit menular yang diderita oleh masyarakat seperti tuberkulosis paru,
infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), malaria, dan diare, serta munculnya kembali penyakit
polio dan flu burung. Namun, pada waktu yang bersamaan terjadi peningkatan penyakit tidak
menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, serta diabetes melitus dan kanker.
Di sisi lain, kualitas, pemerataan, dan keterjangkauan pelayanan kesehatan juga masih
rendah. Kualitas pelayanan menjadi kendala karena tenaga medis sangat terbatas dan
peralatan kurang memadai. Dari sisi jumlah, rasio tenaga kesehatan terhadap jumlah
penduduk yang harus dilayani masih rendah. Keterjangkauan pelayanan terkait erat dengan
jumlah dan pemerataan fasilitas kesehatan. Pada tahun 2002, untuk setiap 100.000 penduduk
hanya tersedia 3,5 Puskesmas. Itu pun sebagian penduduk, terutama yang tinggal daerah
terpencil, tidak memanfaatkan Puskesmas karena keterbatasan sarana transportasi dan
kendala geografis.
Pelindungan masyarakat di bidang obat dan makanan masih rendah. Dalam era perdagangan
bebas, kondisi kesehatan masyarakat makin rentan akibat meningkatnya kemungkinan
konsumsi obat dan makanan yang tidak memenuhi persyaratan mutu dan keamanan.
Ketersediaan, mutu, keamanan obat, dan perbekalan kesehatan masih belum optimal serta
belum dapat dijangkau dengan mudah oleh masyarakat. Selain itu, obat asli Indonesia (OAI)
belum sepenuhnya dikembangkan dengan baik meskipun potensi yang dimiliki sangat besar.
Perilaku masyarakat juga sering tidak mendukung hidup bersih dan sehat. Hal ini dapat
terlihat dari meluasnya kebiasaan merokok, rendahnya pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif,
tingginya prevalensi gizi kurang dan gizi lebih pada balita, serta kecenderungan meningkatnya
jumlah penderita HIV/AIDS, penderita penyalahgunaan narkotika, psikotropika, zat adiktif
(Napza), dan kematian akibat kecelakaan.
Selain permasalahan mendasar seperti itu, dalam sepuluh bulan terakhir, paling tidak terdapat
lima isu penting di bidang kesehatan yang perlu penanganan segera, yaitu penjaminan akses
penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan, penanganan masalah gizi buruk,
penanggulangan wabah penyakit menular, pelayanan kesehatan di daerah bencana, dan
pemenuhan jumlah dan penyebaran tenaga kesehatan.

A. Pelayanan Kesehatan Bagi Penduduk Miskin


Secara nasional status kesehatan masyarakat telah meningkat. Akan tetapi, disparitas status
kesehatan antara penduduk mampu dan penduduk miskin masih cukup besar. Berbagai data
menunjukkan bahwa status kesehatan penduduk miskin lebih rendah jika dibandingkan
dengan penduduk kaya. Hal ini antara lain dapat dilihat dari tingginya angka kematian bayi
dan angka kematian balita pada kelompok penduduk miskin. Menurut Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002-2003, angka kematian bayi pada kelompok termiskin
adalah 61 berbanding 17 per 1.000 kelahiran hidup pada kelompok terkaya. Demikian juga,
angka kematian balita pada penduduk termiskin (77 per 1.000 kelahiran hidup) jauh lebih
tinggi daripada angka kematian balita pada penduduk terkaya (22 per 1.000 kelahiran hidup).
Penyakit infeksi yang merupakan penyebab kematian utama pada bayi dan balita, seperti
ISPA, diare, tetanus neonatorum dan penyulit kelahiran, juga lebih sering terjadi pada
penduduk miskin.
Rendahnya status kesehatan penduduk miskin terkait erat dengan terbatasnya akses
terhadap pelayanan kesehatan, baik karena kendala geografis maupun kendala biaya (cost
barrier). Data SDKI 2002-2003 menunjukkan bahwa kendala terbesar yang dihadapi
penduduk miskin untuk mendapatkan fasilitas pelayanan kesehatan adalah ketiadaan uang
(34 persen), jarak ke fasilitas pelayanan kesehatan yang terlalu jauh (18 persen), serta
adanya hambatan dengan sarana angkutan atau transportasi (16 persen).
Data Susenas 2004 menunjukkan bahwa kendala biaya menjadi permasalahan yang cukup
serius, terutama bagi penduduk miskin, karena selama ini sebagian besar (87,2 persen)
pembiayaan kesehatan bersumber dari penghasilan penduduk sendiri. Pembiayaan yang
berasal dari jaminan pemeliharaan kesehatan (kartu sehat yang dikeluarkan Pemerintah)
hanya sebesar 6,3 persen dan yang berasal dari asuransi sebesar 5,2 persen. Artinya,
penduduk harus menanggung biaya yang besar untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
Hal ini tentu amat memberatkan bagi penduduk miskin karena mereka harus mengeluarkan
biaya yang besar untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang layak.

B. Masalah Gizi Buruk


Masalah kesehatan yang menimbulkan perhatian masyarakat cukup besar akhir-akhir ini
adalah masalah gizi kurang dan gizi buruk. Walaupun sejak tahun 1989 telah terjadi
penurunan prevalensi gizi kurang yang relatif tajam, mulai tahun 1999 penurunan prevalensi
gizi kurang dan gizi buruk pada balita relatif lamban dan cenderung tidak berubah. Saat ini
terdapat 10 provinsi dengan prevalensi gizi kurang di atas 30, dan bahkan ada yang di atas
40 persen, yaitu di Provinsi Gorontalo, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur
(NTT), dan Papua.
Kurang energi dan protein pada tingkat parah atau lebih populer disebut busung lapar, dapat
menimbulkan permasalahan kesehatan yang besar dan bahkan dapat menyebabkan
kematian pada anak. Menurut data Susenas 2003, diperkirakan sekitar 5 juta (27,5 persen)
anak balita menderita gizi kurang, termasuk 1,5 juta (8,3 persen) di antaranya menderita gizi
buruk. Data Departemen Kesehatan menunjukkan bahwa pada tahun 2004 masih terdapat
3,15 juta anak (16 persen) menderita gizi kurang dan 664 ribu anak (3,8 persen) menderita
gizi buruk. Pada tahun 2005 dilaporkan adanya kasus gizi buruk tingkat parah atau busung
lapar di Provinsi NTB dan NTT, serta beberapa provinsi lainnya. Penderita kasus gizi buruk
terbesar yang dilaporkan terjadi di Provinsi NTB, yaitu terdapat 51 kasus yang dirawat di
rumah sakit sejak Januari sampai dengan Mei 2005. Jumlah kasus di sembilan provinsi
sampai Juni 2005 dilaporkan sebanyak 3.413 kasus gizi buruk dan 49 di antaranya meninggal
dunia.
Munculnya kejadian gizi buruk ini merupakan “fenomena gunung es” yang menunjukkan
bahwa masalah gizi buruk yang muncul hanyalah sebagian kecil dari masalah gizi buruk yang
sebenarnya terjadi. Di Provinsi NTB, misalnya, berdasarkan hasil pencatatan dan pelaporan
sejak Januari-Juni 2005 hanya ditemukan sekitar 900 kasus. Namun, diperkirakan terdapat
2.200 balita marasmus kwashiorkor. Masalah busung lapar terutama dialami oleh anak balita
yang berasal dari keluarga miskin.
Dua faktor penyebab utama terjadinya gizi buruk tersebut adalah rendahnya konsumsi energi
dan protein dalam makanan sehari-hari dan terjadi dalam kurun waktu yang lama. Penyebab
kedua adalah terjadinya serangan penyakit infeksi yang berulang. Kedua faktor ini disebabkan
oleh tiga hal secara tidak langsung, yaitu (1) ketersediaan pangan yang rendah pada tingkat
keluarga; (2) pola asuh ibu dalam perawatan anak yang kurang memadai; dan (3)
ketersediaan air bersih, sarana sanitasi, dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang
terbatas. Penyebab tidak langsung tersebut merupakan konsekuensi dari pokok masalah
dalam masyarakat, yaitu tingginya pengangguran, tingginya kemiskinan, dan kurangnya
pangan.

C. Kejadian Luar Biasa (KLB) Penyakit Menular


Masalah kesehatan lainnya yang menjadi keprihatinan masyarakat adalah terjadinya KLB
berbagai penyakit menular. Penyakit menular yang diderita oleh masyarakat sebagian besar
adalah penyakit infeksi seperti tuberkulosis paru yang saat ini menduduki urutan ke-3
terbanyak di dunia, infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), malaria, dan diare. Selain itu
Indonesia juga menghadapi emerging diseases (penyakit yang baru berkembang) seperti
HIV/AIDS dan Severe Acute Respiratory Syndrom (SARS) dan re-emerging
diseases (penyakit yang sebelumnya mulai menurun, tetapi meningkat kembali) seperti
demam berdarah dengue (DBD) dan TB paru.
Salah satu penyakit menular yang akhir-akhir ini menonjol adalah munculnya kasus polio di
beberapa wilayah seperti Provinsi Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Lampung, dan DKI
Jakarta. Polio merupakan penyakit menular yang sangat berbahaya yang disebabkan oleh
virus yang menyerang sistem syaraf dan bisa menyebabkan kelumpuhan menetap atau
kematian. Satu dari 200 kasus infeksi virus akan menyebabkan kelumpuhan, 5–10 persen
pasien meninggal dunia akibat kelumpuhan pada otot pernapasan. Tidak ada obat untuk
penyakit polio. Penyakit ini hanya bisa dicegah dengan imunisasi. Vaksin untuk imunisasi ini
aman dan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dinyatakan halal.
Sejak tahun 1995, kasus polio liar tidak pernah ditemukan lagi di Indonesia. Akan tetapi,
Indonesia masih memiliki risiko terhadap virus polio impor dan risiko terhadap Vaccine
Derived Polio Virus (VDPV) di daerah cakupan imunisasi rendah. Virus polio liar yang kembali
muncul akhir-akhir ini di Indonesia diperkirakan berasal dari negara lain.
Kasus polio pertama dilaporkan pada bulan April 2005 pada anak umur 20 bulan di Desa Giri
Jaya, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Setelah dilakukan
surveilans epidemiologi, kasus polio juga ditemukan di Kabupaten Lebak, Jawa Barat.
Penularan kasus polio liar berkembang sangat cepat dan hingga saat ini sudah menyebar di
lima provinsi yaitu Lampung, Banten, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan DKI Jakarta. Jumlah
kasus positif yang dilaporkan sampai 1 Agustus 2005 berjumlah 189 kasus dengan 8 kasus
di antaranya meninggal dunia.
Selain polio, penyakit menular yang cukup menjadi perhatian adalah flu burung
(avian influenza). Penyakit ini dilaporkan mulai menyerang ayam ternak di Provinsi Bali, Jawa
Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Kalimantan Barat pada tahun 2003 dan awal tahun
2004. Pada awal Juli 2005, ditemukan 3 kasus korban jiwa manusia yang positif menderita flu
burung yang terjadi di Tangerang, Banten. Selain dampak kesehatan, kejadian ini juga
mengakibatkan keresahan masyarakat dan kerugian ekonomi yang cukup besar, khususnya
bagi peternak.
Berbagai emerging dan re-emerging diseases, kasus polio, dan flu burung dapat terjadi
antara lain karena tingginya mobilitas penduduk antarnegara. Dengan demikian penularan
penyakit antarnegara (transnasional) ini dapat terjadi dengan mudah, mengingat semakin
mudahnya transportasi manusia, hewan, dan lain-lain antarnegara.
Selain penyakit polio dan flu burung, penyakit DBD, malaria, TB paru, dan HIV/AIDS perlu
pula mendapat penanganan yang memadai. Sejak pertama kali ditemukan kasus DBD di
Indonesia, jumlah kasus dan daerah terjangkit terus meningkat meskipun kasus kematian
akibat DBD dapat ditekan. Sementara itu, meskipun angka kesakitan malaria cenderung
menurun, prevalensi malaria masih cukup tinggi. Beberapa provinsi dengan angka kesakitan
malaria yang tinggi adalah Provinsi Papua, Maluku, NTT, Sulawesi Tengah, dan Bangka
Belitung. Dalam hal jumlah kasus penyakit TB paru, Indonesia menduduki peringkat ke-3
terbesar di dunia, setelah India dan Cina. Semua provinsi di Indonesia sampai dengan bulan
Juni 2005, telah melaporkan penduduk yang terinfeksi HIV. Jumlah kumulatif penderita AIDS
di Indonesia telah mencapai lebih dari 3.000 penderita.

D. Penanganan Masalah Kesehatan di Daerah Bencana


Bencana alam gempa dan tsunami yang terjadi di Aceh, Nias, Alor, dan Nabire telah
menimbulkan dampak yang besar di bidang kesehatan. Banyak sekali korban yang
meninggal, hilang, dan luka-luka. Sarana dan prasarana pelayanan kesehatan banyak yang
hancur dan tidak berfungsi secara optimal, seperti rumah sakit, puskesmas, puskesmas
pembantu, kantor dinas kesehatan, balai laboratorium kesehatan (BLK), gudang farmasi,
gudang vaksin, politeknik kesehatan (poltekes), dan kantor kesehatan pelabuhan. Bencana
tsunami di Aceh mengakibatkan kerusakan pada 9 rumah sakit, 43 puskesmas, 59
puskesmas pembantu, 700 poliklinik desa, dan 55 pusksemas keliling, dan sarana lain seperti
rumah sakit, laboratorium dan kantor dinas kesehatan. Jumlah tenaga kesehatan yang
meninggal atau hilang adalah 683 orang.

E. Masalah Tenaga Kesehatan


Indonesia saat ini mengalami kekurangan pada hampir semua jenis tenaga kesehatan yang
diperlukan. Pada tahun 2001, diperkirakan per 100.000 penduduk baru dapat dilayani oleh
7,7 dokter umum, 2,7 dokter gigi, 3,0 dokter spesialis, dan 8,0 bidan. Untuk tenaga kesehatan
masyarakat, per 100.000 penduduk baru dapat dilayani oleh 0,5 sarjana kesehatan
masyarakat, 1,7 apoteker, 6,6 ahli gizi, 0,1 tenaga epidemiologi, dan 4,7 tenaga sanitasi.
Kondisi tenaga kesehatan pada tahun 2004 tidak jauh berbeda dengan itu karena sistem
pendidikan masih belum bisa menghasilkan tenaga kesehatan dalam jumlah yang mencukupi,
serta sistem perekrutan dan pola insentif bagi tenaga kesehatan kurang optimal. Di samping
itu, jumlah dan penyebaran tenaga kesehatan masyarakat masih belum memadai sehingga
banyak puskesmas belum memiliki dokter dan tenaga kesehatan masyarakat. Keterbatasan
ini diperburuk oleh distribusi tenaga kesehatan yang tidak merata. Misalnya, lebih dari dua
pertiga dokter spesialis berada di Jawa dan Bali. Disparitas rasio dokter umum per 100.000
penduduk antarwilayah juga masih tinggi dan berkisar dari 2,3 di Lampung hingga 28,0 di DI
Yogyakarta.
Kualitas tenaga kesehatan juga masih perlu ditingkatkan. Saat ini, misalnya, masih banyak
puskesmas yang tidak mempunyai dokter umum. Akibatnya, banyak puskesmas, terutama di
daerah terpencil yang hanya dilayani oleh perawat atau tenaga kesehatan lainnya. Susenas
2004 menunjukkan bahwa masih banyak penduduk (29,8 persen) yang harus menunggu
setengah hingga satu jam untuk mendapatkan pelayanan kesehatan rawat jalan. Sebagian
masyarakat (8,1 persen) menyatakan kurang atau tidak puas dengan pelayanan kesehatan
dan 33,21 persen menyatakan cukup puas.
I. Langkah-Langkah Kebijakan dan Hasil-Hasil yang Dicapai
Untuk mengatasi berbagai permasalahan kesehatan, kebijakan umum pembangunan
kesehatan diarahkan pada
1. peningkatan upaya pemeliharaan, pelindungan, dan peningkatan derajat kesehatan dan status
gizi terutama bagi penduduk miskin dan kelompok rentan;
2. peningkatan upaya pencegahan dan penyembuhan penyakit baik menular maupun tidak
menular;
3. peningkatan kualitas, keterjangkauan, dan pemerataan pelayanan kesehatan di fasilitas
pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama bagi keluarga miskin, kelompok rentan dan
penduduk di daerah terpencil, perbatasan, rawan bencana dan konflik;
4. peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan terutama untuk pelayanan kesehatan di
daerah terpencil, tertinggal, dan perbatasan;
5. penjaminan mutu, keamanan dan khasiat produk obat, kosmetik, produk komplemen, dan
produk pangan yang beredar, serta mencegah masyarakat dari penyalahgunaan obat keras,
narkotika, psikotropika, zat adiktif, dan bahan berbahaya lainnya; dan
6. peningkatan promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat dalam perilaku hidup bersih
dan sehat.

Langkah-langkah yang ditempuh untuk mengatasi berbagai permasalahan yang menonjol


pada 10 bulan terakhir dan hasil yang dicapai adalah sebagai berikut.

Tindak Lanjut yang Diperlukan


Dengan mempertimbangkan permasalahan yang dihadapi, langkah kebijakan yang ditempuh,
dan hasil-hasil yang telah dicapai seperti tersebut di atas, rencana tindak lanjut yang
diperlukan antara lain dapat diuraikan sebagai berikut.

A. Meningkatkan Pemerataan dan Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan


Peningkatkan pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan masyarakat
dilaksanakan antara lain melalui penyelenggaraan pelayanan kesehatan gratis bagi penduduk
miskin di puskesmas dan jaringannya, serta kelas III rumah sakit. Melalui upaya ini diharapkan
tingkat disparitas status kesehatan antara penduduk kaya dan miskin semakin berkurang.
Untuk mengantisipasi berbagai kendala teknis di lapangan yang dihadapi oleh masyarakat
miskin dalam mendapatkan pelayanan yang layak, misalnya hambatan administrasi dan
prosedural, sosialisasi dan advokasi kepada institusi penyelenggara akan lebih ditingkatkan,
di samping memperkuat pemantauan dansafe guarding. Selain itu, juga dilaksanakan
peningkatan sarana dan prasarana puskesmas dan jaringannya; pembangunan dan
perbaikan rumah sakit terutama di daerah bencana dan tertinggal secara selektif; pengadaan
obat, pengadaan peralatan dan perbekalan kesehatan; dan penyediaan biaya operasional
dan pemeliharaan.
Selanjutnya, perlu ditingkatkan pelayanan kesehatan dasar yang mencakup sekurang-
kurangnya peningkatan promosi kesehatan, kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana,
perbaikan gizi, kesehatan lingkungan, pemberantasan penyakit menular, dan pengobatan
dasar; peningkatan pelayanan kesehatan rujukan; pengembangan pelayanan dokter
keluarga; serta peningkatan peran serta masyarakat dan sektor swasta dalam
penyelenggaraan pelayanan kesehatan.
Upaya lainnya dalam rangka peningkatan pemerataan, pelayanan kesehatan dilaksanakan
melalui penempatan tenaga dokter dan paramedis terutama di puskesmas dan rumah sakit di
daerah tertinggal; peningkatan ketersediaan, pemerataan, mutu, dan keterjangkauan harga
obat dan perbekalan kesehatan, terutama untuk penduduk miskin; dan peningkatan mutu
pelayanan farmasi komunitas dan rumah sakit.
Melalui pelaksanaan berbagai kebijakan itu dan dibarengi dengan kemajuan di bidang sosial
dan ekonomi, diharapkan taraf kesehatan penduduk miskin akan menjadi lebih baik.

B. Meningkatkan Kualitas Pelayanan Kesehatan


Dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan kesehatan, upaya yang akan dilakukan adalah
pengangkatan dan penempatan tenaga kesehatan, seperti dokter dan tenaga keperawatan
terutama di daerah terpencil, peningkatan proporsi puskesmas yang memiliki tenaga dokter;
peningkatan proporsi rumah sakit kabupaten/kota yang memiliki tenaga dokter spesialis
dasar, dan peningkatan mutu pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan.
Perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan perlu ditingkatkan untuk memenuhi keperluan
tenaga kesehatan, terutama untuk pelayanan kesehatan di puskesmas dan jaringannya, serta
rumah sakit kabupaten/kota terutama di daerah terpencil dan bencana. Langkah tersebut
perlu diikuti dengan peningkatan keterampilan dan profesionalisme tenaga kesehatan melalui
pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan, pembinaan tenaga kesehatan termasuk
pengembangan karier tenaga kesehatan; dan penyusunan standar kompetensi dan regulasi
profesi kesehatan.
Upaya lain yang penting untuk dilakukan adalah penjaminan terpenuhinya persyaratan mutu,
keamanan, dan kemanfaatan produk terapetik/obat, perbekalan kesehatan rumah tangga,
obat tradisional, suplemen makanan, dan produk kosmetika melalui pengawasan keamanan
pangan dan bahan berbahaya; pengawasan pemakaian narkotika, psikotropika, zat adiktif
(Napza); dan pengawasan mutu, khasiat, dan keamanan produk. Kapasitas laboratorium
pengawasan obat dan makanan juga perlu diperkuat. Pengembangan obat asli Indonesia
akan dilaksanakan melalui pengembangan dan penelitian tanaman obat; peningkatan
promosi pemanfaatan obat bahan alam Indonesia; dan pengembangan standarisasi tanaman
obat bahan alam Indonesia.
Berbagai upaya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan itu, juga didukung oleh
pengembangan kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan dan peningkatan
penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan.
Pengembangan kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan akan dilaksanakan
melalui pengkajian kebijakan, pengembangan sistem perencanaan dan penganggaran,
pelaksanaan dan pengendalian, pengawasan dan penyempurnaan administrasi keuangan,
serta hukum kesehatan. Selain itu, sistem informasi kesehatan baik nasional maupun daerah
perlu dibangun dengan baik. Kebijakan untuk menjamin pembiayaan kesehatan masyarakat
secara kapitasi dan praupaya terutama bagi penduduk miskin perlu juga terus dilanjutkan.
Peningkatan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan akan
dilaksanakan melalui penelitian dan pengembangan, peningkatan kualitas dan kuantitas
tenaga peneliti, sarana dan prasarana penelitian, serta penyebarluasan dan pemanfaatan
hasil penelitian dan pengembangan kesehatan.

C. Meningkatkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat


Dalam rangka meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat akan dilaksanakan kegiatan (1)
pengembangan media promosi kesehatan dan teknologi komunikasi, informasi, dan edukasi
(KIE); (2) pengembangan upaya kesehatan bersumber masyarakat, (seperti pos pelayanan
terpadu, pondok bersalin desa, dan usaha kesehatan sekolah) dan generasi muda; dan (3)
peningkatan pendidikan kesehatan kepada masyarakat.
Upaya peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat, perlu didukung oleh peningkatan kualitas
lingkungan hidup yang dilaksanakan melalui penyediaan sarana air bersih dan sanitasi dasar
terutama bagi masyarakat miskin; pemeliharaan dan pengawasan kualitas lingkungan;
pengendalian dampak resiko pencemaran lingkungan; dan pengembangan wilayah sehat.

D. Meningkatkan Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit


Untuk menurunkan angka kesakitan, kematian, dan kecacatan akibat penyakit menular dan
penyakit tidak menular upaya yang perlu dilakukan antara lain pencegahan dan
penanggulangan faktor risiko; peningkatan imunisasi; penemuan dan tatalaksana penderita;
peningkatan surveilans epidemiologi dan penanggulangan wabah; dan peningkatan
komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) pencegahan dan pemberantasan penyakit.
Upaya khusus untuk mengatasi penyakit polio, yaitu (1) Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio
secara serentak dilakukan di seluruh provinsi Indonesia untuk memutuskan mata rantai
penularan virus polio tersebut. Pelaksanaan PIN direkomendasikan oleh tim dan para pakar
WHO SEARO dalam technical meeting di New Delhi bulan Juni 2005. PIN Polio 2005 akan
dilaksanakan dua kali putaran, yaitu tanggal 30 Agustus 2005 dan 27 September 2005; (2)
Sistem surveilans AFP yang ketat dan intensifikasi surveilans epidemiologi dilakukan di
seluruh provinsi dan kabupaten/kota; dan (3) Peningkatan cakupan imunisasi dilakukan di
setiap desa.
Dalam upaya penanggulangan flu burung, akan dilaksanakan respon cepat ke daerah yang
belum terjangkit sebagai tindakan kewaspadaan dini dengan intensifikasi surveilans
epidemiologi terhadap kasus influenza dan pneunomia. Selain itu, akan dilaksanakan
penyuluhan kesehatan dan membangun jejaring kerja dengan berbagai pihak, serta
meningkatkan koordinasi dan kerja sama lintas sektor.

E. Meningkatkan Keadaan Gizi Masyarakat


Dalam rangka meningkatkan status gizi mayarakat terutama pada ibu hamil, bayi, dan anak
balita perlu dilakukanpendidikan gizi dan pemberdayaan masyarakat untuk pencapaian
keluarga sadar gizi. Penanggulangan kurang energi protein, anemia gizi besi, gangguan
akibat kurang yodium, kurang vitamin A, dan kekurangan zat gizi mikro lainnya perlu
ditingkatkan, sejalan dengan penanggulangan gizi-lebih, dan surveilans gizi.
Untuk mengatasi masalah busung lapar atau kurang energi dan protein tingkat berat di
berbagai daerah di Indonesia telah dilakukan langkah darurat berupa perawatan penderita di
rumah sakit dan pemberian makanan tambahan. Upaya berikutnya adalah menyusun rencana
secara terpadu untuk menangani masalah ini mulai dari aspek produksi, distribusi sampai
dengan konsumsi dan bersifat lintas sektor. Di bidang kesehatan telah dirumuskan program
perbaikan gizi masyarakat yang meliputi penanggulangan kurang energi protein; peningkatan
surveilans gizi termasuk melanjutkan penerapan sistem kewaspadaan pangan dan gizi
(SKPG) dan mengaktifkan posyandu; peningkatan pendidikan gizi masyarakat; dan
pemberdayaan masyarakat untuk pencapaian keluarga sadar gizi.

F. Meningkatkan Penanganan Masalah Kesehatan di Daerah Bencana


Dalam rangka penanggulangan akibat bencana yang terjadi di berbagai daerah, upaya-upaya
yang akan terus dilanjutkan antara lain adalah rehabilitasi dan rekonstruksi sarana pelayanan
kesehatan yang rusak, pemenuhan tenaga kesehatan, pencegahan dan pemberantasan
penyakit, penyediaan obat dan peralatan kesehatan, perbaikan gizi, serta upaya untuk
memulihkan fungsi pelayanan kesehatan di daerah bencana. Selanjutnya, dalam rangka
penanggulangan akibat bencana gempa bumi dan tsunami yang terjadi di NAD dan Nias,
Sumatra Utara, untuk meningkatkan efisiensi dan keefektifan pelayanan kesehatan, dalam
fase rehabilitasi dan rekonstruksi, kerja sama lintas sektor dan lintas program akan lebih
ditingkatkan terutama dengan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh dan Nias, Sumatra
Utara, termasuk ketersediaan sumber pembiayaannya.

2.3. Sistem Ekonomi Kesehatan Negara Berkembang


2.3.1. Indonesia
Indonesia sebenarnya telah memiliki sistem kesehatan sejak 1982 melalui sistem kesehatan
nasional. Untuk Indonesia batasan tentang Sistem Kesehatan dikenal dengan nama SKN
(Sistem Kesehatan Nasional) yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
131/Menkes/SK/II/2004 sebagai pengganti SKN tahun 1982 yang sudah tidak relevan akibat
perubahan iklim politik di Indonesia serta diterapkannya otonomi daerah sesuai dengan UU
No. 22 tahun 1999 (Adisamito, 2010).
Sistem kesehatan di Indonesia berada dalam kebijakan desentralisasi, yang mempunyai
berbagai fungsi, yaitu:
1. Fungsi penyusun kebijakan dan regulator
2. Fungsi pelayanan
3. Fungsi pendanaan
4. Fungsi pengembangan sumber daya manusia
Level negara terdiri dari:
1. Desa
2. Kecamatan
3. Kabupaten
4. Propinsi
5. Negara

Undang-undang No 22 tahun 1999 dan Undang-undang No 32 tahun


2004 mengatur menyatakan bahwa sektor kesehatan merupakan sektor yang terdesentralisasi.
Salah satu fungsi yang terdesentralisasi adalah fungsi pelayanan, misalnya: rujukan kesehatan
- rujukan pemerintah ke swasta atau swasta ke pemerintah terbagi atas tingkatan:
1. Strata 1: Puskesmas, Praktik tenaga kesehatan, klinik, apotik, laboratorium, toko obat, optik,
dan lain-lain
2. Strata 2: Praktik tenaga kesehatan spesialis, RS tipe C dan B, apotik, laboratorium, toko obat,
optik, balai-balai kesehatan
3. Strata 3: Praktik tenaga kesehatan spesialis konsultan, RS tipe A dan B, apotik, laboratorium,
toko obat, optik, pusat-pusat unggulan nasional
Pelaku pelayanan meliputi:
1. Pelayanan Kesehatan Primer: Dokter Praktek Swasta, Bidan, BP swasta, Puskesmas
2. Pelayanan Kesehatan Sekunder dan Tertier: RS Pemerintah dan RS Swasta
3. Pelayanan Farmasi
4. Pelayanan Laboratorium, dan lain-lain
Fungsi lain adalah fungsi pendanan, yaitu:
1. Pemerintah pusat: Dana APBN untuk Jamkesmas, Jampersal, Subsidi ke RS, dan lain-lain
2. Pemerintah Daerah: APBD, termasuk Jamkesda
3. Masyarakat: Membayar langsung
4. Swasta: Memberikan sumbangan
Alasan pemerintah mendanai pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut :
1. Tanpa ada dana pemerintah Pelayanan kesehatan merupakan komoditi dagang
2. Hanya masyarakat mampu yang dapat menikmatinya
3. Masyarakat miskin tidak akan mendapat pelayanan
Fungsi berikutnya adalah Fungsi Sumber Daya Manusia:
1. Pendidikan tenaga kesehatan: Fakultas Kedokteran, FKM, Fakultas
2. Keperawatan dan lain-lain
3. Pendayagunaan dan pengembangan tenaga kesehatan: Proses rekrutmen, pengembangan,
penyebaran tenaga kesehatan, dll

2.3.2. Filipina
A. Sistem Pembiayaan Dalam Asuransi Kesehatan Nasional Filipina
1. Revenue collection
Sumber pembiayaan kesehatan dalam asuransi kesehatan nasional di Filipina bersumber dari:
1. Anggaran pemerintah
Anggaran kesehatan di Filipina diperoleh dari pendapatan pemerintah yang bersumber dari
pajak yang dikumpulkan oleh Department of Finance (DOF). Angaran kesehatan tersebut
kemudian dialokasikan oleh Department of Budget and Management ( DBM ) kepada DOH
dan Philhealth. Pendapatan pemerintah Filipina sebagian besar berasal dari pajak nasional,
dimana sejak tahun 2000, pendapatan pajak nasional Filipina telah tumbuh rata-rata 9,9 % per
tahun. Pajak yang dikumpulkan pada tahun 2008 berjumlah 14 % dari GDP. Lebih dari 75 %
total pajak nasional dikumpulkan oleh Biro Internal Revenue (BIR) dan sebagian besar berupa
pajak langsung. Lebih dari 40% dari total pendapatan pajak nasional diperoleh dari pajak
pendapatan bersih penduduknya.
Namun pendapan pemerintah dari pajak cukai mengalami penurunan dari tahun 2005
sampai 2007, hal ini mungkin dipengaruhi oleh ditetapkannya kebijakan (RA 9334) dalam
pembiayaan kesehatan yang menetapkan bahwa 2,5 % dari pajak cukai alkohol dan tembakau
harus dialokasikan untuk program pencegahan penyakit yang dilakukan oleh DOH dan 2,5 %
dari pendapatan tambahan juga dialokasikan kepada Philhealth untuk mengcover pembiayaan
kesehatan rumah
tangga miskin.

2. Premi yang dibayar oleh peserta asuransi kesehatan nasional


Premi yang dibayarkan oleh peserta Philhealth menggunakan mekanisme yang berbeda-beda
yaitu:
a. Premi untuk pekerja sektor formal
Untuk peserta yang merupakan pekerja di sektor formal, pembayaran premi dilakukan dengan
pemotongan gaji bulanan secara otomatis dimana pembagian pembayaran premi pekerja di
sektor formal tidak hanya ditanggung oleh pekerja namun juga oleh perusahaan. Premi yang
dibayarkan sebesar 2,5% dari gaji pokok. Dengan demikian, kontribusi premi menjadi regresif
bagi mereka dengan pendapatan yang tinggi.
b. Premi untuk penduduk miskin
Pembayaran premi untuk keluarga miskin sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah.
Berdasarkan data dari Sponsored Programme (SP), premi tahunan yang sepenuhnya disubsidi
dari pemerintah pusat dan LGU sebesar Php 1.200 (US $ 25,13 ) per keluarga dengan
mekanisme pembagian pembayaran antara pemerintah pusat dan LGU, diamana besarnya
kontribusi LGU didasari atas besarnya pendapatan LGU tersebut.

c. Premi untuk pekerja sektor informal


Pembayaran premi bulanan untuk anggota yang termasuk pekerja informal yang termasuk
dalam individually-paying programme (IPP) dibebankan sebesar Php 100 (US $ 2,09) yang
dapat dibayar triwulanan, setengah tahunan, atau tahunan.
d. Premi untuk penduduk yang bekerja di luar negeri
Penduduk yang bekerja di luar negeri diwajibkan untuk membayar premi dengan tidak
mempertimbangkan apakah mereka bekerja ke luar negeri untuk pertama kalinnya atau kedua
kalinya. Premi tahunan yang dipatok pada Rp 900 ( US $ 18,85), yang 25 % lebih rendah dari
kontribusi premi minimum bagi mereka yang menetap di Filipina atau yang bekerja disektor
formal.
e. Penduduk yang telah memasuki usia pensiun
Untuk penduduk yang telah memasuki usia pensiun akan menjadi anggota seumur hidup
Philhealth. Mereka dibebaskan dari pembayaran premi dan tetap mendapatkan manfaat penuh
asuransi.
f. Sumber premi dari pendanaan lain
Premi untuk NHIP secara keseluruhan dan untuk SP khususnya disubsidi dari pajak nasional
dan sumber pendanaan lainnya yang ditetapkan dalam kebijakan yang ditetapkan oleh
pemerintah Filipina yaitu:
1) The Reformed Value-Added Tax Law of 2005 (RA 9337) yang menyatakan bahwa 10 % dari
pendapatan LGU yang diperoleh dari pendapatan tambahan dari pajak pertambahan nilai harus
dialokasikan untuk premi asuransi kesehatan sebagai bentuk kontribusi dari pemerintah daerah.
2) Sin Tax Law of 2004 (RA 9334) yang menyatakan bahwa 2,5% dari pendapatan tambahan
dari pajak cukai pada produk alkohol dan tembakau mulai Januari 2005 harus disetorkan
langsung ke Philhealth untuk tujuan memenuhi tujuan cakupan universal dari NHIP .
3) Bases Conversion and Development Act of 1995 yang menyatakan bahwa 3% dari hasil
penjualan metropolitan Manila kamp militer diberikan kepada NHIP .
4) Documentary Stamp Tax Law of 1993 (RA 7660) yang menyatakan bahwa mulai tahun 1996,
25 % dari pendapatan tambahan dari kenaikan pajak cap dokumenter harus dialokasikan untuk
NHIP .
5) Excise Tax Law (RA 7654) of 1993 yang menyatakan bahwa 25 % dari peningkatan
pendapatan dari pajak cukai harus dialokasikan untuk NHIP .

2. Pooling mecanism
Di Filipina, terdapat dua lembaga yang bertugas sebagai pengelola pool health care resources
yaitu pemerintah dan PhilHealth.
a. Pemerintah Pusat (National Government)
Setiap tahunnya, proses untuk penganggaran Department of Health (DOH) dimulai dengan
pemberitahuan penerbitan anggaran dari Department of Budget Management (DBM) pada
akhir Februari atau sampai pertengahan Maret. Pemberitahuan penerbitan anggaran ini
merupakan suatu bentuk pemberitahuan informasi dari DBM kepada Pemerintah Pusat untuk
mulai merumuskan anggaran untuk tahun tersebut. Batasan anggaran yang diberikan oleh
DBM berdasarkan atas dana yang tersedia pada kas dan proyeksi pendapatan pemerintah untuk
tahun tersebut. Lembaga pemerintahan seperti DOH kemudian mempersiapakan proposal
anggaran berdasarkan batasan tersebut.
Usulan anggaran dari lembaga-lembaga seperti DOH kemudian dikonsolidasikan ke dalam
National Expenditure Programme (NEP) yang kemudian disampaikan ke kongres/congress.
Selanjutnya kongres/congress merumuskan NEP menjadi tagihan alokasi umum/general
appropriations bill yang akan dibahas dan disahkan bersama – sama oleh kedua belah
pihak. Tabel 3-8 menunjukkan bahwa bagian anggaran tahunan DOH terus meningkat dalam
beberapa tahun terakhir (''bagian anggaran'' hanya merupakan bagian dari total alokasi untuk
DOH, sehingga anggaran sebenarnya yang tersedia dapat lebih tinggi). Pada tahun 2008, terjadi
peningkatan besar dalam bagian anggaran, dikarenakan oleh peningkatan pendapatan
pemerintah dan peningkatan prioritas pelayanan sosial, khususnya yang berkaitan dengan
pencapaian MDGs.
Perbandingan bagian anggaran dan belanja aktual, menunjukkan bahwa sumber daya
kurang dimanfaatkan. Rata-rata, hanya 77% dari total alokasi yang diwajibkan. Ada dua
kemungkinan ketidakmampuan DOH untuk memaksimalkan sumber daya yang ada. Pertama
berhubungan dengan kelemahan kapasitas DOH pusat, Centres for Health Development
(CHDs) dan Local Government Unit (LGU) untuk menggunakan sumber daya secara efektif.
Kedua, pemanfaatan dana yang rendah berkaitan dengan insentif yang lemah di antara manajer
untuk mendorong pengeluaran. Sementara DOH menyumbang sebagian besar dari pengeluaran
kesehatan pemerintah pusat, terjadi peningkatan pengeluaran kesehatan dalam beberapa tahun
terakhir oleh lembaga – lembaga pemerintah lainnya seperti Office of The President dan
Philippine Charity Sweepstakes Office (PCSO).
PCSO merupakan lembaga untuk kegiatan amal, memberikan bantuan keuangan untuk
rumah sakit dan dukungan medis kepada yang membutuhkan. Pada tahun 2005, pengeluara
DOH dan lembaga terkait lainnya memberikan kontribusi sekitar setengah dari pengeluaran
kesehatan pemerintah pusat, sedangkan untuk lembaga – lembaga pemerintah lainnya (seperti
kegiatan kongres maupun program kesehatan /layanan dan fasilitas sekolah, instalasi militer
dan penjara ) adalah sebesar 21%. Pengeluaran kesehatan oleh lembaga – lembaga pemerintah
lainnya terkadang
dilaksanakan oleh DOH tetapi biasanya tidak mencakup perencanaan jangka menengah yang
dilakukan untuk sektor tersebut oleh DOH karena biasanya pendanaan ini tidak menentu,
tergantung pada ketersediaan dana dan alasan lain yang tidak terkait dengan tujuan kesehatan
nasional. Dimana pengeluaran pemerintah pusat non-DHO biasanya menjadi lebih besar, ada
kebutuhan yang lebih besar untuk mengkoordinasikan kedua pengeluaran sehingga overlaps
dan crowding out dapat diminimalkan dan kesenjangan dapat diidentifikasi dan ditangani.

b. Pemerintah Daerah (Local Government)


Penganggaran kesehatan LGU dilakukan dengan cara yang hampir sama dengan anggaran
DOH. dimulai dengan penerbitan pemberitahuan anggaran oleh DBM, yang mengatur alokasi
Internal Revenue Allotment (IRA) untuk tahun tersebut. Selain IRA, dana agregat LGU dari
semua sumber, seperti pendapatan retribusi, Philhealth kapitasi, penggantian dan hibah dari
sumber eksternal. Di daerah dengan rencana existing province-wide atau City Investment Plan
for Health (PIPH/CIPH), anggaran tahunan disinkronkan dengan rencana investasi tahunan.
Anggaran tahunan yang disahkan oleh dewan legislatif LGU masing-masing. LGU
mendapatkan semua komoditas melalui Bids and Awards Committees (BAC) yang dimiliki
oleh LGU. Komite – komite ini terikat dengan ketentuan UU Pengadaan / Procurement Law
(RA 9184). DOH berusaha untuk mengembalikan beberapa daya beli yang hilang selama
devolusi melalui pembentukan mekanisme pengumpulan pengadaan (pooled procurement)
yang dilakukan oleh unit kerjasama pemerintah antar-daerah.
c. PhilHealth
PhilHealth mengumpulkan dana dari semua sektor dari masyarakat Filipina. Untuk pekerja
formal, premi dikumpulkan melalui pajak gaji. Untuk rumah tangga / keluarga miskin, premi
dibayarkan langsung oleh LGU, sedangkan pemerintah pusat (terutama Department of Budget
and Management) dikenakan tagiahan sesuai dengan bagian yang telah ditetapkan. Untuk
anggota yang
membayar secara individu, premi dibayar secara sukarela melalui lembaga–lembaga terkait,
seperti kantor wilayah Philhealth, kantor – kantor pelayanan dan bank swasta yang telah
ditentukan. Untuk pekerja di luar negeri dapat mengirimkan pembayaran premi melalui
lembaga keuangan di luar negeri yang telah ditentukan sebelumnya. Setelah semua premi
dikumpulkan, kemudian dikelola sebagai dana tunggal, dimana semua anggota dapat
menikmati manfaat yang sama. Tetapi diberlakukan pengecualian untuk program yang
disponsori (sponsored programme / SP), dimana anggotanya berhak untuk mendapatkan
layanan rawat jalan dasar di Rural Health Unit (RHUs).
Secara keseluruhan, pembayaran mewakili kurang dari 80% dari total pengumpulan premi.
Hal ini memungkinkan untuk biaya administrasi yang dapat diterima (2,5% dari pengumpulan
premi), dimana PhilHealth dapat dikatakan stabil secara finansial. Tetapi low benefits-to-
premiums ratio menunjukkan terbatasnya perlindungan finansial yang diberikan oleh
PhilHealth. Pada tahun 2007, pembayaran tunjangan kepada anggota SP telah melebihi
pengumpulan premi sebesar 4%. Pensiunan, yang tidak dikenakan biaya pembayaran premi,
telah meningkatkan pembayaran tunjungan lebih dari 230% dari tahun 2006 – 2007.
Pembayaran tunjangan untuk pensiunan cenderung menjadi beban keuangan yang serius bagi
PhilHealth. Di sisi lain, pekerja formal (khususnya pegawai swasta) memiliki tunjangan rasio
premi yang cukup rendah dari satu. Anggota IPP telah menunjukkan tingkat pemanfaatan
program yang relatif tinggi yang dapat mengindikasikan adanya adverse selection. OFW, yang
memiliki premi relatif rendah, dan yang belum memiliki manfaat yang portable secara luas.
Penyatuan premi dari sektor yang berbeda memberikan kontribusi terhadap peningkatan
keberlangsungan dana yang memberikan pola pemanfaatan berbeda di seluruh kelompok
keanggotaan.

3. Purchasing
1. Pendanaan rumah sakit
Rumah sakit provinsi dan kabupaten didanai dari anggaran pemerintah provinsi sedangkan
untuk rumah sakit kota didanai dari anggaran pemerintah kota. Besarnya penganggaran dana
ditentukan dari kepala daerah yang mimpin. Berdasarkan hasil riset Health Sector Reform
Agenda (HSRA), diperoleh hasil bahwa sebagian besar pemerintah daerah (LGUs)
menghabiskan hampir 70 % dari anggaran kesehatan mereka untuk perawatan perseorangan,
terutama dialokasikan ke rumah sakit . Anggaran dana yang telah dilimpahkan ke rumah sakit
sekitar 80% terutama digunakan untuk gaji staf.

2. Pembayaran pelayanan kesehatan


a. Sistem pembayaran pelayanan kesehatan masyarakat dan rawat jalan
Dalam sistem asuransi kesehatan Filipina, pelayanan rawat jalan yang diberikan oleh RHUs
tidak dipungut biaya. RHUs milik LGU yang menjadi anggota dari PhilHealth’s outpatient
benefit package (OPB), pada prinsipnya didanai dari biaya kapitasi yang dikumpulkan dari
Philhealth. LGU akan mengganti sebesar Php 300 (US $ 6,28 ) untuk setiap rumah tangga
miskin yang terdaftar di bawah SP. Untuk PhilHealth’s outpatient benefit package (OPB)
khusus yaitu paket rawat jalan TB - DOTS dan paket rawat jalan penyakit malaria, dilakukan
system pembayaran kepada penyedia layanan kesehatan berdasarkan kasus yang ditangani.
Besarnya pembayaran yang dilakukan bervariasi tergantung dari penyedia pelayanan
kesehatan, untuk penyedia pelayanan kesehatan terakreditasi diberikan Php 600 per kasus
malaria untuk paket rawat jalan paket malaria. Sedangkan untuk pembayaran kasus rawat jalan
TB, pada peda pelayanan kesehatan terakreditasi Fasilitas DOTS dibayar flat rate Php 4000 per
kasus dalam dua angsuran : Php 2.500 setelah selesai fase intensif pengobatan dan Php 1.500
setelah fase pemeliharaan.

b. Sistem pembayaran rawat inap


Mekanisme pembayaran rawat inap, baik pada rumah sakit negeri maupun swasta dilakukan
dengan mekanisme user fees. Besarnya biaya dalam user fees tidak ditentukan dalam regulasi
dimana setiap fasilitas kesehatan memiliki kebebesan untuk menentukan tarif yang mereka
anggap tepat. Dalam prakteknya penetapan biaya dalam user fees pada rumah sakit umum
sering tidak tepat hal ini mungkin disebabkan karena tidak memiliki keterampilan teknis untuk
menetapakan harga yang sesuai.

c. Sediaan farmasi
Penggantian biaya obat-obatan termasuk dalam paket rawat inap Philhealth dimana obat-
obatan yang ditanggung adalah obat-obatan yang tercantum dalam Philippine National Drug
Formulary (PNDF). Namun, data rumah tangga menunjukan bahwa pembayaran obat-obat
sebagian besar dilakukan dengan mekanisme Out Of Pocket (OOP). Sebagian besar harga obat-
obatan tidak diatur dalam pemarutan pemerintah dan ditentukan oleh kekuatan pasar. Namun
pada bulan Agustus 2009, setelah banyak terjadi perdebatan publik di Filipina, ditetapkan
maximum retail drug prices (MRDPs) oleh DOH pada obat-obat tertentu, yang memberikan
dampak terhadap penurunan 50% dari harga yang beredar di pasaran.

3. Pembayaran tenaga profesional


Penyedia pelayanan kesehatan di Filipina dibayar dengan beberapa kombinasi cara. Dokter
praktek swasta dibayar dengan mekanisme fees for service. Sedangkan untuk dokter dan tenaga
profesional kesehatan lainnya yang bekerja di sektor publik dibayar dengan mekanisme gaji.
Besarnya pembayaran juga bervariasi, dimana pembayaran Dokter praktek swasta ditentukan
dengan menggunakan tarif yang ditentukan oleh pasar sedangkan untuk dokter dan tenaga
profesional kesehatan lainnya yang bekerja di sektor publik digaji dengan mengikuti
Standardisasi Gaji yang ditetapkan oleh UU. Sebagai contoh sistem gaji tenaga kesehatan di
sektor publik yaitu seorang dokter yang dipekerjakan sebagai petugas medis III di RSUD
menerima gaji pokok bulanan minimal Php 19 168 (US$ 401,43) sedangkan kepala rumah sakit
(kepala rumah sakit I) menerima setidaknya Php 25 196 (US $ 527,68) per bulan.

B. POAC dalam Asuransi Kesehatan di Filipina


1. Planning (Perencanaan)
a. Latar Belakang dan Tujuan dari Asuransi Kesehatn Nasional di Filipina.
Program asuransi kesehatan nasional di Filipina diselenggarakan berdasarkan ketentuan dari
kebijakan dan ketentuan khusus yang terdapat pada Peraturan REPUBLIC ACT No. 7875.
Dalam peraturan REPUBLIC ACT No. 7875 disebutkan bahwa program asuransi sosial ini
akan berfungsi sebagai sarana bagi penduduk yang sehat untuk membantu membayar
perawatan penduduk yang sakit dan bagi penduduk yang mampu untuk membantu membayar
perawatan medis bagi penduduk yang tidak mampu. Program asuransi kesehatan nasional ini
pada awalnya akan terdiri dari Program I dan II atau Medicare dan diperluas secara bertahap
untuk membentuk suatu program asuransi kesehatan universal untuk seluruh penduduk.
Program tersebut harus mencakup sistem yang berkelanjutan mulai dari pengumpulan dana,
pengelolaan dana dan penyaluran dana untuk membiayai paket dasar minimum dan paket
tambahan lainnya dari manfaat asuransi kesehatan. Program ini akan mencegah sistem
pembayaran dengan mekanisme langsung dari penerima pelayanan kesehatan, mulai dari
pembelian obat-obatan dan farmasi, pembayaran jasan dokter dokter dan profesional lainnya,
maupun pembayaran fasilitas pelayanan kesehatan. Program Asuransi Kesehatan Nasional di
Filipina bertujuan untuk menyediakan cakupan asuransi kesehatan untuk seluruh masyarakat
Filipina, memastikan terjangkaunya pelayaanan kesehatan, memastikan pelayanan kesehatan
yang dapat diterima oleh seluruh masyarakat dan dapat diaksesnya pelayanan kesehatan bagi
semua warga negara Filipina.

b. Cakupan dan waktu pencapain


Program asuransi kesehatan nasional tersebut akan mencakup seluruh warga Negara Filipina,
sesuai dengan prinsip-prinsip universalitas dan cakupan wajib yang terdapat pada Bagian ke 2
(b) dan 2 (1) dari Undang-Undang REPUBLIC ACT No. 7875. Program asuransi kesehatan
nasional tersebut akan dilakukan secara bertahap selama periode tidak lebih dari lima belas
(15) tahun, dimana Philhealthmenargetkan pada tahun 2010, 85% dari penduduk Filipina telah
tercover oleh asuransi kesehatan nasional.

c. Paket manfaat
Paket manfaat yang diberikan dalam asuransi kesehatan nasional tersebut mencakup:
 Rawat Inap, paket manfaat yang dapat diterima adalah :
1.Kamar dan makan.
2. Layanan dari tenaga kesehatan profesional.
3 .Diagnostik , laboratorium , dan pelayanan pemeriksaan kesehatan lainnya.
4. Peralatan dan fasilitas bedah atau medis ;
5.Obat
 Rawat jalan, paket manfaat yang dapat diterima adalah : :
1. Jasa tenaga kesehatan profesional.
2. Diagnostik , laboratorium , dan pelayanan pemeriksaan kesehatan lainnya.
3. Layanan pencegahan penyakit perseorangan.
4 .Obat
 Pelayanan kegawat daruratan dan rujukan.
 Pelayanan kesehatan lainnya yang ditetapkan oleh lembaga Korporasi dengan
ketentuan:
1. Biaya penyediaan paket tersebut diatur sedemikian rupa sehingga subsidi dari pemerintah
nasional dan lokal yang tersedia cukup untuk pembayaran premi dan dapat memperluas
cakupan bagi seluruh penduduk.
2. Set awal layanan tidak kurang dari setengah dari mereka diberikan di bawah Medicare saat
ini Program I dalam hal biaya rata-rata keseluruhan klaim yang dibayarkan per penerima
manfaat rumah tangga per tahun .
3. Untuk layanan-layanan yang termasuk diprioritaskan, dengan pertimbangan efektivitas
biaya dan menurut potensi dari layanan tersebut dapat memberikan manfaat yang maksimal
bagi penerima manfaatbantuan maksimal dari beban keuangan pada penerima.

d. Paket yang tidak ditanggung


Pelayanan kesehatan yang tidak ditanggung dalam asuransi kesehatan nasional Filipina adalah:
obat non-resep, perawatan psikoterapi dan konseling untuk gangguan mental, penyalahgunaan
obat-obatan dan alcohol, bedah plastik untuk kecantikan, layanan rehabilitasi, jasa Optometric,
biaya transportasi persalinan normal.

2. Organaizing
Asuransi kesehatan nasional di Filipina, dikelola oleh suatu lembaga yang bernama Philippine
Health Insurance Corporation (Philhealth). Pada bagian ke 16 Republic Act 7875 dijelaskan
mengenai tugas dan wewenang Philhealth yaitu:
a. Mengelola Program Asuransi Kesehatan Nasional.
b. Merumuskan dan menyebarluaskan kebijakan berkitan Program Asuransi Kesehatan
Nasional.
c. Menetapkan standar, aturan, dan peraturan yang diperlukan untuk menjamin kualitas
pelayanan, pemanfaatan yang tepat dari layanan , viabilitas dana , kepuasan anggota , dan
pencapaian tujuan Program.
d. Merumuskan dan menerapkan pedoman kontribusi dan manfaat, portabilitas, premi dan
jaminan kualitas, pengaturan penyedia layanan kesehatan, metode sistem pembayaran dan
sistem rujukan.
e. Mendirikan kantor cabang sebagaimana diamanatkan dalam Pasal V Undang- Undang
REPUBLIC ACT No. 7875.
f. Menerima dan mengelola dana hibah, sumbangan, dan bentuk-bentuk bantuan lainnya.
g. Menuntut dan dituntut di pengadilan ;
h. Membeli property yang mungkin diperlukan untuk pencapaian tujuan Undang-Undang
REPUBLIC ACT No. 7875.
i. Mengumpulkan, mendepositokan , meninvestasi , mengelola, dan menyalurkan Dana
Asuransi Kesehatan Nasional sesuai dengan ketentuan Undang-Undang REPUBLIC ACT No.
7875.
j. Bernegosiasi dengan institusi perawatan kesehatan, tenaga kesehatan, maupun dengan pihak
lain yang terlibat, mengenai harga, mekanisme pembayaran, desain dan implementasi
administrasi dan sistem operasi dan prosedur, pembiayaan , dan pemberian pelayanan
kesehatan;
k. Menentukan persyaratan dan menerbitkan pedoman untuk akreditasi penyedia layanan
kesehatan untuk Program Asuransi Kesehatan Nasional.
l. Mengawasi pemberian manfaat kesehatan dengan kewenangan untuk memeriksa catatan
medis dan keuangan penyedia layanan kesehatan serta kewenangan untuk memeriksa institusi
perawatan kesehatan terakreditasi.
m. Untuk mengatur kantornya, memperbaiki kompensasi dan menunjuk personil yang
mungkin dianggap perlu dan atas rekomendasi dari presiden Corporation;
n. Menyerahkan laporan tahunan yang memuat status dana asuransi kesehatan nasional, total
pembayaran nya, cadangan, rata-rata biaya kepada penerima manfaat, setiap permintaan untuk
apropriasi tambahan, dan data lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan program kepada
Presiden Filipina dan Kongres.
o. Melakukan tindakan lain yang dapat mempercepat pencapaian tujuan dari dari dibentuknya
organisasi ini.

3. Implemantation
Dalam pelaksanaannya program asuransi kesehatan nasional di Filipina, dikelola oleh suatu
badan yang bernama Philhealth. Pelaksanaan dilakukan secara bertahap dalam kurun waktu
tidak lebih dari 15 tahun. Secara garis besar pelaksaanaan system pembiayaan dalam asuransi
kesehatan nasional di Filifina dibagi menjadi 3 sistem yaitu yang pertama revenue collection
dimana sumber pendanaan asuransi kesehatan di Filipina berasal dari anggaran pemerintah
serta premi yang dibayarkan dari anggota, selanjutnya dana yang terkumpul tersebut dihimpun
dan dikelola oleh lembaga pooling yaitu pemerintah dan philhealth. Dana yang telah
dikumpulkan oleh lembaga pooloing kemudian digunakan untuk membayar penyedia
pelayanan kesehatan, dimana pembayaran dilakukan dengan mekanisme yang berbeda-beda.

4. Controling
Dalam Republic Act 7875 yaitu pada bagian 54 disebutkan bahwa Kongres akan melakukan
penelaahan berkala atas Program Asuransi Kesehatan Nasional. Evaluasi dilakukan secara
sistematis terhadap kinerja Program yaitu menyangkut dampak atau pencapaian program
sehubungan dengan objektiv dan goal yang telah ditetapkan oleh program. Kajian tersebut
harus dilakukan oleh Komite Senat dan DPR, yang memiliki yurisdiksi legislatif atas Program.
Lembaga Ekonomi dan Pembangunan Nasional, berkoordinasi dengan Kantor Statistik
Nasional dan Nasional Institutes of Health dari Universitas Filipina akan melakukan studi
untuk memvalidasi prestasi dari Program. Anggaran yang dibutuhkan untuk melakukan studi
tersebut harus berasal dari
pendapatan Philhealth.

2.3.3. Vietnam
Sejak dibentuk pada 1945 sampai sekarang, Pemerintah Vietnam selalu menegaskan bahwa
pelayanan kesehatan masyarakat menjadi prioritas utama dan telah membangun satu sistem
Kebersihan dan Epidemiologi yang fungsi-nya menekankan pencegahan dan pemberantasan
semua penyakit menular melalui langkah- langkah, misalnya melakukan program vaksinasi
dan memperkuat sosialisasi tentang wabah penyakit di kalangan dalam masyarakat.
Di Vietnam sekarang, ada banyak Institut, Perguruan Tinggi dan basis pendidikan bidang
spesialis tentang kesehatan masyarakat, diantaranya ada basis- basis pendidikan titik berat,
misalnya: Seklolah Tinggi Kesehatan Masyarakat, Perguruan Tinggi Kesehatan Hanoi,
Sekolah Tinggi Kedokteran dan Farmasi kota Ho Chi Minh, sekolah Tinggi Kedokteran dan
Farmasi Hue dan dll… dengan visi mendidik personel, dokter dan pakar spesialis bidang
pelayanan kesehatan masyarakat, memberikan bukti ilmiah, menggelarkan aktivitas -
aktivitas untuk memenuhi secara akurat dan efektif kebutuhan pencegahan penyakit,
meningkatkan kesehatan, memperpanjang umur orang Vietnam. Tidak langsung melakukan
pemeriksaan dan pengobatan, tetapi personel kesehatan masyarakat diperlengkapi dengan
pengetahuan yang mantap tentang berbagai jenis penyakit dan metode menyelamatkan
manusia. Pekerjaan mereka yalah memprakirakan pola penyakit atau melakukan pencegahan
terhadap penyakit, menyusun langkah - langkah untuk mencegah wabah penyakit dan rencana
sosialisasi tentang penyakit di kalangan masyrakat supaya semua orang bersama - sama
melakukan mencegah dan memberantas penyakit lebih baik lagi.
Khususnya, dalam epidemi SARS 11 tahun lalu, Vietnam adalah negara pertama di
dunia yang bisa berhasil mengekang wabah penyakit SARS. Untuk mencapai prestasi itu,
Vietnam telah membangun jaringan kesehatan preventif yang baik, Kementerian Kesehatan
Vietnam telah berkoordinasi erat dengan Organisasi Kesehatan Dunia untuk mengawasi wabah
penyakit. Sejak wabah penyakit itu muncul, Instansi Kesehatan Vietnam telah secara inisiatif
menggelarkan aktivitas- aktivitas untuk melakukan pengawasan, tepat waktu menemukan dan
melakukan karantina para pasien yang kena wabah penyakit, melakukan sosialisasi dan
penggerakan rakyat serta memobilisasi sumber daya untuk ikut melakukan pencegahan dan
pemberantasan wabah penyakit
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Menurut Kharman (1964) menjelaskan bahwa ekonomi kesehatan itu merupakan aplikasi
ekonomi dalam bidang kesehatan. Secara umum ekonomi kesehatan akan berkonsentrasi pada
industri kesehatan. Ada 4 bidang yang tercakup dalam ekonomi kesehatan yaitu :
1. Peraturan (regulation)
2. Perencanaan (planning)
3. Pemeliharaan kesehatan ( the health maintenance ) atau organisasi
4. Analisis Cost dan benefict
Sistem Ekonomi didefinisikan sebagai hubungan atau keterkaitan antara komponen (unsur)
ekonomi dalam kerangka hukum, adat/budaya dan politik yang mengatur begaimana komponen-
komponen tersebut melakukan aktivitasnya menuju cita-cita atau tujuan tertentu. Sistem kesehatan
tidak terbatas pada seperangkat institusi yang mengatur, membiayai, atau memberikan pelayanan,
namun juga termasuk kelompok aneka organisasi yang memberikan input pada pelayanan
kesehatan, terutama sumber daya manusia, sumber daya fisik (fasilitas dan alat), serta
pengetahuan/teknologi (WHO SEARO, 2000). Organisasi ini termasuk universitas dan lembaga
pendidikan lain, pusat penelitian, perusahaan kontruksi, serta serangkaian organisasi yang
memproduksi teknologi spesifik seperti produk farmasi, alat dan suku cadang

Anda mungkin juga menyukai