Aditia (10 tahun) putra tunggal dibawa ibunya ke dokter karena sering menangis pulang sekolah
diejek gendut oleh teman-temannya. Sejak lebih kurang satu bulan yang lalu Aditia juga sering ngompol
malam hari. Dari keterangan ibunya Aditia belum bisa mandiri seperti mandi dan makan yang masih
dibantu. Dirumah sifatnya “egois”, sering memaksakan kehendak. Bila tidak dipenuhi, dia akan menangis,
sedangkan di sekolah banyak diam, tidak banyak teman, tidak berani maju kedepan kelas serta sering di
“bully” oleh temannya. Sejak kecil Aditia diasuh oleh nenek dan pengasuh, kedua orang tua sibuk bekerja
sampai sore.
Dari pemeriksaan terlihat seorang anak laki-laki yang lebih besar dari ukuran usianya (overweight),
sukar melakukan kontak mata, sifat infantile, dalam menjawab pertanyaan selalu minta dukungan ibu, afek
hipotim, terlihat banyak ansietas. Dokter mengatakan pertumbuhan mental anak ibu tidak sesuai dengan
usianya, mengalami regresi. Ibu Aditia menanyakan apakah anak saya menderita sakit jiwa berat? Bisakah
disembuhkan dokter?
Pasien lain yang diperiksa selanjutnya terlihat sangat bersedih. Ia mengaku tidak bisa tidur, tidak
mau makan setelah mengetahui anak laki-lakinya meninggal akibat intoksikasi putaw. Ketika sedang merasa
sedih ia pun merasa mendengar suara bisikan yang menyuruhnya mengakhiri hidup
Bagaimana saudara menjelaskan konflik kejiwaan yang dialami Aditia, keluarganya, dan pasien yang
sangat bersedih itu?
Terminology :
1. Afek adalah respons emosional saat sekarang, yang dapat dinilai lewat ekspresi wajah,
pembicaraan, sikap dan gerak gerik tubuhnya (bahasa tubuh). Afek mencerminkan situasi
emosisesaat.
2. Mood hipotimia(menurun) : adalah suasana perasaan yang secara pervasif diwarnai dengan
kesedihan dan kemurungan. Individu secara subyektif mengeluhkan tentang kesedihan dan
kehilangan semangat. Secara obyektif tampak dari sikap murungdanperilakunya yang lamban.
3. Ansietas didefinisikan sebagai kondisi kejiwaan di mana adanya perasaan subjektif berupa
kegelisahan, ketakutan, atau firasat-firasat buruk. Ansietas, atau dikenal juga sebagai gangguan
cemas, merupakan gejala kejiwaan atau psikiatri yang paling sering muncul di masyaraka
Apakah ada hubungan antara kondisi sebagai putra tunggal dengan keadaan?
Tidak ada penyebab tunggal dalam gangguan mental pada anak-anak dan remaja. Berbagai situasi,
termasuk faktor psikobiologik, dinamika keluarga, dan faktor lingkungan berkombinasi secara
kompleks.
1. Faktor-faktor psikobiologik
a. Riwayat genetika keluarga, seperti retardasi mental, autisme, skizofrenia kanak-kanak,
gangguan perilaku, gangguan bipolar, dan gangguan ansietas.
b. Abnormalitas struktur otak. Penelitian menemukan adanya abnormalitas struktur otak dan
perubahan neurotransmitter pada pasien yang menderita autisme, skizofrenia kanak-kanak, dan
ADHD.
c. Pengaruh pranatal, seperti infeksi maternal, kurangnya perawata pranatal, dan ibu yang
menyalahgunakan zat, semuanya dapat menyebabkan abnormalitas perkembangan saraf yang
berkaitan dengan gangguan jiwa. Trauma kelahiran yang berhubungan dengan berkurangnya
suplai oksigen pada janin sangat signifikan dalam terjadinya retardasi mental dan gangguan
perkembangan saraf lainnya.
d. Penyakit kronis atau kecacatan dapat menyebabkan kesulitan koping bagi anak.
2. Dinamika keluarga
a. Penganiayaan anak. Anak yang terus-menerus dianiaya pada masa kanak-kanak awal,
perkembangan otaknya kurang adekuat (terutama otak kiri). Penganiayaan dan efeknya pada
perkembangan otak berkaitan dengan berbagai masalah psikologis, seperti depresi, masalah
memori, kesulitan belajar, impulsivitas, dan kesulitan dalam membina hubungan (Glod, 1998).
b. Disfungsi sistem keluarga (mis., kurangnya sifat pengasuhan, komunikasi yang buruk,
kurangnya batasan antar generasi, dan perasaan terjebak) disertai dengan keterampilan koping
yang tidak adekuat antaranggota keluarga dan model peran yang buruk dari orang tua.
3. Faktor lingkungan
a. Kemiskinan.
Perawatan pranatal yang tidak adekuat, nutrisi yang buruk, dan kurang terpenuhinya kebutuhan
akibat pendapatan yang tidak mencukupi dapat memberi pengaruh buruk pada pertumbuhan dan
perkembangan normal anak.
b. Tunawisma.
c. Budaya keluarga.
Perilaku orang tua yang secara dramatis berbeda dengan budaya sekitar dapat mengakibatkan
kurang diterimanya anak-anak oleh teman sebaya dan masalah psikologik.
Berperilaku aneh.
Mengurung diri atau menghindari interaksi sosial.
Sulit menjalin hubungan dekat dengan orang lain.
Kesulitan mengendalikan pikiran dan sering berprasangka buruk.
Gangguan kepribadian skizotipal. Selain tingkah laku yang aneh dan cara
bicara mereka yang tidak wajar, penderita gangguan kepribadian jenis ini kerap
terlihat cemas atau tidak nyaman dalam situasi sosial. Penderita juga kerap
berkhayal, misalnya percaya bahwa dirinya memiliki kekuatan telepati yang
mampu memengaruhi emosi dan tingkah laku orang lain atau percaya bahwa
suatu tulisan di koran adalah sebuah pesan tersembunyi bagi mereka.
Gangguan kepribadian skizoid. Ciri utama penderita gangguan kepribadian
jenis ini adalah sifat yang dingin. Mereka seperti sukar menikmati momen apa
pun, tidak bergeming saat dikritik atau dipuji, dan tidak tertarik menjalin
hubungan pertemanan dengan siapa pun, bahkan dengan lawan jenis. Mereka
cenderung penyendiri dan menghindari interaksi sosial.
Gangguan kepribadian paranoid. Ciri-ciri utama gangguan kepribadian jenis ini
adalah kecurigaan dan ketidakpercayaan terhadap orang lain secara
berlebihan, termasuk pada pasangan mereka. Mereka selalu takut bahwa orang
lain akan memanipulasi atau merugikan mereka, dan mereka takut pasangan
mereka akan berkhianat.
Kedua adalah gangguan kepribadian kelompok B. Ciri-cirinya adalah pola pikir dan
perilaku yang tidak bisa diprediksi, serta emosi yang berlebihan dan dramatis. Jenis-
jenis gangguan kepribadian kelompok B terdiri dari:
Ketiga adalah gangguan kepribadian kelompok C. Meski ciri-ciri tiap gangguan yang
masuk dalam kelompok ini berbeda-beda, ada satu komponen yang sama, yaitu rasa
cemas dan ketakutan. Gangguan kepribadian kelompok C terdiri dari:
Sebagian besar para ahli berpendapat bahwa gangguan kepribadian disebabkan oleh
kombinasi dari situasi-situasi di lingkungan dengan faktor keturunan. Gen yang
diwariskan dari orang tua sangat berpengaruh pada gangguan kepribadian, sedangkan
lingkungan berpotensi memicu perkembangan gangguan tersebut.
Terapi perilaku kognitif. Terapi ini bertujuan mengubah cara berpikir dan
perilaku pasien ke arah yang positif. Terapi ini didasarkan kepada teori bahwa
perilaku seseorang merupakan wujud dari pikirannya. Artinya, jika seseorang
berpikiran negatif, maka perilakunya pun akan negatif, begitu pun sebaliknya.
Terapi psikodinamik. Terapi ini bertujuan mengeksplorasi dan membenahi
segala bentuk penyimpangan pasien yang telah ada sejak masa kanak-kanak.
Kondisi semacam ini terbentuk akibat pengalaman-pengalaman negatif yang
dialami pasien di masa lalu.
Terapi interpersonal. Terapi ini didasarkan kepada teori bahwa kesehatan
mental seseorang sangat dipengaruhi oleh interaksi mereka dengan orang lain.
Artinya, jika interaksi tersebut bermasalah, maka gejala-gejala gangguan
kepribadian bisa terbentuk. Karena itulah terapi ini bertujuan untuk membenahi
segala masalah yang terjadi di dalam interaksi sosial pasien.
Selain terapi psikologis, dokter bisa memberikan obat-obatan kepada pasien. Namun,
penggunaan obat hanya disarankan apabila gejala-gejala yang terkait dengan
gangguan kepribadian sudah memasuki tingkat menengah atau parah. Sejumlah obat
yang mungkin dipakai adalah obat-obatan penstabil suasana hati dan obat penghambat
pelepasan serotonin (antidepresan).