Anda di halaman 1dari 17

A.

DEFINISI
Limfoma adalah kanker yang berasal dari jaringan limfoid mencakup
sistem limfatik dan imunitas tubuh. Tumor ini bersifat heterogen, dapat dijumpai
ekstra nodal, yaitu diluar sistem limfatik dan imunitas antara lailn pada traktus
digestivus, paru kulit, dan organ lain. (Tambunan, 2007),
Limfoma Non-Hodgkin adalah sekelompok keganasan (kanker) yang
berasal dari sistem kelenjar getah bening dan biasanya menyebar ke seluruh tubuh.
Beberapa dari limfoma ini berkembang sangat lambat (dalam beberapa tahun),
sedangkan yang lainnya menyebar dengan cepat (dalam beberapa bulan). Penyakit
ini lebih sering terjadi dibandingkan dengan penyakit Hodgkin.

Limfoma malignum non-Hodgkin atau Limfoma non-Hodgkin adalah


suatu keganasan kelenjar limfoid yang bersifat padat. Limfoma nonhodgkin hanya
dikenal sebagai suatu limfadenopati lokal atau generalisata yang tidak nyeri.
Namun sekitar sepertiga dari kasus yang berasal dari tempat lain yang mengandung
jaringan limfoid ( misalnya daerah orofaring, usus, sumsum tulang, dan kulit.
Meskipun bervariasi semua bentuk limfoma mempunyai potensi untuk menyebar
dari asalnya sebagai penyebaran dari satu kelenjar kekelenjar lain yang akhirnya
menyebar ke limfa, hati, dan sumsum tulang.

B. Anatomi Fisiologi Sistem Limfatik


1. Pembuluh limfe
Pembuluh limfe merupakan jalinan halus kapiler yang sangat kecil atau
sebagai rongga limfe di dalam jaringan berbagai organ dalam vili usus terdapat
pembuluh limfe khusus yang disebut lakteal yang dijumpai dala vili usus.
Fisiologi kelenjar limfe hampir sama dengan komposisi kimia plasma
darah dan mengandung sejmlah besar limfosit yang mengalir sepanjang
pembuluh limfe untuk masuk ke dalam pembuluh darah. Pembuluh limfe yang
mengaliri usus disebut lakteal karena bila lemak diabsorpsi dari usus sebagian
besar lemak melewati pembuluh limfe. Sepanjang pergerakan limfe sebagian
mengalami tarikan oleh tekanan negatif di dalam dada, sebagian lagi didorong
oleh kontraksi otot.
Fungsi pembuluh limfe mengembalikan cairan dan protein dari jaringan
ke dalam sirkulasi darah, mengankut limfosit dari kelenjar limfe ke sirkulasi
darah, membawa lemak yang sudah dibuat emulasi dari usus ke sirkulasi
darah. Susunan limfe yang melaksanakan ini ialah saluran lakteal, menyaring
dan menghancurkan mikroorganisme, menghasilkan zat antiboi untuk
melindungi terhadap kelanjutan infeksi.
2. Kelenjar limfe (nodus limfe)
Kelenjar ini berbentuk bulat lonjong dengan ukuran kira-kira 10 – 25 mm.
Limfe disebut juga getah bening, merupakan cairan yang susunan isinya
hampir sama dengan plasma darah dan cairan jaringan. Bedanya ialah dalam
cairan limfe banyak mengandung sel darah limfosit, tidak terdapat karbon
dioksida, dan mengandung sedikit oksigen. Cairan limfe yang berasal dari usus
banyak mengandung zat lemak. Cairan limfe ini dibentuk atau berasal
dari cairan jaringan melalui difusi atau filtrasi ke dalam kapiler – kapler limfe
dan seterusnya akan masuk ke dalam peredaran darah melalui vena.
Fungsinya yaitu menyaring cairan limfe dari benda asing, pembentukan
limfosit, membentuk antibodi, pembuangan bakteri, membantu reasoprbsi
lemak.
3. Limpa
Limpa merupakan sebuah organ yang terletak di sebelah kiri abdomen di
daerah hipogastrium kiri bawah iga ke-9,-10,-11. Limpa berdekatan pada
fundus dan permukaan luarnya menyentuh diafragma. Jalinan struktur jaringan
ikat di antara jalinan itu membentuk isi limpa/ pulpa yang terdiri dari jaringan
limpa dan sejumlah besar sel – sel darah.
Fungsi limpa sebagai gudang darah seperti hati, limpa banyak
mengandung kapiler – kapiler darah, dengan demikian banyak arah yang
mengalir dalam limpa, sebagai pabrik sel darah, limfa dapat memproduksi
leukosit dan eritrosit terutama limfosit, sebagai tempat pengahancur eritrosit,
karena di dala limpa terdapat jaringan retikulum endotel maka limpa tersebut
dapat mengancurkan eritrosit sehingga hemoglobin dapat dipisahkan dari zat
besinya, mengasilkan zat antibodi.
Limpa menerima darah dari arteri lienalis dan keluar melalui vena lienalis
pada vena porta. Darah dari limpa tidak langsung menuju jantung tetapi
terlebih dahulu ke hati. Pembuluh darah masuk ke dan keluar melalui hilus
yang berbeda di permukaan dalam. Pembuluh darah itu memperdarhi pulpa
sehingga dan bercampur dengan unsur limpa.
4. Thymus
Kelejar timus terletak di dalam torax, kira – kira pada ketinggian bifurkasi
trakea. Warnanya kemerah – merahan dan terdiri dari 2 lobus. Pada bayi baru
lahir sangat kecil dan beratnya kira – kira 10 gram atau lebih sedikit;
ukurannya bertambah pada masa remaja beratnya dari 30 – 40 gram dan
kemudian mengkerut lagi. Fungsinya diperkirakan ada sangkutnya dengan
produksi antibody dan sebagai tempat berkembangnya sel darah putih.
5. Bone marrow / sumsum tulang
Sumsum tulang (Bahasa Inggris: bone marrow atau medulla ossea)
adalah jaringan lunak yang ditemukan pada rongga interior tulang yang
merupakan tempat produksi sebagian besarsel darah baru. Ada dua jenis
sumsum tulang: sumsum merah (dikenal juga sebagai jaringan myeloid)
dan sumsum kuning.
Sel darah merah, keping darah, dan sebagian besar sel darah putih
dihasilkan dari sumsum merah. Sumsum kuning menghasilkan sel darah putih
dan warnanya ditimbulkan oleh sel-sel lemak yang banyak dikandungnya.
Kedua tipe sumsum tulang tersebut mengandung banyak pembuluh dan kapiler
darah. Sewaktu lahir, semua sumsum tulang adalah sumsum merah. Seiring
dengan pertumbuhan, semakin banyak yang berubah menjadi sumsum kuning.
Orang dewasa memiliki rata-rata 2,6 kg sumsum tulang yang sekitar
setengahnya adalah sumsum merah. Sumsum merah ditemukan terutama
pada tulang pipih seperti tulang pinggul, tulang dada, tengkorak, tulang
rusuk, tulang punggung,tulang belikat, dan pada bagian lunak di ujung tulang
panjangfemur dan humerus. Sumsum kuning ditemukan pada rongga interior
bagian tengah tulang panjang. Pada keadaan sewaktu tubuh kehilangan darah
yang sangat banyak, sumsum kuning dapat diubah kembali menjadi sumsum
merah untuk meningkatkan produksi sel darah.
C. ETIOLOGI
Penyebab LNH belum jelas diketahui. Para pakar cenderung berpendapat
bahwa terjadinya LNH disebabkan oleh pengaruh rangsangan imunologis persisten
yang menimbulkan proliferasi jaringan limfoid tidak terkendali. Diduga ada
hubungan dengan virus Epstein Barr LNH kemungkinan ada kaitannya dengan
factor keturunan karena ditemukan fakta bila salah satu anggota keluarga
menderita LNH maka risiko anggota keluarga lainnya terjangkit tumor ini lebih
besar dibanding dengan orang lain yang tidak termasuk keluarga itu. Pada
penderita AIDS : semakin lama hidup semakin besar risikonya menderita limfoma.
Terdapat beberapa fakkor resiko terjadinya LNH, antara lain :
a. Imunodefisiensi : 25% kelainan heredier langka yang berhubungan dengan
terjadinya LNH antara lain adalah : severe combined immune deficiency,
hypogammaglobulinemia, common variable immunodeficiency, Wiskott
Aldrich syndrome dan ataxia-telangiectasia. Limfoma yang berhubungan
dengan kelainan-kelainan tersebut seringkali dihubugkan pula
dengan Epstein Barr Virus (EBV) dan jenisnya beragam.
b. Agen infeksius : EBV DNA ditemukan pada limfoma Burkit sporadic.
Karena tidak pada semua kasus limfoma Burkit ditemukan EBV, hubungan
dan mekanisme EBV terhadap terjadinya limfoma Burkit belum diketahui.
infeksi virus yang menyerang DNA maupun Limfosit dapat mengubah
DNA dan Limfosit menjadi sel-sel kanker. Virus tersebut diantaranya
Epstein-Barr Virus (EBV) dan HTLV-1 virus.
c. Paparan lingkungan dan pekerjaan : Beberapa pekerjaan yang sering
dihubugkan dengan resiko tinggi adalah peternak serta pekerja hutan dan
pertanian. Hal ini disebabkan adanya paparan herbisida dan pelarut organic.
d. Diet dan Paparan lsinya : Risiko LNH meningkat pada orang yang
mengkonsumsi makanan tinggi lemak hewani, merokok, dan yang terkena
paparan UV4,5.

D. KLASIFIKASI
Ada 2 klasifikasi besar penyakit ini yaitu:
1 Limfoma Non Hodgkin Agresif
Limfoma non Hodgkin agresif kadangkala dikenal sebagai limfoma non
Hodgkin tumbuh cepat atau level tinggi. Karena sesuai dengan namanya,
limfoma non Hodgkin agresif ini tumbuh dengan cepat. Meskipun nama
‘agresif’ kedengarannya sangat menakutkan, limfoma ini sering memberikan
respon sangat baik terhadap pengobatan.
2 Limfoma Non Hodgkin Indolen
Limfoma non Hodgkin indolen kadang-kadang dikenal sebagai limfoma non
Hodgkin tumbuh lambat atau level rendah. Sesuai dengan namanya, limfoma
non Hodgkin indolen tumbuh hanya sangat lambat. Secara tipikal ia pada
awalnya tidak menimbulkan gejala, dan mereka sering tetap tidak terditeksi
untuk beberapa saat. Tentunya, mereka sering ditemukan secara kebetulan,
seperti ketika pasien mengunjungi dokter untuk sebab lainnya. Dalam hal ini,
dokter mungkin menemukan pembesaran kelenjar getah bening pada
pemeriksaan fisik rutin. Kadangkala, suatu pemeriksaan, seperti pemeriksaan
darah, mungkin menunjukkan sesuatu yang abnormal, kemudian diperiksa
lebih lanjut dan ditemukan terjadi akibat limfoma non Hodgkin. Gejala yang
paling sering adalah pembesaran kelenjar getah bening, yang kelihatan
sebagai benjolan, biasanya di leher, ketiak dan lipat paha. Pada saat diagnosis
pasien juga mungkin mempunyai gejala lain dari limfoma non Hodgkin.
Karena limfoma non Hodgkin indolen tumbuh lambat dan sering tanpa
menyebabkan stadium banyak diantaranya sudah dalam stadium lanjut saat
pertama terdiagnosis.

E. PATOFISIOLOGI
Perubahan sel limfosit normal menjadi sel limfoma merupakan akibat
terjadinya mutasi gen pada salah satu gen pada salah satu sel dari sekelompok sel
limfosit tua yang tengah berada dalam proses transformasi menjadi imunoblas
(terjadi akibat adanya rangsangan imunogen). Beberapa perubahan yang terjadi
pada limfosit tua antara lain: 1).ukurannya semakin besar, 2).Kromatin inti
menjadi lebih halus, 3).nukleolinya terlihat, 4).protein permukaan sel mengalami
perubahan.
Beberapa faktor resiko yang diperkirakan dapat menyebabkan terjadinya
limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin seperti infeksi virus-virus seperti virus
Epstein-Berg, Sitomegalovirus, HIV, HHV-6, defisiensi imun, bahan kimia,
mutasi spontan, radiasi awalnya menyerang sel limfosit yang ada di kelenjar
getah bening sehingga sel-sel limfosit tersebut membelah secara abnormal atau
terlalu cepat dan membentuk tumor/benjolan. Tumor dapat mulai di kelenjar
getah bening (nodal) atau diluar kelenjar getah bening (ekstra nodal). Proliferasi
abnormal tumor tersebut dapat memberi kerusakan penekanan atau penyumbatan
organ tubuh yang diserang. Apabila sel tersebut menyerang Kelenjar limfe maka
akan terjadi Limphadenophaty
Dampak dari proliferasi sel darah putih yang tidak terkendali, sel darah
merah akan terdesak, jumlah sel eritrosit menurun dibawah normal yang disebut
anemia. Selain itu populasi limfoblast yang sangat tinggi juga akan menekan
jumlah sel trombosit dibawah normal yang disebut trombositopenia. Bila kedua
keadaan terjadi bersamaan, hal itu akan disebut bisitopenia yang menjadi salah
satu tanda kanker darah.
Gejala awal yang dapat dikenali adalah pembesaran kelenjar getah bening
di suatu tempat (misalnya leher atau selangkangan)atau di seluruh tubuh.
Kelenjar membesar secara perlahan dan biasanya tidak menyebabkan nyeri.
Kadang pembesaran kelenjar getah bening di tonsil (amandel) menyebabkan
gangguan menelan.
Pembesaran kelenjar getah bening jauh di dalam dada atau perut bisa
menekan berbagai organ dan menyebabkan: gangguan pernafasan, berkurangnya
nafsu makan, sembelit berat, nyeri perut, pembengkakan tungkai. Jika limfoma
menyebar ke dalam darah bisa terjadi leukimia. Limfoma non hodgkin lebih
mungkin menyebar ke sumsum tulang, saluran pencernaan dan kulit. Pada anak –
anak, gejala awalnya adalah masuknya sel – sel limfoma ke dalam sumsum
tulang, darah, kulit, usus, otak, dan tulang belekang; bukan pembesaran kelenjar
getah bening. Masuknya sel limfoma ini menyebabkan anemia, ruam kulit dan
gejala neurologis (misalnya delirium, penurunan kesadaran).
Secara kasat mata penderita tampak pucat, badan seringkali hangat dan
merasa lemah tidak berdaya, selera makan hilang, berat badan menurun disertai
pembengkakan seluruh kelenjar getah bening : leher, ketiak, lipat paha, dll.

F. MANIFESTASI KLINIS
Gejala umum penderita limfoma non-Hodgkin yaitu :
 Pembesaran kelenjar getah bening tanpa adanya rasa sakit
 Demam
 Keringat malam
 Rasa lelah yang dirasakan terus menerus
 Gangguan pencernaan dan nyeri perut
 Hilangnya nafsu makan
 Nyeri tulang
 Bengkak pada wajah dan leher dan daerah-daerah nodus limfe yang terkena.
 Limphadenopaty

Gejala Penyebab Kemungkinan


timbulnya gejala
Gangguan
pernafasan Pembesaran kelenjar getah
20-30%
Pembengkakan bening di dada
wajah
Hilang nafsu
makan
Pembesaran kelenjar getah
Sembelit berat 30-40%
bening di perut
Nyeri perut atau
perut kembung
Penyumbatan pembuluh getah
Pembengkakan
bening di selangkangan atau 10%
tungkai
perut
Penurunan berat
badan Penyebaran limfoma ke usus
10%>
Diare halus
Malabsorbsi
Pengumpulan
cairan di sekitar Penyumbatan pembuluh getah
20-30%
paru-paru bening di dalam dada
(efusi pleura)
Daerah kehitaman
dan menebal di
Penyebaran limfoma ke kulit 10-20%
kulit yang terasa
gatal
Penurunan berat
badan
Penyebaran limfoma ke seluruh
Demam 50-60%
tubuh
Keringat di malam
hari
Perdarahan ke dalam saluran
pencernaan
Penghancuran sel darah merah
oleh limpa yang membesar &
terlalu aktif
Anemia Penghancuran sel darah merah
(berkurangnya oleh antibodi abnormal (anemia 30%, pada akhirnya
jumlah sel darah hemolitik) bisa mencapai 100%
merah) Penghancuran sumsum tulang
karena penyebaran limfoma
Ketidakmampuan sumsum tulang
untuk menghasilkan sejumlah sel
darah merah karena obat atau
terapi penyinaran
Mudah terinfeksi Penyebaran ke sumsum tulang
20-30%
oleh bakteri dan kelenjar getah bening,
menyebabkan berkurangnya
pembentukan antibodi

G. TAHAPAN PENYAKIT
Penyebaran Limfoma dapat dikelompokkan dalam 4 stadium. Stadium I dan II
sering dikelompokkan bersama sebagai stadium awal penyakit, sementara stadium
III dan IV dikelompokkan bersama sebagai stadium lanjut.
a. Stadium I : Penyebaran Limfoma hanya terdapat pada satu kelompok yaitu
kelenjar getah bening.
b. Stadium II : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok
kelenjar getah bening, tetapi hanya pada satu sisi diafragma, serta pada seluruh
dada atau perut.
c. Stadium III : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok
kelenjar getah bening, serta pada dada dan perut.
d. Stadium IV : Penyebaran Limfoma selain pada kelenjar getah bening
setidaknya pada satu organ lain juga seperti sumsum tulang, hati, paru-paru,
atau otak.

H. KOMPLIKASI
a. Akibat langsung penyakitnya
 Penekanan terhadap organ khususnya jalan nafas, usus dan saraf
 Mudah terjadi infeksi, bisa fatal

b. Akibat efek samping pengobatan


 Aplasia sumsum tulang
 Gagal jantung oleh obat golongan antrasiklin
 Gagal ginjal oleh obat sisplatinum
 Neuritis oleh obat vinkristin6

I. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik : ada tumor sistem limfoid, febris keringat
malam, penurunan berat badan, limfadenopati dann hepatosplenomegali
b. Pemeriksaan laboratorium : Hb, leukosit, LED, hapusan darah, faal hepar, faal
ginjal, LDH.
c. Limfografi, IVP, Arteriografi. Foto organ yang diserang, bone – scan, CT –
scan, biopsi sunsum tulang, biopsi hepar, USG, endoskopi
d. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan histopatologi.
Untuk LH memakai krioteria lukes dan butler (4 jenis). Untuk LNH memakai
kriteria internasional working formulation (IWF) menjadi derajat keganasan
rendah, sedang dan tinggi
e. Stadium ditentukan menurut kriteria Ann Arbor (I, II, III, IV, A, B, E)
f. Ada 2 macam stage : Clinical stage dan pathological stage

J. PENATALAKSANAAN
1 Therapy Medik
Konsultasi dengan ahli onkology medik ( di RS type A dan B)
Limfoma non hodkin derajat keganasan rendah (IWF)
 Tanpa keluhan : tidak perlu therapy
 Bila ada keluhan dapat diberi obat tunggal siklofosfamide dengan
dosis permulaan po tiap hari atau 1000 mg/m 2 iv selang 3 – 4 minggu.
Bila resisten dapat diberi kombinasi obat COP, dengan cara pemberian
seperti pada LH diatas
Limfona non hodgkin derajat keganasan sedang (IWF)
 Untuk stadium I B, IIB, IIIA dan B, IIE A da B, terapi medik adalah
sebagai terapy utama
 Untuk stadium I A, IE, IIA diberi therapy medik sebagai therapy
anjuran
Minimal : seperti therapy LH
Ideal : Obat kombinasi cyclophospamide, hydrokso – epirubicin, oncovin,
prednison (CHOP) dengan dosis :
C : Cyclofosfamide 800 mg/m 2 iv hari I
H : hydroxo – epirubicin 50 mg/ m 2 iv hari I
O : Oncovin 1,4 mg/ m 2 iv hari I
P : Prednison 60 mg/m 2 po hari ke 1 – 5
Perkiraan selang waktu pemberian adalah 3 – 4 minggu
Lymfoma non – hodgkin derajat keganasan tinggi (IWF)
 Stadium IA : kemotherapy diberikan sebagai therapy adjuvant
 Untuk stadium lain : kemotherapy diberikan sebagai therapy utama
Minimal : kemotherapynya seperti pada LNH derajat keganasan sedang
(CHOP)
Ideal : diberi Pro MACE – MOPP atau MACOP – B
2 Therapy radiasi dan bedah
Konsultasi dengan ahli radiotherapy dan ahli onkology bedah, selanjutnya
melalui tim onkology ( di RS type A dan B).

K. ASUHAN KEPERAWATAN
1 Pengkajian Keperawatan
Gejala pada Limfoma secara fisik dapat timbul benjolan yang kenyal, tidak
terasa nyeri, mudah digerakkan (pada leher, ketiak atau pangkal paha).
Pembesaran kelenjar tadi dapat dimulai dengan gejala penurunan berat badan,
demam, keringat malam. Hal ini dapat segera dicurigai sebagai Limfoma.
Namun tidak semua benjolan yang terjadi di sistem limfatik merupakan
Limfoma. Bisa saja benjolan tersebut hasil perlawanan kelenjar limfa dengan
sejenis virus atau mungkin tuberkulosis limfa.
Pada pengkajian data yang dapat ditemukan pada pasien Limfoma antara lain :
a. Data subyektif
 Demam berkepanjangan dengan suhu lebih dari 38Oc
 Sering keringat malam
 Cepat merasa lelah
 Badan lemah
 Mengeluh nyeri pada benjolan
 Nafsu makan berkurang
 Intake makan dan minum menurun, mual, muntah
b. Data Obyektif
 Timbul benjolan yang kenyal, mudah digerakkan pada leher, ketiak
atau pangkal paha
 Wajah pucat

2 Diagnosa Keperawatan
a. Resiko infeksi berhubungan dengan imunosupresi dan malnutrisi
b. Hipertermi berhubungan dengan tak efektifnya termoregulasi sekunder
terhadap inflamasi
c. Nyeri berhubungan dengan interupsi sel saraf
d. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan sistem
transport oksigen terhadap perdaharan
e. Gangguan integritas kulit/ jaringan berhubungan dengan massa tumor
mendesak ke jaringan luar
f. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen,
malnutrisi, kelelahan.
g. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya
absorbsi zat gizi.
h. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah dan intake yang
kurang
i. Perubahan kenyamanan berhubungan dengan mual, muntah
j. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit,
prognosis, pengobatan dan perawatan
k. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemajanan/mengingat,
kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber-sumber.

3 Intervensi Keperawatan
a. Hipertermi berhubungan dengan tak efektifnya termoregulasi sekunder
terhadap inflamasi
Tujuan : suhu badan dalam batas normal ( 36 – 37,5ºC)
Intervensi :
 Observasi suhu tubuh pasien
Rasional : dengan memantau suhu diharapkan diketahui keadaan
sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat.
 Anjurkan dan berikan banyak minum (sesuai kebutuhan cairan anak
menurut umur)
Rasional : dengan banyak minum diharapkan dapat membantu
menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh.
 Berikan kompres hangat pada dahi, aksila, perut dan lipatan paha.
Rasional : kompres dapat membantu menurunkan suhu tubuh pasien
secara konduksi.
 Anjurkan untuk memakaikan pasien pakaian tipis, longgar dan mudah
menyerap keringat.
Rasional : Dengan pakaian tersebut diharapkan dapat mencegah
evaporasi sehingga cairan tubuh menjadi seimbang.
 Kolaborasi dalam pemberian antipiretik.
Rasional : antipiretik akan menghambat pelepasan panas oleh
hipotalamus.

b. Nyeri berhubungan dengan interupsi sel saraf


Tujuan : nyeri berkurang
Intervensi :
 Tentukan karakteristik dan lokasi nyeri, perhatikan isyarat verbal dan
non verbal setiap 6 jam
Rasional : menentukan tindak lanjut intervensi.
 Pantau tekanan darah, nadi dan pernafasan tiap 6 jam
Rasional : nyeri dapat menyebabkan gelisah serta tekanan darah
meningkat, nadi, pernafasan meningkat
 Terapkan tehnik distraksi (berbincang-bincang)
Rasional : mengalihkan perhatian dari rasa nyeri
 Ajarkan tehnik relaksasi (nafas dalam) dan sarankan untuk
mengulangi bila merasa nyeri
Rasional : relaksasi mengurangi ketegangan otot-otot sehingga
mengurangi penekanan dan nyeri.
 Beri dan biarkan pasien memilih posisi yang nyaman
Rasional : mengurangi keteganagan area nyeri.
 Kolaborasi dalam pemberian analgetika.
Rasional : analgetika akan mencapai pusat rasa nyeri dan
menimbulkan penghilangan nyeri.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya
absorbsi zat gizi.
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Intervensi :
 Beri makan dalam porsi kecil tapi sering
Rasional : memberikan kesempatan untuk meningkatkan masukan
kalori total
 Timbang BB sesuai indikasi
Rasional : berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, evaluasi
keadequatan rencana nutrisi
 Sajikan makanan dalam keadaan hangat dan bervariasi
Rasional : meningkatkan keinginan pasien untuk makan sehingga
kebutuhan kalori terpenuhi
 Ciptakan lingkungan yang nyaman saat makan
Rasional : suasana yang nyaman membantu pasien untuk
meningkatkan keinginan untuk makan
 Beri HE tentang manfaat asupan nutrisi
Rasional : makanan menyediakan kebutuhan kalori untuk tubuh dan
dapat membantu proses penyembuhan dan meningkatkan daya tahan
tubuh
d. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen,
malnutrisi, kelelahan.
Tujuan : aktivitas dapat ditingkatkan
Intervensi :
 Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas, peningkatan
kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda-tanda vital selama dan
setelah aktivitas
Rasional : menetapkan kemampuan/kebutuhan pasien dan
memudahkan pilihan intervensi
 Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan ADL
Rasional : meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan
suplay dan kebutuhan oksigen
 Libatkan keluarga dalam perawatan pasien
Rasional : membantu dan memenuhi ADL pasien
 Beri aktivitas sesuai dengan kemampuan pasien
Rasional : meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan
suplay dan kebutuhan oksigen).
e. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit,
prognosis, pengobatan dan perawatan
Tujuan : pasien tidak cemas/berkurang
Intervensi
 Kaji dan pantau tanda ansietas yang terjadi
Rasional ketakutan dapat terjadi karena kurangnya informasi tentang
prosedur yang akan dilakukan, tidak tahu tentang penyakit dan
keadaannya
 Jelaskan prosedur tindakan secara sederhana sesuai tingkat
pemahaman pasien.
Rasional : memberikan informasi kepada pasien tentang prosedur
tindakan akan meningkatkan pemahaman pasien tentang tindakan
yang dilakukan untuk mengatasi masalahnya
 Diskusikan ketegangan dan harapan pasien.
Rasional : untuk mengurangi kecemasan yang dirasakan pasien
 Perkuat faktor-faktor pendukung untuk mengurangi ansiates.
Rasional : untuk mengurangi kecemasan yang dirasakan pasien.

Pathway

Virus Peternak, Merokok Sinar UV Mutasi spontan


pekerja tani
Radiasi
Paparan herbisida
& pelarut organik

Bahan kimia

Perubahan genetik

Keganasan limfosit T dan B

Sel Reedberg / sel hodgin Limfoma non Hodgin

LImfoma Hodgin

Pembesaran kelenjar
getah bening

Dada Perut

Penumpukan Pembengkakan
↓ nafsu makan Perut kembung
cairan di paru wajah
dan nyeri perut
Anoreksia
Efusi pleura Gg. citra tubuh
Gg. Rasa nyaman : Nyeri
Nutrisi kurang
Gg. pola nafas dari kebutuhan

Kulit Sumsum tulang Pembentukan


Usus halus
antibody ↓
Malabsorpsi Daerah kehitaman, Penghancuran
menebal, gatal sel darah merah Risiko infeksi
Diare
Kerusakan integritas Anemia hemolitik
kulit
Gg. perfusi jaringan
DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer, Triyanti Kuspuji, dkk. 2001. Kapita selekta kedoktern. Jakarta.
Marilynn E.Doenges, Moorhouse Mary Frances, dkk. 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan. EGC. Jakarta.
Setiawan, Lyana. 2002. Kapita Selekta Hematologi. EGC. Jakarta.
Sylvia A.price, wilson Lorraine M. 2006. Patofisiologi. EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai