Anda di halaman 1dari 13

KONSEP DASAR TEORI

1. Definisi
Kekurangan kalori protein adalah defisiensi gizi terjadi pada anak yang kurang
mendapat masukan makanan yang cukup bergizi, atau asupan kalori dan protein kurang
dalam waktu yang cukup lama (Ngastiyah, 1997).

Kurang kalori protein (KKP) adalah suatu penyakit gangguan gizi yang dikarenakan
adanya defisiensi kalori dan protein dengan tekanan yang bervariasi pada defisiensi protein
maupun energi (Sediatoema, 1999).

2. Etoilogi
Kurang kalori protein yang dapat terjadi karena diet yang tidak cukup serta
kebiasaan makan yang tidak tepat seperti yang hubungan dengan orangtua-anak terganggu,
karena kelainan metabolik, atau malformasi congenital. Pada bayi dapat terjadi karena tidak
mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau sering diserang diare.

Secara umum, masalah KKP disebabkan oleh beberapa faktor, yang paling dominan
adalah tanggung jawab negara terhadap rakyatnya karena bagaimana pun KKP tidak akan
terjadi bila kesejahteraan rakyat terpenuhi.

Berikut beberapa faktor penyebabnya :

1. Faktor sosial. Yang dimaksud faktor sosial adalah rendahnya kesadaran masyarakat akan
pentingnya makana bergizi bagi pertumbuhan anak, sehingga banyak balita tidak
mendapatkan makanan yang bergizi seimbang hanya diberi makan seadanya atau asal
kenyang. Selain itu, hidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi sosial
dan politik tidak stabil, ataupun adanya pantangan untuk menggunakan makanan tertentu
dan berlangsung turun-temurun dapat menjad hal yang menyebabkan terjadinya
kwashiorkor.
2. Kemiskinan. Kemiskinan sering dituding sebagai biang keladi munculnya penyakit ini di
negara-negara berkembang. Rendahnya pendapatan masyarakat menyababkan kebutuhan
paling mendasar, yaitu pangan pun sering kali tidak biasa terpenuhi apalagi tidak dapat
mencukupi kebutuhan proteinnya.

3. Laju pertumbuhan penduduk yang tidak diimbangi dengan bertambahnya ketersedian


bahan pangan akan menyebabkan krisis pangan. Ini pun menjadi penyebab munculnya
penyakit KKP.

4. Infeksi. Tak dapat dipungkiri memang ada hubungan erat antara infeksi dengan
malnutrisi. Infeksi sekecil apa pun berpengaruh pada tubuh. Sedangkan kondisi malnutrisi
akan semakin memperlemah daya tahan tubuh yang pada gilirannya akan mempermudah
masuknya beragam penyakit. Tindakan pencegahan otomatis sudah dilakukan bila faktor-
faktor penyebabnya dapat dihindari. Misalnya, ketersediaan pangan yang tercukupi, daya
beli masyarakat untuk dapat membeli bahan pangan, dan pentingnya sosialisasi makanan
bergizi bagi balita serta faktor infeksi dan penyakit lain.

5. Pola makan. Protein (asam amino) adalah zat yang sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh
dan berkembang. Meskipun intake makanan mengandung kalori yang cukup, tidak semua
makanan mengandung protein atau asam amino yang memadai. Bayi yang masih menyusui
umumnya mendapatkan protein dari Air Susu Ibu (ASI) yang diberikan ibunya. Namun,
bayi yang tidak memperoleh ASI protein dari suber-sumber lain (susu, telur, keju, tahu, dan
lain-lain) sangatlah dibutuhkan. Kurangnya pengetahuan ibu mengenai keseimbangan
nutrisi anak berperan penting terhadap terjadinya kwashiorkor terutama pada masa
peralihan ASI ke makanan pengganti ASI.

6. Tingkat pendidikan orang tua khususnya ibu mempengaruhi pola pengasuhan balita. Para
ibu kurang mengerti makanan apa saja yang seharusnya menjadi asupan untuk anak-anak
mereka.
7. Kurangnya pelayanan kesehatan, terutama imunisasi. Imunisasi yang merupakan bagian
dari system imun mempengaruhi tingkat kesehatan bayi dan anak-anak.

3. Klasifikasi KKP
1. Marasmus adalah penyakit yang timbul karena kekurangan energi (kalori) sedangkan
kebutuhan protein relatif cukup
2. Kwashiorkor adalah bentuk kekurangan kalori protein yang berat, yang amat sering
terjadi pada anak kecil umur 1 dan 3 tahun
3. Marasmik-kwashiorkor merupakan kelainan gizi yang menunjukkan gejala klinis
campuran antara marasmus dan kwashiorkor.

4. Manifestasi Klinis

1. Badan kurus kering tampak seperti orang tua


1. Abdomen dapat kembung dan datar. BB menurun
2. Terjadi atropi otot dengan akibat hipotoni
3. Suhu biasanya normal,nadi melambat
4. Kulit keriput (turgor kulit jelek)
5. Ubun-ubuncekung pada bayi
6. Jaringan subkutan hilang
7. Malaise
8. Apatis
9. Kelaparan

5. Patofisiologi
Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori,protein,
atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. Dalam keadaan kekurangan makanan makanan,
tubuh berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau
energi, kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat,protein merupakan hal yang
sangat penting untuk mempertahankan kehidupan,karbohidrat(glukosa) dapat dipakai oleh
seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kebutuhan tubuh untuk
memepertahankan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah terjadi
kekurangan.

Akibat katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilakan


asam amino yang akan segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan ginjal. Selama puasa
lemak di pecah menjadi asam lemak,gliserol,dan ketan bodies. Otot dapat memepergunakan
asam lemak dan keton bodies,sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan ini
berjalan menahun. Tubuh akan mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi
setelah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh.

6. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan fisik
b. Pemeriksaan laboratorium meliputi: albumin, kreatinin, nitrogen, elektrolit, hb, ht,
dan ransferin.
c. Pemeriksaan radiologis
7. Penatalaksanaan
a. Keadaan ini memerlukan diet yang berisi jumlah cukup protein yang kualitas
proteinnya baik. Diit tinggi kalori, protein, mineral dan vitamin.
b. Pemberian terapi cairan dan elektrolit.
c. Penatalaksanaan setiap masalah akut seperti masalah diare berat.
d. Pengkajian riwayat status social ekonomi, kaji riwayat pola makan, pengkajian
antrometri, kaji menivestasi klinis, monitor hasil laboratorium, timbang berat badan,
kaji tanda-tanda vital.

8. Komplikasi
a. Infeksi
b. Kelainan bawaan saluran pencernaan atau jantung
c. Melabsorbsi
d. Gangguan metabolic
e. Penyakit ginjal menahun
f. Gangguan saraf pusat
g. Gangguan asupan vitamin dan mineral
h. Anemia gizi
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Identitas pasien:
Nama, alamat, umur, jemis kelamin, alamat dst.
Indentitas penanggung jawab
b. Keluhan utama
Kwashiorkor: ibu mengatakan anaknya mengalami bengkak pada kaki dan tangan,
kondisi lemah dan tidak mau maka, BB menurun dll.Ø
Marasmus : ibu pasien mengatakan anaknya rewel, tidak mau makan, badan kelihatan
kurus dll.
c. Riwayat kesehatan;
1) Riwayat penyakit sekarang
a) Kapan keluhan mulai dirasakan
b) Kejadian sudah berapa lama.
c) Apakah ada penurunan BB
d) Bagaimanan nafsu makan psien
e) Bagaimana pola makannya
f) Apakah pernah mendapat pengobatan, dimanan, oleh siapa, kapan, jenis
obatnya.

2) Pola penyakit dahulu


a) Apakah dulu pasien dulu pernah menderita penyakit seperti sekarang.

3) Riwayat penyakit keluarga

a) Apakah anggota keluarga pasien pernah menderita penyakit yang berhubungan


dengan kekurangan gizi atau kurang protein.
4) Riwayat penyakit sosial
a) Anggapan salah satu jenis makanan tertentu.
b) Apakah kebutuhan pasien tepenuhi.
c) Bagaimanan lingkungan tempat tinggal pasien
d) Bagaimana keadaan sosial ekonomi keluarga.
e. Riwayat spiritual
f) Adanya kepercayaan yang melarang makanan tertentu.

d. Pengkajian fisik
1) Inspeksi:
Meliputi observasi sistemik keadaan pasien sehubungan dengan status gizi pasien
meliputi :
a. Pemampilan umum pasien menunjukkan status nutrisi atau gizi pasien
b. Pada kwashiorkor; apakah ada edema, rambut rontok, BB menurun, muka
seperti bulan.
c. Pada marasmus : badan kurus, atrofi otot, rambut kemerahan dan kusam,
tampak siannosis, perut membuncit.
2) Palpasi
a. Pada marasmus terdapat tugor kulit yang jelek.
b. Pada kwashiorkor terdapat pembesaran hati.
e. Pemeriksaan diagnostik
1) Data laboratorium;
– feses, urine, darah lengkap
– pemeriksaan albumin.
– Hitung leukosit, trombosit
– Hitung glukosa darah.
Analisa Data
No Data Fokus Problem Etiologi
1. DS : Ketidakseimbangan Faktor ekonomi
· Ibu pasien engatakan An.Z nutrisi kurang dari
anak kelima dari keluarga kebutuhan tubuh
kurang mampu, hanya minum
ASI
DO :
· Klien tampak lemah
· Rambut klien tipis
kecoklatan
· Mata klien cekung
· Mukosa mulut klien kering
· Wajah klien keriput
· Tulang iga klien tampak
jelas
· Terdapat retraksi dinding
dada
· Turgor kurang elastis
· Pantat atrofi
· BB 8 kg

2. DS : Kelebihan volume Gangguan


DO : cairan mekanisme regulasi
· Terdapat edema diatas
ekstermitas atas dan bawah
· Perut pasien buncit
3. DS : Intoleransi aktivitas Kelemahan umum
DO :
· Pasien belum bisa jalan
· Duduk dengan di bantu

2. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan nutrisi s/d intake yang kurang ( protein )
2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan inadekuatnya asupan
cairan.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status metabolic
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan malnutrisi.

3. Intervensi keperawatan
1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan inadekuatnya intake
makanan.
Intervensi:

1. Kaji status nutrisi secara kontinu, selama perawatan setiap hari.


Rasional: Memberikan kesempatan untuk mengobservasi penyimpangan dari
normal.

2. Berikan makanan sedikit-sedikit dan makanan kecil tambahan yang tepat.


Rasional: Meningkatkan nafsu makan dan memampukan pasien untuk mempunyai
pilihan terhadap makanan yang dapat dinikmati.

3. Timbang berat badan anak tiap hari.


Rasional: Pengawasan kehilangan nutrisi dan alat pengkajian kebutuhan nutrisi.
4. Dokumentasikan masukan oral selama 24 jam, riwayat makanan, jumlah kalori
dengan tepat.
Rasional: Mengidentifikasi ketidakseimbangan antara perkiraan kebutuhan nutrisi
dan masukan.

5. Berikan terapi nutrisi dalam program pengobatan rumah sakit sesuai indikasi.
Rasional: Perawatan di rumah sakit memberikan kontrol lingkungan dimana
masukan makanan dapat dipantau.

2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan inadekuatnya asupan


cairan.

Intervensi:

1. Catat karakteristik muntah, awasi tanda vital, status membran mukosa, turgor kulit.
Rasional: Sebagai indikator inadekuatan volume sirkulasi.

2. Awasi masukan dan haluaran dan hubungkan dengan perubahan berat badan.
Rasional: Memberikan pedoman dalam pemberian cairan.

3. Awasi jumlah dan tipe masukan cairan, ukur haluaran urine dengan akurat.
Rasional: Mengganti cairan untuk masukan kalori yang berdampak pada
keseimbangan elektrolit.

4. Identifikasi rencana untuk meningkatkan atau mempertahankan keseimbangan


cairan optimal, misalnya: jadwal masukan cairan.
Rasional: Untuk memperbaiki ketidakseimbangan cairan.
5. Beriakan cairan parenteral sesuai indikasi.
Rasional: Untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh.

3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status metabolic

Intervensi :

1. Obervasi adanya kemerahan, pucat, ekskoriasi. Gunakan krim kulit 2 kali sehari
setelah mandi, pijat kulit, khususnya di daerah di atas penonjolan tulang.
Rasional: Melicinkan kulit dan menurunkan gatal. Pemijatan sirkulasi pada kulit,
dapat meningkatkan tonus kulit.

2. Pentingnya perubahan posisi sering, perlu untuk mempertahankan aktivitas.


Rasional: Meningkatkan sirkulasi dan perfusi kulit dengan mencegah tekanan lama
pada jaringan.

3. Tekankan pentingnya masukan nutrisi/cairan adekuat.


Rasional: Perbaikan nutrisi dan hidrasi akan memperbaiki kondisi kulit.

4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan malnutrisi.

Intervensi:

1. Pantau vital sign, perhatikan peningkatan suhu, takikardia dengan atau tanpa
demam.
Rasional: Peningkatan suhu tubuh, menandakan adanya proses inflamasi atau
infeksi, oleh karena itu, membutuhkan evaluasi atau pengobatan lebih lanjut.

2. Amati adanya eritema atau cairan luka.


Rasional: Indikator infeksi lokal.

3. Berikan antiseptik, antibiotik sistemik.


Rasional: Menurunkan proses infeksi lokal.

4. Implementasi
Implementasi dilaksanakan sesuai intervensi

5. Evaluasi
1. Masukan kalori, protein adekuat ditandai dengan peningkatan berat badan dan nafsu
makan meningkat.
2. Haluaran urine adekuat.
3. Membran mukosa lembab, turgor kulit baik, tidak menunjukkan adanya edema.
4. Kulit halus, elastisitas baik, rasa gatal hilang.
5. Suhu tubuh turun.
6. Pertumbuhan tidak terhambat, tidak ada perubahan pigmen pada rambut atau kulit.
7. Anak ceria, tidak apatis dan tidak cengeng.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim . 2013. Konsep Dasar Marasmus. Diakses: 21 Mei 2015.


http://www.sarjanakesehatan.blogspot.com/2013/04/askep-padapasien-marasmus.html
Carpenito, L.J. 2009. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC

Doengoes, Marilyn, E. 2009. Rencana Asuhan Keperawatan. Alih Bahasa: I Made Kariasi,
S.Kp. Ni Made Sumawarti, S.Kp. Jakarta: EGC.

Marimbi, Hanun. 2010. Tumbuh Kembang, Status Gizi, dan Imunisasi pada Balita.
Yogyakarta: Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai