Anda di halaman 1dari 22

SISTEM PEMBELAJARAN PRAKTIK KLINIK

KEBIDANAN DI LAHAN PRAKTIK

1
PENDAHULUAN

Pengalaman peserta didik terdiri dari pembelajaran teori, laboratorium dan


pembelajaran klinik sesuai dengan ketentuan Kepmendiknas No.232/U/2000 Tentang
Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Hasil Belajar Mahasiswa,
bahwa beban studi di Pendidikan Diploma terdiri dari 40% teori dan 60 % praktik.
Sehubungan dengan hal tersebut untuk mencapai tujuan pembelajaran secara maksimal di
perlukan pengelolaan/ praktik yang efektif dan efisien.
Praktik klinik yang efektif dan efisien didapat dari pengalaman panjang lokal dan
regional maupun Internasional yang diterjemahkan dalam suatu standar baik berupa
standar kebijakan ( Policy Guidelines ) dan standar pelayanan ( service delivery
guidelines ).Standar pelayanan tentunya didasari pada hasil penelitian yang berdasarkan
pada Evidence yang diaplikasikan pada implement Best Practise. Implementasi Best
practice akan lebih efektif jangka panjang bila dilakukan pada preservice dibandingkan
pada inservice training sebab dengan mengapalikasikan standar dari semula pada peserta
didik akan menyebabkan peserta didik yang telah menyelesaikan pendidikan akan
terbiasa dengan standar atau guidelines yang didasarkan pada Evidence Best Practice 4,5,6
Upaya nyata harus segera dilakukan agar apa yang dipelajari oleh peserta didik di
Institusi Kebidanan konsisten dengan apa yang dilakukan dilahan praktik dan diajarkan
dengan metode Competensi Base Education dengan menerapkan pembelajaran orang
dewasa, belajar tuntas dan bermakna ( Deep Learning ) yang hanya mampu dilaksanakan
oleh seorang pembimbing profesional yang berakhlak mulia .
Koordinasi dan kesepahaman antara intitusi yang membina pendidikan dan lahan
praktik menjadi suatu prasyarat agar praktik klinik dapat berjalan dengan efisien dan
efektif agar menghasilkan tenaga bidan yang professional dan berakhlak mulia yang
mampu melaksanakan prinsip” GOOD CARE “. Principle good Care sebagai syarat-
syarat agar pelayanan melaksanakan dengan baik 7,8,9,10
Pada saat ini ditemukan berbagai kendala untuk mewujudkan praktik klinik yang
baik dan benar antara lain disebabkan : jumlah institusi pendidikan kebidanan lebih dari
700 di seluruh Indonesia, tidak tersedianya lahan praktik yang memadai, ada lahan
praktik tetapi tidak kondusif untuk peluang belajar, jumlah kasus yang tidak memadai,

2
tidak tersedianya pembimbing yang kompeten, pengorganisasian pendidikan, pelayanan
dan pembinaan pendidikan, pelayanan kesehatan yang belum terkoordinasi sesuai standar
mutu pelayanan maupun pendidikan.
Karena keterbatasan sumber-sumber yang ada salah satu cara untuk
pengembangan dan pengendalian mutu pendidikan kebidanan terutama di lingkungan
Jurusan Kebidanan Poltekkes adalah dengan cara mengembangkan lahan praktek
kebidanan disertai dengan adanya pembinaan masyarakat profesional kebidanan dalam
rangka melaksanakan pengalaman belajar di lapangan dengan benar bagi peserta didik.
Hal tersebut merupakan tanggungjawab masyarakat profesi dalam melaksanakan tugas
kepada generasi profesinya, dengan sistem nilai dan tradisi yang berlaku sebagai hal yang
mutlak dalam pendidikan kebidanan sebagai pendidikan profesioanl 7,8,9.
Lahan praktek kebidanan yang ada di kota khususnya dan sekitarnya adalah
merupakan komponen pendidikan yang perlu mendapat perhatian bagi Institusi Jurusan
Kebidanan dan para pengelola lahan praktek umumnya. Maka dengan adanya lahan
praktek yang baik akan dapat dikembangkan pengalaman belajar klinik / lapangan yang
kondusif bagi mahasiswa.
Perubahan sikap dan keterampilan profesional yang benar diperoleh melalui
pengalaman belajar lapangan yang diselenggarakan dengan benar dalam tatanan
pelayanan kebidanan profesioanl. Maka lingkungan yang kondusif akan sangat
membantu tumbuhnya sikap dan keterampilan profesional khususnya bagi bidan. Dalam
hal ini sangat diperlukan sarana agar terlaksananya sikap dan keterampilan profesional
bagi para bidan.
Sarana yang mutlak harus ada antara lain adanya bidan profesional sebagai
pembimbing klinis atau “preceptor” yang akan melakukan preceptorship bagi para
mahasiswa sebagai calon bidan di lapangan sehingga tumbuh kembang profesi dapat
berlangsung dengan baik. Hal lain yang juga perlu ialah selain kesediaan SDM untuk
membimbing mahasiswa, juga tersedianya fasilitas untuk terlaksananya proses bimbingan serta
manajemen dan lingkungan yang condusive.
Dalam tulisan ini mencoba untuk membahas mengenai sistem pembelajaran klinik
bagi peserta didik Jurusan Kebidanan , sebagai masukan dalam upaya perbaikan praktik
klinik oleh Institusi.

3
4
RENCANA PELAKSANAAN PKK

1. Menyiapkan Lahan Praktik


Syarat dan ketentuan lahan praktek dapat dilihat dari pedoman yang
ditetapkan bersama antara Organisasi Profesi, Depkes dan JNPK dalam dokumen
Standart Sarana Pelayanan dan standar petugas.
Sampai saat ini belum ada kepastian mengenai nisbah ( rasio ) antara jumlah
peserta didik dengan jumlah klien yang tepat, tetapi pada dasarnya untuk penempatan
peserta didik harus disesuaikan dengan tingkat kinerja.
Lahan praktik yang memenuhi persyaratan diantaranya adalah :
a. Kelengkapan fasilitas pendukung pembelajaran klinik
b. Kecukupan jumlah kasus pembelajaran klinik.
c. Situasi lingkungan kerja yang kondusif dan memberikan peluang belajar kepada
peserta didik.
d. Kebijakan yang mendukung pembelajaran klinik.
e. Keterjangkauan lahan praktik.
f. Lahan praktik telah mempraktikkan praktik terbaik ( Implament Best
Practice )
g. Tersedianya pembimbing klinik yang kompeten dan berakhlak mulia.

Dalam pemilihan lahan praktik pihak Jurusan Kebidanan harus memperhatikan


persyaratan tersebut di atas, dan harus adanya studi untuk kelayakan lahan prakik
baik milik institusi pemerintah maupun pihak swasta. Harus adanya alternative
pemecahan masalah untuk mengembangan lahan praktik dengan menambah dari segi
kuantitas maupun kualitasnya, agar adanya kesesuaian antara jumlah lahan yang ada,
mahasiswa dan kasus temuan di lapangan.

2. Mengupayakan Pembimbing Lahan Praktik


Pembimbing klinik adalah seseorang yang melaksanakan bimbingan
pembelajaran klinik dalam bentuk tindakan edukatif untuk memberikan pengalaman

5
nyata dan membantu peserta didik secara optimal agar mereka dapat mencapai
kompetensi yang ditetapkan. Pembimbing klinik merupakan tim yang terdiri dari
pembimbing klinik dari institusi dan pembimbing klinik dari lahan praktik. Ratio
pembimbing klinik dan peserta didik adalah 1 : 3.
Alur rekruitmen pembimbing klinik dapat dilaksanakan melalui pelatihan
keterampilan melatih yang telah dibakukan oleh Jaringan Nasional Pelatihan Klinik
Kesehatan Refroduksi (JNPK-KR) dan diharapkan dapat diadopsi oleh instansi
terkait, oleh karena alur rekruitmen pembimbing klinik telah dilakukan evaluasi di
berbagai negara yang menunjukkan hasil yang baik ( Lesson learn from strengtening
preservice by JHPIEGO ). JHPIEGO sebagai Badan internasional yang berasal dari
Universitas Jhonhopkins.
Alur rekruitmen dibuat sedenikian rupa sehingga pelatih klinik berdasarkan
kemampuan dan pilihannya dapat menjadi pelatih madya dan pelatih utama baik di
kelas, laboratorium kelas maupun di lahan praktek. Alur rekruitmen pelatih ini
agaknya dapat diadopsi sebagai salah satu cara guna menyediakan tenaga
pembimbing yang kompeten, sebab organisasi JNPK telah berkembang sampai ke
provinsi dan kabupaten.
Namun di sadari tidak seluruh provinsi dan kabupaten mempunyai Pusat
Pelatihan Klinik Skunder/ Pusat Pelatihan Klinik Primer (P2KS / P2KP) yang
mampu melaksanakan pelatihan bagi pelatih klinik. Dua wilayah kerja JNPK yaitu,
wilayah timur yang berkedudukan di Surabaya dan wilayah barat yang berkedudukan
di Jakarta menjalankan organisasi JNPK sebagai pusat pelatihan kesehatan reproduksi
tartier ( P2KT ).
JNPK sebagai jaringan organisasi profesional yang melibatkan POGI, IBI, IDI
telah mampu membuat dan menyebarluaskan standar-standar guna peningkatan
kesehatan reproduksi dimana pelatihan klinik merupakan bahagian penting dari alih
kemampuan yang diselenggarakan dalam bentuk pelatihan-pelatihan Clinical
Standaritation Skill, Clinical Training Skill, Advance Training Skill, Contaception
Technology Update ( CSS, CTS, ATS, CTU, dll ).

6
Pembimbing praktik klinik berasal dari institusi pendidikan dan institusi lahan
praktik sehingga diharapkan adanya tanggung jawab dan kerja sama yang baik dalam
rangka menghasilkan generasi profesi yang siap pakai.
Kriteria Pembimbing Klinik :
a. Pembimbing Klinik dari institusi pendidikan
1) Staf akademik dari institusi pendidikan
2) Mempunyai latar belakang profesi harus sesuai dengan program yang
dilaksanakan.
3) Berpengalaman klinik minimal 3 (tiga) tahun.
4) Mempunyai pendidikan minimal 1 (satu) tingkat dari program yang
dilaksanakan.
5) Mempunyai kemampuan sesuai dengan bidang keahliannya
6) Mempunyai sertifikat pembimbing klinik.
7) Mempunyai komitmen yang tinggi dalam pembelajaran klinik.

b. Pembimbing dari Lahan Praktik.


1) Berasal dari unit pelayanan yang digunakan sebagai lahan praktik.
2) Mempunyai latar belakang profesi harus sesuai dengan program yang
dilaksanakan.
3) Berpengalaman klinik minimal 5 (lima) tahun di area klinik yang
dikelolanya.
4) Mempunyai pendidikan minimal sama dengan program yang dilaksanakan.
5) Mempunyai kemampuan di bidang klinik yang dikelolanya.
6) Memiliki sertitifikat pembimbing klinik.
7) Mempunyai komitmen yang tinggi dalam melakukan bimbingan klinik.

Pembimbing klinik/ preseptor terutama yang berasal dari lahan praktek harus
ditetapkan berdasarkan syarat-syarat tersebut di atas. Adanya komitmen yang baik
antara pembimbing dengan institusi pendidikan untuk melakukan tugas sebagai
preseptor. Preseptor yang ditunjuk diharapkan mampu melakukan proses bimbingan
sebagai tanggung jawabnya di samping tugas pokok dan fungsinya yang sudah ada.

7
Pihak institusi jurusan Kebidanan harus memikirkan strategi untuk
mengembangkan komunikasi yang baik antara institusi dan pembimbing terutama
yang berasal dari lahan praktik. Pelatihan preceptor diupayakan dilakukan oleh
Jurusan Kebidanan bekerja sama dengan pihak terkait dalam rangka mencetak
pembimbing-pembimbing praktik yang unggul dan terstandar. Hal yang penting dan
perlu dipertimbangkan bagi Jurusan Kebidanan adalah memberikan honor yang
layak bagi pembimbing bagi institusi pendidikan maupun pelayanan, dengan mencari
altenatif sumber pendanaan pendidikan untuk institusi.

3. Mengupayakan Terlaksananya Konsep Mentoring


a. Definisi Mentor
Pasangan intens dari orang yang lebih terampil/berpengalaman dengan
orang ketrampilan/pengalaman sedikit, dengan tujuan yang disepakati oleh orang
yang mempunyai pengalaman lebih sedikit untuk menambah dan
mengembangkan kompetensi yang spesifik. (M Murray and M Owen, ‘Beyond
the Myths of Mentoring: How to facilitate an Effective Mentoring Program’,
Jossey-Bass, San Francisco 1991)
Hubungan pembelajaran dan konseling antara orang yang berpengalaman
yang membagi keahlian professional dengan orang yang lebih sedikit pengalaman
untuk mengembangkan ketrampilan dan kemampuan dari bagian yang kurang
pengalaman. (Treasury Board of Canada)
Hubungan personal intim dan sering yang dilakukan antara “Master” dan
“Apprentice” /orang yang belajar. ( Clutterbuck 1985 )
Hubungan suportif “nurturing” /peduli dan mendidik, dimana
menyediakan inspirasi dan dukungan untuk praktisi yang kurang pengalaman.
(Faugier & Butterworth 1993).
Proses dimana orang berpengalaman, high regarded, empati (mentor)
membimbing individu lain (mentee) dalam pengembangan dan penilaian kembali
dari ide mereka sendiri, belajar dari pengembangan personal dan profesional.
Mentor seringnya; meskipun tidak mesti; bekerja dalam organisasi yang sama
atau sebagai lahan bagi mentee, dilakukan dengan mendengar dan berbicara

8
dengan mentee. (SCOPME / Standing Committee on Post Graduate Medical and
Dental Education). 3,4,5,6
Mentoring adalah
 Support (dukungan)
 Encouragement (memberi semangat)
 Listening (mendengar)
 Facilitation of Self-Reliance (memfasilitasi)
 Mentoring bukan “Evaluation”
Seorang mentor harus mempunyai pengetahuan yang bagus dalam
lingkungan kerja dari mentee untuk lebih banyak memberikan advis dan saran
tetapi mereka juga butuh “extra skill-set” seputar proses mentorship untuk
memastikan mentee mendapatkan keuntungan yang maksimum dari hubungan
tersebut.
b. Peran Mentor
 Sebagai figur “ayah/ibu”  orang yang lebih tua
 Sebagai guru
 Sebagai role model
 Sebagai konselor yang bisa di dekati
 Pemberi saran yang dipercaya  membetulkan
 Sebagai penantang
 Pemberi semangat
 Orang yang memberi nominasi

9
gambaran sebuah “pohon mentor”

c. Tahap-tahap mentoring menurut Dalton/Thompson Career Development


model.
Terdapat empat tahap pendekatan dalam proses mentoring yang dilalui mentor
dan mentee 8,9,10
 Tahap 1 Dependence / Ketergantungan
Profesional baru masih tergantung pada mentor dan mengambil peran
subordinat dimana memerlukan supervisi yang dekat
 Tahap 2 Independence / Mandiri
Profesional dan mentor mengembangkan hubungan yang lebih seimbang.
Profesional mengubah dari “apprentice” ke “kolega” dan membutuhkan
sedikit supervisi. Kebanyakan profesional akan sampai tahap ini untuk
sebagian besar dalam kehidupan profesional mereka
 Tahap 3 Supervising others/supervisi orang lain
Menjadi mentor bagi dirinya sendiri dan mendemostrasikan kualitas
profesional sebagai mentor
 Tahap 4 Managing and supervising others/memenej dan mensupervisi
org lain

10
Menjadi responsibel untuk penampilan yang lain dikarakteristikan dengan
merubah peran dari manajer atau supervisor menjadi resposibel terhadap
klien peserta didik dan personel

d. Keuntungan dan Kerugian Mentorship


Dalam mentorship, mentor dan mentee kedua belah pihak akan sama-sama saling
menguntungkan 8,9.
Keuntungan yang diperoleh oleh Mentor (pembimbing) :
 Mentor akan belajar dan melakukan refleksi-perspektif yang luas,
mengembangkan pandangan baru tentang masalah Kebidanan dan
mengetahui lebih baik dari kebutuhan / peralatan lain.
 Kesempatan untuk melangkah diluar rutinitas normal, menjadi lebih objektif
dan untuk belajar terhadap pertanyaan asumsi sendiri dan mental model
 Puas dalam memberikan kontribusi positif untuk pengembangan individu dan
organisasi
 Adanya sharing informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang
diperoleh, gambaran kehidupan sehari-hari kepada mentee

Keuntungan Mentee (peserta didik)


 Perpindahan fundamental dalam ketrampilan individu dan kemawasdirian
 Pengembangan pendekatan seumur hidup untuk belajar mandiri
 Meningkatkan penerimaan untuk kompetensi manajerial
 Mengembangkan jaringan melintasi spektrum yang luas dari penyedia
layanan dalam kondisi normal.
 Meningkatkan kapasitas untuk membuat “kemampuan belajar
mengaplikasikan” dengan konteks organisasi .
 Meningkatkan kemampuan sebagai sumber ide dan praktek dari pandangan
organisasi dan di intergrasikan kedalam dirinya.
 Meningkatkan mawas diri, otonomi dan percaya diri.

Kerugian mentorship

11
 Kesulitan / Problem untuk mentoring
 Memerlukan waktu
 Kesempatan dan biaya untuk karyawan
 Saat stress atau krisis konseling dibutuhkan
 Saat hubungan menjadi disfungsional

Toxic/racun Mentoring (bila proses mentoring tidak berjalan dengan baik) :


 Dumpers / sampah : tidak “mendapat” pada akhir proses
 Blockers / hambatan : menghindari pertemuan dengan orang yang dibutuhkan
 Destroyers / rusak: kegagalan yg berulang, menyebabkan terlihat tidak
penting, mencari kesalahan

Sejak tahun 2002 sampai dengan sekarang Jurusan Kebidanan sudah mulai
mengembangkan konsep mentrorship dalam Praktik Klinik Kebidanan III (PKK III)
pada semester V. Proses mentorship ini sangat berperan dalam pencapaian
kompetensi klinik pada peserta didik sebagai kandidat bidan, sehingga perlu perhatian
yang lebih lanjut oleh pihak institusi karena hasilnya sangat berpengaruh kepada
peserta didik sebagai integrasi dari hasil pengalaman yang diperolehnya. Dalam
rangka memperbaiki konsep mentoring yang telah ada, usulan untuk perbaikan dapat
melalui beberapa langkah/ strategi sebagai berikut :

Perbaikan Pra mentoring


Melakukan identifikasi terhadap personil yang akan menjadi mentor, meliputi
identifikasi persyaratan calon mentor, latar belakang pendidikan, pekerjaan,
tempat praktik dan kepribadian individu
Melakukan pelatihan/ refreshing untuk mentor lama atau baru secara berkala
--.membekali dengan issue-issue kebidanan terkini dalam rangka trasfer
knowledge serta menjalin kerja sama yang baik
Penejelasan dan kesepakatan tentang mentorship kepada para mentor  meminta
komitmen individu dari calon mentor untuk membimbing peserta didik institusi

12
pendidikan Poltekkes sebagai wujud bertanggung jawab moril terhadap profesi
dan generasi bidan di masa yang akan datang

Perbaikan Proses dalam melakukan mentoring, diantaranya dengan :


Persiapan Penempatan
Nama mentor sebaiknya dialokasikan untuk setiap mentee dengan penempatan
area dan total durasi penempatan. Rotasi libur tetap direncanakan, sehingga setiap
mentor mempunyai kesempatan untuk bekerja dengan mentee minimal 3 dari 5.
Pengenalan tempat Praktik
Sebelum masuk ke tempat praktek mentee harus sudah mendapatkan pelatihan
dalam penanganan kegawatdaruratan. Mengenalkan karakteristik tempat praktik.
Seluruh kegiatan selama PKK III harus tercatat dalam log book harian PKK yang
diketahui oleh mentor.
Interview dan Penilaian Kemajuan Peserta didik
Adanya kerja sama dan komunikasi yang baik antara pembimbing institusi/
penanggung jawab PKK III dengan mentor, sehingga penilaian terhadap
kemajuan peserta didik dapat dipantau terus menerus di awal, midterm dan akhir
proses mentoring.

Perbaikan Pasca Mentoring  dengan melakukan evaluasi


Harus adanya evaluasi terhadap pencapaian program PKK III, evaluasi dilakukan
oleh pihak institusi pendidikan yang dalam hal ini adalah penanggung jawab PKK
III. Pada prinsipnya evaluasi dan monitoring harus dilakukan melekat terhadap
pelaksanaan mentoring
Mentor seharusnya diundang untuk mengevaluasi pengalaman mereka dalam
memfasilitasi pengalaman pembelajaran dari mentee
Mentee harus diminta masukan dan evaluasi kondisi praktek yang telah dilalui
sebagai bagian dari proses audit pendidikan serta dalam rangka kendali mutu

4. Mengatur Strategi Pembelajaran Praktik Klinik

13
Pembelajaran klinik merupakan satu siklus yang menggambarkan proses
pembelajaran sistematis yang dilaksanakan sebagai kelanjutan pembelajaran teori
yang diberikan di kelas, dan laboratorium praktikum.
Dalam melakukan proses pembelajaran praktik klinik, hendaknya melalui
langkah-langkah yang terstruktur dan matang sehingga peserta didik diharapkan
benar-benar telah mampu untuk melakukan praktik di lahan. Siklus tersebut
merupakan gambaran yang berkesinambungan dan terus menerus harus dilalui oleh
peserta didik agar tercapai tujuan dari proses pendidikan. Langkah awal yang harus
dipersiapkan adalah peran dari institusi pendidikan dalam mempersiapkan mahasiswa
untuk melaksanakan praktik klinik Kebidanan meliputi kesiapan teori dan
laboratorium kemudian selanjutnya adanya koordinasi dan kerjasama yang baik
antara pembimbing institusi pendidikan dan institusi lahan praktik 8,9,10.

e. Persiapan Teori
Persiapan teori berupa kegiatan penggalian informasi teoritis dan
pengalaman peserta didik yang berkaitan dengan program pembelajaran klinik
yang akan dilaksanakan, termasuk informasi tentang lingkungan kerja di klinik
dimana peserta didik akan melaksanakan praktik klinik. Tugas institusi
pendidikanlah yang memegang peranan penting dalam mempersiapkan teori yang
dimiliki peserta didik. Tugas dosenlah sebagai manajer terdepan untuk melakukan

14
proses pembelajaran yang tepat kepada peserta didik dalam rangka transfer
knowledge. Penguatan dalam teori perlu dilakukan dosen agar tercipta
kemandirian berfikir peserta didik. Proses penyampaian teori pembelajaran yang
dilakukan dosen hendaknya meliputi kegiatan eksplorasi, elaborasi dan
konfirmasi.
Eksplorasi dengan melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas
dan dalam tentang topik/tema materi pembelajaran, menggunakan beragam
pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar lain.
Elaborasi sebagai kegiatan untuk membiasakan peserta didik membaca dan
menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna, memberi
kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak
tanpa rasa takut. Konfirmasi dengan memberikan umpan balik positif dan
penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap
keberhasilan peserta didik

b. Laboratorium
Pembelajaran di laboratorium merupakan proses pembelajaran yang
memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengaplikasikan teori dan
konseptual model yang mendukung pembelajaran praktikum di labotatorium.
Proses pembelajaran di laboratorium melalui berbagai metode praktikum harus
adanya kesesuaian antara demonstrasi, simulasi dan pemecahan masalah kasus
Kebidanan dengan peralatan yang dibutuhkan. Kegiatan ini dilaksanakan untuk
melatih keterampilan peserta didik dengan menggunakan alat peraga atau antar
peserta didik sampai tingkat kompeten di model. Laboratorium kelas akan sangat
memerlukan investasi yang besar bila kekuatannya adalah pada pemakaian alat-
alat yang canggih namun bila penguatan laboratorium kelas didasarkan pada
kemampuan pelatih maka investasi laboratorium kelas dapat dialihkan pada
investasi SDM melalui pelatihan-pelatihan yang berbasis kompetensi.
Pelatihan-pelatihan tersebut diharapkan dapat meningkatkan kualifikasi
dosen dalam rangka pelaksanaan proses pembelajaran laboratorium. Karena untuk
pengadaan sarana dan prasarana yang mendukung berupa model laboratorium

15
diperlukan sumber pendanaan yang cukup besar, dimana dalam hal ini di institusi
pendidikan Jurusan Kebidanan sering menjadi permasalahan terutama dalam hal
rasio model/ alat dengan jumlah mahasiswa. Sehingga investasi SDM melalui
pelatihan-pelatihan berbasis kompetensi dapat merupakan solusi terutama dalam
perencanaan jangka pendek sistem praktik klinik Kebidanan.

a. Pertemuan Pra Klinik


Pertemuan pra klinik merupakan kegiatan pembelajaran dimana
pembimbing memberikan informasi dan membahas kasus-kasus terpilih yang
tersedia di lahan praktik sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan (akuisisi,
kompeten dan profisien). Pada kesempatan ini juga di informasikan tentang
strategi pembimbingan, metoda dan sistem penilaian pembelajaran klinik yang
akan digunakan. Pertemuan klinik ini dilakukan oleh pembimbing institusi dan
atau pembimbing lahan praktik yang dilakukan dengan kesepakan dan koordinasi
yang baik.

b. Praktik Klinik
Praktik klinik adalah kegiatan pembelajaran klinik dengan menggunakan
target kompetensi yang harus dicapai oleh peserta didik pada situasi nyata sesuai
dengan waktu yang dijadualkan. Pembelajaran klinik ini memberi kesempatan
kepada peserta didik mendapatkan pengalaman nyata dalam mencapai kompetensi
yang dibutuhkan untuk pelaksanaan tugas-tugas tertentu. Dalam proses
pembelajaran klinik peserta didik mengembangkan tanggung jawab profesi,
berpikir kritis, kreatifitas, hubungan interpersonal, pemahaman terhadap profesi,
pemahaman aspek sosial budaya dan mengaplikasikan teori kedalam praktik
klinik.
Dalam pelaksanaan praktik klinik Kebidanan harus ada tanggung jawab
kedua belah pihak yakni antara pembimbing dan mahasiswa untuk mencapai
kompetensi yang diharapkan. Mahasiswa dituntut kreatifitas dan inisiatifnya
untuk melakukan praktik klinik yang diharapkan dibawah bimbingan dan
tanggung jawab pembimbing institusi Kebidanan dan lahan praktik. Sehingga

16
sudah menjadi kewajiban dan tanggung jawab profesi terutama bagi pembimbing
lahan untuk memfasilitasi seluruh kegiatan peserta didik di lahan praktik. Karena
itu diperlukan kesadaran tinggi dan tanggung jawab moril dari seorang
pembimbing lahan yang berperan sebagai preceptor dan mentor.

c. Pertemuan Pasca Praktik Klinik


Kegiatan ini dilaksanakan untuk mengevaluasi hasil praktik dan langsung
memberikan umpan balik kepada pesereta didik terhadap kegiatan
pembelajarannya. Kegiatan pasca klinik dilakukan untuk mengidentifikasi temuan
peserta didik, kemampuan dan pandangan –pandangan dasarkan pengalaman yang
diperoleh. Pada tahap ini pembimbing harus mampu memfasilitasi peserta didik
untuk merefleksikan pengalaman belajarnya dan mendiskusikan apa yang
diinterpretasikan peserta didik terhadap kejadian kritis dan keputusan klinik yang
dilakukannya. Pertemuan pasca klinik ini diperlukan dalam rangka penguatan dari
hasil pembelajaran klinik yang benar untuk pencapaian kompetensi selanjutnya.

d. Evaluasi dan Tindak lanjut


Pada tahap ini pembimbing melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan
praktik klinik khususnya terhadap pencapaian kompetensi yang ditetapkan dan
dapat memberikan umpan balik kepada institusi pendidikan dan lahan praktik.
Kegiatan ini diikuti oleh seluruh peserta didik dan pembimbing klinik.
Evaluasi dilakukan oleh pembimbing institusi dan pembimbing lahan,
penilaian tersebut harus bersifat objektif dan sesuai dengan kondisi dari peserta
didik. Evaluasi dilakukan secara bertahap terhadap setiap kompetensi yang
diharapkan dan dibuatnya suatu rencana tindak lanjut pembimbing terhadap
pencapaian peserta didik yang dapat berupa penugasan, pelaporan kasus atau
pelaporan latihan mandiri dalam rangka penguatanpada aspek kognitif dan
psikomotor.

Siklus pembelajaran klinik sebagai strategi untuk pencapaian pemahaman dan


kompetensi peserta didik tersebut harus dipahami dan dilakukan oleh setiap para

17
pembimbing (preseptor/ mentor) sehingga akan menimbulkan efek yang baik kepada
peserta didik, timbulnya kepercayaan akan kompetensi yang dimiliki, adanya daya
kreatifitas dan kemandirian pada peserta didik.
Menjadi tugas institusi pendidikanlah untuk melakukan sosialisasi kepada para
pembimbing (preseptor/ mentor) tentang konsep siklus pembelajaran klinik ini apabila
para pembimbing belum mngetahui/ memahami proses tersebut. Sosialisasi oleh
institusi pendidikan dapat dilakukan dengan pelatihan preseptoring/ mentoring yang
membahas mengenai topik tersebut.

5. Menggunakan Berbagai Metode Pembelajaran Klinik Yang Sesuai


Kebutuhan
Pembelajaran klinik menempatkan peserta didik pada situasi klinik yang
sesungguhnya dimana peserta didik dapat mengamati dan memperaktikan
keterampilan yang di butuhkan untuk mencapai standar kinerja yang di sepakati.
Pembimbing klinik memerlukan interaksi yang intensif antara pembimbing klinik
dengan peserta didik, interaksi seperti ini diperlukan untuk membantu peserta belajar
dan menerapkan pengetahuan khusus, prilaku positif dan mengembangkan
keterampilan serta pemecahan masalah klinik.
Keterampilan klinik dikembangkan melalui suatu proses yang disebut dengan
coaching. Proses coaching meliputi 3 fase :
1. Demonstrasi keterampilan klinik oleh pembimbing
2. Praktik keterampilan oleh peserta didik dibawah pengawasan langsung
pembimbing, pertama pada model dan dilanjutkan dengan klien
3. Evaluasi kompetensi keterampilan peserta didik oleh pembimbing.

Seorang pembimbing/ pembina (coach) efektif adalah seseorang memiliki yang


karakteristik sebagai berikut : sabar dan mendukung, memberikan pujian dan
penguatan positif, memperbaiki kesalahan peserta didik namun tetap
mempertahankan harga dirinya serta mendengarkan dan mengamati.

18
Dengan kata lain coach yang efektif adalah : fokus pada praktik, selalu
mendorong kerja sama, berusaha mengurangi kecemasan, memperkuat komunikasi
dua arah dan sebagai fasilitator dalam proses belajar.
Pendekatan pembelajaran yang efektif dirancang dan diselenggarakan sesuai dengan
prinsip-prinsip :
a. Belajar Orang Dewasa.
1) Dimulai dari pengalaman
2) Peserta didik memahami akan kebutuhan
3) Menggunakan metode yang bervariasi
4) Melakukan praktik menggunakan model anatomi.
5) Membudayakan pengulangan
6) Realistis
7) Menggunakan umpan balik positif

b. Behavior Modeling
1) Role Model
2) Gambaran jelas kinerja ( performance )

c. Competency Based Education


1) Penekanan pada pengelolaan perilaku
2) Memfasilitasi dan memotivasi peserta didik.
3) Standarisasi penilaian belajar, instrumen penilaian keterampilan.
4) Evaluasi kinerja

d. Humanistik
1) Memfasilitasi proses belajar dimulai pada model
2) Pembimbing memeragakan keterampilan
3) Peserta didik memperagakan keterampilan pada model sampai kompeten.
4) Peserta didik mempraktikan pada klien.

19
Tugas seorang pembimbinglah (pembimbing institusi pendidikan dan lahan)
untuk menerapkan metode pembelajaran klinik yang tepat dengan memperhatikan
hal-hal tersebut di atas. Peserta didik diperlakukan dengan konsep pembelajaran
andragogi (pembelajaran orang dewasa) agar dapat membentuk peserta didik sebagai
manusia yang seutuhnya, yang mempunyai kemandirian dan kepribadian dengan
melibatkan unsur kognisi, skill dan afeksi.

6. Menyiapkan Sarana dan prasarana


Sarana dan prasarana merupakan hal penting untuk menunjang proses
pembelajaran klinik baik kualitas maupun kuantitas, perlu adanya kerjasama dalam
pengelolaan antara institusi pendidikan dan institusi dilahan praktik.
Sarana yang diperlukan untuk tercapainya pembelajaran klinik diantaranya : Model
Anatomi ; panggul, boneka foetus, Check list / daftar tilik, Alat-alat medis/ intrumen
yang sesuai kebutuhan dan alat-alat habis pakai. Perlengkapan untuk melaksanakan
Universal Precaution/ Perlindungan menyeluruh dengan teknik pencegahan infeksi
yang benar. Sehingga tidak adanya kesenjangan antara kondisi pembelajaran dengan
kondisi yang ada di lapangan. Kondisi ini memang sulit untuk dilakukan
pemecahannya, namun dengan kerja sama yang baik antara institusi pendidikan dan
lapangan diharapkan tercipta kondisi pembelajaran yang kondusif.
Penekanan terhadap sarana dan prasarana yang tersedia di lapangan perlu
dilakukan, selain dalam rangka kesesuaian antara pembelajaran dengan praktik
nyatanya, juga diperlukan dalam rangka menjaga mutu institusi pelayanan serta
pencitraan yang baik umumnya bagi dunia kesehatan.
Issue-issue terkini perlu digulirkan sebagai strategi dari institusi pendidikan agar
pihak manajemen institusi pelayanan kesehatan memikirkan dan melakukan langkah
konkrit dalam rangka mengatasi keterbatasan sarana dan prasarana yang ada sehingga
institusi pelayanan kesehatan dapat menjalankan peran dan fungsinya terutama
meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak. Misalnya dengan mengadakan workshop/
seminar tentang kondisi Angka Kematian Ibu (AKI) di Jawa barat yang salah satu
faktornya karena terbatasnya fasilitas pelayanan kesehatan.

20
7. Melaksanakan Evaluasi/ Umpan Balik Untuk Melakukan Perbaikan.
Selama praktik klinik, pembimbing bertanggung jawab untuk memastikan
bahwa semua peserta didik mendapat kesempatan dan peluang belajar yang cukup
berlatih dengan klien, sehingga pada akhir praktik klinik peserta didik menguasai
keterampilan yang dibutuhkan dilakukan menggunakan daftar tilik.
Dalam pelaksanaan praktik klinik evaluasi/ penilaian pada suatu program
praktik harus dilakukan, karena ini standar dari suatu proses manajemen dan akan
berpengaruh terhadap luaran/ mutu institusi. Evaluasi harus dilakukan oleh
penanggung jawab praktik klinik dan pihak manajemen pendidikan,meliputi evaluasi
persiapan, proses dan hasil pelaksanaan yang berupa pencapaian kompetensi peserta
didik dan seluruh unsur-unsur penunjang pelaksanaan prkatik klinik (pendanaan,
tempat praktik dll). Evaluasi dilakukan secara sistematik dan terdokumentasikan
sehingga hasilnya dapat dijadikan sebagai unsur masukan bagi program praktik yang
akan datang

DAFTAR PUSTAKA

1. ________, Buku Panduan Praktik Klinik Kebidanan Mahasiswa. Jurusan Kebidanan


Politeknik Kesehatan Depkes 2004

2. ________, Buku Panduan Preseptor/ Mentor, Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan


Depkes , 2003

3. ________, Pelatihan Keterampilan Praktik Klinik, JNPK-KR, Jakarta 2003

21
4. _______, Kualifikasi Petugas Pelaksanaan dan Akreditasi Teknis Fasilitas Kesehatan.
JNPK-KR Jakarta, Depkes RI, 2007

5. _______, Pusdiknakes BPPSDM Panduan Pembelajaran Klinik D-III Kesehatan,


Jakarta 2004

6. ________, Efectif Teaching, A Guide For Education Health Providers, WHO &
JHPIEGO ( 2005 ) Geneva

7. Nursalam, Pendidikan Dalam Keperawatan, Penerbit Salemba, Jakarta 2009

8. http://bidankita.com/Sistim Pembelajaran Praktik Klinik Kebidanan Di Lahan Praktik


Bagi Mahasiswa Akademi Kebidanan, diunduh 02 Februari 2010

9.http://lukman54.wordpress.com/2008/06/16/peranan-ci-clinical-instructor-dalam-
pembelajaran-klinik/ diunduh 05 Februari 2010

10. White, Ruth and Ewan, Christine, Clinical Teaching in Nursing, Chapman and Hall,
London 1995

22

Anda mungkin juga menyukai