Disusun Oleh :
JUDUL JURNAL.....................................................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................................................
BAB I JURNAL YANG DIAMBIL........................................................................
A. Analisa Jurnal Penggunaan Obat Tradisional Indonesia Pada Ibu Nifas...............
B. Jenis Obat yang digunakan....................................................................................
C. Bentuk Obat Tradisional.......................................................................................
D. Cara Menggunakan Obat Tradisional....................................................................
E. Alasan Menggunakan Obat Tradisional................................................................
F. Khasiat Mengunnakan Obat Tradisional yang Dirasakan......................................
G. Efek Samping yang Dirasakan saat Menggunakan Obat Tradisional....................
BAB II DASAR TEORI...........................................................................................
A. Pengertian.....................................................................................................
B. Jenis- jenis Obat Tradisional Indonesia.......................................................
BAB III ANALISA JURNAL..................................................................................
A. Isi Jurnal.......................................................................................................
B. Hasil ............................................................................................................
C. Kelebihan .............................................................................................................
D. Kelemahan ...........................................................................................................
E. Saran.....................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................
BAB I
JURNAL YANG DIAMBIL
A. Pengertian
1. Obat
Obat adalah bahan atau zat yang berasal dari tumbuhan, hewan,mineral
maupun zat kimia tertentu yang dapat digunakan untuk mencegah,
mengurangi rasa sakit, memperlambat proses penyakit dan atau
menyembuhkan penyakit. Obat harus sesuai dosis agar efek terapi atau
khasiatnya bisa kita dapatkan.
2. Obat Tradisional
Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau
campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan
untuk pengobatanberdasarkan pengalaman (BPOM, 2014).
B. Jenis- jenis Obat Tradisional Indonesia
Adapun tahapan dari obat Herbal Indonesia yaitu Jamu, Obat Herbal
Terstandar dan Fitofarmaka. Perbedaan dari ketiga golaongan tersebut
adalah : Jamu merupakan tanaman yang secara turun temurun digunakan
sebagai obat-obatan di masyarakat berbasis empiris. Bahan baku tidak
distandarisasi dan hanya pengobatan diri sendiri. Lalu Obat herbal terstandar/
OHT merupakan tingkatan tinggi dari jamu yang sudah dilakukan pengujian
preklinik, ada standarisasi bahan tteapi masih untuk pengobatan diri sendiri.
Yang terakhir yaitu fitofarmaka merupakan OHT yang sudah dilakukan uji
klinik, standarisasi obat dan sudah untuk pelayanan umum.(Dr. dr. EM
Sutrisna, 2016)
1. Jamu
a. Pengertian Jamu
Jamu di Indonesia biasa digunakan sebagai obat herbal atau hasil
meramu bahan-bahan yang berasal dari alam dan memiliki khasiat
untuk kesehatan. Jamu tidak hanya berfungsi sebagai obat, tetapi juga
untuk menjaga kebugaran tubuh dan mencegah dari penyakit. Jamu juga
biasa digunakan untuk membantu meningkatkan nafsu makan bagi
anak-anak.Jamu juga dapat disebut obat rumahan karena biasanya
dibuat sendiri di rumah dari bahan-bahan yang ada di sekitar, yaitu
kunyit, kencur, jahe, lengkuas, dan jenis rimpang atau tanaman lainnya.
b. Sejarah Jamu
Jamu telah ada sejak zaman nenek moyang, tetapi tidak banyak data
yang didokumentasikan secara tertulis. Selama ini jamu hanya
diwariskan secara lisan. Dalam buku The Power of Jamu proses
dokumentasi jamu dibagi dalam lima periode, yaitu:
1) Periode Prasejarah
Berdasarkan penelitian, ditemukan fosil manusia tertua di
Ethiopia pada tahun 1967. Penemu fosil terbut adalah Arambourg
dan Coppens. Fosil manusia tertua tersebut diberi nama sementara
Paraustralopithecus aethopicus. Diperkirakan manusia jenis ini juga
pernah tinggal di Indonesia. Pada masa selanjutnya ada genus
manusia lebih modern yang pernah mendiami Indonesia, yaitu
Pithecantropus. Di Indonesia jenis manusia ini diwakili oleh
Pithecantropus erectus yang terdiri atas empat laki-laki dan dua
perempuan serta Pithecantropus soloensis yang terdiri atas lima laki-
laki dan tujuh perempuan. Pithecantropus di Indonesia jumlahnya
terlalu sedikit untuk dapat mengetahui penggunaan biomedisin
sebagai terapi pengobatan.Manusia purba pada masanya juga
dijangkiti oleh penyakit yang beraneka ragam. Saat penelitian
ditemukan bahwa Pithecantropus erectus menderita exostosis pada
femurnya yang mungkin didahului oleh inflamasi. Hal itu dapat
disimpulkan bahwa berbagai golongan penyakit juga sudah ada
buktinya sejak zaman Neolitik. Penyakit-penyakit tersebut,antara
lain ialah penyakit genetik dan konginetal, penyakit neoplastis,
penyakit infeksi dan parasit, penyakit traumatis, penyakit
metabolisme dan penyakit degeneratif.
2) Periode Sebelum Kolonial (Sebelum Tahun 1600)
Pada abad ke-8 ditemukan bukti mengenai penggunaan tanaman
secara internal (oral) dan eksternal (topikal). Tahun 825M pada
dinding candi Borobudur terdapat relief pohon Kalpataru, yakni
pohon mitologis yang melambangkan ‘kehidupan abadi’. Pada relief
tersebut di bawah pohon Kalpataru terdapat orang sedang
menghancurkan bahan-bahan untuk pembuatan jamu. Selain itu,
pada dinding candi Borobudur juga ditemukan relief perempuan
yang sedang mencampur tanaman untuk pemulihan dan perawatan
tubuh. Dokumen lama atau naskah kuno lain ditemukan di Bali yang
ditulis pada daun lontar kering. Pada umumnya ditulis dalam bahasa
Sanskerta atau bahasa Jawa kuno. Sebagai contoh istilah usada atau
usadi yang berarti ‘obat’, ditemukan dalam kitab Kakawin
Ramayana, sarga 1–9 tahun 898–910 M. Pada tahun 1460–1550M,
Dan Hyang Dwijendara, seorang yang memiliki pengetahuan tentang
pengobatan tradisional, telah mengembangkan sistem pengobatan
yang disebut Agen Balian Sakti.
3) Periode Kolonial (Tahun 1600-1942)
Masyarakat suku Jawa menulis resep jamu obat tradisional dari
tanaman dan dikenal sebagai Serat atau Primbon. Salah satu yang
terkenal adalah Serat Centhini yang didokumentasikan oleh Kanjeng
Gusti Pangeran Adipati Anom Amengkunegara III, Pangeran Sunan
Pakubuwono IV (1788—1820). Selain itu, ada naskah-naskah kuno
lain yang menceritakan tanaman obat Jawa, seperti Serat Kawruh
Bab “Jampi-Jampi” yang diterbitkan tahun 1831, Serat Wulang
Wanita (Paku Buwono IX), Candra Rini (Mangku Negara IV, 1792),
buku Nawaruci Paraton, dll.
4) Periode Jepang (Tahun 1942-1945)
Seminar pertama tentang jamu diselenggarakan di Solo pada
tahun 1940. Setelah itu dilanjutkan dengan pembentukan Panitia
Jamu Indonesia yang dipimpin oleh Prof. Dr. Sato, Kepala Jawatan
Kesehatan Rakyat. Panitia ini bertugas untuk mengimbau para
pengusaha jamu secara sukarela mendaftarkan resep pribadi mereka
untuk diperiksa dan dinilai oleh Jawatan Kesehatan Rakyat. Pada
akhir tahun 1944, diumumkan beberapa tanaman obat terpilih pada
harian Asia Raya, antara lain biji kopi dan daun pepaya untuk
disentri, daun ketepeng, kulit batang pule, daun sirih, bunga
belimbing wuluh, dan cengkih untuk penyakit TBC.
5) Periode Kemerdekaan
Bung Karno memberikan perhatian yang cukup besar dalam
pengembangan obat tradisional. Tahun 1965 ketika berpidato pada
Dies Natalis Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, presiden
memperkenalkan enam orang sinse dari Cina yang khusus
didatangkan untuk mengobati penyakit ginjal yang dideritanya.Pada
tahun 1949, seorang staf pengajar farmakologi di Universitas
Indonesia membuat laporan daftar tanaman berkhasiat pengganti
obat impor, antara lain johar, kecubung, upas raja, kolkisin, dan lidah
buaya. Kemudian pada tahun 1950, Werkgroep voor Minidinale
Plante didirikan untuk memfasilitasi penelitian-penelitian tanaman
obat di Indonesia. (Army, 2018)
c. Ramuan dan Manfaat Jamu
Indonesia memiliki kekayaan hayati melimpah yang biasa
dijadikan bahan-bahan untuk mengolah jamu. Akan tetapi, ada jenis
tanaman yang merupakan bahan utama untuk membuat jamu yang biasa
dikonsumsi. Tanaman tersebut merupakan anggota keluarga
Zingerberaceae. Beberapa jenis tanaman yang termasuk dalam keluarga
ini adalah jahe, kunyit, kencur, dan lengkuas. Tanaman ini memiliki
khasiat masing-masing dan diolah menjadi beberapa jenis jamu yang
berbeda.
Tanaman keluarga Zingerberaceae merupakan jenis tanaman yang
mudah ditemukan di sekitar. Beberapa kalangan membudidayakan
jenis-jenis tanaman ini dan disebut sebagai tanaman obat keluarga
(TOGA). Jenis tanaman keluarga Zingerberaceae mudah tumbuh dan
perawatannya tidak sulit. Penanamannya dapat langsung di tanah atau
memanfaatkan wadah seperti pot atau polybag (jenis plastik untuk
menanam tanaman). Keberadaan tanaman obat keluarga yang
mencakup jahe, kunyit, kencur, dan lengkuas menjadikan jamu disebut
juga obat rumahan. Tanaman-tanaman obat tersebut dicampur dengan
bahan-bahan yang tersedia di dalam rumah, seperti garam, gula, dan
berbagai jenis rempah-rempah.
1) Jahe/ Zingiber Officinale
Jahe (Zingiber officinale) merupakan anggota keluarga
Zingerberaceae yang paling terkenal. Sejak lama jahe telah
digunakan untuk menghangatkan tubuh. Masyarakat Indonesia juga
menggunakan jahe untuk meningkatkan nafsu makan, mencegah
mual, dan membantu meringankan reumatisme. Jahe yang ditumbuk
juga dapat digunakan untuk meringankan rasa gatal dan mengobati
luka. Campuran jahe dengan garam dapat digunakan untuk
penangkal racun dari gigitan ular. Jahe untuk menghangatkan tubuh,
di antaranya dibuat minuman. Salah satunya adalah wedang jahe.
Wedang dalam bahasa Jawa berarti ‘minuman’. Mengonsumsi
wedang jahe selain untuk menghangatkan tubuh, juga dapat
bermanfaat untuk meredakan masuk angin. Jahe masuk dalam buku
pengobatan herbal di negara Barat sebagai ramuan untuk mencegah
morning sickness atau rasa mual yang dialami oleh wanita pada
triwulan awal kehamilan.
2) Kunyit/ Curcuma Domestica
Kunyit (Curcuma domestica) merupakan jenis tanaman yang
telah digunakan sejak lama di Indonesia. Ribuan tahun yang lalu
masyarakat telah menggunakan kunyit sebagai bahan memasak.
Kunyit memiliki fungsi sebagai pewarna alami, yaitu warna
kuning. Sebagai salah satu bahan untuk membuat jamu, kunyit
memiliki khasiat antibakteri, antijamur, dan antivirus. Kunyit
memiliki kandungan senyawa kimia curcumin yang memiliki
khasiat untuk meredakan inflamasi, seperti bengkak dan nyeri.
3) Kencur/ Kaempferiagalanga
Kencur (Kaempferia galanga) merupakan tanaman yang juga
memiliki fungsi untuk menghangatkan tubuh. Selain itu, kencur
bermanfaat untuk meredakan demam, encok, sakit perut, dan
bengkak.
4) Lengkuas/ Languas Galanga
Lengkuas (Languasgalanga) merupakan salah satu tanaman
yang telah digunakan di dunia pengobatan sejak sekitar abad ke-6.
Tanaman ini masuk ke Indonesia pertama kali di daerah
Palembang, Sumatra Selatan. Menurut penjelasan Marco Pollo,
orang-orang Jawa baru menanam dan memperjualbelikan lengkuas
pada abad ke-13. Lengkuas diolah dalam bentuk jamu yang disebut
kudu laos. Jamu ini memiliki fungsi untuk masalah lambung,
masuk angin, dan untuk meningkatkan nafsu makan. Selain itu,
terdapat juga ramuan yang terdiri atas lengkuas, daun lengkuas, dan
merica putih. Manfaat dari ramuan ini baik digunakan untuk orang
yang memiliki masalah kulit seperti herpes.(Army, 2018)
2. OHT/ Obat Herbal Terstandar
Jamu dapat dinaikkan kelasnya menjadi herbal terstandar dengan
syarat bentuk sediaannya berupa ekstrak dengan bahan dan proses
pembuatan yang terstandarisasi. Disamping itu herbal terstandar harus
melewati uji praklinis seperti uji toksisitas (keamanan), kisaran dosis,
farmakodinamik (kemanfaatan) dan teratogenik (keamanan terhadap
janin). Uji praklinis meliputi in vivo dan in vitro Riset in vivo dilakukan
terhadap hewan uji seperti mencit, tikus ratus-ratus galur, kelinci atau
hewan uji lain. Sedangkan in vitro dilakukan pada sebagian organ yang
terisolasi, kultur sel atau mikroba. Riset in vitro bersifat parsial, artinya
baru diuji pada sebagian organ atau pada cawan petri. Tujuannya untuk
membuktikan klaim sebuah obat. Setelah terbukti aman dan berkhasiat,
bahan herbal tersebut berstatus herbal terstandar. Berdasarkan keputusan
BPOM obat tradsional yang didaftarkan sebagai Obat HerbalTerstandar
harus memenuhi kriteria sebagai berikut: Aman sesuai dengan persyaratan
yang ditetapkan, Klaim kasiat dibuktikan secara ilmiah/pra klinik, Telah
dilakukan standardisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam
produk jadi, Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku. (dr. Christyaji
Indradmojo, 2016)
3. Fitofarmaka
Menurut peraturan menteri kesehatan Indonesia Nomor
760/MENKES/PER/IX/1992 tentang fitofarmaka menyebutkan bahwa
Fitofarmaka adalah sediaan obat dan obat tradisional yang telah dibuktikan
keamanan dan khasiatnya bahan bakunya terdiri dari simplisia atau sediaan
galenik yang telah memenuhi persyaratan yang berlaku. Fitofarmaka oleh
pemerintah disetarakan dengan obat modern karena: Proses pembuatannya
yang telah terstandar, Ditunjang bukti ilmiah s/d uji klinik pada manusia
dengan kriteria- memenuhi syarat ilmiah, Protokol uji yang telah disetujui,
Dilakukan oleh pelaksana yang kompeten, Memenuhi prinsip etika,
Tempat pelaksanaan uji memenuhi syarat. (dr. Christyaji Indradmojo,
2016)
BAB III
ANALISA JURNAL
A. Isi Jurnal
Masyarakat Indonesia sudah sejak zaman dahulu kala menggunakan ramuan
obat tradisional Indonesia sebagai upaya pemeliharaan kesehatan, pencegahan
penyakit, dan perawatan kesehatan. Bagi masyarakat Desa Sungai Kitano Kecamatan
Martapura Timur bahwa tradisi kepercayaan terhadap penggunaan obat herbal dalam
jangka panjang akan menjamin khasiat dan keamanannya seperti salah satu contoh
dalam peggunaan obat tradisional selama masa nifas.
Jenis obat tradisional yang digunakan oleh ibu nifas didesa Sungai Kitano
terdiri dari berbagai macam bahan tanaman seperti serai, ragi 40, kencur, kunyit,
sirih, pandan, asam jawa, akar kujajing, tembora dan wadak panas. Jenis fitofarmaka
seperti Jamu Sari Ayu dan Jamu Jago. Ditemukan 3 bentuk obat tradisional yang
digunakan masyarakat di Desa Sungai Kitano yaitu rajangan, campuran dan serbuk.
Dan ditemukannya juga beberapa cara menggunakan obat tradisional yaitu dengan
cara diminum dan campuran dari cara-cara yang lain seperti disiram, dioles, dan
ditempel.
Menurut masyarakat di Desa Sungai Kitano menggunakan obat tradisional itu
dijadikan kebiasan yang lambat laun tidak hanya dilakukan oleh perorangan namun
menjalar kepada banyak orang sehingga kebanyakan ibu nifas mengulang kembali
pengalaman yang pernah mereka rasakan pada saat menggunakan obat tradisional
pada masa nifas.
Dari hasil wawancara masyarakat di Desa Suku Kitano ditemukan bahwa ada
11 macam khasiat yang dirasakan pada saat menggunakan obat tradisional pada ibu
nifas seperti mempercepat masa nifas, badan terasa enak, menambah nafsu makan,
merapatkan jalan lahir, menghangatkan ASI, darah nifas tidak berbau, badan terasa
hangat, menyembuhkan bengkak pada kaki, tidak bau badan, supaya tidak gatal dan
bengkak dan mengurangi rasa sakit.
Ditemukan 3 efek samping yang dirasakan responden pada saat menggunakan
obat tradisional pada ibu nifas, yaitu ada merasakan efek samping perih pada bekas
luka jalan lahir saat menggunakan obat tradisional rebusan daun sirih yang
disiramkan pada bekas luka tersebut, tetapi perih yang dirasakan bukan berasal dari
penggunaan obat tradisional tersebut, merasakan efek samping mual saat
menggunakan obat tradisional serai dengan cara ditumbuk kemudian diminum airnya
ada umumnya jamu dianggap tidak beracun dan tidak menimbulkan efek samping
dan merasakan efek samping BAB keras saat menggunakan obat tradisional
berbentuk fitofarmaka (sari ayu) dengan cara diseduh dengan air hangat dan
diminum, tetap di dalam kemasan jamu sari ayu tidak didapatkan informasi
mengenai efek samping tersebut. Efek samping BAB keras yang dirasakan oleh 1
responden bisa disebabkan oleh kurangnya asupan sayuran dan buah pada masa nifas
karena responden mengatakan jarang makan sayur dan buah pada saat nifas.
B. Hasil
Berdasarkan hasil penelitian tentang perilaku penggunaan obat tradisional pada
ibu nifas di Desa Sungai Kitano Kecamatan Martapura Timur, diperoleh kesimpulan
yaitu :
1. Karakteristik Responden seperti yang digunakan sebagaian responden berumur
20-35 tahun sebanyak 37 orang (80,4%), semua responden merupakan ibu rumah
tangga (100%), sebagian besar responden merupakan lulusan pendidikan dasar
sebanyak 43 orang (93,5%), sebagian besar responden memiliki jumlah anak 2 –
4 orang anak sebanyak 32 orang (69,6%)
2. Jenis obat tradisional pada ibu nifas yang banyak digunakan adalah jamu
sebanyak 37 orang (80,4%).
3. Bentuk obat tradisional yang banyak digunakan responden adalah rajangan
sebanyak 28 orang (61%).
4. Cara menggunakan obat tradisional yang banyak dipakai adalah dengan cara
diminum sebanyak 31 orang (67,4%).
5. Alasan terbanyak responden menggunakan obat tradisional adalah karena adat/
kebiasaan orang tua sebanyak 28 orang (60,9%).
6. Obat tradisional yang digunakan ibu nifas dianggap memberikan khasiat kepada
46 orang responden (100%).
7. Obat tradisional yang digunakan ibu nifas tidak menimbulkan efek samping
terhadap 42 orang responden (91,3%)
C. Kelebihan
D. Kelemahan
E. Saran
Berdasarkan jurnal penelitian yang saya baca, penulis memberikan saran agar
menjadi bahan evaluasi, sebagai berikut :
1. Perlu adanya penelitian lanjutan untuk mengetahui khasiat tanaman obat tersebut
dan kandungan kimia sehingga perlu dilakukannya uji fitokimia pada setiap jenis
tanaman obat.
2. Perlu adanya penelitian mendalam untuk mengetahui cara pemakaian yang benar
agar terjamin keamanan kesehatan pengunanya.
DAFTAR PUSTAKA