Anda di halaman 1dari 18

JURNAL

INDONESIAN TRADITIONAL MEDICINE


(Perilaku Penggunaan Obat Tradisional pada Ibu Nifas di Desa
Sungai Kitano Kecamatan Martapura Timur Kabupaten Banjar)

Disusun Oleh :

Erica Nur Afifah 205401446116


Eni Kholifah 205401446129
Syifa Fauziah 205401446
Syifa Nur Amalia 205401446

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI D-IV KEBIDANAN
UNIVERSITAS NASIONAL
JAKARTA 2020
DAFTAR ISI

JUDUL JURNAL.....................................................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................................................
BAB I JURNAL YANG DIAMBIL........................................................................
A. Analisa Jurnal Penggunaan Obat Tradisional Indonesia Pada Ibu Nifas...............
B. Jenis Obat yang digunakan....................................................................................
C. Bentuk Obat Tradisional.......................................................................................
D. Cara Menggunakan Obat Tradisional....................................................................
E. Alasan Menggunakan Obat Tradisional................................................................
F. Khasiat Mengunnakan Obat Tradisional yang Dirasakan......................................
G. Efek Samping yang Dirasakan saat Menggunakan Obat Tradisional....................
BAB II DASAR TEORI...........................................................................................
A. Pengertian.....................................................................................................
B. Jenis- jenis Obat Tradisional Indonesia.......................................................
BAB III ANALISA JURNAL..................................................................................
A. Isi Jurnal.......................................................................................................
B. Hasil ............................................................................................................
C. Kelebihan .............................................................................................................
D. Kelemahan ...........................................................................................................
E. Saran.....................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................
BAB I
JURNAL YANG DIAMBIL

A. Analisa Jurnal Penggunaan Obat Tradisional Indonesia Pada Ibu Nifas


Masyarakat Indonesia sudah sejak zaman dahulu kala menggunakan ramuan obat
tradisional Indonesia sebagai upaya pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit,
dan perawatan kesehatan. Perkembangan pelayanan kesehatan tradisional
menggunakan ramuan ini kian pesat, terbukti dari hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2010 bahwa persentase penduduk Indonesia yang pernah
mengonsumsi jamu sebanyak 59,12% yang terdapat pada kelompok umur di atas 15
tahun, baik laki-laki maupun perempuan, di pedesaan maupun di perkotaan, dan
95,60% merasakan manfaatnya.
Kecenderungan masyarakat memilih ramuan tradisional didasarkan pada alasan-
alasan yaitu sebagai berikut: harganya relatif lebih murah dibanding obat-obat
modern sehingga terjangkau oleh masyarakat luas meskipun obat-obatan modern
terbukti kemanjurannya. Bahan-bahannya mudah diperoleh di lingkungan sekitar
tempat tinggal, proses pembuatan dan peralatan yang digunakan lebih sederhana, dan
efek samping negatif lebih kecil karena tidak menggunakan bahan kimia. Selain itu
obat tradisional juga dapat digunakan sebagai upaya promotif dan preventif yaitu
untuk menjaga maupun mengobati kondisi badan agar selalu dalam keadaan fit dan
prima.
Bagi masyarakat Jawa dan Madura, obat tradisional lebih dikenal dengan sebutan
jamu, baik dalam bentuk rajangan maupun bentuk serbuk siap diseduh. Jamu
merupakan ramuan tradisional sebagai salah satu upaya pengobatan yang telah
dikenal luas dan dimanfaatkan oleh masyarakat dengan tujuan: mengobati penyakit
ringan, mencegah datangnya penyakit, menjaga ketahanan dan kesehatan tubuh.
Kebiasaan minum jamu banyak ditemukan pada masyarakat jawa baik pada ibu
hamil, melahirkan maupun pasca melahirkan (nifas).
Pengunaan obat-obat herbal dan tradisional menimbulkan kekhawatiran terkait
keamanannya. Adanya kekeliruan persepsi pemahaman alami berarti aman. Tradisi
kepercayaan secara umum bahwa penggunaan obat herbal dalam jangka panjang
akan menjamin khasiat dan keamanannya. Pada jurnal ini, mengatakan mereka
masih mempercayai akan khasiat obat tradisional. Contohnya, tumbuhan serai yang
diparut dicampuri dengan air garam kemudian disiramkan pada bekas luka jalan
lahir, daun sirih yang direbus kemudian didinginkan airnya, jahe yang direbus lalu
diminum airnya dan yang berbentuk jamu racikan yang mereka percaya obat-obataan
tradisional tersebut dapatkan membersihkan rahim dari sisa-sisa bekuan darah yang
tertinggal dan membantu mempercepat proses penyembuhan luka jalan lahir dan
merapatkan bekas luka jalan lahir. Mereka juga percaya obat tersebut dapat
menyegarkan dan menyehatkan tubuh. Untuk melihat bagaimana ibu - ibu di Desa
Sungai Kitano Kecamatan Martapura Timur Kabupaten Banjar menggunakan obat
tradisional selama masa nifas perlu dilakukan penelitian tentang perilaku
penggunaan obat tradisional pada ibu nifas.
B. Jenis Obat yang digunakan
Jenis jamu yang digunakan oleh ibu nifas terbuat dari berbagai macam bahan
tanaman seperti serai, ragi 40, kencur, kunyit, sirih, pandan, asam jawa, akar
kujajing, tembora dan wadak panas. Jenis fitofarmaka seperti Jamu Sari Ayu dan
Jamu Jago.
Menurut masyarakat Desa Sungai Kitano obat tradisional serai berguna untuk
mempercepat masa nifas menyebutkan bahwa tanaman serai juga bermanfaat untuk
anti radang, menghilangkan rasa sakit dan melancarkan sirkulasi darah. Manfaat lain
untuk menghilangkan sakit kepala, otot, nyeri lambung, haid tidak teratur dan
bengkak setelah melahirkan. Akar tanaman serai digunakan sebagai peluruh air seni,
peluruh keringat, peluruh dahak, penghangat badan. Daun serai digunakan sebagai
peluruh angin perut, penambah nafsu makan, pengobatan pasca persalinan, penurun
panas dan pereda kejang. Menurut masyarakat Desa Sungai Kitano, Ragi berguna
untuk menyegarkan badan, menambah nafsu makan, menyembuhkan rasa sakit- sakit
pada badan dan mempercepat masa nifas.
Tentang ramuan pasca persalinan, setiap kebudayaan memiliki kepercayaan
mengenai berbagai ramuan atau bahan obat-obatan yang dapat digunakan pada saat
nifas. Umumnya bahan obat-obatan itu terdiri dari ramu-ramuan yang diracik dari
berbagai tumbuh-tumbuhan, seperti daun- daunan, akar-akar, atau bahan lainnya
yang diyakini berkhasiat sebagai penguat tubuh. Dari hasil, obat tradisional berbahan
kencur di Desa Sungai Kitano mereka percayai bisa menghangatkan ASI dan
menghangatkan perut.
C. Bentuk Obat Tradisional
Ditemukan 3 bentuk obat tradisional yang digunakan masyarakat Desa Sungai
Kitano yaitu Rajangan, Campuran dan Serbuk. Rajangan adalah bentuk obat
tradisional berupa potongan simplisia atau campuran simplisia dengan sediaan
galenik, yang penggunaannya dilakukan dengan pendidihan atau penyeduhan dengan
air panas. Rajangan menjadi bentuk obat tradisional yang paling banyak digunakan
di Desa Sungai Kitano karena memang merupakan sebagian adat atau tradisi dan
sudah terbukti manfaatnya.
D. Cara Menggunakan Obat Tradisional
Pada penggunaan obat tradisional pada ibu nifas ditemukan beberapa cara
menggunakan obat tradisional pada masyarakat sungai kitano yaitu dengan cara
diminum, dan campuran dari cara-cara yang lain seperti disiram, dioles, dan
ditempel. Hasil penelitian ini serupa dengan hasil penelitian Paryono dalam
penelitiannya yang berjudul Kebiasaan Konsumsi Jamu Untuk Menjaga Kesehatan
Tubuh Pada Saat Hamil dan Setelah Melahirkan di Desa Kajoran Klaten Selatan,
bahwa cara menggunakan obat tradisional dengan diminum sering dilakukan oleh
ibu- ibu di Wilayah Desa Kajoran yakni 35 dari 40 orang ibu menyusui dengan
maksud untuk meningkatkan ASI. Berdasarkan wawancara alasan ibu nifas yang
menggunakan obat tradisional di Desa Sungai Kitano cara diminum adalah
merupakan cara yang mudah dan praktis.
E. Alasan Menggunakan Obat Tradisional
Menurut para ahli adat istiadat adalah kumpulan tata kelakuan yang kekal dan
turun temurun dari generasi kegenerasi lain sebagai warisan sehingga kuat
integrasinya dengan pola- pola prilaku masyarakat. Secara harfiah kebiasaan
memiliki arti pengulangan sesuatu secara terus menerus dalam kegiatan yang sama,
kebiasan yang lambat laun tidak hanya dilakukan oleh perorangan namun menjalar
kepada banyak orang bahkan dalam suatu daerah akan membentuk adat. Keluarga
memiliki peran penting dalam memberikan informasi mengenai obat tradisional.
Keluarga merupakan sekumpulan orang yang hidup bersama dalam tempat tinggal
yang sama, keluarga merupakan pihak terdekat responden sehingga dari keluarga
inilah responden mendapat informasi tentang obat tradisional dan alasan ibu nifas
menggunakan obat tradisional.
Pengalaman dapat diartikan sebagai sesuatu yang pernah dialami, dijalani,
maupun dirasakan baik sudah lama maupun yang baru saja terjadi.Pengalaman yang
baik telah dirasakan oleh ibu nifas di Desa Sungai Kitano, sehingga kebanyakan ibu
nifas mengulang kembali pengalaman yang pernah mereka rasakan pada saat
menggunakan obat tradisional pada masa nifas.
F. Khasiat Mengunnakan Obat Tradisional yang Dirasakan
Dari hasil wawancara ditemukan bahwa ada 11 macam khasiat yang dirasakan
pada saat menggunakan obat tradisional pada ibu nifas yaitu:
1. Mempercepat masa nifas.
2. Badan terasa enak.
3. Menambah nafsu makan
4. Merapatkan jalan lahir
5. Menghangatkan ASI.
6. Darah nifas tidak berbau
7. Badan terasa hangat.
8. Menyembuhkan bengkak pada kaki.
9. Tidak bau badan.
10. Supaya tidak gatal dan bengkak
11. Mengurangi rasa sakit.
Kebiasaan konsumsi jamu untuk menjaga kesehatan tubuh pada saat hamil dan
setelah melahirkan Didesa Kajoran Klaten Selatan diperoleh hasil bahwa
mengkonsumsi jamu berkhasiat untuk menghilangkan gangguan saat hamil seperti
mual dan muntah, dan pada ibu nifas menghilangkan gangguan saat menyusui.
G. Efek Samping yang Dirasakan saat Menggunakan Obat Tradisional
Ditemukan 3 efek samping yang dirasakan responden pada saat menggunakan
obat tradisional pada ibu nifas, yaitu ada merasakan efek samping perih pada saat
menggunakan obat tradisional daun sirih yang digunakan dengan cara direbus
dengan air kemudian didinginkan lalu disiramkan pada bekas luka jalan lahir,
merasakan efek samping BAB keras saat menggunakan obat tradisional berbentuk
fitofarmaka (sari ayu) dengan cara diseduh dengan air hangat dan diminum dan
merasakan efek samping mual saat menggunakan obat tradisional serai dengan cara
ditumbuk kemudian diminum airnya.
Efek samping adalah pengaruh atau gejala negatif yang timbul pada saat
menggunakan obat tradisional pada masa nifas. Efek samping perih pada bekas luka
jalan lahir saat menggunakan obat tradisional rebusan daun sirih yang disiramkan
pada bekas luka tersebut, menunjukkan bahwa perih yang dirasakan bukan berasal
dari penggunaan obat tradisional tersebut.
Pada umumnya jamu dianggap tidak beracun dan tidak menimbulkan efek
samping, dan didapatkan hasil gangguan setelah melahirkan oleh ibu-ibu Desa
Kajoran pada umumnya meliputi: mules-mules, nyeri perut, nyeri jalan lahir, takut,
cemas dan perut berkerut.
Dalam kemasan jamu sari ayu tidak didapatkan informasi mengenai efek samping
tersebut. Efek samping BAB keras yang dirasakan oleh 1 responden bisa disebabkan
oleh kurangnya asupan sayuran dan buah pada masa nifas karena responden
mengatakan jarang makan sayur dan buah pada saat nifas. (Faizah Wardhina, 2019)
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
1. Obat
Obat adalah bahan atau zat yang berasal dari tumbuhan, hewan,mineral
maupun zat kimia tertentu yang dapat digunakan untuk mencegah,
mengurangi rasa sakit, memperlambat proses penyakit dan atau
menyembuhkan penyakit. Obat harus sesuai dosis agar efek terapi atau
khasiatnya bisa kita dapatkan.
2. Obat Tradisional
Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau
campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan
untuk pengobatanberdasarkan pengalaman (BPOM, 2014).
B. Jenis- jenis Obat Tradisional Indonesia
Adapun tahapan dari obat Herbal Indonesia yaitu Jamu, Obat Herbal
Terstandar dan Fitofarmaka. Perbedaan dari ketiga golaongan tersebut
adalah : Jamu merupakan tanaman yang secara turun temurun digunakan
sebagai obat-obatan di masyarakat berbasis empiris. Bahan baku tidak
distandarisasi dan hanya pengobatan diri sendiri. Lalu Obat herbal terstandar/
OHT merupakan tingkatan tinggi dari jamu yang sudah dilakukan pengujian
preklinik, ada standarisasi bahan tteapi masih untuk pengobatan diri sendiri.
Yang terakhir yaitu fitofarmaka merupakan OHT yang sudah dilakukan uji
klinik, standarisasi obat dan sudah untuk pelayanan umum.(Dr. dr. EM
Sutrisna, 2016)
1. Jamu
a. Pengertian Jamu
Jamu di Indonesia biasa digunakan sebagai obat herbal atau hasil
meramu bahan-bahan yang berasal dari alam dan memiliki khasiat
untuk kesehatan. Jamu tidak hanya berfungsi sebagai obat, tetapi juga
untuk menjaga kebugaran tubuh dan mencegah dari penyakit. Jamu juga
biasa digunakan untuk membantu meningkatkan nafsu makan bagi
anak-anak.Jamu juga dapat disebut obat rumahan karena biasanya
dibuat sendiri di rumah dari bahan-bahan yang ada di sekitar, yaitu
kunyit, kencur, jahe, lengkuas, dan jenis rimpang atau tanaman lainnya.
b. Sejarah Jamu
Jamu telah ada sejak zaman nenek moyang, tetapi tidak banyak data
yang didokumentasikan secara tertulis. Selama ini jamu hanya
diwariskan secara lisan. Dalam buku The Power of Jamu proses
dokumentasi jamu dibagi dalam lima periode, yaitu:
1) Periode Prasejarah
Berdasarkan penelitian, ditemukan fosil manusia tertua di
Ethiopia pada tahun 1967. Penemu fosil terbut adalah Arambourg
dan Coppens. Fosil manusia tertua tersebut diberi nama sementara
Paraustralopithecus aethopicus. Diperkirakan manusia jenis ini juga
pernah tinggal di Indonesia. Pada masa selanjutnya ada genus
manusia lebih modern yang pernah mendiami Indonesia, yaitu
Pithecantropus. Di Indonesia jenis manusia ini diwakili oleh
Pithecantropus erectus yang terdiri atas empat laki-laki dan dua
perempuan serta Pithecantropus soloensis yang terdiri atas lima laki-
laki dan tujuh perempuan. Pithecantropus di Indonesia jumlahnya
terlalu sedikit untuk dapat mengetahui penggunaan biomedisin
sebagai terapi pengobatan.Manusia purba pada masanya juga
dijangkiti oleh penyakit yang beraneka ragam. Saat penelitian
ditemukan bahwa Pithecantropus erectus menderita exostosis pada
femurnya yang mungkin didahului oleh inflamasi. Hal itu dapat
disimpulkan bahwa berbagai golongan penyakit juga sudah ada
buktinya sejak zaman Neolitik. Penyakit-penyakit tersebut,antara
lain ialah penyakit genetik dan konginetal, penyakit neoplastis,
penyakit infeksi dan parasit, penyakit traumatis, penyakit
metabolisme dan penyakit degeneratif.
2) Periode Sebelum Kolonial (Sebelum Tahun 1600)
Pada abad ke-8 ditemukan bukti mengenai penggunaan tanaman
secara internal (oral) dan eksternal (topikal). Tahun 825M pada
dinding candi Borobudur terdapat relief pohon Kalpataru, yakni
pohon mitologis yang melambangkan ‘kehidupan abadi’. Pada relief
tersebut di bawah pohon Kalpataru terdapat orang sedang
menghancurkan bahan-bahan untuk pembuatan jamu. Selain itu,
pada dinding candi Borobudur juga ditemukan relief perempuan
yang sedang mencampur tanaman untuk pemulihan dan perawatan
tubuh. Dokumen lama atau naskah kuno lain ditemukan di Bali yang
ditulis pada daun lontar kering. Pada umumnya ditulis dalam bahasa
Sanskerta atau bahasa Jawa kuno. Sebagai contoh istilah usada atau
usadi yang berarti ‘obat’, ditemukan dalam kitab Kakawin
Ramayana, sarga 1–9 tahun 898–910 M. Pada tahun 1460–1550M,
Dan Hyang Dwijendara, seorang yang memiliki pengetahuan tentang
pengobatan tradisional, telah mengembangkan sistem pengobatan
yang disebut Agen Balian Sakti.
3) Periode Kolonial (Tahun 1600-1942)
Masyarakat suku Jawa menulis resep jamu obat tradisional dari
tanaman dan dikenal sebagai Serat atau Primbon. Salah satu yang
terkenal adalah Serat Centhini yang didokumentasikan oleh Kanjeng
Gusti Pangeran Adipati Anom Amengkunegara III, Pangeran Sunan
Pakubuwono IV (1788—1820). Selain itu, ada naskah-naskah kuno
lain yang menceritakan tanaman obat Jawa, seperti Serat Kawruh
Bab “Jampi-Jampi” yang diterbitkan tahun 1831, Serat Wulang
Wanita (Paku Buwono IX), Candra Rini (Mangku Negara IV, 1792),
buku Nawaruci Paraton, dll.
4) Periode Jepang (Tahun 1942-1945)
Seminar pertama tentang jamu diselenggarakan di Solo pada
tahun 1940. Setelah itu dilanjutkan dengan pembentukan Panitia
Jamu Indonesia yang dipimpin oleh Prof. Dr. Sato, Kepala Jawatan
Kesehatan Rakyat. Panitia ini bertugas untuk mengimbau para
pengusaha jamu secara sukarela mendaftarkan resep pribadi mereka
untuk diperiksa dan dinilai oleh Jawatan Kesehatan Rakyat. Pada
akhir tahun 1944, diumumkan beberapa tanaman obat terpilih pada
harian Asia Raya, antara lain biji kopi dan daun pepaya untuk
disentri, daun ketepeng, kulit batang pule, daun sirih, bunga
belimbing wuluh, dan cengkih untuk penyakit TBC.
5) Periode Kemerdekaan
Bung Karno memberikan perhatian yang cukup besar dalam
pengembangan obat tradisional. Tahun 1965 ketika berpidato pada
Dies Natalis Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, presiden
memperkenalkan enam orang sinse dari Cina yang khusus
didatangkan untuk mengobati penyakit ginjal yang dideritanya.Pada
tahun 1949, seorang staf pengajar farmakologi di Universitas
Indonesia membuat laporan daftar tanaman berkhasiat pengganti
obat impor, antara lain johar, kecubung, upas raja, kolkisin, dan lidah
buaya. Kemudian pada tahun 1950, Werkgroep voor Minidinale
Plante didirikan untuk memfasilitasi penelitian-penelitian tanaman
obat di Indonesia. (Army, 2018)
c. Ramuan dan Manfaat Jamu
Indonesia memiliki kekayaan hayati melimpah yang biasa
dijadikan bahan-bahan untuk mengolah jamu. Akan tetapi, ada jenis
tanaman yang merupakan bahan utama untuk membuat jamu yang biasa
dikonsumsi. Tanaman tersebut merupakan anggota keluarga
Zingerberaceae. Beberapa jenis tanaman yang termasuk dalam keluarga
ini adalah jahe, kunyit, kencur, dan lengkuas. Tanaman ini memiliki
khasiat masing-masing dan diolah menjadi beberapa jenis jamu yang
berbeda.
Tanaman keluarga Zingerberaceae merupakan jenis tanaman yang
mudah ditemukan di sekitar. Beberapa kalangan membudidayakan
jenis-jenis tanaman ini dan disebut sebagai tanaman obat keluarga
(TOGA). Jenis tanaman keluarga Zingerberaceae mudah tumbuh dan
perawatannya tidak sulit. Penanamannya dapat langsung di tanah atau
memanfaatkan wadah seperti pot atau polybag (jenis plastik untuk
menanam tanaman). Keberadaan tanaman obat keluarga yang
mencakup jahe, kunyit, kencur, dan lengkuas menjadikan jamu disebut
juga obat rumahan. Tanaman-tanaman obat tersebut dicampur dengan
bahan-bahan yang tersedia di dalam rumah, seperti garam, gula, dan
berbagai jenis rempah-rempah.
1) Jahe/ Zingiber Officinale
Jahe (Zingiber officinale) merupakan anggota keluarga
Zingerberaceae yang paling terkenal. Sejak lama jahe telah
digunakan untuk menghangatkan tubuh. Masyarakat Indonesia juga
menggunakan jahe untuk meningkatkan nafsu makan, mencegah
mual, dan membantu meringankan reumatisme. Jahe yang ditumbuk
juga dapat digunakan untuk meringankan rasa gatal dan mengobati
luka. Campuran jahe dengan garam dapat digunakan untuk
penangkal racun dari gigitan ular. Jahe untuk menghangatkan tubuh,
di antaranya dibuat minuman. Salah satunya adalah wedang jahe.
Wedang dalam bahasa Jawa berarti ‘minuman’. Mengonsumsi
wedang jahe selain untuk menghangatkan tubuh, juga dapat
bermanfaat untuk meredakan masuk angin. Jahe masuk dalam buku
pengobatan herbal di negara Barat sebagai ramuan untuk mencegah
morning sickness atau rasa mual yang dialami oleh wanita pada
triwulan awal kehamilan.
2) Kunyit/ Curcuma Domestica
Kunyit (Curcuma domestica) merupakan jenis tanaman yang
telah digunakan sejak lama di Indonesia. Ribuan tahun yang lalu
masyarakat telah menggunakan kunyit sebagai bahan memasak.
Kunyit memiliki fungsi sebagai pewarna alami, yaitu warna
kuning. Sebagai salah satu bahan untuk membuat jamu, kunyit
memiliki khasiat antibakteri, antijamur, dan antivirus. Kunyit
memiliki kandungan senyawa kimia curcumin yang memiliki
khasiat untuk meredakan inflamasi, seperti bengkak dan nyeri.
3) Kencur/ Kaempferiagalanga
Kencur (Kaempferia galanga) merupakan tanaman yang juga
memiliki fungsi untuk menghangatkan tubuh. Selain itu, kencur
bermanfaat untuk meredakan demam, encok, sakit perut, dan
bengkak.
4) Lengkuas/ Languas Galanga
Lengkuas (Languasgalanga) merupakan salah satu tanaman
yang telah digunakan di dunia pengobatan sejak sekitar abad ke-6.
Tanaman ini masuk ke Indonesia pertama kali di daerah
Palembang, Sumatra Selatan. Menurut penjelasan Marco Pollo,
orang-orang Jawa baru menanam dan memperjualbelikan lengkuas
pada abad ke-13. Lengkuas diolah dalam bentuk jamu yang disebut
kudu laos. Jamu ini memiliki fungsi untuk masalah lambung,
masuk angin, dan untuk meningkatkan nafsu makan. Selain itu,
terdapat juga ramuan yang terdiri atas lengkuas, daun lengkuas, dan
merica putih. Manfaat dari ramuan ini baik digunakan untuk orang
yang memiliki masalah kulit seperti herpes.(Army, 2018)
2. OHT/ Obat Herbal Terstandar
Jamu dapat dinaikkan kelasnya menjadi herbal terstandar dengan
syarat bentuk sediaannya berupa ekstrak dengan bahan dan proses
pembuatan yang terstandarisasi. Disamping itu herbal terstandar harus
melewati uji praklinis seperti uji toksisitas (keamanan), kisaran dosis,
farmakodinamik (kemanfaatan) dan teratogenik (keamanan terhadap
janin). Uji praklinis meliputi in vivo dan in vitro Riset in vivo dilakukan
terhadap hewan uji seperti mencit, tikus ratus-ratus galur, kelinci atau
hewan uji lain. Sedangkan in vitro dilakukan pada sebagian organ yang
terisolasi, kultur sel atau mikroba. Riset in vitro bersifat parsial, artinya
baru diuji pada sebagian organ atau pada cawan petri. Tujuannya untuk
membuktikan klaim sebuah obat. Setelah terbukti aman dan berkhasiat,
bahan herbal tersebut berstatus herbal terstandar. Berdasarkan keputusan
BPOM obat tradsional yang didaftarkan sebagai Obat HerbalTerstandar
harus memenuhi kriteria sebagai berikut: Aman sesuai dengan persyaratan
yang ditetapkan, Klaim kasiat dibuktikan secara ilmiah/pra klinik, Telah
dilakukan standardisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam
produk  jadi, Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku. (dr. Christyaji
Indradmojo, 2016)
3. Fitofarmaka
Menurut peraturan menteri kesehatan Indonesia Nomor
760/MENKES/PER/IX/1992 tentang fitofarmaka menyebutkan bahwa
Fitofarmaka adalah sediaan obat dan obat tradisional yang telah dibuktikan
keamanan dan khasiatnya bahan bakunya terdiri dari simplisia atau sediaan
galenik yang telah memenuhi persyaratan yang berlaku. Fitofarmaka oleh
pemerintah disetarakan dengan obat modern karena: Proses pembuatannya
yang telah terstandar, Ditunjang bukti ilmiah s/d uji klinik pada manusia
dengan kriteria- memenuhi syarat ilmiah, Protokol uji yang telah disetujui,
Dilakukan oleh pelaksana yang kompeten, Memenuhi prinsip etika,
Tempat pelaksanaan uji memenuhi syarat. (dr. Christyaji Indradmojo,
2016)
BAB III

ANALISA JURNAL

A. Isi Jurnal
Masyarakat Indonesia sudah sejak zaman dahulu kala menggunakan ramuan
obat tradisional Indonesia sebagai upaya pemeliharaan kesehatan, pencegahan
penyakit, dan perawatan kesehatan. Bagi masyarakat Desa Sungai Kitano Kecamatan
Martapura Timur bahwa tradisi kepercayaan terhadap penggunaan obat herbal dalam
jangka panjang akan menjamin khasiat dan keamanannya seperti salah satu contoh
dalam peggunaan obat tradisional selama masa nifas.
Jenis obat tradisional yang digunakan oleh ibu nifas didesa Sungai Kitano
terdiri dari berbagai macam bahan tanaman seperti serai, ragi 40, kencur, kunyit,
sirih, pandan, asam jawa, akar kujajing, tembora dan wadak panas. Jenis fitofarmaka
seperti Jamu Sari Ayu dan Jamu Jago. Ditemukan 3 bentuk obat tradisional yang
digunakan masyarakat di Desa Sungai Kitano yaitu rajangan, campuran dan serbuk.
Dan ditemukannya juga beberapa cara menggunakan obat tradisional yaitu dengan
cara diminum dan campuran dari cara-cara yang lain seperti disiram, dioles, dan
ditempel.
Menurut masyarakat di Desa Sungai Kitano menggunakan obat tradisional itu
dijadikan kebiasan yang lambat laun tidak hanya dilakukan oleh perorangan namun
menjalar kepada banyak orang sehingga kebanyakan ibu nifas mengulang kembali
pengalaman yang pernah mereka rasakan pada saat menggunakan obat tradisional
pada masa nifas.
Dari hasil wawancara masyarakat di Desa Suku Kitano ditemukan bahwa ada
11 macam khasiat yang dirasakan pada saat menggunakan obat tradisional pada ibu
nifas seperti mempercepat masa nifas, badan terasa enak, menambah nafsu makan,
merapatkan jalan lahir, menghangatkan ASI, darah nifas tidak berbau, badan terasa
hangat, menyembuhkan bengkak pada kaki, tidak bau badan, supaya tidak gatal dan
bengkak dan mengurangi rasa sakit.
Ditemukan 3 efek samping yang dirasakan responden pada saat menggunakan
obat tradisional pada ibu nifas, yaitu ada merasakan efek samping perih pada bekas
luka jalan lahir saat menggunakan obat tradisional rebusan daun sirih yang
disiramkan pada bekas luka tersebut, tetapi perih yang dirasakan bukan berasal dari
penggunaan obat tradisional tersebut, merasakan efek samping mual saat
menggunakan obat tradisional serai dengan cara ditumbuk kemudian diminum airnya
ada umumnya jamu dianggap tidak beracun dan tidak menimbulkan efek samping
dan merasakan efek samping BAB keras saat menggunakan obat tradisional
berbentuk fitofarmaka (sari ayu) dengan cara diseduh dengan air hangat dan
diminum, tetap di dalam kemasan jamu sari ayu tidak didapatkan informasi
mengenai efek samping tersebut. Efek samping BAB keras yang dirasakan oleh 1
responden bisa disebabkan oleh kurangnya asupan sayuran dan buah pada masa nifas
karena responden mengatakan jarang makan sayur dan buah pada saat nifas.
B. Hasil
Berdasarkan hasil penelitian tentang perilaku penggunaan obat tradisional pada
ibu nifas di Desa Sungai Kitano Kecamatan Martapura Timur, diperoleh kesimpulan
yaitu :
1. Karakteristik Responden seperti yang digunakan sebagaian responden berumur
20-35 tahun sebanyak 37 orang (80,4%), semua responden merupakan ibu rumah
tangga (100%), sebagian besar responden merupakan lulusan pendidikan dasar
sebanyak 43 orang (93,5%), sebagian besar responden memiliki jumlah anak 2 –
4 orang anak sebanyak 32 orang (69,6%)
2. Jenis obat tradisional pada ibu nifas yang banyak digunakan adalah jamu
sebanyak 37 orang (80,4%).
3. Bentuk obat tradisional yang banyak digunakan responden adalah rajangan
sebanyak 28 orang (61%).
4. Cara menggunakan obat tradisional yang banyak dipakai adalah dengan cara
diminum sebanyak 31 orang (67,4%).
5. Alasan terbanyak responden menggunakan obat tradisional adalah karena adat/
kebiasaan orang tua sebanyak 28 orang (60,9%).
6. Obat tradisional yang digunakan ibu nifas dianggap memberikan khasiat kepada
46 orang responden (100%).
7. Obat tradisional yang digunakan ibu nifas tidak menimbulkan efek samping
terhadap 42 orang responden (91,3%)
C. Kelebihan

D. Kelemahan
E. Saran
Berdasarkan jurnal penelitian yang saya baca, penulis memberikan saran agar
menjadi bahan evaluasi, sebagai berikut :
1. Perlu adanya penelitian lanjutan untuk mengetahui khasiat tanaman obat tersebut
dan kandungan kimia sehingga perlu dilakukannya uji fitokimia pada setiap jenis
tanaman obat.
2. Perlu adanya penelitian mendalam untuk mengetahui cara pemakaian yang benar
agar terjamin keamanan kesehatan pengunanya.
DAFTAR PUSTAKA

1. FAIZAH WARDHINA, F. RUSDIANA 2019. Perilaku Penggunaan Obat Tradisional


Pada Ibu Nifas di Desa Sungai Kitano Kecamatan Martapura Timur Kabupaten
Banjar. Jurkesia, IX.
2. KEMENTRIANKESEHATANRI 2017. Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/187/2017 tentang
Formularium Ramuan Obat Tradisional Indonesia.
3. Army, Ri. (2018) Jamu Ramuan Tradisional Kaya Manfaat.
4. 4. dr. Christyaji Indradmojo (2016) “PERKEMBANGAN OBAT
TRADISIONAL INDONESIA MENJADI FITOFARMAKAPROBLEM DAN
PENGATASANNYA,” Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9),
hal. 1689–1699. doi: 10.1017/CBO9781107415324.004.
5. 5. Dr. dr. EM Sutrisna, M. K. (2016) Herbal Medicine: Suatu Tujuan
Farmakologis. Surakarta: Muhammadiyah University Press. Tersedia pada:
https://books.google.com.ua/books?
id=ycpqDwAAQBAJ&pg=PA8&dq=Obat+herbal+terstandar+OHT+adalah&h
l=id&sa=X&ved=2ahUKEwi5ttKT3IrsAhXJ3KQKHfBxDBQQ6AEwAHoEC
AMQAg#v=onepage&q=Obat herbal terstandar OHT adalah&f=false.

Anda mungkin juga menyukai