Disusun Oleh:
KELOMPOK 2
PUSKESMAS SERANG KOTA
Desi Puspitasari 19501426132
Nayla Luzkia 19501426
Ria Arafah 19501426
Rosayana Sahrul 19501426064
Yusi Gumilar 19501426249
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Melaksanakan praktik pembelajaran klinik dan pelaporan PWS-KIA.
2. Tujuan Khusus
a. Sebagai Preseptor
b. Sebagai Coach
c. PWS-KIA
C. Tempat dan Waktu
Kegiatan praktik bimbingan klinik (Clinical Instruktur) ini dilaksanakan
pada tanggal 23 Desember 2019 – 04 Januari 2020 di Puskesmas Serang
Kota, Serang – Banten
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Lahan Praktik
Memberikan informasi tentang proses bimbingan klinik yang sesuai
dengan pelatihan preceptorship.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat meluluskan mahasiswa D-IV Kebidanan yang
mampu mendampingi praktik klinik secara profesional.
3. Bagi Mahasiswa
Diharapkan bisa dijadikan pengalaman dan menambah pengetahuan
bagi mahasiswa praktik.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Teori Preceptorship
1. Pengertian Preceptorship
Preceptorship adalah suatu metode pengajaran dan pembelajaran
kepada mahasiswa dengan menggunakan perawat sebagai model
perannya. Preceptorship bersifat formal, disampaikan secara
perseorangan dan individual dalam waktu yang sudah ditentukan
sebelumnya antara perawat yang berpengalaman (preceptor) dengan
perawat baru (preceptee) yang didesain untuk membantu perawat baru
untuk menyesuaikan diri dengan baik dan menjalankan tugas yang
baru sebagai seorang perawat. (CNA, 1995).
Program preceptorship dalam pembelajaran bertujuan untuk
membentuk peran dan tanggung jawab mahasiswa untuk menjadi
perawat yang profesional dan berpengetahuan tinggi, dengan
menunjukan sebuah pencapaian berupa memberikan perawatan yang
aman, menunjukan akuntabilitas kerja, dapat dipercaya, menunjukan
kemampuan dalam mengorganisasi perawatan pasien dan mampu
berkomunikasi dengan baik terhadap pasien dan staf lainnya (CNA,
2004).
Menurut NMC (Nurse Midwifery Council di UK 2009)
mendefinisikan preceptorship sebagai suatu periode (preceptorship)
untuk membimbing dan mendorong semua praktisi kesehatan baru
yang memenuhi persyaratan untuk melewati masa transisi bagi
mahasiswa untuk mengembangkan kemampuan praktik mereka lebih
lanjut (Keen, 2004).
Waktu yang dibutuhkan untuk pelaksanaan preceptorship adalah
sekurang-kurangnya 1-2 bulan. Lama waktu pelaksanaan biasanya
ditentukan oleh institusi pendidikan atau pegawai yang mengetahui.
2. Elemen-elemen di dalam Preceptorship
Menurut Ann Keen (2004) dalam bukunya yang berjudul
“Preceptorship Framework” elemen-elemen preceptorship
meliputi perawat baru, preceptor, dan perawat klinik.
a. Perawat baru
1) Kesempatan untuk menerapkan dan mengembangkan
pengetahuan, kemampauan dan nilai-nilai yang telah dipelajari.
2) Mengembangkan kompetensi spesifik yang berhubungan
dengan peran precepte.
3) Akses dukungan dalam menanamkan nilai-nilai dan harapan-
harapan profesi.
4) Personalisasi program pengembangan yang mencakup
pembelajaran post-registrasi seperti kepemimpinan,
manajemen, dan bekerja secara efektif dalam tim multi disiplin.
5) Kesempatan untuk merefleksikan praktek dan menerima umpan
balik yang konstruktif.
6) Bertanggung jawab atas pembelajaran individu dan
pengembangan dari pembelajaran tentang pengelolaan diri.
7) Kelanjutan dari pembelajaran sepanjang hayat.
8) Meningkatkan cakupan prinsip-prinsip peraturan konsil
keperawatan.
b. Preceptor
1) Bertanggung jawab untuk mengembangkan orang lain secara
profesional agar mencapai potensi.
2) Ikut merumuskan dan terus menunjukkan pengembangan
profesional.
3) Bertanggung jawab untuk mendiskusikan praktek individu dan
memberikan umpan balik.
4) Bertanggung jawab untuk berbagi pengetahuan dan
pengalaman individu yang dimiliki.
5) Memiliki wawasan dan empati dengan praktisi perawat baru
selama fase transisi.
6) Bertingkah laku sebagai role model yang teladan.
3. Keuntungan Preceptorship
Mahasiswa yang telah secara formal diberikan pendidikan oleh
preceptor menunjukan tingkat sosialisasi dan performa yang lebih baik
(Udlis, 2006).
Program preceptorship juga telah terbukti bermanfaat dalam
mengendalikan biaya melalui retensi perawat baru, peningkatan
kualitas pelayanan, dan mendorong pengembangan professional. Studi
deskriptif yang dilakukan oleh (Kim, 2007) menemukan bahwa
kompetensi keperawatan diantara para mahasiswa perawat senior
secara positif berhubungan dengan partisipasi dalam program
preceptorship klinis.
Bagi partisipan, preceptorship sebagai sarana untuk memfasilitasi
suksesnya proses masuk dan orientasi di profesi keperawatan,
membantu dalam pengembangan kemampuan serta efektivitas waktu.
Bagi preceptor akan mendapatkan kepuasan ketika seorang pemula
yang dibimbingnya menjadi lebih percaya diri (Neumanet. al.,2004;
Wright, 2002).
Preceptor mendapatkan keuntungan dari meningkatnya harga diri
dan kesadaran diri sebagai seorang panutan. Bagi institusi,
preceptorship meningkatkan kualitas dari praktik profesi keperawatan
dan lebih menghemat biaya dari pada orientasi secara manual. Program
preceptorship memberikan keuntungan kepada semua komponen yang
terdapat didalamya.
Menurut Ann Keen (2004) dalam bukunya yang berjudul
“Preceptorship Framewok” terdapat keuntungan dalam
mengimplementasikan preceptorship yang berdampak pada
peningkatan kepuasan pasien. Ann Keen menyebutkan terdapat empat
pihak yang mendapat keuntungan dengan adanya program
preceptorship ini.
a. Praktisi yang baru terdaftar
b. Pegawai
c. Preceptor
d. Profesi Merangkul tanggung jawab profesi yang meliputi
B. Teori Preceptor
1. Definisi Preceptor
Preceptor didefinisikan sebagai seseorang yang sudah ahli dalam
memberikan latihan praktikal kepada mahasiswa (Moyer &
Wittmann-Price, 2008). Definisi lain dari preceptor adalah perawat
yang sudah terdaftar yang memberikan supervisi melalui
hubungan perseorangan dengan mahasiswa perawat selama dalam
tatanan klinik (Barker, 2010).
Preceptor adalah seseorang yang memberikan pengajaran,
konseling, memberikan inspirasi, bekerja sebagai seorang panutan,
mendukung pertumbuhan dan perkembangan dari mahasiswa baru
yang dibimbingnya dengan waktu yang terbatas dan dengan tujuan
yang spesifik dari sosialisasi pemula menjadi peran yang baru
(Morrow, 1984).
Preceptor memberikan sarana yang efektif untuk menjembatani
kesenjangan antara teori dan praktek dalam pendidikan keperawatan
dan membantu menurunkan kecemasan bagi lulusan baru yang
memasuki dunia kerja. Dengan adanya preceptorakan sangat
membantu mahasiswa maupun lulusan baru untuk lebih memahami
karakteristik tempat kerja dan membantu beradaptasi dengan baik.
Dapat disimpulkan bahwa preceptor adalah seorang yang staff
keperawatan yang sudah berpengalaman dan sudah terdaftar yang
memberikan pengarahan dan supervisi secara formal dalam waktu
yang sudah ditentukan dan dengan tujuan khusus terhadap mahasiswa
yang baru lulus dan masuk dalam dunia kerja keperawatan agar lebih
mudah beradaptasi dengan lingkungan dan dapat memaksimalkan
proses transisi dari seorang pemula menjadi perawat yang lebih
berpengalaman.
2. Karakteristik Preceptor
Kemampuan berkomunikasi yang baik, bersikap positif selama
menuju proses pengajaran dan pembelajaran serta mempunyai
kemampuan untuk menstimulasikan pemikiran yang kritis adalah
pertimbangan yang penting dibutuhkan oleh seorang preceptor
(Altman, 2006).
Preceptor harus mempunyai kemampuan untuk menghadapkan
mahasiswa keperawatan kepada pengalaman klinik yang efektif yang
secara langsung meningkatkan perkembangan kepercayaan dan
kompetensi (Spouse, 2001). Seorang preceptor juga dapat
mempengaruhi perkembangan sikap profesionalisme terhadap
mahasiswa.
3. Kompetensi Preceptor
Seorang preceptor harus memiliki kompetensi yang sesuai agar
perannya sebagai seorang preceptorakan lebih diakui dan akan
mendukung profesionalitas kerja yang dilakukannya. Canadian Nurses
Association menjelaskan ada lima kompetensi yang harus dimiliki
seorang preceptor, yaitu :
a. Kolaborasi
1) Berkolaborasi dengan preceptee pada semua tahapan
Preseptoring.
2) Menyusun dan menjaga kerjasama dengan penasehat / kepala
fakultas dan rekan lain (Universitas, profesi pelayanan
kesehatan, dan klien)
3) Membuat jaringan dengan preceptor lain untuk mendiskusikan
peningkatan praktik.
4) Membantu menginterpretasikan peran preceptee kepada
individu, keluarga, komunitas dan populasi.
b. Karakter Personal
1) Menunjukan antusias dan tertarik pada preceptor.
2) Menunjukan ketertarikan dalam kebutuhan dan perkembangan
belajaran preceptor.
3) Membantu perkembangan pembelajaran lingkungan yang
positif.
4) Beradaptasi untuk berubah.
5) Menunjukan kemampuan komunikasi yang efektif dengan klien
dan universitas.
6) Menunjukan kemampuan pemecahan masalah yang efektif.
7) Menunjukan kesiapan dan keterbukaan untuk belajar dengan
preceptor.
8) Menunjukan tanggung jawab atas perbedaan preceptee(latar
belakang pendidikan, ras, kultur dll)
9) Menggabungkan preceptee ke dalam budaya sosial.
10) Memiliki kepercayaan diri dan kesabaran.
11) Mengakui keterbatasan diri dan berkonsultasi dengan orang lain.
c. Fasilitasi belajar
1) Menilai kebutuhan pembelajaran klinik preceptee dalam
bekerjasama dengan preceptee dan penasehat fakultas /
koordinator program dengan cara :
a) Meninjau kompetensi dasar sesuai dengan bidang ilmu
(praktik, pendidikan), standar praktik, tempat (rumah sakit,
klinik spesialis).
b) Membicarakan harapan hasil pembelajaran berdasarkan atas
data pada kompetensi dasar.
c) Mengkaji pengalaman preceptee sebelumnya dengan
tanggung jawab pengetahuan dan keahlian untuk menjaga
pemahaman, perkembangan, dan kebutuhan pembelajaran
yang spesifik pada tempat praktek.
d) Mengidentifikasi potensi belajar pada tempat praktek yang
akan menyesuaikan perkembangan dan kebutuhan belajar
preceptee.
e) Membantu preceptee untuk mengembangkan hasil
pembelajaran individu, peran saat praktek sesuai dengan
panduan Specific (spesifik), Measurable and observable
(dapat diukur dan diobservasi), Achievable (dapat dicapai
dengan sumber yang memadai selama Preseptoring),
Relevant (relevan), Time (waktu).
2) Merencanakan aktivitas pembelajaran klinik dalam bekerjasama
dengan preceptee dan dengan penasehat fakutas/koordinator
program, dengan cara:
a) Membantu preceptee untuk mencari tempat kegiatan
pembelajaran untuk mendapatkan hasil pembelajaran dan
untuk membuat waktu preceptee supaya optimal.
b) Ketika memungkinkan, pilihlah tugas klinik/aktivitas
pembelajaran sesuai dengan yang teridentifikasi pada hasil
pembelajaran dan cara belajar preceptee.
c) Ketika memungkinkan urutkan tugas klinik / aktivitas
pembelajaran selama Preseptoring dari hal yang kecil
sampai yang kompleks guna meningkatkan pengetahuan.
3) Mengimplementasikan pembelajaran klinik dalam tempat
praktek dengan bekerjasama dengan preceptee dan penasehat
fakultas/ koordinator program dengan cara :
a) Menyusun strategi pembelajaran klinik dengan tepat.
b) Membantu preceptee dalam menyiapkan fasilitas
pembelajaran.
c) Ketika memungkinkan, kaji aktivitas preceptee. Ini
bertujuan untuk mengetahui kemajuan dan mengatur
aktivitas tersebut.
d) Berdiskusi dengan preceptee terkait kendala-kendala dalam
praktek.
e) Mengklarifikasi peran preceptor dan preceptee untuk
merencenakan kegiatan.
f) Memberikan umpan balik secara konstruktif (contohnya
pelatihan, dukungan, dorongan dan pujian).
g) Melakukan intervensi secara cepat dalam hal-hal yang tidak
diinginkan.
h) Penyesuaian level supervisi guna membantu perkembangan
diri.
4) Mengevaluasi hasil pembelajaran klinik dalam kerjasama
dengan preceptee dan penasehat fakultas dan koordinator
program dengan cara:
a) Memberikan umpan balik secara konstruktif menggunakan
lembar evaluasi (contohnya evaluasi formatif
harian/mingguan).
b) Menanyakan pertanyaan untuk mengetahui pengetahuan
preceptee yang telah dipelajari.
c) Menjelaskan penilaian preceptor terhadap kegiatannya.
d) Mendiskusikan ketidakcocokan antara preceptor dan
preceptee.
e) Berpartisipasi dengan mahasiswa dalam melengkapi lembar
evaluasi struktur yang menekankan pentingnya evaluasi
diri, dan untuk mengetahui kemajuan hasil pembelajaran
dan potensi berikutnya (contohya, evaluasi sumatif yang
dilakukan saat tengah dan akhir pembelajaran klinik).
f) Memberikan pujian dan dukungan pembelajaran lingkungan
dengan memfokuskan pada potensi mahasiswa, pencapaian
dan kemajuan menjelang pertemuan melalui proses
evaluasi.
g) Memberikan umpan balik yang positif tentang peningkatan
atau kesalahan untuk mendapatkan fundamental,
profesional atau sasaran diri.
h) Melakukan langkah yang tepat jika perkembangan hasil
pembelajaran kurang memuaskan (contohnya berkonsultasi
dengan pembimbing fakultas / koordinator program).
i) Menanyakan pertanyaan terbuka kepada mahasiswa untuk
menentukan pemahaman keefektifan intervensi preceptor
untuk memfasilitasi pembelajaran klinik.
d. Praktik Profesional
1) Berperilaku otonomi dan konsisten sesuai dengan standar
kebidanan yang diakui oleh peraturan provinsi dan kode etik
kebidanan.
2) Bekerja.
3) Membantu mahasiswa untuk mendapatkan ilmu, keahlian dan
keputusan peraturan provinsi dan kode etik kebidanan.
4) Mengklarifikasi peran, hak dan tanggungjawab yang
berhubungan dengan pembelajaran klinik.
4. Peran Preceptor
Menurut Minnesota Department of Health (2005), seorang preceptor
mempunyai 3 peran yaitu sebagai pengasuh, pendidik, dan sebagai
panutan. Tugas atau peran seorang preceptor adalah menjembatani
kesenjangan antara apa yang preceptee pelajari ketika di kampus
dengan kenyataan yang ada di lapangan.
Preceptor membantu preceptee untuk menumbuhkan kepercayaan
diri dan mendapatkan kompetensi-kompetensi yang dibutuhkan
ketika melakukan peran barunya sebagai perawat di klinik (Oerman &
Heinrich, 2003)
Preceptor memfasilitasi pembelajaran mahasiswa melalui
pengembangan sikap saling percaya dalam pelaksanaan preceptorship.
Seorang preceptor harus melihat preceptee sebagai seseorang yang
mempunyai kemampuan dan ketertarikan untuk menjadi perawat yang
berkompeten dengan segala kerentanannya selama proses
pembelajaran (Ohlring, 2004).
Seorang preceptor harus memiliki tanggung jawab sebagai :
a. Role Modelling (panutan)
1) Menunjukan praktik kebidanan profesional yang kompeten,
mendorong preceptee untuk mengintegrasikan praktik klinikal
yang profesional.
2) Menunjukan kemampuan berkomunikasi yang efektif dengan
anggota tim dan pasien.
3) Mengetahui pengetahuan pasien tentang tempat, kebutuhan
klinikal umum dan frekuensi penggunaan kemampuan klinikal.
4) Mengetahui kebutuhan utama pasien
b. Skill Building (Pembangun kemampuan)
1) Mengembangkan sebuah pembelajaran kontrak atau
menggabungkan keinginan preceptee tentang akuisisi
kemampuan yang dimiliki untuk difungsikan di level yang
diharapkan dari area kerja.
2) Memastikan preceptee menjadi tidak asing lagi dengan
kompetensi utama dari area kerja.
3) Menyesuaikan gaya pengajaran agar cocok dengan gaya
pembelajaran dari preceptee.
4) Menciptakan kesempatan pembelajaran, mengijinkan untuk
praktik, pengulangan dan evaluasi diri.
c. Critical Thinking (Pemikir yang kritis)
1) Mengidentifikasi kemampuan dan pengetahuan yang sudah
dimiliki oleh mahasiswa dan menggunakan pengetahuan serta
kemampuan tersebut sebagai dasar untuk pencapaian tujuan.
2) Memberdayakan preceptee untuk berpikir melalui masalah.
3) Mendorong preceptee untuk bertanya dan menjawab pertanyaan.
4) Menawarkan umpan balik yang konstruktif yang bersifat
reguler.
5) Mempunyai kemampuan untuk mengartikulasikan rasional
untuk praktik mahasiswa.
6) Menciptakan lingkungan yang memfasilitasi pengambilan resiko
dan pembelajaran, mengijinkan preceptee untuk belajar dari
kesalahan.
d. Socialization (Sosialisasi)
1) Bekerja dengan tim untuk menyambut anggota baru atau
praktikan di tempat kerja.
2) Memastikan pemahaman tentang aspek sosial dari suatu ruang,
peraturan yang tidak dikatakan, pemfungsian unit, rantai
perintah dan sumber daya.
3) Mengorientasikan preceptee terhadap tempat kerja, pengenalan,
komunitas di dalam praktik dan budaya tim.
D. Teori PWS-KIA
1. Pengertian Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak
(PWS-KIA)
Puskesmas merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan dasar
yang berfungsi membina peran serta masyarakat sebagi pusat
pembangunan kesehatan masyarakat.Manajemen yang baik
merupakan faktor yang sangat menentukan dalam mewujudkan fungsi
puskesmas.Fungsi manajemen tersebut, terutama dalam hal
monitoring (pemantauan) dan evaluasi (penilaian) keberhasilan
program puskesmas.Salah satu upaya monitoring dan evaluasi adalah
dengan menggunakan Pemantauan Wilayah Setempat (PWS).Program
kesehatan Ibu dan Anak (KIA) merupakan salah satu program pokok
di puskesmas yang mendapat prioritas tinggi, mengingat kelompok
ibu hamil, menyusui, bayi dan anak merupakan kelompok yang sangat
rentan terhadap kesakitan dan kematian.
Pemantauan wilayah setempat KIA adalah suatu alat
manajemen program KIA untuk memantau cakupan pelayanan KIA di
suatu wilayah (Puskesmas/Kecamatan) secara terus menerus, sehingga
dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat terhadap desa
dengan cakupan pelayanan KIA yang masih rendah (Aisyah,2009).
Tujuan PWS-KIA adalah Meningkatkan jangkauan dan mutu
pelayanan KIA di wilayah kerja puskesmas, melalui pemantauan
cakupan pelayanan KIA di tiap desa secara terus menerus.
2. Tujuan PWS-KIA
a. Tujuan Umum
Meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan KIA di wilayah kerja
puskesmas, melalui pemantauan cakupan pelayanan KIA di tiap
desa secara terus menerus.
b. Tujuan Khusus
1) Memantau cakupan pelayanan KIA yang dipilih sebagai
indikator secara teratur (bulanan) dan terus menerus.
2) Menilai kesenjangan antara target dengan pencapaian.
3) Menentukan urutan daerah prioritas yang akan ditangani secara
intensif.
4) Merencanakan tindak lanjut dengan menggunakan sumber daya
yang tersedia.
5) Membangkitkan peran pamong dalam menggerakkan sasaran
dan mobilisasi sumber daya
3. Prinsip Program KIA
Pengelolaan program KIA bertujuan memantapkan dan
meningkatkan jangkauan serta mutu pelayanan KIA secara efektif dan
efisien. Pemantapan pelayanan KIA ini diutamakan pada kegiatan-
kegiatan pokok, sebagai berikut:
a. Peningkatan pelayanan antenatal di semua fasilitas pelayanan
dengan mutu sesuai standar serta menjangkau seluruh sasaran.
b. Peningkatan pertolongan persalinan ditujukan kepada
peningkatan pertolongan oleh tenaga kesehatan kebidanan secara
bertahap.
c. Peningkatan deteksi dini resiko tinggi/komplikasi kebidanan baik
oleh tenaga kesehatan maupun di masyarakat oleh kader dan
dukun bayi, serta penanganan dan pengamatannnya secara terus-
menerus.
d. Peningkatan penanganan komplikasi kebidanan secara adekuat
dan pengamatan secara terus menerus oleh tenaga kesehatan.
e. Peningkatan pelayanan neonatal dan ibu nifas dengan mutu sesuai
standar dan menjangkau seluruh sasaran
4. Batasan PWS-KIA
a. Pelayanan Antenatal
Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga
profesional untuk ibu selama masa kehamilannya, yang
dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang
ditetapkan.Standar operasioanal yang ditetapkan untuk pelayanan
antenatal adalah “5T/7T”.
b. Penjaringan (Deteksi) Dini Kehamilan Beresiko
Kegiatan ini bertujuan menemukan ibu hamil beresiko, yang
dapat dilakukan oleh kader, dukun bayi, dan tenaga kesehatan.
c. Kunjungan Ibu Hamil
Kontak ibu hamil dengan tenaga profesional untuk mendapatkan
pelayanan antenatal sesuai standar yang ditetapkan. Istilah
“kunjungan” disini tidak mengandung arti bahwa ibu hamil yang
berkunjung ke fasilitas pelayanan, tetapi setiap kontak tenaga
kesehatan (di posyandu, pondok bersalin desa, kunjungan rumah)
dengan ibu hamil untuk memberikan pelayanan antenatal sesuai
standar dapat dianggap sebagai kunjungan ibu hamil.
d. Kunjungan Baru Ibu Hamil (K1) Adalah kunjungan ibu hamil
yang pertama kali pada masa kehamilan.
e. Kunjungan Ulang
Adalah kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang kedua
dan seterusnya, untuk mendapatkan pelayanan antenatal sesuai
standar selama satu periode kehamilan berlangsung.
f. K4
Adalah kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang ke-4 (atau
lebih), untuk mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar
yang ditetapkan, dengan syarat:
1) Minimal satu kali kontak pada trimester I
2) Minimal satu kali kontak pada trimester II
3) Minimal dua kali kontak pada trimester III
g. Kunjungan Neonatal (KN)
Adalah kontak neonatal dengan tenaga kesehatan minimal dua
kali untuk mendapatkan pelayanan dan pemeriksaan kesehatan
neonatal, baik di dalam maupun di luar gedung puskesmas
(termasuk bidan di desa, polindes, dan kunjungan rumah), dengan
ketentuan :
1) Kunjungan pertama kali pada hari pertama sampai dengan
hari ke-7 (sejak 6 jam setelah lahir).
2) Kunjungan kedua kali pada hari ke-8 sampai dengan hari ke-
28.
3) Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan bukan
merupakan kunjungan neonatal.
h. Cakupan Akses
Adalah persentase ibu hamil di suatu wilayah, dalam kurun waktu
tertentu, yang pernah mendapat pelayanan antenatal sesuai
standar paling sedikit satu kali selama kehamilan. Cara
menghitungnya adalah sbb: (jumlah kunjungan baru ibu hamil
dibagi dengan jumlah sasaran ibu hamil yang ada disuatu wilayah
kerja dalam kurun waktu satu tahun) dikalikan 100 %.
i. Cakupan Ibu Hamil (K4)
Adalah persentase ibu hamil disuatu wilayah, dalam kurun waktu
tertentu, yang mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar
paling sedikit 4 kali dengan trimester I, 1 kali pada trimester ke II
dan 2 kali pada trimester ke III. Cara menghitungnya adalah sbb :
(Jumlah ibu hamil yang telah menerima K4 dibagi jumlah sasaran
ibu hamil dengan kurun waktu 1 tahun) dikalikan 100 %)
j. Sasaran Ibu Hamil
Adalah jumlah semua ibu hamil disuatu wilayah dalam kurun
waktu 1 tahun, angka ini dapat diperoleh dengan berbagai cara
yaitu :
1) Angka sebenarnya, yang diperoleh berdasarkan cacah jiwa.
2) Angka perkiraan, yaitu memakai rumus : = angka kelahiran
kasar (CBR) x 1.1 x jumlah penduduk setempat ; dengan
pengambilan angka CBR dari provinsi atau bila ada dari
kabupaten setempat atau 3 % x jumlah penduduk setempat.
k. Cakupan Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan
Adalah persentase ibu bersalin di suatu wilayah dalam kurun
waktu tertentu yang ditolong persalinannya oleh tenaga
kesehatan.
l. Cakupan Penjaringan Ibu Hamil Beresiko Oleh Masyarakat
Adalah persentase ibu hamil beresiko yang ditemukan oleh kader
dan dukun bayi yang kemudian dirujuk ke puskesmas/tenaga
kesehatan, dalam kurun waktu tertentu.
m. Cakupan Penjaringan Ibu Hamil Beresiko Oleh Tenaga Kesehatan
Adalah persentase ibu hamil beresiko yang ditemukan baik oleh
tenaga kesehatan maupun oleh kader/ dukun bayi yang telah
dipastikan oleh tenaga kesehatan, yang kemudian ditindaklanjuti
(dipantau secara intensif dan ditangani sesuai kewenangan dan
/atau dirujuk ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi) dalam kurun
waktu tertentu.
n. Ibu Hamil Beresiko Adalah ibu hamil yang mempunyai faktor
resiko dan resiko tinggi.
o. Cakupan Kunjungan Neonatal (KN)
Adalah persentase neonatal (bayi umur kurang dari 1 bulan) yang
memperoleh pelayanan kesehatan minimal dua kali dari tenaga
kesehatan, satu kali pada hari pertama sampai dengan hari ketujuh
dan satu kali pada hari ke delapan sampai dengan hati ke dua
puluh delapan.
5. Indikator PWS-KIA
Indikator pemantauan program KIA yang dipakai untuk PWS-KIA
meliputi indikator yang dapat menggambarkan keadaan kegiatan
pokok dalam program KIA. Ditetapkan 6 indikator dalam PWS-KIA,
yaitu :
a. Akses pelayanan antenatal (cakupan K1)
Indikator akses ini digunakan untuk mengetahui jangkauan
pelayanan antenatal serta kemampuan program
dalam menggerakkan masyarakat. Rumus yang dipkai untuk
perhitungannya adalah :
Jumlah kunjungan baru (K1) ibu hamil X 100 %
Jumlah sasaran ibu hamil dalam satu tahun
X 100 %
h. Cakupan Penanganan Komplikasi Obstetri (PK)
Rumus :
X 100 %
X 100 %
X 100 %
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Keadaan emosional : Stabil
2. Tanda-tanda vital
TD : 110/80 mmHg Rr : 20x/menit
N : 80x/menit Suhu : 36,5°C
3. Pemeriksaan sistematis
a. Muka
kelopak mata : tidak oedema
konjungtiva : tidak pucat
sklera : tidak kuning
b. Mulut dan gigi : bersih, tidak ada stomatitis, tidak ada karies.
c. Kelenjar tyroid : tidak ada pembesaran
d. Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran
e. Payudara
Pembesaran : ada
Puting susu : menonjol dan tidak lecet
Simetris : ya
Benjolan : tidak ada
Pengeluaran : colostrum
Rasa nyeri : tidak ada
Lain-lain : tidak ada
f.Abdomen
Tinggi Fundus Uteri : 2 jari dibawah pusat
Kontraksi uterus : baik
g.Ekstremitas atasdan bawah
Oedema : tidak ada
Kekakuan sendi : tidak ada
Kemerahan : tidak ada
Varises : tidak ada
Reflek pattela : positif kanan dan kiri
h. Pengeluaran pervaginam
Lochea : Rubra
Warna : Merah kehitaman
Baunya : khas
Banyaknya : ± 40 cc
i. Perineum dan anus
Luka : Grade II
Keadaan luka : Baik
Tanda-tanda infeksi : tidak ada
Keadaan vulva : baik
Anus : baik
j. Obat-obatan yang didapat : Hufabion 500 mg 1x1, Asam Mefenamat 500
mg 3x1, Amoxillin 500 mg 3x1, Vitamin A 200.000 IU 1x1.
II. INTERPRETASI DATA
Diagnosa ibu : P2A0 Post Partum 6 jam dengan laserasi grade II
V. PERENCANAAN
1) Beritahu ibu hasil pemeriksaan
2) Jelaskan keluhan yang ibu rasakan saat ini
3) Berikan ibu makan dan minum
4) Berikan ibu therapi peroral
5) Anjurkan ibu untuk mobilisasi
6) Anjurkan ibu untuk menyusui bayinya
7) Anjurkan ibu untuk istirahat yang cukup
8) Ajarkan ibu untuk perawatan luka perineum
VI. PELAKSANAAN
1) Memberitahu ibu hasil pemeriksaan bahwa keadaan ibu dan bayinya dalam
keadaan baik dan sehat.
2) Menjelaskan keluhan yang ibu rasakan yaitu mulas. Mulas yang ibu
rasakan adalah normal. Karena rahim sedang berkontraksi untuk
mengembalikan rahim ke seperti sebelum hamil.
3) Memberikan ibu makan dan minum seperti makan-makanan yang
mengandug gizi seimbang (Nasi, telur, tahu/tempe, ikan, sayuran, buah)
dan juga minum susu ibu menyusui, agar kebutuhan nutrisi ibu tetap
terpenuhi dan ASI pun tetap lancar.
4) Memberikan therapi oral pada ibu yaitu Hufabion 500 mg 1x1 tablet / hari
dan parasetamol 500 mg 3x1 tablet / hari, Amox 500 mg 3x1 tablet / hari,
Vit A 200.000 iu 1x1.
5) Menganjurkan ibu untuk mobilisasi dini 6 jam post partum seperti jalan-
jalan di sekitar tempat tidur, buang air besar/buang air kecil sendiri ke
kamar mandi. Hal tersebut dapat mempercepat proses pemulihan.
6) Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya sesering mungkin dalam
waktu 8 kali sehari atau setiap 2-3 jam sekali.
7) Menganjurkan ibu untuk istirahat yang cukup, tidak ada pantangan untuk
tidur siang, dan jangan tidur terlalu larut malamn atau begadang.
8) Mengajarkan ibu untuk perawatan luka perineum, bersihkan luka setelah
mandi, bak dan bab. Lalu keringkan, jangan memakain betadine atau
alkohol karena akan memperlambat penyembukan luka. Dan bila ibu
menumakan tanda-tanda infeksi segera datang ke fasilitas kesehatan.
VII. EVALUASI
1) Ibu mengerti untuk hasil pemeriksaan.
2) Ibu mengerti untuk penjelasan keluhan yang sedang ibu rasakan saat
ini.
3) Ibu akan memenuhi nutrinya.
4) Ibu bersedia minum obat sesuai aturan dan dosis.
5) Ibu sudah mobilisasi dan sudah BAK ke kamar mandi.
6) Ibu akan menyusui sesering mungkin.
7) Ibu akan istirahat yang cukup dan tidak akan begadang.
8) Ibu mengerti untuk perawatan luka perineum.
Tinjauan Kasus Coaching Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas
Tanggal : 28 Desember 2020
Pukul : 11.00 WIB
Tempat : Puskesmas Serang Kota
I. PENGKAJIAN
A.
Nama : Tn. T
Umur : 30 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Karyawan Swasta
IDENTITAS
Nama : Ny.
Umur : 27 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Alamat : Cipare
B. ANAMNESA
a. Data kesehatan
Keluhan utama : nyeri pada putting susu
Keluhan tambahan : tidak ada
Penyakityang pernah diderita : tidak ada
Penyakit yang sedang diderita : tidak ada
Penyakit keturunan : tidak ada
Penyakit menular : tidak ada
b. Riwayat kehamilan dan persalinan
Tgl/th Tempat Umur Jenis Anak
Penolong Penyulit keadaan
partus partus kehamilan Persalinan Jk Bb Pb
09-04- 2900 48
BPS Aterm Normal Bidan - L sehat
2018 gr Cm
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Keadaan emosional : Stabil
2. Tanda-tanda vital
TD : 100/90 mmHg Rr : 22x/menit
N : 85x/menit Suhu : 36,9°C
3. Pemeriksaan sistematis
a. Muka
kelopak mata : tidak oedema
konjungtiva : tidak pucat
sklera : tidak kuning
b. Mulut dan gigi : bersih, tidak ada stomatitis,
tidak ada karies.
c. Kelenjar tyroid : tidak ada pembesaran
d. Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran
e. Payudara
Pembesaran : ada
Puting susu : menonjol dan lecet
Simetris : ya
Benjolan : tidak ada
Pengeluaran : colostrum
Rasa nyeri : tidak ada
Lain-lain : tidak ada
f. Abdomen
Tinggi Fundus Uteri : pertengahan pusat dan symfisis
Kontraksi uterus : baik
g. Ekstremitas atasdan bawah
Oedema : tidak ada
Kekakuan sendi : tidak ada
Kemerahan : tidak ada
Varises : tidak ada
Reflek pattela : positif kanan dan kiri
h. Pengeluaran pervaginam
Lochea : Sanguilenta
Warna : Merah kecoklatan
Baunya : khas
Banyaknya : ± 10 cc
a. Perineum dan anus
Luka : tidak ada
Keadaan luka : tidak ada
Tanda-tanda infeksi : tidak ada
Keadaan vulva : baik
Anus : baik
b. Obat-obatan yang didapat : Hufabion 500 mg 1x1, Asam Mefenamat 500 mg
3x1, Amoxillin 500 mg 3x1, Vitamin A 200.000 IU 1x1.
III. PLANNING
a. Melakukan informed concent sebelum melakukan tindakan
Evaluasi: Ibu mengerti dan menyetujui dilakukan pemeriksaan fisik pada
ibu nifas
b. Memberitahukan kepada ibu dan keluarga tentang hasil pemeriksaan bahwa
keadaan ibu baik tekanan darah; 100/70 mmHg, Respirasi; 24x/menit,
Nadi; 78x/menit, suhu; 36,4oC, hanya saja ada masalah dalam puting susu
ibu.
Evaluasi: Ibu mengerti dan mengetahui hasil pemeriksaan tekanan
darah 100/70 mmHg, respirasi 24x/menit, nadi 78x/menit, suhu 36,4oC
c. Menjelaskan kepada ibu bahwa nyeri dan lecet pada puting susu ibu
merupakan salah satu masalah dalam menyusui dan hal ini terjadi karena
kesalahan dalam menyusui atau bayi menghisap tidak sampai ke aerola.
Evaluasi: Ibu mengerti dan paham tentang keluhan yang dirasakan yaitu
sakit di daerah puting, dan terasa perih. Bahwa hal tersebut merupakan salah
satu masalah dalam menyusui dan hal ini terjadi karena kesalahan dalam
menyusui atau bayi menghisap tidak sampai keaerola.
d. Mengajarkan ibu cara mengatasi puting susu lecet yaitu bayi disusui lebih
dulu pada puting susu yang tidak mengalami lecet atau yang lecetnya sedikit
dan sehabis menyusui mengoleskan sisa ASI terakhir pada puting yang lecet
karena sisa ASI merupakan antiinfeksi dan pelembut puting susu.
Evaluasi: Ibu mengerti dan melakukan untuk menyusui bayi lebih dulu pada
puting yang normal atau lecetnya sedikit dan mengoleskan sisa ASI terakhir
pada puting yang lecet.
e. Mengajarkan ibu tentang teknik perawatan payudara yaitu Sebelum
melakukan perawatan payudara terlabih dahulu mencuci kedua tangan
kemudian pengurutan dimulai dengan ujung jari. Menyokong payudara kiri
dengan tangan kiri. Lakukan pergerakan kecil dengan dua atau tiga jari
tangan kanan, dimulai dari pangkal payudara ke daerah puting susu.
Selanjutnya buatlah gerakan memutar sambil menekan dari pangkal
payudara dan berakhir pada puting susu diseluruh bagian payudara.
kemudian urutkan dari tengah keatas sambil mengangkat kedua payudara
dan lepaskan kedua perlahan. Lakukan selama kurang lebih 30 kali.
Kemudian gerakan payudara kiri dengan kedua tangan, ibu jari diatas dan
empat jari lainnya di bawah. Peras dengan lembut payudara sambil
meluncurkan kedua tangan kedepan kearah puting susu. Lakukan hal yang
sama pada payudara kanan. Lalu cobalah posisi tangan berhadapan. Sangga
payudara dengan satu tangan, sedangkan satu tangan lain mengurut
payudara dengan sisi kelingking dari arah pangkal payudara ke arah puting
susu. Lakukan gerakan sekitar 30 kali. Setelah itu, letakan satu tangan
disebelah atas dan satu lagi dibawah payudara. Luncurkan kedua tangan
secara bersamaan ke arah puting susu dengan cara memutar tangan.
Evaluasi: Ibu mengerti dan paham apa yang di ajarkan tentang perawatan
payudara.
f. Mengajarkan ibu tentang teknik menyusui yang benar seperti cuci tangan
yang bersih dengan sabun, perah sedikit ASI dan oleskan kebagian puting,
duduk dan berbaring dengan santai. Ibu harus mencari posisi nyaman, dan
merasa rileks. Pertama-tama lengan ibu menopang kepala, leher, dan saluran
badan bayi (kepala dan tubuh berada dalam garis lurus), muka bayi
menghadap ke payudara ibu hidung bayi didepan puting susu ibu. Posisi
bayi harus menghadap perut ibu. Bayi seharusnya berbaring miring dengan
seluruh tubuhnya menghadap ibu. Kepalanya harus sejajar dengan
tubuhnya, tidak melengkung kebelakang/menyamping, telinga, bahu, dan
panggul bayi berada dalam satu garis lurus. Ibu mendekatkan bayi ke
tubuhnya (muka bayi ke payudara ibu) dan mengamati bayinya. Ibu
menyentuhkan puting susu nya kebibir bayi, menunggu hingga mulut bayi
terbuka lebar kemudian mengarahkan mulut bayi ke puting susu ibu hingga
bibir bayi dapat menangkap puting susu tersebut. Ibu memegang payudara
dengan satu tangan dengan cara meletakan empat jari di bawah payudara
dan ibu jari diatas payudara, Semua jari ibu tidak boleh terlalu dekat dengan
aerola. Pastikan bahwa sebagian besar aerola masuk kedalam mulut bayi.
Dagu rapat ke payudara ibu dan hidungnya menyentuh bagian atas
payudara, bibir bawah bayi melengkung keluar.
Evaluasi: Ibu mengerti dan paham tentang teknik menyusui yang benar.
g. Mengajarkan ibu tentang menyendawakan bayi setelah disusui yaitu dengan
menyandarkan bayi dipundak atau menelungkupkan bayi melintang
kemudian menepuk-nepuk punggung bayi.
Evaluasi: Ibu mengerti tentang menyendawakan bayi
h. Memberitahu ibu jika saat menyusui payudaranya terasa sakit maka boleh
diistirahatkan terlebih dahulu, dengan catatan ASI harus dikeluarkan dengan
menggunakan tangan yaitu posisi tangan harus membentuk huruf “C” pada
saat mengeluarkan ASI nya supaya tidak terjadi bendungan dan tidak
dianjurkan untuk mengguanakan alat pompa karena akan menimbulkan
nyeri.kemudian berikan ASI kepada bayi dengan menggunakan sendok atau
pipet.
Evaluasi: Ibu mengerti dan paham apa yang disampaikan.
i. Memberitahu ibu untuk mencuci payudara 1 kali sehari tanpa
mengguanakan sabun.
Evaluasi: Ibu mengerti dan paham apa yang disampaikan.
j. Menganjurkan kepada ibu tentang istirahat yang cukup seperti tidur malam
6 jam dan tidur siang 1-2 jam, jika ibu kurang tidur dimalam hari maka di
siang harinya ibu harus tidur supaya istirahat ibu tercukupi.
Evaluasi: Ibu mengerti tentang istirahat yang cukup
k. Menganjurkan ibu untuk mengkonsumsi makanan yang sehat dan seimbang
seperti makan nasi, proteinnya bisa didapat dari ikan, daging, tempe, tahu,
sayur-sayuran seperti sayur sop, sayur bayam, buah-buahan dan susu.
Evaluasi: Ibu mengerti dan paham apa yang di jelaskan yaitu tentang
mengkonsumsi makanan yang sehat dan seimbang.
l. Memberikan konseling tentang tanda-tanda bahaya pada masa nifas seperti
demam tinggi, sakit kepala hebat, pandangan mata kabur, nyeri perut bagian
bawah, Lochia yang berbau, bengkak pada wajah dan tangan, terasa panas
saat BAK, sedih karena tidak bisa merawat bayinya.
Evaluasi: Ibu mnegerti dan paham mengenai tanda bahaya pada masa nifas
m. Menganjurkan ibu untuk ber KB pasca salin, macam-macam KB yang bisa
ibu gunakan yaitu KB IUD, pil, suntik 3 bulan, impalan dan kondom.
Evaluasi: Ibu mengerti dan sudah sepakat dengan suami ingin memilih
KB PIL
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pembahasan Preceptor
Dalam mengaplikasikan preceptor langkah pertama adalah
menghadapkan mahasiswa pada kasus, mahasiswa menjelaskan kondisi
pasien dan tindakan yang telah dilakukan oleh mahasiswa pada pasien
tersebut. Langkah kedua menggali mahasiswa untuk mengeksplor data
subjektif dan objektif pasien. Langkah ketiga memberikan rumus umum
pada mahasiswa di hal-hal yang terpenting atau yang menjadi data fokus.
Langkah ke empat memberikan apresiasi pada mahasiswa untuk tindakan
yang telah dilakukan dan memberikan dukungan untuk lebih baik dalam
melakukan tindakan selanjutnya. Langkah ke lima mengoreksi hal-hal
yang belum tepat dilakukan oleh mahasiswa/bidan baru atau perlu
dilakukan bimbingan secara maksimal kemudian dilakukan rencana
tindak lanjut apabila ada hal yang tidak tepat dalam tindakan dengan
spesifik dan dapat dimengerti, maka teori dan aplikasi preceptor telah
sesuai
Preseptorship dilakukan di puskesmas serang kota pada hari Senin, 23
desember 2019 . Mahasiswa DIV sebagai Preseptor dan bidan baru sebagai
Presepte. Dengan bimbingan CI Lapangan. Kasus yang akan di ambil
tentang putting susu lecet pada ibu nifas. Dari hasil preseptorship preseptor
menilai tingkat pengetahuan presepte mengenai putting susu lecet pada ibu
nifas sudah baik. Presepte juga sudah mampu melaporkan kasus yang di
ambil, mengeksplorasi data subjektif dan objektif pasien. Presepte mampu
membuat rencana asuhan pada pasien serta memberikan konseling pada
pasien. Tetapi masih ada point-point atau rumusan umum yang harus
diketahui presepte. Presepte masih harus banyak membaca teori-teori
tentang putting susu lecet agar pengetahuannya semakin luas dan
konseling yang diberikan kepada pasien pun semakin bervariasi dan tepat.
B. Pembahasan Coaching
Dalam aplikasi coaching yang telah diaplikasikan pada mahasiswa
langkah pertama yang dilakukan yaitu pre conference, menyapa dan
memperkenalkan diri kepada bidan baru, menanyakan pencapaian target,
kontrak dan tujuan belajar kepada bidan baru, menganjurkan bidan baru
untuk mempersiapkan kompetensinya sebelum melakukan tindakan,
mengkomunikasikan tindakan kompetensi yang akan dilakukan mahasiswa
kepada pasien. Langkah ke dua yaitu Coaching, melakukan penilaian pada
bidan baru saat melakukan tindakan kepada pasien menggunakan penuntun
belajar (daftar tilik), menilai kinerja mahasiswa pada daftar tilik selama
mengobservasi kompetensi. Langkah ketiga menilai pencapaian target
yang telah dilakukan bidan baru mengevaluasi dan merencanakan kegiatan
dihari berikutnya, serta menjalin kerja sama dengan mahasiswa untuk
menetapkan tujuan praktek berikutnya. Maka teori dan praktek sesuai.
Coaching dilakukan di puskesmas serang kota , pada tanggal 23
desember 2019 – 4 januari 2020. Mahasiswa DIV sebagai Coach dan bidan
baru sebagai Coachee. Dengan bimbingan CI Lapangan. Kasus yang akan
di ambil tentang perawatan luka perineum. Dari hasil Coaching, Coach
menilai tindakan yang dilakukan oleh Coachee sudah baik dan sesuai
dengan daftar tilik. Tetapi, Coachee masih terlihat kurang percaya diri,
kadang-kadang tampak cemas saat melakukan pemeriksaan pada ibu nifas,
tetapi secara keseluruhan tindakan yang dilakukan sudah baik.
GAMBAR GRAFIK
GAMBAR GRAFIK
GAMBAR GRAFIK
e. Pelayanan Neonats KN 1
Sasaran pelayanan bayi 29hari-12bulan pada tahun 2019 sebanyak
1173 bayi, jumlah pencapaian cakupan bayi 12bulan-59bulan
tahun 2017 sebanyak 1320 bayi (89,7%) sedangkan
target sebanyak 1492 bayi 90%, dengan demikian masih terdapat
kesenjangan sebesar 0,3%.
1. Permasalahan
-Masih ada bayi yang tidak dibawa ke posyandu oleh orang
tuanya.
-Masih ada orang tua yang belum mengerti manfaat posyandu.
2. Perencanaan Pemecahan Masalah
-Lebih meningkatkan penyuluhan kesehatan Ibu dan Anak
-Lebih meningkatkan kinerja bidan di klinik KIA & posyandu
-Lebih meningkatkan koordinasi lintas sektoral dan
meningkatkan pemberdayaan masyarakat
-Adanya kunjungan rumah
GAMBAR GRAFIK
g. Faktor Resiko
Sasaran Detetksi Faktor 0-28 hari pada tahun 2019 di Puskesmas
Serang Kota terdeteksi 3.115 orang terkena penyakit ISPA, KLB
di Puskesmas Serangkota terbanyak penyakit Campak sebanyak
845 orang, dan desa Cinangka yang memiliki faktor resiko
sebanyak 1.653 orang.
1. Permasalahan
-Kebersihan dalam menjaga lingkungan
-Masih banyak orang yang tidak menjaga kesehatannya
-Kejadian Luar Biasa (KLB) masih banyak menular di daerah
2. Perencanaan Pemecahan Masalah
-Lebih meningkatkan penyuluhan PHBS
-Mengadakan lomba rumah sehat untuk mencakup kebersihan
lingkungan
- Mengadakan vaksin menyeluruh untuk penyakit campak dan
difteri
-Lebih meningkatkan kinerja bidan di klinik KIA & posyandu.
-Lebih meningkatkan koordinasi lintas sektoral dan
meningkatkan pemberdayaan masyarakat.
Dari matriks di atas dapat disimpulkan adanya 4 macam status cakupan desa, yaitu
:
1. Status Baik
Adalah desa dengan cakupan diatas target yang ditetapkan untuk bulan April
2017, dan mempunyai kecenderungan cakupan bulanan yang meningkat atau tetap
jika dibandingkan dengan cakupan bulan lalu. Desa-desa ini adalah Desa A dan C.
jika keadaan tersebut berlanjut, maka desa-desa tersebut akan mencapai atau
melebihi target tahunan yang ditentukan.
2. Status Kurang
Adalah desa dengan cakupan diatas target yang ditetapkan untuk bulan April
2017, dan mempunyai kecenderungan cakupan bulanan yang menurun jika
dibandingkan dengan cakupan bulan lalu. Desa dalam kategori ini adalah Desa B,
yang perlu mendapatkan perhatian karena cakupan bulan ini hanya 6 %. Jika
cakupan terus menurun,, maka desa tersebut tidak akan mencapai target tahunan
yang ditentukan.
3. Status Cukup
Adalah desa dengan cakupan dibawah target yang ditetapkan untuk bulan April
2017, dan mempunyai kecenderungan cakupan bulanan yang meningkat jika
dibandingkan dengan cakupan bulan lalu. Desa dalam kategori ini adalah Desa E,
yang perlu didorong agar cakupan bulanan selanjutnya tidak lebih kecil daripada
cakupan bulanan minimal. Jika keadaan tersebut dapat terlaksana, maka desa ini
kemungkinan besar akan mencapai target tahunan yang ditentukan.
4. Status Jelek
Adalah desa dengan cakupan dibawah target yang ditetapkan untuk bulan April
2017, dan mempunyai kecenderungan cakupan bulanan yang menurun jika
dibandingkan dengan cakupan bulan lalu. Desa dalam kategori ini adalah Desa D,
yang perlu diprioritaskan untuk pembinaan agar cakupan bulanan selanjutnya
tidak lebih kedapat ditingkatkan di atas cakupan bulanan minimal agar dapat
mengejar kekurangan target sampai bulan April 2017, sehingga dapat pula
mencapai target tahunan yang ditentukan.
5. Rencana Tindak Lanjut
Bagi kepentingan program, analisis PWS-KIA ditujukan untuk menghasilkan
suatu keputusan tindak lanjut teknis dan non-teknis bagi Puskesmas keputusan
tersebut harus dijabarkan dalam bentuk rencana operasional jangka pendek untuk
dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Preceptor adalah seorang bidan ahli yang berpengalaman dan sudah
terdaftar yang memberikan inspirasi, pengarahan, bimbingan, dan supervisi
kepada mahasiswa bidan yang sedang praktek maupun bidan baru lulus dan
masuk dalam dunia kerja dengan waktu yang terbatas dan tujuan yang khusus.
Bimbingan dan pengarahan bersifat formal, diberikan dalam rentang waktu
tertentu dan mempunyai tujuan agar mahasiswa praktikan untuk mampu
beradaptasi lebih mudah di area tatanan kerja dan dapat memaksimalkan proses
transisi dari pemula menjadi bidan yang berpengalaman. Tugas utama seorang
preceptor adalah untuk menjembatani kesenjangan antara teori dan praktek
kebidanan yang didapatkan selama pembelajaran di kampus dengan kenyataan
yang ada di lahan. Kata preceptor masih sangat jarang dikenal di Indonesia, istilah
Clinical Instructur (CI) lebih dikenal di Indonesia sebagai preceptor. Preceptor
merupakan bagian dari Preseptoring. Kemampuan berkomunikasi yang baik,
bersikap positif selama proses pengajaran dan pembelajaran serta mempunyai
kemampuan menstimulasikan pemikiran yang kritis penting dimiliki seorang
preceptor.
Proses untuk mencapai suatu prestasi kerja dimana ada seorang
pendamping memberikan tantangan, menstimulasi dan membimbing untuk
berkembang agar mencapai suatu yang diharapkan, atau dengan kata lain alternatif
untuk konseling disebut coaching. Dalam hal ini proses coaching intinya adalah
suatu dialog antara mahasiswa bidan atau bidan baru dengan preceptor dalam
melakukan bimbingan praktek kebidanan. Tujuannya dapat meningkatkan kinerja
secara individu maupun tim dalam bekerja di klinik, motivasi yang lebih tinggi,
meningkatkan kemampuan kemandirian dan mengatasi permaslahan yang
dihadapi.
Program pokok di puskesmas yang mendapat prioritas tinggi, mengingat
kelompok ibu hamil, menyusui, bayi dan anak yang rentan terhadap kesakitan dan
kematian adalah PWS KIA. Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan
Anak (PWS KIA) merupakan manajemen program KIA (pelayanan ibu hamil,
bersalin, nifas, KB, bayi dan balita) untuk memantau cakupan pelayanan KIA
disuatu wilayah puskesmas terus menerus, sehingga dapat dilakukan tindak lanjut
yang cepat dan tepat. Tujuan PWS-KIA sendiri yaitu untuk meningkatkan
jangkauan dan mutu pelayanan KIA di wilayah kerja puskesmas, melalui
pemantauan cakupan pelayanan KIA di tiap desa secara terus menerus. Ditetapkan
indikator pemantauan program KIA yang dipakai untuk PWS-KIA meliputi
indikator yang dapat menggambarkan keadaan kegiatan pokok dalam program
KIA, yaitu 1. Akses pelayanan ANC (Cakupan K1), 2. Cakupan ibu hamil
(Cakupan K4), 3. Cakupan persalinan oleh nakes, 4. Deteksi ibu hamil beresiko
oleh masyarakat, 5. Deteksi ibu hamil oleh nakes, 6. Cakupan pelayanan neonatal
(KN) oleh nakes.
B. Saran
Diharapkan sebagai seorang tenaga kesehatan dalam hal ini bidan wajib
melaksanakan tugas menurut prosedur yang ada dan telah ditetapkan sesuai
dengan profesi kebidanan agar tercapai pelayanan yang maksimal dan dapat
terpenuhi sesuai kebutuhan masyarakat dengan baik, cepat dan tepat.