Anda di halaman 1dari 73

LAPORAN PRAKTIK KLINIK KEBIDANAN

(PEMBELAJARAN PRAKTIK DAN ADMINISTRASI PWS


KIA)
Disusun sebagai syarat untuk memenuhi mata kuliah Praktik Klinik
Kebidanan V

Disusun Oleh:
KELOMPOK 2
PUSKESMAS SERANG KOTA
Desi Puspitasari 19501426132
Nayla Luzkia 19501426
Ria Arafah 19501426
Rosayana Sahrul 19501426064
Yusi Gumilar 19501426249

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI D-IV KEBIDANAN
UNIVERSITAS NASIONAL
2019
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
DAFTAR ISI ........................................................................................................
BAB I. PENDAHULUAN ....................................................................................
A. LatarBelakang ...........................................................................................
B. Tujuan Penulisan .......................................................................................
C. Manfaat Penulisan .....................................................................................
BAB II. TINJAUAN TEORI ................................................................................
A. Teori Preseptor ..........................................................................................
B. Teori Coaching ..........................................................................................
C. Teori PWS KIA .........................................................................................
D. Teori Kasus (PNC) ....................................................................................
BAB III. TINJAUAN KASUS ..............................................................................
A. Identitas Mata Kuliah ................................................................................
B. Tujuan Pembelajaran .................................................................................
C. Metode dan Teknik Bimbingan .................................................................
D. Uraian Kasus Preceptor .............................................................................
E. Uraian Kasus Coaching .............................................................................
F. Uraian Kasus PWS KIA ............................................................................
BAB IV. PEMBAHASAN ...................................................................................
A. Pembahasan Preseptor ...............................................................................
B. Pembahasan Coaching ..............................................................................
C. Pembahasan Pelaporan PWS KIA ............................................................
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN ....................................................................
A. Simpulan ...................................................................................................
B. Saran .........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbagai upaya telah dilakukan untuk menurunkan angka kematian
ibu dan bayi, mulai dari tingkat internasional (World Health
Organization/WHO), tingkat nasional, sampai ke tingkat daerah. Di
antaranya adalah pertemuan millenium Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) pada September 2000 yang menyepakati bahwa Tujuan
Pembangunan Millenium (Millenium Development Goals/MDGs) harus
tercapai pada tahun 2015. Seiring dengan target tersebut Pemerintah telah
mencanangkan pengimplementasian MDGs, khususnya pada nomor 1, 4
dan 5, yakni : Menurunkan angka status gizi kurang/buruk pada anak-
anak berusia di bawah lima tahun (balita) sebesar 50% dari keadaan
tahun 1990 pada tahun 2015 menjadi 15%, menurunkan angka kematian
bayi dan balita sebesar 66% dari keadaan tahun 1990 yaitu menjadi 16 /
1000 kelahiran hidup pada tahun 2015, menurunkan angka kematian ibu
sebesar 75% dari keadaan tahun 1990 yaitu menjadi 125 / 100.000
kelahiran hidup pada tahun 2015.
Tujuan bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam UUD 1945
alinea IV adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia serta untuk memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mencapai tujuan tersebut
diselenggarakan pembangunan Nasional secara berkelanjutan, terencana
dan terarah. Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dan
terpenting dalam pembangunan Nasional.
Tujuan diselenggarakan Pembangunan Kesehatan adalah untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
Keberhasilan Pembangunan Kesehatan berperan penting dalam
meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu diselenggarakan upaya kesehatan
yang menyeluruh, terpadu dan merata serta dapat diterima dan dijangkau
oleh seluruh lapisan masyarakat.
PWS-KIA adalah alat manajemen program KIA untuk memantau
cakupan pelayanan KIA di suatu wilayah kerja secara terus menerus. Hal
tersebut dimaks udkan agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan
tepat terhadap wilayah kerja yang cakupan pelayanan KIA-nya masih
rendah ataupun wilayah yang membutuhkan penanganan atau tindak
lanjut secara khusus.
Penyajian PWS-KIA dapat dipakai sebagai alat motivasi dan
komunikasi kepada sektor terkait yang berkaitan terhadap pelaksanaan
pelayanan kesehatan ibu dan anak. Dapat dijabarkan lebih lanjut bahwa
penyajian PWS-KIA berkaitan langsung dengan masyarakat setempat,
khususnya aparat yang berperan dalam pendataan dan penggerakan
sasaran agar mendapatkan pelayanan KIA, maupun dalam membantu
memecahkan masalah non teknis rujukan kasus resiko tinggi. Dalam hal
ini adalah sumber daya masyarakat setempat seperti kader kesehatan,
tokoh masyarakat dan tokoh agama.
Pembelajaran dalam jenjang D IV Kebidanan mencakup kuliah di kelas
dan praktik klinik. Praktik Klinik Kebidanan V adalah salah satu proses
pembelajaran yang harus ditempuh oleh mahasiswi kebidanan. Melalui
proses pembelajaran ini diharapkan terbentuk lulusan yang handal, siap
pakai, serta inovatif dengan bekal pengetahuan dan kemampuan yang
akhirnya mampu mengaplikasikan apa yang dipelajari di dunia kerja serta
menjadi aset yang bernilai tinggi bagi institusi tempat bekerja.
Praktik klinik merupakan suatu kegiatan untuk memberikan
pengalaman belajar bagi mahasiswi kebidanan dalam situasi yang nyata,
khususnya dalam membentuk peran dan tanggungjawab mahasiswa
untuk menjadi bidan yang profesional dan berpengetahuan tinggi, dengan
menunjukkan sebuah pencapaian berupa memberikan asuhan yang aman,
menunjukkan akuntabilitas kerja, dapat dipercaya, menunjukkan
kemampuan dalam mengorganisasi asuhan kebidanan, mengelola
program PWS KIA, dan mampu berkomunikasi dengan baik terhadap
pasien dan staf lainnya di institusi kesehatan.
Mengacu pada Kurikulum Program Studi Kebidanan Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Nasional Semester VII tentang pencapaian
kemampuan preceptorship untuk membimbing dan memotivasi praktisi
kesehatan baru yang memenuhi persyaratan untuk melewati masa transisi
bagi mahasiswi untuk mengembangkan kemampuan praktik mereka lebih
lanjut. Serta untuk mengaplikasikan praktik administrasi PWS KIA,
maka mahasiswi diwajibkan untuk melaksanakan kegiatan praktik klinik
berikut.
Selama pelaksanaan praktik klinik kebidanan V, mahasiswi diharapkan
mampu menerapkan serta mengembangkan pengetahuan dan
keterampilannya yang telah didapat di perkuliahan dan laboratorium ke
dalam pelayanan yang nyata di Puskesmas terkait,
dengan preceptorship dan coaching dalam asuhan kebidanan pada
kehamilan, pada ibu bersalin, nifas, bayi baru lahir, KB, serta
pengelolaan administrasi PWS KIA.
Program preceptorship dalam pembelajaran bertujuan untuk
membentuk peran dan tanggung jawab mahasiswa untuk menjadi
perawat yang profesional dan berpengetahuan tinggi, dengan
menunjukan sebuah pencapaian berupa memberikan perawatan yang
aman, menunjukan akuntabilitas kerja, dapat dipercaya, menunjukan
kemampuan dalam mengorganisasi perawatan pasien dan mampu
berkomunikasi dengan baik terhadap pasien dan staf lainnya.
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas yang berada di bawah
Dinas Kesehatan yang merupakan pelaksana pelayanan kesehatan strata
pertama (dasar) dalam sistem kesehatan di Indonesia. Tugas pokok dan
fungsi Puskesmas yaitu sebagai pusat penggerak pembangunan
berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat serta sebagai
pusat pelayanan kesehatan strata pertama. Atas dasar itu, semua program
yang ada di Puskesmas mengacu kepada tugas pokok dan fungsi tersebut
sehingga pelaksanaan kegiatan mengarah kepada tujuan yang akan
dicapai. Dalam pelaksanaan kegiatan program diawali dengan
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan serta diakhiri dengan laporan
sebagai bentuk pertanggungjawaban kegiatan yang telah dilaksanakan,
baik dalam bentuk laporan bulanan maupun tahunan.
Berdasarkan hal tersebut di atas, Puskesmas Serang Kota
memberikan informasi/ input kepada Dinas Kesehatan dalam bentuk
laporan tahunan pelaksanaan kegiatan Puskesmas Tahun Anggaran 2019.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Melaksanakan praktik pembelajaran klinik dan pelaporan PWS-KIA.
2. Tujuan Khusus
a. Sebagai Preseptor
b. Sebagai Coach
c. PWS-KIA
C. Tempat dan Waktu
Kegiatan praktik bimbingan klinik (Clinical Instruktur) ini dilaksanakan
pada tanggal 23 Desember 2019 – 04 Januari 2020 di Puskesmas Serang
Kota, Serang – Banten
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Lahan Praktik
Memberikan informasi tentang proses bimbingan klinik yang sesuai
dengan pelatihan preceptorship.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat meluluskan mahasiswa D-IV Kebidanan yang
mampu mendampingi praktik klinik secara profesional.
3. Bagi Mahasiswa
Diharapkan bisa dijadikan pengalaman dan menambah pengetahuan
bagi mahasiswa praktik.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Teori Preceptorship
1. Pengertian Preceptorship
Preceptorship adalah suatu metode pengajaran dan pembelajaran
kepada mahasiswa dengan menggunakan perawat sebagai model
perannya. Preceptorship bersifat formal, disampaikan secara
perseorangan dan individual dalam waktu yang sudah ditentukan
sebelumnya antara perawat yang berpengalaman (preceptor) dengan
perawat baru (preceptee) yang didesain untuk membantu perawat baru
untuk menyesuaikan diri dengan baik dan menjalankan tugas yang
baru sebagai seorang perawat. (CNA, 1995).
Program preceptorship dalam pembelajaran bertujuan untuk
membentuk peran dan tanggung jawab mahasiswa untuk menjadi
perawat yang profesional dan berpengetahuan tinggi, dengan
menunjukan sebuah pencapaian berupa memberikan perawatan yang
aman, menunjukan akuntabilitas kerja, dapat dipercaya, menunjukan
kemampuan dalam mengorganisasi perawatan pasien dan mampu
berkomunikasi dengan baik terhadap pasien dan staf lainnya (CNA,
2004).
Menurut NMC (Nurse Midwifery Council di UK 2009)
mendefinisikan preceptorship sebagai suatu periode (preceptorship)
untuk membimbing dan mendorong semua praktisi kesehatan baru
yang memenuhi persyaratan untuk melewati masa transisi bagi
mahasiswa untuk mengembangkan kemampuan praktik mereka lebih
lanjut (Keen, 2004).
Waktu yang dibutuhkan untuk pelaksanaan preceptorship adalah
sekurang-kurangnya 1-2 bulan. Lama waktu pelaksanaan biasanya
ditentukan oleh institusi pendidikan atau pegawai yang mengetahui.
2. Elemen-elemen di dalam Preceptorship
Menurut Ann Keen (2004) dalam bukunya yang berjudul
“Preceptorship Framework” elemen-elemen preceptorship
meliputi perawat baru, preceptor, dan perawat klinik.
a. Perawat baru
1) Kesempatan untuk menerapkan dan mengembangkan
pengetahuan, kemampauan dan nilai-nilai yang telah dipelajari.
2) Mengembangkan kompetensi spesifik yang berhubungan
dengan peran precepte.
3) Akses dukungan dalam menanamkan nilai-nilai dan harapan-
harapan profesi.
4) Personalisasi program pengembangan yang mencakup
pembelajaran post-registrasi seperti kepemimpinan,
manajemen, dan bekerja secara efektif dalam tim multi disiplin.
5) Kesempatan untuk merefleksikan praktek dan menerima umpan
balik yang konstruktif.
6) Bertanggung jawab atas pembelajaran individu dan
pengembangan dari pembelajaran tentang pengelolaan diri.
7) Kelanjutan dari pembelajaran sepanjang hayat.
8) Meningkatkan cakupan prinsip-prinsip peraturan konsil
keperawatan.

b. Preceptor
1) Bertanggung jawab untuk mengembangkan orang lain secara
profesional agar mencapai potensi.
2) Ikut merumuskan dan terus menunjukkan pengembangan
profesional.
3) Bertanggung jawab untuk mendiskusikan praktek individu dan
memberikan umpan balik.
4) Bertanggung jawab untuk berbagi pengetahuan dan
pengalaman individu yang dimiliki.
5) Memiliki wawasan dan empati dengan praktisi perawat baru
selama fase transisi.
6) Bertingkah laku sebagai role model yang teladan.

3. Keuntungan Preceptorship
Mahasiswa yang telah secara formal diberikan pendidikan oleh
preceptor menunjukan tingkat sosialisasi dan performa yang lebih baik
(Udlis, 2006).
Program preceptorship juga telah terbukti bermanfaat dalam
mengendalikan biaya melalui retensi perawat baru, peningkatan
kualitas pelayanan, dan mendorong pengembangan professional. Studi
deskriptif yang dilakukan oleh (Kim, 2007) menemukan bahwa
kompetensi keperawatan diantara para mahasiswa perawat senior
secara positif berhubungan dengan partisipasi dalam program
preceptorship klinis.
Bagi partisipan, preceptorship sebagai sarana untuk memfasilitasi
suksesnya proses masuk dan orientasi di profesi keperawatan,
membantu dalam pengembangan kemampuan serta efektivitas waktu.
Bagi preceptor akan mendapatkan kepuasan ketika seorang pemula
yang dibimbingnya menjadi lebih percaya diri (Neumanet. al.,2004;
Wright, 2002).
Preceptor mendapatkan keuntungan dari meningkatnya harga diri
dan kesadaran diri sebagai seorang panutan. Bagi institusi,
preceptorship meningkatkan kualitas dari praktik profesi keperawatan
dan lebih menghemat biaya dari pada orientasi secara manual. Program
preceptorship memberikan keuntungan kepada semua komponen yang
terdapat didalamya.
Menurut Ann Keen (2004) dalam bukunya yang berjudul
“Preceptorship Framewok” terdapat keuntungan dalam
mengimplementasikan preceptorship yang berdampak pada
peningkatan kepuasan pasien. Ann Keen menyebutkan terdapat empat
pihak yang mendapat keuntungan dengan adanya program
preceptorship ini.
a. Praktisi yang baru terdaftar
b. Pegawai
c. Preceptor
d. Profesi Merangkul tanggung jawab profesi yang meliputi

4. Pertimbangan - pertimbangan Keberhasilan Program Preceptorship


Banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam mengembangkan
program preceptorship, termasuk tingkat kecemasan pada preceptee,
beban kerja preceptor, konflik dan kemitraan. Pengalaman dalam
program preceptorship dapat menyebabkan stress yang signifikan
terhadap preceptee (Yonge, Myrick, & Haase, 2002) dan dapat
menimbulkan kekecewaan tentang profesi keperawatan. Keterbukaan
dalam berbagi informasi antara preceptee dan preceptor maupun
dengan koordinator program dan penasihat fakultas adalah satu hal
yang sangat penting untuk dilakukan dan harus tetap dipertahankan.
Seorang preceptor harus mengetahui tentang bagaimana mengenali
stress pada preceptee, bagaimana cara membantu mereka mengatasi
stress atau bagaimana cara memberikan bantuan lebih lanjut, misalnya
konseling ketika itu memang dibutuhkan. Sama halnya, beban kerja
yang berlebih dapat mempengaruhi kepuasan kerja bagi sebagian
preceptor (Lockwood-Rayerman, 2004).
Beban kerja berlebih mungkin bersumber dari banyaknya pasien
yang harus ditangani disamping harus berperan sebagai preceptor
untuk memenuhi tanggung jawab, mempunyai preceptee yang terlalu
banyak, dan tidak diberi pilihan dalam mengambil tanggung jawab
tambahan sebagai seorang preceptor. Ini merupakan isu-isu etik yang
harus dipertimbangkan ketika akan menjalankan program
preceptorship di tempat kerja keperawatan.
Penting untuk mengenali bahwa konflik bisa saja timbul antara
preceptor dan preceptee (Mamchur & Myrick, 2003). Program-
program orientasi harus memberikan wawasan dan pendekatan bagi
preceptor dan preceptee tentang bagaimana mengenali dan
menyelesaikan masalah.
Secara ideal, preceptorship adalah suatu kemitraan antara preceptor
(yang mana bertanggung jawab untuk mengajari, mengevaluasi, dan
memberikan umpan balik) dan preceptee serta koordinator program /
penasihat fakultas. Untuk mewujudkan program preceptorship yang
sukses, yang terakhir yang harus disiapkan adalah menyediakan kursus
orientasi, dukungan evaluatif dan informatif untuk preceptor dan
precepte.

B. Teori Preceptor
1. Definisi Preceptor
Preceptor didefinisikan sebagai seseorang yang sudah ahli dalam
memberikan latihan praktikal kepada mahasiswa (Moyer &
Wittmann-Price, 2008). Definisi lain dari preceptor adalah perawat
yang sudah terdaftar yang memberikan supervisi melalui
hubungan perseorangan dengan mahasiswa perawat selama dalam
tatanan klinik (Barker, 2010).
Preceptor adalah seseorang yang memberikan pengajaran,
konseling, memberikan inspirasi, bekerja sebagai seorang panutan,
mendukung pertumbuhan dan perkembangan dari mahasiswa baru
yang dibimbingnya dengan waktu yang terbatas dan dengan tujuan
yang spesifik dari sosialisasi pemula menjadi peran yang baru
(Morrow, 1984).
Preceptor memberikan sarana yang efektif untuk menjembatani
kesenjangan antara teori dan praktek dalam pendidikan keperawatan
dan membantu menurunkan kecemasan bagi lulusan baru yang
memasuki dunia kerja. Dengan adanya preceptorakan sangat
membantu mahasiswa maupun lulusan baru untuk lebih memahami
karakteristik tempat kerja dan membantu beradaptasi dengan baik.
Dapat disimpulkan bahwa preceptor adalah seorang yang staff
keperawatan yang sudah berpengalaman dan sudah terdaftar yang
memberikan pengarahan dan supervisi secara formal dalam waktu
yang sudah ditentukan dan dengan tujuan khusus terhadap mahasiswa
yang baru lulus dan masuk dalam dunia kerja keperawatan agar lebih
mudah beradaptasi dengan lingkungan dan dapat memaksimalkan
proses transisi dari seorang pemula menjadi perawat yang lebih
berpengalaman.
2. Karakteristik Preceptor
Kemampuan berkomunikasi yang baik, bersikap positif selama
menuju proses pengajaran dan pembelajaran serta mempunyai
kemampuan untuk menstimulasikan pemikiran yang kritis adalah
pertimbangan yang penting dibutuhkan oleh seorang preceptor
(Altman, 2006).
Preceptor harus mempunyai kemampuan untuk menghadapkan
mahasiswa keperawatan kepada pengalaman klinik yang efektif yang
secara langsung meningkatkan perkembangan kepercayaan dan
kompetensi (Spouse, 2001). Seorang preceptor juga dapat
mempengaruhi perkembangan sikap profesionalisme terhadap
mahasiswa.

3. Kompetensi Preceptor
Seorang preceptor harus memiliki kompetensi yang sesuai agar
perannya sebagai seorang preceptorakan lebih diakui dan akan
mendukung profesionalitas kerja yang dilakukannya. Canadian Nurses
Association menjelaskan ada lima kompetensi yang harus dimiliki
seorang preceptor, yaitu :
a. Kolaborasi
1) Berkolaborasi dengan preceptee pada semua tahapan
Preseptoring.
2) Menyusun dan menjaga kerjasama dengan penasehat / kepala
fakultas dan rekan lain (Universitas, profesi pelayanan
kesehatan, dan klien)
3) Membuat jaringan dengan preceptor lain untuk mendiskusikan
peningkatan praktik.
4) Membantu menginterpretasikan peran preceptee kepada
individu, keluarga, komunitas dan populasi.
b. Karakter Personal
1) Menunjukan antusias dan tertarik pada preceptor.
2) Menunjukan ketertarikan dalam kebutuhan dan perkembangan
belajaran preceptor.
3) Membantu perkembangan pembelajaran lingkungan yang
positif.
4) Beradaptasi untuk berubah.
5) Menunjukan kemampuan komunikasi yang efektif dengan klien
dan universitas.
6) Menunjukan kemampuan pemecahan masalah yang efektif.
7) Menunjukan kesiapan dan keterbukaan untuk belajar dengan
preceptor.
8) Menunjukan tanggung jawab atas perbedaan preceptee(latar
belakang pendidikan, ras, kultur dll)
9) Menggabungkan preceptee ke dalam budaya sosial.
10) Memiliki kepercayaan diri dan kesabaran.
11) Mengakui keterbatasan diri dan berkonsultasi dengan orang lain.

c. Fasilitasi belajar
1) Menilai kebutuhan pembelajaran klinik preceptee dalam
bekerjasama dengan preceptee dan penasehat fakultas /
koordinator program dengan cara :
a) Meninjau kompetensi dasar sesuai dengan bidang ilmu
(praktik, pendidikan), standar praktik, tempat (rumah sakit,
klinik spesialis).
b) Membicarakan harapan hasil pembelajaran berdasarkan atas
data pada kompetensi dasar.
c) Mengkaji pengalaman preceptee sebelumnya dengan
tanggung jawab pengetahuan dan keahlian untuk menjaga
pemahaman, perkembangan, dan kebutuhan pembelajaran
yang spesifik pada tempat praktek.
d) Mengidentifikasi potensi belajar pada tempat praktek yang
akan menyesuaikan perkembangan dan kebutuhan belajar
preceptee.
e) Membantu preceptee untuk mengembangkan hasil
pembelajaran individu, peran saat praktek sesuai dengan
panduan Specific (spesifik), Measurable and observable
(dapat diukur dan diobservasi), Achievable (dapat dicapai
dengan sumber yang memadai selama Preseptoring),
Relevant (relevan), Time (waktu).
2) Merencanakan aktivitas pembelajaran klinik dalam bekerjasama
dengan preceptee dan dengan penasehat fakutas/koordinator
program, dengan cara:
a) Membantu preceptee untuk mencari tempat kegiatan
pembelajaran untuk mendapatkan hasil pembelajaran dan
untuk membuat waktu preceptee supaya optimal.
b) Ketika memungkinkan, pilihlah tugas klinik/aktivitas
pembelajaran sesuai dengan yang teridentifikasi pada hasil
pembelajaran dan cara belajar preceptee.
c) Ketika memungkinkan urutkan tugas klinik / aktivitas
pembelajaran selama Preseptoring dari hal yang kecil
sampai yang kompleks guna meningkatkan pengetahuan.
3) Mengimplementasikan pembelajaran klinik dalam tempat
praktek dengan bekerjasama dengan preceptee dan penasehat
fakultas/ koordinator program dengan cara :
a) Menyusun strategi pembelajaran klinik dengan tepat.
b) Membantu preceptee dalam menyiapkan fasilitas
pembelajaran.
c) Ketika memungkinkan, kaji aktivitas preceptee. Ini
bertujuan untuk mengetahui kemajuan dan mengatur
aktivitas tersebut.
d) Berdiskusi dengan preceptee terkait kendala-kendala dalam
praktek.
e) Mengklarifikasi peran preceptor dan preceptee untuk
merencenakan kegiatan.
f) Memberikan umpan balik secara konstruktif (contohnya
pelatihan, dukungan, dorongan dan pujian).
g) Melakukan intervensi secara cepat dalam hal-hal yang tidak
diinginkan.
h) Penyesuaian level supervisi guna membantu perkembangan
diri.
4) Mengevaluasi hasil pembelajaran klinik dalam kerjasama
dengan preceptee dan penasehat fakultas dan koordinator
program dengan cara:
a) Memberikan umpan balik secara konstruktif menggunakan
lembar evaluasi (contohnya evaluasi formatif
harian/mingguan).
b) Menanyakan pertanyaan untuk mengetahui pengetahuan
preceptee yang telah dipelajari.
c) Menjelaskan penilaian preceptor terhadap kegiatannya.
d) Mendiskusikan ketidakcocokan antara preceptor dan
preceptee.
e) Berpartisipasi dengan mahasiswa dalam melengkapi lembar
evaluasi struktur yang menekankan pentingnya evaluasi
diri, dan untuk mengetahui kemajuan hasil pembelajaran
dan potensi berikutnya (contohya, evaluasi sumatif yang
dilakukan saat tengah dan akhir pembelajaran klinik).
f) Memberikan pujian dan dukungan pembelajaran lingkungan
dengan memfokuskan pada potensi mahasiswa, pencapaian
dan kemajuan menjelang pertemuan melalui proses
evaluasi.
g) Memberikan umpan balik yang positif tentang peningkatan
atau kesalahan untuk mendapatkan fundamental,
profesional atau sasaran diri.
h) Melakukan langkah yang tepat jika perkembangan hasil
pembelajaran kurang memuaskan (contohnya berkonsultasi
dengan pembimbing fakultas / koordinator program).
i) Menanyakan pertanyaan terbuka kepada mahasiswa untuk
menentukan pemahaman keefektifan intervensi preceptor
untuk memfasilitasi pembelajaran klinik.

d. Praktik Profesional
1) Berperilaku otonomi dan konsisten sesuai dengan standar
kebidanan yang diakui oleh peraturan provinsi dan kode etik
kebidanan.
2) Bekerja.
3) Membantu mahasiswa untuk mendapatkan ilmu, keahlian dan
keputusan peraturan provinsi dan kode etik kebidanan.
4) Mengklarifikasi peran, hak dan tanggungjawab yang
berhubungan dengan pembelajaran klinik.

4. Peran Preceptor
Menurut Minnesota Department of Health (2005), seorang preceptor
mempunyai 3 peran yaitu sebagai pengasuh, pendidik, dan sebagai
panutan. Tugas atau peran seorang preceptor adalah menjembatani
kesenjangan antara apa yang preceptee pelajari ketika di kampus
dengan kenyataan yang ada di lapangan.
Preceptor membantu preceptee untuk menumbuhkan kepercayaan
diri dan mendapatkan kompetensi-kompetensi yang dibutuhkan
ketika melakukan peran barunya sebagai perawat di klinik (Oerman &
Heinrich, 2003)
Preceptor memfasilitasi pembelajaran mahasiswa melalui
pengembangan sikap saling percaya dalam pelaksanaan preceptorship.
Seorang preceptor harus melihat preceptee sebagai seseorang yang
mempunyai kemampuan dan ketertarikan untuk menjadi perawat yang
berkompeten dengan segala kerentanannya selama proses
pembelajaran (Ohlring, 2004).
Seorang preceptor harus memiliki tanggung jawab sebagai :
a. Role Modelling (panutan)
1) Menunjukan praktik kebidanan profesional yang kompeten,
mendorong preceptee untuk mengintegrasikan praktik klinikal
yang profesional.
2) Menunjukan kemampuan berkomunikasi yang efektif dengan
anggota tim dan pasien.
3) Mengetahui pengetahuan pasien tentang tempat, kebutuhan
klinikal umum dan frekuensi penggunaan kemampuan klinikal.
4) Mengetahui kebutuhan utama pasien
b. Skill Building (Pembangun kemampuan)
1) Mengembangkan sebuah pembelajaran kontrak atau
menggabungkan keinginan preceptee tentang akuisisi
kemampuan yang dimiliki untuk difungsikan di level yang
diharapkan dari area kerja.
2) Memastikan preceptee menjadi tidak asing lagi dengan
kompetensi utama dari area kerja.
3) Menyesuaikan gaya pengajaran agar cocok dengan gaya
pembelajaran dari preceptee.
4) Menciptakan kesempatan pembelajaran, mengijinkan untuk
praktik, pengulangan dan evaluasi diri.
c. Critical Thinking (Pemikir yang kritis)
1) Mengidentifikasi kemampuan dan pengetahuan yang sudah
dimiliki oleh mahasiswa dan menggunakan pengetahuan serta
kemampuan tersebut sebagai dasar untuk pencapaian tujuan.
2) Memberdayakan preceptee untuk berpikir melalui masalah.
3) Mendorong preceptee untuk bertanya dan menjawab pertanyaan.
4) Menawarkan umpan balik yang konstruktif yang bersifat
reguler.
5) Mempunyai kemampuan untuk mengartikulasikan rasional
untuk praktik mahasiswa.
6) Menciptakan lingkungan yang memfasilitasi pengambilan resiko
dan pembelajaran, mengijinkan preceptee untuk belajar dari
kesalahan.
d. Socialization (Sosialisasi)
1) Bekerja dengan tim untuk menyambut anggota baru atau
praktikan di tempat kerja.
2) Memastikan pemahaman tentang aspek sosial dari suatu ruang,
peraturan yang tidak dikatakan, pemfungsian unit, rantai
perintah dan sumber daya.
3) Mengorientasikan preceptee terhadap tempat kerja, pengenalan,
komunitas di dalam praktik dan budaya tim.

Menurut Judith M. Scanlan (2008) tugas seorang preceptor adalah :


a. Menjelaskan orientasi tempat bagi mahasiswa.
b. Mempertahankan pengetahuan dasar saat ini yang berfungsi
sebagai sumber pengetahuan sebagai peran perawat.
c. Sebagai model praktik keperawatan professional.
d. Memberikan pengawasan (supervise) klinik.
e. Membantu mahasiswa dalam beradaptasi dengan peran baru
yang melekat dalam praktek professional.
f. Berkontribusi dalam evaluasi sistem yang mengukur kemajuan
mahasiswa.
g. Berkomunikasi dengan dosen dan mahasiswa untuk
memfasilitasi fungsi dari pengalaman preceptorship.

Menurut Departemen Kesehatan Minessota (2005) peran seorang


preceptor adalah:
a. Bersama dengan departement administrasi kesehatan,
mahasiswa, dan fakultas mengidentifikasi berbagai kesempatan
belajar yang berbasis populasi sebagai tambahan pengalaman
bagi mahasiswa kebidanan.
b. Memastikan komunikasi yang berkelanjutan dengan departemen
kesehatan, sekolah kebidanan dan mahasiswa.
c. Bersedia meluangkan waktu untuk mahasiswa sebagaimana
yang sudah dijadwalkan dan menghubungi mahasiswa apabila
tidak bisa membuat jadwal pertemuan.
d. Mendukung kurikulum berbasis populasi dan membantu dalam
penerapannya di kehidupan nyata dalam kerangka tujuan klinik.
e. Membantu mahasiswa dalam mengembangkan kemampuan dan
pengetahuan untuk praktik yang berbasis populasi.
f. Bertindak sebagai departemen kesehatan dan narasumber
masyarakat untuk fakultas.
g. Bertindak sebagai narasumber masyarakat dan mendukung
mahasiswa kebidanan di dalam instansi kebidanan.
h. Mengintegrasikan teori pembelajaran orang dewasa dan prinsip-
prinsip dalam interaksi dengan mahasiswa.
i. Memberikan umpan balik mengenai kemajuan siswa,
mengidentifikasi masalah, dan menyarankan cara-cara untuk
menyelesaikan masalah.
C. Teori Coaching
1. Pengertian Coaching
Pada masa yang lalu, coaching sebagai sarana pengembangan
muncul dari dunia olahraga menjadi suatu alat penting untuk
pengembangan pribadi dalam pekerjaan dan untuk mencoba
mengkaji dalam pilihan hidup. Coaching juga tumbuh dalam bidang
kehidupan, pasarnya sendiri bahkan lebih beragam, berkisar dari
coach yang bekerja dalam bidang kesehatan seperti penghentian
merokok, manajemen stres dan diet, sampai gaya hidup. Pada bidang
kesehatan ini para coach secara khusus dilatih dengan latar belakang
pelayanan kesehatan atau psikologi. Dalam bidang kesehatan
coaching merupakan alternatif untuk konseling (Passmore, 2010).
Coaching merupakan proses untuk mencapai suatu prestasi kerja
dimana ada seorang yang mendampingi, memberikan tantangan,
menstimulasi dan membimbing untuk terus berkembang sehingga
seseorang bisa mencapai suatu prestasi yang diharapkan. Seseorang
yang melakukan coaching disebut coach dan orang yang dicoaching
disebut coachee. Proses coaching akan sangat menolong seseorang
untuk mengaktualisasikan dirinya, yaitu untuk mencapai satu titik
dimana dia tidak hanya dapat mengetahui keberadaannya saat itu
tetapi juga mengetahui potensi kemampuan yang seharusnya dapat
dicapai. Orang yang melakukan coaching terikat dalam satu
kerjasama yang baik dengan coacheenya sehingga melalui proses ini
terjalin satu kedekatan dan saling pengertian yang lebih mendalam
(Riandi & Supriatno, 2009).
Proses coaching sering diartikan sebagai sarana untuk membantu
mengatasi dan memecahkan masalah pada individu, memberikan
motivasi dan dukungan semangat dalam melaksanakan tugasnya.
Kesempatan untuk peningkatan kerja bisa diperoleh melalui
keterampilan. Untuk memperoleh bantuan yang nyata dapat
diberikan dari dukungan individu atau organisasi. Beberapa hal yang
harus diperhatikan oleh seorang fasilitator dalam melakukan
bimbingan:
a. Apa hasil yang diharapkan atau yang diinginkan
b. Bagaimana cara mengukurnya
c. Perubahan apa yang diperlukan untuk memenuhi harapan atau
hasil yang diinginkan.
Fasilitator harus menentukan apakah peserta mampu memenuhi
harapan atau hasil yang diinginkan.Terkait dengan waktu dan usaha
yang diperlukan untuk tujuan tersebut juga harus ditentukan dengan
menggunakan panduan kinerja (Mercurio, 2008).
2. Tujuan Coaching
Tujuan yang umum diperoleh dari coaching adalah dapat
meningkatkan kinerja individu dan organisasi, keseimbangan yang
lebih baik antara pekerjaan dengan kehidupan, motivasi yang lebih
tinggi, pemahaman diri yang lebih baik, pengambilan keputusan
yang lebih baik dan peningkatan pelaksanaan manajemen perubahan.
Beberapa tujuan coaching:
a. Menstimulan pengembangan keterampilan peserta secara
individual
b. Membantu peserta menggunakan pekerjaan sebagai pengalaman
pembelajaran dengan bimbingan dan mengembangkan profesional
peserta
c. Memberi kesempatan kepada peserta untuk melengkapi pekerjaan
yang diberikan fasilitator dan pada saat yang sama
mempersiapkan keterampilan peserta dalam mengambil tanggung
jawab dan pekerjaan mendatang
d. Meningkatkan kemampuan kemandirian belajar dari peserta dan
mengatasi permasalahan yang dihadapi mereka.
3. Proses Coaching
Proses coaching adalah untuk menetapkan dan menjelaskan arah
dan tujuan serta untuk mengembangkan rencana-rencana kerja untuk
mencapai tujuan.Selain itu dijelaskan juga satu pengertian mengenai
hal-hal yang penting dalam kehidupan bahwa kita diberikan
kemampuan untuk mengambil dan melaksanakan tanggung jawab
yang telah diberikan dan membangun serta melakukan setiap rencana
kerja. Secara sederhana proses coaching akan membantu untuk
menciptakan visi yang terbaik dan terbaru yang dimiliki dalam rangka
mencapai suatu keberhasilan. Dimana keberhasilan adalah saat kita
dapat mencapai tujuan secara kontinyu.
Coaching dan mentoring terkadang sulit dibedakan tetapi pada
dasarnya berbeda, seorang mentor mempunyai pengalaman dan
pengetahuan di bidang khusus, dimana kemudian bertindak sebagai
penasihat, konselor, pemandu, pembimbing, tutor ataupun guru. Hal
ini berbeda dengan peran coach yang tidak memberikan nasihat, tetapi
lebih kepada membantu coachee untuk menemukan pengetahuan dan
keterampilan yang ada dalam dirinya, kemudian
memfasilitasi coachee untuk dapat menjadi penasihat bagi dirinya
sendiri.
Perbedaan Coaching dan Mentoring
Coaching Mentoring
Tingkat Lebih formal. Kurang formal.
Formalitas Kontrak atau aturan dasar ditetapkan, Kebanyakan diantara dua pihak.
sering melibatkan orang ketiga.
Lama Kontrak Jangka waktu lebih pendek. Jangka waktu lebih panjang.
Umumnya antara 4 dan 12 pertemuan Umumnya tidak disebutkan jumlah
yang disepakati, antara 2 sampai 12 pertemuan dengan hubungan, biasanya
bulan. dijalani 3 sampai 5 tahun.
Fokus Lebih fokus pada kinerja. Lebih fokus pada karir.
Umumnya fokus lebih besar pada Umumnya fokus pada masalah karir
keterampilan jangka pendek dan jangka panjang, memeroleh pengalaman
kinerja. yang tepat dan pemikiran jangka
panjang.
Tingkat Lebih generalis. Lebih ke bidang pengetahuan.
Bidang Umumnya coach memiliki Umumnya mentor memiliki
Pengetahuan pengetahuan bidang terbatas. pengetahuan tentang organisasi atau
bidang bisnis.
Pelatihan Lebih kepelatihan membangun Lebih kepelatihan manajemen.
hubungan. Umumnya mentor memiliki latar
Umumnya coach memiliki latar belakang di manajemen senior.
belakang psikologi, psikoterapi atau
SDM.
Fokus Umumnya ada dua fokus yaitu Fokus tunggal.
kebutuhan individu dan kebutuhan Umumnya fokus pada kebutuhan
organisasi. individu.
Orang yang sedang di coaching atau coachee, akan diarahkan untuk
membahas secara terperinci dimulai dari tujuan evaluasi pekerjaan
saat itu, siapa dan bagaimana keberadaan coachee, apa dan dimana
yang menjadi prioritas dan coachee akan diarahkan untuk menyadari
untuk membuat satu keputusan tentang masa depan. Melalui bantuan
seorang personal coach maka seorang coachee akan semakin
mempertajam kehidupan personalnya dan dia akan lebih efektif di
dalam menyelesaikan segala persoalan kehidupannya.
Proses coaching pada intinya adalah suatu percakapan, dialog
antara seorang peserta dengan orang yang membimbing (fasilitator).
Penerapan konteks pendekatan hasil (result oriented) yang produktif,
seorang coach akan melibatkan si coachee untuk membicarakan
sesuatu yang sudah diketahui. Pada kenyataannya
seorang coachee suah memiliki semua jawaban terhadap semua
pertanyaan, apakah itu sudah ditanyakan atau belum ditanyakan.
Dapat disimpulkan bahwa proses coaching juga meningkatkan proses
berpikir dari yang dibimbing.
Seorang coach akan membantu coachee di dalam suatu proses
pembelajaran, tetapi coach bukanlah seorang guru dan tidak perlu
untuk mengetahui bagaimana mengerjakan sesuatu dengan lebih baik
daripada yang dikerjakan coachee. Tetapi yang terpenting adalah
seorang coach akan lebih mengobservasi mengenai pola, menetapkan
tahap-tahap tindakan atau action yang lebih baik yang akan
dikerjakan. Dimana proses ini melibatkan proses pembelajaran
melalui berbagai teknik coaching seperti:
a. Mendengarkan
b. Refleksi, menanyakan pertanyaan dan menyediakan informasi
c. Seorang coach akan menolong coachee untuk menjadi seorang
yang mampu mengoreksi dirinya sendiri dan membangkitkan diri
sendiri. Sehingga dia dapat belajar untuk memperbaiki sikap dan
tingkah lakunya, membangkitkan pertanyaan-pertanyaan dan
menemukan jawabannya.
Dalam proses coaching, fasilitator melaksanakan hal berikut ini:
a. Menjelaskan keterampilan dan interaksi yang akan dilakukan
kepada peserta yang dibimbing
b. Memeragakan keterampilan dengan cara yang sistematis, efektif,
dengan menggunakan alat bantu latihan seperti model anatomic
atau boneka
c. Mengamati secara saksama simulasi ulang oleh peserta pada
tatanan seperti kondisi nyata.
Langkah-langkah dalam coaching, yaitu:
a. Sebelum praktik sebaiknya peserta mengadakan pertemuan
untuk mereview kegiatan, termasuk langkah-langkah yang perlu
mendapat penekanan
b. Fasilitator merencanakan skenario pembelajaran secara rinci dan
menyiapkan seluruh instrumen bimbingan termasuk instrumen
evaluasi
c. Instrumen evaluasi disampaikan dan dibahas bersama dengan
peserta
d. Fasilitator menyiapkan ruangan pelatihan beserta kelengkapannya.
Apabila materi yang akan dilatihkan berupa keterampilan dalam
bidang kesehatan maka sarana prasarana pembelajaran disiapkan
semirip mungkin dengan keadaan nyata di lapangan
e. Pelajari kemampuan dasar yang telah dimiliki oleh setiap peserta,
sehingga fasilitator dapat memusatkan dan menyesuaikan
bimbingan dengan kemampuan yang telah dimiliki agar bimbingan
berjalan secara efektif dan efisien
f. Fasilitator merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi proses
bimbingan dan memberikan umpan balik sesuai dengan tingkat
pencapaian kompetensi setiap peserta
g. Peserta melakukan redemonstrasi, fasilitator mengamati dan
memberikan umpan balik saat mereka melakukan langkah-langkah
kegiatan. Peserta mencoba kembali tanpa bimbingan, fasilitator
memberikan umpan balik dan penguatan
h. Umpan balik harus disampaikan sesegera mungkin dan lebih sering
dilakukan pada awal latihan kemudian berkurang secara bertahap
sesuai dengan tingkat perkembangan masing-masing peserta.
Umpan balik menggunakan penuntun belajar atau check list yang
telah disiapkan
i. Setelah peserta dinilai kompeten yaitu dapat melakukan prosedur
secara mandiri dengan benar di dalam pembelajaran laboratorium
atau simulasi, selanjutnya peserta diberikan kesempatan untuk
melakukan prosedur nyata di lahan kepada klien yang sebenarnya
dengan pengawasan dan bimbingan. Fasilitator melakukan evaluasi
terhadap penampilan atau kinerja peserta
j. Apabila bimbingan berupa manajemen, maka setelah pembelajaran
laboratorium maka dilanjutkan pula pada pembimbingan di
lapangan misalnya penyusunan SOP, perencanaan pelayanan di
ruang perawatan, memimpin rapat koordinasi, melakukan
monitoring dan evaluasi, melakukan supervisi kepada staf
keperawatan
k. Bimbingan dilakukan sampai peserta dinilai kompeten dalam
melaksanakan keterampilan
l. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk
melakukan refleksi dan fasilitator menyampaikan umpan balik
dalam melaksanakan praktik
m. Hasil evaluasi penampilan peserta digunakan sebagai salah satu
bahan untuk menetapkan tingkat kompetensi atau keberhasilan
peserta sesuai dengan standar pelatihan yang telah ditetapkan.
4. Teknik Coaching
a. Tahap Orientasi
Tahap ini merupakan tahap perkenalan dan tahap pengkondisian
agar tercipta suasana yang saling mempercayai.
b. Tahap Klarifikasi
Pada tahap ini dilakukan analisis permasalahan. Masalah yang akan
dipecahkan diuraikan sehingga jelas mana permasalahan utama dan
juga permasalahan mana yang akan dipecahkan terlebih dahulu.
c. Tahap Pemecahan (Perubahan)
Pada tahap ini coachee dengan bantuan coach berusaha mencari
solusi terhadap permasalahan yang dihadapi. Coach berusaha
memberikan saran dan alternatif-alternatif,
namun coachee sendirilah yang harus mengembangkan solusi
permasalahan yang dihadapi.
d. Tahap Penutup
Pada tahap ini dilakukan evaluasi terhadap apa yang telah
dicapai coachee dari proses coaching. Hal-hal yang pada tahap
pendahuluan disepakati untuk diubah atau diperbaiki akan dinilai
apakah tujuan tersebut telah tercapai atau belum.
Teknik yang efektif bisa digunakan untuk mempercepat proses
pembelajaran, teknik yang terbaik adalah dengan memiliki koneksi
dengan coachee dan dengan teknik yang sederhana seperti
mendengarkan, mengajukan pertanyaan, mengklarifikasi dan memberi
umpan balik merupakan teknik-teknik dasar utama dalam coaching.
Beberapa cara untuk mengaktifkan teknik coaching seperti:
a. Menjadi Contoh (Lead by Example)
Artinya secara sederhana adalah lakukan apa yang kau
katakan. Coach tidak bisa meminta coachee untuk datang tepat
waktu, apabila dia sendiri selalu datang terlambat. Orang-orang
akan mengikuti instruksi kita atau rekomendasi kita jika kita telah
menjadi contoh yang baik.
b. Pendengar yang Aktif (Active Listening)
Orang-orang pada umumnya sangat senang untuk berbicara.
Mereka akan membicarakan permasalahan mereka, tentang
kehidupan, tentang karir mereka, tentang anak-anak mereka dan
mereka akan membicarakan mengenai semua yang ada dalam
kehidupan mereka. Seorang coach akan bisa membangun suatu
kepercayaan dengan coachee dengan menjadi seorang pendengar
yang aktif yang mau memberikan perhatian pada saat mereka
berbicara. Dengan perlakuan ini orang-orang akan merasa dihargai.
Namun begitu, harus dipastikan coach tahu mengendalikan
pembicaraan-pembicaraan yang tidak relevan sehingga
pembicaraan menjadi produktif.
c. Alat-alat Peraga (Visual Aids)
Dapatkah kita mengikuti penjelasan mengenai langkah-langkah
yang cukup banyak yang harus dikerjakan dengan hanya
mendengarkan instruksi saja?Kalau saya terus terang tidak bisa.
Seseorang akan lebih cepat proses pembelajarannya dengan
memberikan penjelasan dengan menggunakan alat-alat peraga yang
bisa langsung dilihat seperti ilustrasi, gambar, data-data statistik
dan lain sebagainya.
d. Dibuat Sederhana (Keep it Simple)
Pada suatu program coaching, tidak perlu dijelaskan segala hal
secara panjang lebar. Untuk mempercepat proses pembelajaran
harus digunakan bagian yang sederhana dimana coacheedapat
dengan mudah mengerti.
e. Langsung kepada Sasaran (Get Straight to the Point)
Bagian ini sangat membantu pada saat proses coaching dilakukan
dengan adanya keterbatasan waktu. Daripada memberikan
pendahuluan yang terlalu panjang dan membosankan, lebih baik
langsung menuju sasaran sehingga dapat menghemat waktu.
5. Keuntungan Coaching
a. Dapat mendorong kemampuan masing-masing individu sesuai
dengan minatnya
b. Dapat menilai masing-masing peserta dengan berbagai metode
penilaian termasuk observasi
c. Dapat mengikuti lebih dekat setiap perkembangan peserta
d. Coaching lebih pada pendekatan personal dibanding dengan
training kelompok
e. Peserta merasa lebih termotivasi dan bertanggung jawab untuk
melakukan keterampilan yang baru dipelajari karena bimbingan
berlangsung terus menerus dan personal
6. Kemampuan melakukan Coaching
Kompetensi dalam coaching dapat dibagi dalam 3 kelompok, yaitu:
a. Kompetensi menjaga hubungan
Para coach harus mampu menunjukkan bahwa adanya
keterbukaan, jujur dan menghargai orang lain.
b. Menjadi efektif
Para coach harus memiliki kepercayaan diri untuk dapat bekerja
dengan para coachee dan memiliki kesadaran diri.
c. Melakukan coaching
Para coach harus mampu berpegang pada metodelogi yang jelas,
cakap dalam mengaplikasikan metode serta alat-alat dan teknik-
teknik yang relevan serta selalu hadir dalam setiap
sesi coaching Kemampuan yang harus dimiliki untuk
melakukan coaching yaitu sebagai berikut:
1) Fasilitator harus dapat membimbing secara efektif an
sungguh-sungguh kepada setiap peserta
2) Fasilitator dituntut memiliki kemampuan observasi, analisis
dan diagnosis yang tajam terhadap masalah pelatihan atau
pembelajaran
3) Fasilitator dituntut memiliki kemampuan dan fleksibilitas
yang tinggi terhadap materi yang dilatihkannya
4) Melakukan bimbingan dan komunikasi secara asertif
5) Memiliki daya empati dan peka terhadap kebutuhan peserta
6) Mampu menjadi pendengar yang baik
7) Terbuka untuk menerima pendapat

D. Teori PWS-KIA
1. Pengertian Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak
(PWS-KIA)
Puskesmas merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan dasar
yang berfungsi membina peran serta masyarakat sebagi pusat
pembangunan kesehatan masyarakat.Manajemen yang baik
merupakan faktor yang sangat menentukan dalam mewujudkan fungsi
puskesmas.Fungsi manajemen tersebut, terutama dalam hal
monitoring (pemantauan) dan evaluasi (penilaian) keberhasilan
program puskesmas.Salah satu upaya monitoring dan evaluasi adalah
dengan menggunakan Pemantauan Wilayah Setempat (PWS).Program
kesehatan Ibu dan Anak (KIA) merupakan salah satu program pokok
di puskesmas yang mendapat prioritas tinggi, mengingat kelompok
ibu hamil, menyusui, bayi dan anak merupakan kelompok yang sangat
rentan terhadap kesakitan dan kematian.
Pemantauan wilayah setempat KIA adalah suatu alat
manajemen program KIA untuk memantau cakupan pelayanan KIA di
suatu wilayah (Puskesmas/Kecamatan) secara terus menerus, sehingga
dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat terhadap desa
dengan cakupan pelayanan KIA yang masih rendah (Aisyah,2009).
Tujuan PWS-KIA adalah Meningkatkan jangkauan dan mutu
pelayanan KIA di wilayah kerja puskesmas, melalui pemantauan
cakupan pelayanan KIA di tiap desa secara terus menerus.
2. Tujuan PWS-KIA
a. Tujuan Umum
Meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan KIA di wilayah kerja
puskesmas, melalui pemantauan cakupan pelayanan KIA di tiap
desa secara terus menerus.
b. Tujuan Khusus
1) Memantau cakupan pelayanan KIA yang dipilih sebagai
indikator secara teratur (bulanan) dan terus menerus.
2) Menilai kesenjangan antara target dengan pencapaian.
3) Menentukan urutan daerah prioritas yang akan ditangani secara
intensif.
4) Merencanakan tindak lanjut dengan menggunakan sumber daya
yang tersedia.
5) Membangkitkan peran pamong dalam menggerakkan sasaran
dan mobilisasi sumber daya
3. Prinsip Program KIA
Pengelolaan program KIA bertujuan memantapkan dan
meningkatkan jangkauan serta mutu pelayanan KIA secara efektif dan
efisien. Pemantapan pelayanan KIA ini diutamakan pada kegiatan-
kegiatan pokok, sebagai berikut:
a. Peningkatan pelayanan antenatal di semua fasilitas pelayanan
dengan mutu sesuai standar serta menjangkau seluruh sasaran.
b. Peningkatan pertolongan persalinan ditujukan kepada
peningkatan pertolongan oleh tenaga kesehatan kebidanan secara
bertahap.
c. Peningkatan deteksi dini resiko tinggi/komplikasi kebidanan baik
oleh tenaga kesehatan maupun di masyarakat oleh kader dan
dukun bayi, serta penanganan dan pengamatannnya secara terus-
menerus.
d. Peningkatan penanganan komplikasi kebidanan secara adekuat
dan pengamatan secara terus menerus oleh tenaga kesehatan.
e. Peningkatan pelayanan neonatal dan ibu nifas dengan mutu sesuai
standar dan menjangkau seluruh sasaran

4. Batasan PWS-KIA
a. Pelayanan Antenatal
Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga
profesional untuk ibu selama masa kehamilannya, yang
dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang
ditetapkan.Standar operasioanal yang ditetapkan untuk pelayanan
antenatal adalah “5T/7T”.
b. Penjaringan (Deteksi) Dini Kehamilan Beresiko
Kegiatan ini bertujuan menemukan ibu hamil beresiko, yang
dapat dilakukan oleh kader, dukun bayi, dan tenaga kesehatan.
c. Kunjungan Ibu Hamil
Kontak ibu hamil dengan tenaga profesional untuk mendapatkan
pelayanan antenatal sesuai standar yang ditetapkan. Istilah
“kunjungan” disini tidak mengandung arti bahwa ibu hamil yang
berkunjung ke fasilitas pelayanan, tetapi setiap kontak tenaga
kesehatan (di posyandu, pondok bersalin desa, kunjungan rumah)
dengan ibu hamil untuk memberikan pelayanan antenatal sesuai
standar dapat dianggap sebagai kunjungan ibu hamil.
d. Kunjungan Baru Ibu Hamil (K1) Adalah kunjungan ibu hamil
yang pertama kali pada masa kehamilan.
e. Kunjungan Ulang
Adalah kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang kedua
dan seterusnya, untuk mendapatkan pelayanan antenatal sesuai
standar selama satu periode kehamilan berlangsung.
f. K4
Adalah kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang ke-4 (atau
lebih), untuk mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar
yang ditetapkan, dengan syarat:
1) Minimal satu kali kontak pada trimester I
2) Minimal satu kali kontak pada trimester II
3) Minimal dua kali kontak pada trimester III
g. Kunjungan Neonatal (KN)
Adalah kontak neonatal dengan tenaga kesehatan minimal dua
kali untuk mendapatkan pelayanan dan pemeriksaan kesehatan
neonatal, baik di dalam maupun di luar gedung puskesmas
(termasuk bidan di desa, polindes, dan kunjungan rumah), dengan
ketentuan :
1) Kunjungan pertama kali pada hari pertama sampai dengan
hari ke-7 (sejak 6 jam setelah lahir).
2) Kunjungan kedua kali pada hari ke-8 sampai dengan hari ke-
28.
3) Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan bukan
merupakan kunjungan neonatal.
h. Cakupan Akses
Adalah persentase ibu hamil di suatu wilayah, dalam kurun waktu
tertentu, yang pernah mendapat pelayanan antenatal sesuai
standar paling sedikit satu kali selama kehamilan. Cara
menghitungnya adalah sbb: (jumlah kunjungan baru ibu hamil
dibagi dengan jumlah sasaran ibu hamil yang ada disuatu wilayah
kerja dalam kurun waktu satu tahun) dikalikan 100 %.
i. Cakupan Ibu Hamil (K4)
Adalah persentase ibu hamil disuatu wilayah, dalam kurun waktu
tertentu, yang mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar
paling sedikit 4 kali dengan trimester I, 1 kali pada trimester ke II
dan 2 kali pada trimester ke III. Cara menghitungnya adalah sbb :
(Jumlah ibu hamil yang telah menerima K4 dibagi jumlah sasaran
ibu hamil dengan kurun waktu 1 tahun) dikalikan 100 %)
j. Sasaran Ibu Hamil
Adalah jumlah semua ibu hamil disuatu wilayah dalam kurun
waktu 1 tahun, angka ini dapat diperoleh dengan berbagai cara
yaitu :
1) Angka sebenarnya, yang diperoleh berdasarkan cacah jiwa.
2) Angka perkiraan, yaitu memakai rumus : = angka kelahiran
kasar (CBR) x 1.1 x jumlah penduduk setempat ; dengan
pengambilan angka CBR dari provinsi atau bila ada dari
kabupaten setempat atau 3 % x jumlah penduduk setempat.
k. Cakupan Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan
Adalah persentase ibu bersalin di suatu wilayah dalam kurun
waktu tertentu yang ditolong persalinannya oleh tenaga
kesehatan.
l. Cakupan Penjaringan Ibu Hamil Beresiko Oleh Masyarakat
Adalah persentase ibu hamil beresiko yang ditemukan oleh kader
dan dukun bayi yang kemudian dirujuk ke puskesmas/tenaga
kesehatan, dalam kurun waktu tertentu.
m. Cakupan Penjaringan Ibu Hamil Beresiko Oleh Tenaga Kesehatan
Adalah persentase ibu hamil beresiko yang ditemukan baik oleh
tenaga kesehatan maupun oleh kader/ dukun bayi yang telah
dipastikan oleh tenaga kesehatan, yang kemudian ditindaklanjuti
(dipantau secara intensif dan ditangani sesuai kewenangan dan
/atau dirujuk ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi) dalam kurun
waktu tertentu.
n. Ibu Hamil Beresiko Adalah ibu hamil yang mempunyai faktor
resiko dan resiko tinggi.
o. Cakupan Kunjungan Neonatal (KN)
Adalah persentase neonatal (bayi umur kurang dari 1 bulan) yang
memperoleh pelayanan kesehatan minimal dua kali dari tenaga
kesehatan, satu kali pada hari pertama sampai dengan hari ketujuh
dan satu kali pada hari ke delapan sampai dengan hati ke dua
puluh delapan.
5. Indikator PWS-KIA
Indikator pemantauan program KIA yang dipakai untuk PWS-KIA
meliputi indikator yang dapat menggambarkan keadaan kegiatan
pokok dalam program KIA. Ditetapkan 6 indikator dalam PWS-KIA,
yaitu :
a. Akses pelayanan antenatal (cakupan K1)
Indikator akses ini digunakan untuk mengetahui jangkauan
pelayanan antenatal serta kemampuan program
dalam menggerakkan masyarakat. Rumus yang dipkai untuk
perhitungannya adalah :
Jumlah kunjungan baru (K1) ibu hamil X 100 %
Jumlah sasaran ibu hamil dalam satu tahun

b. cakupan Pelayanan Ibu Hamil ( Cakupan K4 )


Indikator ini dapat diketahui cakupan pelayanan antenatal secara
lengkap (memenuhi standar pelayanan dan menepati waktu yang
ditetapkan), yang menggambarkan tingkat perlindungan ibu hamil
di suatu wilayah, disamping menggambarkan kemampuan
manajemen ataupun kelangsungan program KIA.
Rumus :
Jumlah kunjungan ibu hamil (K4) X 100 %
Jumlah sasaran ibu hamil dalam satu tahun

c. Cakupan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan


Indikator ini dapat diperkirakan proporsi persalinan yang ditangani
oleh tenaga kesehatan dan ini menggambarkan kemampuan
manajemen program KIA dalam pertolongan persalinan secara
profesional.
Rumus :
Jumlah persalinan oleh tenaga kesehatan X 100 %
Jumlah sasaran persalinan dalam satu tahun

d. Cakupan Pelayanan Nifas oleh tenaga Kesehatan (KF3)


Indikator ini dapat diketahui cakupan pelayanan Nifas secara
lengkap (memenuhi standar pelayanan dan menepati waktu yang
ditetapkan), yang menggambarkan tingkat perlindungan ibu nifas di
suatu wilayah,
disamping menggambarkan kemampuan manajemen ataupun
kelangsungan program KIA Rumus :
Jumlah Pelayanan Nifas oleh tenaga kesehatan X 100 %
Jumlah sasaran ibu Nifas dalam 1 tahun

e. Cakupan Pelayanan Neonatus Pertama (KN1)


Indikator ini dapat diketahui jangkauan dan kualitas pelayanan
kesehatan neonates pertama (KN1).
Rumus :
Jumlah kunjungan neonatus yang mendapat
pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan
Jumlah sasaran Neonatus pertama (KN1) dalam 1 X 100 %
tahun

f. Cakupan Pelayanan Neonatus 0-28 hari (KN Lengkap)


Rumus :
Jumlah kunjungan neonates 0-28 hari yang
mendapat pelayanan kesehatan oleh tenaga
kesehatan X 100 %
Jumlah seluruh sasaran bayi dalam 1 tahun

g. Deteksi Faktor resiko dan komplikasi Oleh masyarakat


Rumus :

X 100 %
h. Cakupan Penanganan Komplikasi Obstetri (PK)
Rumus :

X 100 %

i. Cakupan Penanganan Komplikasi Neonatus


Rumus :

X 100 %

j. Cakupan Peserta KB Aktif


Rumus :

X 100 %

6. Cara Membuat Grafik PWS-KIA


PWS-KIA disajikan dalam bentuk grafik dari tiap indikator yang
dipakai, yang juga menggambarkan pencapaian tiap desa dalam tiap
bulan. Dengan demikian tiap bulannya dibuat 6 grafik, yaitu :
a. Grafik cakupan K1.
b. Grafik cakupan K4.
c. Grafik cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan.
d. Grafik Cakupan pelayanan nifas oleh tenaga kesehatan
e. Grafik Cakupan pelayanan neonates pertama (KN 1)
f. Grafik Cakupan pelayanan kesehatan neonates 0-28 hari (KN
lengkap)
g. Grafik deteksi factor resiko dan komplikasi oleh masyarakat
h. Grafik Cakupan Penanganan komplikasi obstetric (PK)
i. Garfik Cakupan penanganan komplikasi neonatus
j. Grafik cakupan Peserta KB aktif
Semuanya itu dipakai untuk alat pemantauan program KIA, dapat
dimanfaatkan juga untuk alat motivasi dan komunikasi lintas sektor.
Di bawah ini dijabarkan cara membuat grafik PWS-KIA untuk
tingkat Puskesmas, yang dilakukan tiap bulan, untuk desa.

Langkah-langkah pokok dalam pembuatan grafik PWS-KIA :


a. Pengumpulan Data
Data yang diperlukan untuk menghitung tiap indikator diperoleh
dari catatan ibu hamil per desa, register kegiatan harian, register
kohort ibu dan bayi, kegiatan pemantauan ibu hamil per desa,
catatan posyandu, laporan dari bidan/dokter praktek swasta,
rumah sakit bersalin dan sebagainya
b. Pengelolaan Data
Sebagai contoh dalam menggambarkan grafik PWS-KIA untuk
bulan juni 2012, maka data yang diperlukan adalah :
1) Cakupan kumulatif per desa.
2) Cakupan bulan (Juni 2012) untuk keenam indikator.
3) Cakupan bulan lalu (Mei 2012).
Di bawah ini contoh perhitungan/pengelolaan data untuk cakupan K1
dan K4 :
a. Perhitungan untuk cakupan K1 (akses)
1) Pencapaian kumulatif per desa
Pencapaian cakupan kumulatif ibu hamil baru per desa
(januari s/d November 2019) per sasaran ibu hamil per desa
selama 1 tahun dikali 100%.
2) Pencapaian bulan ini per desa
Pencapaian sasaran ibu hamil per desa selama bulan januari
s/d November 2019 per sasaran ibu hamil per desa selama 1
tahun dikali 100%.
3) Pencapaian bulan lalu per desa
Pencapaian cakupan ibu hamil baru per desa selama bulan
januari s/d November 2019 per sasaran ibu hamil per desa
selama 1 tahun dikali 100%.

b. Perhitungan untuk cakupan K4


1) Pencapaian kumulatif per desa
Pencapaian cakupan kumulatif kunjungan ibu hamil (K4) per
desa (januari s/d November 2019) per sasaran ibu hamil per
desa selama 1 tahun dikali 100%.
2) Pencapaian bulan ini
3) Pencapaian cakupan kunjungan ibu hamil (K4) per desa
selama bulan januari s/d November 2019 per sasaran ibu
hamil per desa selama 1 tahun dikali 100%.
4) Pencapaian bulan lalu
Pencapaian cakupan kunjungan ibu hamil (K4) per desa
selama bulan januari s/d November 2019 Sper sasaran ibu
hamil per desa selama 1 tahun dikali 100%. Cara untuk
keempat indikator lainnya sama dengan perhitungan di atas.

7. Penggambaran Grafik PWS-KIA


Langkah-langkah yang dilakukan dalam membuat grafik PWS-KIA
(dengan menggunakan indikator cakupan K1) adalah sebagai berikut
a. Menentukan target rata-rata per bulan untuk menggambarkan
skala pada garis vertikal (sumbu Y).
b. Hasil perhitungan pencapaian kumulatif cakupan K1 januari s/d
November 2019 dimasukkan ke dalam jalur % kumulatif secara
berurutan sesuai peringkat. Pencapaian tertinggi di sebelah kiri
dan terendah di sebelah kanan, sedangkan pencapaian untuk
puskesmas dimasukkan ke dalam kolom terakhir.
c. Nama desa bersangkutan dituliskan pada lajur desa, sesuai dengan
cakupan kumulatif masing-masing desa yang dituliskan pada butir
b diatas.
d. Gambar anak panah dipergunakan untuk mengisi lajur Trend. Bila
pencapaian cakupan bulan ini lebih besar dari pencapaian cakupan
bulan lalu, maka digambar anak panah yang menunjuk ke
atas.Sebaliknya, untuk cakupan bulan ini yang lebih rendah dari
cakupan bulan lalu, digambarkan anak panah yang menunjukkan
ke bawah, sedangkan untuk cakupan yang tetap/sama gambarkan
dengan tanda (-).
E. Teori Masa Nifas
1. Definisi Masa Nifas
Masa nifas (puerperium), berasal dari bahasa latin yaitu puer yang
artinya bayi dan partus yang artinya melahirkan atau berarti masa
sesudah melahirkan. Asuhan kebidanan masa nifas adalah
penatalaksanaan asuhan yang diberikan pada pasien mulai dari saat
setelah lahirnya bayi sampai dengan kembalinya tubuh dalam
keadaaan seperti sebelum hamil atau mendekati keadaan sebelum
hamil.
Masa ini merupakan masa yang cukup penting bagi tenaga
kesehatan untuk selalu melakukan pemantauan karena pelaksanaan
yang kurang maksimal dapat menyebabkan ibu mengalami berbagai
masalah, bahkan dapat berlanjut pada komplikasi masa nifas
seperti sepsis puerperalis. Jika ditinjau dari penyabab kematian para
ibu, infeksi merupakan penyebab kematian terbanyak nomor dua
setelah perdarahan sehingga sangat tepat jika para tenaga kesehatan
memberikan perhatian yang tinggi pada masa ini. Adanya
permasalahan pada ibu akan berimbas juga kepada kesejahteraan bayi
yang dilahirkan karena bayi tersebut tidak akan mendapatkan
perawatan maksimal dari ibunya. Dengan demikian, angka morbiditas
dan mortalitas bayi pun akan semakin meningkat (Sulistyawati, 2009).
2. Fisiologi pada Masa Nifas
a. Perubahan sistem reproduksi
1) Uterus
Involusi uterus atau pengerutan uterus merupakan suatu proses
dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil. Proses
involusi uterus adalah sebagai berikut:
 Iskemia Miometrium : hal ini disebabkan oleh
kontraksi dan retraksi yang terus menerus dari uterus
setelah pengeluaran plasenta sehingga membuat uterus
menjadi relatif anemi dan menyebabkan serat otot
atrofi.
 Atrofi jaringan : atrofi jaringan terjadi sebagai reaksi
penghentian hormon esterogen saat pelepasan plasenta.
 Autolysis : merupakan proses penghancuran diri sendiri
yang terjadi di dalam otot uterus. Enzim
proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah
mengendur hingga panjangnya 10 kali panjang sebelum
hamil dan lebarnya 5 kali lebar sebelum hamil yang
terjadi selama kehamilan. Hal ini disebabkan karena
penurunan hormon estrogen dan progesteron.
 Efek Oksitosin : oksitosin menyebabkan terjadinya
kontraksi dan retraksi otot uterus sehingga akan
menekan pembuluh darah yang mengakibatkan
berkurangnya suplai darah ke uterus. Proses
ini membantu untuk mengurangi situs atau tempat
implantasi plasenta serta mengurangi perdarahan.
Tabel 2.4 Tabel Tinggi Fundus dan Berat Uteri
Menurut Involusi
Berat
Involusi Tinggi Fundus Uterus
Uterus
Bayi lahir 1000 gram Setinggi pusat
Uri lahir 750 gram 2 jari dibawah pusat
1 minggu 500 gram Pertengahan pusat dan simfisis
2 minggu 350 gram Tidak teraba diatas simfisis
6 minggu 50 gram Bertambah kecil
8 minggu 30 gram Sebesar normal
Tabel 2.4 Tabel Tinggi Fundus dan Berat Uteri Menurut Involusi

 otot-otot uterus berkontraksi segera postpartum. pembuluh-


pembuluh darah yang berada diantara anyaman otot-otot
uterus akan terjepit. proses ini akan menghentikan
pendarahan setelah plasenta dilahirkan (Prawirohardjo,
2010).
2) Lochea
Lochea yaitu cairan yang berasal dari luka kavum uteri yaitu
luka plasenta yang dikeluarkan melalui vagina pada masa
nifas. Klasifikasi Lochea menurut William yang dikutip dari
Anggraini (2010) yaitu:
 Rubra (cruenta) 1-3 hari Merah kehitaman, terdiri dari
darah segar, jaringan sisa-sisa plasenta, dinding rahim,
lemak bayi, lanugo (rambut bayi), dan sisa mekoneum.
 Sanguinolenta 3-7 hari Merah kecoklatan dan berlendir.
Sisa darah bercampur lendir.
 Serosa 7-14 hari Kuning kecoklatan lebih sedikit darah dan
lebih banyak serum, juga terdiri dari leukosit dan robekan/
laserasi plasenta.
 Alba >14 hari Putih mengandung leukosit, sel desidua dan
sel epitel, selaput lendir servik dan serabut jaringan yang
mati.
 Lochea mempunyai bau yang khas, tidak seperti bau
menstruasi. Bau ini lebih terasa tercium pada lokchea
serosa, bau ini juga akan semakin lebih keras jika
bercampur dengan keringat dan harus cermat
membedakannya dengan bau busuk yang menandakan
adanya infeksi.
3) Endometrium
Perubahan pada endometrium adalah trombosis, degenerasi,
dan nekrosis ditempat implantasi plasenta. Pada hari pertama
tebal endometrium 2,5 mm, mempunyai permukaan yang kasar
akibat pelepasan desidua, dan selaput janin. Setelah tiga hari
mulai rata, sehingga tidak ada pembentukan jaringan parut
pada bekas implantasi plasenta (Saleha, 2009).
4) Serviks
Perubahan yang terjadi pada servik ialah bentuk servik agak
mengangah seperti corong, segera setelah bayi lahir. Bentuk
ini disebabkan oleh corpus uteri yang dapat mengadakan
kontraksi, sedangkan servik tidak berkontraksi sehingga
seolah-olah pada perbatasan antara korvus dan servik
berbentuk semacam cincin (Sulistyawati, 2009).
5) Vagina dan perineum
Selama proses persalinan vulva dan vagina mengalami
penekanan serta peregangan. Rugae timbul kembali pada
minggu ke tiga. Ukuran vagina akan selalu lebih besar
dibandingkan keadaan saat sebelum persalinan pertama.
6) Perubahan pada perineum pasca melahirkan terjadi pada saat
perineum mengalami robekan. Robekan jalan lahir dapat
terjadi secara spontan ataupun dilakukan episiotomi dengan
indikasi tertentu. Meskipun demikian, latihan otot perineum
dapat mengembalikan tonus tersebut dan dapat
mengencangkan vagina hingga tingkat tertentu. Hal ini dapat
dilakukan pada akhir puerperium dengan latihan harian.
7) Perubahan sistem pencernaan
Sering terjadi konstipasi pada ibu setelah melahirkan. Hal ini
disebabkan karena makanan padat dan kurang berserat selama
persalinan. Disamping itu rasa takut buang air besar,
sehubungan dengan jahitan pada perinium, jangan sampai
lepas dan jangan takut akan rasa nyeri. Buang air besar harus
dilakukan tiga sampai empat hari setelah persalinan.
8) Perubahan perkemihan
Saluran kencing kembali normal dalam waktu 2-8 minggu,
tergantung pada keadaan sebelum persalinan lamanya partus
kala dua dilalui, besarnya tekanan kepala yang menekan pada
saat persalinan (Rahmawati, 2009).
9) Perubahan sistem muskuloskeletal
Otot-otot uterus berkontraksi segera setelah partus. Pembuluh-
pembuluh darah yang berada diantara anyaman otot-otot uterus
akan terjepit. Proses ini akan menghentikan pendarahan setelah
plasenta dilahirkan. Ligamen-ligamen, diafragma pelvis, serta
fasia yang meregang pada waktu persalinan, secara berangsur-
angsur menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tak jarang
uterus jatuh kebelakang dan menjadi retropleksi karena
ligamentum rotundum menjadi kendor. Tidak jarang pula
wanita mengeluh kandungannya turun setelah melahirkan
karena ligamen, fasia, jaringan penunjang alat genetalia
menjadi kendor. Stabilisasi secara sempurna terjadi pada 6-8
minggu setelah persalinan (Sulistyawati, 2009).
10) Perubahan tanda-tanda vital
a. Suhu
Suhu tubuh wanita inpartu tidak lebih dari 37,2oC. Sesudah
partus dapat naik kurang lebih 0,5 oC dari keadaan normal,
namun tidak akan melebihi 8oC. Sesudah dua jam pertama
melahirkan umumnya suhu badan akan kembali normal.
Bila suhu lebih dari 38oC, mungkin terjadi infeksi pada
klien.
b. Nadi dan pernafasan
Nadi berkisar antara 60-80 denyutan permenit setelah
partus, dan dapat terjadi Bradikardia. Bila terdapat
takikardia dan suhu tubuh tidak panas. Mungkin ada
pendarahan belebihan atau ada vitium kordis pada
penderita pada masa nifas umumnya denyut nadi labil
dibandingkan dengan suhu tubuh, sedangkan pernafasan
akan sedikit meningkat setelah partus kemudian kembali
seperti keadaan semula.
c. Tekanan darah
Pada beberapa kasus ditemukan keadaan hipertensi
postpartum akan menghilang dengan sendirinya apabila
tidak terdapat penyakit-penyakit lain yang menyertainya
dalam setengah bulan tanpa pengobatan (Saleha, 2009).
11) Perawatan pada masa nifas
a. Perawatan postpartum dimulai sejak kala uri dengan
menghindarkan adanya kemungkinan pendarahan
postpartum dan infeksi. Bila ada laserasi jalan lahir
atau luka bekas episiotomi, lakukan penjahitan dan
perawatan luka dengan sebaik-baiknya penolong
persalinan harus tetap waspada sekurang-kurangnya 1
jam postpartum untuk mengatasi kemungkinan
terjadinya pendarahan post partum. Umumnya wanita
sangat lelah setelah melahirkan. Karenanya, ia harus
cukup dalam pemenuhan istirahatnya. Dari hal tersebut
ibu harus di anjurkan untuk tidur terlentang selama 8
jam pasca persalinan. Kemudian boleh miring-miring
ke kanan dan ke kiri, untuk mencegah adanya
thrombosis. Pada hari ke-2 barulah ibu di perbolehkan
duduk, hari ke 3 jalan-jalan, dan hari ke-4 atau ke-5
sudah diperbolehkan pulang (Prawirohadjo C, 2010).
Ibu diminta untuk buang air kecil (miksi) 6 jam
postpartum. Jika dalam 8 jam postpartum belum dapat
berkemih atau sekali berkemih belum melebihi 100 cc,
maka dilakukan kateterisasi. Akan tetapi, kalau
ternyata kandung kemih penuh, tidak perlu menunggu
8 jam untuk kateterisasi. Sebab-sebab ibu postpartum
mengalami sulit berkemih yaitu berkurang tekanan
intra abdominal, otot-otot perut masih lemah, edema
uretra, dinding kandung kemih kurang sensitif. Ibu
postpartum diharapkan dapat buang air besar (defekasi)
setelah hari ke dua postpartum. Jika hari ke tiga belum
juga BAB, maka perlu diberi obat pencahar per oral
atau per rektal. Jika setelah pemberian obat pencahar
masih belum bisa BAB, maka dilakukan klisma
(huknah). Pada masa postpartum, seorang ibu sangat
rentan terhadap infeksi. Oleh karena itu, kebersihan diri
sangat penting untuk mencegah terjadinya infeksi.
Kebersihan tubuh, pakaian, tempat tidur, dan
lingkungan sangat penting untuk tetap dijaga (Saleha,
2009).
Bila wanita itu sangat mengeluh tentang adanya
after pains atau mules, dapat diberi analgetik atau
sedatiif supaya ia dapat beristirahat atau tidur. Delapan
jam postpartum wanita tersebut disuruh mencoba
menyusui bayinya untuk merangsang timbulnya laktasi,
kecuali bila ada kontraindikasi untuk menyusui bayinya
seperti wanita yang menderita tifus adominalis,
tubercolosis aktif, diabetes mellitus berat, psikosis,
puting susunya tertarik ke dalam dan lain-lain. Bayi
dengan labio palato skiziz (sumbing) tidak dapat
menyusui oleh karena tidak dapat mengisap.
Hendaknya hal ini diketahui oleh bidan atau dokter
yang menolongnya. Minumannya harus diberikan
melalui sonde. Begitu pula dengan bayi yang dilahirkan
dengan alat seperti ekstrasi vakum atau cunam
dianjurkan untuk tidak menyusui sebelum benar-benar
diketahui tidak ada trauma kapitis. Pada hari ketiga
atau keempat bayi tersebut baru diperbolehkan untuk
menyusui bila tidak ada kontraindikasi. Perawatan
mammae harus sudah dilakukan sejak kehamilan,
areola mammae dan puting susu dicuci teratur dengan
sabun dan diberi minyak atau cream agar tetap lunak,
jangan sampai kelak mudah lecet dan pecah-pecah,
sebelum menyusui mammae harus dibikin lemas
dengan melakukan massage secara menyuluruh.
Setelah areola mammae dan putting susu dibersihkan,
barulah bayi disusui (Prawirohardjo C, 2010).
Dianjurkan ibu agar istirahat cukup untuk mencegah
kelelahan yang berlebihan, sarankan ibu untuk kembali
pada kegiatan rumah tangga secara perlahan-lahan serta
untuk tidur siang atau beristirahat selagi bayi tidur
(Saleha, 2009).
12) sistem Kardiovaskuler dan Sistem Hematologi
a. Leukositosis adalah meningkatnya sel – sel darah putih
di masa persalinan. Leukosit tetap tinggi pada hari
pertama postpartum akan tetapi jumlah hemoglobin dan
hematokrit serta eritrosit sangat bervariasi pada awal –
awal masa nifas (Saleha, 2009).
b. Sistem Endokrin
Perubahan yang terjadi pada sistem endokrin antara
lain perubahan hormone plasenta, hormone pituitary,
kadar esterogen dan hipotalamik pituatary ovarium
(Sulistyawati, 2009 . hlm.80)
BAB III
TINJAUAN KASUS

Tinjauan Kasus Preceptor Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas


Tanggal : 3 Januari 2020
Pukul : 11.05 WIB
Tempat : Puskesmas Serang Kota
I. PENGKAJIAN
A. ANAMNESA
IDENTITAS SUAMI
Nama : Tn. M
Umur : 37 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Karyawan Swasta
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Umur : 27 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Alamat : Sumur Pecung
ANAMNESA
a. Data kesehatan
Keluhan utama : luka jahitan masih terasa sakit
Keluhan tambahan : tidak ada
Penyakityang pernah diderita : tidak ada
Penyakit yang sedang diderita : tidak ada
Penyakit keturunan : tidak ada
Penyakit menular : tidak ada
b. Riwayat kehamilan dan persalinan

Tgl/th Tempat Umur Jenis Anak


Penolong Penyulit keadaan
partus partus kehamilan Persalinan Jk Bb Pb
15-06- 3500 49
BPS Aterm Normal Bidan - P sehat
2012 gr Cm
1-01- 39 minggu Tidak P 3700 52
Puskesmas Spontan Bidan sehat
2020 2 hari ada gr Cm

Masa gestasi : 39 minggu 2 hari


Keluhan selama kehamilan : tidak ada keluhan
Tanggal persalinan : 1 Januari 2020
Jenis persalinan : spontan
Proses persalinan
Kala I : 6 jam 30 menit
Kala II : 45 menit
Kala III : 10 menit
Kala IV : 2 jam

Kelainan saat persalinan


Anak hidup/mati : hidup
Jenis Kelamin : perempuan
Berat Badan : 3700 gr
Panjang Badan : 52 cm
Apgar score : 8/9
Kelainan bawaan : tidak ada
Rawat gabung : ya
Alasan : tidak ada
c. Status perkawinan
Umur perkawinan pertama : 21 tahun
Berapa kali kawin : 1 kali
Lama perkawinan : 6 tahun
d. Pola nutrisi
Makanan sehari-hari : nasi, sayuran, lauk pauk.
Makanan pantangan : tidak ada
Nafsu makan : tidak ada perubahan
Makanan/minuman tambahan lainnya : susu, buah-buahan.
e. Pola istirahat
Siang : ± 1 jam
Malam : ± 6 jam
f. Pola eliminasi
Buang air besar : 1 kali sehari
Buang air kecil : 4-6 kali sehari
g. Data psikososial
Tanggapan ibu atas kelahiran bayinya : senang
Rencana ibu menyusui bayinya : menyusui selama 2 tahun

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Keadaan emosional : Stabil
2. Tanda-tanda vital
TD : 110/80 mmHg Rr : 20x/menit
N : 80x/menit Suhu : 36,5°C
3. Pemeriksaan sistematis
a. Muka
kelopak mata : tidak oedema
konjungtiva : tidak pucat
sklera : tidak kuning
b. Mulut dan gigi : bersih, tidak ada stomatitis, tidak ada karies.
c. Kelenjar tyroid : tidak ada pembesaran
d. Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran
e. Payudara
Pembesaran : ada
Puting susu : menonjol dan tidak lecet
Simetris : ya
Benjolan : tidak ada
Pengeluaran : colostrum
Rasa nyeri : tidak ada
Lain-lain : tidak ada
f.Abdomen
Tinggi Fundus Uteri : 2 jari dibawah pusat
Kontraksi uterus : baik
g.Ekstremitas atasdan bawah
Oedema : tidak ada
Kekakuan sendi : tidak ada
Kemerahan : tidak ada
Varises : tidak ada
Reflek pattela : positif kanan dan kiri
h. Pengeluaran pervaginam
Lochea : Rubra
Warna : Merah kehitaman
Baunya : khas
Banyaknya : ± 40 cc
i. Perineum dan anus
Luka : Grade II
Keadaan luka : Baik
Tanda-tanda infeksi : tidak ada
Keadaan vulva : baik
Anus : baik
j. Obat-obatan yang didapat : Hufabion 500 mg 1x1, Asam Mefenamat 500
mg 3x1, Amoxillin 500 mg 3x1, Vitamin A 200.000 IU 1x1.
II. INTERPRETASI DATA
Diagnosa ibu : P2A0 Post Partum 6 jam dengan laserasi grade II

III. DIAGNOSA POTENSIAL


Tidak ada

IV. TINDAKAN SEGERA


Tidak ada

V. PERENCANAAN
1) Beritahu ibu hasil pemeriksaan
2) Jelaskan keluhan yang ibu rasakan saat ini
3) Berikan ibu makan dan minum
4) Berikan ibu therapi peroral
5) Anjurkan ibu untuk mobilisasi
6) Anjurkan ibu untuk menyusui bayinya
7) Anjurkan ibu untuk istirahat yang cukup
8) Ajarkan ibu untuk perawatan luka perineum

VI. PELAKSANAAN
1) Memberitahu ibu hasil pemeriksaan bahwa keadaan ibu dan bayinya dalam
keadaan baik dan sehat.
2) Menjelaskan keluhan yang ibu rasakan yaitu mulas. Mulas yang ibu
rasakan adalah normal. Karena rahim sedang berkontraksi untuk
mengembalikan rahim ke seperti sebelum hamil.
3) Memberikan ibu makan dan minum seperti makan-makanan yang
mengandug gizi seimbang (Nasi, telur, tahu/tempe, ikan, sayuran, buah)
dan juga minum susu ibu menyusui, agar kebutuhan nutrisi ibu tetap
terpenuhi dan ASI pun tetap lancar.
4) Memberikan therapi oral pada ibu yaitu Hufabion 500 mg 1x1 tablet / hari
dan parasetamol 500 mg 3x1 tablet / hari, Amox 500 mg 3x1 tablet / hari,
Vit A 200.000 iu 1x1.
5) Menganjurkan ibu untuk mobilisasi dini 6 jam post partum seperti jalan-
jalan di sekitar tempat tidur, buang air besar/buang air kecil sendiri ke
kamar mandi. Hal tersebut dapat mempercepat proses pemulihan.
6) Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya sesering mungkin dalam
waktu 8 kali sehari atau setiap 2-3 jam sekali.
7) Menganjurkan ibu untuk istirahat yang cukup, tidak ada pantangan untuk
tidur siang, dan jangan tidur terlalu larut malamn atau begadang.
8) Mengajarkan ibu untuk perawatan luka perineum, bersihkan luka setelah
mandi, bak dan bab. Lalu keringkan, jangan memakain betadine atau
alkohol karena akan memperlambat penyembukan luka. Dan bila ibu
menumakan tanda-tanda infeksi segera datang ke fasilitas kesehatan.
VII. EVALUASI
1) Ibu mengerti untuk hasil pemeriksaan.
2) Ibu mengerti untuk penjelasan keluhan yang sedang ibu rasakan saat
ini.
3) Ibu akan memenuhi nutrinya.
4) Ibu bersedia minum obat sesuai aturan dan dosis.
5) Ibu sudah mobilisasi dan sudah BAK ke kamar mandi.
6) Ibu akan menyusui sesering mungkin.
7) Ibu akan istirahat yang cukup dan tidak akan begadang.
8) Ibu mengerti untuk perawatan luka perineum.
Tinjauan Kasus Coaching Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas
Tanggal : 28 Desember 2020
Pukul : 11.00 WIB
Tempat : Puskesmas Serang Kota

I. PENGKAJIAN
A.
Nama : Tn. T
Umur : 30 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Karyawan Swasta
IDENTITAS
Nama : Ny.
Umur : 27 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Alamat : Cipare

B. ANAMNESA
a. Data kesehatan
Keluhan utama : nyeri pada putting susu
Keluhan tambahan : tidak ada
Penyakityang pernah diderita : tidak ada
Penyakit yang sedang diderita : tidak ada
Penyakit keturunan : tidak ada
Penyakit menular : tidak ada
b. Riwayat kehamilan dan persalinan
Tgl/th Tempat Umur Jenis Anak
Penolong Penyulit keadaan
partus partus kehamilan Persalinan Jk Bb Pb
09-04- 2900 48
BPS Aterm Normal Bidan - L sehat
2018 gr Cm

Masa gestasi : 39 minggu


Keluhan selama kehamilan : tidak ada keluhan
Tanggal persalinan : 09-04-2018
Jenis persalinan : spontan
Proses persalinan
Kala I : 5 jam
Kala II : 35 menit
Kala III : 10 menit
Kala IV : 2 jam
Kelainan saat persalinan
Anak hidup/mati : hidup
Jenis Kelamin : laki-laki
Berat Badan : 2900 gr
Panjang Badan : 48 cm
Apgar score : 8/9
Kelainan bawaan : tidak ada
Rawat gabung : ya
Alasan : tidak ada
c. Status perkawinan
Umur perkawinan pertama : 24 tahun
Berapa kali kawin : 1 kali
Lama perkawinan : 2 tahun
d. Pola nutrisi
Makanan sehari-hari : nasi, sayuran, lauk pauk.
Makanan pantangan : tidak ada
Nafsu makan : tidak ada perubahan
Makanan/minuman tambahan lainnya : susu, buah-buahan.
e. Pola istirahat
Siang : ± 1 jam
Malam : ± 6 jam
f. Pola eliminasi
Buang air besar : 1 kali sehari
Buang air kecil : 4-6 kali sehari
g. Data psikososial
Tanggapan ibu atas kelahiran bayinya : senang
Rencana ibu menyusui bayinya : menyusui selama 2 tahun

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Keadaan emosional : Stabil
2. Tanda-tanda vital
TD : 100/90 mmHg Rr : 22x/menit
N : 85x/menit Suhu : 36,9°C
3. Pemeriksaan sistematis
a. Muka
kelopak mata : tidak oedema
konjungtiva : tidak pucat
sklera : tidak kuning
b. Mulut dan gigi : bersih, tidak ada stomatitis,
tidak ada karies.
c. Kelenjar tyroid : tidak ada pembesaran
d. Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran
e. Payudara
Pembesaran : ada
Puting susu : menonjol dan lecet
Simetris : ya
Benjolan : tidak ada
Pengeluaran : colostrum
Rasa nyeri : tidak ada
Lain-lain : tidak ada
f. Abdomen
Tinggi Fundus Uteri : pertengahan pusat dan symfisis
Kontraksi uterus : baik
g. Ekstremitas atasdan bawah
Oedema : tidak ada
Kekakuan sendi : tidak ada
Kemerahan : tidak ada
Varises : tidak ada
Reflek pattela : positif kanan dan kiri
h. Pengeluaran pervaginam
Lochea : Sanguilenta
Warna : Merah kecoklatan
Baunya : khas
Banyaknya : ± 10 cc
a. Perineum dan anus
Luka : tidak ada
Keadaan luka : tidak ada
Tanda-tanda infeksi : tidak ada
Keadaan vulva : baik
Anus : baik
b. Obat-obatan yang didapat : Hufabion 500 mg 1x1, Asam Mefenamat 500 mg
3x1, Amoxillin 500 mg 3x1, Vitamin A 200.000 IU 1x1.

II. INTERPRETASI DATA


Diagnosa ibu : P1A0 Post Partum 5 hari dengan puting susu lecet
Masalah :
1. Ibu kurang mengetahui tentang perawatan payudara
2. Dalam pemberian ASI teknik menyusui yang salah
Kebutuhan :
1. KIE tentang perawatan payudara
2. KIE tentang teknik menyusui yang benar

III. PLANNING
a. Melakukan informed concent sebelum melakukan tindakan
Evaluasi: Ibu mengerti dan menyetujui dilakukan pemeriksaan fisik pada
ibu nifas
b. Memberitahukan kepada ibu dan keluarga tentang hasil pemeriksaan bahwa
keadaan ibu baik tekanan darah; 100/70 mmHg, Respirasi; 24x/menit,
Nadi; 78x/menit, suhu; 36,4oC, hanya saja ada masalah dalam puting susu
ibu.
Evaluasi: Ibu mengerti dan mengetahui hasil pemeriksaan tekanan
darah 100/70 mmHg, respirasi 24x/menit, nadi 78x/menit, suhu 36,4oC
c. Menjelaskan kepada ibu bahwa nyeri dan lecet pada puting susu ibu
merupakan salah satu masalah dalam menyusui dan hal ini terjadi karena
kesalahan dalam menyusui atau bayi menghisap tidak sampai ke aerola.
Evaluasi: Ibu mengerti dan paham tentang keluhan yang dirasakan yaitu
sakit di daerah puting, dan terasa perih. Bahwa hal tersebut merupakan salah
satu masalah dalam menyusui dan hal ini terjadi karena kesalahan dalam
menyusui atau bayi menghisap tidak sampai keaerola.
d. Mengajarkan ibu cara mengatasi puting susu lecet yaitu bayi disusui lebih
dulu pada puting susu yang tidak mengalami lecet atau yang lecetnya sedikit
dan sehabis menyusui mengoleskan sisa ASI terakhir pada puting yang lecet
karena sisa ASI merupakan antiinfeksi dan pelembut puting susu.
Evaluasi: Ibu mengerti dan melakukan untuk menyusui bayi lebih dulu pada
puting yang normal atau lecetnya sedikit dan mengoleskan sisa ASI terakhir
pada puting yang lecet.
e. Mengajarkan ibu tentang teknik perawatan payudara yaitu Sebelum
melakukan perawatan payudara terlabih dahulu mencuci kedua tangan
kemudian pengurutan dimulai dengan ujung jari. Menyokong payudara kiri
dengan tangan kiri. Lakukan pergerakan kecil dengan dua atau tiga jari
tangan kanan, dimulai dari pangkal payudara ke daerah puting susu.
Selanjutnya buatlah gerakan memutar sambil menekan dari pangkal
payudara dan berakhir pada puting susu diseluruh bagian payudara.
kemudian urutkan dari tengah keatas sambil mengangkat kedua payudara
dan lepaskan kedua perlahan. Lakukan selama kurang lebih 30 kali.
Kemudian gerakan payudara kiri dengan kedua tangan, ibu jari diatas dan
empat jari lainnya di bawah. Peras dengan lembut payudara sambil
meluncurkan kedua tangan kedepan kearah puting susu. Lakukan hal yang
sama pada payudara kanan. Lalu cobalah posisi tangan berhadapan. Sangga
payudara dengan satu tangan, sedangkan satu tangan lain mengurut
payudara dengan sisi kelingking dari arah pangkal payudara ke arah puting
susu. Lakukan gerakan sekitar 30 kali. Setelah itu, letakan satu tangan
disebelah atas dan satu lagi dibawah payudara. Luncurkan kedua tangan
secara bersamaan ke arah puting susu dengan cara memutar tangan.
Evaluasi: Ibu mengerti dan paham apa yang di ajarkan tentang perawatan
payudara.
f. Mengajarkan ibu tentang teknik menyusui yang benar seperti cuci tangan
yang bersih dengan sabun, perah sedikit ASI dan oleskan kebagian puting,
duduk dan berbaring dengan santai. Ibu harus mencari posisi nyaman, dan
merasa rileks. Pertama-tama lengan ibu menopang kepala, leher, dan saluran
badan bayi (kepala dan tubuh berada dalam garis lurus), muka bayi
menghadap ke payudara ibu hidung bayi didepan puting susu ibu. Posisi
bayi harus menghadap perut ibu. Bayi seharusnya berbaring miring dengan
seluruh tubuhnya menghadap ibu. Kepalanya harus sejajar dengan
tubuhnya, tidak melengkung kebelakang/menyamping, telinga, bahu, dan
panggul bayi berada dalam satu garis lurus. Ibu mendekatkan bayi ke
tubuhnya (muka bayi ke payudara ibu) dan mengamati bayinya. Ibu
menyentuhkan puting susu nya kebibir bayi, menunggu hingga mulut bayi
terbuka lebar kemudian mengarahkan mulut bayi ke puting susu ibu hingga
bibir bayi dapat menangkap puting susu tersebut. Ibu memegang payudara
dengan satu tangan dengan cara meletakan empat jari di bawah payudara
dan ibu jari diatas payudara, Semua jari ibu tidak boleh terlalu dekat dengan
aerola. Pastikan bahwa sebagian besar aerola masuk kedalam mulut bayi.
Dagu rapat ke payudara ibu dan hidungnya menyentuh bagian atas
payudara, bibir bawah bayi melengkung keluar.
Evaluasi: Ibu mengerti dan paham tentang teknik menyusui yang benar.
g. Mengajarkan ibu tentang menyendawakan bayi setelah disusui yaitu dengan
menyandarkan bayi dipundak atau menelungkupkan bayi melintang
kemudian menepuk-nepuk punggung bayi.
Evaluasi: Ibu mengerti tentang menyendawakan bayi
h. Memberitahu ibu jika saat menyusui payudaranya terasa sakit maka boleh
diistirahatkan terlebih dahulu, dengan catatan ASI harus dikeluarkan dengan
menggunakan tangan yaitu posisi tangan harus membentuk huruf “C” pada
saat mengeluarkan ASI nya supaya tidak terjadi bendungan dan tidak
dianjurkan untuk mengguanakan alat pompa karena akan menimbulkan
nyeri.kemudian berikan ASI kepada bayi dengan menggunakan sendok atau
pipet.
Evaluasi: Ibu mengerti dan paham apa yang disampaikan.
i. Memberitahu ibu untuk mencuci payudara 1 kali sehari tanpa
mengguanakan sabun.
Evaluasi: Ibu mengerti dan paham apa yang disampaikan.
j. Menganjurkan kepada ibu tentang istirahat yang cukup seperti tidur malam
6 jam dan tidur siang 1-2 jam, jika ibu kurang tidur dimalam hari maka di
siang harinya ibu harus tidur supaya istirahat ibu tercukupi.
Evaluasi: Ibu mengerti tentang istirahat yang cukup
k. Menganjurkan ibu untuk mengkonsumsi makanan yang sehat dan seimbang
seperti makan nasi, proteinnya bisa didapat dari ikan, daging, tempe, tahu,
sayur-sayuran seperti sayur sop, sayur bayam, buah-buahan dan susu.
Evaluasi: Ibu mengerti dan paham apa yang di jelaskan yaitu tentang
mengkonsumsi makanan yang sehat dan seimbang.
l. Memberikan konseling tentang tanda-tanda bahaya pada masa nifas seperti
demam tinggi, sakit kepala hebat, pandangan mata kabur, nyeri perut bagian
bawah, Lochia yang berbau, bengkak pada wajah dan tangan, terasa panas
saat BAK, sedih karena tidak bisa merawat bayinya.
Evaluasi: Ibu mnegerti dan paham mengenai tanda bahaya pada masa nifas
m. Menganjurkan ibu untuk ber KB pasca salin, macam-macam KB yang bisa
ibu gunakan yaitu KB IUD, pil, suntik 3 bulan, impalan dan kondom.
Evaluasi: Ibu mengerti dan sudah sepakat dengan suami ingin memilih
KB PIL
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pembahasan Preceptor
Dalam mengaplikasikan preceptor langkah pertama adalah
menghadapkan mahasiswa pada kasus, mahasiswa menjelaskan kondisi
pasien dan tindakan yang telah dilakukan oleh mahasiswa pada pasien
tersebut. Langkah kedua menggali mahasiswa untuk mengeksplor data
subjektif dan objektif pasien. Langkah ketiga memberikan rumus umum
pada mahasiswa di hal-hal yang terpenting atau yang menjadi data fokus.
Langkah ke empat memberikan apresiasi pada mahasiswa untuk tindakan
yang telah dilakukan dan memberikan dukungan untuk lebih baik dalam
melakukan tindakan selanjutnya. Langkah ke lima mengoreksi hal-hal
yang belum tepat dilakukan oleh mahasiswa/bidan baru atau perlu
dilakukan bimbingan secara maksimal kemudian dilakukan rencana
tindak lanjut apabila ada hal yang tidak tepat dalam tindakan dengan
spesifik dan dapat dimengerti, maka teori dan aplikasi preceptor telah
sesuai
Preseptorship dilakukan di puskesmas serang kota pada hari Senin, 23
desember 2019 . Mahasiswa DIV sebagai Preseptor dan bidan baru sebagai
Presepte. Dengan bimbingan CI Lapangan. Kasus yang akan di ambil
tentang putting susu lecet pada ibu nifas. Dari hasil preseptorship preseptor
menilai tingkat pengetahuan presepte mengenai putting susu lecet pada ibu
nifas sudah baik. Presepte juga sudah mampu melaporkan kasus yang di
ambil, mengeksplorasi data subjektif dan objektif pasien. Presepte mampu
membuat rencana asuhan pada pasien serta memberikan konseling pada
pasien. Tetapi masih ada point-point atau rumusan umum yang harus
diketahui presepte. Presepte masih harus banyak membaca teori-teori
tentang putting susu lecet agar pengetahuannya semakin luas dan
konseling yang diberikan kepada pasien pun semakin bervariasi dan tepat.
B. Pembahasan Coaching
Dalam aplikasi coaching yang telah diaplikasikan pada mahasiswa
langkah pertama yang dilakukan yaitu pre conference, menyapa dan
memperkenalkan diri kepada bidan baru, menanyakan pencapaian target,
kontrak dan tujuan belajar kepada bidan baru, menganjurkan bidan baru
untuk mempersiapkan kompetensinya sebelum melakukan tindakan,
mengkomunikasikan tindakan kompetensi yang akan dilakukan mahasiswa
kepada pasien. Langkah ke dua yaitu Coaching, melakukan penilaian pada
bidan baru saat melakukan tindakan kepada pasien menggunakan penuntun
belajar (daftar tilik), menilai kinerja mahasiswa pada daftar tilik selama
mengobservasi kompetensi. Langkah ketiga menilai pencapaian target
yang telah dilakukan bidan baru mengevaluasi dan merencanakan kegiatan
dihari berikutnya, serta menjalin kerja sama dengan mahasiswa untuk
menetapkan tujuan praktek berikutnya. Maka teori dan praktek sesuai.
Coaching dilakukan di puskesmas serang kota , pada tanggal 23
desember 2019 – 4 januari 2020. Mahasiswa DIV sebagai Coach dan bidan
baru sebagai Coachee. Dengan bimbingan CI Lapangan. Kasus yang akan
di ambil tentang perawatan luka perineum. Dari hasil Coaching, Coach
menilai tindakan yang dilakukan oleh Coachee sudah baik dan sesuai
dengan daftar tilik. Tetapi, Coachee masih terlihat kurang percaya diri,
kadang-kadang tampak cemas saat melakukan pemeriksaan pada ibu nifas,
tetapi secara keseluruhan tindakan yang dilakukan sudah baik.

C. Pembahasan Pelaporan PWS-KIA


e. Kegiatan Program Kesehatan Ibu dan anak di Puskesmas Serangkota
pada tahun 2019 meliputi :
a) Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
Program Kesehatan Ibu dan Anak (IKA) merupakan salah satu
program pokok di Puskesmas yang mendapat prioritas tinggi,
mengingat kelompok ibu hamil, menyusui, bayi dan anak merupakan
kelompok yang sangat rentan terhadap kesakitan-
kematian. (Departemen Kesehatan, 1992)
Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS–
KIA) adalah alat manajemen program KIA untuk memantau cakupan
pelayanan KIA di suatu wilayah (Puskesmas/kecamatan) secara terus
menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat
terhadap desa yang cakupan pelayanan KIA nya masih rendah.
( Depkes, 1994).
Grafik Cakupan K1 dan K4 Puskesmas Serang Kota tahun 2019
a. Pemeriksaan ibu hamil (K 1)
Sasaran pelayanan K1 pada tahun 2019 sebanyak 20%, jumlah
cakupan tahun 2019 sebanyak 962 orang (98,4%) sedangkan
target sebanyak 190 orang (40%). Dengan demikian pelayanan
K1 Ibu Hamil telah memenuhi target.
f. Permasalahan
Dapat diatasi dengan baik.
g. Perencanaan Ma sa Depan
-Lebih meningkatkan penyuluhan kesehatan Ibu dan Anak
-Lebih meningkatkan kinerja bidan di klinik KIA & posyandu
-Lebih meningkatkan koordinasi lintas sektoral dan
meningkatkan pemberdayaan masyarakat
-Meningkatkan pelaksanaan paskayandu.
b. Pemeriksaan Ibu Hamil (K 4)
Sasaran pelayanan K4 pada tahun 2019 sebanyak 20%, jumlah
cakupan tahun 2019 sebanyak 609 orang (94,7%) sedangkan
target sebanyak 120 orang (45%), dengan demikian pelayanan K4
Ibu Hamil telah memenuhi target.
1. Permasalahan
Dapat diatasi dengan baik.
2. Perencanaan Pemecahan Masalah
-Lebih meningkatkan penyuluhan kesehatan Ibu dan Anak
-Lebih meningkatkan kinerja bidan di klinik KIA & posyandu
-Lebih meningkatkan koordinasi lintas sektoral dan
meningkatkan pemberdayaan masyarakat.
- Meningkatkan pelaksanaan posyandu.
Grafik Cakupan Persalinan Nakes

GAMBAR GRAFIK

c. Pertolongan Persalinan (Linakes)


Sasaran pertolongan persalinan pada tahun 2019 sebanyak 20%,
jumlah cakupan tahun 2019 sebanyak 4295 orang (98,2%)
sedangkan target sebanyak 775 orang (30%) masih terdapat
kesenjangan sebesar 1,8%.
1. Permasalahan
-Pencapaian pertolongan persalinan dengan Pola Kemitraan
belum mencapai target, sehingga masih ada kesenjangan
sebesar 1,8%.
-Kesadaran masyarakat untuk melahirkan dengan pertolongan
nakes masih kurang. Hal ini dikarenakan faktor biaya
persalinan yang dianggap cukup tinggi.
-Masih ada paraji yang melanggar kesepakatan kemitraan.
-Masih ada kebiasaan tradisi melahirkan oleh paraji.
2. Perencanaan Pemecahan Masalah
-Mengadakan penyuluhan secara berkala.
-Membina hubungan baik serta mengadakan pertemuan
dengan paraji dan kader secara rutin tiap bulan.
-Mempertegas kesepakatan kemitraan serta melakukan
pembinaan kepada paraji dan kader.
-Menyampaikan tarif persalinan kemitraan BPJS/KIS.
-Kunjungan rumah bagi paraji yang berturut-turut tidak datang
pada acara pembinaan.
Grafik Cakupan KN1 dan KN4

GAMBAR GRAFIK

d. Pelayanan Nifas oleh Tenaga Kesehatan


Sasaran pelayanan KF3 pada tahun 2019 sebanyak 836 bayi,
jumlah pencapaian cakupan KF3 tahun 2019 sebanyak 608 bayi
(91,2%) sedangkan target sebanyak 90%, dengan demikian
pelayanan KF 3 telah memenuhi target.
1. Permasalahan
Dapat diatasi dengan baik.
2. Perencanaan Pemecahan Masalah
-Lebih meningkatkan penyuluhan kesehatan Ibu dan Anak
-Lebih meningkatkan kinerja bidan di klinik KIA & posyandu
-Lebih meningkatkan koordinasi lintas sektoral dan
meningkatkan pemberdayaan masyarakat
-Meningkatkan pelaksanaan paskayandu.

Grafik Cakupan Kesehatan Bayi Tahun 2017

GAMBAR GRAFIK
e. Pelayanan Neonats KN 1
Sasaran pelayanan bayi 29hari-12bulan pada tahun 2019 sebanyak
1173 bayi, jumlah pencapaian cakupan bayi 12bulan-59bulan
tahun 2017 sebanyak 1320 bayi (89,7%) sedangkan
target sebanyak 1492 bayi 90%, dengan demikian masih terdapat
kesenjangan sebesar 0,3%.
1. Permasalahan
-Masih ada bayi yang tidak dibawa ke posyandu oleh orang
tuanya.
-Masih ada orang tua yang belum mengerti manfaat posyandu.
2. Perencanaan Pemecahan Masalah
-Lebih meningkatkan penyuluhan kesehatan Ibu dan Anak
-Lebih meningkatkan kinerja bidan di klinik KIA & posyandu
-Lebih meningkatkan koordinasi lintas sektoral dan
meningkatkan pemberdayaan masyarakat
-Adanya kunjungan rumah

Grafik Deteksi Faktor Resiko Penyakit

GAMBAR GRAFIK

f. Pelayanan Kesehatan Neonatus 0-28 hari (KN Lengkap)


Sasaran deteksi Pelayanan Kesehatan Neonatus 0-28 hari pada
tahun 2019 di Puskesmas Serang Kota terdeteksi 3.115 orang
terkena penyakit ISPA, KLB di Puskesmas Serangkota terbanyak
penyakit Campak sebanyak 845 orang, dan desa Cinangka yang
memiliki faktor resiko sebanyak 1.653 orang.
1. Permasalahan
-Kebersihan dalam menjaga lingkungan
-Masih banyak orang yang tidak menjaga kesehatannya
-Kejadian Luar Biasa (KLB) masih banyak menular di daerah
2. Perencanaan Pemecahan Masalah
-Lebih meningkatkan penyuluhan PHBS
-Mengadakan lomba rumah sehat untuk mencakup kebersihan
lingkungan
- Mengadakan vaksin menyeluruh untuk penyakit campak dan
difteri
-Lebih meningkatkan kinerja bidan di klinik KIA & posyandu.
-Lebih meningkatkan koordinasi lintas sektoral dan
meningkatkan pemberdayaan masyarakat.

g. Faktor Resiko
Sasaran Detetksi Faktor 0-28 hari pada tahun 2019 di Puskesmas
Serang Kota terdeteksi 3.115 orang terkena penyakit ISPA, KLB
di Puskesmas Serangkota terbanyak penyakit Campak sebanyak
845 orang, dan desa Cinangka yang memiliki faktor resiko
sebanyak 1.653 orang.
1. Permasalahan
-Kebersihan dalam menjaga lingkungan
-Masih banyak orang yang tidak menjaga kesehatannya
-Kejadian Luar Biasa (KLB) masih banyak menular di daerah
2. Perencanaan Pemecahan Masalah
-Lebih meningkatkan penyuluhan PHBS
-Mengadakan lomba rumah sehat untuk mencakup kebersihan
lingkungan
- Mengadakan vaksin menyeluruh untuk penyakit campak dan
difteri
-Lebih meningkatkan kinerja bidan di klinik KIA & posyandu.
-Lebih meningkatkan koordinasi lintas sektoral dan
meningkatkan pemberdayaan masyarakat.

h. Cakupan penanganan komplikasi neonatus


Sasaran pelayanan KF3 pada tahun 2019 sebanyak 836 bayi,
jumlah pencapaian cakupan KF3 tahun 2019 sebanyak 608 bayi
(91,2%) sedangkan target sebanyak 90%, dengan demikian
pelayanan KF 3 telah memenuhi target.
3. Permasalahan
Dapat diatasi dengan baik.
4. Perencanaan Pemecahan Masalah
-Lebih meningkatkan penyuluhan kesehatan Ibu dan Anak
-Lebih meningkatkan kinerja bidan di klinik KIA & posyandu
-Lebih meningkatkan koordinasi lintas sektoral dan
meningkatkan pemberdayaan masyarakat
-Meningkatkan pelaksanaan paskayandu.
i. Cakupan Penanganan Komplikasi Neonatus
j. Cakupan Peserta KB
Sasaran pelayanan KB aktif PUS pada tahun 2017 sebanyak 290
orang, jumlah pencapaian cakupan tahun 2017 sebanyak 205
orang (67%) sedangkan target sebanyak 350 orang (80%), dengan
demikian pelayanan KB aktif masih terdapat kesenjangan sebesar
13,95%.
1. Permasalahan
-Masih ada PUS yang belum memakai alat kontrasepsi.
-Masih ada PUS yang belum mengerti dan mengetahui
manfaat alat kontrasepsi.
2. perencanaan Pemecahan Masalah
-Lebih meningkatkan penyuluhan KB.
-Lebih meningkatkan kinerja bidan di klinik KIA & posyandu.
-Lebih meningkatkan koordinasi lintas sektoral dan
meningkatkan pemberdayaan masyarakat.

2.TINDAK LANJUT PWS – KIA


Grafik PWS-KIA perlu di analisis dan ditafsirkan, agar dapat diketahui desa mana
yang paling memerlukan perhatian dan tindak lanjut yang perlu dilakukan.
Analisis dari grafik cakupan ibu hamil baru (akses) pada pemantauan bulan April
2017 dapat digambarkan dalam matriks seperti di bawah ini.:
Desa Cakupan terhadapTerhadap cakupan bulan lalu Status Desa
target

Di atas Di Naik Turun Tetap


bawah
A + + Baik
B + + Kurang
C + + Baik
D + + Jelek
E + + Cukup
F + + Cukup

Dari matriks di atas dapat disimpulkan adanya 4 macam status cakupan desa, yaitu
:
1. Status Baik
Adalah desa dengan cakupan diatas target yang ditetapkan untuk bulan April
2017, dan mempunyai kecenderungan cakupan bulanan yang meningkat atau tetap
jika dibandingkan dengan cakupan bulan lalu. Desa-desa ini adalah Desa A dan C.
jika keadaan tersebut berlanjut, maka desa-desa tersebut akan mencapai atau
melebihi target tahunan yang ditentukan.
2. Status Kurang
Adalah desa dengan cakupan diatas target yang ditetapkan untuk bulan April
2017, dan mempunyai kecenderungan cakupan bulanan yang menurun jika
dibandingkan dengan cakupan bulan lalu. Desa dalam kategori ini adalah Desa B,
yang perlu mendapatkan perhatian karena cakupan bulan ini hanya 6 %. Jika
cakupan terus menurun,, maka desa tersebut tidak akan mencapai target tahunan
yang ditentukan.
3. Status Cukup
Adalah desa dengan cakupan dibawah target yang ditetapkan untuk bulan April
2017, dan mempunyai kecenderungan cakupan bulanan yang meningkat jika
dibandingkan dengan cakupan bulan lalu. Desa dalam kategori ini adalah Desa E,
yang perlu didorong agar cakupan bulanan selanjutnya tidak lebih kecil daripada
cakupan bulanan minimal. Jika keadaan tersebut dapat terlaksana, maka desa ini
kemungkinan besar akan mencapai target tahunan yang ditentukan.
4. Status Jelek
Adalah desa dengan cakupan dibawah target yang ditetapkan untuk bulan April
2017, dan mempunyai kecenderungan cakupan bulanan yang menurun jika
dibandingkan dengan cakupan bulan lalu. Desa dalam kategori ini adalah Desa D,
yang perlu diprioritaskan untuk pembinaan agar cakupan bulanan selanjutnya
tidak lebih kedapat ditingkatkan di atas cakupan bulanan minimal agar dapat
mengejar kekurangan target sampai bulan April 2017, sehingga dapat pula
mencapai target tahunan yang ditentukan.
5. Rencana Tindak Lanjut
Bagi kepentingan program, analisis PWS-KIA ditujukan untuk menghasilkan
suatu keputusan tindak lanjut teknis dan non-teknis bagi Puskesmas keputusan
tersebut harus dijabarkan dalam bentuk rencana operasional jangka pendek untuk
dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi.

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Preceptor adalah seorang bidan ahli yang berpengalaman dan sudah
terdaftar yang memberikan inspirasi, pengarahan, bimbingan, dan supervisi
kepada mahasiswa bidan yang sedang praktek maupun bidan baru lulus dan
masuk dalam dunia kerja dengan waktu yang terbatas dan tujuan yang khusus.
Bimbingan dan pengarahan bersifat formal, diberikan dalam rentang waktu
tertentu dan mempunyai tujuan agar mahasiswa praktikan untuk mampu
beradaptasi lebih mudah di area tatanan kerja dan dapat memaksimalkan proses
transisi dari pemula menjadi bidan yang berpengalaman. Tugas utama seorang
preceptor adalah untuk menjembatani kesenjangan antara teori dan praktek
kebidanan yang didapatkan selama pembelajaran di kampus dengan kenyataan
yang ada di lahan. Kata preceptor masih sangat jarang dikenal di Indonesia, istilah
Clinical Instructur (CI) lebih dikenal di Indonesia sebagai preceptor. Preceptor
merupakan bagian dari Preseptoring. Kemampuan berkomunikasi yang baik,
bersikap positif selama proses pengajaran dan pembelajaran serta mempunyai
kemampuan menstimulasikan pemikiran yang kritis penting dimiliki seorang
preceptor.
Proses untuk mencapai suatu prestasi kerja dimana ada seorang
pendamping memberikan tantangan, menstimulasi dan membimbing untuk
berkembang agar mencapai suatu yang diharapkan, atau dengan kata lain alternatif
untuk konseling disebut coaching. Dalam hal ini proses coaching intinya adalah
suatu dialog antara mahasiswa bidan atau bidan baru dengan preceptor dalam
melakukan bimbingan praktek kebidanan. Tujuannya dapat meningkatkan kinerja
secara individu maupun tim dalam bekerja di klinik, motivasi yang lebih tinggi,
meningkatkan kemampuan kemandirian dan mengatasi permaslahan yang
dihadapi.
Program pokok di puskesmas yang mendapat prioritas tinggi, mengingat
kelompok ibu hamil, menyusui, bayi dan anak yang rentan terhadap kesakitan dan
kematian adalah PWS KIA. Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan
Anak (PWS KIA) merupakan manajemen program KIA (pelayanan ibu hamil,
bersalin, nifas, KB, bayi dan balita) untuk memantau cakupan pelayanan KIA
disuatu wilayah puskesmas terus menerus, sehingga dapat dilakukan tindak lanjut
yang cepat dan tepat. Tujuan PWS-KIA sendiri yaitu untuk meningkatkan
jangkauan dan mutu pelayanan KIA di wilayah kerja puskesmas, melalui
pemantauan cakupan pelayanan KIA di tiap desa secara terus menerus. Ditetapkan
indikator pemantauan program KIA yang dipakai untuk PWS-KIA meliputi
indikator yang dapat menggambarkan keadaan kegiatan pokok dalam program
KIA, yaitu 1. Akses pelayanan ANC (Cakupan K1), 2. Cakupan ibu hamil
(Cakupan K4), 3. Cakupan persalinan oleh nakes, 4. Deteksi ibu hamil beresiko
oleh masyarakat, 5. Deteksi ibu hamil oleh nakes, 6. Cakupan pelayanan neonatal
(KN) oleh nakes.

B. Saran
Diharapkan sebagai seorang tenaga kesehatan dalam hal ini bidan wajib
melaksanakan tugas menurut prosedur yang ada dan telah ditetapkan sesuai
dengan profesi kebidanan agar tercapai pelayanan yang maksimal dan dapat
terpenuhi sesuai kebutuhan masyarakat dengan baik, cepat dan tepat.

Anda mungkin juga menyukai