Disusun sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan Mata Kuliah SI – 3141 Peracangan
Geometrik Jalan
Dosen:
Asisten :
Disusun oleh :
2018
1
LEMBAR PENGESAAN
LAPORAN TUGAS BESAR
Disusun sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan Mata Kuliah SI – 3141 Peracangan
Geometrik Jalan
Disusun oleh :
Asisten 1, Asisten 2,
15015043 15015062
Dosen,
NIP : 130672115
i
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena dengan rahmat dan hidayat-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan
ttugas besar mata kuliah SI – 3141 Perancangan Geometrik Jalan. Tugas besar ini
merupakan syarat kelulusan mata kuliah ini dengan baik.
Pembuatan laporan ini tidak lepas dari pihak-pihak yang secara langsung
dan tidak langusng telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas besar ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
Penulis menyadari bahwa dalam pengerjaan laporan tugas besar ini masih
terdapat banyak kekurangan, baik dalam redaksi maupun penyajian laporan.
Penulis berharap terdapat kritik dan saran yang membangun pembaca sehingga
terdapat bahan pembelajaran untuk perbaikan di masa depan.
Penulis ,
ii
DAFTAR ISI
iii
6.4 Perhitungan Dimensi Saluran dan Gorong-gorong ............................... 70
BAB VII PERANCANGAN PENAMPANG MELINTANG JALAN ................ 74
7.1 Teori Dasar .......................................................................................... 74
7.2 Perhitungan Penampang Melintang Jalan ............................................. 81
BAB VIII GALIAN DAN TIMBUNAN ............................................................ 83
8.1 Teori Dasar .......................................................................................... 83
iv
DAFTAR TABEL
v
Tabel 7.1 Lebar jalur dan bahu jalan .................................................................. 76
Tabel 7.2 Lebar minimum median ...................................................................... 80
Tabel 7.3 Perhitungan penampang melintang jalan ............................................. 81
Tabel 8.1 Faktor kembang tanah ........................................................................ 84
Tabel 8.2 Faktor hasil ........................................................................................ 84
Tabel 8.3 Perhitungan galian dan timbunan ........................................................ 87
Tabel 9.1 Kriteria perancangan jalan .................................................................. 90
Tabel 9.2 Tikungan jalan.................................................................................... 90
Tabel 9.3 Dimensi saluran .................................................................................. 91
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR GRAFIK
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan penduduk Indonesia yang semakin lama semakin
meningkat menyebabkan peningkatan permintaan pada penyediaan transportasi.
Sistem transportasi yang masih menjadi favorit warga Negara Indonesia yaitu
sistem transpotrasi darat. Maka, tak dipungkiri lagi pembangunan jalan raya terus
digenjot untuk memenuhi permintaan akan transportasi ini. Berdasarkan data dari
detikfinance.com, di tahun 2018 ada 13 jalan tol yang akan beroperasi untuk
memenuhi kebutuhan rakyat Indonesia akan transpotrasi darat.
Perkembangan pembangunan jalan raya yang begitu pesat ini juga tak
lepas dari dampak negatif yang ditimbulkannnya. Salah satu contoh dampak
negatif yang diakibatkan adanya jalan raya yaitu meningkatnya gas CO 2 yang
dapat menyebabkan pemanasan global. Terkadang pula pembangunan jalan raya
ini harus membabat hutan, sebab trase jalan yang memotong hutan.
Dengan mempelajari perancangan geometrik jalan, diharapkan setelahnya
engineer dapat merancang jalan yang dapat memenuhi kebutahan transportasi
rakyat Indonesia, tetapi tidak melupakan kaidah lingkungan dan dapat
meminimalisasi dampak negatif yang diakibatkan dari pembangunan jalan raya.
Dengan adanya tugas besar ini, mahasiswa berlatih merancang geometrik jalan
yang sesuai dengan kaidahnya.
1.2 Objektif
Dalam tugas besar ini, pada bab II mahasiswa diminta untuk
menghubungkan tiitk awal dengan titik akhir pada suatu koridor yang telah
diberikan, lengkap beserta konturnya dengan membuat suatu jalan berdasarkan
pilihan alternatif yang terbaik dan mengikuti ketentuan serta referensi peraturan
yang digunakan.
Selanjutnya, pada bab IV mahasiswa diminta untuk merancang spesifikasi
tikungan horizontal sesuai dengan kriteria perencanaan yang ada. Aliyemen
horizontal dari titik A ke B harus mempunyai minimal dua tikuangan atau lebih.
Jenis kedua tikungan tersebut tidak boleh sama. Bila rencana jalan mempunyai
1
lebih dari dua tikungan, mahasiswa diminta menggunakan minimal dua jenis
tikungan yang berbeda.
Pada bab V, Mahasiswa diminta untuk merancang aliyemen vertical jalan
berdasarkan aliyemen horizontal yang telah dirancang sebelumnya. Perancangan
aliyemen vertical mencakup tahapan yang pertama yaitu menentukan titik potong
vertical (kelandaian maksimum, kelandaian vertical, dan panjang titik kritis),
langkah yang kedua adalah menentukan panjang lengkung atau Lv, menentukkan
elevasi titik lengkung dan yang terkahir yaitu menggambar aliyemen vertical.
Dan pada bab VI, mahasiswa diminta untuk merancang saluran drainase
yang dirancang sebagai bagian dari ruang milik jalan yang mengalirkan air di atas
badan jalan sehingga tidak membahayakan pengemudi jalan.
Pada bab VII, mahasiswa diminta untuk merancang penampag melintang
jalan berdasarkan perhitungan di kriteria perancangan dan bab-bab sebelumnya.
Dan di bab VIII mahasiswa diminta untuk menghitung volume galian dan
timbunan yang diperlukan untuk perencanaan jalan berdasarkan penggambaran
penampang melintang di ba VII.
2
6. Bab VI : Perancangan Saluran dan Drainase Permukaan
Bab ini berisi perancangan sistem drainase yang sesuai dengan kontur
tanah daerah tersebut dengan tujuan agar tidak membahayakan
pengguna ketika berkendara.
7. Bab VII : Perancangan penampang melintang jalan
Bab ini berisi perhitungan dan penggambaran penampang melintang
jalan.
8. Bab VIII : Perhitungan Galian dan Timbunan
Bab ini berisi volume galian dan timbunan yang diperlukan dalam
perencanaan jalan ini.
9. Bab IX : Penutup
Bab ini berisi kesimpulan dan saran pada tugas besar ini
3
BAB II
KRITERIA PERANCANGAN DESAIN JALAN
4
5
Tabel 2.2 Tabel lampiran Permen untuk jalan sekunder
6
Tabel 2.3 Data-data kriteria perancangan
Contoh perhitungan :
1. LHRT akhir masa layan
𝐿𝐻𝑅𝑇 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 𝑚𝑎𝑠𝑎 𝑙𝑎𝑦𝑎𝑛 = 𝐿𝐻𝑅𝑇 𝑎𝑤𝑎𝑙 (1 + 𝑖)
𝐿𝐻𝑅𝑇 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 𝑚𝑎𝑠𝑎 𝑙𝑎𝑦𝑎𝑛 = 20370 (1 + 0,05)
𝐿𝐻𝑅𝑇 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 𝑚𝑎𝑠𝑎 𝑙𝑎𝑦𝑎𝑛 = 54047,674 𝑠𝑚𝑝/ℎ𝑎𝑟𝑖
2. VJP awal
𝑉𝐽𝑃 = 𝐿𝐻𝑅𝑇 . 𝑘
𝑉𝐽𝑃 𝑎𝑤𝑎𝑙 = 20370 .0,11
𝑉𝐽𝑃 𝑎𝑤𝑎𝑙 = 2240,7 𝑠𝑚𝑝/𝑗𝑎𝑚
3. VJP akhir masa layan
𝑉𝐽𝑃 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 𝑚𝑎𝑠𝑎 𝑙𝑎𝑦𝑎𝑛 = 54047,674 .0,11
𝑉𝐽𝑃 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 𝑚𝑎𝑠𝑎 𝑙𝑎𝑦𝑎𝑛 = 5945,2442 𝑠𝑚𝑝/𝑗𝑎𝑚
4. Jumlah lajur awal
𝑉𝐽𝑃
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑙𝑎𝑗𝑢𝑟 𝑎𝑤𝑎𝑙 =
𝑅𝑉𝐾. 𝐶
2240,7
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑙𝑎𝑗𝑢𝑟 𝑎𝑤𝑎𝑙 =
0,85 .1900
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑙𝑎𝑗𝑢𝑟 𝑎𝑤𝑎𝑙 = 2 𝑙𝑎𝑗𝑢𝑟
5. Jumlah lajur akhir masa layan
7
𝑉𝐽𝑃
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑙𝑎𝑗𝑢𝑟 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 𝑚𝑎𝑠𝑎 =
𝑅𝑉𝐾 . 𝐶
5945,2442
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑙𝑎𝑗𝑢𝑟 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 𝑚𝑎𝑠𝑎 =
0,85 .1900
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑙𝑎𝑗𝑢𝑟 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 𝑚𝑎𝑠𝑎 = 4 𝑙𝑎𝑗𝑢𝑟
Kesimpulan yang dapat diambil dari perhitungan kriteria perancangan
diatas adalah jumlah lajur yang seharusnya dibuat untuk jalan ini seharusnya
berjumlah 4 lajur sebab jika dibuat 2 lajur dimasa awal setelah pembangunan
mencukupi tetapi di akhir masa layan pembangunan kapasitasnya sudah tidak lagi
mencukupi.
Selanjutnya, akan dilihat kriteria perancangan desain jalan berdasarkan
Permen PUPR No. 19/prt/m/2011 tentang Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria
Perencanaan Teknis Jalan untuk menentukan kriteria perencanaan teknis jalan
dengan data perhitungan diatas. Sehingga, didapatkan kriteria perancangan jalan
sebagai berikut :
Tabel 2.4 Kriteria Perancangan Jalan
8
BAB III
PERANCANGAN DAN EVALUASI TRASE
1. Pengaruh medan/topografi
Jalan dengan medan yang datar tentu memberikan kenyamanan lebih bagi
penggunanya daripada jalan yang curam dan menanjak. Selain dari segi
kenyamanan, jalanan yang curam juga lebih sering terjadi kecelakaan. Oleh sebab
itu, medan jalan berpengaruh dalam penentuan lokasi jalan.
Didalam Permen PU juga sudah disyaratkan kelandaian maksimum sesuai
dengan kecepatan rencana untuk jalan tersebut. Medan yang curam dapat diakali
dengan adanya galian dan timbunan, semakin curam semakin banyak galian dan
timbunan yang harus dilakukan, yang tentunya juga menambah biaya konstruksi.
Bukan hanya biaya, tetapi juga waktu pengerjaan jalan menjadi lebih lama.
A B
Garis Kontur
Jalan dengan jarak terpendek
Jalan dengan kelandaian minimum
9
lurus terhadap sumbu jalan. Kemiringan melintang tanah umunya diukur tiap jarak
50 m. Untuk menentukan klasifikasi medan jalan, setiap 50 m dihitung
kemiringannya, kemudian dirata-ratakan dan dilihat pada table berikut ini :
Jika diharuskan membuat jalan yang memotong jalan dan sungai, pilih
perpotongan yang tegak lurus dengan jalan atau sungai tersebut. Sebab
perpotongan tegak lurus merupakan perpotongan yang terpendek sehingga biaya
konstruksi menjadi lebih murah.
10
dan juga pemeliharaan jalan. Selain itu juga, penanngan yang kurang memadai
dapat mengancam kesalamatan pengguna.
4. Daerah Aliran Sungai
Dengan memperhatikan adanya daerah aliran sungai atau DAS, kita dapat
mengalirkan air pada jalan ke sungai terdekat yang masih dalam daerah aliran
sungai tersebut.
5. Material Konstruksi Jalan
Sumber bahan bangunan untuk jalan dapat menjadi faktor penting bagi
penentuan lokasi jalan. Pada kasus tertentu biaya pengangkutan material dapat
menjadi lebih besar daripada harga materialnya itu sendiri, sehingga penentuan
asal material konstruksi jalan juga menjadi constrain dalam penentuan lokasi
jalan.
6. Galian dan Timbunan
Seperti telah disinggung sebelumnya di bagian pengaruh medan, bahwa
untuk medan yang terlalu curam akan mengakibatkan pada massa galian dan
timbunan yang diperluka. Semakin banyak massa timbunan dan galian yang
dibutuhkan, maka semakin mahal juga pengerjaan galian dan timbunan. Apalagi
jika harus mendatangkan material timbunan dari lokasi yang jauh.
11
7. Pembebasan Tanah
Tidak semua tanah dikuasai oleh Negara. Tanah milik masyarakat perlu
dibebaskan terlebih dahulu dengan memberikan ganti rugi kepada pemilik.
Terutama di daerah perkotaan, harga tanah bisa lebih tinggi. Belum lagi apabila
ditanah tersebut terdapat bangunan, harga pembebasan menajdi lebih tinggi sebab
ditambah biaya bangunan itu sendiri.
8. Lingkungan
Dengan terbangunnya jalan, maka lalu linyas penggunanya cenderung
untuk menghasilkan polusi bagi lingkungan. Baik polusi udara, suara, getaran dan
sebagainya. Hal ini tentu saja akan berdampak buruk bagi lingkungan. Karena itu,
di daerah-daerah tertentu seperti daerah hutan lindung atau cagar alam sangat
tidak disarankan untuk dapat dilalui jalan untuk kendaraan bermotor.
9. Sosial
Pembangunan jalan juga berdampak pada sosial, terutama di daerah
perkotaan, dampak ini akan semakin signifikan. Dampak sosial diantaranya dapat
ditimbulkan karena adanya kerugian secara ekonomi yang dialami oleh
masyarakat sekitar, perubhan kehidupan sosial akibat adanya jalan baru atau
menurunnya kualitas hidup masyarakat akibat polusi yang ditimbulkan pengguna
jalan. Sehingga, diusahakan sekecil mungkin lokasi jalan tidak melewati daerah –
daerah yang penting bagi kehidupan social masyarakat. Atau apabila tidak
memungkinkan untuk dihindari, perhatikan dampak-dampak yang mungkin akan
timbul dan harus diidentifikasi penanganan yang terbaik untuk mengatasi dampak
tersebut.
12
Gambar 3.4 Trase jalan
13
Perbandingan trase I dan trase II berdasarkan faktor-faktor pemilihan
lokasi jalan ditabulasikan dalam tabel sebagai berikut :
14
keselamatan pengguna. cepat mengantuk. Sehingga,
Jalan yang cenderung keamanan jalan menjadi
lurus, membuat turun.
pengguna mudah
mengantuk.
Dari penjabaran trase I dan trase II diatas, dapat disimpulkan bahwa trase I
memiliki kelebihan lebih daripada trase II. Sehingga, dipilihlah trase I sebagai
trase rencana.
15
BAB IV
PERANCANGAN ALIYEMEN HORIZONTAL
1. Geodetik
Titik koordinat yang didapatkan pada pengukuran peta selanjutnya
digunakan untuk menghitung jarak geodetik anatr titik. Setelah menentukkan
jarak, selanjutnya menentukkan azimut per titik. Azimut adalah sudut jurusan
yang dimulai dari utara searah jarum jam ke titik yang dituju. Dihitung dengan
arctangent (selisih x/selisih y) dari dua titik. Azimut dipakai untuk menghitung
sudut tikungan.
16
Gambar 4.1 Contoh gambaran azimuth dan sudut tikungan
∆ = 𝑎𝑧𝑖𝑚𝑢𝑡ℎ1 − 𝑎𝑧𝑖𝑚𝑢𝑡ℎ 2
2. Tikungan
Untuk merencanakan tikungan, nilai radius dari tikungan didesain se-
maksimum dengan alasan keamanan. Tetapi, dengan adanya constrain kecepatan
rencana dan alasan finansial, nilai jari-jari maksimum harus dikurangi. Namun,
keamanan pengendara juga harus diutamakan. Oleh karena itu, perlu ditentukan
17
jari-jari minimum tikungan agar keamanan tercapai dan juga perencanaan jalan
tidak terlalu boros. Jari-jari minimum tikungan dirumuskan sebagai berikut :
𝑉𝑟𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎2
𝑅𝑚𝑖𝑛 =
127(𝑒𝑚𝑎𝑘𝑠 + 𝑓 𝑚𝑎𝑘𝑠)
Keterangan : Rmin = jari-jari minimum (m)
Vrencana = kecepatan rencana (km/jam)
Emaks = superelevasi maksimum (%)
Fmaks = koefisien gesekan melintang maksimum
Tabel 4.2 Tabel hubungan R dan e
18
Jenis-jenis tikungan yang sering digunakan di Indonesia terdiri dari :
19
Dengan C adalah perubahan percepatan radial untuk rel umunya
menggunakan C=0,3 m/s3 dan jalan raya C=0,3 – 0,9 m/s3. Nilai
empiris C menunjukkan tingkat kenyamanan dan keselamatan yang
disediakan oleh lengkung spiral.
3. Berdasarkan tingkat pencapaian perubahan kelandaian
(𝑒𝑑 − 𝑒𝑟)𝑉𝑣𝑟
𝐿𝑆 min =
3,6𝑟𝑒
Dengan nilai en adalah superelevasi normal dan re adalah tingkat
pencapain perubahan kemiringan melintang jalan. Tata cara
perencanaan geometric jalan antar kota departemen PU, Dirtjen Bina
Marga 1997.
Vrencana ≤ 70 km/jam, re-maks = 0,035 m/m/detik
Vrencana ≥ 80 km/jam, re maks = 0,025 m/m/detik
4. Berdasarkan panjang kelandaian relative
𝐿𝑆 min = 𝑏𝑚(𝑒𝑛 + 𝑒𝑑)
Dengan niali en adalah superelevasi normal dan ed adalah
superelevasi rencana yang didapatkan dari tabel 4.2
Tabel 4.3 Nilai m untuk kecepatan rencana
20
Tabel 4.4 Ls berdasarkan R,Vr e max dan jumlah lajur
21
Berikut adalah rumus-rumus yang dipakai untuk perhitungan tikungan
SCS :
Ls 360
s
2 R 2
c 2 s
c
Lc 2R
360
Ls 2
Yc
6R
Ls 3
Xc Ls
40 R 2
k Xc R sin s
p Yc R1 cos s
Ts R p tan k
2
Es
R p R
cos
2
Ltotal Lc 2 Ls
22
Gambar 4.3 Ilustrasi tikungan FC
Tc R tan 12
Lc 2 R
3600
R
Ec R
cos
2
atau
Ec Tc tan 14
23
Gambar 4.4 Ilustrasi tikungan SS
s 1
2
c 0
Lc 0
Ls 2
Yc
6R
Ls 3
Xc Ls
40 R 2
k Xc R sin s
p Yc R1 cos s
Ts R p tan k
2
Es
R p R
cos
2
Ltotal 2 Ls
𝐿𝑠 = 2𝜃𝑅
3. Superelevasi
Untuk mengimbangi gaya sentrifugal di tikungan, jalan diberi perbedaan
ketinggian yang disebut superelevasi. Untuk mencapai superelevasi di tikungan
tanpa Ls tidak ada pencapaian superelevasi penuh. Untuk tikungan dengan Ls
semu,pencapaian superelevasi RC sebagian dilakukan dibagian lurus dan sebagian
dilakukan di lengkung lingkaran. Untuk tikungan dengan Ls, pencapaian
24
superelevasi penuh dilakukan di sepanjang lengkung peralihan. Pencapaian
superelevasi maksimum digambarkan dalam diagram superelevasi. Berikut ini
merupakan contoh diagram superelevasi :
Gambar 4.5 Diagram superelevasi sumbu jalan sebagai pemutar
25
Berikut ini adalah contoh diagram superelevasi di berbagai macam
tikungan :
26
Tabel 4.5 Perhitungan sudut tikungan
𝑑 (𝐴 − 𝑃𝐼1) = 250,092 𝑚
3. Berdasarkan tabel 4.1, untuk nilai X positif dan nilai Y negatif maka
terletak di kuadran II.
4. Perhitungan azimuth
𝑋𝑏 − 𝑋𝑎
𝛼 = 𝑎𝑟𝑐 tan( )
𝑌𝑏 − 𝑌𝑎
𝛼 = −88,244𝑜
𝛼 = 91,7563𝑜
27
6. Sudut tikungan
∆ = 𝛼2 − 𝛼1
∆= 71,0699 − 91,7563 = 20,686𝑜
𝑉𝑟 2
𝑅𝑚𝑖𝑛 =
127 (𝑒𝑚𝑎𝑥 + 𝑓𝑚𝑎𝑥)
702
𝑅𝑚𝑖𝑛 = = 224,3175 𝑚
127 ( 8% + 0,092)
1. Tikungan 1
Berikut ini adalah perhitungan jari-jari tikungan untuk tikungan
pertama dengan percobaan tikungan FC :
Tabel 4.6 Tikungan 1 FC
28
Contoh perhitungan untuk tikungan 1 SS :
𝐿𝑠 = 2 . ∅𝑠 . 𝑅
𝐿𝑠 = 90,2617 𝑚
6. Nilai Yc
𝐿𝑠 2 90,26172
𝑌𝑐 = = = 5,43145
6𝑅 6.250
7. Nilai Xc
𝐿𝑠 3
𝑋𝑐 = 𝐿𝑠 − = 89,9675
40𝑅2
8. Nilai k
𝑘 = 𝑋𝑐 − 𝑅𝑠𝑖𝑛 ∅𝑠 = 45,0814
9. Nilai p
𝐿𝑠 2
𝑝= = 91,35786
24𝑅
10. Nilai Ts
∆
𝑇𝑠 = (𝑅 + 𝑝) tan + 𝑘 = 90,9568 𝑚
2
11. Nilai Es
𝑅+𝑝
𝐸𝑠 = − 𝑅 = 5,50993
∆
cos 2
12. L total
𝐿 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 2. 𝐿𝑠 = 180,532 𝑚
29
13. Cek d
𝑑 < 𝑇𝑠
90,9568 < 250,092
Maka, bisa dibuat tikungan SS. Nilai ini masih OK untuk R tikungan SS
dengan nilai 300 m, 400 m, 500 m, dan 600 m
14. R tikungan rencana
Diambil nilai R tikungan 1 sebesar 300 m.
2. Tikungan 2
Berikut ini adalah perhitungan jari-jari tikungan untuk tikungan kedua
dengan percobaan tikungan SCS :
Tabel 4.8 Tikungan 2 SCS
30
𝑉𝑟
𝐿𝑠 min 1 = . 𝑇 = 58,33
3,6
Dengan nilai T = 3 detik
𝑉𝑟 3 𝑒𝑑
𝐿𝑆 min 2 = 0,021 . − 2,725 . 𝑉𝑟. = 12,2767
𝑅𝐶 𝐶
Dengan nilai C = 0,4 m/s3
(𝑒𝑑 − 𝑒𝑟)𝑉𝑟
𝐿𝑆 min 3 = . 𝑟𝑒 = 30
3,6
Dengan nilai er maks = 0,035
𝐿𝑆 min 4 = 𝑏𝑚(𝑒𝑛 + 𝑒𝑑 ) = 59,878
Dari tabel 4.3 didapatkan nilai m dan b adalah lebar lajur = 3,5 m
𝐿𝑆 min 5 = 73
Didapatkan dari tabel 4.4
Dari kelima nilai Ls diatas, dicari nilai Ls min = nilai Ls max dari kelima
Ls = 73 m
5. Nilai s.
𝐿𝑠 360
∅𝑠 = . = 8,3652𝑂
2𝑅 2𝜋
6. Nilai ∆c
∆𝑐 = ∆ − 2∅𝑠 = 31,4889
7. Nilai Lc
∆𝑐
𝐿𝑐 = . 2𝜋𝑅 = 137,396 𝑚
360
8. Nilai Yc
𝐿𝑠 2
𝑌𝑐 = = 3,55267
6𝑅
9. Nilai Xc
𝐿𝑠 3
𝑋𝑐 = 𝐿𝑠 − = 72,844
40𝑅2
10. Nilai k
𝑘 = 𝑋𝑐 − 𝑅𝑠𝑖𝑛 ∅𝑠 = 36,4739
11. Nilai p
𝐿𝑠 2
𝑝= = 0,88817
24𝑅
31
Cek nilai p, jika p > 0,25 maka OK karena nilai sudah lebih besar dari
0,25 maka tikungan tidak perlu diganti menjadi full circle.
12. Nilai Ts
∆
𝑇𝑠 = (𝑅 + 𝑝) tan + 𝑘 = 148,752 𝑚
2
13. Nilai Es
𝑅+𝑝
𝐸𝑠 = − 𝑅 = 24,8659
∆
cos 2
𝑑 < ∑ 𝑇𝑠 + 𝑑 𝑚𝑖𝑛
3. Tikungan 3
Berikut ini adalah perhitungan jari-jari tikungan untuk tikungan ketiga
dengan percobaan tikungan SCS :
Tabel 4.9 Tikungan 3 SCS
32
Contoh perhitungan tikungan SCS :
∆𝑐 = ∆ − 2∅𝑠 = 34,6715
7. Nilai Lc
∆𝑐
𝐿𝑐 = . 2𝜋𝑅 = 151,283 𝑚
360
8. Nilai Yc
33
𝐿𝑠 2
𝑌𝑐 = = 3,55267
6𝑅
9. Nilai Xc
𝐿𝑠 3
𝑋𝑐 = 𝐿𝑠 − = 72,844
40𝑅2
10. Nilai k
𝑘 = 𝑋𝑐 − 𝑅𝑠𝑖𝑛 ∅𝑠 = 36,4739
11. Nilai p
𝐿𝑠 2
𝑝= = 0,88817
24𝑅
Cek nilai p, jika p > 0,25 maka OK karena nilai sudah lebih besar dari 0,25
maka tikungan tidak perlu diganti menjadi full circle.
12. Nilai Ts
∆
𝑇𝑠 = (𝑅 + 𝑝) tan + 𝑘 = 157,223 𝑚
2
13. Nilai Es
𝑅+𝑝
𝐸𝑠 = − 𝑅 = 28,4337
∆
cos 2
14. Nilai L total
𝐿 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 2. 𝐿𝑠 + 𝐿𝑐 = 297,283
15. Cek nilai d
𝑑 < ∑ 𝑇𝑠 + 𝑑 𝑚𝑖𝑛
4.4 Stationing
Stationing adalah penomoran titik penting hasil perancangan sumbu jalan
yang menunjukkan jarak atau lokasi titik tersebut terhadap titik acuan. Format
stationing yaitu :
34
𝑆𝑡𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛𝑖𝑛𝑔 = 𝑋 + 𝑌𝑌𝑌, 𝑍𝑍𝑍
1. TS :
𝑇𝑆 = 𝑆𝑡𝑎. 𝐴 + 𝑑1 − 𝑇𝑠1
𝑇𝑆 = 0 + 250,092 − 90,9568 = 0 + 140,944
2. Untuk tikungan SS, nilai SC=CS
𝑆𝐶 = 𝐶𝑆 = 𝑇𝑆 + 𝐿𝑠
𝑆𝐶 = 𝐶𝑆 = 140,944 + 90,2617 = 0 + 249,258
3. ST :
𝑆𝑇 = 𝑆𝐶 + 𝐿𝑠
𝑆𝑇 = 249,258 + 90,2617 = 0 + 357,572
35
4.5 Diagram Superelevasi
Setelah menghitung stationing di titik-titik penting, selanjutnya adalah
menentukkan stationing di titik perubahan superelevasi yang pada tabel 4.10. Pada
perhitungan perubahan superelevasi ditikungan yang menjadi sumbu putar adalah
sumbu jalan. Untuk tikungan satu, superelevasi maksimumnya memiliki nilai 6,7
%, tikungan 2 sebesar 5,7 % dan tikungan 3 sebesar 6,7 %. Setelah didapatkan
stationing pada titik perubahan superelevasi, plot kedalam grafik yang kemudian
disebut diagram superelevasi dan hasilnya sebagai berikut :
36
Grafik 4.3 Diagram superelevasi tikungan 3
37
BAB V
PERANCANGAN ALIYEMEN VERTIKAL
1. Jarak Pandang
Jarak pandang adalah panjang jalan ke arah depan yang terlihat oleh
pengemudi. Jarak ini harus diatur panjangnya sedemikian rupa agar cukup
bagi pengemudi untuk mengendalikan kendaraannya yang bergerak dengan
atau mendekati kecepatan rencana. Jarak pandang pengemudi dalam
perancangan geometric jalan dibagi menjadi 3 jenis jarak pandang yaitu jarak
pandang henti, jarak pandang menyiap dan jarak pandang malam hari.
Masalah jarak pandang pengemudi, erat kaitannya dengan aliyemen vertical.
Ilustrasi dibawah ini adalah masalah-masalah jarak pandang yang timbul
akibat adanya aliyemen vertical :
38
Gambar 5.1 Masalah jarak pandang
Kriteria dalam perhitungan jarak pandang yang pertama yaitu tinggi mata
pengemudi, tinggi mata pengemudi dihitung dari permukaan jalan dan
mempertimbangkan untuk mobil penumpang dan juga truck. Berdasarkan
AASHTO (2011), tinggi mata pengemudi truk yaitu 2,33 m dan untuk pengemudi
mobil penumpang setinggi 108 cm. Jika berdasarkan binamarga, tinggi mata
pengemudi setinggi 105 cm.
Kedua adalah tinggi objek, tinggi objek didepan pengemudi dihitung dari
permukaan jalan. Berdasarkan AASHTO 2011, tinggi objek sebesar 60 cm untuk
jarak pandang henti. Menurut binamarga, tinggi objek ditetapkan sebesar 15 cm.
Terkahir yaitu tinggi dan lebar halangan pandangan pengemudi. Tinggi
dan lebar halangan pandangan pengemudi yang dimaksud disini diilustrasikan
sebagai berikut
39
Gambar 5.3 Garis pandangan pada bagian lurus
40
f = koefisien gesek memanjang perkerasan jalan
aspal ( 0,35-0,55)
Pengaruh jarak pandang henti akibat pengaruh kemiringan jalan
dirumuskan dengan persamaan berikut :
𝑉2
𝑑𝑏 =
𝑎
254 (( ) ± 𝐺)
9,81
41
Gambar 5.4 Ilustrasi jarak pandang menyiap
Jarak pandangan menyiap atau JPM terdiri dari tiga bagian yaitu :
a. d1 adalah jarak tempuh kendaraan A selama waktu rekasi t = t1-t0
𝑎𝑡1
𝑑1 = 0,278𝑡1(𝑣 − 𝑚 +
2
Dengan :
t1 = waktu pergerakan awal (detik)
a = percepatan (km/jam/detik)
v = kecepatan kendaraan menyiap (km/jam)
m = perbedaan kecepatan kendaraan yang disusul dan yang menyusul
(km/jam)
b. d2 adalah jarak tempuh kendaraan selama pergerakkan menyiap T = t3-t1
𝑑2 = 0,278𝑣𝑡2
Dengan :
t2 = waktu menyiap selama berada di jalur lawan (detik)
v = kecepatan kendaraan yang menyiap (km/jam)
c. d3 adalah jarak tempuh kendaraan C selama pergerakkan menyiap (T).
nilai d3 berkisar pada 30 sampai 75 m.
d. d4 adalah jarak bebas antara kendaraan C dan kendaraan A pada akhir
gerakan menyiap, nilainya adalah antara 30 sampa 90 m. Asumsikan
42
kecepatan kendaraan A dan C sama maka d4 dapat dihitung dengan
persamaan berikut ini :
2
𝑑4 = 𝑑2
3
Maka, jarak pandang menyiap dapat dihitung sebagai berikut :
𝑃𝑆𝐷 = 𝑑1 + 𝑑2 + 𝑑3 + 𝑑4
2. Panjang Kelandaian
Panjang kelandaian termasuk dalam perancangan aliyemen vertical.
Sebelum menentukkan panjang kelandaian, yang harus dilakukan adalah
menentukkan besar gradien jalan dengan cara mengurangkan jarak vertical
dibagi dengan selisih jarak horizontal antar dua titik.
𝑒𝑙𝑒𝑣𝑎𝑠𝑖 𝑑𝑖 𝑆𝑡𝑎. 2 − 𝑒𝑙𝑒𝑣𝑎𝑠𝑢 𝑑𝑖 𝑆𝑡𝑎. 1
𝑔= 𝑥 100%
𝑆𝑡𝑎. 2 − 𝑆𝑡𝑎. 1
Nilai gradien ini tidak boleh melebihi gradien maksimum yang ditetapkan
di Permen PU.
43
3. Lengkung Vertikal
Untuk menghubungkan dua gradien yang berbeda, digunakan lengkung
vertical agar tanjakan dan turunan tidak terlalu curam. Lengkung vertical
terdapat dua jenis, yaitu lengkung cembung dan lengkung cekung. Berikut ini
adalah contoh-contoh lengkung vertical yang biasa terjadi :
44
Tabel 5.1 Faktor K
45
3. Gradien maksimum untuk konfigurasi jalan ini dengan kecepatan rencana
sebesar 70 km/jam berdasarkan Permen PU adalah sebesar 5 %
4. Menghitung Panjang kelandaian dengan menggunakan prinsip Pythagoras
sebagai berikut :
702
𝑆𝑆𝐷 = 0,694 . 70 + 0,004 ( )
0,45
𝑆𝑆𝐷 = 92,14 𝑚
2. Menghitung nilai A. A adalah selisih gradien sebelah kiri dan sebelah
kanan. Gradien sebelah kiri bernilai -2%. Tetapi karena selanjutnya adalah
tikungan, maka gradien sebelah kanan 0 %. Maka, nilai A :
46
𝐴 = | − 2% − 0|
𝐴=2%
3. Menghitung Panjang Lv, dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
405
𝐿𝑣 = 2𝑆 −
𝐴
405
𝐿𝑣 = 2 . 92,14 −
2%
𝐿𝑣 = −18,3 𝑚
4. Pengecekkan nilai Lv terhadap jarak pandang henti. Jika SSD < Lv maka
Lv = Lv yang dihitung di poin 3. Jika SSD > Lv digunakan L minimum.
5. Perhitungan L minimum sebagai berikut :
𝐿𝑣 min 1 = 𝐴. 𝑘
Untuk kecepatan rencana sebesar 70 km/jam, nilai k adalah 8
𝐿𝑣 𝑚𝑖𝑛1 = 2 . 8 = 16
𝑆2
𝐿𝑣 min 2 =
405
92,142
𝐿𝑣 min 2 =
405
𝐿𝑣 min 2 = 20,96
6. Lv desain adalah nilai Lv maksimum dari 3 nilai perhitungan Lv. Dalam
hal ini dipilih Lv min2 sebagai Lv desain
𝐿𝑣 𝑑𝑒𝑠𝑎𝑖𝑛 = 20,96 𝑚
Selanjutnya adalah menentukkan ketinggian atau elevasi pada lengkung
vertical. Berikut ini adalah perhitungan elevasi di lengkung cekung :
Tabel 5.4 Perhitungan aliyemen vertical pada cekung
47
Contoh perhitungan lengkung cekung :
1. Mencari titik awal lengkung vertical. Titik x=0 adalah titik pada stationing
𝑆𝑡𝑎. 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝐿𝑣 = 𝑆𝑡𝑎. 𝑃𝑉𝐼 − 0,5 𝑥 𝐿𝑣
𝑆𝑡𝑎. 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝐿𝑣 = 100 − 0,5 𝑥 20,96
𝑆𝑡𝑎. 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝐿𝑣 = 0 + 89,520
2. Begitupula untuk perhitungan titik akhir lengkung vertical.
𝑆𝑡𝑎, 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 𝐿𝑣 = 𝑆𝑡𝑎 𝑃𝑉𝐼 + 0,5 𝑥 𝐿𝑣
𝑆𝑡𝑎. 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 𝐿𝑣 = 100 + 0,5 𝑥 20,96
𝑆𝑡𝑎. 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 𝐿𝑣 = 0 + 110,480
3. Menghitung elevasi tanah desain asli disepanjang lengkung berikut
perhitungannya :
4. Karena sudah ditetapkan nilai awal Lv, maka x untuk sta. (0+089,520)
adalah 0. Untuk sta. (0+093,000) adalah :
𝑥 = 𝑠𝑡𝑎. (0 + 093,000) − 𝑆𝑡𝑎. 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑃𝑉𝐼
𝑥 = 3,48
Begitupula untuk titik selajutnya.
5. Nilai y, y adalah persamaan parabola yang dirumuskan sebagai berikut :
𝐴 2
𝑦 = 0,5 . .𝑥
𝐿𝑣
2% 2
𝑦 = 0,5 . 𝑥
20,96
Persamaan y tersebut, berlaku untuk garis sepanjang Lv. Nilai y
didapatkan dengan memasukkan nilai x pada setiap titik stationing. Misal
untuk nilai x=3,4. Nilai y didapatkan 0,00577 m
6. Elevasi jalan adalah elevasi setelah diperhalus dengan adanya lengkung
vertical. Maka nilai elevasi jalan didapatkan dengan cara :
𝐸𝑙𝑒𝑣𝑎𝑠𝑖 𝑗𝑎𝑙𝑎𝑛 = 𝑒𝑙𝑒𝑣𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑠𝑙𝑖 + 𝑦
𝐸𝑙𝑒𝑣𝑎𝑠𝑖 𝑗𝑎𝑙𝑎𝑛 = 31,14 + 0,00577
48
𝐸𝑙𝑒𝑣𝑎𝑠𝑖 𝑗𝑎𝑙𝑎𝑛 = 31,146 𝑚
Setelah semua nilai elevasi jalan baru didapatkan. Melakukan pemodelan
jalan dengan cara meng-plot-kan nilai elevasi jalan terhadap titik stationing
kemudian dibandingkan dengan muka tanah asli. Hasilnya sebagai berikut :
1. Mencari titik awal lengkung vertical. Titik x=0 adalah titik pada stationing
𝑆𝑡𝑎. 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝐿𝑣 = 𝑆𝑡𝑎. 𝑃𝑉𝐼 − 0,5 𝑥 𝐿𝑣
𝑆𝑡𝑎. 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝐿𝑣 = 1.151,533 − 0,5 𝑥 70,2268
𝑆𝑡𝑎. 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝐿𝑣 = 1 + 116,420
49
2. Begitupula untuk perhitungan titik akhir lengkung vertical.
𝑆𝑡𝑎, 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 𝐿𝑣 = 𝑆𝑡𝑎 𝑃𝑉𝐼 + 0,5 𝑥 𝐿𝑣
𝑆𝑡𝑎. 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 𝐿𝑣 = (1 + 151,533) + 0,5 𝑥 70,2268
𝑆𝑡𝑎. 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 𝐿𝑣 = 1 + 186,647
3. Menghitung elevasi tanah desain asli disepanjang lengkung berikut
perhitungannya :
4. Karena sudah ditetapkan nilai awal Lv, maka x untuk sta. (1+116,420)
adalah 0 dan sta. (1+186,647) adalah stationing akhir Lv. Untuk sta.
(1+190,000) adalah :
𝑥 = 𝑠𝑡𝑎. 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 𝐿𝑣 − 𝑠𝑡𝑎. (1 + 190,000)
𝑥 = 6,647
Begitupula untuk titik selajutnya.
5. Nilai y, y adalah persamaan parabola yang dirumuskan sebagai berikut :
𝐴 2
𝑦 = 0,5 . .𝑥
𝐿𝑣
3,6% 2
𝑦 = 0,5 . 𝑥
70,2268
Persamaan y tersebut, berlaku untuk garis sepanjang Lv. Nilai y
didapatkan dengan memasukkan nilai x pada setiap titik stationing. Misal
untuk nilai x=6,647. Nilai y didapatkan 0,01117 m
6. Elevasi jalan adalah elevasi setelah diperhalus dengan adanya lengkung
vertical. Maka nilai elevasi jalan didapatkan dengan cara :
𝐸𝑙𝑒𝑣𝑎𝑠𝑖 𝑗𝑎𝑙𝑎𝑛 = 𝑒𝑙𝑒𝑣𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑠𝑙𝑖 − 𝑦
𝐸𝑙𝑒𝑣𝑎𝑠𝑖 𝑗𝑎𝑙𝑎𝑛 = 29,9890 − 0,01117
𝐸𝑙𝑒𝑣𝑎𝑠𝑖 𝑗𝑎𝑙𝑎𝑛 = 29,9779 𝑚
Setelah semua nilai elevasi jalan baru didapatkan. Melakukan pemodelan
jalan dengan cara meng-plot-kan nilai elevasi jalan terhadap titik stationing
kemudian dibandingkan dengan muka tanah asli. Hasilnya sebagai berikut
50
Grafik 5.2 Elevasi pada lengkung cembung
51
BAB VI
PERANCANGAN SALURAN DAN DRAINASE PERMUKAAN
a. Drainase Memanjang
Permukaan jalan harus dibuat dengan kemiringan melintang yang cukup
untuk membuang air huajn secepatnya, dan permukaan jalan harus berada di atas
52
permukaan air tanah setempat. Jika dahulu, prinsip drainase adalah membuang air
secepatnya agar tidak terjadi banjir dan genangan, prinsip atau pandangan
terhadap drainase saat ini diubah menjadi menampung air sebagai cadangan air
bersih dan mencegah terlalu banyak genangan dan banjir. Contoh bangunan
drainase memanjang adalah :
a. Parit atau selokan (ditch)
b. Talang (gutters)
c. Saluran menikung keluar (turnouts)
d. Saluran curam (chutes)
e. Parit intersepsi (intercepting ditch)
b. Drainase Melintang
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa tujuan adanya drainase
melintang adalah membawa air menyebrang aliyemen jalan secara terkendali.
Berikut ini adalah beberapa jenis drainase melintang :
a. Fords
b. Drifts
c. Gorong-gorong (culvert)
d. Jembatan
53
Gambar 6.3 Jenis-jenis gorong-gorong
54
akuifer yang terpotong dan sumber air lokal. Pengaruh air pada perkerasan jalan
yaitu :
a. Air menurunkan kekuatan material butiran lepas dan tanah subgrade
b. Air menyebabkan penyedotan (pumping) pada perkerasan beton yang
dapat menyebabkan retakan dan kerusakan bahu jalan
c. Tekanan hidrodinamik yang tinggi akibat pergerakkan kendaraan
menyebabkan penyedotan material halus pada lapisan dasar perkerasan
fleksibel yang mengakibatkan hilangnya daya dukung
d. Kontak dengan air yang menerus dapat menyebabkan pelepasan campuran
aspal dan daya tahan keretakkan beton.
e. Air menyebabkan perbedan tekanan pada tanah yang bergelombang
Metode pengendalian air pada perkerasan yaitu :
a. Mencegah air masuk kedalam perkerasan
b. Menyediakan sistem drainase yang dapat membuang air secepatnya
c. Membangun perkerasan yang cukup kuat untuk bertahan terhadap
kombinasi pengaruh beban dan air.
Bentuk pencegahan agar air tidak masuk kedalam perkerasan jalan yaitu
memakai interceptor atau penangkap air tanah sehingga air dapat ditangkap dan
dialirkan ke saluran atau pada perkerasan ditutup dengan geotextile agar air tidak
bias masuk kedalam perkerasan subgrade.
3. Perancangan Drainase Jalan
Dalam perancangan drainase jalan, data-data yang diperlukan adalah data-
data hidrologi seperti curah hujan area tersebut, luas daerah drainase, dan
koefisien pengaliran daerah.
1. Debit Rencana
Curah hujan digunakan untuk merancang debit rencana saluran.
Perencanaan debit rencana ini mengacu pada periode ulang perancangan debit
yang aturannya didasarkan pada jenis klas jalan dan ditabulasikan dalam tabel
sebagai berikut :
55
Tabel 6.1 Periode ulang saluran
1 0.5
[ln 2 ] , 0 < 𝑃 ≤ 0.5
𝑃
𝑤
0.5
1
[ln ] , 0.5 < 𝑃 ≤ 1.0
{ (1 − 𝑃)2
1 1
𝐾𝑇 = 𝑧 + (𝑧 2 − 1)𝑘 + (𝑧 3 − 6𝑧)𝑘 2 − (𝑧 2 − 1)𝑘 3 + 𝑧𝑘 4 + 𝑘 5
3 5
56
log 𝑅𝑇 = ̅̅̅̅̅̅̅
log 𝑅 + (𝐾𝑇 × 𝑆log 𝑅 )
𝑅𝑇 = 10log 𝑅𝑇
Sebelum masuk kedalam saluran, ada waktu yang dibutuhkan air untuk
mengalir dari suatu wilayah disekitar drainase ke saluran drainase. Waktu itu
dihitung menggunakan rumus sebagai berikut dan diambil nilai yang paling besar:
0,167 0,167
2 𝑛𝑑 2 𝑛𝑑
𝑡1 = ( . 3,28 . 𝐿𝑏𝑎ℎ𝑢 . ) + ( . 3,28 . 𝐿𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 . )
3 √𝑒𝑏𝑎ℎ𝑢 3 √𝑒𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛
0,167
2 𝑛𝑑
𝑡1 = ( . 3,28 . 𝐿𝑜 𝑥 )
3 √𝐼𝑠𝑎𝑙𝑢𝑟𝑎𝑛
57
Tabel 6.3 Koefisien nd berdasarkan jenis permukaan
58
Tabel 6.5 Koefisien C dan fk untuk daerah sekitar
59
Setelah semua data didapatkan, debit rencana bisa dihitung dengan
beberapa metode, metode yang dipakai untuk tugas besar ini adalah metode
rasional yang rumusnya sebagai berikut :
a. Metode Harpes
Metode Haspers digunakan untuk menghitung debit banjir dengan luas
Daerah Pengaliran Sungai kurang dari 300 km2.
𝑄 = 𝛼. 𝛽. 𝑞. 𝐴
𝑡 = 0,1 . 𝐿0,8 . 𝑖 −0,3
1 + (0,012 . 𝐴0,7 )
𝛼=
1 + (0,075 . 𝐴0,7 )
1 𝑡 + (3,7. 100,4𝑡 ) 𝐴0,75
= 1+ .
𝛽 𝑡 2 + 15 12
𝑇∗
𝑞=
3,6. 𝑡
Untuk t < 2 jam,
𝑡. 𝑅
𝑇∗ =
𝑡 + 1 − 0,0008. (260 − 𝑅)(2 − 𝑡)2
Untuk 2 jam < t < 19 jam,
𝑡. 𝑅
𝑇∗ =
𝑡+1
Untuk 19 jam < t < 36 hari,
𝑇 ∗ = 0,707. 𝑅√𝑡 + 1
Keterangan : Q = debit banjir rencana
A = luas DAS (km2)
t = waktu konsentrasi (jam)
L = panjang sungai (km)
i = kemiringan sungai
R = curah hujan (mm)
𝛼 = koefisien runoff
β = koefisien reduksi
b. Metode Melchior
Metode ini digunakan untuk menghitung debit banjir dalm DAS dengan
luas lebih besar dari 100 km2.
60
𝑅𝑡
𝑄 = 𝛼 . 𝛽. 𝑞. 𝐴
200
𝑅𝑡 = 0,41. 𝑅24
180 + 0,75𝐴
𝛽=
150 + 𝐴
1000𝐿
𝑇=
3,6 . 𝑣
5
𝑣 = 1,31 √𝛼 𝑞 𝐴 𝑖 2
Dalam menerapkan metode Melchior dihitung dengan langkah-langkah
yang pertama adalah buat gambar DAS berbentuk elips yang meliputi daerah
pengaliran dengan sumbu panjang a dan sumbu pendek b yang nilainya mendekati
2/3 a. Kemudian luas elips,
1
𝑛𝐹 = . 𝜋. 𝑎. 𝑏
4
Lalu, tetapkan q dengan cara coba-coba berdasarkan grafik berikut ini :
61
c. Metode Rasional
62
seperti saluran trapesium tetapi untuk kedalam saluran yang tinggi pengerjaan
saluran cenderung sulit, sebab tanah disampingnya cenderung untuk runtuh lebih
besar.
Data curah hujan dicari Rmax nya dengan menggunakan rumus rata-rata, contoh
untuk pada tahun 2005.
1
𝑅𝑚𝑎𝑥 = ∑ 𝑥𝑖
𝑛
1
𝑅𝑚𝑎𝑥 = 𝑥 46620 = 7770 𝑚𝑚
6
1
𝜑= ∑ 𝑅𝑚𝑎𝑘𝑠 𝑖
𝑛
1
𝜑= 𝑥 74765 = 7476,5 𝑚𝑚
10
63
Tabel 6.7 Mencari Cs dan K
𝑆 = 0,02018
4. Menghitung Cs dan K
64
𝐶𝑠 = −0,470046
𝐶𝑠
𝐾=
6
𝐾 = −0,078341
Kemudian, setelah nilai Cs dan K dicari, langkah selanjutnya adalah
perhitungan curah hujan rencana untuk periode ulang 5 tahun dan periode ulang
10 tahun. Perhitungan curah hujan rencana dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 6.8 Perhitungan curah hujan rencana
Karena nilai P untuk periode ulang 5 tahun 0,2 maka dipilih dalam
perhitungan w menggunakan rumus pertama.
1 0,5
𝑤 = (ln ( ))
𝑃2
65
0,5
1
𝑤 = (ln ( 2 )) = 1,7941
0,5
Karena nilai P untuk periode ulang 5 tahun 0,2 maka dipilih dalam
perhitungan z menggunakan rumus pertama.
1
𝐾𝑡 = 0,84 + (0,842 − 1) + (0,843 − 6.0,84)(−0,078)2
3
− (0,842 − 1)(−0,078)3 + (0,84. (−0,078)4
1
+ (−0,078)5
5
𝐾𝑡 = 0,8531
5. Menghitung log Rt
66
6.3 Perhitungan Debit Rencana
Untuk menghitung debit rencana, hal pertama yang harus dilakukan adalah
menghitung waktu konsentrasi. Perhitungan waktu konsentrasi ditabulasikan
dalam tabel sebagai berikut :
67
4. Nilai eluar dan edalam sudah ditetapkan ketika perancagan awal. Begitu
pula untuk lebar lajur dan lebar bahu. Dalam hal ini, lebar lajur pada
perancangan awal ditetapkan sebesar 3,5 m dan levar bahu 2 m.
5. Lebar daerah sekitar diasumsikan 10 m
6. Menghitung luas daerah 1 atau daerah setengah badan jalan. Luas setengah
badan jalan mencakup bahu dalam dan jumlah 2 lajur pada 1 jalur.
𝐴1 = (2𝐿𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑙𝑎𝑗𝑢𝑟 + 𝑏𝑎ℎ𝑢 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚) 𝑥 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑒𝑔𝑚𝑒𝑛
𝐴1 = (2 𝑥 3,5 + 0,5) 𝑥 100
𝐴1 = 750 𝑚2
7. Menghitung luas daerah 2 atau luas bahu jalan.
𝐴2 = 𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑏𝑎ℎ𝑢 𝑙𝑢𝑎𝑟 𝑥 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑒𝑔𝑚𝑒𝑛
𝐴2 = 2 𝑥 100
𝐴2 = 200 𝑚2
8. Menghitung luas daerah 3 atau luas daerah sekitar yang diasumsikan
panjangnya 10 m
𝐴3 = 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑘𝑖𝑡𝑎𝑟 𝑥 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑒𝑔𝑚𝑒𝑛
𝐴3 = 10 𝑥 100
𝐴3 = 1000 𝑚2
9. Luas daerah layan adalah luas total
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑑𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ 𝑙𝑎𝑦𝑎𝑛 = 𝐴1 + 𝐴2 + 𝐴3
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑑𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ 𝑙𝑎𝑦𝑎𝑛 = 1950 𝑚2
10. Menghitung nilai koefisien pengaliran atau C
𝐴1𝐶1 + 𝐴2𝐶2 + 𝐴3𝐶3
𝐶=
𝐴1 + 𝐴2 + 𝐴3
750 . 0,8 + 200 . 0,15 + 1000 . 0,8
𝐶= = 0,4462
750 + 200 + 1000
11. Menghitung waktu t1, t1 dihitung menggunakan 2 rumus dibawah ini. t1
pilih adalah nilai t1 yang paling besar. Koefisien nd adalah koefisien
hambatan untuk jalan raya nilai nd sebesar 0,013
0,167 0,167
2 𝑛𝑑 2 𝑛𝑑
𝑡1 = ( . 3,28 . 𝐿𝑏𝑎ℎ𝑢 . ) + ( . 3,28 . 𝐿𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 . )
3 √𝑒𝑏𝑎ℎ𝑢 3 √𝑒𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛
68
2 0,013 0,167 2 0,013 0,167
𝑡1 = ( . 3,28 . 2. ) + ( . 3,28 . (3,5 .2 + 0,5). )
3 √6% 3 √2%
𝑡1 = 1,85 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
0,167
2 𝑛𝑑
𝑡1 = ( . 3,28 . 𝐿𝑜 𝑥 )
3 √𝐼𝑠𝑎𝑙𝑢𝑟𝑎𝑛
2 0,013 0,167
𝑡1 = ( . 3,28 . 10 𝑥 )
3 √2%
𝑡1 = 1,123 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
Karena nilai t1(1) > t1(2) maka t1 pilih adalah 1,85 menit
12. Menghitung nilai t2, atau waktu yang dibutuhkan air mengalir dari saluran
awal ke gorong-gorong. Kecepatan aliran di saluran berdasarkan bahan
perkerasan saluran, diasumsikan menggunakan kerikil kasar sehingga v
maks izin untuk saluran ini yaitu 1,2 m/s. Jika, ditahap selanjutnya didapat
nilai v melebihi kecepatan ijin, maka perbesar nilai kecepatan sampai
kecepatan yang didapat kurang dari kecepatan ijin.
𝐿
𝑡2 =
60𝑣
100
𝑡2 = = 1,39 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
60.1,2
13. Waktu konsentrasi dalah penjumlahan waktu t1 dan t2
𝑡𝑐 = 𝑡1 + 𝑡2
𝑡𝑐 = 1,85 + 1,39 = 3,24 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
69
Tabel 6.11 Debit rencana 5 tahun
Contoh perhitungan debit rencana untuk periode ulang 5 tahun pada segmen 1
sebagai berikut :
1. Menghitung intensitas rencana dengan metode mononobe
2
𝑅24 24 3
𝐼𝑡 = ( ) 𝑥 ( )
24 𝑇
2
7904,51 24 3
𝐼 (𝑚𝑚/𝑗𝑎𝑚 ) = ( )𝑥( )
24 3,24
𝐼(𝑚𝑚/𝑗𝑎𝑚) = 1229,58 𝑚𝑚/𝑗𝑎𝑚
2. Menghitung debit rencana 5 tahun dengan metode rasional
1
𝑄= 𝐶𝐼𝐴
3,6
1 1950
𝑄= . 0,4462 𝑥 1229,58 𝑥 ( )
3,6 1000000
𝑄 = 0,297 𝑚/𝑠 3
70
rencana 10 tahun. Luas minimum penampang saluran ditetapkan seluas 0,5 m2.
Perhitungan dimensi saluran ditabulasikan dalam tabel sebagai berikut :
1. Pada saluran yang datar, kemiringan saluran dibuat 0,2 % dan untuk
saluran pada daerah miring, kemiringan mengikuti kemiringan lereng.
2. Pertama-tama asumsikan nilai b dan h
Missal untuk b = 1,5 dan h = 0,5
3. Menghitung tinggi jagaan atau freeboard
𝑤 = √0,5 . 𝐻
71
𝐹 = 1,5 . 0,5 = 0,75 𝑚2
5. Menghitung keliling basah
𝑃 = 2ℎ + 𝑏
𝑃 = 2 𝑥 0,5 + 1,5 = 2,5 𝑚
6. Jari-jari hidrolis
𝑃
𝑅=
𝐹
2,5
𝑅= = 0,3
0,75
7. Menghitung kecepatan aliran di saluran, menggunakan metode manning.
Dengan koefisien kekasaran saluran sebesar 0,016.
1 2 1
𝑣= 𝑥 𝑅3 𝑥 𝑆 2
𝑛
1 2 1
𝑣= 𝑥 (0,3)3 𝑥 (0,02)2 = 3,96 𝑚/𝑠
0,016
Nilai kecepatan melebihi kecepatan ijin sebesar 1,2 m/s. Seharusnya,
kecepatan asumsi diawal ditingkatkan, sebab jika mendesain saluran
melebihi kecepatan ijin maka saluran akan erosi atau terkikis dibagian
bawahnya. Namun, pada tugas besar ini, proses ini dilewati saja. Sebab
tidak ada instruksi dari asisten untuk melanjutkan perhitungan hingga
kecepatan kurang dari kecepatan ijin.
8. Menghitung debit saluran
𝑄𝑠𝑎𝑙𝑢𝑟𝑎𝑛 = 𝐹. 𝑣
𝑄𝑠𝑎𝑙𝑢𝑟𝑎𝑛 = 0,75 𝑥 3,96 = 2,97 𝑚/𝑠 3
Karena Qsaluran > Qrencana maka, dengan b = 1,5 m dan h = 0,5 m
saluran sudah OK. Kecepatan saluran harus melebihi kecepatan rencana
sebab saluran yang akan menampung aliran rencana, maka saluran harus
memiliki kapasitas debit yang lebih besar dari kapasitas debit rencana.
72
Berikut ini adalah rekapitulasi perhitungan dimensi saluran dan gorong-gorong :
73
BAB VII
PERANCANGAN PENAMPANG MELINTANG JALAN
74
1. Jalur Lalu Lintas (Traveled Way)
Jalur lalu lintas atau bagian jalan yang dipergunakan untuk pergerakan
kendaraan, tidak termasuk bahu dan lajur sepeda, yang secara fisik berupa
perkerasan jalan. Jenis perkerasan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Volume lalu lintas serta komposisinya,
b. Karakteristik tanah,
c. Cuaca,
d. Ketersediaan material,
e. Konvervasi enerji,
f. Biaya awal,
g. Pemeliharaan tahunan dan biaya peleyanan umur rencana.
Batas jalan lalu lintas dapat berupa Median, Bahu, Trotoar, Pulau jalan dan
Separator.
1. Lebar Lajur
Lajur adalah bagian jalur lalu lintas yang memanjang, dibatasi oleh marka
lajur jalan, memiliki lebar yang cukup untuk dilewati suatu kendaraan
75
bermotor sesuai kendaraan rencana. Penentuan lebar lajur dan bahu
bergantung pada kecepatan dan kedaraan juga fungsi dan kelas jalan.
Penentuan lebar lajur berdasarkan tabel dibawah ini.
Tabel 7.1 Lebar jalur dan bahu jalan
76
Gambar 7.4 Bahu jalan
Lebar bahu “graded” diukur dari tepi jalur ke perubahan kemiringan bahu
dan lebar bahu “usable” adalah lebar sebenarnya yang akan dipakai
pengemudi pada saat berhenti darurat atau parkir. Dimana kemiringan
adalah 1:4 atau lebih landau, lebar “usable” adalah sama dengan lebar
“graded” karena umumnya dibulatkan sampai selebar 1,2 sampai 1,8 m.
Penggambaran bahu graded dan usable sebagai berikut :
77
4. Rumble Strip
Rumble strip adalah merubah tekstur permukaan jalan dengan pola
bergaris tegak lurus arus pergerakka sedemikian sehingga saat pengendara
melewatinya akan terasa melewati sekumpulan “road hump mini” dan
kendaraan menjadi terasa bising suaranya.
Metode ini cocok untuk jalan yang mempunyai volume lalu lintas yang
cukup tinggi. Karena metode ini menyebabkan kebisingan suara yang
cukup signifikan, maka aplikasi di daerah permukaan saam sekali tidak
dianjurkan
5. Saluran Tepi
Saluran tepi adalah bangunan pelengkap jalan ang dibangun untuk
menanggulangi kelebihan air yang terjadi, baik air permukaan maupun air
bawah tanah. Drainase jalan merupakan bagian yang sangat penting,
khususnya pada daerah padat dengan tingkat penyerapan air rendah.
Seringkali kerusakan jalan terjadi disebabkan bukan oleh beban lalu lintas,
tetap oleh kondisi drainase jalan.
6. Road Barrier
Faktor penting yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan sistem
memanjang termasuk kinerja barrier, karakteristik defleksi lateral, dan
ketersediaan ruang untuk mengakomodir defleksi barrier. Pertimbangan
juga harus diberikan untuk adaptasi sistem pada transisi operasional dan
penanganan akhir dan pada biaya pemeliharaan awal dan masa depan.
Penanganan gangguan samping jalan:
1) Hilangkan atau diramcang ulang gangguan sehingga pergerakan
selamat
2) Pindahkan gangguan ke titik yang kurang mengganggu
3) Kurangi dampak keparahan dengan menggunakan alat breakaway,
4) Arah kendaraan dipindahkan dengan membuat batas gangguan dengan
traffic barrier memanjang and/or crash cushion,
78
5) Beri pengaman pada gangguan jika alternatif di atas tidak cucup, atau
6) Tidak melakukan tindakan apapun.
7. Median
Median adalah bagian bangunan jalan yang secara fisik memisahkan dua
jalur lalu lintas yang berlawanan arah. Fungsi median adalah untuk :
a. Memisahkan dua aliran lalu lintas yang berlawanan arah
b. Ruang tunggu penyebrang jalan
c. Penempatan fasilitas jalan
d. Tempat prasarana kerja sementara
e. Penghijauan
f. Tempat berhenti darurat jika median cukup luas
g. Cadangan lajur jika akan diadakan pelebaran jalan
h. Mengurangi silau dari sinar lampu kendaraan dari arah berlawanan
Untuk jalan dua arah dengan 4 lajur lebih perlu dilengkapi dengan median.
Median dapat dibedakan atas :
a. Median direndahkan, terdiri atas jalur tepian dan bangunan
pemisah jalur yang direndahkan
b. Median ditinggikan, terdiri atas jalur tepian dan banguan pemisah
jalur yang ditinggikan.
79
Lebar minimum median terdiri atas jalur tepian selebar 0,25 – 0,5 meter
dan bangunan pemisah jalur, ditetapkan dapatdilihat pda tabel berikut :
80
7.2 Perhitungan Penampang Melintang Jalan
Perhitungan penampang melintang jalan pada setiap 100 m dan 50 m di
tikungan juga pada titik-titik penting. Perhitungan penampang melintang jalan
ditabulasikan dalam tabel berikut ini :
81
5. X jalan adalah panjang jalur jalan. Pada bab 1, sudah dihitung bahwa lebar
satu lajur adalah 3,5 m sedangkan dalam perencanaan jalan ini
menggunakan 4 lajur terbagi 2. Sehingga, untuk 1 jalur jalan memiliki lebar
7 m.
6. Ketinggian jalan kiri dan kanan dihitung sebagai berikut :
𝑦 𝑗𝑎𝑙𝑎𝑛 𝑘𝑖𝑟𝑖 = 𝑒𝑘𝑖𝑟𝑖 . 𝑥𝑗𝑎𝑙𝑎𝑛
𝑦 𝑗𝑎𝑙𝑎𝑛 𝑘𝑖𝑟𝑖 = −2% . 7 = −0,14
Begitupula pada y jalan kanan dan tikungan.
7. Kemiringan bahu jalan kiri dan kanan didapatkan pada perhitungan kriteria
perancangan pada bab 1. Dalam hal ini sebesar -6 % pada penurunan
superelevasi dan 6% pada saat superelevasi naik.
8. Begitu pula dengan lebar bahu luar ditetapkan dalam bab 1 sebesar 2 m.
9. Ketinggian bahu kiri dan kanan dihitung sebagai berikut
𝑦 𝑏𝑎ℎ𝑢 𝑘𝑖𝑟𝑖 = 𝑒𝑏𝑎ℎ𝑢𝑘𝑖𝑟𝑖 . 𝑥𝑏𝑎ℎ𝑢
𝑦 𝑏𝑎ℎ𝑢 𝑘𝑖𝑟𝑖 = −6% . 2 = −0,12
Untuk ketinggian bahu kanan dan pada tikungan juga sama saja.
10. Lebar saluran dan ketinggian saluran berdasarkan yang sudah dihitung dibab
sebelumnya.
Setelah dihitung, kemudian digambar penampang tipikal jalan. Berikut ini
adalah gambar penampang tipikal jalan.
82
BAB VIII
GALIAN DAN TIMBUNAN
83
bergantung pada jenis tanah, tanah keras cenderung lebih mudah mengembang
sebab mempunyai banyak rongga diantara butiran tanahnya. Berikut ini adalah
faktor kembang tanah berdasarkan jenis tanah :
Tabel 8.1 Faktor kembang tanah
2. Kepadatan timbunan
Karena adanya peristiwa susut dan kembang pada tanah, maka hal ini juga
mempengaruhi tingkat kepadatan tanah timbunan. Tanah pasir cenderung
memiliki kepadatan yang rendah, pasir yang kepadatannya rendah cenderung
lebih dipilih sebab timbunan yang dilakukan dengan tanah ini membutuhkan tanah
yang lebih sedikit daripada tanah yang memiliki kepadatan tinggi. Oleh sebab itu,
tanah pasir menjadi pilihan utama dalam melakukan timbunan. Berikut ini adalah
factor hasil kepadatan tanah berdasarkan jenis tanah.
Tabel 8.2 Faktor hasil
84
Perhitungan volume dan timbunan dengan menggunakan pendekatan
perhitungan metode potongan melintang, metode grid dan menggunakan software.
Sebelum melakukan perhitungan volume, biasanya dipakai pendekatan
perhitungan luas dengan cara :
a. Cara numeris dengan angka jarak
b. Cara numeris dengan koordinat
c. Cara grafis (Kertas milimeter)
d. Cara mekanis (Planimeter)
e. Cara elektronik atau digital (AutoCAD, Land Development, Soft Desk).
Dalam tugas besar ini, perhitungan luas galian dan timbunan
menggunakan software AutoCAD.
Volume galian adalah luas galian rata-rata dari dua penampang berurtan
dikalikan dengan jarak antara kedua penampang. Begitupula dengan timbunan.
1
𝐺 = |𝐴𝐺1 + 𝐴𝐺2 |𝑑
2
1
𝑇 = |𝐴𝑇1 + 𝐴𝑇2 |𝑑
2
B. Mass Haul Diagram
Mass haul diagram adalah diagram yang menggambarkan jumlah volume
galian dan timbunan dari suatu pekerjaan tanah. Hauling distance adalah jarak
titik berat gravitasi galian dan timbunan. Free hauling distance adalah suatu
panjang yang menunjukkan besaran pekerjaan tanah yang tidak perlu dibayar.
Overhaul adalah besarnya volume yang harus diangkut. Jarak overhaul dikalikan
dengan volume dinamakan overhaul-volume-station.
Suatu "mass diagram", berupa suatu lengkungan yang menunjukkan
penjumlahan aljabar dari volume galian dan timbunan, mulai dari satu station
tertentu sampai stasion berikutnya. Pada gambar lengkungan volume (mass) ini,
station ditempatkan pada absis dan volume pada ordinatnya. Skala di absis sama
dengan skala horisontal dari profil memanjang. Sebelum menggambar lengkungan
volume, sebaiknya disusun terlebih dahulu dalam tabel, penjumlahan dari galian
(+) dan timbunan (-).
85
Gambar 8.2 Contoh mass diagram
86
b. Makin mendekati lengkungan pada garis absis atau makin banyak
lengkungan berpotongan dengan absis, makin kecil overhaul-volume-
station.
c. Dengan membuat mass diagram untuk beberapa alternatif rute, bisa
dibandingkan dan memilih yang paling ekonomis.
87
Contoh perhitungan volume galian dan timbunan sebagai berikut :
88
Kemudian, hasil perhitungan diplot dalam sebuah grafik yang disebut
Mass Haul Diagram yang hasilnya sebagai berikut :
89
BAB IX
PENUTUP
9.1 Kesimpulan
Berdasarkan perhitungan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa:
1. Kriteria dalam perancangan jalan ini ditabulasikan dalam tabel sebagai
berikut :
Tabel 9.1 Kriteria perancangan jalan
2. Dipilih trase jalan yang dinilai paling landai dengan adanya 3 tikungan.
Tikungan pertama adalah tikungan Spiral-spiral dengan jari-jari tikungan
sebesar 300 m, tikungan kedua adalah tikungan Spiral-Circle-Spiral
dengan jari-jari tikungan sebesar 400 m dan tikungan ketiga adalah
tikungan Spiral-Circle-Spiral dengan jari-jari tikungan sebesar 300 m.
Tabel 9.2 Tikungan jalan
1 SS 300 6,7
2 SCS 400 5,7
3 SCS 300 6,7
90
3. Perancangan aliyemen vertical untuk ruas jalan ini terdapat dua aliyemen
vertical yaitu pada stationing 0+000,000 sampai 0+100,000 adalah
lengkung cekung dan pada stationing 1+151,533 sampai 1+190,000 adalah
lengkung cembung.
4. Perancangan dimensi saluran drainase untuk jalan ini ditunjukkan dalam
tabel sebagai berikut :
Tabel 9.3 Dimensi saluran
5. Volume kumulatif timbunan dan galian untuk perencanaan jalan ini adalah
dibutuhkan timbunan tanah dari lokasi lain sebesar 6.062,8419 m3.
9.2 Saran
Saran untuk konten tugas besar perencanaan geometrik jalan lebih baik
yaitu :
1. Pelaksanaan tugas besar dengan cara manual saya merasa lebih mudah dan
tidak terbebani daripada menggunakan software yang notabene katanya
menyulitkan, tetapi sepertinya saya kehilangan kesempatan belajar
software Civil 3D. Mungkin, kedepannya bisa digunakan lagi software ini
tetapi perencanaan jalan yang tidak terlalu panjang. Sehingga, tidak
membebani mengingat perencanaan geometric jalan hanya 2 sks.
2. Rumus dan metode perencanaan drainase seharusnya bisa dikoreksi lagi.
Seperti penggunaan rumus Log Pearson dan mencari intensitas hujan
dengan metode mononobe.
91