Anda di halaman 1dari 8

Mata Uang Cina (Kepeng)

Rekonstruksi Sejarah Perekonomian Majapahit

I. Pendahuluan

Arkeologi adalah ilmu menjadikan benda budaya atau material culture sebagai kajian utamanya.
Mengutip pendapat Binford, arkeologi berawal dari benda budaya, kemudian dari bendalah
arkeolog mampu merekonstruksi sejarah kebudayaan, menyusun kembali cara-cara hidup
masyarakat masa lalu, serta memahami proses perubahan budaya. Karena benda sebagai fokus
kajiannya, maka arkeologi itu ada karena adanya benda itu sendiri. Budaya meteri lahir dari
sebuah tingkah laku yang dibuat oleh pemangku budayanya, maka arkeologi sebenarnya bicara
tentang manusia yang berada dibalik benda.

Salah satu dari kajian arkeologi adalah mata uang. Dalam kajian mata uang ini, arkeologi
mengambil pendekatan dari Numismatik . Dalam penelitian arkeologi, studi mengenai
numismatik khususnya mata uang logam memegang peranan yang penting karena dengan adanya
hiasan-hiasan atau tulisan yang tertera pada ke dua sisinya. Mata uang logam dikenal juga
sebagai benda tunggal yang dapat berdiri sendiri dan bersifat spesifik karena dapat memberikan
informasi mengenai dimensi waktu, dimensi tempat asal pembuatan dan tempat penemuan, dan
dimensi bentuk yang terdiri dari atribut bentuk, ukuran, gaya, dan teknologi dari mata uang
logam pada masa itu. Sebenarnya, secara konstektual informasi waktu yang diperoleh dari
temuan mata uang logam bermamfaat bagi pertarikhan (dating) termuan serta hubungan antar
temuan, situs atau bagian-bagian situs secara kronologi horizontal yang dapat menjelaskan arah
perluasan kota, dan pertarikhan lapisan budayanya atas dasar stratigrafi atau vertikal kronologi.

Keberadaan uang tidak terlepas dari dari kegiatan perdagangan. Dalam sejarah kepurbakalaan
Indonesia, perdagangan yang pertama kali dilakukan oleh manusia adalah dalam bentuk
perdagangan barter. Perdagangan barter merupakan bentuk perdagangan tukar menukar barang.
Dalam perkembangannya, perdagangan berter memiliki kendalam yaitu pertukaran barang hanya
akan terjadi apabila kedua belah pihak memiliki barang yang sama-sama mereka inginkan dan
juga kesulitan dalam memberikan nilai harga pada suatu barang.

Kesulitan-kesulitan di atas, kemudian ditanggulangi oleh manusia dengan cara membuat suatu
alat perantara dalam kegiatan tukar menukar, yang kemudian memunculkan apa yang kita sebut
dengan uang . Uang diciptakan sebagai alat untuk mempermudah terjadinya transaksi jual beli.
Sebagai satuan dalam perdagangan, uang harus memenuhi syarat-syarat, seperti nilanya tidak
berubah, mudah disimpan, tahan lama, dan mempunyai mutu yang sama. Dari syarat-syarat tadi,
benda yang dianggap memenuhi syarat sebagai uang adalah logam. Dikarenakan oleh
kemampuan atau sifat logam yang lebih tahan lama, mutu yang yang sama dan nilainya tidak
mengalami perubahan dari masa ke masa.

Material logam yang ideal untuk uang adalah emas dan perak. Jenis logam ini sudah dipakai
sebagai bahan untuk pembuatan uang oleh banyak negara, diantaranya Cina. Cina sebagai negara
yang memiliki sumber daya alam yang cukup banyak, tidak saja memanfaatkan jenis emas dan
perak sebagai bahan untuk pembuatan uang, namun juga menggunakan perunggu, tembaga, dan
besi.

II. Mata Uang di Situs Trowulan

Dalam setiap penelitian di situs Trowulan, para peneliti sering kali menemukan mata uang Cina
atau sering disebut dengan kepeng. Inventaris dari Museum Trowulan memberikan data
sebanyak 1.356 keping. Terdiri dari 1.171 keping utuh, 185 pecahan. Mata uang logam Cina atau
kepeng banyak sekali ditemukan di situs arkeologi, tepatnya di situs Trowulan yang pada ahli
menduga sebagai bekas Ibu Kota Kerajaan Majapahit. Trowulan terletak 59 km di sebelah barat
daya Surabaya, Jawa Timur. Secara geografis, Trowulan terletak pada kawasan strategsi, yaitu
sebelah Utara berbatasan dengan Kali Brantas, sebelah Barat berbatasan dengan Kali Gunting,
sebelah Selatan berbatasan dengan gunung Anjasmoro, gunung Welirang dan Gunung Arjuna,
dan di sebelah Timur berbatasan dengan Kali Brangkal.

Kehadiran mata uang logam Cina di situs Trowulan adalah hal yang sangat penting dan dapat
dijadikan sebagai indikator yang tepat mengenai keadaan perekonomian kerajaan Majapahit pada
masa lalu. Mata uang logam juga dapat di anggap sebagai artefak bertanggal mutlak karena
memuat nama raja atau penguasa dan angka tahun terbitnya .

Trowulan yang diindikasikan sebagai bekas Ibu Kota Kerajaan Majapahit sudah banyak diteliti
oleh ahli-ahli arkeologi. Penelitian pertama, dilakukan oleh Wardenaar, kemudian dilanjutkan
dengan Kern, Poerbatjaraka, dan Maclaine Pont. Dalam penelitan yang dilakukan telah banyak
hal yang bisa ditemukan, diantaranya waduk dan kanal Mapajahit oleh Karina Arifin (1983),
sumur Trowulan oleh Gunawan (1985), pipisan dari situs Trowulan oleh Yusmaini E. Joesman
(1985), dan keramik dari situs Kubur Panggung oleh Widiati (1986). Sampai saat ini, penelitian
tentang kekayaan tinggalan arkeologi di Trowulan masih dilanjutkan. Bahkan banyak pula,
mahasiswa-mahasiswa arkeologi yang melakukan penelitian atau ekskavasi di situs Trowullan.
Sehingga, dengan intensifnya penelitian di situs Trowulan dapat di hasilkan sebuah gambaran
mengenai kejayaan Majapahit pada masa lalu.

Dalam mempermudah penyebutan dari bagian-bagian mata uang dalam pengukurannya. Mata
uang logam berdasarkan hiasannya dapat dibedakan atas 2 bidang, yaitu bidang muka (mien),
dan bagian belakang (pei). Bagian yag lain adalah lubang (hao) dan tepian disekeliling mata
uang logam . Bidang muka biasanya dihiasi dengan lukisan penting, legenda atau tulisan-tulisan,
sehingga bidang ini tampak lebih menyolok dan mudah di lihat. Pada bagian muka ini, juga
terdapat keterangan termasuk lukisan orang penting, senjata, tropi, cabang-cabang pohon dan
pengambaran legenda atau inskripsi . Sedangkan pada bagian belakang, biasanya dicantumkan
nama tempat cetak, nilai nominal atau pertanggalan.

III. Perekonomian Majapahit

Majapahit dalam sejarah kerajaan Hindu-Budha di Indonesia, yang pernah


berkuasa di Jawa Timur sekitar abad ke-13 sampai 15 M. Majaphit
merupakan kerajaan Hindu terakhir yang dalam kurun waktu dari abad ke-13
sampai 15 telah mengalami masa pertumbuhan, perkembangan, masa
puncak dan masa kemunduranya. Kerajaan-kerajaan kuno di Indonesia,
khususnya kerajaan pada masa klasik (4-15 Masehi) mempunyai mata
pencaharian pokok dari bercocok tanam. Dan sektor perekonomian tersebut
masih menjadi tulang punggung kerajan klasik sampai abad ke-15 . Dari
prasasti, berita asing dan naskah sudah jelas menjelaskan bahwa kerajaan-
kerajaan kuno di Indonesia di wilayah pedalaman menyandang ciri sebagai
kerajan aggraris, sedangkan wilayah yang terletak ditepi pantai lazim bermata
pencaharian berdagang atau disebut dengan kerjaan maritim .

Dari sumber sejarah yang ada, dapat diketahui bahwa perekonomian


Majapahit pada dasarnya ditopang oleh sektor pertanian. Pertanian pada
masa Majapahit ditunjang dengan perdagangan, melalui kota-kota pelabuhan
di pesisir utara Jawa dan dua kota pelabuhan di daerah pedalaman
yaitu Canggu dan Hujung Galuh yang letaknya di tepi sungai Brantas .

Keletakan geografis Majapahit sendiri, berada di antara Samudera Indonesia


dan Laut Cina. Dengan letak yang strategis ini, banyak dari pedagang yang
singgah untuk menanti saat yang tepat untuk berlayar kembali atau pun
sekedar singgah untuk mengangkut komoditi yang akan dijual di tempat lain .

Dari temuan-temuan dari peneliti sebelumnya, memperlihatkan banyaknya


kanal, waduk-waduk kuna, kolam buatan, yang secara teknis menunjukkan
adanya bentuk pengendalian air yang merupakan masalah yang penting bagi
Majapahit sebagai negara agggraris. Trowulan sebagai bekas kota Majapahit
terletak pada suatu dataran yang di bagina selatan dibatasi oleh gunung-
gunung Anjasmoro, Welirang dan Arjuno, di sebelah barat dibatasi dengan
Kali Gunting, sebelah timur dibatasi dengan Kali Brangkal. Trowulan yang
dahulun merupakan kota Majapahit berada pada ujung Kipas Aluvial Jatirejo.
Kipas Aluvial Jatirejo yang berpangkal di desa Lebak Jabung pada ketinggian
200 mdpl berakhir di sekitar Trowulan pada ketinggian 25 meter di desa
Dinoyo. Dataran tersebut bergelombang pada ketinggian 30 sampai 40 mdpl
yang penuh dengan punggung bukit serta lembah yang lebar dan umummnya
membujur kea rah utara . Daerah Trowulan yang berada di sistem
pegunungan api menjadi hal yang dapat memabahkan keberadaan kerajaan
Majapahit sebagai kerajaan aggraris.

Dalam pertanian, kerajaan Majapahit pada dahulunya, telah melakukan


sistem pengendalian air yang dalam hal ini terkait dengan pengendalian
irigasi. Irigasi merupakan hal yang fundamental dalam sektor pertanian.
Keberadaan Trowulan di sistem pegunungan api dan lembah dapat menjadi
faktor pendukung akan keberlangsungan kegiatan pertanian di Majapahit.
Lembah-lembah yang ada dijadikan sebagai areal persawahan, dan pada
lembah itu pula mengalir sungai-sungai kecil.

Irigasi yang ada di Majaphit, tampaknya berasal dari anak-anak sungai yang
membentuk sungai Gunting di selatan, dan Waduk Kumitir dan Temon di
bagian tenggara . Air yang berasal yang berasal dari anak-anak sungai dan
waduk tersebut kemudian akan dialirkan ke sawah-sawah-kanal. Dalam
beberapa prasasti yang berasal dari masa Majapahit memberikan keterangan
tentang sawah dan pengelolaannya, yang dalam hal ini berkaitan dengan
pejabat-pejabat yang mengelola irigasi untuk kepentingan sawah. Para
pejabat itu diantaranya adalah “matamwak” berasal dari kata “tamwak”
(tambak, tanggul) yang artinya desa tua yang telah memiliki irigasi. Selain itu,
ada pula istilah “hulu air” yang menurut Casparis berarti pejabat pengelola
sistem irigasi termasuk pembagian air untuk sawah. Kemudian ada pula
istilah “pangulu banu” yang menurut Casparis memiliki arti yang sama
dengan “hulu air” atau petugas pengurus irigasi .

Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, ditampilkan usaha dalam


peningkatan ekonomi bagi rakyatnya. Usaha-usaha dalam berbagai kegiatan
ekonomi dan kebudayaan sangat diperhatikan. Hasil pemungutan pajak dan
upeti dimanfaatkan untuk menyelenggarakan kesejahteraan bagi seluruh
kerajaan dalam berbagai bidang. Dalam Kakawin Nagarakertagama dan
berbagai beberapa buah prasasti yang berasal dari masa pemerintahan raja
Hayam Wuruk, memberikan keterangan tentang hal itu .

Setelah kita membicarakan tentang pertanian Majapahit, hal yang menjadi


penting pula dalam perekonomian Majapahit adalah perdagangan.
Perdagangan merupakan sektor yang menunjang sektor perdagangan di
Majapahit. Pasar dalam sektor perdagangan merupakan komponen yang
penting demi terciptanya suatu trasaski barang. Dalam kitab
Negarakertagama disebutkan bahwa di ibukota kerajaan ada sebuah pasar
yang besar. Letaknya berada di lingkungan keraton dan tidak jauh dari pintu
gerbang utara dan tempat kediaman keluarga istana .

Sebelum melangkah lebih jauh, kita telusuri kembali hubungan dagang


Indonesia dengan bangsa asing. menurut J. C van Leur dan O. W Wolters
berpendapat bahwa hubungan dagang yang mula-mula terjadi adalah antara
bangsa Indonesia dengan India baru dengan bangsa Cina. Namun, saying
belum pernah ada sumber tertulis tentang hubungan dagang dengan India.
Hal ini, mungkin dikarenakan kebiasan di India yang tidak terbiasa membuat
catatan-catatan resmi mengenai kejadian penting dalam sautu kurun waktu,
sepeti halnya Cina .
Dalam kitab Negrakertagama dan sejumlah prasasti, menyebutkan selain
India, terdapat pula pedagang-pedagang asing lainnya,
yaitu Camboja atau Khmer(Kamboja), Cina, Yawana (Annam), Champa,
Kartanaka (India Selatan), Goda(Gaur), Syangka (Srilangka), Marinci?
dan Camerin?. Para pedagan asing itulah yang datang ke Majaphit dengan
kapal dagang mereka .

Secara umum, barang dagangan yang biasa diperjual belikan antara lain
adalah merica, kumukus (rempah-rempah), kapulaga, kapas, labu, kasumba,
kelapa, campaluk, gadung, kacang, hano, dan tirisan gading. Selain itu masih
ada jenis-jenis buahan yang diperjualbelikan pada masa Majapahit. Jenis
buahan tesebut adalah kapundung, duwet, jambu, durian, manggis,
ambawang, pisang, kacapi, limo, tal, salak, kawista, dam sentul. Dalam
prasasti dan naskah disebutkan pula barang dagangan yang diperjual belikan
seperti bata, periuk, besi, garam, gula, tuak, minyak, kesumba, kelapa, gambir
hitam, rabung, asam muda, wijen, tampah dulang, kukusan, tali, arang, lampu
wdihan dan ken atau kain, segala jenis hasil ladang, hasil sawah, hasil hutan,
hasil sungai, hasil lautan, dan hasil lubang . Juga jenis hewan peliharaan
seperti kerbau, sapi, kambing, babi, anjing, anak babi, ayan dan itik .

Dalam perdagangan, sungai menjadi hal yang sangat penting, Pada masa
kerajaan Mapajahit, sungai Brantas merupakan sungai yang sangat
berpenagruh dalam perdagangan waktu itu. Selain itu, keberadaan
pelabuhan juga ambil andil dalam sebuah perdagangan, tak ketinggalan pula
pelabuhan Hujung Galuh yang berada di daerah pedalaman. Dalam prasati
Trawulan I (Canggu) yang dikeluarkan oleh Hayam Wuruk, kita dapat melihat
adanya kesibukan lalu lintas pelayaran di sungai Brantas atau Bengawan
Solo. Prasasti tersebut mengatur tempay-tempat penyebrangan yang dijumpai
disepanjang sungai Brantas. Bahkan, tidak tangung-tangung, jumlah tempat
penyebrangan yang ada dalam prasasti tersebut tidak kurang dari 77 desa.
Tempat-tempat penyebrangan tersebut, sangat berperan dalam
perekonomian kerajaan, sehingga pihak raja mengatur keberadaanya dalam
suatu keputusan atau sering disebut dengan prasasti. Dengan menggunakan
sarana perairan, barang dagangan di angkut dengan menggunakan perahu.
Untuk daerah pedalaman, barang dagangan diangkut dengan menggunakan
angkutan darat. Dalam prasasti dan naskah disebutkan beberpa angkutan
darat yang digunakan, diantaranya pedati, pikulan, kerangjang, atau bantuan
hewan-hewan kuda . Dari keterangan tersebut jelas bahwa Majapahit dapat di
akses baik itu melalui jalan darat ataupun dengan jalur perairan.

IV. Mata Uang Cina


Mata uang Cina adalah temuan yang sangat banyak ditemukan saat
penggalian arekologi di situs Trowulan. Terlihat bahwa, pada masa Majapahit
telah ada alat ukur dalam perdagangan. Sebelum masuknya uang Cina ke
Indonesia, kerajaan Majapahit telah mengenal uang dalam satuan berat yaitu
su (suwarna); ma (masa); dank u (kupang). Hanya kita tidak mengetahui pasti
berapa berat satu sawarna itu. Jenis mata di atas terbuat dari emas, perak,
dan besi. Di samping itu, ada pula mata uang lainnya
yaitu pisis atau dharana , namun sama-sama tidak memiliki nilai yang pasti.
Dalam berita Cina (dinasti Sung) disebutkan pula bahwa orang Jawa,
menggunakan potongan-potongan emas dan perak sebagai mata uang .

Dalam sebuah perdagangan, mekanisme harga menjadi hal yang sangat


penting. Ini terlihat pada masa Majapahit, raja ikut campur dalam
perekonomian terutama masalah pajak produksi dan perdagangan, denda,
dan mengatur jalannya perdagangan.

Pada masa kerajaan Majapahit, mata uang Cina atau kepeng adalah satuan
mata uang yang paling banyak digunakan di dalam transaksi perdagangan.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa data-data dari penelilitan
arkeologi baik itu survey maupun ekskavasi di situs Trowulan dan juga bertita
Cina Ying-Yai-Sheng-lun tahun 1462 M menyebutkan bahwa penduduk
Majapahit memakai mata uang kepeng sebagai alat pembayaran .

Footnote:

Numismatik berasal dari bahasa Yunani “Nomisma”, dan bahasa Latin


“Numisma” yang berarti koin atau mata uang.

Pengertian dari http://id.termwiki.com/DE:numismatics: Numismatik


adalah studi tentang koin dalam semua aspek, yaitu sebagai
bentuk negara yang disetujuipembayaran, sebagai artefak menyampaikan
informasi tentang bahasa, tulisan dan metalurgi, dan sebagai karya seni.

Uang adalah benda-benda yang disetujui oleh masyarakat sebagai alat


perantara untuk mengadakan tukar menukar atau perdagangan (lihat
lengkapnya Sadono, Sukrino. 1981. Pengantar Teori Makro Ekonomi. Jakarta:
Bina Grafika).

Mundarjito, dkk. 1978. Laporan Penelitian Arkeologi Banten 1976. Jakarta:


Pusat Penelitian Purbakala Peninggalan Nasional, hlm 47.
Howard, Hansford. 1954. A Glossary of Chinese Art and Archeology. London:
The Chinese Society, hlm 13.

Martha, Joukowsky. 1980. A Complete Manual of Field Archaeology. New


Jersey: Prentice-Hall, hlm 236-9

Ninie Soesanti Y dan Iramayanti Marwoto J. 1996. Kerjaan Aggraris:


Perkembangan pada Masa Hindu Budha di Jawa. Depok: Fakultas Sastra UI,
hlm 4

Ninie Soesanti Y dan Iramayanti Marwoto J, op cit, hlm 4

Edhie, Wurjantoro. 1993. Perdagangan Masa Majapahit, Telaah Data Sumber


Prasasti dan Naskah. Depok: DIP OPFSUI, hlm 1

Satari, Soejatmi. 1985. “Kehidupan Ekonomi di Jawa Timur abad XIII-XV”,


dalamRapat Hasil Evaluasi Hasil Penelitian Arkeologi II, Cisarua, 5-10 Maret
1985. Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.

Wanny Rahardjo W. 2003. Pengendalian Air di Kota Majapahit. Depok: Pusat


Pengembangan Penelitian FIB UI, hlm 4

Wanny Rahardjo W. ibid, hlm 23

Wanny Rahardjo, ibid hlm 25-26

Marwati D.P, Nugroho N. 1993. Sejarah Nasional Indonesia II. Jakarta:


Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, hlm 437-438

Edhie, Wurjantoro, ibid, hlm 2

Ninie Soesanti Y, Irmawati M Johan. 1993. Mata Uang Kuna di Indonesia,


Sebuah Tinjauan Sejarah Ekonomi Abad 9-17 Masehi. Depok: Pusat
Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya, Lembaga Penelitian Universitas
Indonesia, hlm 6-7

Edhie, Wurjantoro, ibid, hlm 3

Mungkin yang dimaksud dengan hasil dari rwang (jawa: Rongn) atau lubang
antara lain: ikan lele, belut, ikan gabus, dan kepiting.

Edhie, Wurjanto, ibid, hlm 7


Dalam prasasti Surodakan berbunyi: salwirning parahu, jorong, ketepak,
kunjalan. Menurut Zoetmulder istilsh tersebut mengarah pada pengertian
perahu.

Mata Uang Kuno, 13-15

Titi Sutri. N. 1992.Pasar Study Pendahuluan Kegiatan Ekonomi Masyarakat


Desa abad ke-9 sampai 15 Masehi dalam Makalah PIA VI.

Daftar Pustaka:

Wanny Rahardjo Wahyudi. 2003. Pengendalian Air di Kota Majapahit. Depok:


Pusat Pengembangan Penelitian, FIB UI

Ninie Soesanti Yulianto, Irmawati Marwoto Johan. 1996. Kerajaan Aggraris:


Perkembangan Masa Hindu Budha Di Jawa. Depok: Proyek DIP-OPF
1996/96 FS UI.

Edhie Wurjanto. 1994. Perdagangan Masa Majapahit : Telaah Data Sumber


Prasasti dan Naskah. Depok: Proyek DIP-OPF 1993/94 FS UI.

Ninie Soesanti Y, Irmawati M Johan. 1993. Mata Uang Kuna di Indonesia:


Sebuah Tinjauan Sejarah Ekonomi Abad 9-17 Masehi. Depok: Pusat
Penelitian Kemasyarakatan Dan Budaya, Lembaga Penelitian UI

Amelia. 1986. Mata Uang Logam Cina dari Situs Trowulan , dalam skripsi S1
Arkeologi. Depok. FS UI.
Tags:

Anda mungkin juga menyukai