Anda di halaman 1dari 42

BUKTI KEJAYAAN MAJAPAHIT DALAM AKULTURASI

PERADABAN ISLAM DAN PENGARUHNYA BAGI MASYARAKAT


TROWULAN

UNTUK MEMENUHI TUGAS AKHIR SEJARAH INDONESIA LAMA

ILMU SEJARAH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2016
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Sejarah Indonesia Lama, menyimpan begitu banyak cerita bagaimana kejayaan


manusia Indonesia yang dahulu masih dikenal sebagai Nusantara. Dewasa ini, Indonesia
kehilangan identitasnya sebagai bangsa yang besar dan bahkan pernah menjadi salah satu
bangsa yang berkuasa dan berpengaruh dalam peradaban manusia di dunia umumnya dan
di Asia khususnya. Hal-hal tersebut dapat dibuktikan dengan temuan-temuan baik
sejarawan maupun arkeolog yang menyatakan dari temuan mereka bahwa Indonesia
adalah salah satu bangsa yang memegang peranan dalam perkembangan peradaban
manusia di dunia.

Sebelum adanya imperialisme dan kolonialisme negara-negara barat di Indonesia,


bangsa ini telah mengalami keadaan dimana bangsa ini menjadi salah satu bangsa yang
mengalami peradaban modern diantara bangsa-bangsa lain yang ada di dunia. Sebagai
contoh adalah kerajaan Majapahit dengan segala kejayaannya telah mengambil peranan
yang luar biasa sebagai salah satu kerajaan yang berpengaruh terhadap peradaban
manusia di sekitar Asia umumnya dan Indo-cina khususnya. Banyak peneliti sejarah dan
arkeologi mengatakan bahwa Majapahit tidak hanya modern dalam hal marintimnya
tetapi juga telah masuk ke dalam tahap yang lebih lanjut dari sisi agrarisnya yakni
dengan bukti interaksi jual-beli hasil agraris dengan bangsa lain yang datang ke
Majapahit.

Interaksi yang dihasilkan oleh kegiatan dagang multilateral dan internasional


tersebut membawa sebuah perubahan dalam peradaban bangsa ini. Pada awal kejayaan
Majapahit termasuk dalam kerajaan yang memegang kepercayaan Budha-Hindu dengan
bukti banyaknya peninggalan candi-candi yang berada di daerah Majapahit hingga saat
ini yang berada di kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto Jawa Timur. Majapahit
dalam masa kejayaannya dikenal sebagai salah satu daerah dagang dan persinggahan
sementara bagi saudagar-saudagar dari luar Majapahit yang akan berlayar dari Cina ke
India maupun sebaliknya. Kemajuan Majapahit ditunjang dengan adanya pelabuhan-
pelabuhan besar yang berada di pesisir utara kerajaaan dan penaklukan beberapa
pelabuhan dagang yang ada di sekitar Majapahit seperti Malaka.

Dalam perjalanan dagangnya para saudagar tersebut tidak hanya datang untuk
berdagang saja tetapi juga ada yang menetap dan tinggal di wilayah Kerajaan dan
berakulturasi dengan orang-orang pribumi di Majapahit. Interaksi yang terjadi tersebut
menghasilkan suatu peradaban baru di Majapahit. Salah satu bukti dari akulturasi adalah
berkembangnya kepercayaan Islam di Majapahit pada masa tersebut, sedangkan yang
berkembang pesat pada masa tersebut adalah kepercayaan Hindu-Budha. Paham Islam
yang masuk ke Majapahit dibawa oleh saudagar-saudagar yang datang baik dari India,
Cina, maupun Arab sendiri. Kemajuan pemikiran penguasa Majapahit pada masa
tersebut sudah terbukti dengan adanya kluster pemukiman yang berada di wilayah
kerajaan, salah satu bukti dari kluster pemukiman itu adalah Komplek Makam Troloyo.

Komplek Makam Troloyo adalah Komplek pemakaman orang-orang Islam yang


pernah tinggal dan menyebarkan ajaran Islam di daerah kerajaan Majapahit. Mereka
adalah pemuka agama Islam yang sangat berpengaruh dalam penyebaran ajarannya pada
masa tersebut dan menancapkan ajaran Islam sebagai sebuah pergantian peradaban yang
terjadi di Indonesia yang dahulunya didominasi oleh Hindu-Budha menjadi Islam. Dari
hal tersebut, sangat menarik perhatian untuk membahas keberadaan Komplek Makam
Troloyo sebagai bukti peradaban baru Majapahit Hindu-Budha menuju Pulau Jawa
Islam.

B. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui perkembangan kehidupan masyarakat di Majapahit pada masa itu
dengan salah satu bentuk hasil akulturasi kebudayaan Islam dengan Hindu-Budha di
Majapahit dengan bukti Komplek Makam Troloyo yang berada di Dusun Sidodadi,
Desa Sentonorejo, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto.
2. Sebagai salah satu pemenuhan tugas mata kuliah Sejarah Indonesia Lama

C. Manfaat Penilitian
1. Mahasiswa mampu mengetahi dan memahami sejarah keberadaan makam Troloyo
siapa tokoh-tokoh yang dimakamkan di pemakaman Troloyo
2. Sebagai salah satu referensi pembelajaran Sejarah Indonesia Lama dalm bentuk hasil
kebudayaan Kerajaan Majapahit pada masa lampau khususnya dalam hasil
akulturasi kebudayaan islam dengan bukti komplek makam Troloyo

BAB II

ISI LAPORAN

A. Komplek Makam Troloyo dan Ulama-ulama Pembuka Gerbang Peradaban Islam


di Jawa.

Komplek situs Makam Troloyo adalah salah satu bukti sejarah kebesaran
Majapahit dalam perkembangannya yang berkaitan mengenai interaksi dengan bangsa
luar Majapahit. Kompleks Makam Troloyo. Situs ini terletak di Dusun Sidodadi, Desa
Sentonorejo, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Untuk mencapai situs ini
dapat ditempuh dari perempatan Trowulan kearah selatan sejauh ± 2 km. Jika bersama
rombongan menggunakan bus akan masuk ke tempat parkir yang jaraknya lumayan
dekat dari lokasi makam. Kemudian naik ojek dengan ongkos 3000 rupiah atau bisa
berjalan saja yang mungkin hanya butuh waktu 5 menit sampai di lokasi.

Situs Troloyo terkenal sebagai tempat wisata religius semenjak masa


pemerintahan Presiden Abdurahman Wahid, atau yang lebih dikenal dengan nama Gus
Dur, saat mengadakan kunjungan ziarah ke tempat tersebut. Sejak saat itu, tempat ini
banyak dikunjungi peziarah baik dari Trowulan maupun dari daerah lain, bahkan dari
luar Jawa Timur. Populernya Makam Troloyo ini juga disebabkan karena seringnya
dikunjungi oleh para pejabat tinggi. Makam ini banyak dikunjungi pada hari Kamis
sampai dengan Minggu. Selain itu, pada hari-hari tertentu seperti malam Jumat Legi,
haul Syekh Jumadil Qubro, dan Grebeg Suro di tempat ini dilakukan upacara adat yang
semakin menarik wisatawan untuk datang ke tempat ini.

Dahulu komplek makam Troloyo berupa sebuah hutan, seperti hutan pakis yang
terletak lebih kurang 2 kilometer di sebelah selatannya. Peneliti pertama kali P.J. Veth,
hasil penelitiannya diterbitkan dalam buku “Java II”pada tahun 1878. Kemudian L.C.
Damais, seorang sarjana berkebangsaan Perancis,hasil penelitiannya dibukukan dalam
“Etudes Javanaises I”; “Les Tombes Musulmanes datees de Tralaya” yang dimuat dalam
BEFEO (Bulletin de Ecole francaise D’extrement-Orient); dan “Tome XLVII Fas. 2.
1957”. Menurut Damais angka-angka tahun yang terdapat di komplek makam Troloyo
yang tertua berasal dari abad XIV dan termuda berasal dari abad XVI.

Menurut cerita rakyat, Troloyo merupakan tempat peristrirahatan bagi kaum


niagawan muslim dalam rangka menyebarkan agama Islam kepada Prabu Brawijaya V
beserta para pengikutnya. Di hutan Troloyo tersebut kemudian dibuat petilasan untuk
menandai peristiwa itu. Tralaya berasal dari kata setra dan pralaya. Setra berarti tegal
atau tanah lapang tempat pembuangan bangkai (mayat), sedangkan pralaya berarti rusak
atau mati atau kiamat. Kata setra dan pralaya disingkat menjadai ralaya.

Situs Troloyo merupakan salah satu bukti keberadaan komunitas muslim pada
masa Majapahit. Nisan di makam Troloyo menjadi tonggak sejarah Islam di pulau Jawa.
Pada nisan di makam Troloyo tertulis tahun 1366M, 1370M, 1407M, 1418M, 1427 M,
1467 M, dan 1475M. Ditulis dengan aksara Kawi dengan penanggalan Saka. Terdapat
pula nisan dengan tahun 1469M dan 1533M yang ditulis dengan Aksara Arab dengan
penanggalan Hijriah. Hal ini membuktikan bahwa makam tersebut milik orang muslim
Jawa bukannya orang asing.

Hubungan antara Majapahit dengan Islam diperkuat dengan adanya prasasti


Minye Tujuh (Pasai, 1380M) berbahasa campuran Malayu Kuno dan Jawa Kuno yang
ditulis dengan Aksara Kawi dan Jawi. Aksara Jawi juga digunakan untuk menulis
Hikayat Raja Pasai (akhir abad ke-15M) yang merupakan sastra melayu tertua yang
berisi legenda raja Pasai. Kemungkinan aksara Jawi ini dibuat pada masa itu karena ada
konsonan huruf dalam aksara Jawi yang sebenarnya tidak ada dalam aksara Arab,
kemudian mengambil konsonan dalam aksara Kawi (JawaKuno) untuk melengkapi
konsonan dalam aksara Jawi. Pengambilan itu agar lebih mudah menuliskan bahasa
pribumi dalam tulisan Arab.

Adanya komunitas muslim ini disebutkan pula oleh Ma-Huan dalam bukunya
“Ying Yai-Sing Lan” yang ditulis pada tahun 1416 M. Dalam buku “The Malay Annals
of Semarang and Cirebon” yang diterjemahkan oleh H. J. E. de Graaf disebutkan bahwa
utusan-utusan Cina dari Dinasti Ming pada abad XV yang berada di Majapahit
kebanyakan muslim. Sebelum sampai di Majapahit, muslim Cina yang bermahzab
Hanafi membentuk masyarakat muslim di Kukang (Palembang), barulah kemudian
mereka bermukim di tempat lain termasuk wilayah kerajaan Majapahit.
Pada masa pemerintahan Suhita (1429-1447 M), Haji Gen Eng Cu yang diberi
gelar A Lu Ya (Arya) telah diangkat menjadi kepala pelabuhan di Tuban. Selain itu, duta
besar Tiongkok bernama Haji Ma Jhong Fu ditempatkan di lingkungan kerajaan
Majapahit. Dalam perkembangannya, terjadi perkawinan antara orang-orang Cina
dengan orang-orang pribumi. Jadi dapat disimpulkan bahwa ketika Majapahit masih
berdiri orang-orang Islam sudah diterima tinggal di sekitar ibu kota.

Ada dua buah kelompok atau komplek pemakaman, yakni sebuah komplek
terletak di bagian depan (tenggara) dan sebuah lagi di bagian belakang (barat laut).
Makam di bagian depan diantaranya kelompok makam petilasan Wali Sanga, kemudian
di sebelah barat daya dikenali dengan sebutan Syekh Maulana Ibrahim, Syekh Maulana
Sekah, dan Syech AbdulKadir Jailani sertaSyekh Jumadil Kubro. Sedang di utara masjid
terdapat makam Syech Ngudung atau Sunan Ngudung yang dipercaya oleh masyarakat
sekitar, jika berziarah ke makamnya maka akan mendapatkan jodoh. Kompleks makam
di bagian belakang meliputi: bangunan cungkup dengan dua makam yaitu Raden Ayu
Anjasmara Kencanawungu, kemudian terdapat pula kelompok makam yang disebut
Makam Tujuh atau Kubur Pitu, antara lain:

1. Makam yang dikenal dengan nama Pangeran Noto Suryo, nisan kakinya berangka
tahun dalam huruf Jawa Kuno 1397 Saka (1457 M) ada tulisan arab dan lambang
Surya Majapahit.
2. Makam yang dikenal dengan nama Patih Noto Kusumo, berangka tahun 1349 Saka
(1427 M) bertuliskan Arab yang tidak lengkap dan lambang surya.
3. Makam yang dikenal dengan sebutan Gajah Permodo angka tahunnya ada yang
membaca 1377 Saka tapi ada yang membaca 1389 Saka, hampir sama dengan
atasnya.
4. Makam yang dikenal dengan sebutan Naya Genggong, angka tahunnya sudah tidak
terlihat, pembacaan ada dua kemungkinan, yaitu tahun 1319 Saka atau tahun 1329
Saka serta terpahat tulisan Arab kutipan dari surah Ali Imran 182 (Damais, 1850).
5. Makam yang dikenal sebagai Sabdo Palon, berangka tahun 1302 Saka dengan pahatan
tulisan Arab kutipan surah Ali Imran ayat 18.
6. Makam yang dikenal dengan sebutan Emban Kinasih, batu nisan kakinya tidak
berhias. Menurut Damais, pada nisan kepala bagian luar berisi angka tahun 1298
Saka.
7. Makam yang dikenal dengan sebutan Polo Putro, nisannya polos tanpa hiasan.
Menurut Damais. pada nisan kepala dahulu terdapat angka tahun 1340 Saka pada
bagian luar dan tulisan Arab yang diambil dari hadist Qudsi terpahat pada bagian
dalamnya.

Sebagian dari nisan-nisan pada Kubur Pitu tersebut berbentuk lengkung kurawal
yang tidak asing lagi bagi kesenian Hindu. Melihat kombinasi bentuk dan pahatan yang
terdapat pada batu-batu nisan yang merupakan paduan antara unsur-unsur lama dan
unsur-unsur pendatang (Islam) nampaknya adanya akultrasi kebudayaan antara Hindu
dan Islam. Sedangkan apabila diperhatikan adanya kekurangcermatan dalam penulisan
kalimah-kalimah thoyyibah dapat diduga bahwa para pemahat batu nisan nampaknya
masih pemula dalam mengenal Islam.

B. Makam Troloyo dan Pengaruhnya Bagi Warga Trowulan

Trowulan adalah salah satu kecamatan di wilayah kabupaten Mojokerto yang


berada di Provinsi Jawa Timur. Seperti halnya daerah-daerah kecamatan lainnya
Trowulan hanyalah wilayah agraris didataran rendah yang dikelilingi oleh tiga
pegunungan disekelilingnya sehingga menjadikan daerah tersebut subur. Tetapi ada satu
keistimewaan yang dimiliki oleh Trowulan dan tidak ada di daerah lainnya. Karena
wilayah geografisnya yang menjadikan tempat yang strategis berdirinya Kerajaan
Majapahit.

Dalam perkembangannya Trowulan menjadi tempat tujuan para peneliti Sejarah


Indonesia Kuno yang memiliki banyak situs-situs peradaban manusia yang modern pada
masanya. Majapahit merupakan kerajaan agraris yang terletak di tengah pulau Jawa
bagian timur tetapi sangat kuat dalam kemaritiman, hal tersebut bisa dibuktikan dengan
armada perairan yang disegani dibawah kepemimpinan sang Maha Patih Gajahmada.
Bukan hanya sekedar armada kemaritimannya yang menggambarkan kejayaan
Majapahit, tetapi juga karena interaksi Majapahit dengan bangsa lain baik dalam bidang
politik maupun bidang perdagangan seperti bangsa Cina, India, dan Arab.

Interaksi yang terjadi menimbulkan akulturasi kebudayaan dari penduduk pribumi


dan pendatang yang menetapi di Majapahit. Hasil dari interaksi tersebut bisa dilihat
dengan salah satu peninggalan Komplek Makam Troloyo yang berdekatan dengan
museum Majapahit. Komplek Makam Troloyo adalah Komplek Makam yang bisa
dikatakan sebagai peristirahatan terakhir para ulama pemuka agama Islam yang
dahulunya tinggal dan menyebarkan ajaran awal Islam di Majapahit khususnya dan pulau
Jawa umumnya. Pemuka agama tersebut mulai menyebarkan ajarannya dengan
berdakwah dan membantu penduduk kerajaan yang mengalami kesulitan sehingga
penduduk asal merasa segan terlebih dahulu, dari situlah mulai ada perhatian terhadap
ajaran Islam yang dibawa oleh pemuka-pemuka agama tersebut.

Dulu makamnya berada di hutan Troloyo, di sekitar desa sudah ada.Yang pertama
membangun, memperkenalkan dan mengangkat nama makam ini yaitu Kyai Haji Ismail
ulama dari Kecamatan Suko dan beliau yang membuka kegiatan pertama ziarah maupun
dan juga adanya haul. Pada awalnya masyarakat tidak peduli, tetapi orang dari luar
merawat makam ini, berawal dari santri dengan seadanya itu pertama diadakan Hadrah,
pengajian umum, tahlil bersama-sama itupun dari biaya sendiri setiap tahun berkembang
dan berkembang akhirnya diteruskan oleh desa dan kegiatan itu dilanjutkan sampai
sekarang ini dan pemerintah daerah juga masuk untuk istilahnya memperbesar kegiatan
ini agar semakin berkembang pengunjungnya. Makam ini bahkan sudah direnofasi degan
dibantu pemerintah daerah yang mulai peduli akan adanya situs di daerah ini. Yang
datang bukan saja dari Indonesia bahkan dari luar negri Singapore, Malaysia dan Brunei.

Dari perkembangannya, Komplek Makam Troloyo menjadi salah satu


peninggalan peradaban dari masa Majapahit yang telah diwariskan turun temurun untuk
dirawat dan dijadikan pusat pembelajaran oleh warga sekitar khususnya dan warga diluar
Trowulan umumnya. Komplek Makam tersebut bukan hanya sebagai peninggalan saja
tetapi juga menjadi destinasi pariwisata yang mendatangkan manfaat materiil bagi warga
sekitar, seperti hukum timbal balik antara Komplek Makam Troloyo dengan Warga
Trowulan itu sendiri.

C. Makam Troloyo dan Mitos-mitos Didalamnya


Situs Makam Troloyo dikunjungi bukan hanya dari sekitar daerah Mojokerto
namun juga banyak dari luar kota bahkan hingga orang yang berasal dari luar Pulau
Jawa, baik yang datang berjamaah maupun yang datang secara pribadi untuk berziarah.
Tetapi bukan hanya datang untuk berziarah tetapi juga ada maksud tertentu.
Ada beberapa mitos yang terdapat di makam-makam di Troloyo tersebut. Seperti
komplek makam bagian kiri pintu masuk dipercaya sebagai makam yang dianggap
peziarah sebagai tempat untuk mendapatkan pengasihan, baik dalam wujud materiil
ataupun non-materiil. Sedang komplek makam bagian kanan pintu masuk dianggap
sebagai komplek makam yang digunakan bagi para peziarah untuk menyucikan senjata
pusaka yang mereka bawa seperti keris ataupun pusaka-pusaka yang lainnya. Dibagian
belakang atau paling ujung dekat dengan masjid di dalam komplek makam terdapat
tempat peristirahatan ayah dari Sunan Kudus yang dianggap oleh para peziarah sebagai
tempat untuk meminta jodoh. Ada juga komplek makam pusat dari Makam Troloyo yang
berada tepat di bagian tengah komplek makam tersebut yang dianggap sebagai pusat dari
para pemuka agama Islam yang ada di Majapahit pada waktu lampau.
Diluar dari komplek pemakaman Troloyo juga terdapat situs makam yang
dianggap sebagai makam dari Kencana Wungu dan juga makam pitu yang diyakini
sebagai makam para menteri Majapahit pada masa lampau. Makam-makam tersebut juga
memiliki cerita tersendiri dimana makam Kencana Wungu didatangi oleh para pemuka
negara Indonesia sebelum mereka masuk kedalam ranah politik. Sebagai contoh adalah
mantan Presiden pertama Indonesia yang pernah datang untuk berziarah dimakam
Kencana Wungu, yang dianggap sebagai makam yang bisa mendatangkan kewibawaan
seperti halnya seorang Patih pada masa Majapahit.
Makam Pitu yang berada dibelakang dari makam Kencana Wungu juga dianggap
sebagai makam yang memiliki kekuatan magis seperti halnya makam-makam yang lain.
Makam Pitu, dianggap memiliki daya tarik tersendiri oleh para peziarah karena seperti
halnya penuturan dari juru kunci makam mengatakan bahwa setiap orang yang datang
berziarah ke Makam Pitu adalah orang-orang yang dianggap memiliki keistimewaan
tersendiri atau bisa dikatakan memiliki ilmu kejawen. Mereka yang datang adalah orang-
orang yang ingin mencari pencerahan ataupun menambah ilmu yang mereka miliki,
begitulah penuturan dari juru kunci makam tersebut.
Baik dipercayai ataupun tidak peradaban Majapahit adalah salah satu bukti nyata
dari kejayaan orang-orang pribumi Indonesia khususnya pulau Jawa yang memiliki
pengaruh kuat dalam perkembangan peradaban dunia, dibuktikan dengan hasil interaksi
yang membuahkan akulturasi percampuran budaya baik kedalam kehidupan masyarakat
maupun diluar kehidupan masyarakat Majapahit. Interaksi tersebut dibuktikan dengan
masuknya ajaran Islam dan berkembang mengikuti perkembangan masyarakat Jawa
sehingga menjadi suatu ajaran yang mengakar hingga saat ini. Pembuktian dari awal
permulaan persebaran Islam di Jawa adalah dengan adanya Situs Komplek Makam
Troloyo yang notabene masih berada di dalam wilayah kerajaan Majapahit pada masa
lampau. Komplek Makam tersebut masih terjaga hingga saat ini bahkan difungsikan
sebagai tempat ziarah, tempat situs pembelajaran, pemberi ilmu pengetahuan, contoh
hasil kebudayaan, dan juga pariwisata.

BAB III

KESIMPULAN

Dapat disimpulkan akulturasi budaya pada saat itu terjadi dengan baik, sebagai
contoh kerajaan Majapahit yang merupakan kerajaan Hindu-Budha terlihat pada nisan
dari makam Troloyo, pernyataan tersebut dapat dibuktikan dengan adanya lambang
kerajaan Majapahit pada salah satu nisannya. Agama islam masuk di Indonesia dengan
membawa corak-corak baru dalam budayanya yang sekarang juga mengakar pada
budaya Kejawen. Pengaruh Islam pada masa itu dibawa oleh niagawan Cina yang
beragama Islam dan singgah di kawasan Troloyo. Seperti biasa, selagi mereka berniaga,
para pedagang Cina itu juga turut mengembangkan Islam di kerajaan Majapahit.
Sehingga pada daerah Troloyo ditemukan 7 situs pemakaman yang identik dengan
lambang kerajaan Majapahit dan tatanan dari makam yang berupa Lengkung Kurawal
yang tidak asing lagi bagi kesenian Hindu.Kedatangan Syeikh Maulana Jumadil Kubro di
Troloyo memiliki tujuan untuk menyebar luaskan ajaran islam yang notabene waktu itu
masyarakat Trowulan menganut agama Hindu-Budha.
Dengan cara halus yaitu dengan membantu permasalahan di kerajaan Majapahit
serta masyarakat lingkungan kerajaan islam mulai diterima dan tidak sedikit yang
mengikuti ajaran yang dibawa oleh Syeikh Maulana Jumadil Kubro. Dampak terhadap
masyarakat dengan masuknya agama Islam antara lain mengubah pola pikir masyarakat
yang awalnya berdasarnya magis mulai berubah menjadi pola piker islam walaupun tidak
sepenuhnya menghilangan pola pikir lama dan proses dari semua itu tidak cepat. Dengan
nama besar ulama-ulama yang dimakamkan di Troloyo membuat masyarakat
beranggapan bahwa dibalik nama besar ulama pasti memiliki kekuatan magis masing-
masing yang dipercaya masyarakat setempat maupun peziarah yang berkunjung. Cerita
yang beredar di masyarakat dari dahulu hingga sekarang mengakar sebegitu kuat, itu
semua juga karena adanya kedatangan tokoh penting Indonesia untuk berziarah yang
membuat masyarakat semakin meyakini mitos tersebut.
LAMPIRAN

Hasil wawancara dengan Bapak Darsono selaku Juru Kunci Makam Troloyo

S : Kapan makan ini mulai terkenal?


D : Makam Troloyo sudah terkenal semenjak sebelum kemerdekaan bahkan cerita
rakyat yang berkembang Pak Soekarno sering berkunjung ke makam ini.
Sebelum terkenal masyarakat tak banyak yang mengetahui makan ini.
S : Yang dimakamkan disini siapa saja?
D : Inti dari makam ini bersumber dari sesepuh, di makan ini terdapat salah satu
ulama besar dari negeri Samarkand beliau ulama besar yang datang ke sini
mnyebarkan agama islam yang datang pada sekitar tahun 1399 sambil
berdagang dan berdakwah di lingkungan Kerajaan Majapahit.
S : Dahulu di kerajaan majapahit agama islam belum berkembang, cara
perkembangan agama nya bagaimana?
D : Pertama, melakukan akulturasi karena beliau adalah pendatang dan belum
mengenal seluk beluk lingkungan yang notabenenya belum mengenal islam
sama sekali, cara memperkenakan dari itu mulai berdakwah dan membantu
kesulitan di kerajaan itu apa biar menjadi segan terlebih dahulu. Jadi beliau
tidak langsung menyuruh masuk agama islam. Dia berusaha agar bagaimana
dagangannya disukai oleh masyarakat sekitar Majapahit. Yang kedua beliau
juga membantu kesulitan di lingkungan kerajaan Majapahit dan masyarakat
sekitar Majapahit pada saat itu. Dan disitulah mungkin memperkenalkan
syariat Islam dengan mengalihkan perhatian masyarakat dengan ilmu
tauhidnya.
S : Dari dulu kan ada perubahan makam, apakah di masyarakat sendiri tidak ada
perhatiannya?Apakah masyarakat juga ikut dalam pembangunan?
D : Dulu makamnya memang karena lingkungan hutan troloyo namanya, di sekitar
desa sudah ada, jadi tak seperti ini bangunannya, yang pertama membangun,
memperkenalkan dan mengangkat nama makam ini yaitu Kyai Haji Ismail
ulama dari Kecamatan Suko dan beliau yang membuka kegiatan pertama
ziarah maupun dan juga adanya haul. Pada awalnya masyarakat tidak peduli,
tetapi orang dari luar merawat makam ini, berawal dari sntri dengan seadanya
itu pertama diadakan Hadrah, pengajian umum, tahlil bersam-sama itupun dari
biaya sendiri setiap taun berkembang dan berkembang akhirnya diteruskan
oleh desa dan kegiatan itu dilanjutkan sampai skearang ini dan pemerintah
daerah juga masuk untuk istilahnya memperbesar kegiatan ini agar semakin
berkembang pengunjungnya
S : Makam ini mulai didanai pemerintah sendiri?
D : Makam ini bahkan sudah direnofasi degan dibantu pemerintah daerah yang
mulai peduli akan adanya situs di daerah ini. Yang datang bukan saja dari
Indonesia bahkan dari luar negri Singapore, Malaysia dan Brunei.
S : Tadi sempat mewawancara dengan peziarah, mereka mengatakan selain tahlil
dan mendoakan apakah ada kegiatan lain?
D : Kalau itu kebanyakan yang datang kesini bertujuan untuk mendoakan beliau,
bukan meminta, umumnya adalah mendoakan agar mendapatkan barokahnya
beliau tetapi tetap memintanya ke pada Allah, hanya mereka hanyalah
perantara
S : Apakah ada larangan di makam ini?
D : Sebenarnya tidak ada, dari kita sendiri tidak ada larangan untuk
mempublikasikan makan troloyo ini
S : Apakah ada pantangan di makan in?
D : Yang pertama pantangannya pakaian yang tidak sopan, selama kita berperilaku
sopan, berbicara tidak sopan dan harus berpakaian sopan.
S : Perempuan memiliki keistimewaan seperti haid, apakah ada larangan untuk
masuk makan TRoloyo ini?
D : Kalau kita tidak melarang tetapi afdolnya dalam berziarah memang dari ajaran
islam tidak baik
S : Setiap hari besar disini apakahb ada rangkaian acara?
D : Nggak ada, namun kadang sebagian dari jamaah karena kita islam yang
pertama istigozan yang intinya tidka melanggar kaidah-kaidah islam, namun
uuntuk tahlilan kami rutin membolehkan. Setiap 14, 15 Muharam setiap
tahunnya rutin mengadakan haul. Mendatangkan kyai-kyai bisa menceritakan
tentang biliau.
S : apakah ada nama lain dari Jumadil Kubro?
D : Sementara yang saya kenal Jamaludin Akhbar
S : Apakah ada perubahan di Makam Troloyo sebelum dikenal oleh masyarakat
umum?
D : Jadi positif makam Troloyo karena dapat mendatangkan berkah ekonomi bagi
masyarakat yang notabenenya banyak peziarah yang datang
S : Makam ini yang sering dikunjungi untuk didoakan makan siapa saja?
D : Petilasan wali songo itu sering didoakan masyarakat.
Hasil wawancara dengan Bapak Dwi Prabowo selaku Peziarah

S : Sejak kapan makam ini ada dan peziarah itu sendiri berasal dari mana?
D : Peziarah yang datang ke makam ini bukan hanya dari sekitar daerah Mojokerto
saja, tetapi juga banyak dari luar kota bahkan hingga orang yang berasal dari
luar Pulau Jawa datang untuk berziarah di sini
S : Apa bapak sendiri juga sering malakukan ziarah di makam ini?
D : Saya biasanya datang untuk ziarah dua hari Sabtu sekali, itu dilakukan saat
kepentingan jamaah. Namun untuk kepentingan pribadi, jika ada waktu luang
saat malam hari
S : Apakah ada batasan waktu berziarah di makam ini?
D : Makam Troloyo selalu dibuka 24 jam dan selalu ramai didatangi pengunjung
terutama pada hari besar Islam dan malam Jumat Legi dan malam Jumat
Kliwon
Hasil wawancara dengan Bapak Joko selaku Peziarah

S : Apa bapak sering melakukan ziarah ke tempat ini?


D : Saya biasa datang berziarah ke situs makam Troloyo satu bulan sekali bersama
dengan rombongan satu kampong
S : Bapak serta rombongan datang ke tempat ini apa hanya bertujuan murni
berziarah atau mempunyai niat lain seperti mendapatkan rizki dan lain-lain?
D : Saya datang ke makam murni hanya berziarah. Namun, juga ada beberapa dari
rombongan beliau yang bermaksud untuk meminta rezeki, meminta kesehatan
dan umur panjang, bahkan ada yang pernah ikut ziarah dengan tujuan untuk
dapat memenangkan pemilihan caleg yang diadakan lima tahun sekali.
Hasil wawancara dengan Bapak Sadirunjo selaku Juru Kunci

S : Setelah berziarah di makam ini apa akan ke situs lain?

D : Setelah mengunjungi situs makam Troloyo, kami pun mengunjungi makam


Kencana Wungu dan Kubur Pitu yang berada ditengah tempat pemakaman
umum

S : Apa bapak mengetahui kapan makam Kencana Wungu dibangun?

D : Sepemahaman saya , makam Kencana Wungu tersebut mulai dibangun dengan


bangunan permanen sejak beliau masih kecil yaitu tahun 1958 oleh presiden
pertama Ir. Soekarno dan pada saat itu masih didampingi oleh presiden kedua
Soeharto yang pada saat itu masih berpangkat Kolonel. Presiden Soekarno
pada saat itu sering berkunjung kesana namun hanya untuk datang berziarah ke
makam Kencana Wungu saja
Lampiran Foto di Situs Makam Agung Troloyo

Gambar 1.1 Peziarah di Makam Patas Angin

Gambar 1.2 Kegiatan berziarah di makam Sayyid Djumadil Kubro


Gambar 1.3 Tempat duduk dari batu yang disediakan oleh Presiden Ir.
Soekarno untuk yang berziarah di makam Kencana Wungu
DAFTAR PUSTAKA

Dawan, Lanang. Komplek Makam Troloyo. http://sejarah-puri-


pemecutan.blogspot.co.id/2010/01/komplek-makam-troloyo.html. Diakses
pada hari Selasa 7 Juni 2016.

Wawancara dengan Bapak Darsono (juru kunci Makam Troloyo) pada hari Kamis, 12 Mei
2016 pukul 22.30 WIB

Wawancara dengan Bapak Dwi Prabowo (Peziarah makam Djumadil Kubro) pada hari
Kamis, 12 Mei 2016 pukul 22.30 WIB

Wawancara dengan Bapak Joko (Peziarah makam Kencono Wungu) pada hari Kamis, 12 Mei
2016 pukul 22.45 WIB

Wong, Jerry. Situs Komplek Troloyo. http://majapahit1478.blogspot.co.id/2011/03/situs-


komplek-makam-troloyo.html. Diakses pada hari Selasa7 Juni 2016.
Situs Candi di Trowulan, Jawa Timur
Candi berasal dari bahasa Kawi yaitu Sucandi dan Cinandi artinya yang didharmakan.
Perbedaan antara candi Jawa Tengah dan candi di Jawa Timur yaitu sebagai berikut:
a. Di Jawa Tengah candi berada di tengah dan dikelilingi oleh candi perwara
(sentralistik) berkaitan dengan kondisi politiknya yang sentralistik atau terpusat;
berbahan dasar batu andesit; konsepnya cenderung Budha. Fungsi utama dari candi di
Jawa Tengan adalah sebagai tempat pemujaan, bentuk candi ada 3 yaitu kamadatu
(bagian dasar). Rupadatu ( bagian tengah). Arupadatu. Ada juga beberapa ciri candi
yang membedakan antara candi Jawa Tengah dan Jawa Timur yakini :
1. Bentuk bangunan tambun,
2. Atapnya nyata berundak-undak
3. puncak berbentuk ratna dan juga stupa
4. gawang pintu dan relung berhiaskan kala mekara
5. reliefnya timbul agak tinggi dan lukisannya naturalis
6. candi utama terletak ditengah halaman atau seperti telah disebutkan diatas
yaitu sentralistik
7. umumnya candi menghadap ke Timur

b. Di Jawa Timur candi berada di belakang berkaitan dengan kondisi politiknya yang
lebih mengutamakan usaha ekspansifnya meliputi: Penataran, Gapura Bentar (tidak
memiliki atap), Gapura Paduraksa (memiliki atap), bangunan suci; berbahan dasar batu
bata merah; konsepnya cenderung Hindu dengan bercirikan terdapat tiga tingkatan
candi-candi kecil yang menggambarkan tiga dunia yaitu burloka, buvarloka, dan
swaloka, masing-masing candinya berjumlah 5 yang merupakan 5 unsur alam (panca
mahabuta). Atap dari candi di Jawa Timur merupakan perpaduan dari beberapa
tingkatan, tidak ada mekara dan pintu serta relung hanya ambang, relief dari candi
Jawa Timurpun timbul sedikit saja dan lukisannya simbolis seperti wayang, serta candi
umumnya menghadap ke Barat.
Ada beberapa situs candi di Trowulan tetapi hanya akan membahas beberapa situs saja.
Situs-situs tersebut adalah sebagai berikut:
1.Candi Brahu
Candi Brahu terletak di Dukuh Jambu
Mente, Desa Bejijong, Kecamatan
Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Nama
Brahu dihubungkan dan diperkirakan
berasal dari kata “Wanaru” atau “Warahu”,
yaitu nama sebuah bangunan suci yang
disebutkan di dalam prasasti tembaga
“Alasantan” yang ditemukan sebelah barat
dari Candi Brahu. Prasasti ini dibuat pada tahun 861 Saka atau tepatnya 939 M atas
perintah raja Mpu Sindok dari Kahuripan. Ada yang berpendapat bahwa Candi Brahu
merupakan bangunan suci yang dibangun oleh Mpu Sindok sebagai wujud pemindahan
ibukota dari Tamyang (Nganjuk) ke Trowulan. Sebelum berpindah dari ibukota dari
Tamyang ke Trowulan ibukota kerajaan dipindahkan terlebih dahulu di Surabaya
tepatnya di bantaran sungai Porong.
Berkaitan dengan sungai Porong, Airlangga pernah membagi kerajaan menjadi dua
yaitu
 Jenggala yang beribukota di barat Brantas atau dinamakan Dahanapura/Kediri.
Dinamakan Dahanapura karena kota tersebut pernah dibakar oleh Airlangga karena di
kota tersebut telah terjadi wabah dan penduduk kota tersebut diungsikan oleh
Airlangga. Filosofi Dahanapura belum diketahui karena pada masa Kediri terdapat
bahasa yaitu Kediri kuadrat yang terkenal pada masa Jayabaya.
 Panjalu beribukota di Timur Brantas (Tarik Sidoarjo Porong).
Pada awalnya Airlangga memberikan tahta mahkota kepada dewi Kili Suci. Akan
tetapi Dewi Kili Suci tidak mau karena dia seorang perempuan sehingga dia memilih
menjadi seorang pertapa yang akhirnya melahirkan agama Karsyan.
Candi Brahu merupakan candi Budha, hal didasarkan oleh adanya penemuan-
penemuan di sekitar kompleks candi yang semuanya menunjukkan ciri-ciri ajaran Budha.
Walaupun tak satupun arca Budha yang didapati di sana, namun gaya bangunan serta
profil atas stupa yang terdapat di sisi tenggara atap candi menguatkan dugaan bahwa
Candi Brahu memang merupakan candi Budha.
Sebagaimana umumnya bangunan purbakala lain ditemukan di Trowulan, Candi
Brahu juga terbuat dari bata merah dengan sistem gosok. Akan tetapi, berbeda dengan
candi yang lain, bentuk tubuh Candi Brahu tidak tegas persegi melainkan bersudut
banyak, tumpul dan berlekuk. Bagian tengah tubuhnya melekuk ke dalam seperti
pinggang. Lekukan tersebut dipertegas dengan pola susunan batu bata pada dinding barat
atau dinding depan candi. Atap candi juga tidak berbentuk prisma bersusun atau segi
empat, melainkan bersudut banyak dengan puncak datar.
Kaki candi dibangun bersusun dua, kaki bagian bawah setinggi sekitar 2 m
mempunyai tangga di sisi barat, menuju ke selasar selebar sekitar 1 m yang mengelilingi
tubuh candi. Dari selasar pertama terdapat tangga setinggi sekitar 2 m menuju ke selasar
kedua. Di atas selasar kedua inilah berdiri tubuh candi. Di sisi barat, terdapat lubang
semacam pintu pada ketinggian sekitar 2 m dari selasar kedua. Diduga dahulu terdapat
tangga naik dari selasar kedua menuju pintu di tubuh candi, namun saat ini tangga
tersebut tidak ada lagi, sehingga sulit bagi pengunjung untuk masuk ke dalam ruangan di
tubuh candi. Di kaki, tubuh maupun atap candi tidak didapati hiasan berupa relief atau
ukiran. Hanya saja susunan bata pada kaki, dinding tubuh dan atap candi diatur
sedemikian rupa sehingga membentuk gambar berpola geometri maupun lekukan-
lekukan yang indah.
2. Gapura Bajangratu
Gapura Bajangratu merupakan
gapura yang berbentuk paduraksa
(gapura yang memiliki atap). Gapura ini
berbahan utama dari batu bata merah
dan batu andesit sebagai peyangga atap.
Tangganya terdiri dari perpaduan antara
bata merah yang terletak di bawah
dengan batu andesit yang diletakkan di
atas bata merah. Hal ini berkaitan
dengan meresapnya bata merah terhadap air karena Gapura Bajangratu merupakan
tempat suci maka bangunan ini tidak boleh sampai tergenang oleh air. Arkeolog Sri
Soeyatmi Satari menduga nama Bajangratu ada hubungannya dengan wafatnya raja
Jayanegara yaitu raja kedua dari Majapahit, karena kata “bajang” berarti kerdil atau
kecil. Menurut kitab Pararaton dan cerita rakyat, Jayanegara dinobatkan tatkala masih
berusia bajang atau masih kecil, sehingga gelar Ratu Bajang atau Bajangratu melekat
padanya. Tetapi ada juga pendapat lain yang menyatakan bahwa nama Bajangratu
melekat pada diri Jayanegara karena di Majapahit hanya dia satu-satunya raja yang
meninggal dalam usia muda yaitu pada tahun 1328 Masehi tanpa seorang istri dan
seorang anak. Gapura Bajang Ratu memiliki tiga fungsi yaitu sebagai berikut:
a. Sebagai pintu masuk ke bangunan suci
b. Sebagai tempat untuk memperingati wafatnya raja Jayanegara pada tahun 1328
Masehi
c. Sebagai tempat untuk mengadakan untuk mengadakan upacara Sradha yaitu upacara
untuk memperingati wafatnya raja setelah 12 tahun.
Gapura Bajangratu mengahadap ke timur-barat dengan bentuk dan hiasan di sisi
utara dan dan selatan yang dibuat mirip dengan kedua sisinya. Di sebelah kanan dan kiri
Gapura Bajangratu terdapat sayap yang melambangkan sebagai pelepasan arwah. Pada
masing-masing sisi yang mengapit anak tangga terdapat hiasan singa dan binatang
bertelinga panjang. Pada dinding kaki candi, mengapit tangga, terdapat relief Sri Tanjung
yang menceritakan mengenai Dewi Uma yang dituduh selingkuh oleh suaminya
kemudian dia bunuh diri dan sebelum bunuh diri dia berpesan bahwa apabila darahnya
masuk ke dalam air yang berbau amis maka dia terbukti berselingkuh tetapi jika
darahnya masuk ke dalam air yang wangi maka dia tidak terbukti berselingkuh, karena
dia belum waktunya untuk meninggal oleh Wisnu yang di dalam relief tersebut berwujud
ikan maka Dewi Uma dititiskan ke dunia. Kemudian di kiri dan di kanan dinding bagian
depan, mengapit pintu, terdapat relief Ramayana yang digambarkan dengan seekor kera
yang membunuh raksasa, kera itu Hanoman sedangkan raksasa itu adalah Rahwana. Di
pintu candi terdapat relief kepala Kala yaitu binatang untuk menolak roh jahat. Relief
kepala Kala ini dengan sikap tangannya mudra yaitu sikap tangan dan ibu jari yang
diindikasikan bahwa di dunia ini hanya ada dua pilihan yaitu baik dan buruk. Ada
beberapa perbedaan antara Kala di Jawa Timur dan di Jawa Tengah yaitu sebagai
berikut:
a) Kala di Jawa Timur lengkap dengan dagu sedangkan di Jawa Tengah hanya sampai
pada bagian rahang. Perbedaan ini dapat dilihat dalam gambar di bawah ini
Kala Jawa Timur Kala Jawa Tengah
b) Kala di Jawa Timur terpisah dengan makara sedangkan di Jawa Tengah Kala menjadi
satu dengan makara maka dari itu sering dinamakan Kalamakara.
Berkaitan dengan fungsinya sebagai pintu masuk ke bangunan suci sampai
sekarang belum ada penemuan bangunan suci untuk pendharmaan raja Jayanegara di
sekitar Gapura Bajang Ratu. Ada beberapa pendapat yang menyatakan bahwa Gapura ini
sudah mewakili bangunan suci. Hal ini berkaitan dengan adanya kesamaan bangunan
Gapura Bajang Ratu dengan yang ada di Bali yaitu Kori Agung yang berfungsi sebagai
penghubung antara bangunan utama dan bangunan depan. Ada juga yang berpendapat
bahwa Gapura Bajangratu ini belum selesai, hal ini dikaitkan dengan adanya beberapa
kolom yang masih kosong di bagian sisi candi yang biasanya dijadikan sebagai tempat
untuk relief.
3. Gapura Wringin Lawang
Gapura Wringin Lawang merupakan
gapura yang berbentuk bentar atau gapura
yang tidak memiliki atap. Gapura Wringin
Lawang berorientasi mengarah ke Gunung
Penanggungan. Hal diakibatkan karena dalam
Kitab Tantu Pagelaran disebutkan gunung
Himalaya seolah-olah dipindahkan ke pulau
Jawa kemudian dipindah-pindah dari Jawa
Barat ke Jawa Timur hingga akhirnya ujungnya bertemu di Penanggungan di mana
Penanggungan merupakan gunung yang paling ujung dan dianggap sebagai tempat
bersemayamnya para dewa. Gapura ini berfungsi sebagai pintu masuk menuju kompleks
bangunan suci. Para peneliti memperkirakan gapura ini dibangun pada abad ke 14.
Masyarakat biasa menyebutnya gapura lanang dan wadon.
4. Candi Tikus

Candi Tikus terletak di dukuh Dinuk,


Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten
Mojokerto. Candi ini terletak di kompleks
Trowulan, sekitar 13 km di sebelah tenggara kota
Mojokerto. Dari jalan raya Mojokerto-Jombang,
di perempatan Trowulan, membelok ke timur,
melewati Kolam Segaran dan Candi Bajangratu
yang terletak di sebelah kiri jalan. Candi Tikus juga terletak di sisi kiri jalan, sekitar 600 m
dari Candi Bajangratu.

Candi Tikus merupakan bangunan petirtaan. Hal ini terlihat dari adanya miniatur
candi di tengah bangunannya yang melambangkan Gunung Mahameru, tempat para dewa
bersemayam dan sumber segala kehidupan yang diwujudkan dalam bentuk air mengalir dari
pancuran-pancuran/jaladwara yang terdapat disepanjang kaki candi. Air ini dianggap sebagai
air suci Amrta, sumber segala kehidupan.

Candi Tikus ditemukan pada tahun 1914 oleh seorang penduduk yang kemudian
dilaporkan kepada Bupati Mojokerto saat itu, yaitu R.A.A. Kromodjojo Adinegoro.
Penemuan tersebut diawali dengan laporan penduduk bahwa di daerah tersebutterjangkit
wabah tikus yang bersarang disebuah gundukan. Ketika gundukan dibongkar ternyata di
dalamnya terdapat sebuah candi yang kemudian disebut Candi Tikus. Karena sejarah
penemuan inilah hingga sekarang banyak petani, baik dari daerah sekitar Mojokerto maupun
luar kota yang sawahnya diserang hama tikus dating ke tempat ini untuk memperoleh air
candi yang dipercaya dapat mengusir hama tikus.

Bangunan Candi Tikus berdiri pada permukaan tanah yang lebih rendah dari daerah
sekitarnya, yaitu lebih kurang sedalam 3,5 m. Oleh karena itu, untuk mencapai lantai dasar
candi harus menuruni tangga masuk yang berada di sisi utara yang merupakan pintu masuk
candi. Orientasi Candi Tikus adalah menghadap ke uatara dengan azimut 200.

Candi Tikus berdenah bujur sangkar dengan ukuran 22,5 x 22,5 m, serta tinggi dari
lantai sampai puncak candi adalah 5,20 m. Bahan bangunannya didominasi oleh bata, sedang
batu andesit digunakan untuk pancurannya. Dinding Candi Tikus dibuat berteras untuk
menahan tanah sekitarnya. Pada dinding bagian bawah serta batur candi inilah terdapat
pancuran yang seharusnya berjumlah 46 buah, namun kini tinggal 19 buah, sementara yang
lain tersimpan di Museum Trowulan. Adapun bentuk jaladwara/pancurannya ada dua macam
yaitu padma/lotus dan makara. Makara merupakan perubahan bentuk tunas-tunas yang keluar
dari bonggol teratai, sedangkan padma merupakan teratai itu sendiri.

Pada dinding utara bagian bawah di kiri-kanan tangga masuk terdapat bilik berupa
kolam berukuran sama: panjang 3,5 m, lebar 2 m dan tinggi 1,05 m. pintu masuknya
mempunyai tangga, terletak di dinding sebelah selatan berukuran lebar 1,2 m. Dinding utara
kolam terdapat pancuran masing-masing berjumlah 3 buah.

Seluruh pancuran air dahulu mendapat pasokan air melalui saluran yang terdapat
dibagian selatan, yaitu di belakang candi induk, sementara saluran pembuangan terletak di
lantai dasar. Bangunan induk terletak di tengah, kakinya menempel pada teras bawah dinding
selatan. Struktur bangunan induk terdiri dari kaki, tubuh dan atap. Kaki candi berdenah segi
empat berukuran panjang 7,75 m, lebar 7,65 m dan tinggi 1,5 m. Pada bagian kaki ini
terdapat saluran air tertutup mengelilingi kaki, lebar 17 cm dan kedalaman 54 cm, berguna
untuk memasok air ke pancuran-pancuran di sepanjang kaki candi.

Tubuh candi berdenah bujur sangkar berukuran 4,8 x 4,8 m. Di sisi barat, utara dan
timur menempel pada bagian luar tubuh candi terdapat menara semu, masing-masing
berjumlah 5 buah. Di atas tubuh candi terdapat 4 buah menara berukuran 0,84 x 0,80 terletak
pada tiap sudutnya. Menara yang paling besar berdiri di tengahnya berukuran 1 x 1,04 m
serta tinggi 2,76 cm. Kepuncak menara-menara ini telah hilang, hingga tidak diketahui
dengan pasti bentuknya. Menara-menara ini melambangkan Gunung Mahameru sebagai pusat
makro kosmos. Candi Tikus dipugar pada Tahun Anggaran 1984/1985 sampai dengan
1988/1989. Tentu, pemugaran ini dilakukan dengan ekstra hati-hati agar tak berseberangan
dengan tampilan asli. Kini, masyarakat bisa melihat Candi Tikus sebagai aset wisata sejarah
yang kaya sentuhan estetika.

Candi Tikus diperkirakan dibangun pada abad ke-13 atau abad ke-14. Candi ini
dihubungkan dengan keterangan Mpu Prapanca (1385 M) dalam kitab Nagarakretagama,
bahwa pada pupuh 27 dan 29 menyebutkan adanya tempat untuk pemandian (petirtaan) raja
yang dikunjungi Hayam Wuruk dan keterangan yang menyebutkan adanya upacara-upacara
tertentu yang dilaksanakan di kolam-kolamnya. Arsitektur bangunan melambangkan kesucian
Gunung Mahameru sebagai tempat bersemayamnya para dewa. Menurut kepercayaan Hindu,
Gunung Mahameru merupakan tempat sumber air Tirta Amerta atau air kehidupan, yang
dipercaya mempunyai kekuatan magis dan dapat memberikan kesejahteraan, dari mitos air
yang mengalir di Candi Tikus dianggap bersumber dari Gunung Mahameru.
MUSEUM MAJAPAHIT
Di museum Majapahit terdapat berbagai macam jenis peninggalan pada masa kerajaan
Majapahit, seperti peninggalan dari tanah liat, batu, dan logam. Di bagian pintu masuk
museum kita akan melihat peta yang menggambarkan pemukiman Majapahit beserta tempat-
tempat peninggalannya; dan terdapat peta kanal-kanal Majapahit yang memiliki ukuran yang
macam-macam, dugunakan sebagai irigasi, tranportasi perdagangan, dan pertahanan. Juga
terdapat kesenian yang menjadi ciri khas Majapahit yaitu Surya Majapahit, yang
diimplementasikan menjadi lambang kerajaan Majapahit. Dalam sistem lokapalaka
diimplementasikan dalam dewatanawasanga, yaitu 8 dewa minor yang mengelilingi Siwa
sebagai sentral, Wisnu terletak disebelah utara, dan Brahma disebelah selatan. Surya
Majapahit letaknya berada di atap candi dan dibawahnya terdapat lingga-yoni. Terdapat
gambaran situs peninggalan Majapahit, seperti Candi Brahu, petirtaan Candi Tikus, gapura
Candi Bajang Ratu, pemukiman Kedhaton, Candi Wringin Lawang, dll.

KOLEKSI LOGAM
Kesenian yang terdapat di Majapahit seperti seni kriya, seni tempa, dan seni cetak. Di dalam
koleksi logam ini dapat ditemukan berbagai macam koleksi yang digunakan untuk upacara
keagamaan, kehidupan sehari-hari, pertunjukkan. Kesenian di Majapahit berhubungan
dengan tiga hal yaitu agama, sosial, dan ekonomi. Koleksi Benda Cagar Budaya berbahan
logam yang dimiliki Pusat Informasi Majapahit dapat diklasifikasikan dalam beberapa
kelompok seperti: koleksi mata uang kuno, koleksi alat-alat upacara seperti bokor, pedupaan,
lampu, cermin, guci dan genta serta koleksi alat musik.
a. Blencong merupakan tempat lampu sorot dalam pertunjukkan wayang kulit (waringgit
atau haringgit), yang biasanya berupa gunungan atau garuda.
b. Lampu, digunakan sebagai alat penerangan dan untuk kegiatan upacara keagamaan,
terbuat dari perunggu dan bahan bakar yang digunakan adalah minyak dari jarak dan
kelapa.
c. Hiasan pintu, motif yang paling banyak ditemukan adalah flora dan fauna. Flora dan
fauna menggambarkan konsep kosmolodi, yaitu perpaduan antara mikrokosmos dan
makrokosmos (penggabungan antara dunia manusia dan alam semesta).
d. Perlengkapan binatang, yang digunakan sebagai hiasan untuk binatang sapi, kuda, dan
lain-lain.
e. Pendukung keseharian, biasanya terbuat dari tanah liat tetapi juga ada yang terbuat
dati logam seperti sendok sayur, gayung, dan teko yang digunakan sebagai pendukung
keseharian masyarakat Majapahit.
f. Uang logam, digunakan sebagai pendukung perekonomian masyarakat Majapahit.
Terdapat tiga jenis uang logam yaitu kepeng merupakan mata uang yang berhubungan
dengan Cina dan paling banyak digunakan dengan bukti dominasi penemuan puluhan
ribu bahkan ratusan ribu uang kepeng di daerah Trowulan; gobok merupakan mata
uang lokal yang besar dengan motif wayang kulit; dan ma merupakan mata uang yang
berhubungan dengan Cina tetapi penggunaannya lebih sedikit dibangding uang
kepeng. Dan ketiga jenis mata uang tersebut semua berlaku di Majapahit sebagai alat
pembayaran yang sah.
g. Alat perhiasan menandakan bahwa masyarakat Majapahit tingkat sosialnya tinggi.
h. Prasasti alasantan, ditemukan di dekat candi Bhrau ditulis pada masa Mpu Sindok
yang berangka tahun 939 M, terbuat dari perunggu ditulis dengan huruf Jawa Kuno
dan digunakan dalam acara keagamaan seperti pemujaan. Isinya berupa pembebasan
pajak tanah sima.
i. Alat musik, digunakan sebagai sarana upacara keagamaan dan pertunjukkan
sendratari.
j. Keris merupakan senjata tradisional yang digunakan masyarakat Majapahit, dan
terkenal pada abad ke 13-15. Juga terdapat parang dan bilah tombak.
k. Sarana upacara agama. Terdapat pedupaan; bejana berkaki (untuk membakar dupa);
dewi tara (konteks Budha sebagai media pemujaan); cermin (untuk upacara
keagamaan), tidak memiliki kaca sehingga apabila digunakan untuk berhias hanya
digosokkan sehingga mengkilat karena terbuat dari perunggu yang mudah mengkilat;
genta (untuk mengiringi pembacaan mantra atau doa).
l. Sumur, terdapat 3 jenis sumur di Majapahit yaitu jobong (untuk irigasi), datar
langsung (untuk sehari-hari), dan kotak (terletak didekat bangunan suci, untuk acara
keagamaan).
m. Ilmu astronomi. Masyarakat Majapahit sudah mengenal ilmu astronomi, di
masyarakat Jawa dalam menghitung tahun saka menggunakan rasi bintang. Sehingga
dapat dilihat pengetahuan masyarakat sudah tinggi.

Dalam masyarakat Majapahit mengenal empat agama yang berkembang yaitu Hindu, Budha,
Karsyan, dan Islam. Dalam kitab Negarakertagama di Majapahit hanya mengenal tiga agama
saja yaitu Hindu, Budha, dan Karsyan. Karsyan atau resi merupakan agama yang melakukan
pertapaan, dalam perkembangannya menjadi lairan kepercayaan kejawen. Dalam pararaton di
Majapahit sudah mengenal agama Islam sehingga jumlah agama yang berkembang ada 4
macam. Dalam agama Hindu terdapat lembaga yang bertanggung mengurusi agama yaitu
Dharmadyaksaring Kasaiwan, sedangkan dalam agama Budha terdapat Dharmadyaksaring
Kasogatan. Dalam agama resi terdapat saptaresi (7 orang yang menyebarkan agama), salah
satunya arkasia (Siwa sebagai mahaguru) sehingga menghadap ke selatan. Agama resi ini
bermula dari Dewi Kilisuci (anak Airlangga) yang menolak doberi tahta oleh ayahnya,
sehingga bertapa di gua selopangleh Kediri dan lahirlah karsyan.Islam berkembang di
Majapahit dengan bukti ditemukakannya makam tujuh pada abad ke 14 nisan berangka tahun
1937 Saka. Sehingga kerajaan Majapahit menjadi kerajaan multikultur.

KOLEKSI ISLAM
a. Nisan Siti Fatimah binti Maimun yang berangka 1802 M, menggunakan huruf suffi
terjemahan tulisan dalam surat Ar Rohman ayat 27-29, berasal dari Timur Tengah.
Masyarakat di Majapahit dibagi dalam tiga macam yaitu pribumi yang beragama
Hindu-Buddha, Thionghoa yang beragama Islam dan Timur Tengah yang beragama
Islam.
b. Terdapat gambaran atau potret masyarakat pada masa Majapahit yang
menggambarkan kehidupan masyarakat yang ditemukan di Trowulan.
c. Nisan Troloyo yang terdapat kalimat syahadat atau toyyibah, lambang surya
majapahit, dan angka tahun Jawa, tidak dituliskan nama sehingga aliran agama Islam
yang berkembang adalah hanafi.
d. Prasasti dari kayu, piring, logam dan keramik. Prasasti merupakan dokumen yang
dituliskan pada lempengan-lempengan tertentu, bertulis dengan huruf Jawa Kuno atau
Pallawa yang memuat aturan perundang-undangan. Prasasti pada abad 4-7
menggunakan huruf pallawa, abad 7-14 menggunakan huruf Jawa Kuno, dan bahasa
yang digunakan adalah Kawi, jawa Kuno, dan Sansekerta.

RUANG KOLEKSI TANAH LIAT (TERAKOTA)


Di ruangan sebelah kiri pintu masuk museum, terdapat ruangan yang menyimpan
beberapa koleksi benda-benda dari Majapahit. Ruangan ini merupakan ruangan khusus
menyimpan benda peninggalan dari tanah liat (Terakota). Koleksi-koleksi tersebut disimpan
rapi didalam lemari kaca dan ada juga yang dipamerkan di luar lemari dengan dikelilingi
garis pembatas. Koleksi-koleksi diruangan ini termasuk kedalam koleksi tanah liat.
Salah satu koleksi yang berada di dalam ruangan ini adalah keramik yang berasal dari
Tiongkok, Thailand (Sawankhalok, Sukhotai), Kamboja (Khmer), dan Vietnam. Keramik-
keramik ini membuktikan bahwa hubungan Internasional pada masa Majapahit begitu kuat,
hubungan tersebut berupa perdagangan dan politik. Bahkan dalam hubungan antara
Majapahit dan Tiongkok terjalin tidak hanya satu dinasti, melainkan ada beberapa dinasti lain
seperti Dinasti Song, Dinasti Tang, Dinasti Ming, dan Dinasti Yuan.
Koleksi yang lain adalah stupika yang ditemukan di Candi Gentong, stupika pada
masa Majapahit ini digunakan untuk lempengan mantra atau doa. Stupika ini biasanya
menjadi replika dari suatu stupa.
Terdapat salah satu koleksi yang sangat menarik yaitu sebuah bak mandi yang terbuat
dari tanah liat. Bak mandi, terdengar biasa saja, namun ukiran-ukiran yang ada dilapisan luar
bak mandi ini yang mempunyai nilai seni yang tinggi. Bak mandi diukir dengan ukiran yang
sangat indah bergambar Harimau dan Kambing. Konon, dibalik ukiran tersebut terdapat suatu
cerita, cerita tersebut sebagai sarana penyampaian pesan moral dan sebagai penanaman budi
pekerti kepada masyarakat yang didasarkan pada konsep suatu agama. Hal itu bertujuan
untuk mengingatkan manusia pada sifat-sifat kebaikan dan keburukan. Dengan ditemukan
bak mandi yang dihiasi ukiran yang penuh dengan nilai filosofi dan cerita dibaliknya,
menujukkan bahwa pada era Majapahit peradabannya sudah maju.
Koleksi tanah liat yang lain yaitu berupa figure (arca terakota). Figure ini merupakan
penggambaran suatu masyarakat yang berada di Majapahit, dan salah satu jenis karya yang
menakjubkan, karena figure ini dibuat dengan sangat detail, dan teliti. Bukan hanya
bentuknya saja yang detil tetapi juga penggambaran gaya rambut, gaya berpakaian, serta
sikap dari masing-masing figure. Hal ini menunjukan kebudayaan yang tinggi pada era
Majapahit saat itu.
Figure yang digambarkan dalam bentuk tanah liat berupa pendeta, bangsawan sampai
masyarakat biasa, dari laki-laki, wanita, hingga anak-anak. Hal ini menunjukkan bahwa
figure juga sebagai bukti adanya status sosial yang ada pada era Majapahit saat itu. Didalam
masa Majapahit, terdapat empat golongan masyarakat atau kasta, yang disebut Caturwarna.
Golongan tersebut ialah Brahma, Ksatria, Waisya dan Sudra. Ini menunjukan status sosial di
Majapahit masih berlaku. Selain Caturwarna ada juga Caturasrama yaitu tentang rumah
tangga. Caturasrama terdiri dari Brahmacari (masalah tentang mencari ilmu pengetahuan),
Wanaprasta (melepaskan diri dari dunia), Sanyaksa (menjauhkan diri dari duniawi).
Berdasarkan hiasan figure laki-laki dapat dikelompokkan menjadi tiga: Pendeta
Siwa/Buddha, bangsawan, dan rakyat biasa. Figure pendeta digambarkan dengan rambut
disanggul ke atas kepala atau tangan disilangkan di depan dada. Figure bangsawan
digambarkan memakai perhiasan lengkap dan pada dahinya terdapat Urna. Sedangkan figure
laki-laki dari golongan rakyat biasa digambarkan berambut pendek, bertutup kepala dan tidak
memakai baju.
Figure wanita digambarkan baik dalam sikap berdiri maupun duduk, memangku anak,
dan sedang memetik wina atau bermain rebana. Gaya rambutnya bermacam-macam serta
memakai subang dan hiasan bunga di atas telinga. Tubuhnya memakai kain kemben yang
diselempangkan di pundak. Arca-arca ini dapat dipakai untuk menggambarkan penampilan
atau status wanita pada era Majapahit. Fungsinya sebagai hiasan atau memerankan tokoh
dalam cerita tertentu.
Figure anak-anak digambarkan dengan baik dalam keadaan sikap berdiri maupun
duduk, berpipi tembem, serta berambut kucung untuk anak laki-laki atau kucir untuk anak
perempuan dihiasi dengan sirkam. Arca anak-anak dibuat langsung dengan teknik gores,
cukil dan pres. Fungsinya sebagai boneka untuk permainan anak-anak atau memerankan
suatu tokoh dalam cerita tertentu.
Figure lain yang digambarkan yaitu etnis asing yang berada di Majapahit. Ada etnis
Tiongkok, dan etnis Timur Tengah. Mereka berada di Majapahit karena terkait dalam
hubungan ekonomi, politik, dan keagamaan. Ciri orang Tiongkok bermata sipit, rambut
disisir ke belakang, berkumis, berbadan gemuk, dan memakai jubbah. Ciri orang Timur
Tengah adalah berhidung mancung, dan memakai kopyah. Dengan ditemukan figure ini,
menunjukan bahwa pada masa Majapahit terdapat 3 etnis yang mendominasi, yang saling
bertukar budaya.
Selain itu terdapat juga figure yang menggambarkan tokoh-tokoh dalam cerita
Ramayana yang disebut figure deformasi. Digambarkan bahwa terdapat manusia berwajah
kera, dan termasuk kedalam akulturasi budaya. Tokoh Ramayana ini diceritakan dapat
dikalahkan oleh Rahwana dan Rahwana dapat dikalahkan oleh Anoman dan Anoman dapat
dikalahkan oleh Ramayana. Dari cerita tersebut dapat ditarik filosofinya yaitu siklus
kehidupan, karena ketiga tokoh ini saling berkaitan atau memutar.
Selain figure berupa bentuk manusia, terdapat juga figure dalam bentuk hewan. Salah
satunya adalah babi. Dikatakan symbol babi dalam masa Majapahit ini merupakan symbol
kemakmuran. Dalam agama Hindu, babi juga digunakan untuk symbol keagamaan karena
sifat babi yang tidak bisa berbelok, menggambarkan hidup harus lurus menghadap Yang
Maha Kuasa.
Tak mau kalah, seniman-seniman era Majapahit saat itu juga membuat banyak arca
dewa-dewa dan arca perwujudan. Di dalam ruangan ini terdapat beberapa arca dewa-dewa
dan arca perwujudan yang ditemukan di situs Trowulan. Memang hanya beberapa yang
dipajang karena dianggap sudah mewakili dari keseluruhan arca yang ditemukan, akan tetapi
masih banyak araca-arca lain yang disimpan di tempat penyimpanan, dan di halaman
belakang museum.
Untuk arca dewa-dewa sendiri ada Wisnu (Dewa Pemelihara), Brahma (Dewa
Pencipta Alam Semesta), Siwa (Dewa Perusak), Nandiswara (pengiring Dewa Siwa), Surya
(Dewa Matahari), Harihara (perwujudan Kemahakuasaan Tuhan), Hariti ( Dewa Pelindung
Anak atau Dewa Kesuburan).
Arca perwujudan sendiri merupakan hasil dari kebudayaan era Majapahit saat itu. Di
Asia Tenggara, khususnya di Jawa Timur berkembang konsep Dewa Raja yaitu raja
merupakan titisan dewa. Karena beraliran Saiwa (pemuja Dewa Siwa) maka ketika
meninggal perwujudannya seperti Dewa Siwa dengan mengenakan pakaian kebesaran dan
mahkota raja. Dua tangan bersikap semedi (Anjali Mudra), serta kedua tangan belakang
membawa tasbih (Aksamala) dan Kebutan (Camara). Ciri kgusus pada arca ini berupa motif
hias Surya Majapahit pada sandarannya.
Koleksi yang lain berupa miniatur rumah pada masa Majapahit. Dalam masa
Majapahit terdapat 3 bentuk rumah yaitu, Jawa Kuno, Awal Majapahit dan Akhir Majapahit.
Perbedaan rumah antara Awal Majapahit dan Akhir Majapahit adalah dari bentuk rumahnya.
Pada masa awal Majapahit rumah tidak ada bilik hanya berupa kayu yang ditutup dengan
kain, saat siang hari kain dilepas, dan waktu malam kain dipasang. Kalau akhir Majapahit
sudah menggunakan lorong atau bilik.
Peradaban dan teknologi yang tinggi pada masa Majapahit dapat dilihat dari arsitektur
dan sistem irigasi. Di Museum ini terdapat tiang penyangga bangunan yang diukir untuk
penghias rumah, dan sudah ditemukan pipa untuk megalirkan air.
Selain itu ditemukan juga suatu alat untuk menentukan berat suatu benda atau
timbangan yang digunakan untuk perkonomian perdagangan masa Majapahit. Selain itu
terdapat beberapa temuan-temuan alat rumah tangga dan kendi-kendi dengan berbagai
bentuk. Ciri khas kendi yang asli dari Majapahait yaitu tekstur yang lembut.
Dari ruangan ini, kita dapat melihat betapa maju dan tingginya peradaban dan
teknologi Majapahit pada masa itu. Dengan alat yang sederhana dan tradisional dapat
menghasilkan suatu karya seni yang begitu bagus.
RUANG KOLEKSI ARCA
Pada bagian kedua ini, di Museum Trowulan terdapat pula artefak baik berupa bentuk
patung dewa yang diabadikan dalam arca, mainan anak, maupun bentuk peralatan sehari-hari,
seperti peralatan rumah, makan, tempat tinggal, dll.
1. Arca
Arca yang ada di museum Trowulan kebanyakan adalah arca para dewa. Disana
terdapat arca dewa surya sebagai dewa matahari yang menurut kepercayaan Hindhu,
surya digambarkan sebagai seseorang yang ada di kereta kuda dengan kusirnya Arjuna,
saudara Garuda Putra dari Dewi Winata. Surya dianggap sebagai dewa yang menguasai
matahari sehingga dianggap sebagai Batara Surya. Surya dikenal sakti mandraguna dan
menjadi tumpuan hidup manusia dan hewan. Ada juga arca Ganesha sebagai anak dari
dewa Siwa yang digambarkan sebagai seorang anak dengan kepala gajah. Karakter
Ganesha dalam Majapahit adalah seorang dewa kepintara dan kebijaksanaan.
Ayah dewa Ganesha, yaitu dewa Siwa juga digambarkan dalam arca perwujudan.
Siwa digambarkan sebagai orang yang sedang duduk bersila dengan tangan mengatup ke
dada dan membawa cemara, hal ini berkaitan dengan konsep dewa raja di Majapahit.
Terdapat juga arcaNadiswara yang merupakan salah satu penggiring Dewa Siwa yang
memiliki kemampuan sebagai penolak bala seperti Mahakala. Digambarkan sebagai
pemuda yang tangan kiri memegang sampur dan tangan kanan memegang bangunan.
Tugas Nagaswara adalah melindungi bangunan suci, sehingga arcanya sering diletakkan
di relung kiri pintu masuk. Arca seorang dewi juga digambarkan dalam museum
Trowulan, Dewi Tara yang merupakan istri dari dewa Teswara dalam agama Budha.
Dewi Tara digambarkan sebagai seorang perempuan yang sedang duduk dengan tangan
kanan memegang teratai merah dan tangan kiri memegang teratai putih. Selain itu, ada
arca Sapta Resi yang merupakan orang yang bertugas menyebarkan agama Hindhu di
seluruh dunia. Sapta Resi digambarkan sebagai orang yang duduk bersemayam.
Berikut ini merupakan penjelasan dari arca para dewa:
a. Arca Dewa Wisnu
Arca ini merupakan penggambaran dari Raja Kahuripan yang bernama Airlangga
yang dipercaya sebagai titisan Dewa Wisnu. Diperkirakan arca ini berasal dari relung utama
percandian Belahan.Setelah membagi Kahuripan menjadi Kediri (Dhoho/Panjalu) dan
Jenggala tahun 1045, Airlangga menjadi pertapa bergelar Resi Gentayu.Ketika ia meninggal
pada 1049, arca yang bernomer koleksi 405 itu dibuat untuk memujanya sebagai jelmaan
Wisnu, dewa penyelamat dan penjaga dunia. Garuda yang ditungganginya juga merupakan
simbol kerajaan Kediri (Garudamukha).Arca Wisnu naik garuda menggambarkan cerita
Garudaya yang menceritakan asal mula garuda menjadi kendaraan Dewa Wisnu. Setelah
pemerintahannya,Airlangga telah berusaha menigkatkan kemakmuran dan kesajahteraan
rakyatnya setelah porak poranda akibat serangan Raja Warawuri di saat pemerintahan Raja
Dharmawangsa Tguh. Itulah sebabnya pada saat Airlangga wafat, beliau diwujudkan sebagai
isnu sang Penyelamat dan Pemelihara dunia yang sedang mengendarai burung garuda.
b. Gajasura Samhara Murti
Gajasura Samhara Muri adalah salah satu aspek Dewa Siwa dengan wujud
menyeraman.terdapat delapan aspek Dewa Siwa dalam Samhara Murti. Salah satunya
Gajasiwa Samhara Murti yang berarti pembunuh Gandarwa berbentuk gajah. Dalam teks
Suprabedhagama diceritakan bahwa Raja Gadarwa bernama Andhara yang akan melarikan
Dewi Parwati (istri dewa Siwa). Ia dibantu Gandarwa bernama Nila yang merubah wujudnya
menjadi gajah dengan maksud akan membunuh Dewa Siwa. Rencana tersebut diketahui oleh
Virabhadra (putra Dewa Siwa). Virabhadra kemudian merubah wujud menjadi seekor singa
dan berhasil membunuh Nila. Virabadrha lalu mempersembahkan kulit gajah (Nila) tersebut
kepada Dewa Siwa setelah peristiwa tersebut terjadi. Pada akhirnya Dewa Siwa berhasil
menghancurkan Gandarwa Andhaka yang disebut Gajasura Vadha Murthi.
c. Ganesha Berinskripsi (Prasasti Ketanan)
Ganesha adalah anak Dewa siwa dengan dewa parwati. Dalam mitologi Aparajita
Pracca Ganesha disebutkan mempunyai ciri-ciri sebagi berikut
1) Berkepala gajah
2) Dua tangan dibelakang masing-masing membawa peracu Aksamala,
3) Dua tangan didepan masing-masing memegang mangkuk dan patahan gading
4) Belalainya menghisap dalam mangkuk dan melambangkan ia sebagai Dewa Ilmu
Pengetahuan yang tidak habis-habisnya mencari ilmu
Pada bagian belakang terdapat inskripsi yang menceritakan tentang pemujaan di
Dharma Kabikuan (pertapaan). Bagian atas tidak terbaca dengan jelas dalam arca tersebut,
penggalan yang ada hanya 826 Caka (904 Masehi), hari dan bulannya tidak jelas. Bagian
yang terbaca adalah bagian bawah arca yang berisi kutukan-kutukan bagi yang melanggar
ketentuan dalam prasasti. Prasasti ini ditulis oleh Pu Prajna.
d. Arca Brahma
Brahma adalah salah satu dewa penting dalam konsep trimurti selain Dewa Siwa dan
Wisnu. Brahma berperan sebagai dewa pencipta alam semesta. Pada umumnya digambarkan
bertangan empat yaitu dua tangan di depan dalam sikap semedi dan dua tangan dibelakang
membawa tasbih dan kendi, serta memiliki ciri berkepala empat.
e. Siwa
Siwa merupakan dewa tertinggi dalam konsep Trimurti yang dianggap sebagai dewa
Pelebur. Dewa ini digambarkan bertangan empat dan masing-masing memegang camara,
Aksamala, Kemandalu, dan Trisula. Ditengah mahkotanya di atas kening terdapat symbol
Ardhacandrakapala, yaitu bulan sabit dan tengkorak, sedangkan pada keningnya terdapat
Trinetra yang dapat membakar apa saja yang dikehendaki oleh Siwa. Upawitanya berupa
ular.
Terdapat pula jenis-jenis arca lainnya seperti:
a. Samuderamanthana
Samuderamanthana adalah miniature bangunan candi yang terdapat relief cerita
Hindu tentang pencarian air kehidupan (Amerta). Diceritakan saat itu dunia hanya dihuni
oleh dewa dan raksasa. Dewa Brahma khawatir jika suatu saat dunia dikuasai kejahata,n, hal
ini dikarenakan jumlah raksasa lebih banyak. Para dewa kemudian rapat dan memutuskan
melakukan pengadukan samudra untuk mendapatkan Amerta. Sebagai pengadukanya
digunakan Gunung Mandara dengan alas kura-kura jelmaan Dewa Wisnu, sementara Dewa
Basuki menjelma menjadi ular yang sangat panjang dan membelit gunung. Para dewa dan
raksasa bergantian menarik ular sampai Gunung Mandara berputar. Stelah melalui banyak
rintangan, akhirnya dari dalam samudra Ksira (Ksira arnawa= lautan susu), keluarlah
Ardhacandra, Dewa Sura, Dewa Laksmi, Dewi Sri, Ucchaisravaradan Dewa Dhanwantari
degan membawa guci Amerta, amun guci tersebut jatuh ke tangan para raksasa. Untuk
merebutnya Dewa Brahna menjelma menjadi bidadari cantic dan kemudian berhasil
menggoda para raksasa sampai akhirnya Guci Amerta dapat direbut kembali.
b. Garuda
Garuda disebut sebagai arca Minak Jinggo oleh penduduk setempat.dalam catatan
Belanda, arca ini disebut Mahakala / Bairawa yang memegang ciri-ciri berwajah raksasa,
mata melotot, upawita berupa ular dan tangan kanan memegang belati. Dan melihat ciri lain
yang tidak disebutkan dalam catatan Belanda, diduga arca Minak Jinggo merupakan arca
Garuda. Ciri-ciri lain adalah badanya bersayap, kaki bertaji, dan bagian mulutnya patah,
diduga merupakan paruh.
c. Jaladwara
Jaladwara digunakan di candi-candi atau pemandian kuno untuk menyalurkan air. Di
candi-candi umumnya digunakan pancuran yang menyerupaikan yang belalai. Semesntara itu
pemandian-pemandian, digunakan pancuran berbentuk guci yang dibawa kenari, yaitu
makhluk setengah dewa yang digambarkan berkepala manusia dan berbadan burung atau
kuda atau guci yang digigit Makara atau Padma. Bentuk-bentuk pancuran tersebut
mempunyai arti sebagai lambing kesucian dan kesuburan. Bentuknya bermacam-macam
antara lain buahdada wanita, Makara, pusar wanita, naga, guci yang merupakan symbol
kesuburan.

Berikut ini adalah gambar dari arca-arca tersebut.

Gb. Arca Dewa Surya dan Nadiswara Gb. Arca perwujudam Dewa Siwa

Gb. Arca Dewa Ganesha Gb. Arca Dewi Tara Gb. Sapta Resi
Selain arca para dewa, terdapat arca terakota yang merupakan arca terakota laki-laki
dan perempuan. Keduanya menggambarkan keadaan laki-laki dan perempuan zaman
Majapahit, baik berupa tatanan rambut, pakaian, dan alas kaki. Bagi pakaian seorang
perempuan, dibedakan menjadi dua yaitu pakaian untuk perempuan yang belum menikah dan
sudah menikah. Jika belum menikah mereka menggunakan kemben dan yang sudah menikah
menggunakan kemben yang disertai kain. Bentuk rambut juga berbagai macam, ada yang
sanggul samping ada juga yang sanggul tengah. Perempuan sering menggunakan perhiasan
sebagai status mereka. Sedangkan laki-laki, tidak ada perbedaan antara laki-laki yang sudah
menikah dan yang belum, pakaian biasanya berbeda karena kedudukan pangkat mereka.
Laki-laki yang bekerja sebagai tentara perang berbeda dengan laki-laki yang berprofesi
sebagai pengraji, dan lain sebagainya.
Selain arca terakota laki-laki dan perempuan, terdapat pula arca terakota wajah orang
asing dan anak-anak. Majapahit adalah negara agraris dengan sektor perdagangan yang maju,
sehingga tidak heran jika Majapahit didatangi para pedagang asing dari berbagai negara,
mulai dari Cina, Arab dan India. Maka semuanya itu diabadikan dalam arca terakota wajah
asing yang memiliki ciri fisik yang berbeda-beda. Selain terakota wajah asing, ada pula arca
terakota anak yang menggambarkan bentuk-bentuk anak zaman Majapahit dulu, bentuk muka
dan fisik anak tidak sepenuhnya suku Jawa, hal ini karena pengaruh kedatangan bangsa asing
ke tanah Majapahit. Para pedagang asing yang mengunjungi Majapahit sebagain ada yang
menetap lama di Majapahit dan ada yang tidak. Bagi mereka yang menetap lama tersebut
kemudian tinggal dan berkeluarga di tanah Jawa. Maka terjadi percampuran keturunan dari
Jawa dan warga negara Asing. Arca terakota anak sering digambarkan sebagai seorang anak
yang memiliki pipi yang besar dan berpostur gendut dengan hanya memakai celana
bertelanjang dada bagi seorang anak laki-laki, dan kemben bagi anak perempuan.
Berikut gambar arca terakota tersebut :

Gb. Arca terakota laki-laki Gb. Arca terakota perempuan

Gb. Arca terakota orang asing Gb. Arca terakota anak

2. Peralatan Rumah Tangga


Selain arca, terdapat artefak mengenai peralatan rumah tangga zaman Majapahit dulu
yang sering digunakan manusia untuk menyelesaikan pekerjaannya. Seperti alat
pengangkut barang berat, alat makan, alat bangunan, pipa, dll. Alat pengangkut barang
berat digunakan untuk mengangkut barang dagangan selain itu juga untuk membantu
mengangkat pasir. Alat makan seperti sendok, piring sudah ada sejak zaman majapahit
dengan berbagai bentuk. Zaman Majapahit dulu juga sudah mengenal pipa untuk tadah
air dikala hujan, bahkan sudah mengenal pipa bengkong. Terdapat juga ventilasi udara.
Ventilasi udara zaman Majapahit bahkan sudah berbentuk ukiran yang indah. Seperti
hiasan depan rumah Majapahit yang juga menggunakan hiasan untuk mempercantik
rumah. Hiasan itu biasanya berupa ukiran bunga.
Gb. Alat makan zaman Majapahit

Gb. pipa untuk wadai air Gb. ukiran dinding

Gb. diding Majapahit yang diukir Gb. Jamban Air untuk alat minum
Gb. ventilasi udara yang diukir Gb. tempayan sebagai wadah air Gb. hiasan rumah

SITUS PEMUKIMAN MASA MAJAPAHIT


Di dalam Museum Majapahit menyimpan berbagaimacam koleksi bersejarah tentang
kerjaan Majapahit. Beberapa koleksi dari Museum Trowulandiantaranya ada miniatur /
maket candi, koleksi arca, mata uang kuno, guci dari tanah liat, koleksi keramik, alat-alat
rumah tangga, Sejumlah Patung Hariti juga ada di Museum Trowulan, tanpa kepala, dan satu
kepala terpisah, yang biasanya digambarkan dengan buah dada besar dan dikelilingi anak-
anak. Ada pula Pantheon Hindu, dengan penempatan Lingga Yoni di tengah, Siwa di Selatan,
Durga di Utara, Ganesha di Barat, Mahakala di kiri pintu masuk, dan Nandiswara di kanan
pintu masuk. Di museum tersebut juga terdapat situs tentang permukiman era Majapahit

Situs pemukiman Majapahit


Situs ini mengambarakan bagaimana pemukiaman dan pola rumah di masa Majapahit.
Masyarakat Jawa telah mempunyai tradisi dan patokan membangun bangunan yang kuat dan
mempunyai kemampuan adaptasi yang baik sehingga perkembangan arsitektur pada zaman
Majapahit dapat berkembang dengan pesat. Kuatnya pedoman dan patokan membangun pada
waktu itu, memungkinkan pendekatan arsitektur Jawa dapat menyebar ke daerah lain
terutama ke Bali, karena Bali masih menganut kepercayaan yang sama yakni Hindu.

Dokumentasi: sumber internet(jejak-bocahilang.com)


Situs ini berada di halaman luar bagian belakang samping museum Trowulan yang
dinaungi bangunan semacam anjungan yang terbuat dari perpaduan besi dan kayau serta
atapnya yang seperti tenda. Terlihat dalam setiap situs reruntuhan batu bata yang banyak
diantaranya masih tertata dengan rapi, situs permukiman ini berbentuk kotak telihat seperti
pondasi rumah. Di dalam situs tersebut terdapat batu-batu kecil yang berfungsi seperti lantai
agar tidak becek saat terkena air.
Dari bukti yang ada, kemudian rumah Majapahit tersebut dibuat replika dan replika
tersebut bisa dilihat di Museum Majapahit. Rumah Majapahit tersebut tidak terlalu besar
ukurannya, dengan pondasi dasar batu bata sekaligus lantai dengan konstruksi bangunan dari
kayu dengan satu buah pintu dan beberapa jendela serta atap dari genteng.
Sebuah arsitektur yang cukup mewah untuk jaman itu. Situs pemukiman masa Kerajaan
Majapahit pun masih bisa ditemui saat ini, tak perlu jauh-jauh, situs tersebut ada di sebelah
selatan museum. Dengan berjalan kaki beberapa puluh meter, situs tersebut bisa disaksikan
secara langsung.
Di situs tersebut, masih dapat disaksikan bagaimana pondasi rumah Majapahit. Selain
juga masih ada beberapa sarana pendukung layaknya sebuah pemukiman. Seperti adanya
sumur Jobong, pecahan perkakas rumah tangga yang terbuat dari tanah liat. Selain juga ada
jalan yang terbuat dari susunan batu.
Dari bukti-bukti tersebut, dapat tergambarkan bagaimana dahulu rumah-rumah
penduduk saling berdekatan dan seperti komplek “perumahan”. Dari informasi yang
didapatkan, salah satu bagian dari ibu kota Majapahit tediri dari himpunan perumahan yang
dikelilingi tembok batu bata dengan membentuk sebuah denah kotak.
Terkait dengan bentuk rumah, bukti lain yang didapatkan adalah ditemukannya
miniatur rumah Majapahit yang bentuknya hampir sama dengan yang digambarkan di relief.
Miniatur tersebut kini menjadi koleksi museum Majapahit.
Berbicara tentang pemukiman Majapahit, ada fakta lain yang tidak kalah menarik.
Yakni penggunaan ubin lantai berbentuk segi enam, atau hampir sama dengan paving blok
yang saat ini banyak digunakan untuk halaman maupun trotoar.
Ternyata, pada masa Majapahit, ubin tersebut sudah digunakan. Bukti akan hal tersebut
ditemukan di situs Lantai Segi Enam yang berada di Dusun Kedaton, Desa Sentonorejo,
Trowulan. Letaknya berada di sebelah selatan museum Majapahit. Di tempat tersebut
ditemukan hamparan lantai yang disusun dari tanah liat pola segi enam.

Situs Lantai Segi Enam yang terletak di Dusun Kedaton, Sentonorejo, Trowulan,
Mojokerto, Jawa Timur.
Diperkirakan situs ini adalah bagian dari pemukiman di masa Kerajaan
Majapahit.Selain itu, ditemukan pula dinding-dinding bangunan yang diperkirakan menjadi
sebuah rumah tinggal pada masa Majapahit. Situs ini berada di bawah tanah. Jika dilihat dari
bentuknya, kemungkinan besar berbeda dengan yang ada di dekat museum Majapahit.

Sumber:
I Made Kusumajaya, dkk. Mengenal Kepurbakalaan Majapahit di Daerah Trowulan.
Museum Trowulan: Mojokerto.
http://jejak-bocahilang.com, diakses tanggal 3 juni 2016, pukul 14.00 WIB
http://setapakkecil.com. diakses tanggal 3 juni 2016, pukul 14.10 WIB
https://kabuttipisblog.wordpress.com/2015/11/16/masa-majapahit-sudah-gunakan-tegel-segi-
enam/diakses tanggal 3 juni 2016, pukul 19.10 WIB

Anda mungkin juga menyukai