Anda di halaman 1dari 3

BAB VII

SUMBER-SUMBER SEJARAH PULAU JAWA DARI ZAMAN


MATARAM DAN HISTORIOGRAFI
H.J de Graaf

Babad tanah jawi atau sejarah kerajaan jawa adalah karya orang jawa yang pertama
kali dikenal oleh orang-orang non-jawa. Rijklof van Goens (1619-1681) menyebutkan dalam
tulisannya bahwa orang Jawa pada umumnya mengenal baik sejarahnya sendiri karena
mereka memiliki “cerita-cerita komedi lama, naskah-naskah dan sejumlah cerita masa lalu”
dibandingkan dengan orang melayu,Bali, Makasar,Ambon,Maluku,Kalimantan,Sumatra dan
Solor. Pada tahun 1807, Gubernur Jawa Nicolaas Engelhardt, memerintahkan agar buku
sejarah yang berjudul serat kanda yang berkaitan erat dengan babad tabah jawi untuk
dialihbahasakan ke dalam bahasa belanda. Naskah babad yang ada mampu mempengaruhi
karya penulisan Raffles dalam bukunya History of Java. Dengan demikian,banyak data
historis dari catatan babad menjadi terkenal di dunia.
Jejak Raffles ini diikuti oleh J. Hageman, seorang sejarawan dalam karyanya
pedoman Ilmu sejarah, Geografi, Mitologi dan Kronometri Jawa. banyak menggunakan
bahan dari tradisi Jawa namun penggunaan bahan-bahan ini kurang kritis dan kurang ahli
sehingga untuk beberapa saat karya itu menjadi sasaran kritik.
Diantara naskah-naskah yang banyak tersebar dimana-mana hanya sedikit terbitan
yang jauh dari sempurna. Beberapa waktu kemudian masalah yang berkenaan dengan Babad
ini dibicarakan lagi oleh Hussein Djajadiningrat, Ia berpendapat dalam membahas naskah
babad, buku sejarah atau bagian-bagiannya mengisahkan zaman yang agak baru ini tidak
dapat dipandang sebagai buku-buku sejarah yang biasa, melainkan sebagai sumber-sumber
sejarah. Tulisan-tulisan harus pula dihargai karena membuka kesempatan bagi kita untuk
mengenal wawasan dan kondisi perasaan orang jawa. Yang terhitung penting adalah upaya
penulisan untuk menentukan tahun penulisan bagian-bagian tertentu dari Babad Tanah Jawi.
Dalam hal ini penulis banyak menggunakan “ramalan-ramalan paksa kejadian”, dengan cara
ini Djajadiningrat memilih bagian Babad Tanah Jawi menjadi tiga tahap:
1. Zaman Kraton Mataram dan masa sebelumnya sampai tahun 1677: selesai disusun
oleh Pangeran Adi Langu II, sesaat sesudah tahun 1705.
2. Zaman Kraton Kartasura dari tahun 1677 sampai 1718: diselesaikan oleh Cari
Bajra (yang kemudian diangkat menjadi Tumenggung Tirtawiguna) semasa
pemerintah Sunan Mangkurat IV (1718-1727)
3. Zaman Kraton Kartasura dari tahun 1718-1743: selesai sesudah tahun 1757
dibawah pemerintah Sunan Pakubuwono III (1749-1792), sangat boleh jadi juga
disusun oleh Carik Bajra.
Masalah yang menyangkut Babad ini seperempat abad kemudian dikupas oleh Pof.
C.C. Berg dalam artikel yang pertama, memperingatkan bahwa nilai sejarah dari Babad
Tanah Jawi tidak boleh dilebih-lebihkan. Ia pertama-tama melihat naskah sebagai alat untuk
menambah kesaktian raja dan ia hanya dapat menemukan bebrapa bagian yang dapat
digunakan sebagai sumberinformasi oeh para penyelidik Barat. Sebagai contoh, dalam
tulisannya di majalah Indonesie mengemukakan kesimpulan yang adanya keberadaan tokoh-
tokoh tertentu yang sampai kini dianggap sebagai tokoh sejarah, seperti misalnya cikal bakal
dinasti Mataram,Panembahan Senapati dan putranya, Panembahan Krapyak. Hal ini
menyebabkan Sultan Agung tidak saja menduduki tahta Mataram pada zaman keemasannya,
melainkan juga pada masa kemunculan kekuasaan dinasti itu.
Kebanyakan dari para penyelidik telah mengalami kekeliruan dalam mengkaji babad
karena mereka bekerja dari awal naskah yang sangat tebal. Kemungkinan mereka
menganggap halaman pertama dari Babad sangat penting untuk mencari keterangan dan
penjelasan mengenai abad terakhir dari masa kebudayaan Hindu-Jawa. Diduga bahwa naskah
yang paling tua secara kronologis terletak paling jauh dari jaman para penulis babad yang
lebih baru, penyebaran secara lisan terus-menerus dilakukan, bahan tertua memperoleh sifat
mitologis. Ada kemungkinan pula bahwa materi yang lebih tua lebih sering ditulis ulang oleh
para penyusun bila dibandingkan dengan materi yang baru. Dengan demikian tidak
mengherankan jika para peneliti tidak menjumpai bahan sejarah yang berharga di dalam
bagian babad yang tertua, yang mereka selidiki paling serius, sehingga muncul
kecenderungan untuk memandang rendah nilai sejarah dari seluruh naskah sejarah itu.
Bagi sejarawan akan lebih bermanfaat jika ia memulai penyelidikan terhadap naskah
Babad dari halaman pertama, melainkan dari bagian tengah atau akhir dari buku. Tetapi juga
harus memiliki pengetahuan yang sedalam mungkin mengenai peristiwa, kondisi dan keadaan
di Mataram selama abad ke 17 dan 18 untuk dapat mengetahui pengaruh apa yang dialami
naskah pada masa itu.
Sebagai penguji keterangan sejarah di dalam Babad, dapat digunakan bahasa sejarah
pada naskah-naskah tulisan orang-orang Portugis dan Belanda. Orang Portugis yang jarang
mengunjungi Pulau Jawa hanya sedikit meninggalkan informasi, sedangkan orang Belanda
banyak sekali meninggalkan informasi. Dengan demikian, bisa di tangkap bahwa saripati
sejarah dari cerita-cerita Babad hanya merupakan sebuah dongeng. Meskipun sumber-sumber
Barat sering kurang memiliki informasi tentang berbagai keadaan yang sesungguhnya
melingkupi peritiwa itu, sebagian besar kronologinya sangat teliti, bahkan dibubuhi
keterangan hari.
Dalam membaca dan mempelajari Babad Tanah Jawi, kadang-kadang di jumpai
bagian yang berupa polemic, yang membela dalil tertentu dan yang tidak senantiasa kuat
berpegangan pada fakta-fakta. Selain Babad Tanah Jawi, beserta tambahan dan lanjutannya,
masih ada naskah sejarah lain yang bersifat kedaerahan. Hanya sedikit dari naskah-naskah
tersebut yang dipelajari lebih lanjut, padahal naskah tersebut kebanyakan menunjukkan
kesamaan atau hubungan dengan Babad Tanah Jawi. Nilai sejarah naskah-naskah di daerah
ini tidak sama. Kadang-kadang diantara naskah itu ada yang sangat penting karena
memberikan keterangan yang tidak dimuat dalam sejarah resmi.
Babad Tanah Jawi dipandang sebagai pusaka yang amat berharaga oleh seluruh orang
Jawa, dan perlu dikaji terus menerus dengan cara yang lebih modern.

Anda mungkin juga menyukai