Metabolisme Fosfat FAKTOR Apklin Fosfat
Metabolisme Fosfat FAKTOR Apklin Fosfat
Konsentrasi fosfat dalam tubuh tergantung pada asupan makanan, absorpsi usus, filtrasi
dan reabsorpsi ginjal, dan pertukaran antara tulang dan intraselular. Asupan makanan yang
mengandung fosfor normalnya sekitar 800-1200 mg/hari. Sekitar 70% dari fosfat makanan
akan diserap melalui usus terutama jejunum melalui jalur selular maupun paraselular.
(Naderi, 2010)
Peningkatan absorpsi fosfat di usus dipengaruhi oleh jumlah asupan makanan serta
1,25-dihidroksi vitamin D3 (1,25(OH)2 vitamin D3. Setelah itu fosfat masuk ke dalam ruang
cairan ekstraselular dan sirkulasi, kemudian melewati berbagai jaringan, termasuk tulang
(Naderi, 2010).
Ginjal memiliki peranan yang sangat penting pada homeostasis fosfor didalam serum.
Beberapa faktor baik, intrinsik maupun ekstrinsik, yang mempengaruhi renal tubular
phosphorus threshold (TmP/GFR), akan dapat mempengaruhi kadar fosfat didalam serum,
ekskresi fosfat yang berlebihan, akibatnya, akibatnya timbul hipofosfatemia (Suyoso, 2010).
biologis, hasil kali Ca dengan P selalu konstan, sehingga peningkatan kadar fosfat didalam
serum akan diikuti dengan penurunan kadar Ca serum, dan yang terakhir ini akan
merangsang peningkatan produksi PTH yang akan menurunkan TmP/GFR sehingga terjadi
ekskresi fosfat melalui urin dan kadar fosfat didalam serum kembali menjadi normal,
demikian pula kadar Ca didalam serum. Pada gagal ginjal kronis, terjadi hiperfosfatemia
yang menahun, sehingga timbul hipertiroididsme sekunder akibat Ca serum yang rendah
(Susoyo, 2010).
Dalam ginjal, PTH meningkatkan reabsorpsi Ca2+ di tubulus ginjal, dan menekan
reabsorpsi fosfat sehingga terjadi penurunan ekskresi kalsium dan peningkatan pengeluaran
di hati dan kemudian diubah oleh ginjal menjadi bentuk dihidroksi. Produk ginjal ini
mengalir ke organ-organ sasarannya, usus halus dan tulang. Penyerapan kalsium dan fosfat
dari makanan ditingkatkan oleh 1,25-(OH)2D3 yang juga meningkatkan efek PTH dalam
mobilisasi kalsium dan fosfor tulang. Kadar fosfat serum yang rendah mendorong
Fosfat dalam darah berasal dari absorbs fosfat oleh usus yang berasal dari makanan
yang diakan sehari hari, juga merupakan hasil pelepasan fosfat dari dalam sel menuju darah
serta pelepasan dari tulang. Pada individu yang sehat semua berlangsung dengan konstan
dan dapat dengan mudah diregulasi oleh ginjal baik dalam ekskresi maupun reabsorbsi dari
Semua gangguan yang terjadi dalam proses ini dapat menyebabkan perubahan dari
konsentrasi fosfat dalam darah, namun demikian yang paling berpengaruh terhadap
konsentrasi fosfat adalah gagalnya fungsi ginjal. Meskipun faktor faktor lain juga dapat
berpengaruh antara lain vitamin D, calsitonin, growth hormone, dan status asam basa, yang
dapat mempengaruhi ginjal dalam meregulasi fosfat , dan faktor yang penting juga adalah
Parathormon (PTH), dimana keseluruhan itu menurunkan konsentrasi dalam darah dengan
Vitamin D meningkatkan fosfat dalam darah dengan jalan meningkatkan absorbs fosfat
dalam usus juga meningkatkan reabsorbsi fosfat dalam ginjal (Elvan, 2010)
Growth hormone yang bekerja dalam regulasi tulang yang juga dapat berdampak
peningkatan fosfat dalam darah karena adanya pengaruh terhadap penurunan ekskresi fosfat
b. Etiologi
Penyebab penyakit ginjal kronik dari beberapa data yang ada bervariasi untuk
setiap negara dimana tingkat insidensinya berbeda pada negara maju dan negara
berkembang. Di Amerika Serikat (1999 – 2005) etiologi terbanyak adalah Diabetes
melitus (44%), dengan DM tipe 1 (7%), DM tipe 2 (37%), Hipertensi dan penyakit
pembuluh darah besar (27%), Glomerulonefritis (10%), Nefritis interstitialis (4%),
Kista dan penyakit bawaan lain (3%), penyakit sistemik ( Lupus dan Vaskulitis) (2%),
neoplasma (2%), penyakit lain (4%) dan tidak diketahui (4%).12 Data etiologi
penyebab ginjal di Indonesia pada tahun 2005 adalah Glomerulonefritis (46,39%),
Diabetes melitus (18,65%), Obstruksi dan infeksi (12,85%) Hipertensi (8,46%) dan
lain lainnya (13,65%) (Sidabutar, 2010).
c. Dasar Diagnosis
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang
berhubungan dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi GGK,
perjalanan penyakit termasuk semua faktor yang dapat memperburuk faal ginjal
(LFG). Gambaran klinik (keluhan subjektif dan objektif termasuk kelainan
laboratorium) mempunyai spektrum klinik luas dan melibatkan banyak organ dan
tergantung dari derajat penurunan faal ginjal.
2. Pemeriksaan laboratorium
Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu memastikan dan menentukan
derajat penurunan faal ginjal (LFG), identifikasi etiologi dan menentukan
perjalanan penyakit termasuk semua faktor pemburuk faal ginjal.
Pemeriksaan faal ginjal (LFG)
Pemeriksaan ureum, kreatinin serum dan asam urat serum sudah cukup
memadai sebagai uji saring untuk faal ginjal (LFG).
Etiologi gagal ginjal kronik (GGK)
Analisis urin rutin, mikrobiologi urin, kimia darah, elektrolit dan
imunodiagnosis.
Pemeriksaan laboratorium untuk perjalanan penyakit
Progresivitas penurunan faal ginjal, hemopoiesis, elektrolit, endoktrin, dan
pemeriksaan lain berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk faal ginjal
(LFG).
3. Pemeriksaan penunjang diagnosis
Pemeriksaan penunjang diagnosis harus selektif sesuai dengan tujuannya, yaitu:
Diagnosis etiologi GGK
Beberapa pemeriksaan penunjang diagnosis, yaitu foto polos perut,
ultrasonografi (USG), nefrotomogram, pielografi retrograde, pielografi
antegrade dan Micturating Cysto Urography (MCU).
Diagnosis pemburuk faal ginjal
Pemeriksaan radiologi dan radionuklida (renogram) dan pemeriksaan
ultrasonografi (USG).
d. Patogenesis
Gangguan metabolisme kalsium dan fosfat merupakan salah satu komplikasi
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) yang harus mendapat perhatian karena mempunyai
peran yang sangat besar pada morbiditas dan mortalitas PGK. Pada PGK, akibat
terhambatnya ekskresi fosfat, akan terjadi hiperfosfatemia yang secara fisikokimiawi
akan mengakibatkan terjadinya hipokalsemia. Selanjutnya, hiperfofatemia dan
hipokalsemia akan merangsang peningkatan sekresi hormon paratiroid (HPT).
Kondisi hiperfosfatemia dan hipokalsemia ini pada umumnya terjadi pada kliren
kreatinin kurang dari 50 ml/menit (Goodman, 2010).
Apabila tidak mendapat penanggulangan secara tepat atau apabila terjadi asupan
kalsium berlebih, kondisi tersebut akan berubah menjadi hiperfosfatemia dan
hiperkalsemia. Hiperfosfatemia-hipokalsemia maupun hiperfosfatemia dan
hiperkalsemia, keduanya memberikan kontribusi yang cukup besar dalam morbiditas
dan mortalitas PGK (Goodman, 2010).
a. Komplikasi
Menurut Price dan Wilson (2010) klasifikasi penyebab gagal ginjal kronik adalah
sebagai berikut :
b. Etiologi
c. Dasar Diagnosis
1. Anamnesis
Melakukan penilaian hiperparatiroid dimulai dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang. Anamnesis seperti kelemahan
otot, rasa sakit di sendi, konstipasi, nyeri abdomen, nausea, vomiting dan
kehilangan nafsu makan (Guyton, 2007).
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan ulkus peptikum, hipertensi, mata
konjunctivitis dan kulit pruritus (Guyton, 2007).
d. Patogenesis
Tiga faktor yang berperan terhadap patogenesis hiperparatiroidisme adalah,
hiperfosfatemia, hipokalsemia dan hipokalsitriolemia (kekurangan Calcitriol/ vitamin
D Analog). Hipokalsitriolemia terjadi akibat penurunan massa ginjal. Hipokalsemia
terjadi melalui dua mekanisme yaitu, hiperfosfatemia yang mengakibatkan
perubahan keseimbangan fisikokimiawi, dan hipokalsitriolemia yang mengakibatkan
penurunan absorbsi kalsium di saluran cerna. Ketiga faktor diatas secara bersama-
sama berkontribusi terhadap peningkatan sekresi hormon paratiroid (PTH) (Bunner,
2011).
e. Komplikasi
1. Peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor
2. Dehidrasi
3. Batu ginjal
4. Hiperkalsemia
5. Osteoklastik
6. Osteitis fibrosa cystica
3. Hipoparatiroidisme
a. Definisi
Hipoparatiroid adalah gabungan gejala dari produksi hormon paratiroid yang
tidak adekuat. Keadaan ini jarang sekali ditemukan dan umumnya sering sering
disebabkan oleh kerusakan atau pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi
paratiroid atau tiroid, dan yang lebih jarang lagi ialah tidak adanya kelenjar paratiroid
(Bunner, 2011).
b. Etiologi
Jarang sekali terjadi hipoparatiroidisme primer, dan jika ada biasanya terdapat pada
anak-anak dibawah umur 16 tahun. Ada tiga kategori dari hipoparatiroidisme
(Bunner, 2011):
b) Idiopatik, penyakit ini jarang dan dapat kongenital atau didapat (acquired).
2. Hipomagnesemia.
c. Dasar Diagnosis
1. Anamnesis
Melakukan penilaian hipoparatiroid dimulai dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang. Anamnesis seperti rasa nyeri,
pegal, kesemutan, kelelahan, masalah dengan ingatan (memori).
2. Pemeriksaan fisik
Gejala-gejala utama adalah reaksi-reaksi neuromuscular yang berlebihan
yang disebabkan oleh kalsium serum yang sangat rendah. Keluhan-keluhan dari
penderita (70 %) adalah tetani atau tetanic aequivalent.
Tetani menjadi manifestasi sebagai spasmus corpopedal dimana tangan
berada dalam keadaan fleksi sedangkan ibu jari dalam adduksi dan jari-jari lain
dalam keadaan ekstensi. Juga sering didapatkan articulatio cubitti dalam keadaan
fleksi dan tungkai bawah dan kaki dalam keadaan ekstensi.
Dalam titanic aequivalent:
1) Konvulsi-konvulsi yang tonis atau klonis
2) Stridor laryngeal (spasme ) yang bisa menyebabkan kematian
3) Parestesia
4) Hipestesia
5) Disfagia dan disartria
6) Kelumpuhan otot-otot
7) Aritmia jantung
1) Erb’s sign:
Dengan stimulasi listrik kurang dari 5 milli-ampere sudah ada kontraksi dari
otot (normal pada 6 milli-ampere)
2) Chvostek’s sign:
Ketokan ringan pada nervus fasialis (didepan telinga tempat keluarnya dari
foramen sylomastoideus) menyebabkan kontraksi dari otot-otot muka
3) Trousseau’s sign:
Jika sirkulasi darah dilengan ditutup dengan manset (lebih dari tekanan
sistolik) maka dalam tiga menit tangan mengambil posisi sebagaipada spasme
carpopedal.
4) Peroneal sign:
Dengan mengetok bagian lateral fibula di bawah kepalanya akan terjadi
dorsofleksi dan adduksi dari kaki.
Pada ± 40 % dari penderita-penderita kita mencurigai adanya
hipoparatiroidisme karena ada kejang-kejang epileptik. Sering pula terdapat
keadaan psikis yang berubah, diantaranya psikosis. Kadang-kadang terdapat pula
perubahan-perubahan trofik pada ectoderm:
3. Pemeriksaan Penunjang
1) Kalsium serum rendah
2) Fosfat anorganik dalam serum tinggi
3) Fosfatase alkali normal atau rendah
4) Foto Rontgen:
Sering terdapat kalsifikasi yang bilateral pada ganglion basalis di
tengkorak
Kadang-kadang terdapat pula kalsifikasi di serebellum dan pleksus koroid
Density dari tulang bisa bertambah
5) EKG: biasanya QT-interval lebih panjang
d. Patogenesis
jadi diagnosis tidak dapat dibuat segera sesudah operasi (Bunner, 2011).
e. Komplikasi
1. Hipokalsemia
Keadaan kinis yang disebabkan oleh kadar kalsium serum kurang dari 9
mg/100 ml. Keadaan ini mungkin disebabkan oleh terangkatnya kelenjar
paratiroid waktu pembedahan atau sebagai akibat destruksi autoimun dari kelenjar
kelenjar tersebut.
2. Insufisiensi ginjal kronik
Pada keadaan ini kalsium serum rendah, fosfor serum sangat tinggi, karena
retensi dari fosfor dan ureum kreatinin darah meninggi.
Daftar pustaka :
Sidabutar RP, Suhardjono, Kapojos EJ. 2005. Penyakit Ginjal Kronik. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI
Sacher, Ronald. A. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium Edisi 11. Jakarta :
EGC
Sudoyo, W. Aru ; Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi V, Interna Publishing, 2009, Jakarta