Anda di halaman 1dari 41

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagian besar wanita meninggal akibat komplikasi selama dan setelah


kehamilan dan persalinan. Komplikasi ini berkembang selama kehamilan dan ada
beberapa komplikasi yang dapat dicegah atau diobati. Komplikasi lain mungkin
ada sebelum kehamilan namun memburuk selama kehamilan, terutama apabila
tidak dilakukan penanganan dan perawatan pada wanita tersebut. Komplikasi
utama yang menyebabkan hampir 75% kematian maternal adalah perdarahan, pre
eklamsia/eklamsia, infeksi, komplikasi persalinan dan unsafe abortion (Syalfina,
2017).
Angka kematian ibu di dunia sangat tinggi khususnya di Negara berkembang.
Kematian ibu karena komplikasi kehamilan atau persalinan sebesar kurang lebih
830 wanita di seluruh dunia setiap hari. Diperkirakan pada tahun 2015, sekitar
303.000 wanita meninggal selama dan setelah kehamilan dan persalinan Beberapa
Negara sejak tahun 1990 telah melakukan upaya penurunan angka kematian ibu.
Antara tahun 1990 dan 2015, angka kematian ibu di seluruh dunia turun sekitar
44% atau kurang lebih hanya 2,3% per tahun. Hampir semua kematian ibu (99%)
terjadi di negara berkembang. Lebih dari setengah kematian di dunia terjadi di sub
Sahara Afrika dan hampir sepertiga di Asia Selatan (WHO, 2016).
Penyebab kematian maternal merupakan hal yang cukup kompleks, yang
dapat digolongkan pada faktor-faktor reproduksi, komplikasi obstetrik, pelayanan
kesehatan dan sosioekonomi. Faktor komplikasi obstetrik yaitu antara lain
disebabkan karena abortus, kehamilan ektopik, perdarahan pada kehamilan
trimester 3, perdarahan post partum, distosia bahu, pengguran kandungan dan
infeksi nifas. Infeksi nifas sendiri dapat terjadi pada keadaan persalinan yang tidak
mengindahkan syarat-syarat asepsis-antisepsis, partus lama, kebuban pecah dini
dan sebagainya (Prawirohardjo, 2010).
Di Indonesia penyebab kematian ibu didominasi oleh lebih dari 90% karena
Trias Klasik yaitu meliputi perdarahan 40-60%, preeklamsi/ eklamsi 20-30% dan
infeksi 20-30% (Depkes, 2001). Sedangkan penyebab kematian langsung adalah
karena penyulit kehamilan, persalinan dan nifas dan dari penyebab tersebut

1
2

ditemukan sebanyak 65% karena Ketuban Pecah Dini (KPD) yang banyak
menimbulkan infeksi pada ibu dan bayi (Saifuddin, 2002).
Prevalensi ketuban pecah dini/ prematur berkisar 3-18% dari seluruh
kehamilan. Saat aterm, 8-10% wanita hamil datang dengan ketuban pecah dini
dan 30-40% dari kasus ketuban pecah dini merupakan kehamilan preterm atau
hanya sekitar 1,7% dari seluruh kehamilan. Ketuban pecah dini berpengaruh
terhadap kehamilan dan persalinan. Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan
persalinan disebut periode laten (lag period = LP). Bila periode laten terlalu
panjang dan ketuban sudah pecah, maka terjadi infeksi yang dapat meningkatkan
angka kematian ibu dan anak (Sarwono, 2010).
Komplikasi yang paling sering terjadi pada ibu sehubungan dengan KPD
ialah terjadinya korioamnionitis dengan atau tanpa sepsis yang meningkatkan
morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi pada ibu dan bayi.
Terjadinya infeksi maternal sehubungan dengan KPD tergantung dari lamanya
masa laten, dimana makin muda umur kehamilan makin memanjang periode laten
sedangkan persalinan lebih pendek dari biasanya, yaitu pada primi 10 jam dan
multi 6 jam (Oxorn, 2010).
Tidak hanya membahayakan ibu, ketuban pecah dini juga dapat menimbulkan
komplikasi pada bayi. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, penyebab
kematian neonatal 0–6 hari adalah gangguan pernapasan (37%), prematurias
(34%), sepsis (12%), hipotermi (7%), ikterus (6%) dan kelainan kongenital (1%)
(Riskesdas, 2007). Beberapa penyebab kematian neonatal tersebut dapat terjadi
akibat ketuban pecah dini, seperti gangguan pernafasan, prematuritas, dan
sepsis.5,6 Keadaan asfiksia juga merupakan komplikasi dari terjadinya ketuban
pecah dini. Asfiksia merupakan keadaan fetus yang mengalami gangguan oksigen
atau gangguan perfusi (Abrar et al, 2017).
Pelayanan antenatal/asuhan antenatal merupakan cara penting untuk
memonitor dan mendukung kesehatan ibu hamil normal dan mendeteksi ibu
dengan kehamilan normal. Tenaga kesehatan akan menemukan wanita hamil
dengan komplikasi-komplikasi yang mungkin dapat mengancam jiwa, sehingga
persalinan dengan komplikasi maternal dapat segera ditanggulangi (Yuni dalam
Rosmiarti, 2016). Tersedianya tenaga kesehatan terlatih pada persalinan sangat
3

penting untuk deteksi dini dan penanganan tepat-cepat komplikasi yang dapat
terjadi. Komplikasi pada persalinan sering terjadi tanpa dapat diketahui
penyebabnya atau diperkirakan sebelumnya. Dengan demikian, peran sektor
kesehatan pada upaya penurunan mortalitas dan morbiditas ibu dan bayi baru lahir
meliputi tersedianya tenaga kesehatan terlatih setiap persalinan, yang mampu
menangani persalinan aman, bersih serta pelayanan yang adekuat di fasilitas
rujukan termasuk tersedianya fasilitas tranfusi darah dan tindakan seksio sesarea
dan dapat meningkatkan kemampuan ibu dalam mengambil keputusan, persiapan
biaya, prilaku terhadap pelayanan kesehatan dan lain-lain (Prawiroharjo dalam
Rosmiarti, 2016).
Perawat Maternitas sebagai salah satu tenaga kesehatan bertugas secara
kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain dalam melakukan asuhan keperawatan
maternitas yang baik pada ibu hamil saat terjadi persalinan dengan
mempertimbangkan keselamatan bagi ibu dan bayi terutama untuk kasus
komplikasi persalinan dengan ketuban pecah dini. Untuk itulah kami bermaksud
untuk menyusun Asuhan keperawatan pada komplikasi persalinan dengan ketuban
pecah dini.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana Konsep dan Pendekatan Asuhan Keperawatan Pada Komplikasi


Persalinan Ketuban Pecah Dini?

1.3. Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk menjelaskan Konsep dan Pendekatan Asuhan Keperawatan Pada


Komplikasi Persalinan Ketuban Pecah Dini.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari makalah ini adalah:

1.3.2.1 Untuk mengetahui Definisi Persalinan, Anatomi Fisiologi Amnion dan


Ketuban Pecah Dini.
4

1.3.2.2 Untuk mengetahui Etiologi, Patofisiologi, Manifestasi Klinik,


Klasifikasi, Faktor Resiko, Penatalaksanaan, Komplikasi dan
Pemeriksaan Penunjang Ketuban Pecah Dini.
1.3.2.3 Untuk mengetahui Pengkajian Asuhan Keperawatan Pada Komplikasi
Persalinan Ketuban Pecah Prematur.
1.3.2.4 Untuk mengetahui Diagnosa keperawatan Asuhan Keperawatan Pada
Komplikasi Persalinan Ketuban Pecah Prematur.
1.3.2.5 Untuk mengetahui Intervensi keperawatan Asuhan Keperawatan Pada
Komplikasi Persalinan Ketuban Pecah Prematur.
1.3.2.6 Untuk mengetahui Implementasi Keperawatan Asuhan Keperawatan
Pada Komplikasi Persalinan Ketuban Pecah Prematur.
1.3.2.7 Untuk mengetahui Evaluasi Keperawatan Asuhan Keperawatan Pada
Komplikasi Persalinan Ketuban Pecah Prematur.

1.4 Manfaat.
1.4.1 Sebagai bahan pembelajaran tentang Konsep Persalinan dengan Ketuban
Pecah Dini.
1.4.2 Sebagai bahan pembelajaran untuk menyusun Asuhan Keperawatan Pada
Komplikasi Persalinan Ketuban Pecah Dini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Umum Persalinan


2.1.1 Pengertian
Persalinan adalah suatu pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari
dalam uterus melalui vagina kedunia luar.Persalinan adalah rangkaian proses yang
berakhir dengan pengeluaran hasil konsepsi oleh ibu. (Varney, 2008). Persalinan
adalah proses membuka dan menipisnya serviks dan janin turun ke dalam jalan
lahir. (Sujiyatini, 2010)

2.1.2 Sebab-sebab terjadinya persalinan


Penyebab terjadinya persalinan belum diketahui dengan pasti. Beberapa
teori kemungkinan terjadinya proses persalinan, yaitu :
a) Teori Kadar Progesteron
Progesteron yang mempunyai tugas mempertahankan kehamilan semakin
menurun dengan dengan makin tuanya kehamilan, sehingga otot rahim mudah
dirangsang oleh oksitosin.
b) Teori Oksitosin
Menjelang kelahira oksitosin makin meningkat, sehingga cukup kuat untuk
merangsag persalinan.
c) Teori Regangan Otot Rahim
Dengan meregangnya otot rahim dalam batas tertentu menimbulkan kontraksi
persalinan dengan sendirinya.
d) Teori Prostaglandin
Prostaglandin banyak dihasilkan oleh lapisan dalam rahim diduga dapat
menyebabkan kontraksi rahim. Pemberian protaglandin dari luar dapat
merangsang kontraksi otot rahim dan terjadi persalinan atau gugur kandung.

2.1.3 Jenis-jenis persalinan


a) Persalinan spontan
Persalinan spontan adalah bila persalinan berlangsung dengan tenaga sendiri.

5
6

b) Persalinan buatan
Persalinan buatan adalah bila persalinan denga bantuan tenaga luar.
c) Persalinan anjuran
Persalinan anjuran adalah bila kekuatan yang diperlukan untuk persalinan
ditimbulkan dari luar dengan jalan rangsangan. (Manuaba, 1999)

2.1.4 Tahap persalinan


a) Kala I atau kala pembukaan
Dimulai dari adanya his yang adekuat sampai pembukaan lengkap. Pada kala I
dibagi dalam 2 fase :
- Fase laten
Dimalai sejak awal kontraksi sampai dengan pembukaan 3 cm, membutuhkan
waktu 8 jam.
- Fase aktif
Dimulai dari pembukaan 4 cm sampai dengan pembukaan 10 cm, membutuhkan
waktu 6 jam.
b) Kala II atau kala pengeluaran
Dari pembukaan lengkap sampai lhirnya bayi. Proses ini bisanya berlangsung 2
jam pada primi dan 1 jam pada multi.
c) Kala III atau kala uri
Dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang berlangsung
tidak lebih dari 30 menit.
d) Kala IV atau kala pengawasan
Kala ini dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama post partum.
(Sujiyatini, 2010)
7

2.2. Anatomi Fisiologi Amnion


Lapisan-lapisan selaput ketuban :

a. Amnion : membran transparant berwarna abu-abu yang melapisi korion.


Selaput ini menutup pars fetal plasenta dan talipusat. Kantung amnion berisi
cairan amnion dan janin berada dalam cairan tersebut.
b. Histologi : Selaput amnion terdiri dari 5 lapisan
1. Lapisan seluler
2. Membrana basalis
3. Stratum kompaktum
4. Stratum fibroblas
5. Stratum spongiosum di bagian paling luar dan melekat dengan lapisan
seluler korion
c. Korion : membran bagian paling luar dan menempel pada dinding uterus
serta menempel pada tepi plasenta Histologi Korion : terdiri dari 4 lapisan
1. Lapisan seluler
2. Lapisan retikuler padat
3. Pseudo-basement membrane
4. Trofoblas
8

d. Cairan Amnion
1. Cairan jernih agak pucat dan sedikit basa ( pH 7.2 )
2. Pada pertengahan kehamilan jumlahnya sekitar 400 ml dan pada kehamilan
36 – 38 minggu mencapai 1000 ml setelah itu volume terus menurun dan
penurunan berlanjut terus sampai kehamilan postmatur.
e. Komposisi :
1. Air ( 98 – 99% )
2. Karbohidrat ( glukosa dan fruktora ), protein ( albumin dan globulin ),
lemak, hormon (sterogen dan progesteron ) , enzym ( alkali fosfatase )
3. Mineral ( natrium, kalium dan klorida )
4. Material lain ( vernix caseosa, rambut lanugo, sel epitel yang terkelupas dan
mekonium)
f. Sirkulasi :
Cairan amnion bersifat dinamik dan senantiasa ber sirkulasi dengan kecepatan 500
ml setiap jamnya.

g. Asal :

1. Janin ( produksi utama )


- Sekresi aktif dari epiteo amnion
- Transudasi sirkulasi janin
- Air seni janin
2. Maternal
- Transudasi dari sirkulasi maternal
Cairan amnion diabsorbsi melalui amnion kedalam sirkulasi maternal dan melalui
gastrointestinal janin (proses menelan pada janin.
Fungsi :
1. Selama kehamilan
- Melindungi janin terhadap trauma
- Medium bagi gerakan janin
- Mempertahankan suhu tubuh janin
- Sumber nutrisi janin
- Medium eksresi janin
9

2. Selama persalinan
3. “Fore water” ( cairan ketuban yang berada di depan bagian terendah janin )
membantu proses dilatasi servik.
4. Antiseptik jalan lahir setelah ketuban pecah

2.3. Kelainan Amnion


a. Ketuban Pecah Dini
Adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan sebelum ada tanda-tanda
persalinan dan tidak diikuti oleh munculnya tanda persalinan 1 jam setelahnya
b. Polihidroamnion
Polihidramnion merupakan keadaan dimana jumlah air ketuban lebih banyak
dari normal atau lebih dari dua liter. Polihydramnion atau disingkat hidramnion
saja didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana jumlah air ketuban melebihi 2
liter.
Sedangkan secara klinik adalah penumpukan cairan ketuban yang berlebihan
sehingga menimbulkan rasa tidak nyaman pada pasien. Sedangkan secara USG
jika Amniotic Fluid Index (AFI)>20 atau lebih.
c. Oligohidramnion
Suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari normal, yaitu kurang dari 500 cc.

2.4. Ketuban Pecah Dini


Definisi Ketuban Pecah Dini adalah : pecahnya ketuban sebelum
waktunya melahirkan/sebelum inpartu, pada pembukaan < 4 cm (fase laten). Hal
ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya
melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu. KPD
yang memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya
melahirkan. KPD merupakan komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan
kurang bulan, dan mempunyai kontribusi yang besar pada angka kematian
perinatal pada bayi yang kurang bulan. Pengelolaan KPD pada kehamilan kurang
dari 34 minggu sangat komplek, bertujuan untuk menghilangkan kemungkinan
terjadinya prematuritas dan RDS (Respiration Dystress Syndrome). (Oxorn &
William, 2010)
10

Ketuban pecah dini dapat secara teknis didefinisikan sebagai pecah


ketuban sebelum awitan persalinan, tanpa memerhatikan usia gestasi. Namun,
dalam praktik dan dalam penelitian, pecah ketuban dini didefinisikan sesuai
dengan jumlah jam dari waktu pecah ketuban sampai awitan persalinan. KPD
preterm adalah KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu, KPD memanjang adalah
KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan. (Nugroho,
2012).
Ketuban pecah dini (Premature Rupture of Membranes/
PROM) adalahpecahnya selaput ketuban secara spontan sebelum ada tanda-tanda
persalinan dan tidak diikuti oleh munculnya tanda persalinan 1 jam setelahnya.
Ketuban Pecah Dini dapat terjadi pada usia kehamilan prematur (<37 minggu) dan
aterm (>37 minggu) (Armini, dkk, 2016).Insidensinya antara 10-12%. Pada
sekitar 20%, bayinya prematur. (Nugroho, 2012)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan.
Sebagian besar ketuban pecah dini yang terjadi pada umur kehamilan diatas 37
minggu, sedangkan pada umur kehamilan kurang 36 minggu tidak terlalu banyak.
Ketuban pecah dini merupakan masalah kontroversial obstetric dalam kaitannya
dengan penyebabnya. Pecahnya selaput ketuban sebelum waktunya menyebabkan
kemungkinan infeksi dalam rahim, persalinan prematuritas yang akan
meningkatkan kesakitan dan kematian ibu maupun janinnya (Manuaba, 2009).

2.5. Etiologi
Helen Varney dkk dalam Buku Ajar Asuhan Kebidanan menjelaskan
bahwa penyebab KPD masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara
pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktir-faktor yang berhubungan erat dengan
KPD, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui.
Kemungkinan yang menjadi faktor predisposisinya adalah:
 Infeksi : Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun
asenderen dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan
tejadinya KPD
 Serviks yang inkompetensia, kanalis servikalis yang selalu terbuka oleh
karena kelainan pada servik uteri (akibat persalinan, curetage)
11

 Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan


(overdistensi uterus) misalnya trauma, hidramnion, gamelli.
 Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam,
maupun amniosintesis menyebabkan terjadinya KPD karena biasanya
disertai infeksi
 Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah yang
menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan
terhdapat membran bagian bawah
 Keadaan sosial ekonomi
 Faktor golongan darah, akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak
sesuai dapat menimbulkan kelemahan bawaan termasuk kelemahan
jaringan kulit ketuban
 Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu
 Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum
 Definisi gizi dari tembaga atau asam askorbat (Vitamin C)

2.6. Patofisiologi
KPD dapat terjadi karena adanya penurunan jumlah kolagen yang
menyebabkan membran selaput ketuban menjadi lemah atau terjadinya
peningkatan tekanan intraamniotik. Pada kasus infeksi terjadi respon inflamasi
dan pelepasan bakterial protease dan kolagenase yang menyebabkan kekuatan
kolagen di dalam selaput ketuban (Armini, dkk, 2016).
Prawirohardjo, 2010 menjelaskan ketuban pecah dalam persalinan secara
umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan peregangan berulang. Selaput
ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang
menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput
ketuban rapuh. Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraselular
matriks. Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan
aktivitas kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah.
Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1
mengarah pada degradasi proteolitik dari matriks ekstraseluler dan membrane
janin. Aktivitas degradasi proteolitik ini meningkat menjelang persalinan. Pada
12

penyakit periodonititis di mana terdapat peningkatan MMP, cenderung terjadi


Ketuban Pecah Dini. Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada
trimester ketiga selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput
ketuban ada hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim, dan
gerakan janin.
Pada trimester terakhir terjadi perubahan biokimia pada selaput ketuban.
Pecahnya ketuban pada kehamilan secara aterm merupakan hal fisiologis.
Ketuban Pecah Dini pada kehamilan premature disebabkan oleh adanya faktor-
faktor eksternal, misalnya infeksi yang menjalar dari vagina. Ketuban Pecah Dini
premature sering terjadi pada polihidramnion, inkompetenserviks. Solusio
plasenta (Prawirohardjo, 2010).

2.7. Tanda Gejala


Menurut Chamberlain G, Morgan M(2011) tanda dan gejala ketuban pecah dini
yaitu:
 Keluarnya cairan per vaginam yang tidak dapat ditahan. Cairan dapat
berwarna jernih dan berbau khas, atau keruh (kehijauan, kekuningan,
kecoklatan). Cairan juga dapat merembes sedikit demi sedikit atau sekaligus
banyak
 Pada palpasi abdomen janin mudah diraba karena cairan ketuban berkurang
 Tes lakmus didapatkan perubahan warna kertas lakmus apabila dibasahi
dengan cairan ketuban yaitu dari warna merah akan menjadi biru karena sifat
cairan ketuban yang basa (ph 6,5-7,5)

Tanda-tanda dan gejala ketuban pecah dini menurut Nugraha (2010), antara lain :
 Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina.
 Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin
cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris
warna darah. Biasanya agak keruh dan bercampur dengan lanugo (rambut
halus pada janin) serta mengandung verniks caseosa (lemak pada kulit bayi).
 Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai
kelahiran. Tetapi bila ibu duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak
13

di bawah biasanya “mengganjal” atau “menyumbat” kebocoran untuk


sementara.
 Bercak vagina banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat
merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi

2.8. Klasifikasi
Berdasarkan waktu terjadinya KPD dibedakan menjadi (Armini, dkk 2016)
 Ketuban pecah pada usia kehamilan prematur (<37 minggu) disebut dengan
ketuban pecah prematur yang dapat memicu terjadinya persalinan prematur
 Ketuban pecah pada usia kehamilan aterm (≥37 minggu) atau apabila ketuban
pecah ketika ibu masih berada pada kala I fase laten dimana masih
memerlukan waktu > 12 jam untuk sampai pada pembukaan lengkap

2.9. Faktor Risiko


Beberapa faktor risiko dari KPD (Nugroho, 2012)
 Inkompetensi serviks (leher rahim)
 Polihidramnion (cairan ketuban berlebih)
 Riwayat KPD sebelumnya
 Kelainan atau kerusakan selaput ketuban
 Trauma
 Kehamilan kembar
 Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23 minggu
 Infeksi pada kehamilan seperti bakteri vaginosis

2.10. Penatalaksanaan
Nugroho, 2012 dalam buku Obstetri dan Ginekologi menjelaskan bahwa
ketuban pecah dini termasuk dalam kehamilan beresiko tinggi. Kesalahan dalam
mengelola KPD anak membawa akibat meningkatnya angka morbiditas an
mortalitas ibu maupun bayinya. Penatalksanaan KPD masih dilema bagi sebagian
besar ahli kebidanan. Kasus KPD yang cukup bulan, kalau segera mengakhiri
kehamilan akan menaikkan insidensi bedah cesar, dan kalau menunggu persalinan
spontan akan menaikkan insidensi chorioamnionitis.
14

Kasus KPD yang kurang bulan kalau menempuh cara-cara aktif harus
dipastikan bahwa tidak akan terjadi RDS, dan kalau menempuh cara konservatif
dengan maksud untuk memberi waktu pematangan paru., harus bisa memantau
keadaan janin dan infeksi yang akan memperjelek prognosis janin.
Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur kehamilan
tidak diketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG)
untuk mengetahui umur kehamilan dan letak janin.
Resiko yang lebih sering pada KPD dengan janin kurang bulan adalah
RSD dibandingkan dengan sepsis. Oleh karena itu pada kehamilan kurang bulan
perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu yang optimal untuk persalinan.
Pada umur kehamilan 34 minggu atau lebih biasanya paru-paru sudah matang,
chorioamnionitis yang diikuti dengan sepsis pada janin merupakan sebab utama
meningginya morbiditas mortalitas janin.
Pada kehamilan cukup bulan, infeksi janin langsung berhubungan dengan
lama pecahnya selaput ketuban atau lamanya perode laten. Kebanyakan penulis
sepakat mengambil 2 faktor yang harus dipertimbangkan dalam mengambil sikap
atau tindakan terhadap penderita KPD yaitu umur kehamilan dan ada tidaknya
tanda-tanda infeksi pada ibu.
Beberapa hal yang harus dikaji dengan teliti pada kasus KPD adalah (F.
Gary Cuningha, et all 2010)
1. Pastikan usia kehamilan ibu, karena tata laksana untuk kehamilan aterm dan
prematur berbeda
2. Patikan kapan waktu ketuban pecah dini dan telah berlangsung berapa lama
3. Pastikan tanda-tanda infeksi, yang meliputi : peningkatan suhu tubuh ibu,
maternal dan fetal tachycardia, uterus lembek, dan peningkatan leukosit pada
hasil periksa darah ibu. Jika diperlukan maka dapat dilakukan kultur cairan
ketuban untuk memastikan adanya infeksi intraamnion
4. Pastikan ada/tidaknya tanda-tanda distress janin dengan pemeriksaan Non
Stress Test (NST) dan USG, NST dapat mengidentifikasi DJJ dan gerakan
janin. Sedangkan USG dapat mengidentifikasi kondisi biofisik janin dan
jumlah cairan ketuban yang masih tersisa
15

5. Pengkajian terhadap maturitas paru janin juga sangat penting dilakukan,


terutama pada kasus KPP. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengambil
sampel cairan ketuban untuk kemudian dilihat kadar phosphatidylgliserol (PG)
didalamnya atau untuk dilihat perbandingan kadar lechitin/sphingomyelin
(L/S) didalamnya. Paru janin dikatakan telah matur jika didalam cairan
ketuban telah mengandung (PG) atau perbandingan L/S adalah 2:1
6. Observasi tanda-tanda inpartu yang menyertai KPD
Adapun penatalaksanaannya :
Konservatif
 Rawat dirumah sakit
 Beri antibiotika : bila ketuban pecah > 6 jam berupa : Ampisillin 4x500 mg
atau Gentamycin 1x80 mg
 Umur kehamilan <32-34 minggu: dirawat selama air ketuban masih keluar
atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
 Bila usia kehamilan 32-34 minggu, masih keluar air ketuban, maka usia
kehamilan 35 minggu dipertimbangkan untuk terminasi kehamilan (hal
sangat tergantung pada kemampuan perawatan bayi premature)
 Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, lekosit, tanda-tanda infeksi intrauterin)
 Pada usia kehamilan 32-34 minggu, berikan steroid selama untuk memacu
kematangan paru-paru janin

Aktif
 Kehamilan>35 minggu : induksi oksitosin, bila gagal dilakukan seksio sesaria
Cara Induksi :1 ampul syntocinon dalam Dektrose 5% dimulai 4 tetes/menit,
tiap ¼ jam dinaikkan 4 tetes sampai maksimum 40 tetes/menit.
 Pada keadaan CPD, letak lintang dilakukan seksio secaria
 Bila ada tanda-tanda infeksi: beri antibiotika dosis tinggi dan persalinan
diakhiri
16

2.11. Komplikasi
Komplikasi ketuban pecah dini Nugroho, 2012 dalam buku Obstetri dan
Ginekologi yaitu:
 Komplikasi paling sering terjadi pada KPD sebelum usia kehamilan 37
minggu adalah sindrom distress pernapasan (RDS = Respiratory Distress
Syndrome), yang terjadi pada 10-40% bayi baru lebih
 Resiko infeksi meningkat pada kejadian KPD
 Semua ibu hamil dengan KPD prematur sebaiknya dievaluasi untuk
kemungkinan terjadinya korioamnionitis (radang pada korion dan amnion)
 Selain itu kejadian prolaps atau keluarnya tali pusat dapat terjadi pada KPD
 Risiko kecacatan atau kematian janin meningkat pada KPD peterm
 Hipoplasia paru merupakan komplikasi fatal yang terjadi padaKPD preterm.
Kejadiannya mencapai hampir 100% apabila KPD preterm ini terjadi pada
usia kehamilan kurang dari 23 minggu

2.12. Pemeriksaan Penunjang


Pemriksaan penunjang (Nugroho 2012) antara lain:
1. Pemeriksaan Laboratorium
 Cairan yang keluar daeri vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau
dan Ph nya
 Cairan yang keluar dari vagina ini ada kemungkinan air ketuban, urine
atau sekret vagina
 Sekret vagina ibu hamil ph 4-5, dengan kertas nitrazin tidak berubah
warna, tetap kuning
 Tes lakmus (tes Nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru
menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). PH air ketuban 7-7,5, darah dan
infeksi vagina dapat menghasilkan tes yang positif palsu
 Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas dan
dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun
pakis
17

2. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)


 Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam
cavum uteri
 Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun
sering terjadi kesalahan pada penderita oligohidroamnion.
18

2.13. WOC

(Verney dkk, 2003)


BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1. Pengkajian
1. Identitas Ibu
2. Riwayat Penyakit
a. Riwayat kesehatan sekarang : ibu datang dengan pecahnya ketuban sebelum
usia kehamilan mencapai 37 minggu dengan atau tanpa komplikasi.
b. Riwayat kesehatan dahulu
 Adanya trauma sebelumnyaakibat efek pemeriksaan amnion.
 Sintetis, pemeriksaan pelvis, dan hubungan seksual.
 Kehamilan ganda, polihidramnion.
 Infeksi vagina/serviks oleh kuman streptokokus.
 Selaput amnion yang lemah/tipis.
 Posisi fetus tidak normal.
 Kelainan pada otot serviks atau genital seperti panjang serviks yang
pendek.
 Multiparitas dan peningkatan usia ibu serta defisiensi nutrisi.
c. Riwayat kesehatan keluarga : ada tidaknya keluhan ibu yang lain yang
pernah hamil kembar atau turunan kembar.
3. Pemeriksaan fisik
a. Kepala dan leher
 Mata perlu diperiksa di bagian sklera, konjungtiva.
 Hidung ada/tidaknya pembengkakan konka nasalis. Ada/tidaknya
hipersekresi mukosa.
 Mulut : gigi karies/tidak, mukosa mulut kering, dan warna mukosa gigi.
 Leher berupa pemeriksaan JVP, KGB, dan tiroid.
b. Dada
 Toraks
Inspeksi : kesimetrisan dada, jenis pernapasan torak abdominal, dan
tidak ada retraksi dinding dada. Frekuensi pernapasan normal 16-24
kali/menit.Iktus cordis terlihat/tidak.

19
20

Palpasi : Payudara tidak ada pembengkakan


Auskultasi :Terdengar BJ I dan II di IC kiri/kanan. Bunyi napas normal
vesikuler.
 Abdomen
Inspeksi : ada/tidak bekas operasi, striae, dan linea
Palpasi : TFU, kontraksi ada/tidak, posisi, kandung kemih penuh/tidak.
Auskultasi : DJJ ada/tidak
c. Genitalia
 Inspeksi : kebersihan, ada/tidaknya tanda-tanda REEDA (red, edema,
discharge,approximately), pengeluaran air ketuban (jumlah, warna, bau)
dan lendir merah muda kecoklatan.
 Palpasi : pembukaan serviks (0-4)
 Ekstremitas : edema, varises ada/tidak

4. Pemeriksaan Diagnostik
a. Hitung darah lengkap untuk menentukan adanya anemia, infeksi.
b. Golongan darah dan faktor Rh
c. Rasio lesitin terhadap spingomielin (rasio US) : menentukan maturitas
janin.
d. Tes ferning dan kertas nitrazine : memastikan pecah ketuban
e. Ultrasonografi : menentukan usia gestasi, ukuran janin, gerakan jantung
janin, dan lokasi plasenta
f. Pelvimetri : identifikasi posisi janin.

3.2. Diagnosis Keperawatan


1. Risiko tinggi infeksi maternal yang berhubungan dengan prosedur invasif,
pemeriksaan, vagina berulang, dan ruptur membran amniotik.
2. Kerusakan pertukaran gas pada janin yang berhubungan dengan adanya
penyakit
3. Risiko tinggi cidera pada janin yang berhubungan dengan melahirkan bayi
prematur/ tidak matur.
21

4. Ansietas yang berhubungan dengan krisis situasi, ancaman pada diri sendiri/
janin.
5. Risiko tinggi penyebaran infeksi/ sepsis yang berhubungan dengan adanya
infeksi, prosedur invasif, dan peningkatan pemahaman lingkungan.
6. Risiko tinggi keracunan karena toksik yang berhubungan dengan dosis/ efek
samping tokolitik.
7. Risiko tinggi cedera pada ibu yang berhubungan dengan intervensi
pembedahan, penggunaan obat tokolitik.
8. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan hipersensitivitas otot.
9. Risiko tinggi kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan
penurunan masukan cairan.

3.3. Intervensi Keperawatan


1. Diagnosis 1 : Risiko tinggi infeksi maternal yang berhubungan dengan
prosedur invasif, pemeriksaan vagina berulang, atau ruptur membran
amniotik.
Tujuan : infeksi maternal tidak terjadi.
Kriteria hasil : dalam waktu 3x24 jam ibu bebas dari tanda-tanda infeksi
(tidak demam, cairan amnion jernih, hampir tidak berwarna, dan tidak
berbau).

Intervensi Rasional
Mandiri :
a Lakukan pemeriksaan a Pengulanganpemeriksaan vagina
. vagina awal, . berperandalaminsideninfeksisaluranase
ulangibilapolakontraksiata ndens.
uperilakuibumenandakank
emajuan
b Gunakanteknikaseptiksela b Mencegahpertumbuhanbakteridankont
. mapemeriksaan vagina . aminasipada vagina
c Anjurkanperawatan c Menurunkanrisikoinfeksisaluranasende
. perineum . ns.
22

setelaheliminasisetiap 4
jam dansesuaiindikasi.
d Pantaudangambarkankarak d Padainfeksi, cairan amnion
. tercairanamniotik. . menjadilebihkentaldankuningpekatsert
adapatterdeteksiadanyabau yang kuat.
e Pantausuhu, nadi, e Dalam 4 jamsetelahmembranruptur,
. pernapasan, . insidenkorioamnionitismeningkatsecar
danseldarahputihsesuaiindi aprogresifsesuaidenganwaktu yang
kasi. ditunjukkanmelalui TTV.
f Tekankanpentingnyamenc f Menguranguperkembangankorioamnio
. ucitangan yang . nitispadaibuberisiko.
baikdenganbenar.
Kolaborasi
g Berikancairan oral dan g Meskitidakbolehseringdilakukan,
. parenteral sesuaiindikasi. . namunevaluasiususdapatmeningkatkan
Berikan enema kemajuanpersalinandanmenurunkanrisi
pembersihbilasesuaiindika koinfeksi.
si.
h Berikanantibiotikprofilakti h Antibiotikdapatmelindungiperkemban
. kbiladiindikasikan. . gankorioamnionitispadaibuberisiko.

2. Diagnosis 2 : Gangguan pertukaran gas pada janin yang berhubungan


dengan proses penyakit.
Tujuan : pertukaran gas pada janin kembali normal.
Kriteria hasil yang diharapkan dalam waktu 1x24 jam
a. Klien menunjukkan DJJ dan variabilitas denyut per denyut dalam batas
normal.
b. Bebas dari efek-efek merugikan dan hipoksia selama persalinan.
23

Intervensi Rasional
Mandiri
a Pantau DJJ setiap a Takikardiataubradikardijaninadalahindikasidari
. 15-30 menit . kemungkinanpenurunan yang
mungkinperludiintervensi.
b Periksa DJJ b Mendeteksidistresjaninkarenakolaps alveoli.
. dengansegerabilate .
rjadipecahketuban
danperiksa 5
menitankemudian,
observasi perineum
ibuuntukmendetek
siprolapstalipusat.
c Perhatikandancatat c Padapresentasiverteks, hipoksia yang lama
. warnasertajumlahc . mengakibatkancairan amnion
airan amnion berwarnasepertimekoniumkarenarangsangan
danwaktupecahnya vagal yang merelaksasikansfingter anus janin.
ketuban.
d Catatperubahan d Mendeteksiberatnyahipoksiadankemungkinanp
. DJJ . enyebabjaninrentanterhadappotensicederasela
selamakontraksi. mapersalinankarenamenurunnyakadaroksigen.
Pantauaktivitas
uterus secara
manual
atauelektronik.
Bicarapadaibu/
pasangandanmemb
erikaninformasiten
tangsituasitersebut.
Kolaborasi
e Siapkanuntukmela e Denganpenurunanvisibilitasmungkinmemerluk
. hirkandengancara . ankelahiranseksiocaesariauntukmencegahceder
24

yang paling ajanindankematiankarenahipoksia


baikataudenganinte
rvensibedahbilatid
akterjadiperbaikan.

3. Diagnosis 3 : Ansietas yang berhubungan dengan situasi kritis, ancaman


pada diri sendiri/ janin.
Tujuan : mengurangi kecemasan
Kriteria yang diharapkan dalam waktu 1x24 jam :
a. Menggunakan teknik pernapasan dan relaksasi yang efektif.
b. Berpartisipasi aktif dalam proses melahirkan.

Contoh Kasus Semu

Ny. T umur 26 tahun masuk ke IGD Rumah Sakit A pada 13 Juli 2018
pukul 14.00 WIB dengan G1P0A0 usia kehamilan34 minggu, bayitunggal hidup,
presentasi kepala, inpartu kala I fase laten. Klien datang ke IGD Rumah Sakit
dengan keluhan kencang-kencang sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit.Keluar
air dari jalan lahir sejak ± 5 jam. Air-air tersebut jernih dan berbau amis. Selain
itu, pasien juga mengakui keluar lendir darah dari jalan lahir ± 3 jam sebelum
masuk rumah sakit yang dirasakan semakin hari semakin sering. Pasien merasa
bingung atas apa yang terjadi dan khawatir akan keadaan serta keselamatan
bayinya. Pasien rutin periksa kehamilan di bidan, namun belum pernah melakukan
pemeriksaan dengan USG di dokter Sp.OG
Riwayat menstruasi klien, menarche pada umur 13 tahun.Siklus haid 28
hari atau teratur. Lama haid7 hari. Jumlah dari haid 4 kali ganti pembalut.Hari
pertama haid terakhir 08 November 2017.Taksiran persalinan 15 Agustus 2018.

1. Pengkajian
a. Identitas Ibu
 Nama :Ny. T
 Usia : 26 Tahun
 Alamat : Surabaya
25

 Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga


 Pendidikan : SMP
 Suku : Jawa
 Agama : Islam

b. Identitas Suami
 Nama : Tn. U
 Usia : 30 Tahun
 Alamat : Surabaya
 Pekerjaan : Wiraswasta
 Hubungan : Suami

2. Riwayat Penyakit
a. Riwayat Kehamilan Saat Ini
Keluar air dari jalan lahir sejak ± 5 jam. Air-air tersebut jernih dan berbau
amis. Selain itu, pasien juga mengakui keluar lendir darah dari jalan lahir ±
3 jam sebelum masuk rumah sakit yang dirasakan semakin hari semakin
sering. Pasien merasa bingung atas apa yang terjadi dan khawatir akan
keadaan serta keselamatan bayinya. Pasien rutin periksa kehamilan di bidan,
namun belum pernah melakukan pemeriksaan dengan USG di dokter Sp.OG
b. Riwayat Kehamilan Dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus maupun asma
sebelum masa kehamilan.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Didalam keluarga klien tidak ada yang pernah hamil kembar atau memiliki
keturunan kembar.
d. Keluhan Utama
Klien mengeluh kencang-kencang dan keluar cairan dari jalan lahir.
e. Riwayat Ginekologi
Menarche : 13 tahun
Siklus haid : 28 hari
Teratur/Tidak teratur : Teratur
26

Lama haid : 7 hari


Banyak : 4 kali ganti pembalut
Keluhan : Dismenorhoe pada hari pertama dan kedua haid
f. Riwayat Pekerjaan
Klien pernah bekerja sebagai pelayan toko sebelum menikah dan hamil.
3. Pemeriksaan Fisik
a. TD : 110/70 mmHg
 N : 80x/menit
 RR : 20x/menit
 S : 36,5°C
 BB : 70 kg
 TB : 160 cm
 LILA : 26 cm
b. Kepala dan leher
 Bentuk kepala mesochepal, kepala bersih, tidak terdapat cloasma
gravidarum dan benjolan
 Leher tidak ditemukan pembesaran kelenjar tiroid
 Mata konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
 Hidung tidakterdapat polip pada hidung
 Mulut : gigi tidak terdapat karies/tidak, mukosa mulut kering
 Telinga simetris, telinga bersih dan tidak ada cairan yang keluar dari telinga
c. Dada
 Toraks
Inspeksi :dada simetris, tidak terdapat retraksi dinding dada. RR 24 x/menit,
letak payudara simetris, hyperpigmentasi areola mamae, puting susu
menonjol, belum terdapat keluaran colostrum
Palpasi : payudara tidak ada pembengkakan
Auskultasi : terdengar BJ I dan II di IC kiri/kanan. Bunyi napas normal
vesikuler.
 Abdomen
Inspeksi :tidak terdapat bekas operasi, terdapat striae dan linea
Palpasi :TFU 2 cm dibawah prosesus xipoideus, kandung kemih tidak penuh
27

 Auskultasi : DJJ 132 kali/menit


c. Pemeriksaan Leopold
Leopold I : 4 jari bawah px, teraba lunak tidak melenting
Leopold II : teraba keras, panjang seperti papan dibagian kiri dinding
perut ibu
Leopold III : teraba keras, melenting dan masih bisa digoyangkan
Leopold IV : divergen
Auskultasi DJJ : 132 x/menit kuat dan teratur
d. Genitalia
 Inspeksi : Tidak terdapat tanda-tanda REEDA (red, edema,
discharge,approximately), air ketuban jernih dan berbau amis dan lendir
merah muda kecoklatan.
 Palpasi : Tidak terdapat pembukaan serviks
 Ekstremitas : Tidak terdapat edema pada ekstermitas
3. Analisa Data
Data Fokus Masalah/Problem
DS : - Domain 11
DO : Keamanan/Perlindungan
- Terdapatpengeluarancairanketuban Kelas 1 Infeksi
yang merembes Kode 00004
ResikoInfeksib.dPecahKetubanDini
DS : - Kategori Lingkungan
DO : Subkategori keamanan dan proteksi
- Ketuban pecah dini sejak5 jam Kode D. 0138 Risikocedera pada
sebelum masuk rumah sakit janin b.d Ketuban Pecah Sebelum
- Usia kehamilan 34 minggu Waktunya
DS : Pasien mengatakan merasa Kategori Psikologis
khawatir akan keadaan dan Subkategori Integritas Ego
keselamatan bayinya. Kode D. 0080 Ansietas b.d Krisis
DO : Situasional
- Klien terlihat cemas dan bingung
28

4. Diagnosa Keperawatan
- Resiko Infeksi berhubungan dengan Ketuban Pecah Dini
- Risiko cedera pada janin b.d Ketuban Pecah Sebelum Waktunya (SDKI)
- Ansietas b.d Krisis situasional (SDKI)

5. Intervensi Keperawatan
Dx NOC NIC
Resiko Resiko Infeksi : Resiko
Infeksi Kontrol Resiko (1902) Infeksi
b.d Setelah dilakukan tindakan Perawatan
Ketuban keperawatan diharapkan klien Kehamila
Pecah menunjukkan control risiko dengan n Resiko
Dini criteria hasil klien akan: Tinggi
- Bebas dari tanda-tanda infeksi. (6800)
1. Kaji
kondis
i
medis
actual
yang
berhub
ungan
denga
n
kondis
i
keham
ilan
yang
buruk
(missa
l:
29

diabet
es,
hiperte
nsi,
lupus,
dll)
2. Kaji
Riway
at
keham
ilan
dan
kelahir
an
yang
berhub
ungan
denga
n
factor
resiko
keham
ilan
(misal:
premat
ure,
postm
ature,
preecl
ampsia
,
keham
30

ilan
ganda,
ketuba
n
pecah
dini,
plasent
a
previa,
dll)
3. Kaji
factor
sosio
demog
rafi
yang
berhub
ungan
denga
n
kondis
i
keham
ilan
yang
buruk
(usia
keham
ilan,
ras,
kemis
kian,
31

keterla
mbata
n atau
ketiad
aan
pemeri
ksaan
keham
ilan
4. Motiv
asi
untuk
mengu
ngkap
kan
perasa
an dan
ketaku
tan
terhad
ap
peruba
han
gaya
hidup,
kondis
i janin
dan
lain
lain.
5. Lakuk
an
32

kunjun
gan
persip
an
pada
NICU
jika
kelahir
an
premat
ure
telah
diantis
ipasi
(misal
nya
keham
ilan
ganda)
6. Ajarka
n cara
mengh
itung
geraka
n janin
(Panta
u DJJ)
7. Lakuk
an tes
untuk
menge
valuasi
33

status
janin
dan
fungsi
plasent
a,
seperti
non
stress
test
(NST)
Oxytoc
hin
Challe
nge
Test
(OCT)
, profil
biofisi
k janin
dan
USG
8. Monit
or
ketat
status
fisik
dan
psikol
ogis
selama
keham
34

ilan :
Anjurk
an
bedres
t total
pada
ibu
untuk
mence
gah
ketuba
n
keluar
berlebi
h
9. Kolab
orasi
pembe
rian
okstio
sin,
antibio
tik dan
dexam
etason
(pada
bayi
premat
ur
untuk
menin
gkatka
35

n
kemat
angan
paru)
Risikoce Status Maternal : Antepartum Resiko
dera (2509) Cedera
pada Setelahdilakukantindakankeperawatan Monitor
janin b.d diharapkan Janin
Ketuban gawatjanintidakterjadidengankriteriaha Secara
Pecah sil: Elektronik
Sebelum 1. DJJ dalamrentang normal (120-150 :
Waktun kali/menit). Antepartu
ya 2. Janindapatdiinduksi. m (6771)
(SDKI) 3. Tidakkeluarcairanberwarnaputihdan 1. Ukur
keruhdari vagina. tanda-
tanda
vital
ibu
2. Verifik
asi
denyut
jantung
ibu dan
janin
sebelu
m
memul
ai
pemant
auan
janin
secara
36

elektro
nik
3. Tempel
kan
transdu
ser
ultasou
nd ke
daerah
rahim
dimana
suara
jantung
janin
terdeng
ar dan
terdete
ksi
dengan
jelas
4. Cek
kembal
i
apakah
denyut
jantung
janin
normal
Induksi
Melahirka
n (6850)
1. Tentuk
37

an
indikas
i medi
dan
atau
obstetri
k untuk
dilakuk
annya
induksi
2. Evalua
si
kembal
i status
serviks
dan
verifik
asi
pembu
kaa
sebelu
m
memul
ai
induksi

Ansietas Kontrol Kecemasan Diri (1402) Penguran


b.d Setelahdiberikanasuhankeperawatandi gan
krisis harapkantingkatkecemasanklienberkur Kecemasa
situasio ang, dengankriteriahasil: n (5820)
nal 1. Mengidentifikasi, 1. Gunak
mengungkapkan dan an
38

menunjukkan tehnik untuk pendek


mengontol cemas atan
2. Vital sign dalambatas normal yang
3. Posturtubuh, ekspresiwajah, tenang
bahasatubuhdantingkataktivitasme dan
nunjukkanberkurangnyakecemasa meyaki
n nkan
2. Jelaska
n
semua
prosed
ur
termas
uk
sensasi
yang
akan
dirasak
an
yang
mungki
n
dialami
klien
selama
prosed
ur
dilakuk
an
3. Dorong
keluarg
a untuk
39

menda
mpingi
klien
dengan
cara
yang
tepat
4. Dukun
g
penggu
naan
mekani
smen
koping
yang
sesuai
5. Instruk
sikan
klien
untuk
mengg
unakan
teknik
relaksa
si atau
tindaka
n
pengur
angan
nyeri
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan.
Sebagian besar ketuban pecah dini yang terjadi pada umur kehamilan diatas 37
minggu, sedangkan pada umur kehamilan kurang 36 minggu tidak terlalu banyak.
Pecahnya selaput ketuban sebelum waktunya menyebabkan kemungkinan infeksi
dalam rahim, persalinan prematuritas yang akan meningkatkan kesakitan dan
kematian ibu maupun janinnya.
Terjadinya infeksi maternal sehubungan dengan KPD tergantung dari
lamanya masa laten, dimana makin muda umur kehamilan makin memanjang
periode laten sedangkan persalinan lebih pendek dari biasanya, yaitu pada primi
10 jam dan multi 6 jam. Penatalaksanaan KPD yaitu melakukan perawatan
dirumah sakit, beri antibiotika : bila ketuban pecah > 6 jam berupa : Ampisillin
4x500 mg atau Gentamycin 1x80 mg, untuk usia kehamilan <32-34 minggu:
dirawat selama air ketuban masih keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi,
sedangkan bila usia kehamilan 32-34 minggu, masih keluar air ketuban, maka usia
kehamilan 35 minggu dipertimbangkan untuk terminasi kehamilan (hal sangat
tergantung pada kemampuan perawatan bayi premature), pantau tanda-tanda
infeksi (suhu, lekosit, tanda-tanda infeksi intrauterin), pada usia kehamilan 32-34
minggu, berikan steroid selama untuk memacu kematangan paru-paru janin.

4.2 Saran
1. Diharapkan mahasiswa dapat lebih mempelajari tentang komplikasi
persalinan pada ibu bersalin.
2. Mahasiswa harus menambah informasi dari sumber-sumber yang lain untuk
menambah pengetahuan tentang ketuban pecah dini pada ibu hamil.

40
41

Anda mungkin juga menyukai