Anda di halaman 1dari 39

ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN MASALAH PENURUNAN FUNGSI

SENSORI, DENGAN KATARAK

MATA KULIAH KEPERAWATAN KOMINITAS II

Pembimbing:

Ns. Tamrin, S. Kep

Disusun Oleh:

1. Danang Danu F. (1407007)


2. Eri Andani (1407015)
3. Lisa Umama (1407037)
4. Siska (1407065)
5. Siti Mimatus Sholikhah (1407067)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA HUSADA

SEMARANG

2017

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan seluruh alam atas rahmat dan
hidayah-Nya. Sehingga kami akhirnya dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
“Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Masalah Penurunan Fungsi Sensori” sebagai
tugas kelompok, makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan maupun
petunjuk bagi pembaca.

Terselesainya makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena
itu pada kesempatan ini kami sampaikan terima kasih kepada :

1. Ns. Tamrin, S. Kep sebagai dosen pembimbing dan pengajar yang telah memberi
pengetahuan
2. Teman – teman kelompok kami yang telah banyak membantu dalam terselesainya
makalah ini

Dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu
penulis berharap kepada pembaca untuk memberikan masukan – masukan yang
bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Wassalamualaikum wr.wb

Semarang, Mei 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ....................................................................................................... 4


B. Tujuan .................................................................................................................... 4

BAB II LANDASAN TEORI

A. Sensori Normal ...................................................................................................... 6


B. Proses Menua ......................................................................................................... 7
C. Perubahan Fisiologi Penuaan ................................................................................. 8
D. Masalah Sensori Pada Lansia ................................................................................. 10
E. Diagnosa Keperawatan .......................................................................................... 14
F. Intervensi ................................................................................................................ 14

BAB III LAPORAN KASUS

A. Kasus ...................................................................................................................... 21

BAB IV PEMBAHASAN

A. Pembahasan ............................................................................................................ 32

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................................ 38
B. Saran ...................................................................................................................... 38

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menjadi tua adalah suatu proses natural dan kadang-kadang tidak tampak
mencolok. Penuaan akan terjadi pada hampir semua sistem tubuh manusia dan tidak
semua sistem akan mengalami kemunduran pada waktu yang sama. Meskipun proses
menjadi tua merupakan gambaran yang universal, tidak seorangpun mengetahui
dengan pasti penyebab penuaan dan mengapa manusia menjadi tua pada usia yang
berbeda-beda. (www.doktergerontik.wordpress)
Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses
kehidupan yang ditandai dengan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stress
lingkungan. Penurunan kemampuan berbagai organ, fungsi dan sistem tubuh itu
bersifat alamiah/fisiologis. Penurunan tersebut disebabkan berkurangnya jumlah dan
kemampuan sel tubuh. Pada umumnya tanda proses menua mulai tampak sejak usia
45 tahun dan akan menimbulkan masalah pada usia sekitar 60 tahun.
(www.doktergerontik.wordpress)
Dimasa datang, jumlah lansia di Indonesia semakin bertambah. Tahun 1990
jumlah lansia 6,3 % (11,3 juta orang), pada tahun 2015 jumlah lansia diperkirakan
mencapai 24,5 juta orang dan akan melewati jumlah balita yang ada pada saat itu
diperkirakan mencapai 18,8 juta orang. Tahun 2020 jumlah lansia di Indonesia
diperkirakan akan menempati urutan ke 6 terbanyak didunia.
(www.doktergerontik.wordpress)
Dari kasus yang kita ambil yaitu tentang gangguan penglihatan mata dengan
penyakit katarak. Katarak adalah bagian keruh pada lensa mata yang biasanya bening dan
akan mengaburkan penglihatan. Katarak tidak menyebabkan rasa sakit dan termasuk penyakit
yang sangat umum terjadi.
Lensa mata adalah bagian transparan di belakang pupil (titik hitam di tengah bagian
mata yang gelap) yang berfungsi untuk memfokuskan cahaya pada lapisan retina. Dengan
adanya katarak, kejernihan lensa mata berkurang dan cahaya yang masuk ke mata menjadi
terhalang. Seiring bertambahnya usia, umumnya lensa mata perlahan-lahan akan keruh dan
berkabut. Jadi katarak adalah penyakit yang biasa terjadi seraya kita bertambah tua. Banyak

4
pengidap yang pada akhirnya membutuhkan operasi untuk mengganti lensa yang rusak ini
dengan lensa buatan.

B. Tujuan
Tujuan Umum:
Mahasiswa mendapat gambaran dan pengalaman tentang penetapan proses asuhan
keperawatan secara komperhensif terhadap lansia dengan gangguan sistem
penglihatan dengan katarak
Tujuan Khusus:
1. Mahasiswa diharapkan mampu melakukan pengkajian keperawatan pada lansia
dengan gangguan sistem penglihatan dengan katarak
2. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui definisi gangguan sistem penglihatan
dengan katarak
3. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui bagaimana perubahan fisiologis
penuaan pada penginderaan
4. Mahasiswa mampu mengetahui masalah sensori gangguan penglihatan pada lansia

5
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Sensori Normal
Sensori adalah stimulus atau rangsangan yang datang dari dalam maupun luar
tubuh. Stimulus tersebut masuk ke dalam tubuh melalui organ sensori (panca
indera). Stimulus yang sempurna memungkinkan seseorang untuk belajar berfungsi
secara sehat dan berkembang dengan normal. (Siti Mariam, 2008)
Secara fisiologis, sistem saraf secara terus menerus menerima ribuan informasi
dari organ saraf sensori, menyalurkan informasi melalui saluran yang sesuai, dan
mengintegrasikan informasi menjadi respon yang bermakna. (Siti Mariam, 2008)
Stimulus sensori mencapai organ sensori dan menghasilkan reaksi yang segera
atau informasi tersebut saat itu disimpan ke otak untuk digunakan dimasa depan.
Sistem saraf harus utuh agar stimulus sensori mencapai pusat otak yang sesuai dan
agar individu menerima sensi. Setelah menginterpretasi makna sensasi, maka orang
dapat bereaksi terhadap stimulus tersebut. (Siti Mariam, 2008)
Empat komponen penting pada sensori, yaitu:
1. Stimulus (rangsangan)
2. Reseptor
3. Konduksi
4. Persepsi

Proses sensorik adalah kemampuan untuk memproses atau mengorganisasikan


input sensorik yang diterima. Biasanya proses ini terjadi secara otomatis, misalnya
ketika mendengar suara kicauan burung, otak langsung menterjemahkan sebagai
bahasa atau suara binatang. (Wahyudi Nugroho, 2008)
Proses sensorik diawali dengan penerimaan input (registration), yaitu individu
menyadari akan adanya input. Proses selanjutnya adalah orientation, yaitu tahap
dimana individu memperhatikan input yang masuk. Tahap berikutnya, kita mulai
mengartikan input tersebut (interpretation). Selanjutnya adalah tahap organization,
yaitu tahap dimana otak memutuskan untuk memperhatikan atau mengabaikan input
ini. Tahap terakhir adalah execution, yaitu tindakan nyata yang dilakukan terhadap
input sensorik. (Wahyudi Nugroho, 2008)

6
Melalui panca indra, manusia memperoleh informasi tentang kondisi fisik dan
lingkungan yang berada di sekitarnya. Informasi sensorik yang diterima akan masuk
ke otak tidak hanya melalui mata, telinga, dan hidung,akan tetapi masuk melalui
seluruh anggota tubuh lainnya seperti : (Wahyudi Nugroho, 2008)
1. Mata (Visual)
Disebut juga indera penglihatan. Terletak pada retina.Fungsinya menyampaikan
semua informasi visual tentang benda dan menusia.
2. Telinga (Auditory)
Disebut juga indera pendengaran, terletak di telinga bagian dalam. Fungsinya
meneruskan informasi suara. Dan terdapat hubungan antara sistem auditor
ydengan perkembangan bahasa. Apabila sistem auditory mengalami gangguan,
maka perkembangan bahasanya juga akan terganggu.
3. Hidung (Olfactory)
Disebut juga indera pembau, terletak pada selaput lendir hidung, fungsinya
meneruskan informasi mengenai bau-bauan (bunga, parfum, bau makanan).
4. Lidah (Gustatory)
Disebut juga indera perasa, terletak pada lidah, fungsinya meneruskan informasi
tentang rasa (manis, asam, pahit,dan lain-lain) dan tektur di mulut (kasar, halus,
dan lain-lain).
5. Kulit (Tactile)
Taktil adalah indera peraba. Terletak pada kulit dan sebagian dari selaput lendir.
Bayi yang baru lahir, menerima informasi untuk pertama kalinya melalui indera
peraba ini.

B. Proses Menua
Tahap dewasa merupakan tahap tubuh mencapai titik perkembangan yang
maksimal setelah itu tubuh mulai menyusut dikarenakan jumlah sel sel yang ada
dalam tubuh menurun. Sebagai akibatnya, tubuh juga akan mengalami penurunan
fungsi secara perlahan-lahan. Itulah yang dikatakan proses penuaan. (Siti Mariam,
2008)
Penuaan atau proses terjadinya tua adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi
serta memperbaiki kerusakan yang diderita. Seiring dengan proses menua tersebut

7
tubuh akan mengalami berbagai masalah kesehatan atau yang biasa disebut penyakit
degeneratif. (Siti Mariam, 2008)

C. Perubahan fisiologis penuaan pada Penginderaan


Perubahan pada sistem indra yang dibahas meliputi pengelihatan,
pendengaran, pengecap, penciuman, dan peraba. (Siti Mariam, 2008)
Indra pengelihatan
Sistem pengelihatan erat kaitannya dengan presbiopi (old sight). Lensa kehilangan
elastisitas dan kaku. Otot penyangga lensa lemah dan kehilangan tonus. Ketajaman
pengelihatan dan daya akomodasi dari jarak jauh atau dekat berkurang. Penggunaan
kaca mata dan sistem penerangan yang baik dapat digunakan untuk mengompensasi
hal tersebut.
Indra pendengaran
Pada lansia umumnya disebabkan koagulasi cairan yang terjadi selama otitis media
atau tumor seperti kolesteatoma. Gangguan ini dapat diatasi dengan operasi.
Hilangnya sel – sel rambut koklear, reseptor sensorik primer sistem pendengaran atau
sel saraf koklear ganglion, brain stem trucks dikenal dengan sensoric neurel hearing
loss. Kerusakan sistem ini sangat kompleks dan umumnya tidak dapat disembuhkan.
penyebab gangguan pendengaran lainnya seperti sindrom meniere dengan ggejala
seperti vertigo, mual, muntah, telinga terasa penuh tinnitus, dan hilangnya daya
pendengaran dan aquostik neuroma.. Hal yang sering terjadi pada lansia adalah
hilangnya high pitch terutama konsonan. Apabila berbicara dengan lansia sebaiknya
jelas, pelan, selalu memelihara kontak mata, dan berhadapan sehingga lansia dapat
melihat gerak bibir sewaktu kita berbicara.
Indra peraba
Pada lansia, kulit mengalami atrofi, kendur, tidak elastis, kering, dan berkerut. Kulit
akan kekurangan cairan sehinggga menjadi tipis dab berbercak. Kekeringan kulit
disebabkan atrovi glandula sebasea dan glandula sudorivera. Menipisnya kulit ini
tidak terjadi pada epidermisnya, tetapi pada dermisnya karena terdapat perubahan
dalam jaringan kolagen serta jaringan elastisnya. Bagian kecil pada kulit menjadi
muda retak dan menyebabkan cechymosen. Timbulnya pigmen berwarna coklat pada
kulit, dikenal dengan liver spot. Perubahan kulit banyak dipengaruhi oleh faktor
lingkungan, antara lain angin dan sinar matahari, terutama sinar ultraviolet.
Indra pengecap
8
Pada lidah terdapat banyak tonjolan saraf pengecap yang memberi berbagai sensasi
rasa ( manis, asin, gurih, dan pahit ). Akibat penambahan usia maka jumlah tonjolan
saraf tersebut berkurang, sehingga lansia kurang dapat merasakan rasa kecap,
akibatnya mereka butuh lebih banyak jumlah gula atau garam untuk mendapatkan
rasa yang sama dengan kualitasnya

Tabel:

Perubahan Morfologis Perubahan Fisiologis

Pengelihatan

Penuurunan jaringan lemak disekitar Penurunanan Pengelihatan jarak


mata dekat

Enurunan elastisitas dan tonus Penurunan koordinasi gerak bola


jaringan mata

Penurunan kekuatan otot mata Distorsi bayangan

Penurunan ketajaman kornea Pandangan biru – merah

Degenerasi pada sklera, pupil, dan Comprimised night vision


iris

Peningkatan frekuensi proses Penurunan ketajaman mengenali


terjadinyya penyakit warna hijau, biru dan ungu

Peningkatan densitas dan rigiditas Kesulitan mengenali benda yang


lensa bergerak

Perlambatan proses informasi dari


sistem saraf pusat

Pendengaran

Penurunan sel rambut koklea Kesulitan mendengar suara

9
berfrekuensi tinggi

Perubahan telinga dalam Penurunan kemampuan


membedakan pola titik nada

Degenerasi pusat pendengaran Penurunan kemampuan dan


penerimaan bicara

Hilangnyya fungsi neuratransmiter Penurunan fungsi membedakan


ucapan

Pengecap

Penurunan kemampuan pengecapan Peningkatan nilai ambang untuk


identitas benda

Penciuman

Degenerasi sel sensorik mukosa Penurunan sensitivitas nilai ambang


hidung terhadapa bau

Peraba

Penurunan kecepatan hantaran saraf 1. Penurunan respon terhadap


stimulus taktil

2. Penyimpangan persepsi nyeri

3. Resiko terhadap bahaya termal


yang berlebihan

10
D. Masalah Sensori Pada Lansia
Ada beberapa masalah pada sensori lansia menurut (Wahyudi Nugroho, 2008):
1. Mata atau penglihatan
Mata normal
Mata merupakan organ penglihatan, bagian-bagian mata terdiri dari sklera, koroid
dan retina. Sklera merupakan bagian mata yang terluar yang terlihat berwarna
putih, kornea adalah lanjutan dari sklera yang berbentuk transparan yang ada
didepan bola mata, cahaya akan masuk melewati bola mata tersebutsedangkan
koroid merupakan bagian tengah dari bola mata yang merupakan pembuluh darah.
Dilapisan ketiga merupakan retina, cahaya yang masuk dalm retina akan
diputuskan leh retina dengan bantuan aqneous humor,lensa dan vitous humor.
Aqueous humor merupakan cairan yang melapisi bagian luar mata, lensa
merupakan bagian transparan yang elastis yang berfungsi untuk akomodasi.
Hubungan usia dengan mata Kornea, lensa, iris, aquous humormvitrous humor
akan mengalami perubahan seiring bertambahnya usia., karena bagian utama yang
mengalami perubahan / penurunan sensifitas yang bisa menyebabkan lensa pada
mata, produksi aquous humor juga mengalami penurunan tetapi tidak terlalu
terpengaruh terhadap keseimbangan dan tekanan intra okuler lensa umum.
Bertambahnya usia akan mempengaruhi fungsi organ pada mata seseorang yang
berusia 60 tahun, fungsi kerja pupil akan mengalami penurunan 2/3 dari pupil
orang dewasa atau muda, penurunan tersebut meliputi ukuran-ukuran pupil dan
kemampuan melihat dari jarak jauh. Proses akomodasi merupakan kemampuan
untuk melihat benda-bend dari jarak dekat maupun jauh. Akomodasi merupakan
hasil koordianasi atas ciliary body dan otot-otot ins, apabial sesorang mengalami
penurunan daya akomodasi makaorang tersebut disebut presbiopi.
2. Telinga atau pendengaran
Telinga berfungsi untuk mendengarkan suara dan alat keseimbangan tubuh,
telinga dibagi 3 bagian : telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam. Bagian luar
terdiri dari telinga luar sampai dengan membran tympani, telinga tengah terdiri
dari kavum tympani (Maleus, innkus, stapes) antrum tympani, tuba auditiva
eustachi sedang telinga dalam terdiri dari labirintus osseous, labiririntus
membranous.
Kehilangan pendengaran pada lansia disebut presbikusis. fenonema tersebut
sebagai suatu penyakitsimetris bilateral pada pendengaran yang berkembang

11
secara progresif lambat terutama memengaruhi nada tinggi dan dihubungkan
dengan penuaan. Penyebabnya tidak diketahui, tetapi berbagai faktor yang telah
diteliti adalah: nutrisi, faktor dan arteriosklerosis. Penurunan pendengaran
terutama berupa sensorineural, tetapi juga dapat berupa komponen konduksi yang
berkaitan dengan presbiskusis.
Klasifikasi Gangguan Pendengaran
a. Gangguan Pendengaran Tipe Konduktif
Gangguan bersifat mekanik, sebagai akibat dari kerusakan kanalis auditorius,
membrana timpani atau tulang-tulang pendengaran. Salah satu penyebab
gangguan pendengaran tipe konduktif yang terjadi pada usia lanjut adalah
adanya serumen obturans, yang justru sering dilupakan pada pemeriksaan.
Hanya dengan membersihkan lobang telinga dari serumen ini pendengaran
bisa menjadi lebih baik.
b. Gangguan Pendengaran Tipe Sensori-Neural
Penyebab utama dari kelainan ini adalah kerusakan neuron akibat bising,
prebiakusis, obat yang oto-toksik, hereditas, reaksi pasca radang dan
komplikasi aterosklerosis.
c. Prebiakusis
Hilangnya pendengaran terhadap nada murni berfrekwensi tinggi, yang
merupakan suatu fenomena yang berhubungan dengan lanjutnya usia. Bersifat
simetris, dengan perjalanan yang progresif lambat. Terdapat beberapa tipe
presbiakusis, yaitu :
- Presbiakusis Sensorik
Patologinya berkaitan erat dengan hilangnya sel neuronal di ganglion
spiralis. Letak dan jumlah kehilangan sel neuronal akan menentukan
apakah gangguan pendengaran yang timbul berupa gangguan atas
frekwensi pembicaraan atau pengertian kata-kata.
- Presbiakusis neural
Patologinya berupa hilangnya sel neuronal di ganglion spiralis. Letak dan
jumlah kehilangan sel neuronal menentukan gangguan pendengaran yang
timbul (berupa gangguan frekuensi pembicaraan atau pengertian kata-kata
adanya inkoordinasi, kehilangan memori, dan gangguan pusat
pendengaran).
- Prebiakusis Strial ( metabolic )
12
Abnormalitas vaskularis striae berupa atrofi daerah apical dan tengah dari
kohlea. Prebiakusis jenis ini biasanya terjadi pada usia yang lebih muda
disbanding jenis lain.
- Prebiakusis Konduktif Kohlear ( mekanik )
Diakibatkan oleh terjadinya perubahan mekanik pada membrane basalis
kohlea sebagai akibat proses dari sensitivitas diseluruh daerah tes.
d. Tinitus
Suatu bising yang bersifat mendengung, bisa bernada tinggi atau rendah, bisa
terus menerus atau intermiten. Biasanya terdengar lebih keras di waktu malam
atau ditempat yang sunyi. Apabila bising itu begitu keras hingga bisa didengar
oleh dokter saat auskkkultasi disebut sebagai tinnitus obyektif.
e. Persepsi Pendengaran Abnormal
Sering terdapat pada sekitar 50% lansia yang menderita presbiakusis, yang
berupa suatu peningkatan sensitivitas terhadap suara bicara yang keras.
Tingkat suara bicara yang pada orang normal terdengar biasa, pada penderita
tersebut menjadi sangat mengganggu.
f. Gangguan Terhadap Lokalisasi Suara
Pada lansia seringkali sudah terdapat gangguan dalam membedakan arah
suara, terutama dalam lingkungan yang agak bising
3. Pengecapan
Organ pengecap yang paling berperan adalah pada bagian depan, tepi dan
belakang, rasa manis dan asin berada pada bagian ujung lidah, asam dibagian tepi
sedang pahit dipangkal lidah. Fungsi pengecap akan berubah seiring
bertambahnya usia. Kerusakan fungsi pengecap akan menyebabkan makan kurang
bergairah terkadang seorang lansia perlu menambah jumlah garam karena dia
merasa bahwa maskannya kurang asin (padahal sudah asin).
Kurangnya sensasi rasa dikarenakan pengaruh sensori persarafan.
Ketidakmampuan mengidentifiksi rasa secara unilateral atau bilateral. Adanya
iritasi yang kronis dari selaput lendir, atropi indera pengecapan, hilangnya
sensitifitas dari syaraf pengecap dilidah terutama rasa manis dan asin, hilangnya
sensitivitas dari syaraf pengecap. Masalah yang sering timbul pada lansia adalah
kemapuan mengunyah yang semangkin menurun.

13
4. Penciuman
Pada sistem penciuman terjadi pembentukan kartilago yang terus menerus
terbentuk didalam hidung sesuai proses penuaan, menyebabkan hidung menonjol
lebih tajam. Atropi progresif pada tonjolan olfaktorius juga terjadi, mengakibatkan
kemunduran terhadap dalam indra penciuman. Masalah yang sering terjadi pada
lansia adalah gangguan pada penciuman terhadap bau-bauan. Kenikmatan makan
akan didukung oleh indra pembau, makan yang dibau akan merangsang mukosa
hidung untuk menghantar impuls ke otak untuk menyimpulkan bahwa makan itu
enak atau tidak. Ini juga akan berpengaruh terhadap keinginan pemenuhan nutrisi.

E. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Dengan Kasus Katarak


1. Pengkajian Fokus
Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan
hal yang penting di lakukan baik saat pasien pertama kali masuk rumah sakit
maupun selama pasien dirawat di rumah sakit.
- Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/
bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat dan nomor register.
- Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
Penurunan ketajaman penglihatan dan silau.
b) Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan pendahuluan pasien diambil untuk menemukan masalah
primer pasien, seperti: kesulitan membaca, pandangan kabur, pandangan
ganda, atau hilangnya daerah penglihatan soliter. Perawat harus
menemukan apakah masalahnya hanya mengenai satu mata atau dua mata
dan berapa lama pasien sudah menderita kelainan ini. Riwayat mata yang
jelas sangat penting. Apakah pasien pernah mengalami cedera mata atau
infeksi mata, penyakit apa yang terakhir diderita pasien.
c) Riwayat kesehatan sekarang
Eksplorasi keadaan atau status okuler umum pasien. Apakah ia
mengenakan kacamata atau lensa kontak?, apakah pasien mengalami
kesulitan melihat (fokus) pada jarak dekat atau jauh?, apakah ada keluhan
dalam membaca atau menonton televisi?, bagaimana dengan masalah

14
membedakan warna atau masalah dengan penglihatan lateral atau
perifer?
d) Riwayat kesehatan keluarga
e) Adakah riwayat kelainan mata pada keluarga derajat pertama atau kakek-
nenek.
2. Pemeriksaan fisik
Pada inspeksi mata akan tampak pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil
sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop (Smeltzer, 2002). Katarak
terlihat tampak hitam terhadap refleks fundus ketika mata diperiksa dengan
oftalmoskop direk. Pemeriksaan slit lamp memungkinkan pemeriksaan katarak
secara rinci dan identifikasi lokasi opasitas dengan tepat. Katarak terkait usia
biasanya terletak didaerah nukleus, korteks, atau subkapsular. Katarak terinduksi
steroid umumnya terletak di subkapsular posterior. Tampilan lain yang
menandakan penyebab okular katarak dapat ditemukan, antara lain deposisi
pigmen pada lensa menunjukkan inflamasi sebelumnya atau kerusakan iris
menandakan trauma mata sebelumnya (James, 2005).
3. Perubahan pola fungsi
Data yang diperoleh dalam kasus katarak, menurut (gordon) adalah sebagai
berikut :
- Persepsi tehadap kesehatan
Bagaimana manajemen pasien dalam memelihara kesehatan, adakah
kebiasaan merokok, mengkonsumsi alkohol,dan apakah pasien mempunyai
riwayat alergi terhadap obat, makanan atau yang lainnya.
- Pola aktifitas dan latihan
Bagaimana kemampuan pasien dalam melakukan aktifitas atau perawatan
diri, dengan skor : 0 = mandiri, 1= dibantu sebagian, 2= perlu bantuan orang
lain, 3= perlu bantuan orang lain dan alat, 4= tergantung/ tidak mampu. Skor
dapat dinilai melalui : Aktifitas 0 1 2 3 4
- Pola istirahat tidur
Berapa lama waktu tidur pasien, apakah ada kesulitan tidur seperti insomnia
atau masalah lain. Apakah saat tertidur sering terbangun.
- Pola nutrisi metabolik
Adakah diet khusus yang dijalani pasien, jika ada anjuran diet apa yang telah
diberikan. Kaji nafsu makan pasien sebelum dan setelah sakit mengalami

15
perubahan atau tidak, adakah keluhan mual dan muntah, adakah penurunan
berat badan yang drastis dalam 3 bulan terakhir.
- Pola eliminasi
Kaji kebiasaan BAK dan BAB pasien, apakah ada gangguan atau kesulitan.
Untuk BAK kaji warna, bau dan frekuensi sedangkan untuk BAB kaji
bentuk, warna, bau dan frekuensi.
- Pola kognitif perseptual
Status mental pasien atau tingkat kesadaran, kemampuan bicara, mendengar,
melihat, membaca serta kemampuan pasien berinteraksi. Adakah keluhan
nyeri karena suatu hal, jika ada kaji kualitas nyeri.
- Pola konsep diri
Bagaimana pasien mampu mengenal diri dan menerimanya seperti harga diri,
ideal diri pasien dalam hidupnya, identitas diri dan gambaran akan dirinya.
- Pola koping
Masalah utama pasien masuk rumah sakit, cara pasien menerima dan
menghadapi perubahan yang terjadi pada dirinya dari sebelum sakit hingga
setelah sakit.
- Pola seksual reproduksi
Pola seksual pasien selama di rumah sakit, menstruasi terakhir dan adakah
masalah saat menstruasi.
- Pola peran hubungan
Status perkawinan pasien, pekerjaan, kualitas bekerja, sistem pendukung
dalam menghadapi masalah, dan bagaiman dukungan keluarga selama pasien
dirawat di rumah sakit.
- Pola nilai dan kepercayaan
Apa agama pasien, sebagai pendukung untuk lebih mendekatkan diri kepada
Tuhan atas sakit yang diderita.
4. Diagnosa Keperawatan
a. Ketakutan b.d kehilangan pandangan komplit,jadwal pembedahan atau
ketidakmampuan mendapatkan pandangan
b. Resiko cidera b.d peningkatan tekanan intra okuler (TIO)
c. Gangguan sensori persepsi: penglihatan b.d penerimaan sensori/ perubahan
status organ indera

16
5. Intervensi

Dx NIC NOC Rasional


Keperawatan

Ketakutan b.d Kriteria hasil : 1. Gunakan pendekatan a. Agar dapat


kehilangan - Tingkat ketakutan : yang tenang dan membuat pasien
pandangan keparahan manifestasi meyakinkan tenang
komplit, jadwal rasa 2. Berusaha untuk b. Sebagai
pembedahan, takut,ketegangan,atau memahami perspektif profilaksi untuk
atau kegelisahan berasal pasien dari situasi dapat membuat
ketidakmampuan dari sumber yang di stress pasien
mendapatkan ketahui mengetahui
pandangan - Pengendalian diri dampak setress
terhadap ketakutan : 3. Memberikan c. Agar pasien
tindakan individu untuk informasi yang actual mengetahui
mengurangi atau tentang tentang penyakit,
menurunkan tidak diagnosis,pengobatan, serta komplikasi
mampu akibat rasa dan prognosis yang akan terjadi,
takut.ketegangan atau jadwal
kegelisahan berasal pengobatan dan
dari sumber yang di keberhasian
kenali pengobatan
- Mencari informasi 4. Tetap dengan pasien d. Agar pasien
untuk menurunkan untuk meningkatkan terhindar dari
ketakutan keselamatan dan cedera dan
- Menghindari sumber mengurangi rasa takut membantu dalam
ketakutan bila mungkin mengatasi cemas
- Menggunakan teknik akibat penyakit
relaksasi untuk ataupun
menurunkan ketakutan pengobatan yang
akan di lakukan
5. Dorong keluarga e. Membantu dalam
untuk tinggal dengan mengurangi

17
pasien cidera
6. Menyediakan benda f. Penurunan
yang melambangkan terhadap
keselamatan/keamana kecemasan saat
n pasien
membutuhkan
bantuan tenaga
kesehatan
7. Mendengarkan g. Mengurangi
dengan perhatian kecemasan
Resiko cidera Kriteria hasil : 1. Sediakan lingkungan a. Membantu
b.d peningkatan - Klien terbebas dari yang aman untuk pasien untuk
tekanan intra cidera untuk pasien tetap merasa
okuler (TIO) - Klien mampu aman dan tenang
menjelaskan 2. Identifikasi kebutuhan b. Penurunan
cara/metode untuk keamanan pasien kecemasan
mencegah cidera 3. Menghindari lingkung c. Menurunkan
- Klien mampu an yang berbahaya cidera akibat
menjelaskan factor pengobatan
resiko dari 4. Memasang side rall d. Mengurangi
lingkungan/perilaku tempat tidur cidera
personal 5. Menyediakan tempat e. Membantu
- Mampu memodifikasi tidur yang nyaman dan dalam
gaya hidup untuk bersih mengurangi
mencegah cidera cidera dan
- Mampu mengenali membuat pasien
perubahan status merasa nyaman
kesehatan 6. Membatasi f. Membantu
pengunjung pasien dalam
meningkatkan
istirahat
Gangguan Kriteria hasil : 1. Tentukan ketajaman a. Kebutuhan
sensori persepsi: - Mengenal gangguan penglihatan, catat individu dan

18
penglihatan sensori dan apakah satu atau pilihan
berhubungan berkompensasi kedua mata terlibat. intervensi
dengan terhadap peru bervariasi, sebab
gangguan bahan, kehilangan
penerimaan mengidentifikasi atau penglihatan
sensori/ memperbaiki potensial terjadi secara
perubahan status bahaya dalam lambat dan
organ indera lingkungan progresif.
2. Orientasikan b. Memberikan
pasien terhadap peningkatan
lingkungan, staf, orang kenyamanan dan
lain disekitarnya. kekeluargaan,me
nurunkan cemas
dan disorientasi
pasca operasi.
3. Observasi tanda dan c. Terbangun
gejala disorientasi. dalam
Pertahankan pagar lingkungan tidak
tempat tidur sampai dikenal dan
benar- benar sembuh. keterbatasan
penglihatan
dapat
mengakibatkan
bingung pada
orang tua.
4. Pendekatan dari sisi d. Meningkatkan
yang tidak dioperasi, resiko jatuh bila
bicara dan menyentuh bingung/tidak
sering, dorong tahu ukuran
orang terdekat tinggal tempat tidur
dengan pasien. Memberikan
rangsang sensori
tepat terhadap

19
isolasi dan
menurunkan
bingung.
5. Perhatikan tentang e. Gangguan
suram atau penglihatan/
penglihatan kabur dan iritasi dapat
iritasi mata dimana berakhir 1-2 jam
dapat terjadi bila setelah tetesan
menggunakan obat mata tetapi
teles mata secara bertahap
menurun dengan
penggunaan

20
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA PADA TN. P DENGAN GANGGUAN SISTEM
PENGLIHATAN KATARAK DI WISMA MATAHARI

A. PENGKAJIAN
1. Riwayat klien / Data Biologis
Nama : Tn.P
Alamat : Binjai
Telp :-
Tempat, Tanggal lahir/Umur : Tanjung keliling,4 maret 1932
Jenis kelamin : Laki - Laki
Suku : Jawa
Agama : Islam
Status perkawinan : Duda
Pendidikan :-
Alamat : Binjai
Orang yang paling dekat di hubungi : Anak Kandung
2. Riwayat Keluarga
Tn.P tinggal bersama anak dan menantunya, kemudian menantunya mengantarkan
kepanti sosial, dikarenakan tidak ada yang merawat Tn. P dirumah. Anak
perempuan sibuk bekerja dan mengurusi rumah tangganya sehingga kurang
memperhatikan Tn. P, istri Tn. P sudah meninggal dunia dikarenakan
kelumpuhan. Setelah tinggal di panti sosial Tn. P menikah lagi dengan Ny. S yang
mana mereka bertemu dipanti sosial tersebut dan mereka pun tinggal bersama di
wisma Matahari, tetapi Tn. P mengatakan kalau dia hidup bersama dengan Ny. S
hanya sekitar 5 tahun.
3. Riwayat Pekerjaan
Saat ini Tn.P tidak bekerja, sebelum tinggal di panti sosial Tn. P bekerja sebagai
petani dan kadang - kadang Tn. P pun berjualan tape untuk memenuhi
kebutuhannya sehari - hari. Dan setelah tinggal di panti, Tn. P tidak lagi sanggup
untuk bekerja dikarenakan semakin meningkatnya usia.
4. Riwayat Lingkungan Hidup
Tn. P tinggal bersama anak dan menantunya, yang mana rumah terbuat dari
bambu dan atap dari rumbia, Rumah Tn. P tidak bertingkat, dan didalam rumah

21
terdapat dua kamar. Adapun jumlah orang yang ada di rumah Tn.P tersebut adalah
11 orang, yang mana 8 orang adalah anak dan menantu dari An. S sendiri.
Tetangga terdekat Tn. P adalah Ny. A yang selalu membantu dikala Tn. P
mengalami kesulitan
5. Riwayat Rekreasi
Tn.P mempunyai hobi berjualan, Tn. P hidup dengan rukun bersama anak -
anaknya, Dalam keluarga Tn. P tidak mempunyai kegiatan rekreasi.
6. Sumber / Sistem pendukung yang di gunakan
Bila Tn. P sakit, Tn. P berobat ke klinik yang tidak jauh dari tempat tinggal jauh.
7. Deskripsi hasil khusus (termasuk kebiasaan waktu tidur)
Sebelum tinggal dipanti, Tn. P tidak mempunyai kegiatan atau kebiasaan waktu
tidur. Seteleh tinggal dipanti Tn. P tidur malam ± 7 - 8 jam dan siangnya Tn. P
menghabiskan waktunya untuk tidur dikamar dan akan bangun kalau waktu
makan saja.
8. Status kesehatan saat ini
Sejak satu tahun lalu Tn. P mengeluh nyeri di daerah kepala dan dada. Tn. P
mengalami sakit ini sudah satu tahun, dulunya Tn. P tidak tahu kenapa dia terus
mengalami pusing dan dadanya terasa sesak, tapi setelah Tn. P berobat di klinik
baru Tn. P tahu kalau Tn. P sakit hipertensi. Biasanya Tn. P mengonsumsi
captopril 12, 5 mg 2x1 dan kalau sakit dadanya kumat Tn. P mengkonsumsi neo
napacin tablet 1x dalam sehari. Tn. P tidak pernah di imunisasi, dan Tn. P tidak
ada riwayat alergi, baik alergi terhadap obat maupun makanan. Tn. P makan 3x
sehari dengan ½ porsi, Tn. P mempunyai berat badan : 50 kg, Tn. P tidak punya
masalah dalam mengkonsumsi makanan.
9. Status kesehatan masa lalu
Tn. P tidak mempunyai penyakit pada masa anak - anak, dan tidak pernah di rawat
di rumah sakit. Tetapi Tn. P mengatakan kalau Tn. P pernah mengalami trauma
yang mana waktu usia 18 tahun mata kanan Tn. P terkena batang padi, sehingga
menyebabkan Tn. P tidak bisa melihat sampai sekarang. Dan Tn. P juga
mengatakan sewaktu terjadinya kejadian itu, Tn. P tidak langsung berobat, karena
pada waktu itu menurut keterangan Tn. P belum ada layanan kesehatan, jadi mata
Tn. P hanya di obati dengan obat kampung saja.

22
B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Vital sign TD : 190/100 Mmhg
RR : 28 x/i
Pulse : 98 x/i
Temp : 36 c
Pemeriksaan lain
- Kepala:
Bentuk kepala Tn. P bulat, kulit kepala tidak terlalu bersih, rambut acak - acakan
dengan warna rambut putih, dikepala terdapat ketombe dan bau yang khas. Dan
Tn. P juga mengaku sering mengalami sakit dan gatal pada kulit kepala.
- Mata:
Tn. P mengalami perubahan penglihatan, dikarenakan usia lanjut. Mata Tn. P
hanya satu yang bisa melihat. Hal itu dikarenakan adanya trauma yang terjadi
pada Tn. P sehingga mengakibatkan mata kanannya tidak lagi berfungsi. Tn. P
tidak menggunakan kacamata, sehingga dengan begitu Tn. P tidak terlalu bisa
melihat dengan baik. Fungsi penglihatan : terganggu karena adanya kekeruhan
lensa pada mata sebelah kanan dan mata sebelah kirinya tidak bisa melihat dengan
baik dikarenakan usia lanjut.
- Telinga
Pendengaran Tn. P tidak lagi berfungsi dengan baik, Tn. P tidak bisa mendengar
detak jarum jam, serumen ada dalam batas normal. Di dalam telinga Tn. P tidak
ada keluar cairan maupun peradangan. Tn. P juga tidak menggunakan alat bantu
pendengaran. Fungsi pendengaran : tidak terlalu baik, karna Tn. P tidak lagi bisa
mendengar dengan baik dikarenakan usia Tn. P yang semakin bertambah.
- Hidung
Tn. P dapat mencium dengan baik. Didalam hidung tidak terdapat polip dan tidak
ada obstruksi didalam hidung. Dan didalam hidung Tn. P juga tidak ditemukan
adanya pendarahan maupun peradangan. Fungsi Penciuman : baik, karna Tn. P
masih bisa mencium dengan baik.
- Mulut
Rongga mulut terlihat kotor kering dan pucat. Gigi Tn. P hanya tinggal 3 batang
itu pun tinggal separuh karena habis keropos, lidah terlihat agak kotor dan pucat.
Tn. P mengalami perubahan suara. Suara sesak, dan Tn. P mengalami kesulitan
menelan. Fungsi pengecapan : terganggu karna Tn. P sulit untuk mengunyah

23
dikarenakan gigi yang semakin lama semakin habis keropos dan adanya karies
pada gigi Tn. P
- Leher
Pada leher Tn. P tidak dijumpai pembengkakan pada kelenjar tyroid. Nyeri tidak
ada, dan pada leher Tn. P juga tidak ditemukan benjolan.
- Payudara
Ukuran dan bentuk payudara Tn. P normal. Dan tidak ditemukan adanya kelainan
pada payudara Tn. P Dan pada payudara Tn. P juga tidak ditemukan adanya
benjolan dan pembengkakan serta tidak ada keluar cairan dari putting susu.
- Pernapasan
Inspeksi : simetris kedua lapangan paru
Perkusi : sonor kedua lapangan paru
Palpasi : strem premitus kedua lapangan paru Auskultasi : vesikuler kedua
lapangan paru
- Kardiovaskuler
Tn. P sering mengalami nyeri dan ketidaknyaman pada dada, Tn. P sering
mengalami sesak nafas, dan jika sesak nafasnya kumat Tn. P meminum neo
napacin 1x dalam sehari. Sedangkan didaerah kaki, Tn. P tidak lagi dapat berjalan
dengan baik, Tn. P berjalan bungkuk dan terdapat perubahan warna kaki pada Tn.
P
- Gastrointestinal
Tn. P mengalami disfagia dan perubahan kebiasaan pada defekasi. dan Tn. P juga mengatakan
kalau dia sering mengalami nyeri pada ulu hati. Tetapi walaupun Tn. P mengalami disfagia tetapi
Tn. P masih dapat mencerna makanan dengan baik, walaupun sedikit demi sedikit.
- Musculoskeletal
Tn. P mengalami kelemahan otot, tetapi walaupun demikian Tn. P tidak
mempunyai masalah dengan cara berjalan. Tn. P masih bisa berjalan sendiri tanpa
menggunakan alat bantu seperti tongkat.
- Sistem saraf pusat
Tn. P mengaku sering mengalami sakit kepala, tetapi Tn. P mengatakan kalau
dirinya belum pernah mengalami kejang dan serangan jantung. Karena semakin
meningkatnya usia maka Tn. P mengalami masalah pada memorinya, sehingga
Tn. P tidak mampu mengingat semua masa lalunya.
- Sistem endokrin

24
Tn. P mengalami perubahan pada tekstur kulit, turgor kulit lambat kembali jika
diberi respon, dan Tn. P juga menagalami perubahan pada rambut, rambut Tn. P
putih dengan uban.
- Integumen
Tn. P mengaku sering mengalami gatal - gatal pada kulitnya, itu dikarenakan
karena Tn. P tidak sepenuhnya bisa menjaga kebersihan dirinya, sehingga kulitnya
sering mengalami gatal - gatal.
- Psikososial
Tn. P mengatakan cemas akan setiap hari - hari yang dilaluinya, Tn. P juga
mengaku kalau dia sering menangis jika mengingat akan jalan hidupnya. Dan Tn.
P juga mengatakan kalau dia sering mengalami kesulitan dalam berkonsentrasi.

C. Analisa Data
No Data Fokus Etiologi Problem
1. Ds : Klien mengatakan Penurunan tajam Penurunan persepsi
pandangan tidak jelas, penglihatan sensori :
pandangan berkabut. Penglihatan
Do : visus berkurang, penurunan
ketajaman penglihatan, dan
terdapat kekeruhan pada lensa
mata.
2. Ds : Klien mengatakan tidak bisa Penurunan fungsi Gangguan
melihat dengan jelas, pandangan penglihatan perawatan diri
kabur.
Do : Klien tidak dapat banyak
bergerak, kondisi tubuh tidak
rapi dan tampak acak – acakan
3. Ds : Pasien mengatakan cemas Kurang Ansietas
dan takut. pengetahuan
Do : Nadi meningkat, tekanan tentang proses
darah meningkat, wajah tampak penyakit
gelisah, wajah murung dan sering
melamun.

25
TD: 190/100 mmHG
N: 98x/i

D. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan persepsi sensori : Penglihatan b/d penurunan ketajaman penglihatan
d/d visus berkurang, penurunan ketajaman penglihatan, dan terdapat kekeruhan
pada lensa mata
2. Gangguan perawatan diri b/d Penurunan fungsi penglihatan d/d Klien tidak dapat
banyak bergerak, kondisi tubuh tidak rapi dan tampak acak - acakan.
3. Ansietas b/d kurang pengetahuan tentang proses penyakit d/d Nadi meningkat,
tekanan darah meningkat, wajah tampak gelisah, wajah murung dan sering
melamun.

E. Intervensi
Diagnosa Rencana Keperawatan
Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
DX Setelah dilakukan tindakan NIC:
1 keperawatan selam 3x24 - Monitoring perubahan status
gangguan persepsi sensori neurologis pasien.
teratasi dengan indicator: - Monitoring tingkat kesadaran
NOC: pasien.
Vision compensation - Identifikasikan factor yang
behaviour berpengaruh terhadap
Kriteria Hasil: gangguan persepsi sensori.
- Pasien dapat - Pastikan akses dan
menunjukkan penggunaan alat bantu
kemampuan kognitif. sensori.
- Pasien dapat - Tingkatkan jumlah stimulus
mengidentifikasikan untuk mencapai tingkat
diri, orang, tempat, sensori yang sesuai.
dan waktu.

DX Setelah dilakukan tindakan - Monitor kemempuan klien

26
2 keperawatan selama 3x24 untuk perawatan diri yang
jam ADL terpenuhi dengan mandiri.
indikator: - Monitor kebutuhan klien
NOC : untuk alat-alat bantu untuk
Self care : Activity of Daily kebersihan diri, berpakaian,
Living (ADLs) berhias, toileting dan makan.
Kriteria Hasil : - Sediakan bantuan sampai
- Klien terbebas dari klien mampu secara utuh
bau badan untuk melakukan self-care.
- Menyatakan - Dorong klien untuk
kenyamanan melakukan aktivitas sehari-
terhadap kemampuan hari yang normal sesuai
untuk melakukan kemampuan yang dimiliki.
ADLs - Dorong untuk melakukan
- Dapat melakukan secara mandiri, tapi beri
ADLS dengan bantuan ketika klien tidak
bantuan mampu melakukannya.
- Ajarkan klien/ keluarga
untuk mendorong
kemandirian, untuk
memberikan bantuan hanya
jika pasien tidak mampu
untuk melakukannya.
- Berikan aktivitas rutin
sehari- hari sesuai
kemampuan.
- Pertimbangkan usia klien
jika mendorong pelaksanaan
aktivitas sehari-hari.

DX Setelah dilakukan tindakan NIC:


3 keperawatan selama 3x24 - Kaji tingkat pengetahuan
jam pengetahuan klien pasien dan keluarga

27
terpenuhi dengan indikator: - Jelaskan patofisiologi dari
NOC: penyakit dan bagaimana hal
- Kowlwdge : disease ini berhubungan dengan
process anatomi dan fisiologi,
- Kowledge : health dengan cara yang tepat.
- Behavior - Gambarkan tanda dan gejala
Kriteria Hasil: yang biasa muncul pada
- Pasien dan keluarga penyakit, dengan cara yang
menyatakan tepat
pemahaman tentang - Gambarkan proses penyakit,
penyakit, kondisi, dengan cara yang tepat
prognosis dan - Identifikasi kemungkinan
program pengobatan penyebab, dengan cara yang
- Pasien dan keluarga tepat
mampu melaksanakan - Sediakan informasi pada
prosedur yang pasien tentang kondisi,
dijelaskan secara dengan cara yang tepat
benar - Sediakan bagi keluarga
- Pasien dan keluarga informasi tentang kemajuan
mampu menjelaskan pasien dengan cara yang
kembali apa yang tepat
dijelaskan perawat/tim - Diskusikan pilihan terapi
kesehatan lainnya atau penanganan
- Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau
diindikasikan
- Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat

28
F. Implementasi
Waktu DX Implementasi Respon Klien TTD
1 1. Kaji ketajaman Ds: -
penglihatan klien Do: Klien tidak fokus

2. Identifikasikan alternatif Ds: Klien mengatakan bersedia


untuk optimalisasi sumber mengikuti sumber rangsangan
rangsangan Do: Klien kooperatif

3. Sesuaikan lingkungan
Ds: Klien mengatakan ingin
untuk optimalisasi
ditaman
penglihatan
Do: -

4. Orientasikan klien
Ds: Klien mengatakan ini di
terhadap ruangan
taman karena klien suka disini
Do: Posisi saat ini di taman
5. Hindari cahaya yang
Ds: Klien mengatakan kalau
menyilaukan
tidur kadang dengan lampu
menyala kadang tidak
Do: -
6. Anjurkan penggunaan
Ds: Klien mengatakan agak
alternatif rangsang
kurang jelas pendengarannya
lingkungan yang dapat
dan mata yang katarak tidak
diterima : auditorik, taktil
jelas dalam melihat
Do: Klien berkata “bisa
diulangi”
“Saya tidak bisa melihat tulisan
itu dengan jelas
2 1. Terangkan pentingnya Ds: Klien mengatakan sulit
perawatan dan kebersihan melihat jika ingin kegiatan
diri pada klien mandiri
Do: Klien jarang mandi dan
berganti baju

29
2. Bantu klien untuk Ds: Klien bersedia melakukan
memenuhi kebutuhan perawatan diri asalkan dibantu
perawatan dirinya, misal : Do: Klien berganti pakaian
ganti baju, dan berhias
setelah mandi.
3. Secara bertahap libatkan Ds: Klien mengatakan dapat
klien dalam memenuhi makan sendiri
kebutuhan diri Do: -
3 1. Kaji adanya tanda dan Ds: Klien mengatakan cemas
gejala ansietas. dan tidak tau kenapa bisa
terkena katarak
Do: TD: 190/100 mmHG
N: 98x/i
2. Jelaskan mengenai Ds: Klien masih bingung dengan
penyakit yang dialami penyakit yang diderita saat
oleh klien, dan berikan sudah dijelaskan
klien dukungan untuk Do: Klien akan optimis dan
membangkitkan semangat semangat dalam hidupnya
hidupnya.
3. Jawab pertanyaan yang Ds: Klien mengatakan senang
diajukan klien secara jujur tinggal diwisma
dan berikan waktu untuk Do: Klien tersenyum
klien mengekspresikan
perasaannya. Ds: Klien minum obat jika
4. Ingatkan pasien untuk hipertensinya kumat
minum obat tepat waktu Do: -

G. Evaluasi
Waktu DX Evaluasi TTD
1 S: pasien mengatakan pandangan masih tak jelas
O: masih terdapat penurunan ketajaman penglihatan dan visus
berkurang
A: masalah belum teratasi

30
P : intervensi dilanjutkan (1-6)
2 S : klien mengatakan pandangan masih kabur
O : klien tidak bisa bergerak banyak
A : masalah belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan (1-3)
3 S : pasien mengatakan sedikit tenang
O : pasien sudah tenang
A : masalah teratasi sebagian
P : intervensi dilanjutkan (1 & 2)

31
BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan kasus keperawatan paada Tn. P dengan katarak di Wisma


Matahari maka dalam bab ini akan membahas kasus yang diderita oleh Tn. P.
Ditemukan bahwa Tn. P menderita penyakit katarak karena faktor usia dan
mempunyai riwayat hipertensi dalam penyusunan asuhan keperawatan pada lansia
yang meliputi pengkajian, diagnosa, perencanaan, penatalaksanaan, dan evaluasi
dengan uraian sebagai berikut:

A. Pengkajian
Pada pengkajian yang didapat Tn. P mempunyai riwayat hipertensi dan selalu
rajin minum obat, Tn. P tidak mengerti tentang katarak yang dialaminya. Tn. P
tinggal di Wisma Matahari kebutuhan ADLnya tidak terpenuhi karena Tn. P
susah untuk melihat jika akan melakukan kegiatan mandiri.
B. Diagnosa
Pada kasus yang ada terdapat diagnosa yang muncul:
1. Penurunan persepsi sensori : Penglihatan b/d penurunan ketajaman
penglihatan d/d visus berkurang, penurunan ketajaman penglihatan, dan
terdapat kekeruhan pada lensa mata
2. Gangguan perawatan diri b/d Penurunan fungsi penglihatan d/d Klien tidak
dapat banyak bergerak, kondisi tubuh tidak rapi dan tampak acak - acakan.
3. Ansietas b/d kurang pengetahuan tentang proses penyakit d/d Nadi
meningkat, tekanan darah meningkat, wajah tampak gelisah, wajah murung
dan sering melamun.
Diagnosa yang tidak muncul:
1. Nyeri berhubungan dengan luka pasca operasi
2. Resito tinggi terhadap cidera berhubungan keterbatasan penglihatan
3. Resiko infeksi berhubungan dengan efek samping prosedur invasive
4. Resiko ketidakefektifan penatalaksanaan regimen terapeutik b.d kurang
pengetahuan, kurang sumber pendukung. Yang ditandai dengan, pertanyaan
salah konsepsi, tak akurat mengikuti intruksi

32
C. Perencanaan
Dalam kegiatan tahap perencanaan ini adalah penentuan prioritas masalah. Dalam
penetuan prioritas, penulis menetukan berdasarkan teori Hirarki Maslow dan dan
masalah yang mengancam jiwa pasien diprioritaskan terlebih dahulu. Penetuan
prioritas dilakukan karenan tidak semua masalah dapat diatasi dalam waktu yang
bersamaan. Perencanaan pada masing-masing diagnosa untuk tujuan disesuaikan
dengan teori yang ada, dan lebih banyak melihat dari kondisi pasien, keadaan
tempat/ruangan dan sumberdaya dari tim kesehatan. Pada penetuan kriterian
waktu, penulis juga menetapkan berdasarkan kondisi pasien, ruangan sehingga
penulis berharap tujuan yang sudah disusun dan telah ditetapkan dapat tercapai.
Adapun perencanaan yang ditentukan berdasarkan diagnosis Tn. P:

Diagnosa Rencana Keperawatan


Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
DX Setelah dilakukan tindakan NIC:
1 keperawatan selam 3x24 - Monitoring perubahan status
gangguan persepsi sensori neurologis pasien.
teratasi dengan indicator: - Monitoring tingkat kesadaran
NOC: pasien.
Vision compensation - Identifikasikan factor yang
behaviour berpengaruh terhadap
Kriteria Hasil: gangguan persepsi sensori.
- Pasien dapat - Pastikan akses dan
menunjukkan penggunaan alat bantu
kemampuan kognitif. sensori.
- Pasien dapat - Tingkatkan jumlah stimulus
mengidentifikasikan untuk mencapai tingkat
diri, orang, tempat, sensori yang sesuai.
dan waktu.

DX Setelah dilakukan tindakan - Monitor kemempuan klien


2 keperawatan selama 3x24 untuk perawatan diri yang
jam ADL terpenuhi dengan mandiri.
indikator: - Monitor kebutuhan klien

33
NOC : untuk alat-alat bantu untuk
Self care : Activity of Daily kebersihan diri, berpakaian,
Living (ADLs) berhias, toileting dan makan.
Kriteria Hasil : - Sediakan bantuan sampai
- Klien terbebas dari klien mampu secara utuh
bau badan untuk melakukan self-care.
- Menyatakan - Dorong klien untuk
kenyamanan melakukan aktivitas sehari-
terhadap kemampuan hari yang normal sesuai
untuk melakukan kemampuan yang dimiliki.
ADLs - Dorong untuk melakukan
- Dapat melakukan secara mandiri, tapi beri
ADLS dengan bantuan ketika klien tidak
bantuan mampu melakukannya.
- Ajarkan klien/ keluarga
untuk mendorong
kemandirian, untuk
memberikan bantuan hanya
jika pasien tidak mampu
untuk melakukannya.
- Berikan aktivitas rutin
sehari- hari sesuai
kemampuan.
- Pertimbangkan usia klien
jika mendorong pelaksanaan
aktivitas sehari-hari.

DX Setelah dilakukan tindakan NIC:


3 keperawatan selama 3x24 - Kaji tingkat pengetahuan
jam pengetahuan klien pasien dan keluarga
terpenuhi dengan indikator: - Jelaskan patofisiologi dari
NOC: penyakit dan bagaimana hal
- Kowlwdge : disease ini berhubungan dengan

34
process anatomi dan fisiologi,
- Kowledge : health dengan cara yang tepat.
- Behavior - Gambarkan tanda dan gejala
Kriteria Hasil: yang biasa muncul pada
- Pasien dan keluarga penyakit, dengan cara yang
menyatakan tepat
pemahaman tentang - Gambarkan proses penyakit,
penyakit, kondisi, dengan cara yang tepat
prognosis dan - Identifikasi kemungkinan
program pengobatan penyebab, dengan cara yang
- Pasien dan keluarga tepat
mampu melaksanakan - Sediakan informasi pada
prosedur yang pasien tentang kondisi,
dijelaskan secara dengan cara yang tepat
benar - Sediakan bagi keluarga
- Pasien dan keluarga informasi tentang kemajuan
mampu menjelaskan pasien dengan cara yang
kembali apa yang tepat
dijelaskan perawat/tim - Diskusikan pilihan terapi
kesehatan lainnya atau penanganan
- Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau
diindikasikan
- Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat

D. Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan ini, pada dasarnya disesuaikan dengansusunan
perencanaan , dengan maksud agar semua kebutuhan pasien dapat terpenuhi
secara optimal. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan ini, penulis melibatkan

35
pasien, keluarga dan tim kesehatan lain sehingga dapat bekerja sama dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien
1. Penurunan persepsi sensori : Penglihatan b/d penurunan ketajaman
penglihatan d/d visus berkurang, penurunan ketajaman penglihatan, dan
terdapat kekeruhan pada lensa mata
Independen: kaji ketajaman penglihatan
Intredependen: klien mengatakan masih susah untuk fokus dan pandangan
tidak terlihat jelas
Dependen: ajarkan untuk memfokuskan benda secara bertahap
2. Gangguan perawatan diri b/d Penurunan fungsi penglihatan d/d Klien tidak
dapat banyak bergerak, kondisi tubuh tidak rapi dan tampak acak - acakan.
Independen: klien tau pentingnya perawatan diri
Intredependen: -
Dependen: bantu untuk memenuhi kebutuhan seperti ganti baju dan berhias
setelah mandi
3. Ansietas b/d kurang pengetahuan tentang proses penyakit d/d Nadi
meningkat, tekanan darah meningkat, wajah tampak gelisah, wajah murung
dan sering melamun.
Independen: memonitor ttv, TD: 190/100
Intredependen: -
Dependen: berikan pengetahuan tentang penyakit yang diderita
E. Evaluasi
Pada evaluasi penulis mengukur tindakan yang telah dilaksanakan dalam
memenuhi kebutuhan klien. Evaluasi disesuaikan dengan kriteria penilaian yang
telah ditetapkan dan waktu yang telah ditentukan pada tujuan
keperawatan. Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosa keperawatan, rencana
tindakan, dan pelaksanaannya. (Nursalam, 2008).
1. Diagnosa teratasi sebagian
Ansietas b/d kurang pengetahuan tentang proses penyakit d/d Nadi meningkat,
tekanan darah meningkat, wajah tampak gelisah, wajah murung dan sering
melamun.
2. Diagnosa yang belum teratasi

36
- Penurunan persepsi sensori : Penglihatan b/d penurunan ketajaman
penglihatan d/d visus berkurang, penurunan ketajaman penglihatan, dan
terdapat kekeruhan pada lensa mata
- Gangguan perawatan diri b/d Penurunan fungsi penglihatan d/d Klien tidak
dapat banyak bergerak, kondisi tubuh tidak rapi dan tampak acak -
acakan.

37
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada hakikatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti
seseorang telah melewati tiga tahap kehidupan yaitu masa anak, masa dewasa dan
masa tua. Memasuki masa tua berarti mengalami kemunduran baik secara psikis
maupun fisik, kemundurun fisik ditandai dengan kulit mengendor, rambut
memutih, penurunan semua fungsi tubuh dan meningkatnya sensitifitas emosional.
Dari penelitian yang dilakukan WHO penyakit yang sering terjadi pada
lansia adalah gangguan penglihatan. Mata yang dipakai untuk penglihatan pada
lansia akan mengalami kemunduran yang dapat mengakibatkan jarak pandang
menjadi berkurang. Di Amerika pada tahun 2004 sekitar 10-12,5% lansia
mengalami gangguan sistem penglihatan, hanya saja mereka kurang menyadari
penyakit yang mereka rasakan. Didalam Asuhan Keperawatan perawat melakukan
pengkajian, mendiagnosa sampai melakukan intervensi untuk membantu lansia
yang mengalami gangguan sistem penglihatan.
B. Saran
1. Perawat dan petugas kesehatan lain
Fungsi utama saat pasien lansia yang mengalami penurunan pada sistem
sensori adalah dengan selalu dirawat dan selalu ada setiap dibutuhkan oleh
pasien
2. Keluarga
Keluarga adalah hal yang paling utama dibutuhkan oleh pasien, jika pasien
menolak untuk dirawat keluarga harus siap merawat pasien lansia
3. Lingkungan
Untuk pasien lansia, diutamakan harus mempunyai lingkungan yang aman,
nyaman dan tidak membahayakan pasien lansia
4. Mahasiswa
Untuk mahasiswa dapat mengetahui ashuan keperawatan pada pasien lansia
dengan masalah gangguan sensori

38
DAFTAR PUSTAKA

Bandiyah, Siti. 2009. Lanjut Usia dan Keperwatan Gerontik. Yogjakarta:


Nuha Medika.
Mariam, Siti. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta:
Salemba Medika.
Nugroho, Wahyudi. 2008. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta: EGC.
Http://www. Doktergerantologi.wordpress.com

39

Anda mungkin juga menyukai