Anda di halaman 1dari 15

JOURNAL READING

TERATOZOOSPERMIA

Disusun Oleh :
Destrin Eviana Prayitno
133307010078
Maria Roslinawati Sihombing
133307010008

Pembimbing :

Dr. dr. Mangatas Silaen Sp.OG, MKM

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
RSU ROYAL PRIMA
MEDAN
2019

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan berkat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Journal Reading ini dengan
judul”Teratozoospermia”.
Penulisan Journal Reading ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan
Klinik Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu Obsteri dan Ginekologi yang
dilaksanakan di RSU Royal Prima Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing, Dr.
dr. Mangatas Silaen, M.K.M, Sp.O.G yang telah meluangkan waktunya dan memberikan
banyak masukan dalam penyusunan ini sehingga penulis dapat menyelesaikan tepat pada
waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan Journal Reading ini masih jauh dari kesempurnaan,
baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari
pembaca sebagai koreksi dalam penulisan laporan kasus selanjutnya. Semoga makalah laporan
kasus ini bermanfaat, akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Januari 2019

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................................. 1


DAFTAR ISI................................................................................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. Error! Bookmark not defined.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... Error! Bookmark not defined.
2.1. Kriteria Sperma Normal ...................................................................... Error! Bookmark not defined.
2.2. Definisi Teratozoospermia ................................................................................................................. 5
2.3. Etiologi Teratozoospermia ................................................................................................................. 7
2.4. Epidemiologi ...................................................................................................................................... 8
2.5. Diagnosa Teratozoospermia ............................................................................................................... 8
2.6. Terapi Teratozoospermia ................................................................................................................... 8
Soal UKMPPD .............................................................................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 13

2
DAFTAR PUSTAKA

F. G Cunningham, KJ. Leveno, SL. Bloom. Abortion in William Obstetrics, 22nd edition. Mc-
Graw Hill, 2005

McPhee S, Obsterics and obstretrics disoders,Current medical diagnosis and treatment, 2009
edition, Mc Graw Hill, 2008

Sarwono prawiroharhdjo.Perdarahan pada kehamilan muda dalam Ilmu Kandungan, edisi 2008

Saifuddin A. Perdarahan pada kehamilan muda dalam Buku Panduan Praktis Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal,Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta,2006
Hal M9-M17

BAB 1

PENDAHULUAN

Teratozoospermia merupakan gangguan dimana bentuk sperma mengalami kelainan


dalam hal bentuk, ukuran maupun keduanya. Biasanya bentuk atau ukurannya sangat beda jauh
seperti klasifikasi sperma normal, seperti sperma yang ukurannya terlalu besar atau terlalu kecil,
kepala sperma yang kurus, sperma berekor dua, sperma berekor pendek, sperma berkepala
besar, sperma berkepala dua, sperma yang ekornya tertekuk. Pada penderita
teratozoospermia bentuk sperma yang abnormal lebih dari 30 persen.

Kejadian infertilitas mengenai sekitar 80-160 juta individu di seluruh dunia, dengan
perkiraan sekitar 5-26% pasangan mengalami infertilitas. Pada tahun 2000, dari sekitar 30 juta
pasangan usia subur di Indonesia terdapat 3.45 juta atau sekitar 10 –15% pasangan yang
memiliki masalah infertilitas.

3
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kriteria Sperma Normal


Sperma atau semen adalah ejakulat yang berasal dari seorang pria yang berupa
cairan kental dan keruh, berisi sekret kelenjar prostat, kelenjar-kelenjar lain dan
spermatozoa. Pemeriksaan sperma merupakan salah satu elemen penting dalam penilaian
fertilitas atau infertilitas. Pemeriksaan sperma meliputi makroskopis, mikroskopis, kimia
dan imunologi.

4
Gambar 1. Morfologi spermatozoa normal

Kriteria bentuk sperma normal (Normozoospermia):


- Kepala; berbentuk oval, akrosom menutupi 1/3-nya, panjang 3-5 mikron, lebar ½ s/d
2/3 panjangnya. Akrosom penuh dengan enzim untuk mencerna dinding sel telur agar
sperma bias menembus sel telur. Mitokondria berfungsi sebagai motor penggerak
untuk menggerakkan ekor.
- Midpiece; langsing ( < ½ lebar kepala), panjang 2 kali panjang kepala, dan berada
dalam satu garis dengan sumbu panjang kepala.
- Ekor; batas tegas, berupa garis dengan panjang 9 kali panjang kepala.

2.2. Definisi Teratozoospermia

Teratozoospermia (terato = monster) adalah bentuk sperma yang tidak normal.


Analisa sperma Teratozoospermia, artinya morfologi (bentuk) sperma banyak yang
abnormal. Pada penderita teratozoospermia bentuk sperma yang abnormal lebih dari 30
persen. Teratozoospermia merupakan gangguan dimana bentuk sperma mengalami kelainan
dalam hal bentuk, ukuran maupun keduanya. Biasanya bentuk atau ukurannya sangat beda
jauh seperti klasifikasi sperma normal, seperti sperma yang ukurannya terlalu besar atau
terlalu kecil, kepala sperma yang kurus, sperma berekor dua, sperma berekor pendek,

5
sperma berkepala besar, sperma berkepala dua, sperma yang ekornya tertekuk. Penderita
teratozoospermia dibagi menjadi 3 kategori, yaitu:

a. Teratozoospermia ringan, yaitu ketika jumlah sperma normal hanya 15%


b. Teratozoospermia sedang, yaitu ketika jumlah sperma normal hanya 10-15%
c. Teratozoospermia parah atau berat, yaitu ketika jumlah sperma normal <10%

Bentuk-bentuk sperma yang abnormal :

Gambar 2. Kelainan Morfologi Kepala Sperma

6
Gambar 3. Kelainan Bentuk Sperma

a. Kepala
1) Makro: morfologi kepala sperma lebih besar 25% dari kepala sperma normal.
2) Mikro: morfologi kepala sperma lebih kecil 25% dari kepala sperma normal.
3) Taper: morfologi kepala sperma kurus, lebar kepala ½ dari yang normal,
seperti cerutu dan batas akrosom tidak jelas.
4) Amorf atau Terato: morfologi kepala sperma tidak jelas bentuknya, batas
akrosom tidak jelas dan umumnya tanpa akrosom.
5) Round: morfologi kepala sperma seperti lingkaran dan tidak terdapat akrosom
6) Piri: morfologi kepala sperma seperti buah pir
7) Lepto: morfologi kepala sperma berbentuk kurus memanjang atau gepeng
8) Double: morfologi kepala sperma bercabanh atau memiliki kepala dua.
b. Badan/Midpiece
Midpiece deffect: morfologi badan sperma terdapat sisa sitoplasma pada leher
c. Ekor/Tail
1) Sitoplasmic doplet: morfologi ekor sperma yang masih mengandung sisa
sitoplasma
7
2) Tall defect: morfologi ekor sperma melingkar, tertekuk, tajam dan ekor putus.

2.3. Etiologi Teratozoospermia


1) Masalah yang sering ditemui : kelainan kromosom atau kasus genetik, testis tidak
turun (bawaan lahir), infeksi, torsion testis (jalur spermatic terpelintir), varikokel
(varises testis), obat-obatan tertentu (seperti Viagra, dll), efek radiasi, stress
oksidatif dan oksigen reaktif tinggi dalam tubuh, spermatokel, kista epidedimis,
dan penyebab tidak diketahui
2) Masalah pada saluran pengeluaran sperma: infeksi, gangguan prostat, vasektomi.
3) Masalah seksual (masalah ereksi dan ejakulasi): retrograde dan ejakulasi dini,
kegagalan ejakulasi, disfungsi ereksi. Tidak pernah berhubungan, cedera syaraf
tulang belakang, operasi prostat, kerusakan system syaraf, obat-obatan kimia.
4) Masalah hormonal : tumor kelenjar pituitary, LH/FSH/Testoterone rendah,
Hiperprolaktin (hormone prolactin tinggi pada pria), dan anabolik (androgenic)
penyalahgunaan steroid.

2.4. Epidemiologi
Kejadian infertilitas mengenai sekitar 80-160 juta individu di seluruh dunia, dengan
perkiraan sekitar 5-26% pasangan mengalami infertilitas. Laju infertilitas bervariasi
diantara masing-masing daerah. Di Afrika Sub-Sahara, terdapat pasangan infertil hingga
sepertiga dari jumlah pasangan total dan sekitar 52% diantaranya menderita infertilitas.
Sebaliknya, persentase infertilitas ini terdapat dengan jumlah paling rendah di Asia dan
negara maju, yaitu sebanyak 23% dan 29% secara berurutan. Pada tahun 2000, dari
sekitar 30 juta pasangan usia subur di Indonesia terdapat 3.45 juta atau sekitar 10 –15%
pasangan yang memiliki masalah infertilitas.

2.5. Diagnosa Teratozoospermia

8
Untuk menentukan deformasi dalam struktur sel germinal laki-laki, indeks
teratozoospermia ditentukan. Untuk menghitungnya, jumlah cacat dibagi dengan jumlah
sperma yang abnormal ditemukan. Data ini diperlukan untuk memperhitungkan sebelum
IVF atau ICSI. Sebenarnya, analisis itu sendiri untuk mendeteksi teratozoospermia dan
karakteristik lain dari cairan mani disebut spermogram. Ini menunjukkan kualitas sperma,
kehadiran di dalamnya spermatozoa yang rusak, struktur morfologi mereka.

2.6.Terapi Teratozoospermia
Terapi harus dimulai dengan penyakit yang mendasari yang menyebabkan masalah. Jika
tidak dapat menemukan penyebab yang mendasari dari penyakit ini, kita berbicara tentang
teratozoospermia idiopatik
Jika ditemukan kondisi ini sebaiknya dilakukan cara yang lebih efektif seperti bayi
tabung. Sedangkan tindakan IUI (inseminasi) juga ternyata tidak banyak membantu. Intra
Cytoplasmic Sperm Injection/ICSI (tindakan menyuntikkan sperma ke dalam sel telur) pada
proses bayi tabung, telah memberikan pendekatan yang revolusioner pada laki-laki yang
tidak subur.

Soal UKMPPD

1. Seorang perempuan berusia 23 tahun mengaku hamil 7 bulan datang melakukan kontrol
kehamilan. Berat badan sebelum hamil 45 kg dan tidak ada riwayat penyakit lainnya.
Pada pemeriksaan didapatkan tekanan darah 140/90 mmHg, ditemukan edema pada
kedua ekstremitas bawah, lain-lain dalam batas normal. Pada pemeriksaan Leopold TFU
26 cm, punggung kanan, DJJ 140 x/menit regular, presentasi bokong. Hasil pemeriksaan
urinalisa: proteinuria (-). Apakah tatalaksana yang paling tepat?
a. Nifedipin
b. Antioksidan
c. Magnesium sulfat
d. Metildopa

9
e. Luminal
2. Seorang perempuan berusia 30 tahun G1P0A0 hamil aterm datang ke puskesmas dengan
keluhan mulas-mulas ingin melahirkan. Pada pemeriksaan fisik keadaan umum baik,
tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 84x/menit, napas 20 x/menit, suhu afebris.
Pemeriksaan obstetrik his ada tapi tidak adekuat, teraba bagian keras melenting di fundus
uteri, punggung kanan, DJJ (+), teraba bagian lunak di atas simfisis, TBJ 3000 gram.
Apakah presentasi janin pasien ini?
a. Letak memanjang
b. Letak lintang
c. Presentasi bokong
d. Presentasi kaki
e. Presentasi bahu
3. Seorang perempuan hamil 30-31 minggu G2P0A1 datang untuk kontrol kehamilan untuk
ketiga kalinya. Pemeriksaan sebelumnya pasien dan janin dalam keadaan normal. Hasil
pemeriksaan saat ini didapatkan tekanan darah 130/90 mmHg, dari pemeriksaan leopold
didapatkan: bokong, TFU 28 cm, DJJ 150x/menit, protein urin (+) dan terdapat edema
ringan pada kedua kaki. Apakah diagnosis pasien ini?
a. Eklampsia
b. Preeklampsia
c. Preeklampsia dengan gejala berat
d. Superimposed preeclampsia
e. Hipertensi gestasional
4. Seorang perempuan berusia 30 tahun hamil 8 bulan datang ke IGD dengan keluhan
perdarahan dari jalan lahir dan nyeri perut. Pemeriksaan fisik TD 90/60 mmHg, nadi 88
x/menit, isi kurang. Perut pasien sebelumnya dipijat dukun. Pada pemeriksaan perut
tampak tegang dan janin sulit diraba. Apakah kemungkinan diagnosis pasien ini?
a. Solusio plasenta
b. Plasenta previa
c. Inpartu
d. Inversio uteri
e. Ruptur uteri

10
5. Seorang perempuan berusia 28 tahun, G3P2A0 hamil 27-28 minggu datang ke puskesmas
dengan keluhan adanya flek darah segar tanpa disertai nyeri. Keluhan ini sudah pernah
dirasakan dua minggu yang lalu, tetapi darah berhenti sendiri. Perdarahan kali ini lebih
banyak dibandingkan sebelumnya. Pada pemeriksaan keadaan umum tampak baik,
tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 80x/menit, napas 20x/menit. Apakah kemungkinan
diagnosis?
a. Abortus insipient
b. Abortus iminens
c. Inpartu
d. Plasenta previa
e. Solusio plasenta
6. Seorang perempuan berusia 21 tahun datang ke klinik dengan keluhan siklus menstruasi
yang sangat singkat. Pasien mengaku siklus menstruasinya hanya 20 hari. Pemeriksaan
tanda vital dalam batas normal. Dari pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis
(+), nyeri perut (-), riwayat trauma disangkal, plano test (-). Apakah diagnosis yang
paling mungkin pada pasien ini?
a. Polimenorrhea
b. Menorrhagia
c. Hipomenorrhea
d. Metrorrhagia
e. Oligomenorrhea
7. Seorang perempuan berusia 34 tahun datang dengan keluhan demam. Dari anamnesis
lebih lanjut, pasien juga mengaku ada benjolan pada bibir kemaluannya dan terasa nyeri.
Pada pemeriksaan vital sign didapatkan tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 88 x/menit,
pernapasan 18 x/menit, suhu 38,7o C. Pada pemeriksaan genitalia ditemukan benjolan
pada bibir kemaluan arah jam 5, hiperemis, nyeri tekan (+), fluktuasi (-), discharge (-).
Apakahdiagnosis pada pasien tersebut?
a. Bartolinitis
b. Kista bartolin
c. Vulvitis
d. Kista nabothi

11
e. Kondiloma akuminata
8. Seorang perempuan berusia 35 tahun, G3P2A0 berusia kehamilan 32 minggu, datang ke
praktik dokter untuk melakukan ANC. Kemudian dokter memutuskan melakukan
pemeriksaan USG dan didapatkan janin mengalami mikrosefali. Apakah yang paling
mungkin menyebabkan kelainan tersebut ?
a. Rubella
b. Toxoplasma
c. VZV
d. HSV
e. Citomegalovirus
9. Seorang perempuan berusia 36 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan keputihan
sudah hampir 1 tahun ini hilang timbul, namun belakangan ini makin banyak. Setelah
dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dokter melakukan pemeriksaan sederhana
dengan cara meneteskan asam asetat pada permukaan serviks. Apa nama pemeriksaan
yang dilakukan dokter tersebut?
a. Pap-smear
b. Ziehl neelsen
c. Test IVA
d. Tan Tiam Hok
e. Pewarnaan gram
10. Seorang perempuan berusia 38 tahun datang ke poli kebidanan rumah sakit dengan
keluhan keputihan yang berulang sejak 2 tahun yang lalu. Dari anamnesis didapatkan
pasien merasa nyeri saat senggama dan mengeluarkan sedikit darah. Pemeriksaan tanda
vital dalam batas normal. Dari pemeriksaan inspekulo didapatkan portio rapuh. Apa
pemeriksaan yang tepat untuk pasien tersebut?
a. Pap Smear
b. IVA
c. Pewarnaan gram
d. Whift Test
e. Swab vagina

12
DAFTAR PUSTAKA

Braekeleer, Marc De, et al. 2015. Genetic aspects of monomorphic teratozoospermia. J Assist
Reprod Genet (2015) 32:615–623
Cunning F.G., Leveno K.J., Bloom S.L., Hauth J.C., Wenstrom K.D., Gilstrap L.C.. 2005.
William Obstetrics. 22nd edition. USA: McGraw-Hill Companies, Inc
Egashira .A., Murakami .M., Haigo .K., Horiuchi .T., Kuramoto .T.2009. A successful pregnancy
and live birth after intracytoplasmic sperm injection with globozoospermic sperm and
electrical oocyte activation. FertilSteril. Vol. 92 (6): 2037
Jiang, Min, et al. 2014. Lack of Testicular Seipin Causes Teratozoospermia Syndrome in Men.
Nanjing Medical University

13
Lestari, Silvia., Sari, Triyana. 2015. Fragmentasi DNA Spermatozoa : Penyebab, Deteksi, dan
Implikasinya pada Infertilitas Laki-Laki. Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
Lidyana, Fina, et al. 2013. Laporan Analisis Semen. 2013. Jurnal Universitas Negeri Jakarta.
Vol. 3 (1) : 5-9
Masdiyasa, I Gede, et al. 2016. Teratozoospermia Classification Based on The Shape of Sperm
Head Using Otsu Threshold and Decision Tree. Institut Teknologi Sepuluh November
Surabaya. MATEC Web of Conferences 58 (03012)
S. Samal, et al. 2012. Epidemiological Study of Male Infertility. Department of Obstetrics &
Gynaecology, Mahatma Gandhi Institute of Medical Sciences, Sewagram, Maharashtra.
WHO. 2010. WHO Laboratory Manual For the Examination and Processing of Human Semen.
5th ed. Switzerland : WHO
Wibisono, Herman., 2006. Evaluasi Infertilitas Pria Menuju Program FIV dalam Fertilisasi In
Vitro dalam Praktek Klinik. Puspa Swara. Hal. 42

14

Anda mungkin juga menyukai