PEMBAHASAN MASALAH
A. BAGAN PERMASALAHAN
Lingkungan Agent
Geografis :lurban dekat Virus dengue
persawahan - virulensi
,Musim : penghujan– - transmisi
genangan air
Sosial ekonomi : cukup
Perumahan padat
Higiene : sumur terbuka,
tempat sampah tergenang air
Vektor
Pendidikan ortu : SMA, A.aegypti, A.albopictus
pemahaman kesehatan kurang - Sifat antropofilik
Pelayanan kesehatan : - multiple-biters
puskesmas/dokter terjangkau - kepadatan vektor
Host
Status imunitas : imunisasi
dasar lengkap
Umur : 11 th 9 bl
Nutrisi : kualitas & kuant.ckp
Mobilitas : sekolah, bermain
DBD grade II
Demam hepatomegali Penatalaksanaan
- diagnosis
Trombositopenia permeabilitas perdarahan - terapi
Vaskular↑ - monitoring
Intervensi : - asah
- Promotif - asih
- Preventif - asuh
Bagan 1. Permasalahan
19
B.DIAGNOSIS
1. DEMAM BERDARAH DENGUE DERAJAT II
a. Etiologi
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi akut, disebabkan
oleh virus dengue dari kelompok B Arthropod borne virus (Arboviroses) yang
sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Virus dengue ini
mempunyai 4 serotipe, yaitu: Den-1, Den-2, Den-3, dan Den-4. Yang paling berat
adalah serotipe Den-3.(7,8,9,10)
20
penderita yang rumahnya berjarak ± 100 m dari rumah penderita ada yang menderita
demam berdarah dan dirawat di ruang intensive RS setempat. Di lingkungan tempat
tinggal penderita juga diketahui belum dilakukan penyemprotan nyamuk (fogging)
selama 3 tahun terakhir ini. Hal-hal tersebut di atas dapat menjadi faktor penyebab
tingginya jumlah vektor yang dapat menularkan virus dengue di lingkungan tempat
tinggal penderita.
b. Patogenesis
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus
dengue, yaitu manusia, virus dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada
manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti, Aedes albopictus, Aedes
polynesiensis dan beberapa spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini.
Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus Dengue pada saat menggigit
manusia yang sedang mengalami viremia. Virus kemudian berkembang biak dalam
tubuh nyamuk yang terutama ditemukan pada kelenjar liurnya dalam waktu 8-10 hari
( extrinsic incubation period ) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia
pada saat gigitan berikutnya. Pada manusia, virus memerlukan waktu 4-6 hari
(intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan sakit. Penularan dari manusia
kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang
mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul.
(8,9,12)
21
hematokrit, penurunan natrium, dan terdapatnya cairan dalam rongga serosa (efusi
pleura, asites). Keadaan yang berlanjut akan mengakibatkan syok, dan apabila
penanganan tidak adekuat akan menyebabkan asidosis dan anoksia yang berakhir
pada kematian.7
22
Secondary heterologous dengue infection
Komplek virus-
antibodi
Aktivasi
komplemen
Anafilatoksin
C3a,C5a
Permeabilitas kapiler
meningkat
Hemokonsentrasi
Hipoproteinemia
> 30 % pada kasus syok Perembesan plasma Cairan dalam rongga
24-48 jam serosa (Efusi pleura
Asites )
Hipovolemi
Syok
Anoksia Asidosis
Meninggal
23
Bagan 2. Patogenesis terjadinya syok pada infeksi DBD (Suvatte,1977)
24
Perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit
mengakibatkan pelepasan ADP sehingga terjadi agregasi trombosit. Trombosit
tersebut mengalami metamorfosis dan akan dimusnahkan oleh sistem
retikuloendotelial (RES) sehingga tertjadi trombositopenia. Agreasi trombosit
mengeluarkan platelet faktor III yang mengakibatkan terjadinya DIC, ditandai
meningkatnya FDP sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.7
Terjadinya aktivasi faktor Hageman (faktor XII) dengan akibat akhir
terjadinya pembekuan intravaskular yang meluas. Dalam proses aktivasi ini ,
plasminogen akan menjadi plasmin yang berperan dalam pembentukan anafilatoksin
dan penghancuran fibrin menjadi fibrin degradation product. Disamping itu aktivasi
akan merangsang sistem kinin yang berperan dalam proses meningginya
permeabilitas dinding pembuluh darah.7
25
Kriteria yang dipergunakan di RSDK untuk menegakkan diagnosis Demam
Berdarah Dengue adalah kriteria diagnosis menurut WHO tahun 1997 yang terdiri
dari kriteria klinis dan laboratoris untuk mengurangi diagnosis yang berlebihan
(overdiagnosis). ( 8,9,14)
Kriteria Klinis :
a. Demam tinggi mendadak dan terus-menerus selama 2 – 7 hari.
b. Manifestasi perdarahan, ditandai dengan uji torniquet positif dan salah satu
bentuk lain (petekia, purpura, ekimosis, epistaksis dan perdarahan gusi),
hematemesis dan atau melena.
26
4. Derajat IV : Syok berat (profound shock), nadi tidak teraba dan tekanan darah
tidak terukur
Pada kasus ini didapatkan 3 kriteria klinis dan 2 kriteria laboratoris, disertai
dengan perdarahan spontan pada gusi sehingga penderita didiagnosis dengan Demam
Berdarah Dengue derajat II.
Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue yang termasuk
dalam kelompok arbovirus. Dari keempat serotipe virus dengue yang telah berhasil
diisolasi, serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan sangat berhubungan
dengan kasus berat. 15
Diagnosis definitif DBD hanya dapat dilakukan dengan cara isolasi virus,
deteksi antigen virus dan deteksi antibodi spesifik dalam serum pasien. Dikenal 5 uji
serologis yang biasa untuk menentukan adanya infeksi virus dengue, yaitu :15
1. Uji hemoglutinasi inhibisi (Haemagglutination Inhibiton test : HI test)
2. Uji komplemen fiksasi (Complement Fixation test : CF test)
3. Uji neutralisasi (Neutralization test : NT test)
4. IgM Elisa dan
5. IgG Elisa
Akhir-akhir ini mulai dikembangkan tes PCR (polymerase chain reaction) yang
dapat menampilkan diagnosis serotipe spesifik secara cepat, namun teknologi ini
baru dapat dikerjakan pada sentra laboratorium penelitian. 13
27
Karena berbagai tes serologis tersebut membutuhkan waktu yang lama dan biaya
yang besar, maka pada prakteknya diagnosis klinis dan laboratoris lebih banyak
digunakan.
Pemeriksaaan lain yang dapat mendukung ke arah suatu DBD :
1. Dengue Blot
2. X-Foto Thorax
Gambaran X-Foto Thorax biasanya menunjukkan gambaran efusi pleura terutama
paru kanan atau lebih berat dapat dijumpai gambaran edema paru. Pada penelitian
prospektif, efusi pleura didapatkan pada 84% (22/26) penderita DBD, dan penderita
dengan indeks efusi pleura (Pleural Effusion Index = PEI) rata-rata 14,1%
menimbulkan kewaspadaan terhadap terjadinya syok. 15
Pada pasien ini tidak dilakukan uji serologis karena alasan waktu dan biaya,
tetapi dilakukan pemeriksaan X-foto thorax. Hasil foto dari pasien ini menunjukkan
adanya efusi pleura kanan dengan PEI = 21 %. Hal ini menunjukkan telah terjadi
extravasasi cairan pada rongga pleura. Tapi secara klinis pada penderita ini tidak
menunjukkan adanya sesak.
Penyebab perdarahan pada pasien DBD ialah vaskulopati, trombositopeni,
trombositopati dan koagulasi intravaskular yang menyeluruh. Jenis perdarahan yang
terbanyak adalah perdarahan kulit seperti uji Rumple Leede positif, petekia, purpura,
ekimosis, dan perdarahan konjungtiva. Petekie merupakan tanda perdarahan yang
tersering ditemukan. Perdarahan yang paling ringan adalah uji torniquet positif,
berarti fragilitas kapiler meningkat. Pada penderita ini ditemukan uji Rumple Leed
positif dan perdarahan gusi.
Pembesaran hati bervariasi dari just palpable sampai 2 – 4 cm di bawah
lengkung iga kanan. Derajat pembesaran hati dapat meramalkan perjalanan penyakit,
(14,15)
tetapi tidak dapat menentukan beratnya penyakit DBD. Nyeri tekan di ulu hati
28
berhubungan dengan adanya perdarahan. Pada penderita ini ditemukan hepatomegali
(¼ -¼ BH) dan nyeri tekan epigastrium.
Trombositopenia merupakan kelainan hematologis yang ditemukan pada
sebagian besar kasus DBD. Nilai trombosit mulai menurun pada masa demam,
mencapai nilai terendah pada masa syok dan terjadi sebelum ada peningkatan
hematokrit. Biasanya terjadi pada hari ketiga sampai ketujuh. (14,15) Pada penderita ini
trombositopenia terjadi pada hari ke-6 sakit/hari ke-1 perawatan (45.000/mm 3) dan
menurun sampai 18.000/mm3 pada hari ke-8 sakit/ hari ke-3 perawatan dan naik
kembali sampai mencapai 156.000/mm3 pada hari ke-9 sakit/hari ke-5 perawatan.
Penderita dipulangkan karena telah memenuhi kriteria memulangkan pasien yang
salah satu diantaranya adalah jumlah trombosit lebih dari 50.000/mm3.
Peningkatan nilai hematokrit merupakan manifestasi hemokonsentrasi dan
indikator yang peka akan terjadinya perembesan plasma ke ruang ekstravaskuler.
Sebuah studi dari Chennai oleh Balasubraman di India melaporkan bahwa nilai
hematokrit pada anak <5 tahun = 34,8 % dan anak >5 tahun = 37,5 % merupakan
indikator untuk menilai ada tidaknya hemokonsentrasi. Pada kasus ini, kadar
hematokrit penderita saat masuk RSDK adalah 45,6 %, menunjukkan telah terjadi
hemokonsentrasi. Hal ini diperkuat dengan hasil X-foto thoraks yang menunjukkan
adanya efusi pleura dekstra dengan PEI 21 %. Hematokrit mencapai nilai normal
pada hari ke- 8 sakit/ hari ke-3 perawatan ( 38,5 %), ini berarti pemberian cairan
pengganti plasma sudah adekuat.13
d. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita demam berdarah dengue dapat
berupa :
a. Ensefalopati
Ensefalopati pada umumnya timbul sebagai komplikasi syok yang
berkepanjangan dengan perdarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak
disertai syok Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan
dapat menyebabkan ensefalopati. Gejala yang tampak adalah penurunan kesadaran
dari apati atau somnolen, dapat kejang, dapat terjadi pada DBD atau SSD. Pada
ensefalopati dapat ditemukan peningkatan kadar transaminase (SGOT/SGPT), studi
29
koagulasi memanjang, kadar gula darah menurun, alkalosis pada analisa gas darah,
dan hiponatremi.7
b. Kelainan ginjal.
Gagal ginjal akut umumnya terjadi pada fase terminal akibat syok yang tidak
teratasi. Pada keadaan syok yang berat seringkali dijumpai acute tubular necrosis,
ditandai dengan penurunan jumlah urin, dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin.
Diuresis merupakan parameter yang penting untuk mengetahui apakah syok sudah
teratasi. Diuresis diusahakan > 1 ml/kgBB/jam.7
c. Udem paru
Udem paru merupakan komplikasi yang mungkin terjadi akibat pemberian
cairan berlebih. Pemberian cairan yang terus berlangsung pada saat terjadi reabsorbsi
plasma dari ruang ekstravaskular, akan mengakibatkan distres pernapasan, disertai
sembab pada kelopak mata, dan adanya gambaran udem paru pada foto dada.7
e. Diagnosis Banding
1. Demam Chikungunya
Pada Demam Chikungunya biasanya seluruh anggota keluarga dapat
terserang dan penularannya mirip influenza. Serangan demam pada demam
Chikungunya lebih mendadak, masa demam lebih pendek, tetapi suhu diatas
400C lebih sering ditemukan. Ruam makulopapular, injeksi konjungtiva dan nyeri
pada sendi lebih sering dijumpai pada demam Chikungunya. Perbedaan yang
mendasar dari keduanya adalah pada DBD terdapat perdarahan gastrointestinal
(seperti melena) dan syok. Adanya trombositopenia yang jelas dan
hemokonsentrasi dapat membedakan antara DBD dengan penyakit yang lain.
Pada penderita ini didapatkan trombositopenia dan hemokonsentrasi, dan
tidak ditemukan ruam makulo papular, injeksi konjungtiva dan rasa nyeri sendi.
Tidak ada anggota keluarga yang menderita sakit kecuali penderita tersebut.
Sehingga diagnosis Demam Chikungunya dapat disingkirkan. 7
2. Demam Dengue
30
Gejala klasik dari demam dengue ialah gejala demam tinggi mendadak,
kadang-kadang bifasik (saddle back fever), nyeri kepala berat, nyeri belakang
bola mata, nyeri otot, tulang, sendi, mual, muntah dan timbulnya ruam. Ruam
berbentuk makulopapular yang bisa timbul pada awal penyakit (1-2 hari)
kemudian menghilang, timbul kembali pada hari ke-6 atau ke-7 terutama di
daerah kaki, tangan dan telapak kaki maupun tangan. Petekie dapat dijumpai,
leukopeni biasanya ditemukan, trombositopeni kadang-kadang ditemukan. Masa
penyembuhan dapat disertai rasa lesu yang berkepanjangan, terutama pada
dewasa. Pada keadaan wabah telah dilaporkan adanya Demam Dengue yang
disertai dengan perdarahan seperti : epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan
saluran cerna, hematuri dan menoragi. Demam dengue dengan perdarahan harus
dibedakan dengan demam berdarah dengue. Pada DBD ditemukan adanya
kebocoran plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi, efusi pleura dan
asites.7
Pada penderita ini terdapat perdarahan yang disertai dengan
hemokonsentrasi dan efusi pleura sehingga diagnosis Demam Dengue dapat
disingkirkan.
2. GIZI BAIK
Dalam menentukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku yang sering
disebut reference. Baku antropometri yang sekarang digunakan di Indonesia adalah
WHO-NCHS (World Health Organization - National Center for Health Statistics,
USA ). Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Depkes dalam pemantauan status gizi
(PSG) anak balita tahun 1999 menggunakan baku rujukan WHO-NCHS. (16)
Indeks antropometri yang umum digunakan dalam menilai status gizi adalah
berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat
berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat
badan menurut tinggi badan (BB/TB). Pada tahun 1978, WHO menganjurkan
penggunaan BB/TB, karena menghilangkan faktor umur yang menurut pengalaman
sulit didapat secara benar, khususnya di daerah terpencil di mana terdapat masalah
tentang pencatatan kelahiran anak. Indeks BB/TB juga menggambarkan keadaan
31
kurang gizi akut waktu sekarang, walaupun tidak dapat menggambarkan keadaan gizi
waktu lampau. (16)
Dari berbagai indeks tersebut di atas, untuk menginterpretasikannya
dibutuhkan ambang batas. Ambang batas dapat disajikan dalam tiga cara, yaitu
persen terhadap median, persentil, dan standar deviasi unit yang disebut juga Z-
score.16
Tabel 2. Klasifikasi status gizi menurut Standart Z- score16
-
BB/U yang rendah dan PB/U yang normal menunjukkan indikator status
gizi fase akut, sedangkan BB/U yang rendah dan PB/U yang rendah
menunjukkan indikator status gizi fase kronis.
-
WAZ yang rendah dan HAZ yang normal menunjukkan indikator status gizi
fase akut, sedangkan WAZ yang rendah dan HAZ yang rendah menunjukkan
indikator status gizi fase kronis. 12
Pada kasus ini, seorang anak perempuan, usia 11 tahun 9 bulan, berat badan 26
kg, panjang badan 137 cm.
Pemeriksaan status gizi (Z score)
26,0-40,4
WAZ = 6,9 = -2,00
137-149,9
HAZ = 6,9 = - 1,86
26.0-31,5
WHZ = 3,3 = -1,66
32
Kesan : gizi baik
33
cukup, dan kadar Ht cenderung turun minimal dalam 2 kali pemeriksaan berturut-
turut, maka tetesan dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam. Apabila dalam observasi
selanjutnya tanda vital tetap stabil, tetesan dikurangi menjadi 3 ml/kgBB/jam dan
akhirnya cairan dihentikan setelah 24-48 jam.17
34
TATALAKSANA KASUS DBD DENGAN HEMOKONSENTRASI 20 %
Koloid Transfusi
20-30 ml/kg darah segar
10 ml/kg
Perbaikan
35
Sumber : DHF, diagnosis, treatment, prevention and control, 2nd, Geneva, WHO,
1999
Bagan 4. Tatalaksana kasus DBD dengan hemokonsentrasi 20 %
2. Terapi medikamentosa
36
Terapi medikamentosa pada DBD lebih bersifat suportif untuk mengatasi
gejala simptomatis. Agen antipiretik digunakan untuk mengurangi demam dengan
mekanisme menghambat pusat sintesis dan pelepasan prostaglandin yang menjadi
mediator efek pirogenik endogen di hipotalamus, dan juga berperan mengembalikan
set-point suhu menjadi normal lagi. Dalam kasus ini digunakan parasetamol 250 mg
diberikan apabila anak panas. Agen lain yang dapat digunakan adalah asetaminofen
(dosis pediatrik < 12 tahun : 10-15 mg/kgBB, tiap 4-6 jam, bila panas), yang tidak
memiliki aktivitas antiinflamasi perifer atau efek pada fungsi trombosit. Asam
salisilat atau ibuprofen tidak diberikan karena mengganggu fungsi trombosit dan
meningkatkan resiko perdarahan. 13
Pemberian vitamin pada DBD bukan merupakan tindakan rutin. Dari
penelitian terbaru didapatkan hasil bahwa pemberian vitamin terutama vitamin C
ternyata tidak dapat memperbaiki fragilitas pembuluh darah. Sedangkan pada kasus
ini diberikan Vitamin C 3 x 1 tablet dan Vitamin B complex 3 x 1 tablet diberikan
sebagai roboransia.
3. Pemantauan
Pemantauan keadaan umum, tanda vital, tanda-tanda perdarahan, tanda-tanda
syok dan nilai laboratorium hemoglobin, hematokrit dan trombositopeni penderita ini
telah dilakukan dengan baik selama 5 hari. Selama 5 hari perawatan, suhu tubuh
menurun dan tidak terjadi kenaikan suhu tubuh yang berarti. Tidak terjadi komplikasi
dan tidak terjadi syok, tanda vital baik, kadar hematokrit kembali normal, jumlah
trombosit mencapai normal pada hari ke-4 perawatan.
Namun pada pasien ini mengingat hari hari rawan untuk terjadinya syok
sudah terlalui maka pemantauan yang lebih penting untuk dilakukan adalah terhadap
kemungkinan terjadinya repolling, yaitu terjadinya reabsorbsi cairan ekstravaskuler
pada fase konvalesen. Hal ini dapat menyebabkan edema paru dan distress
pernapasan, terutama bila cairan intravena masih terus diberikan. Oleh sebab itu
pemantauan terutama pemeriksaan fisik thorak harus dilakukan seteliti mungkin,
terutama bila pemeriksaan penunjang lainnya yang membutuhkan biaya tinggi tidak
dilakukan.
37
b.Aspek dietetik
Pada prinsipnya dietetik peroral pada penderita DBD bukan merupakan kontra
indikasi bahkan sangat dianjurkan terutama untuk mengembalikan keseimbangan
cairan tubuh. Pada penderita ini diberikan diet 3 x lunak, 3 x 200 cc susu, dan ekstra
minum sirup, atau sari buah.
Pada hari pertama perawatan asupan cairan diberikan lebih banyak untuk
mencegah terjadinya syok akibat hipovolemik (mempercepat pengembalian
keseimbangan cairan). Pada hari perawatan selanjutnya kebutuhan cairan lewat infus
dikurangi dan akhirnya dihentikan. Kemudian asupan cairan sepenuhnya berasal dari
asupan makanan peroral. Demikian pula dengan kebutuhan kalori dan proteinnya.
38
c. Promotif dan Preventif
Kedua orang tua dijelaskan tentang penyakit DBD serta cara-cara yang dapat
dilakukan dalam rangka pemberantasan dan pencegahan penyakit tersebut.
a. Penjelasan tentang penyakit DBD meliputi :
Penyebab dari penyakit ini adalah virus dengue yang ditularkan dengan
perantaraan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk tersebut hitam berbintik-bintik putih
di seluruh tubuh dan kaki, berkeliaran pada waktu siang sampai sore hari yaitu
kurang lebih pukul 10.00 sampai pukul 17.00 dan lebih suka pada tempat
genangan air yang bersih. Dijelaskan pula bahwa penyakit tersebut sangat
berbahaya karena dapat mematikan.
b. Perlindungan perorangan untuk mencegah gigitan nyamuk dengan cara :
- Pemasangan kasa nyamuk, sehingga nyamuk tidak akan masuk ke rumah.
- Menggunakan mosquito repellent atau insektisida bentuk spray.
c. Pemberantasan vektor jangka panjang / pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
- Menutup tempat-tempat penyimpanan air
- Mengubur barang-barang bekas seperti kaleng, botol atau ban bekas serta
semua barang bekas yang memungkinkan nyamuk bersarang.
- Menguras bak mandi / tempat menampung air.
C. PROGNOSIS
Prognosis pada pasien ini untuk kehidupan (quo ad vitam) adalah baik (ad
bonam) oleh karena tidak terjadi dan tidak ada komplikasi yang berat serta keadaan
pasien membaik.
Prognosis untuk kesembuhan (quo ad sanam) adalah baik (ad bonam) yang
nampak dari keadaan umum, tanda vital, pemeriksaan berkala dari Hb, Ht, trombosit
menunjukkan perbaikan dan stabil.
Prognosis membaiknya faal tubuh (quo ad fungsionum) adalah baik (ad
bonam) karena tidak ada ancaman adanya sekuele ataupun kecacatan tubuh.
39
Kriteria memulangkan pasien menurut Pan American Health Organization:
Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever: Guidelines for Prevention and
Control.PAHO: Washington, D.C., 1994: 69 adalah : 7
Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik.
Tampak perbaikan secara klinis
Hematokrit stabil
3 hari setelah syok teratasi
Jumlah trombosit ≥ 50,000/mm3
Tidak ada distress respirasi akibat efusi pleura atau asites
40
BAB IV
RINGKASAN
Pada tulisan ini telah dilaporkan kasus seorang anak dengan Demam
Berdarah Dengue Derajat II gizi baik dengan pembahasan diagnosis, pengelolaan dan
prognosisnya.
Telah dilaporkan seorang anak perempuan, 11 tahun 9 bulan, berat badan
26,00 kg, panjang badan 137 cm, pada anamnesis diperoleh bahwa anak panas tinggi,
mendadak, terus-menerus tanpa sebab yang jelas. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
tekanan darah 110/60mmHg, suhu 37,80C, terdapat perdarahan spontan berupa
petechiae,perdarahan gusi, uji torniquet (+), ada hepatomegali (1/4-1/4 BH). Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan trombositopeni dan hemokonsentrasi dan dari
pemeriksaan X-foto thorax menunjukkan adanya efusi pleura dengan PEI 21 %.
Diagnosis DBD Derajat II ditegakkan berdasarkan kriteria WHO-NCHS dan DepKes
RI. Status gizi perlu diperhatikan karena pada anak-anak merupakan kelompok
rawan gizi. Pada penderita ini berdasarkan kriteria WHO-NCHS termasuk dalam gizi
baik.
Pengelolaan penderita ini telah dilakukan sesuai dengan standar tatalaksana
pengelolaan demam berdarah dengue. Dalam perjalanan penyakitnya penderita tidak
mengalami komplikasi seperti syok, keadaan umum penderita berangsur-angsur
membaik sehingga pada hari ke-6 perawatan diperbolehkan pulang.
Edukasi yang diberikan pada orang tua penderita berupa pencegahan dan
pemberantasan penyakit untuk mencegah penularan DBD denagn III M, yakni :
Menutup tempat penampungan air, Membersihkan/ menguras bak mandi, Mengubur
barang-barang bekas, serta membersihkan diri penderita dan lingkungannya, karena
tidak menutup kemungkinan anak dapat sakit DBD lagi bahkan derajatnya bisa lebih
berat lagi daripada sekarang.
Selain itu juga sosial ekonomi, pendidikan, dan perilaku kesehatan penderita.
Walaupun setelah mendapatkan perawatan di rumah sakit kondisi penderita cukup
baik, dengan sosial ekonomi dan pendidikan yang kurang dari orang tuanya ditambah
lingkungan rumah dengan sanitasi yang buruk \sangat memungkinkan bagi penderita
untuk mengalami infeksi ulangan yang bahkan mungkian lebih berat daripada
sekarang.
41