Anda di halaman 1dari 26

KULIAH LAPANGAN

PENGETAHUAN LINGKUNGAN PERTAMBANGAN

LAPORAN LENGKAP

AKMAL FAUZI

D111171010

DEPARTEMEN TEKNIK PERTAMBANGAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS HASANUDDIN

GOWA

2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanah adalah bagian kerak bumi yang vital peranannya bagi keberlangsungan

makhluk hidup. Tanah memiliki karakteristik yang berbeda-beda bergantung pada

bahan mineral yang terkandung di dalamnya. Warna tanah merupakan ciri utama yang

paling mudah diingat orang. Warna tanah sangat bervariasi, mulai dari hitam kelam,

coklat, merah bata, jingga, kuning, hingga putih. Selain itu, tanah dapat memiliki

lapisan-lapisan dengan perbedaan warna yang kontras sebagai akibat proses kimia

(pengasaman) atau pencucian (leaching). Tanah berwarna hitam atau gelap seringkali

menandakan kehadiran bahan organik yang tinggi, baik karena pelapukan vegetasi

maupun proses pengendapan di rawa-rawa. Warna tanah kemerahan atau kekuningan

biasanya disebabkan kandungan besi teroksidasi yang tinggi. Warna yang berbeda

terjadi karena pengaruh kondisi proses kimia pembentukannya. Suasana

aerobik/oksidatif menghasilkan warna yang seragam atau perubahan warna bertahap,

sedangkan suasana anaerobik/reduktif membawa pada pola warna yang bertotol-totol

atau warna yang terkonsentrasi.

Klasifikasi tanah berdasarkan warna secara teknis digambarkan dalam buku

bagan warna tanah (Munsell Soil Color Charts). Buku Munsell Soil Color Charts warna

didefinisikan dalam 3 ruang dimensi yaitu hue, value dan chroma. Tiga parameter

tersebut yang menentukan notasi pada warna tanah yang telah diklasifikasi.

Aplikasinya di lapangan, membandingkan warna tanah menggunakan buku bagan

warna tanah tidak semua orang dapat melakukannya dengan baik. Pada umumnya
ditunjuk seorang surveyor yang memiliki penglihatan tajam dan pengalaman yang

cukup dalam mengklasifikasi tanah (Anam, 2014).

Setiap tanaman memerlukan jumlah hara dalam komposisi yang berbeda-beda,

pengetahuan pengaruh pH Tanah terhadap pola ketersediaan hara tanah dapat di

gunakan sebagai acuan dalam pemeliharaan tanaman yang sesuai dengan suatu jenis

tanah, melalui berbagai penelitian, telah di ketahui bahwa tanaman tertentu

mempunyai kisaran pH ideal yang tertentu pula.

PH tanah sanggat penting di karenakan larutan tanah mengandung unsur

seperti nitrogen (N), kalium (K), pospor (P), dimana tanaman membutuhkan dalam

jumlah tertentu untuk tumbuhan, berkembang dan bertahan terhadap penyakit. PH

tertentu yang berukuran pada tanah di tentukan oleh seperangkat faktor kimia

tertentu, oleh karena itu penentuan PH tanah adalah sebuah tempat yang paling

penting yang dapat di gunakan untuk mendiagnosa masalah pertumbuhan tanaman,

biasanya tanah pada daerah basah bersifat masam dan pada daerah kering bersifat

basah.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah praktikum kuliah lapangan ini adalah sebagai barikut.

a. Faktor apa yang memengaruhi tingkat kemasaman tanah?

b. Bagaimana pengaruh kemasaman tanah terhadap kesuburan tanah?

c. Bagaimana cara menentukan pH tanah menggunakan alat ukur pH meter?

d. Bagaimana cara penentuan warna tanah menggunakan Munsell Soil Colour

Chart?
1.3 Tujuan Kuliah Lapangan

Tujuan dari praktikum kuliah lapangan ini adalah untuk mengetahui:

a. Faktor yang memengaruhi tingkat kemasaman tanah.

b. Pengaruh kemasaman tanah terhadap kesuburan tanah.

c. Cara menentukan pH tanah dan pH air menggunakan alat ukur pH meter.

d. Cara penentuan warna tanah menggunakan Munsell Soil Colour Chart.

1.4 Manfaat Kuliah Lapangan

Manfaat kuliah lapangan ini adalah untuk memberikan pengetahuan mengenai

alat-alat yang digunakan, sifat-sifat kemasaman tanah, kegunaan, faktor yang

memengaruhi tingkat kemasaman tanah, pengaruh kemasaman tanah terhadap

kesuburan tanah, cara menentukan pH tanah menggunakan alat ukur pH meter,

danara penentuan warna tanah menggunakan Munsell Soil Colour Chart.

1.5 Lokasi dan Kesampaian Daerah

Lokasi pelaksanaan kuliah lapangan yaitu Malino, Kecamatan Tinggimoncong,

Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Kuliah lapangan dilaksanakan pada hari sabtu, 09

April 2018 di dua lokasi yaitu hutan pinus Malino dan Malino High Land. Kabupaten

Gowa terletak pada 5°33'-5°34' Lintang Selatan dan 120°38'-120°33' Bujur Timur.

Daerah Malino ini dapat ditinjau dengan menggunakan mobil, dimana membutuhkan

waktu sekitar 3 jam dari kampus teknik Unhas Gowa. Lokasi ini dapat ditinjau pula

dengan menggunakan bus maupun kendaraan roda dua dengan waktu yang relatif

lebih cepat.
Gambar 1.1 Peta Tunjuk Kabupaten Gowa

Total luas Kabupaten Gowa 35,30% mempunyai kemiringan tanah di atas 40

derajat, yaitu pada wilayah Kecamatan Parangloe, Tinggimoncong, Bungaya dan

Tompobulu. Kabupaten Gowa dilalui oleh banyak sungai yang cukup besar yaitu ada 15

sungai, salah satunya yaitu sungai Jeneberang. Sungai dengan luas daerah aliran yang

terbesar adalah Sungai Jeneberang yaitu seluas 881 km² dengan panjang sungai

utama 90 Km.

1.5.1 Stratigrafi

Geologi daerah Kabupaten Gowa tercakup dalam peta geologi lembar Ujung

Pandang, Benteng, dan Sinjai skala 1:250.000. Geologi di Kabupaten Takalar dan

Kabupaten Gowa termasuk dalam Mandala Sulawesi bagian barat. Satuan batuan
tertua adalah Formasi Tonasa (Temt), terdiri dari batugamping pejal dan berlapis,

koral, bioklastik, kalkarenit dengan sisipan napal, batu gamping pasiran dengan umur

berkisar dari Eosen sampai Miosen Tengah. Lapisan di atasnya ditindih oleh Formasi

Camba (Tmc) terdiri dari batuan sedimen laut berselingan dengan batuan gunung api,

batu pasir tufaan berselingan dengan tufa, batu pasir dan batu lempung bersisipan

napal, batugamping, konglomerat, breksi gunung api dan batubara. Formasi Camba

(Tmc) ini menjemari dengan batuan gunung api Formasi Camba (Tmcv), yang terdiri

dari breksi gunung api, lava, konglomerat dan tufa berbutir halus hingga lapili berumur

Miosen Tengah sampai Pliosen. Batuan Gunung api Baturappe-Cindako (Tpbv) terjadi

secara setempat terdiri dari lava dan breksi bersusunan basal dengan sisipan sedikit

tufa dan konglomerat, umumnya batuan didominasi oleh lava (Tpbl) berumur Pliosen

Akhir.

Satuan batuan gunungapi termuda adalah Batuan Gunung api Lompobatang

(Qlv), terdiri dari aglomerat, lava, breksi, endapan lahar dan tufa. Sebagian besar

terkompaksi, andesit dan basal berumur Plistosen. Sedimen termuda berupa endapan

aluvial dan pantai (Qac), berumur Holosen. Batuan terobosan diorit (d) berupa stok

dan sebagian retas atau sill menerobos Formasi Tonasa (Temt), Formasi Camba

(Tmcv) dan batuan Gunungapi Baturappe–Cindako yang membuat batuan di sekitarnya

berubah kuat, berumur Miosen Akhir Batuan terobosan andesit / trakhit (a/b) berupa

retas dan stok menerobos batuan gamping Formasi Camba (Tmcv) dan Batuan

Gunungapi Baturappe–Cindako (Tpbv). Batuan terobosan basal (b) berupa retas, sill

dan stok, beberapa mempunyai tekstur gabro. Terobosan basal di Jenebarang

merupakan kelompok retas berpola radier yang memusat ke Baturappe dan Cindako,

sedangkan yang di sebelah utara Jeneponto berupa stok, berumur Miosen Akhir

sampai Pliosen Akhir (Indonesian Galf Oil Co, 1972)dan JD. Obradovich, 1974).
1.5.2 Struktur

Struktur geologi geologi yang di jumpai didaerah penyelidikan berupa sesar dan

kekar. Sesar umumnya berarah Utara–Selatan sampai Barat Laut–Tenggara, berupa

sesar geser dan sesar normal, sesar naik. Kekar secara umum berarah Barat Laut-

Tenggara sampai Timur Laut–Barat Daya dengan intensitas rendah, terutama dijumpai

pada batuan terobosan dan batuan Gunung api Baturappe–Cindako.

1.5.3 Mineralisasi

Indikasi mineralisasi logam dasar Timbal, Pirit, Spalerit, Kalkopirit terdapat di

sekitar pinggiran komplek terobosan Diorit (Tpbc) pada batuan gunung api Baturappe–

Cindako (Tpbv), di daerah sekitar Baturappe yang pernah di tambang sejak sebelum

perang dunia ke II oleh perusahaan setempat. Desa Mamato yang terletak di sebelah

utara daerah kerja ditemukan gossan mangan di atas lapukan batuan gunung api

terpropilitkan (Tpv) dekat kontak terobosan granodiorit (gd). PT. Rio Tinto Bethelehem

Indonesia yang telah melakukan penyelidikan melaporkan bahwa “gossan” mangan itu

berasal dari prospek endapan bijih logam dasar.


BAB II

KEMASAMAN DAN WARNA TANAH

2.1 Kemasaman Tanah

Kemasaman tanah adalah salah satu faktor yang sangat penting mempengaruhi

sifat kimia tanah. Sumber Kemasaman Tanah antara lain, isosiasi asam kuat, hidrolisis

aluminum, gugus karboksil pada bahan organik, dan gugus fenol pada bahan organik.

Daerah iklim Tropis Basah, pengasaman tanah adalah proses alamiah (natural).

Kemasaman tanah merupakan salah satu masalah utama bagi pertumbuhan tanaman

(Logan, 1992).

Masalah-masalah ini tersebar luas di daerah tropis basah yang telah mengalami

pelapukan lanjut. Pengelompokan kemasaman tanah berbeda dengan pengelompokkan

terhadap sifat kimia tanah lain, karena untuk kemasaman tanah (pH) dikelompokkan

dalam enam kategori berikut (Faris, 2012) :

a. Sangat Masam untuk pH tanah lebih rendah dari 4,5

b. Masam untuk pH tanah berkisar antara 4,5 s/d 5,5

c. Agak Masam untuk pH tanah berkisar antara 5,6 s/d 6,5

d. Netral untuk pH tanah berkisar antara 6,6 s/d 7,5

e. Agak Alkalis untuk pH tanah berkisar antara 7,6 s/d 8,5

f. Alkalis untuk pH tanah lebih besar dari 8,5.

PH tanah mungkin merupakan pengukuran paling informatif yang dapat dibuat

untuk menentukan karakteristik tanah. Sekilas, pH menunjukkan lebih banyak tentang

tanah daripada hanya menunjukkan apakah itu asam atau basa. Ketersediaan nutrisi

penting dan toksisitas unsur-unsur lain dapat diperkirakan karena hubungan mereka
yang diketahui dengan pH. Istilah pH "diciptakan" oleh ilmuwan Swedia Sorensen

(1909) untuk mendapatkan angka yang lebih nyaman dan gagasan itu cepat dipahami.

Gillespie dan Hurst (1918) tampaknya telah menjadi yang paling awal untuk

menentukan pH (atau PH, seperti yang kemudian disebut) electrometrically

menggunakan elektroda gas hidrogen hitam platinum-palladium, elektroda referensi

kalomel dan cukup beberapa potumberometer dan sistem galvanometer . Pada periode

itu, masih jauh lebih umum untuk menggunakan metode kolorimetri dengan pewarna

indikator daripada metode elektrometri (Thomas, 2013).

2.1.1 Faktor Kemasaman Tanah

Berikut beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kemasaman pada

tanah, antara lain (Faris, 2012) :

a. Air Hujan.

Kekhawatiran tentang hujan asam, tetapi hampir semua hujan adalah ber pH

rendah (asam). Air Hujan murni yang tidak mengandung bahan pencemar pada

dasarnya adalah air distilasi. Air hujan ini yang dalam kesetimbangan dengan atmosfer

akan memiliki pH sekitar 5,6 karena pelarutan karbon dioksida di dalam air, ketika air

hujan murni berada dalam kesetimbangan dengan karbon dioksida, maka konsentrasi

ion hidrogen yang dihasilkan menyebabkan pH 5,6.

b. Respirasi Akar

Tanaman juga menghasilkan karbon dioksida karena proses respirasi akar, dan

selama periode pertumbuhan aktif akar dapat menyebabkan karbon dioksida di tanah

yang konsentrasinya lebih tinggi beberapa kali dari di atmosfer, sehingga terjadi

peningkatan jumlah karbon dioksida terlarut dalam air tanah dan menyebabkan

peningkatan keasaman tanah atau pH menjadi lebih rendah.


c. Pupuk

Karbon dioksida bukan satu-satunya sumber ion hidrogen dalam tanah, namun.

Pada tanah yang dikelola, pupuk dapat menjadi sumber utama ion hidrogen. Faktor

Pupuk (Pupuk Amonium dan Pupuk Mono Kalsium Fosfat).

1). Pupuk Amonium, upuk modern biasanya menggunakan amonium sebagai

sumber nitrogen, akan tetapi oksidasi ammonium dihasilkan ion nitrat dan ion

hidrogen sehingga menyebabkan pengasaman tanah, dengan kata lain dua

atom hidrogen dihasilkan setiap molekul ammonium teroksidasi.

2). Pupuk Mono Kalsium Fosfat, digunakan sebagai salah satu komponen pupuk

juga menjadi faktor penyebab terjadinya proses pengasaman tanah (meskipun

lebih rendah daripada amonium). Senyawa ini akan terhidrolisis dalam air

membentuk fosfat bikalsium dan Asam fosfat. Asam fosfat terdisosiasi sangat

cepat seiring dengan peningkatan pH dari 3,0 menjadi lebih dari 7.0.

Secara umum ion hidrogen (H+) ketiga tersebut akan terlarut pada pH di atas

netral, sehingga tidak termasuk faktor penyebab pengasaman tanah. Pupuk fosfor

diberikan dalam lubang tugal, maka H3PO4 terdisosiasi dalam tanah sehingga terjadi

nilai pH yang sangat rendah didekat pupuk tersebut. Tingkat keasaman ini akan secara

bertahap menyebar ke dalam tanah sekitar lokasi pupuk.

d. Faktor Reaksi Oksidasi yang Menghasilkan Ion Hidrogen

Semua reaksi oksidasi dalam tanah yang menghasilkan ion hidrogen dapat

menyebabkan terjadinya pengasaman tanah. Belerang biasanya digunakan jika tanah

memiliki pH lebih tinggi dari yang diinginkan, sehingga diperlukan upaya penurunan pH

tanah. Reaksi oksidasi pirit yang terjadi pada tanah rawa yang diangkat sehingga

terjadi reaksi oksidasi dari pirit tanah tersebut.


e. Bahan Organik

Bahan Organik juga dapat menyebabkan pengasamkan tanah. Kemampuan

pengasamannya tergantung pada jenis tanaman sebagai sumber bahan organik

tersebut. Tanaman hanya beberapa yang mengandung asam organik dalam jumlah

yang sangat berbeda dengan tanaman lainnya. Asam organik hasil dekomposisi bahan

organik menyebabkan pengasaman tanah. Bahan organik yang berasal dari tanaman

dengan kandungan basa-basa rendah juga menyebabkan terjadinya sedikit

pengasaman tanah. Bahan organik yang berasal dari tanaman dengan kandungan

basa-basa kurang mencukupi kebutuhan mikrobia pendekomposernya, menyebabkan

mikrobia tersebut menyerap basa-basa keperluannya dari sistem tanah, sehingga basa-

basa tanah seperti kalsium dan magnesium terkuras dari tanah maka menyebabkan

terjadinya pengasaman tanah.

f. Tanaman

Pertumbuhan tanaman juga berkontribusi dalam pengasaman tanah, proses

penyerapan hara utama (kalium, kalsium dan magnesium) disertai pertukaran dengan

ion hidrogen sehingga menyebabkan terjadinya pengasaman tanah. Jenis Tanaman

tertentu juga mempengaruhi pengasaman tanah. Contohnya adalah tanaman

Legumninosa. Masa pertumbuhan tanaman Leguminosa terjadi penyerapan anion dan

kation dengan perbandingan yang tidak seimbang, sehingga lebih mengasamkan

tanah. Tanaman leguminosa menyerap hara nitrogen dari hasil fiksasi mikrobia yang

bersimbiosis dengannya. Tanaman non-leguminosa menyerap nitrogen dari sistem

tanah dan penyerapan ini dalam kondisi yang seimbang dengan penyerapan kation-

kation basa, sehingga lebih sedikit pertukaran dengan ion hidrogen, maka sedikit

menyebabkan pengasaman tanah.


g. Hujan Asam

Hujan asam juga memberikan kontribusi dalam proses pengasaman tanah.

Dalam sistem tanah kontribusi dari hujan asam relatif rendah dibandingkan dengan

pengaruh dari pasir sesquioxida yang bersifat sangat asam yang kapasitas tukar kation

sangat rendah. Akan tetapi banyak tanaman sangat peka terhadap pengaruh dari

hujan asam.

2.1.2 Pengukuran Kemasaman Tanah

Reaksi tanah atau pH tanah merupakan ukuran kemasaman tanah atau

kebasaan tanah. Tanah ber pH 7 adalah tanah bereaksi netral, tanah ber pH > 7

adalah tanah bereaksi basa dan tanah ber pH lebih rendah dari 7 merupakan tanah

bereaksi asam atau yang dikenal sebagai tanah masam (acid soils). Reaksi tanah atau

pH tanah dapat diukur baik dengan menggunakan pelarut air (pHw) atau bisa juga

dengan menggunakan pelarut kalsium klorida (pHCa), sehingga pH hasil pengukuran

akan bervariasi tergantung dari metode pelarut yang digunakan (Anam,2014).

Nilai pH yang diukur dengan pelarut kalsium klorida adalah lebih rendah 0,7

satuan unit pH daripada nilai pH yang diukur dengan pelarut air. Laboratorium

mengukur pH tanah pada saat mengukurnya, maka sangatlah penting diketahui bahwa

mereka menetapkan dengan menggunakan metode pelarut air atau pelarut kalsium

klorida karena hasil penetapan pH dari kedua metode tersebut akan berbeda. Untuk

tanah yang bereaksi asam, pilihan pengelolaan yang paling praktis adalah

menambahkan kapur untuk mempertahankan status pH tanah saat ini atau

meningkatkan pH tanah lapisan atas (top soil) (Bale, 2001).

2.1.3 Penanggulangan Kemasaman Tanah

Berikut adalah cara mengatasi penanggulangan kemasaman tanah, antara lain

(Maspari, 2011) :
a. Pengapuran untuk meningkatkan pH dan mengatasi keracunan Al

Mengatasi kendala kemasaman dan kejenuhan Al yang tinggi dapat dilakukan

pengapuran. Kemasaman dan kejenuhan Al yang tinggi dapat dinetralisir dengan

pengapuran. Pemberian kapur bertujuan untuk meningkatkan pH tanah dari sangat

masam atau masam ke pH agak netral atau netral, serta menurunkan kadar Al.

Menaikkan kadar Ca dan Mg dapat diberikan dolomit, walaupun pemberian kapur

selain meningkatkan pH tanah juga dapat meningkatkan kadar Ca dan kejenuhan basa.

Terdapat hubungan yang sangat nyata antara takaran kapur dengan Al dan kejenuhan

Al. Dosis kapur disesuaikan dengan pH tanah, umumnya sekitar 3 t/ha, berkisar antara

1-5t/ha. Kapur yang baik adalah kapur magnesium atau dolomit yang dapat sekaligus

mensuplai Ca dan Mg.

b. Pemberian Bahan Organik

Bahan organik selain dapat meningkatkan kesuburan tanah juga mempunyai

peran penting dalam memperbaiki sifat fisik tanah. Bahan organik dapat meningkatkan

agregasi tanah, memperbaiki aerasi dan perkolasi, serta membuat struktur tanah

menjadi lebih remah dan mudah diolah. Bahan organik tanah melalui fraksi-fraksinya

mempunyai pengaruh nyata terhadap pergerakan dan pencucian hara. Asam fulvat

berkorelasi positif dan nyata dengan kadar dan jumlah ion yang tercuci, sedangkan

asam humat berkorelasi negatif dengan kadar dan jumlah ion yang tercuci. Penyediaan

bahan organik dapat pula diusahakan melalui pertanaman lorong (alley cropping).

Tanaman dapat menjadi sumber bahan organik tanah, cara ini juga dapat

mengendalikan erosi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penanaman Flemingia sp.

dapat meningkatkan pH tanah dan kapasitas tukar kation serta menurunkankejenuhan

Al. Petani menyadari bahwa pemberian pupuk organik dapat meningkatkan kesuburan

tanah. Pengaruh pupuk organik dalam memperbaiki kesuburan tanah kurang spontan

akan tetapi pengaruhnya lebih tahan lama, sedangkan pupuk buatan pengaruhnya
spontan akan tetapi hanya tahan beberapa minggu atau bulan. Pupuk organik yang

digunakan adalah pupuk hijau, kotoran ternak, bagas, dan sebagainya. Berdasarkan

pengalaman bahwa pengusahaan tanaman semusim yang sebagian besar biomasanya

tidak dikembalikan, lebih cepat menguras zat makanan yang ada di tanah, mereka

mulai belajar mengembalikan sisa-sisa panen ke lahan.

c. Pemberian Pupuk Phospat

Kekahatan P merupakan salah satu kendala utama bagi kesuburan tanah

masam.Tanah ini memerlukan P dengan takaran tinggi untuk memperbaiki

kesuburantanah dan meningkatkan produktivitas tanaman. Mengatasi kendala

kekahatan P umumnya menggunakan pupuk P yang mudah larut seperti TSP, SP-36,

SSP, DAP. Pupuk tersebut mudah larut dalam air sehingga sebagian besar P akan

segera difiksasi oleh Al dan Fe yang terdapat di dalam tanah dan P menjadi tidak

tersedia bagi tanaman. Fosfat alam dengan kandungan Ca setara CaO yang cukup

tinggi (>40%) umumnya mempunyai reaktivitas tinggi sehingga sesuai digunakan

pada tanah-tanah masam. Sebaliknya, fosfat alam dengan kandungan sesquioksida

tinggi (Al2O3 dan Fe2O3) tinggi kurang sesuai digunakan pada tanah-tanah masam.

d. Pengaturan sistem tanam

Pengaturan sistem tanam sebenarnya hanya bersifat untuk mencegah

keasaman tanah atau mencegah kemasaman tanah yang lebih parah. Hal ini berkaitan

erat dengan artikel maspary yang berjudul Mengatasi Tanah Asem- asemen Pada Padi

Sawah. Pemberaan. Mempertahankan kesuburan tanah, petani memberakan lahan

[Bahasa Jawa: bero] atau membiarkan semak belukar tumbuh di lahan yang telah

diusahakan beberapa musim. Tanaman akan tumbuh lebih baik pada lahan yang

sebelumnya diberakan. Beda dengan hanya mengandalkan suksesi alami memerlukan

waktu lebih lama untuk mengembalikan kesuburan tanah. Tumpanggilir. pengusahaan

satu jenis tanaman semusim saja selama tiga tahun berturut-turut menyebabkan tanah
menjadi “kurus” dan “cepat panas”. Menurut pengamatan petani, jenis tanaman

pangan yang banyak menguras zat makanan dalam tanah [Bhs.Jawa : ngeret lemah]

adalah ubikayu, ketela rambat dan kacang tanah. Tumpangsari. Beberapa petani juga

melakukan tumpangsari di lahan mereka. Dasar keputusan petani untuk memilih

sistem tumpangsari adalah karena alasan ekonomi, bukannya kesadaran untuk

mempertahankan kesuburan tanah. Pendapatan petani dari hasil tumpangsari jagung

dan padi ternyata lebih besar dari hasil jagung atau padi monokultur. Pencegahan

erosi. Petani menyadari pentingnya pencegahan erosi di lahan mereka, terutama pada

lahan yang curam. Beberapa usaha yang telah dicoba adalah dengan membuat

guludan sejajar kontur atau menggunakan batang pohon yang ditebang pada saat

pembukaan lahan sebagai teras-teras akan tetapi karena intensitas curah hujan yang

tinggi serta struktur tanah yang kurang mantap menyebabkan guludan tersebut mudah

longsor. Sebagian petani ada yang membuat guludan tegak lurus arah kontur,

sehingga air limpasan bisa mengalir lebih cepat. Cara ini memang bisa mengurangi

kerusakan guludan dan mempercepat pematusan karena tanaman tertentu tidak

menyukai tanah yang terlalu basah, tetapi pengikisan tanah (erosi) tetap terjadi.

e. Pemberian Mikroorganisme Pengurai

Pemberian mikroorganisme pengurai akan mempercepat dekomposisi bahan

organik dalam tanah sehingga akan membantu ketersediaan dan keseimbangan unsur

hara. Perombakan bahan organik juga akan menyeimbangkan KTK tanah.

2.2 Warna Tanah

Warna tanah merupakan komposit (campuran) dari warna-warna komponen-

komponen penyusunnya. Efek komponen-komponen terhadap warna komposit ini

secara langsung proporsional terhadap total permukaan tanah yang setara dengan luas

permukaan spesifik dikali proporsi volumetrik yang masing-masingnya terhadap tanah,


yang bermakna materi koloidal mempunyai dampak terbesar terhadap warna tanah,

misalnya humus dan besi-oksida berwarna merah, coklat-karatan, atau kuning

tergantung derajat hidrasinya, besi-tereduksi berwarna biru-hijau, kuarsa umunya

berwarna putih. Batukapur berwarna putih, kelabu, atau kadangkala olive-hijau, dan

feldspar mempunyai banyak warna tetapi dominan merah. Liat berwarna kelabu, putih

merah, tergantung tipe dan proporsi mantel-besinya (Hanafiah, 2004).

Warna tanah meliputi putih, merah, cokat, kelabu, kuning, dan hitam,

kadangkala dapat pula kebiruan atau kehijauan. Kebanyakan tanah mempunyai warna

yang tak murni tetapi campuran kelabu, coklat, dan bercak (rust), kerapkali 2–3 warna

terjadi dalam bentuk spot-spot, disebut karatan (mottling). (Hanafiah, 2004).

Warna tanah yang sering dijumpai adalah warna kuning, merah, cokelat, putih,

dan hitam serta warna-warna tanah di antara warna-warna tersebut, sedangkan yang

berwarna hijau dan lembayung jarang sekali dijumpai. (Sutedjo dan Kartasapoetra,

2010).

2.2.1 Identifikasi Warna Tanah

Elektromagnetik yang dikenal sebagai sinar visible (dapat dilihat mata)

mempunyai panjang gelombang sekitar 0,38-0,75 µm. Efek sinar dari berbagai panjang

gelombang yang memengaruhi (impresi) sangat bervariasi. Perbedaan impresi inilah

yang disebut sebagai “warna”, sebagai tetera pada tabel berikut (Harfiah, 2010) :

Tabel 2.1 Warna Tanah

Warna Panjang Gelombang (mm)


Ungu 0,38 – 0,45

Kuning 0,57 – 0,60

Biru 0,45 – 0,49

Jingga 0,60 – 0,62

Hijau 0,49 – 0,57


Merah 0,57 – 0,60

Pengklasifikasian warna tanah, metode yang telah banyak dikenal luas oleh

banyak soil specialist adalah “sistem munsell”, yang membedakan warna tanah secara

langsung dengan bantuan kolom–kolom warna standar (Hanafiah, 2004).

Gambar 2.1 Bagan warna tanah

Warna ini dibedakan berdasarkan tiga faktor basal (basic) berupa komponen

warna, yaitu hue, value, dan chroma, yang mendasari penyusunan variasi warna pada

kartu–kartu munsell (Hanafiah, 2004)

a. Hue

Hue merujuk pada spektral atau kualitas warna yang dominan, yang

merupakan pembeda antaramerah dengan kuning, dan lainnya. Hue ini warna dipilah

menjadi 10 warna , yaitu: Y (yellow=kuning), YR (yellow-red), R (red=merah), RP

(red-purple), P (purple=ungu), PB (purple–brown), B (brown=coklat), BG (brown-

gray), G (gray=kelabu), GY (gray-yellow). Warna tanah dibagi menjadi kisaran hue: 0-

2, 5, 2,5 5,0, 5,0, 7,5-7,5 dan 7,5–10 yang pada kartu warna hanya tertulis 2,5, 5,0,

7,5, dan 10.

b. Value
Value atau brilliance (kecermelangan) yang mengekpresikan variasi berkas

sinar yang terjadi jika dibandingkan warna putih absolut. Merujuk dari gradasi warna

mdari putih (skala 10) ke hitam (skala 0).

c. Chroma

chroma didefinisikan sebagai garadasi kemurnian dari warna atau derajat

pembeda dari adanya perubahan warna dari kelabu atau putih netral (skala 0) kewarna

lainnya (skala 19).

Gambar 2.2 Sistem warna tanah

Dilapangan, ambil tanah secukupnya (kira-kira 5 g) cocokkan dengan warna

yang ada di buku Munsell, misalnya warna tanah terletak pada kartu Hue 2,5 YR, Value

5 dan Crhoma 6, ditulis 2,5 YR ¾ berarti warnanya dark reddish brown (coklat

kemerahan gelap) (Hanafiah, 2004).

2.2.2 Perbedaan Intensitas Warna Tanah

Warna tanah berfungsi sebagai penunjuk dari sifat tanah, karena warna tanah

dipengaruhi oleh beberapa faktor yang terdapat dalam tanah tersebut. Penyebab

perbedaan warna permukaan tanah umumnya dipengaruhi oleh perbedaan kandungan

bahan organik. Makin tinggi kandungan bahan organik, warna tanah makin gelap

sehingga dapat dikatakan bahwa tanah tersebut ideal untuk diolah menjadi media
tumbuh, sedangkan dilapisan bawah, dimana kandungan bahan organik umumnya

rendah, tanah banyak dipengaruhi oleh bentuk dan banyaknya senyawa Fe dalam

tanah. Daerah berdrainase buruk, yaitu di daerah yang selalu tergenang air, seluruh

tanah berwarna abu-abu karena senyawa Fe terdapat dalam kondisi reduksi (Fe2+).

Pada tanah yang berdrainase baik, yaitu tanah yang tidak pernah terendam air, Fe

terdapat dalam keadaan oksidasi (Fe3+) misalnya dalam senyawa Fe2O3 (hematit) yang

berwarna merah, atau Fe2O3.3H2O (limonit) yang berwarna kuning cokelat, sedangkan

pada tanah yang kadang-kadang basah dan kadang-kadangkering, maka selain

berwarna abu-abu (daerah yang tereduksi) didapat pula becak-becak karatan merah

atau kuning, yaitu di tempat-tempat dimana udara dapat masuk, sehingga terjadi

oksidasi besiditempat tersebut. Keberadaan jenis mineral kwarsa dapat menyebabkan

warna tanah menjadi lebih terang (Hardjowigeno, 1992).

Intensitas warna tanah dipengaruhi tiga faktor yaitu jenis mineral dan

jumlahnya, kandungan bahan organik tanah, dan kadar air tanah dan tingkat hidratasi.

Tanah yang mengandung mineral feldspar, kaolin, kapur, kuarsa dapat menyebabkan

warna putih pada tanah. Jenis mineral feldspar menyebabkan beragam warna dari

putih sampai merah. Hematit dapat menyebabkan warna tanah menjadi merah sampai

merah tua. Makin tinggi kandungan bahan organik maka warna tanah makin gelap

(kelam) dan sebaliknya makin sedikit kandungan bahan organik tanah maka warna

tanah akan tampak lebih terang. Tanah dengan kadar air yang lebih tinggi atau lebih

lembab hingga basah menyebabkan warna tanah menjadi lebih gelap (kelam). Tingkat

hidratasi berkaitan dengan kedudukan terhadap permukaan air tanah, yang ternyata

mengarah ke warna reduksi yaitu warna kelabu biru hingga kelabu hijau (Wirjodihardjo

et al, 2002).
Tanah-tanah muda, warna merupakan indikator jenis bahan induknya,

sedangkan pada tanah-tanah tua warna merupakan indikator iklim tempat

perkembangannya, baik iklim makro maupun iklim tanah (Hillel, 1998).

2.3 Kesuburan Tanah

Kesuburan tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk menyediakan unsur

hara, pada takaran dan kesetimbangan tertentu secara berkesinambung, untuk

menunjang pertumbuhan suatu jenis tanaman pada lingkungan dengan faktor

pertumbuhan lainnya dalam keadaan menguntungkan (Poerwowidodo, 1992). Makin

tinggi ketersediaan hara, maka tanah tersebut makin subur dan sebaliknya. Kandungan

unsur hara dalam tanah selalu berubah ubah, tergantung pada musim, pengolahan

tanah dan jenis tanaman (Rosmakam dan Yuwono, 2002).

Tanah yang subur adalah tanah yang mempunyai profil yang dalam (kedalaman

yang sangat dalam melebihi 150 cm) ; strukturnya gembur ; pH 6,0 - 6,5; kandungan

unsur haranya yang tersedia bagi tanaman adalah cukup ; dan tidak terdapat faktor

pembatas dalam tanah untuk pertumbuhan tanaman (Sutedjo, 2002).

Bidang pertanian khususnya dalam budidaya tanaman, keadaan tanah dan

pengelolaan merupakan faktor penting yang akan menentukan pertumbuhan dan hasil

tanaman yang diusahakan. Hal ini disebabkan karena tanah merupakan media tumbuh

bagi tanaman, sebagai gudang dan pensuplai unsur hara. Tanah berdasarkan ukuran

partikelnya merupakan campuran dari pasir, debu, dan liat. Makin halusnya partikel

akan menghasilkan luas permukaan partikel per satuan bobot yang makin luas.

Dengan demikian, liat merupakan fraksi tanah yang berpermukaan paling luas

dibanding 2 fraksi lainnya. Pada permukaan partikel inilah terjadi berbagai reaksi

kimiawi tanah, yang kemudian mempengaruhi kesuburan tanah (Hanafiah, 2004).


2.3.1 Pengaruh Kesuburan Terhadap Kemasaman Tanah

2.3.2 Warna Tanah Sebagai Indikator Kemasaman Tanah

Warna tanah yang hitam ataupun kelam/gelap kenyataanya akan menyerap

panas yang lebih banyak dari pada tanah yang berwarna putih atau cerah/terang.

Tanah yang berwarna hitam/kelam mendapatkan penyinaran matahari yang akan

terasa lebih panas, akibat selanjutnya yaitu laju evaporasi akan lebih tinggi,

mengeringnya tanah akan berlangsung lebih cepat. Warna tanah memegang peranan

yang utama dalam proses keseimbangan panas, dan secara tidak lansung akan

mempengaruhi pertumbuhan tanaman tingkat tinggi, kegiatan jasad renik dan struktur

tanah (Sutedjo Dan Kartasapoetra, 2010).

Pengaruh yang lebih langsung yang berkaitan dengan tanah ini ialah terhadap

suhu dan lengas tanah. Warna dapat menjadi indikator keadaan iklim dan hal ini

berpengaruh terhadap bahan induk tanah, sehingga kapasitas produksinya samapai

batas – batas tertentu dapat diselidiki. Makin tua warna tanah itu menunjukkan makin

tinggi pula kesuburannya, penilaian demikian tentunya penyebabnya adalah bahan

organik yang menunjukkan tingkat kemampuan hara – hara yang terjadi. Warna tanah

yang terang umumnya disebabkan karena kuarsa (suatu mineral yang nilai gizinya

ayang kemudian kurang). Warna tanah yang bercak umumnya menunjukkan reduksi

dan oksidasi yang silih berganti (Sutedjo dan Kartasapoetra, 2010).

Faktor – faktor yang mempengaruhi itensitas warna terutama warna dasar ialah

kadar lengas dan tingkat hidratasi, kadar bahan organik, serta kadar dan mutu mineral

(Wirdjodiharjo dalam buku Sutedjo dan Kartasapoetra 1968) :

1. Kadar lengas atau tingkat hidratasi sangat berpengaruh terhadap warna tanah,

akan tampak warna lebih gelap/kelam.


2. Tingkat hidratasi itu banyak berkaitan dengan tingkat kedudukan terhadap

permukaan air tanah, yang ternyata mengarah ke warna reduksi (gleisasi) yaitu

kelabu biru hingga kelabu hijau. Kadar bahan organik, makin tinggi kandungan

bahan organiknya maka warna tanah akan makin kelam, sebaliknya makin

rendah atau kurang bahan organik tanah itu, warna akan tampak lebih terang.

3. Mineral feldspar kaolin, kapur, kuarsa, dapat menyebabkan warna putih pada

tanah, khususnya mengenai feldspar ternyata dapat menyebkan pula warna

yang macam – macam, terutama warna merah. Hematit dapat menyebabkan

warna merah tua pada tanah.


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

3.1.2 Bahan

3.2 PENGAMBILAN SAMPEL TANAH

3.3 PENGAMBILAN DAN PENGUKURAN PH AIR

3.4 PENGUKURAN PH TANAH DI LAPANGAN

3.5 PENGUKURAN PH TANAH DI LABORATORIUM

3.6 PENENTUAN WARNA TANAH

3.7 ANALISA DATA

3.7.1 Ph Tanah

3.7.2 Warna Tanah


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL

4.1.1 Ph Tanah Hutan Pinus

4.1.2 Pembahasan Ph Tanah Hutan Pinus

4.1.3 Ph Tanah Malino High Land

4.1.4 Pembahasan Ph Tanah Malino High Land

4.2 WARNA TANAH

4.2.1 Warna Tanah Sampel Hutan Pinus

4.2.2 Warna Tanah Sampel Malino High Land


BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai