Anda di halaman 1dari 22

MATEMATIKA DASAR 2B

Modul 5 dan 6: PEMETAAN LINIER, NILAI EIGEN, DAN VEKTOR EIGEN

Tim Matematika

TAHAP PERSIAPAN BERSAMA


INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA – LAMPUNG SELATAN
2019
5.1 PENDAHULUAN
Banyak aplikasi dari aljabar linier yang melibatkan sistem yang terdiri dari

persamaan linier dengan variabel yang dinyatakan dalam bentuk:


=
dengan adalah suatu skalar. Dalam hal ini, sistem persamaan linier dinyatakan

dalam bentuk perkalian matriks berukuran × dengan matriks kolom

berukuran × 1 (untuk selanjutnya disebut vektor berdimensi ). Persamaan

semacam ini biasanya muncul dalam studi mengenai vibrasi, genetika, dinamika

populasi, mekanika kuantum, dan ekonomi.

Pada modul ini, akan dipelajari penyelesaian dari sistem-sistem semacam itu

melalui pendekatan aljabar yang dikenal dengan istilah nilai eigen dan vektor

eigen. Namun demikian, pembahasan akan dibatasi pada vektor berdimensi dua.

Tujuan Instruksional Khusus yang harus dicapai pada pembelajaran ini antara

lain:

Mahasiswa mengetahui representasi geometri dari vektor

Mahasiswa mampu menjelaskan konsep pemetaan linier


beserta sifat-sifatnya

Mahasiswa mampu menentukan nilai eigen dan vektor eigen


dari suatu matriks

1|Page
5.2 PEMETAAN LINIER, NILAI

EIGEN, DAN VEKTOR EIGEN


Pada modul ini, pembahasan difokuskan pada pemetaan linier, nilai eigen, dan

vektor eigen. Namun demikian, sebelum membahas hal tersebut, diperlukan

pengetahuan mengenai vektor yang akan digunakan dalam pembahasan materi

utama modul ini.

5.2.1 VEKTOR
Vektor adalah suatu kuantitas fisik yang memiliki besar dan arah. Suatu

vektor dapat dinyatakan secara geometri sebagai ruas garis berarah atau

anak panah pada ruang berdimensi dua atau ruang berdimensi tiga. Arah

anak panah menunjukkan arah vektor, sedangkan panjang anak panah

menyatakan besarannya. Pangkal anak panah disebut sebagai titik awal dan

ujung anak panah disebut sebagai titik akhir dari vektor. Suatu vektor

dinotasikan dengan huruf kecil tebal (misalnya , , ) atau huruf kecil yang

diberi tanda panah di bagian atasnya (misalnya ⃗, ⃗, ⃗).

Contoh:

Vektor
3
=
4
dapat digambarkan pada sistem koordinat Cartesius berdimensi dua

(bidang- ) sebagai ruas garis berarah dengan titik awal (0, 0) dan titik

akhir (3, 4). Hal ini dapat dilihat pada Gambar 5.1 berikut.

2|Page
( , ) = (3,4)

sin

cos

Gambar 5.1

Jika titik awal suatu vektor tidak berada di (0, 0), maka identifikasi suatu

vektor dilakukan dengan menggeser titik awal vektor tersebut ke (0, 0).

Misalkan adalah suatu vektor dengan titik awal ( , ) dan titik akhir

( , ), maka vektor dinyatakan sebagai = .

Contoh:

Vektor dengan titik awal (−1, 2) dan titik akhir (1, 3) dinyatakan sebagai
1 − (−1) 2
= = . Hal ini dapat dilihat pada Gambar 5.2 berikut.
3−2 1

(1, 3)
(−1, 2)
(2, 1)

Gambar 5.2

3|Page
Misalkan adalah suatu vektor berdimensi dua dengan

untuk suatu skalar dan . Panjang dari vektor , yang dinotasikan dengan

‖ ‖, dinyatakan sebagai

‖ ‖= +
dan arah (dengan 0 ≤ ≤ 2 ) memenuhi

tan = .

Sudut selalu diukur berlawanan arah jarum jam dari sumbu- positif.

Contoh:
3
Vektor = memiliki panjang ‖ ‖ = √3 + 4 = √9 + 16 = 5. Sedangkan
4
−2
vektor = memiliki panjang ‖ ‖ = (−2) + 6 = √4 + 36 = 2√10.
6

Jika panjang dari vektor dinyatakan sebagai , yaitu = ‖ ‖, dan

menyatakan sudut antara vektor dengan sumbu- positif, maka

berdasarkan Gambar 5.1 diketahui bahwa = cos dan = sin .

Dengan demikian, vektor dapat dinyatakan sebagai


cos
= .
sin

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa setiap vektor

dapat direpresentasikan pada bidang dalam dua cara berbeda, yaitu sebagai

( , ) yang dikenal sebagai koordinat Cartesius dan sebagai ( , ) yang

dikenal sebagai koordinat polar.

4|Page
Contoh:

Jika panjang vektor = adalah 4 dan membentuk sudut 120° dengan

sumbu- positif (diukur searah jarum jam). Tentukan representasi vektor

dalam koordinat Cartesius.

Penyelesaian:

Sudut 120° dengan sumbu- positif yang diukur searah jarum jam setara

dengan sudut 360° − 120° = 240° ( = 240°) jika diukur berlawanan arah

jarum jam. Karena panjang vektor adalah 4 ( = 4), diperoleh


1
4 −
4 cos(240°) 2 −2
= = = .
4 sin(240°) 1 −2√3
4 − √3
2
Dengan demikian, representasi vektor dalam koordinat Cartesius adalah
−2
= .
−2√3

Operasi penjumlahan dan perkalian skalar pada vektor dijelaskan sebagai

berikut.

Misalkan = dan = adalah vektor dan suatu skalar. Maka

+
+ = +
dan

= .

Jika ‖ ‖ menyatakan panjang dari vektor , maka panjang dari dinyatakan

sebagai nilai mutlak dari dikalikan dengan panjang dari vektor , yaitu

‖ ‖ = | |‖ ‖.

5|Page
Contoh:
3 −2 −3
Misalkan = , = , dan = . Tentukan nilai dari − , + , 3 , dan
1 −1 2
‖−2 ‖.

Penyelesaian:
3 −3
− =− =
1 −1
3 −2 1
+ = + =
1 −1 0
−3 −9
3 =3 =
2 6
‖−2 ‖ = |−2|‖ ‖ = 2 (−2) + (−1) = 2√5.

Secara umum, suatu vektor pada ruang riil berdimensi , ∈ℝ ,

dinyatakan sebagai:

= ⋮ .

Informasi ini akan dimanfaatkan untuk pembahasan selanjutnya mengenai

pemetaan linier.

5.2.2 PEMETAAN LINIER


Ingat kembali pembahasan mengenai fungsi pada Matematika Dasar 1.

Fungsi adalah suatu aturan yang menghubungkan setiap unsur pada domain

dengan tepat satu unsur pada kodomain. Misalkan domain dari fungsi

adalah ruang riil berdimensi (ℝ ) dan kodomainnya adalah ruang riil

berdimensi (ℝ ), yaitu
∶ℝ →ℝ
maka dikatakan bahwa fungsi memetakan ℝ ke ℝ .

6|Page
Misalkan ∶ℝ →ℝ adalah suatu pemetaan. Pemetaan dikatakan suatu

pemetaan linier jika untuk setiap dan di ℝ dan untuk setiap skalar

berlaku:

1. ( + ) = ( ) + ( ), dan

2. ( )= ( ).

Berdasarkan definisi di tersebut, dapat disimpulkan bahwa suatu pemetaan

dikatakan linier jika pemetaan + oleh sama dengan pemetaan oleh

ditambahkan dengan pemetaan oleh dan pemetaan oleh sama

dengan dikalikan dengan pemetaan oleh .

Namun demikian, pada modul ini pembahasan dibatasi pada pemetaan ∶

ℝ → ℝ . Berikut dikemukakan contoh pemetaan linier, khususnya yang

melibatkan perkalian matriks.

Perhatikan suatu pemetaan


∶ ℝ →ℝ
yang didefinisikan sebagai ( )= dengan suatu matriks berukuran

2 × 2 dan suatu matriks kolom berukuran 2 × 1 (vektor pada ruang

berdimensi dua). Berdasarkan sifat perkalian matriks, diperoleh bahwa

untuk setiap dan di ℝ dan untuk setiap skalar berlaku:

1. ( + )= ( + )= + = ( ) + ( ), dan

2. ( )= ( )= ( )= ( ).

Dengan demikian, merupakan suatu pemetaan linier.

Beberapa pemetaan khusus yang melibatkan matriks berukuran 2 × 2 adalah

rotasi (perputaran), refleksi (pencerminan), translasi (pergeseran), dan

dilatasi (perubahan ukuran). Namun demikian, pada modul ini pemetaan yang

7|Page
dibahas difokuskan pada rotasi dan refleksi. Rotasi dan refleksi yang

dimaksud dilakukan pada bidang- . Pemetaan tersebut dijelaskan sebagai

berikut.

1. Rotasi

Setiap vektor di bidang- dapat dirotasikan dengan sudut tertentu.

Hal ini dikemukakan sebagai berikut.

Matriks
cos − sin
=
sin cos
merotasikan suatu vektor dengan sudut .

Jika > 0 maka arah rotasi berlawanan arah jarum jam. Jika < 0 maka

arah rotasi searah jarum jam dengan sudut | |.

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, suatu vektor dapat dinyatakan

sebagai
cos
=
sin
dengan menyatakan panjang dari vektor dan menyatakan sudut

antara vektor dengan sumbu- positif. Dengan mengalikan vektor ini

pada matriks , diperoleh


cos − sin cos
=
sin cos sin
(cos cos − sin sin )
=
(sin cos − cos sin )
cos( + )
= .
sin( + )

Persamaan terakhir diperoleh dengan memanfaatkan identitas

trigonometri (penjumlahan dua sudut):


cos( + ) = cos cos − sin sin
sin( + ) = sin cos + cos sin .

8|Page
Dengan demikian, dihasilkan vektor baru dengan panjang yang sama,

yaitu , dan sudut antara vektor dengan sumbu- positif sebesar

+ . Jika > 0, vektor dirotasikan berlawanan arah jarum jam

dengan sudut . Hal ini dapat dilihat pada Gambar 5.3 berikut.

Gambar 5.3

2. Refleksi

Berikut dikemukakan beberapa refleksi yang dapat dilakukan pada

vektor di bidang- .

 Matriks refleksi terhadap sumbu- dinyatakan sebagai =


1 0
.
0 −1
 Matriks refleksi terhadap sumbu- dinyatakan sebagai =
−1 0
.
0 1
 Matriks refleksi terhadap garis = dinyatakan sebagai
0 1
= .
1 0

Sebagai contoh, mengalikan matriks dengan vektor = berarti

melakukan refleksi vektor terhadap sumbu- . Diperoleh


1 0
= = − .
0 −1

9|Page
Dengan demikian, dihasilkan vektor baru sebagai hasil refleksi

vektor terhadap sumbu- . Hal ini dapat dilihat pada Gambar 5.4

berikut.

( , )

( ,− )

Gambar 5.4

Dengan cara serupa, vektor hasil refleksi terhadap sumbu- dan

terhadap garis = berturut turut dapat dilihat pada Gambar 5.5 dan

Gambar 5.6 berikut.

(− , ) ( , )

Gambar 5.5

( , )

( , )

Gambar 5.6

10 | P a g e
Contoh:

1. Gunakan matriks rotasi untuk merotasikan vektor berikut sesuai sudut

yang diberikan.
1
a. Vektor = berlawanan arah jarum jam dengan sudut .
3
2
b. Vektor = searah jarum jam dengan sudut .
1
2
2. Gunakan matriks refleksi untuk merefleksikan vektor = .
5
a. Terhadap sumbu- .

b. Terhadap sumbu- .

c. Terhadap garis = .

3. Misalkan
1 2
= , = .
−1 1
Gunakan matriks refleksi untuk merefleksikan vektor , dan +

terhadap sumbu- . Kemudian berikan kesimpulan tentang hubungan

antara ketiga vektor hasil refleksi yang diperoleh.

Penyelesaian:

1. Proses rotasi vektor tersebut dijelaskan sebagai berikut.

a. Matriks rotasi untuk sudut (berlawanan arah jarum jam) adalah

cos − sin ⎡ 1 − √3⎤


= 3 3 = ⎢⎢ 2 2 ⎥.

sin cos ⎢√3 1 ⎥
3 3 ⎣2 2 ⎦
Sehingga vektor hasil rotasi memiliki koordinat

⎡ 1 − √3⎤
= ⎢⎢ 2 2 ⎥ 1 = 1 1 − 3√3 .
⎢√3 1 ⎥⎥ 3 2 √3 + 3
⎣2 2 ⎦

11 | P a g e
b. Matriks rotasi untuk sudut (searah jarum jam) adalah

cos − − sin − ⎡ √2 √2⎤


= 4 4 = ⎢⎢ 2 2 ⎥.

sin − cos − ⎢− √2 √2⎥
4 4 ⎣ 2 2⎦
Sehingga vektor hasil rotasi memiliki koordinat

⎡ √2 √2⎤
= ⎢⎢ 2 2 ⎥ 2 = 1 3√2 .

⎢− √2 √2⎥ 1 2 −√2
⎣ 2 2⎦

2. Proses refleksi vektor tersebut dijelaskan sebagai berikut.


1 0
a. Matriks refleksi terhadap sumbu- adalah = .
0 −1
Sehingga vektor hasil refleksi memiliki koordinat
1 0 2 2
= = .
0 −1 5 −5

−1 0
b. Matriks refleksi terhadap sumbu- adalah = .
0 1
Sehingga vektor hasil refleksi memiliki koordinat
−1 0 2 −2
= = .
0 1 5 5

0 1
c. Matriks refleksi terhadap garis = adalah = .
1 0
Sehingga vektor hasil refleksi memiliki koordinat
0 1 2 5
= = .
1 0 5 2

1 0
3. Matriks refleksi terhadap sumbu- adalah = .
0 −1
Sehingga vektor hasil refleksi memiliki koordinat
1 0 1 1
= = ,
0 −1 −1 1
1 0 2 2
= = ,
0 −1 1 −1
1 0 1 2 1 0 3 3
( + )= + = = .
0 −1 −1 1 0 −1 0 0

12 | P a g e
Berdasarkan hasil tersebut, diperoleh
( + )= + .

5.2.3 NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN


Telah dijelaskan bahwa suatu pemetaan → mendefinisikan suatu

pemetaan linier. Secara umum, perkalian vektor dengan matriks

menghasilkan vektor baru dengan besaran dan arah yang berbeda. Dalam

kasus-kasus tertentu, dapat dinyatakan sebagai kelipatan skalar dari ,

yaitu = , untuk suatu skalar . Kondisi ini dijelaskan sebagai berikut.

Misalkan suatu matriks bujursangkar. Suatu vektor tak-nol disebut

sebagai vektor eigen dari jika merupakan suatu kelipatan skalar dari ,

yaitu
=
untuk suatu skalar . Skalar disebut sebagai nilai eigen dari dan

disebut sebagai vektor eigen yang terkait dengan .

Ingat bahwa haruslah berupa vektor tak-nol, sedangkan dapat bernilai

nol. Pengaruh nilai terhadap vektor dapat dilihat pada Gambar 5.7

berikut.

Gambar 5.7

13 | P a g e
Contoh:
1
Vektor = merupakan suatu vektor eigen dari
2
3 0
=
8 −1
yang terkait dengan nilai eigen = 3 karena
3 0 1 3
= = =3 .
8 −1 2 6

Selanjutnya akan dijelaskan mengenai prosedur umum untuk menentukan

nilai eigen dan vektor eigen dari suatu matriks bujursangkar.

Perhatikan bahwa persamaan = dapat dituliskan sebagai


− = .
Berdasarkan penjelasan pada modul sebelumnya tentang Sistem Persamaan

Linier, bentuk ini dapat dinyatakan sebagai


− =
sehingga
( − ) = .
……………………………………(5.1)

Ingat kembali hubungan antara nilai determinan matriks koefisien dengan

solusi sistem persamaan linier pada modul sebelumnya tentang Sistem

Persamaan Linier. Karena vektor eigen haruslah berupa vektor tak-nol, yaitu

≠ , maka persamaan (5.1) memiliki solusi jika dan hanya jika −

merupakan matriks yang tidak invertible (singular), yaitu


det( − ) = 0.
……………………………………(5.2)

Persamaan (5.2) disebut sebagai persamaan karakteristik dari . Dengan

menyelesaikan persamaan tersebut, akan diperoleh nilai sebagai solusi dari

14 | P a g e
persamaan karakteristik. Selanjutnya, masing-masing nilai dimanfaatkan

untuk menentukan vektor eigen yang terkait dengan nilai eigen .

Contoh:

Tentukan semua nilai eigen dan vektor eigen dari


1 2
= .
3 2

Penyelesaian:

Persamaan karakteristik dari adalah


det( − ) = 0.
Karena
1 2 1 0 1 2 0 1− 2
− = − = − =
3 2 0 1 3 2 0 3 2−
dan
det( − ) = (1 − )(2 − ) − (2)(3)
=2−3 +λ −6
=λ −3 −4
= ( + 1)( − 4).

Persamaan det( − ) = 0 menyebabkan


( + 1)( − 4) = 0
sehingga diperoleh = −1 dan = 4. Kedua nilai ini adalah nilai-nilai eigen

dari .

Untuk memperoleh vektor eigen yang terkait dengan masing-masing nilai

eigen dari , dilakukan prosedur umum dengan melihat persamaan =

sebagai berikut.

 Untuk = −1, akan ditentukan vektor = sehingga

= (−1) ,

15 | P a g e
yaitu
1 2
= (−1) .
3 2

Diperoleh sistem persamaan linier


+2 =−
3 +2 =−
yang dapat disederhanakan menjadi
2 +2 =0
3 +3 =0
……………………………………(5.3)

Dengan menyelesaikan sistem (5.3) diperoleh bahwa sistem tersebut

memiliki tak-terhingga banyaknya solusi, yaitu


( , ) =− , = untuk suatu ∈ ℝ ∖ {0} .

Dalam notasi vektor, solusi ini dapat dinyatakan sebagai kelipatan


−1
dari vektor , yaitu
1
−1
≠0 .
1

Dengan demikian, terdapat tak-terhingga banyaknya vektor eigen


−1
dari yang terkait dengan nilai eigen = −1. Sebagai contoh,
1
3
dan adalah vektor-vektor eigen dari yang terkait dengan nilai
−3
eigen = −1.

 Untuk = 4, akan ditentukan vektor = sehingga

=4 ,

yaitu
1 2
=4 .
3 2

16 | P a g e
Diperoleh sistem persamaan linier
+2 =4
3 +2 =4
yang dapat disederhanakan menjadi
−3 +2 =0
3 −2 =0
……………………………………(5.4)

Dengan menyelesaikan sistem (5.4) diperoleh bahwa sistem tersebut

memiliki tak-terhingga banyaknya solusi, yaitu


2
( , ) = , = untuk suatu ∈ ℝ ∖ {0} .
3
Dalam notasi vektor, solusi ini dapat dinyatakan sebagai kelipatan
2
dari vektor , yaitu
3
2
≠0 .
3

Dengan demikian, terdapat tak-terhingga banyaknya vektor eigen


2
dari yang terkait dengan nilai eigen = 4. Sebagai contoh, dan
3
−4
adalah vektor-vektor eigen dari yang terkait dengan nilai
−6
eigen = 4.

Lebih jauh, vektor-vektor eigen dari yang terkait dengan nilai

eigen = −1 dan = 4 dapat dilihat pada Gambar 5.8 berikut.

17 | P a g e
Gambar 5.8

18 | P a g e
5.3 LATIHAN
1. Misalkan
2 1
= , = , = .
3 4
a. Tunjukkan bahwa ( + ) = + .

b. Tunjukkan bahwa ( )= ( ).

Untuk soal 2-4, representasikan setiap vektor = yang diberikan pada

bidang- . Kemudian tentukan panjang vektor serta sudut antara vektor

dengan sumbu- positif (jika diukur berlawanan arah jarum jam).


2
2. = .
2
0
3. = .
3

4. = −√3 .
1

Untuk soal 5-7, diberikan vektor dalam representasi koordinat polar dengan

panjang dan sudut antara vektor dengan sumbu- positif adalah .

Tentukan representasi dari vektor = dalam koordinat Cartesius.

5. = 2, = 30° (jika diukur berlawanan arah jarum jam).

6. = 1, = 120°(jika diukur berlawanan arah jarum jam).

7. = 3, = 15°(jika diukur searah jarum jam).

Untuk soal 8-10, misalkan


3 −1 1
= , = , = .
4 −2 −2
8. Tentukan nilai + dan gambarkan hasilnya dalam bentuk grafik.

9. Tentukan nilai − dan gambarkan hasilnya dalam bentuk grafik.

10. Tentukan nilai + + dan gambarkan hasilnya dalam bentuk grafik.

19 | P a g e
Untuk soal 11-13, berikan interpretasi geometri dari pemetaan → untuk

masing-masing berikut.
1 0
11. = .
0 1
0 −1
12. = .
1 0
√3 −1
13. = .
1 √3

14. Gunakan matriks rotasi untuk merotasikan vektor berikut sesuai sudut

yang diberikan.
−1
a. Vektor = berlawanan arah jarum jam dengan sudut .
2
5
b. Vektor = berlawanan arah jarum jam dengan sudut .
2
5
c. Vektor = searah jarum jam dengan sudut .
−3
−7
15. Gunakan matriks refleksi untuk merefleksikan vektor = .
1
a. Terhadap sumbu- .

b. Terhadap sumbu- .

c. Terhadap garis = .

Untuk soal 16-19, tentukan semua nilai eigen dan vektor eigen dari matriks

yang diberikan.
2 3
16. = .
0 −1
1 0
17. = .
0 −1
−4 2
18. = .
−3 1
2 1
19. = .
2 3

0
20. Tentukan semua nilai eigen dari matriks = .

20 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
[1] Neuhauser, C. 2000. Calculus for Biology and Medicine, 3rd Edition. Pearson

Education, Inc.

[2] Anton, H. and Rorres, C. 2010. Elementary Linear Algebra, 10th Ed. Wiley.

21 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai