Anda di halaman 1dari 99

Meraih Loyalitas Pelanggan (Ahmad Mardalis) : 111 – 119X 111

Akreditasi No. 23a / DIKTI / KEP / 2004


ISSN 1410 - 4571

BENEFIT Jurnal Manajemen dan Bisnis, diterbitkan oleh Balai Penelitian dan
Pengembangan Ekonomi (BPPE) Universitas Muhammadiyah Surakarta sebagai
jurnal enam bulanan untuk menyajikan tulisan-tulisan tentang manajemen dan bisnis.
Tulisan dapat berbentuk 1) Kajian teoritis, 2) Paper yang didukung data sekunder, atau
3) Ringkasan hasil penelitian. Naskah untuk BENEFIT diketik dengan jarak dua spasi
sepanjang 15-25 halaman kuarto, dengan format seperti tercantum pada pedoman
penulisan naskah jurnal BENEFIT di halaman belakang. Naskah yang masuk akan
dievaluasi dan disunting untuk keseragaman format dan tatacara lainnya. Isi tulisan
sepenuhnya menjadi tanggung jawab masing-masing penulis.

Pemimpin Redaksi
Syamsud din
Sekretaris Redaksi
Kussudyarsana

Dewan Redaksi
Sukmawati Sukamulja (Universitas Atma Jaya, Yogyakarta)
Bambang Setiadji (Universitas Muhammadiyah Surakarta)
Sayuti Hasibuan (Universitas Muhammadiyah Surakarta)
M. Wahyuddin (Universitas Muhammadiyah Surakarta)
Farid Wajdi (Universitas Muhammadiyah Surakarta)
Ahmad Mardalis (Universitas Muhammadiyah Surakarta)

Redaktur Pelaksana
Ihwan Susila
Anton Agus Setyawan
M. Nasir
Pelaksana Tata Usaha
Siti Faizah
Alamat Redaksi
Subag Tata Usaha Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta,
Jl. A. Yani Tromol Pos I, Pabelan, Surakarta, 57102, Telp. 0271-717417 ex. 229
E-mail: agussetyawan-a@mailcity.com atau uud_ums@yahoo.com
website: http://www.ums.ac.id
Akreditasi No. 23a / DIKTI / KEP / 2004
ISSN 1410 - 4571

Volume 9, No. 2, Desember 2005

DAFTAR ISI

‰ Meraih Loyalitas Pelanggan 111 - 119


Ahmad Mardalis

‰ Hubungan antara Komitmen Organisasi dan Iklim Organisasi dengan


Kepuasan Kerja Karyawan Universitas Muhammadiyah Surakarta 120 - 128
R. Yudhi Satria R.A.

‰ Pengaruh Kebijakan Moneter terhadap Hubungan Model


Tiga Faktor dengan Return Saham 129 -139
Imronudin

‰ Dinamika Sentra Industri Kecil Menuju Era Perdagangan Bebas 140 - 152
M. Farid Wajdi

‰ Good Corporate Culture 153 - 163


Djokosantoso Moeljono

‰ Konteks Budaya Etnis Tionghoa dalam Manajemen


Sumber Daya Manusia 164 - 170
Surya Setyawan

‰ Kemauan Meningkatkan Keberadaan Sistem Informasi


sebagai Fungsi Keberhasilan Sistem 171 - 188
Noer Sasongko

‰ Pengaruh Kesadaran Lingkungan pada Niat Beli Produk Hijau:


Studi Perilaku Konsumen Berwawasan lingkungan 189 - 201
M.F. Shellyana Junaedi

Meraih Loyalitas Pelanggan (Ahmad Mardalis) : 111 – 119X 111


MERAIH LOYALITAS PELANGGAN

Ahmad Mardalis
Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Abstract

Customer loyalty has been recognized as the dominant factor in a business organization's success.
Therefore it has received considerable attention in both marketing and management theory and practice.
This article describes factors that determine customer loyalty and explores the essential strategic consid-
erations for companies contemplating the development of loyalty initiatives. It also establishes customer
satisfactions, service quality, institution image, and switching barrier are cultivated in a manner that
leads to loyalty.
Keywords: customer loyalty, customer satisfactions, service quality, institution image, and switching
barrier

PENDAHULUAN loyal akan memberi keuntungan besar


Arti Penting Loyalitas Pelanggan kepada institusi. Kedua: biaya mendapatkan
pelanggan baru jauh lebih besar
Persaingan yang semakin hebat berbanding menjaga dan mempertahankan
antara institusi penyedia produk belaka- pelanggan yang ada. Ketiga: pelanggan
ngan ini bukan hanya disebabkan yang sudah percaya pada institusi dalam
globalisasi. Tetapi lebih disebabkan karena suatu urusan akan percaya juga dalam
pelanggan semakin cerdas, sadar harga, urusan lainnya. Keempat: biaya operasi
banyak menuntut, kurang memaafkan, institusi akan menjadi efisien jika memiliki
dan didekati oleh banyak produk. banyak pelanggan loyal. Kelima: institusi
Kemajuan teknologi komunikasi juga ikut dapat mengurangkan biaya psikologis dan
berperan meningkatkan intensitas per- sosial dikarenakan pelanggan lama telah
saingan, karena memberi pelanggan akses mempunyai banyak pengalaman positif
informasi yang lebih banyak tentang dengan institusi. Keenam: pelanggan loyal
berbagai macam produk yang ditawarkan. akan selalu membela institusi bahkan
Artinya pelanggan memiliki pilihan yang berusaha pula untuk menarik dan memberi
lebih banyak dalam menggunakan uang saran kepada orang lain untuk menjadi
yang dimilikinya. pelanggan.
Kotler, Hayes dan Bloom (2002)
menyebutkan ada enam alasan mengapa DEFINISI LOYALITAS
suatu institusi perlu mendapatkan loyalitas Loyalitas secara harfiah diartikan
pelanggannya. Pertama: pelanggan yang kesetiaan, yaitu kesetiaan seseorang
ada lebih prospektif, artinya pelanggan terhadap suatu objek. Mowen dan Minor
(1998) mendefinisikan loyalitas sebagai

Meraih Loyalitas Pelanggan (Ahmad Mardalis) : 111 – 119X 111


kondisi di mana pelanggan mempunyai mudah pindah ke produk lain. Pelanggan
sikap positif terhadap suatu merek, yang hanya mengaktifkan tahap
mempunyai komitmen pada merek kognitifnya dapat dihipotesiskan sebagai
tersebut, dan bermaksud meneruskan pelanggan yang paling rentan terhadap
pembeliannya di masa mendatang. Loyali- perpindahan karena adanya rangsangan
tas menunjukkan kecenderungan pelanggan pemasaran (Dharmmesta, 1999).
untuk menggunakan suatu merek tertentu
Tahap kedua: Loyalitas Afektif
dengan tingkat konsistensi yang tinggi
(Dharmmesta, 1999). Ini berarti loyalitas Sikap merupakan fungsi dari kognisi
selalu berkaitan dengan preferensi pada periode awal pembelian (masa
pelanggan dan pembelian aktual. sebelum konsumsi) dan merupakan fungsi
dari sikap sebelumnya ditambah dengan
Definisi loyalitas dari pakar yang
kepuasan di periode berikutnya (masa
disebutkan di atas berdasarkan pada dua
setelah konsumsi). Munculnya loyalitas
pendekatan, yaitu sikap dan perilaku.
afektif ini didorong oleh faktor kepuasan
Dalam pendekatan perilaku, perlu
yang menimbulkan kesukaan dan
dibedakan antara loyalitas dan perilaku
menjadikan objek sebagai preferensi.
beli ulang. Perilaku beli ulang dapat
Kepuasan pelanggan berkorelasi tinggi
diartikan sebagai perilaku pelanggan yang
dengan niat pembelian ulang di waktu
hanya membeli suatu produk secara
mendatang. Pada loyalitas afektif, kerenta-
berulang-ulang, tanpa menyertakan aspek
nan pelanggan lebih banyak terfokus pada
perasaan dan pemilikan di dalamnya.
tiga faktor, yaitu ketidakpuasan dengan
Sebaliknya loyalitas mengandung aspek
merek yang ada, persuasi dari pemasar
kesukaan pelanggan pada suatu produk.
maupun pelanggan merek lain, dan upaya
Ini berarti bahwa aspek sikap tercakup di
mencoba produk lain (Dharmmesta, 1999).
dalamnya.
Loyalitas berkembang mengikuti tiga Tahap ketiga: Loyalitas Konatif
tahap, yaitu kognitif, afektif, dan konatif. Konasi menunjukkan suatu niat atau
Biasanya pelanggan menjadi setia lebih komitmen untuk melakukan sesuatu. Niat
dulu pada aspek kognitifnya, kemudian merupakan fungsi dari niat sebelumnya
pada aspek afektif, dan akhirnya pada (pada masa sebelum konsumsi) dan sikap
aspek konatif. Ketiga aspek tersebut pada masa setelah konsumsi. Maka
biasanya sejalan, meskipun tidak semua loyalitas konatif merupakan suatu loyalitas
kasus mengalami hal yang sama. yang mencakup komitmen mendalam
untuk melakukan pembelian. Hasil
Tahap pertama: Loyalitas Kognitif
penelitian Crosby dan Taylor (1983) yang
Pelanggan yang mempunyai loyalitas menggunakan model runtutan sikap:
tahap pertama ini menggunakan informasi keyakinan – sikap – niat memperlihatkan
keunggulan suatu produk atas produk komitmen untuk melakukan (niat)
lainnya. Loyalitas kognitif lebih didasarkan menyebabkan preferensi pemilih tetap
pada karakteristik fungsional, terutama stabil selama 3 tahun.
biaya, manfaat dan kualitas. Jika ketiga
Jenis komitmen ini sudah melampaui
faktor tersebut tidak baik, pelanggan akan
afek. Afek hanya menunjukkan kecenderu-

112 BENEFIT, Vol. 9, No. 2, Desember 2005


ngan motivasional, sedangkan komitmen untuk juga pola pembelian ulang ini banyak
melakukan menunjukkan suatu keinginan dipakai dalam penelitian dengan menggu-
untuk melaksanakan tindakan. Keinginan nakan panel-panel agenda harian pelanggan
untuk membeli ulang atau menjadi loyal lainnya, dan lebih terkini lagi, data scanner
itu hanya merupakan tindakan yang supermarket. Urutan itu dapat berupa:
terantisipasi tetapi belum terlaksana. i. Loyalitas yang tak terpisahkan
Untuk melengkapi runtutan loyalitas, satu (undivided loyalty) dapat ditunjukkan
tahap lagi ditambahkan pada model dengan runtutan AAAAAA. Artinya
kognitif-afektif-konatif, yaitu loyalitas pelanggan hanya membeli suatu produk
tindakan. tertentu saja. Misalnya: pelanggan
selalu memilih clear setiap membeli
Tahap keempat; Loyalitas Tindakan
shampo.
Aspek konatif atau niat untuk melaku- ii. Loyalitas yang terbagi (divided loyalty)
kan berkembang menjadi perilaku dan dapat ditunjukkan dengan runtutan
tindakan. Niat yang diikuti oleh motivasi, ABABAB. Artinya pelanggan membeli
merupakan kondisi yang mengarah pada dua merek secara bergantian. Misalnya:
kesiapan bertindak dan keinginan untuk suatu ketika membeli shampo clear
mengatasi hambatan dalam melakukan dan berikutnya shampo zink.
tindakan tersebut. Jadi loyalitas itu dapat
iii. Loyalitas yang tidak stabil (unstable
menjadi kenyataan melalui beberapa
loyalty) dapat ditunjukkan dengan
tahapan, yaitu pertama sebagai loyalitas
runtutan AAABBB. Artinya pelanggan
kognitif, kemudian loyalitas afektif, dan
memilih suatu merek untuk beberapa
loyalitas konatif, dan akhirnya sebagai
kali pembelian kemudian berpindah
loyalitas tindakan.
ke merek lain untuk periode
Pelanggan yang terintegrasi penuh berikutnya. Misalnya: selama 1 tahun
pada tahap loyalitas tindakan dapat pelanggan memilih shampo clear dan
dihipotesiskan sebagai pelanggan yang tahun berikutnya shampo zink.
rendah tingkat kerentanannya untuk iv. Tanpa loyalitas (no loyalty), ditunjukkan
berpindah ke produk lain. Dengan kata dengan runtutan ABCDEF. Artinya
lain, loyalitas tindakan ini hanya sedikit pelanggan tidak membeli suatu merek
bahkan sama sekali tidak memberi tertentu.
peluang pada pelanggan untuk berpindah Kotler (2000, 268) mempunyai istilah lain
ke produk lain. Pada loyalitas konasi dan untuk loyalitas di atas, yaitu; ‘Hard-core
tindakan, kerentanan pelanggan lebih loyals, split loyals, shifting loyals, dan switchers’.
terfokus pada faktor persuasi dan
keinginan untuk mencoba produk lain. 2. Proporsi pembelian (proportion of
purchase)
MENGUKUR LOYALITAS Berbeda dengan runtutan pilihan,
Secara umum, loyalitas dapat diukur cara ini menguji proporsi pembelian total
dengan cara-cara berikut: dalam sebuah kelompok produk tertentu.
1. Urutan pilihan (choice sequence) Data yang dianalisis berasal dari panel
Metode urutan pilihan atau disebut pelanggan.

Meraih Loyalitas Pelanggan (Ahmad Mardalis) : 111 – 119X 113


3. Preferensi (preference) FAKTOR-FAKTOR YANG
Cara ini mengukur loyalitas dengan MEMPENGARUHI LOYALITAS
menggunakan komitmen psikologis atau i. Kepuasan Pelanggan
pernyataan preferensi. Dalam hal ini, Definisi kepuasan yang terdapat
loyalitas dianggap sebagai “sikap yang dalam berbagai literatur cukup beragam.
positif” terhadap suatu produk tertentu, Kotler (2000, 36) mendefinisikan kepuasan
sering digambarkan dalam istilah niat pelanggan sebagai perasaan suka/tidak
untuk membeli. seseorang terhadap suatu produk setelah
4. Komitmen (commitment) ia membandingkan prestasi produk
Komitmen lebih terfokus pada tersebut dengan harapannya. Wilkie (1994;
komponen emosional/perasaan. Komit- 541), mendefinisikan kepuasan pelanggan
men terjadi dari keterkaitan pembelian sebagai tanggapan emosional yang positif
yang merupakan akibat dari keterlibatan pada evaluasi terhadap pengalaman dalam
ego dengan kategori merek (Beatty, menggunakan suatu produk atau jasa.
Kahle, Homer, 1988). Keterlibatan ego Engel (1990) menyatakan bahwa kepuasan
tersebut terjadi ketika sebuah produk pelanggan merupakan evaluasi setelah
sangat berkaitan dengan nilai-nilai penting, pembelian di mana produk yang dipilih
keperluan, dan konsep-diri pelanggan. sekurang-kurangnya sama atau melebihi
harapan pelanggan, sedangkan ketidak-
Cara pertama dan kedua di atas puasan timbul apabila hasil (outcome) tidak
merupakan pendekatan perilaku (behav- memenuhi harapan. Dari berbagai definisi
ioural approach). Cara ketiga dan keempat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
termasuk dalam pendekatan attitudinal pada dasarnya pengertian kepuasan
(attitudinal approach). pelanggan mencakup perbedaan antara
harapan dan prestasi atau hasil yang
dirasakan.

(Sebelum pembelian) (Setelah pembelian)

Prestasi produk yang Puas


diharapkan (Aktual ≥ harapan)

Perbedaan

Prestasi aktual Tidak puas


produk (aktual < harapan)

Gambar 1. Kepuasan/Ketidakpuasan Pelanggan sebagai Proses Pembandingan


Sumber: Wilkie (1994; 542)

114 BENEFIT, Vol. 9, No. 2, Desember 2005


Baik praktisi ataupun akademisi yang terpisah dari konsep yang sama
memahami bahwa loyalitas pelanggan dan dalam cara yang kebanyakan sama. Panel
kepuasannya adalah berkaitan, walaupun 2 berpendapat bahwa kepuasan adalah
keterkaitannya adalah tidak selalu konsep inti untuk loyalitas yang mana
beriringan (Oliver, 1999). Kepuasan adalah loyalitas tidak akan ada tanpa kepuasan,
langkah yang penting dalam pembentukan dan bahwa kepuasan adalah dasar dari
loyalitas tetapi menjadi kurang signifikan loyalitas. Panel 3 mengecilkan peranan
ketika loyalitas mulai timbul melalui dasar dari kepuasan dan mengemukakan
mekanisme-mekanisme lainnya. Mekanis- bahwa kepuasan adalah suatu unsur dari
me lainnya itu dapat berbentuk kebulatan loyalitas. Panel 4 menunjukkan bahwa
tekad dan ikatan sosial. Loyalitas memiliki keberadaan loyalitas tanpa batas di mana
dimensi yang berbeda dengan kepuasan. kepuasan dan loyalitas ‘sederhana’ menjadi
Kepuasan menunjukkan bagaimana suatu komponennya. Panel 5 mengemukakan
produk memenuhi tujuan pelanggan bahwa kepuasan merupakan bagian dari
(Oliver, 1999). Kepuasan pelanggan loyalitas, tapi bukan bagian esensi
senantiasa merupakan penyebab utama loyalitas. Panel 6 mengemukakan bahwa
timbulnya loyalitas. kepuasan adalah permulaan dari suatu
Namun penelitian-penelitian lain rangkaian transisi atau peralihan yang
mendapati kurangnya pengaruh kepuasan berkulminasi dalam loyalitas. Enam panel
terhadap loyalitas. Misalnya Jones dan tersebut nampak dalam gambar 2.
Sasser (1995) menyimpulkan bahwa Loyalitas terjadi karena adanya
dengan hanya memuaskan pelanggan pengaruh kepuasan/ketidakpuasan dengan
adalah tidak cukup menjaga mereka untuk produk tersebut yang berakumulasi secara
tetap loyal, sementara mereka bebas untuk terus menerus di samping adanya persepsi
membuat pilihan. Strewart (1997) tentang kualitas produk (Boulding,
menyimpulkan adalah keliru untuk Staelin, dan Zeithaml, 1993), (Bloemer,
mengemukakan asumsi bahwa kepuasan Ruyter dan Peeters, 1998).
dan loyalitas adalah bergerak bersama- ii. Kualitas Jasa
sama. Reicheld (1996) mengemukakan
bukti bahwa dari para pelanggan yang Salah satu faktor penting yang dapat
puas atau sangat puas, antara 65% sampai membuat pelanggan puas adalah kualitas
85% akan berpindah ke produk lain. jasa (Shellyana dan Basu, 2002). Kualitas
Dalam industri otomotif pula dia jasa ini mempunyai pengaruh terhadap
menemukan 85% sampai 95% pelanggan kepuasan pelanggan (Anderson dan
yang puas, hanya 30% - 40% yang Sullivan 1993). Pemasar dapat meningkat-
kembali kepada merek atau model kan kualitas jasa untuk mengembangkan
sebelumnya. loyalitas pelanggannya. Produk yang
berkualitas rendah akan menanggung
Oliver (1999), mencoba mengelom- resiko pelanggan tidak setia. Jika kualitas
pokkan bentuk hubungan kepuasan – diperhatikan, bahkan diperkuat dengan
loyalitas ke dalam 6 kelompok panel. periklanan yang intensif, loyalitas
Kelompok panel 1 berasumsi bahwa pelanggan akan lebih mudah diperoleh.
kepuasan dan loyalitas adalah manifesto

Meraih Loyalitas Pelanggan (Ahmad Mardalis) : 111 – 119X 115


Kepuasan
menyatu Kepu
dengan (1) asan (2)
loyalitas
Loyalitas

Kepuasan (4)
Kepuasan (3)
Loyalitas
Loyalitas

Loyalitas
Loyalitas Kepuasan

Kepuasan

(5) (6)

Gambar 2. Enam Representasi dari Hubungan Kepuasan dan Loyalitas


Sumber: Oliver (1999)

Kualitas dan promosi menjadi faktor (1992), Boulding et al. (1993), Andreasson
kunci untuk menciptakan loyalitas pelang- dan Lindestad (1998).
gan jangka panjang. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa pelanggan akan iii. Citra
menjadi loyal pada produk-produk Para pakar pemasaran memberikan
berkualitas tinggi jika produk-produk berbagai definisi serta pendapat tentang
tersebut ditawarkan dengan harga yang citra dan dengan penekanan yang beragam
bersaing (Dharmmesta, 1999). pula. Walaupun demikian mereka sepakat
Pengaruh kualitas terhadap loyalitas akan semakin pentingnya citra yang baik
juga telah dibuktikan oleh hasil penelitian (positif) bagi sebuah produk. Bahkan
Sabihaini (2002) yang menyimpulkan Band (1987) menambahkan satu lagi P
bahwa peningkatan kualitas jasa akan ‘Public Image’ sebagai bauran pemasaran
memberikan dampak yang baik untuk dari 4P yang sudah biasa dikenal, yaitu;
meningkatkan loyalitas. Bloomer, Ruyter Product (hasil), Price (harga), Place (tempat),
dan Peeters (1998) mendapatkan kualitas dan Promotion (promosi).
jasa memiliki pengaruh langsung terhadap Kotler (2000, 553) mendefinisikan
loyalitas dan mempengaruhi loyalitas citra sebagai “seperangkat keyakinan, ide
melalui kepuasan. Hasil yang sama juga dan kesan yang dimiliki seseorang
diperlihatkan oleh hasil penelitian Fornell terhadap suatu objek”. Selanjutnya beliau

116 BENEFIT, Vol. 9, No. 2, Desember 2005


mengatakan “sikap dan tindakan seseorang Pengaruh citra ke atas loyalitas juga
terhadap suatu objek sangat dikondisikan ditemukan dalam hasil penelitian
oleh citra objek tersebut”. Ini memberi Andreassen (1999), serta Andreassen dan
arti bahwa kepercayaan, ide serta impresi Linestad (1998). Hasil penelitian mereka,
seseorang sangat besar pengaruhnya ada yang menyimpulkan bahwa citra
terhadap sikap dan perilaku serta respon produk mempunyai dampak langsung
yang mungkin akan dilakukannya. yang signifikan terhadap loyalitas
Seseorang yang mempunyai impresi dan pelanggan dan ada pula yang menyatakan
kepercayaan tinggi terhadap suatu produk dampaknya tidak langsung, tetapi melalui
tidak akan berpikir panjang untuk membeli variabel lain. Sebaliknya penelitian
dan menggunakan produk tersebut Bloemer, Ruyter dan Peeters (1998) pula
bahkan boleh jadi ia akan menjadi menyimpulkan bahwa citra tidak memberi
pelanggan yang loyal. Kemampuan dampak langsung kepada loyalitas, namun
menjaga loyalitas pelanggan dan relasi menjadi variabel moderator antara kualitas
bisnis, mempertahankan atau bahkan dan loyalitas.
meluaskan pangsa pasar, memenangkan
suatu persaingan dan mempertahankan iv. Rintangan untuk Berpindah
posisi yang menguntungkan tergantung Faktor lain yang mempengaruhi
kepada citra produk yang melekat di loyalitas yaitu besar kecilnya rintangan
pikiran pelanggan. berpindah (switching barrier) (Fornell, 1992).
Suatu perusahaan akan dilihat melalui Rintangan berpindah terdiri dari; biaya
citranya baik citra itu negatif atau positif. keuangan(financial cost), biaya urus niaga
Citra yang positif akan memberikan arti (transaction cost), diskon bagi pelanggan
yang baik terhadap produk perusahaan loyal (loyal customer discounts), biaya sosial
tersebut dan seterusnya dapat meningkat- (social cost), dan biaya emosional (emotional
kan jumlah penjualan. Sebaliknya penjualan cost). Semakin besar rintangan untuk
produk suatu perusahaan akan jatuh atau berpindah akan membuat pelanggan
mengalami kerugian jika citranya dipan- menjadi loyal, tetapi loyalitas mereka
dang negatif oleh masyarakat (Yusoff, mengandung unsur keterpaksaan.
1995).
KESIMPULAN
Sunter (1993) berkeyakinan bahwa
Loyalitas pelanggan perlu diperoleh
pada masa akan datang hanya dengan
karena pelanggan yang setia akan aktif
citra, maka pelanggan akan dapat
berpromosi, memberikan rekomendasi
membedakan sebuah produk dengan
kepada keluarga dan sahabatnya,
produk lainnya. Oleh karena itu bagi
menjadikan produk sebagai pilihan utama,
perusahaan jasa memiliki citra yang baik
dan tidak mudah pindah. Para peneliti
adalah sangat penting. Dengan konsep
seakan sepakat bahwa kepuasan pelanggan
citra produk yang baik ia dapat
merupakan faktor utama yang dapat
melengkapkan identitas yang baik pula
menarik loyalitas pelanggan. Kepuasan
dan pada akhirnya dapat mengarahkan
pelanggan dapat dilihat dari kebanggaan
kepada kesadaran yang tinggi, loyalitas,
terhadap institusi tersebut, terpenuhinya
dan reputasi yang baik.

Meraih Loyalitas Pelanggan (Ahmad Mardalis) : 111 – 119X 117


keinginan pelanggan, institusi sudah ideal Vol. 1, No. 4, Mei pp. 324-332.
bagi pelanggan dan rasa puas pelanggan Band, William A. (1987), Build Your
terhadap institusi penyedia produk. Company Image to Increase Sales.
Perlu diketahui bahwa pelanggan Sales & Marketing Management in
yang puas tidak serta merta akan menjadi Canada. Vol. 28 p. 10-12.
pelanggan yang loyal. Karena pada Beatty S. E., L. R. Kahle, dan P. Homer,
hakekatnya manusia memiliki rasa ingin (1988), The Involvement Commitment
tahu dan mencoba sesuatu yang baru. Model: Theory and Implications,
Oleh karena itu perlu ada strategi tepat Journal of Business Research, Vol. 16,
supaya dapat menghalangi pelanggan No. 2, pp. 149-167.
untuk pindah ke produk pesaing. Misalnya
Bloemer dan Ruyter (1998) On the Rela-
saja dengan memberi diskon kepada
tionship between Store Image, Store
pelanggan yang loyal. Halangan berpindah
Satisfaction, and Store Loyalty. Euro-
yang dibuat tentu saja dengan memperha-
pean Journal of Marketing. Vol. 32 No.
tikan etika bisnis yang berlaku.
5/6. pp. 499-513,
Loyalitas pelanggan yang berada pada
Bloemer, Ruyter dan Peeters (1998).
tahap kognitif dapat dipertahankan dengan
“Investigating Drivers of Bank
meningkatkan nilai produk terutama
Loyalty: the Complex Relationship
penurunan harga serta peningkatan
between Image, Service Quality and
manfaat dan kualitas produk. Loyalitas
Satisfaction”, International Journal of
pelanggan yang berada pada tahap afektif
Bank Marketing, Vol. 16/7, pp.276-
dapat dipertahankan dengan memberikan
286.
kepuasan, memberi nilai tambahan serta
menciptakan rintangan berpindah, seperti Boulding, W.A. Klra. R. Staelin, dan V.A.
diskon bagi pelanggan yang loyal. Zeithhaml (1993), A Dinamic Process
Sedangkan pelanggan yang loyalitasnya Model of Service Quality: from
berada pada tahap konatif dan tindakan, Expectations to Behavioral Intentions,
selain memberikan kepuasan, kesetiaannya Journal of Marketing Research, Vol. 30
dapat diraih dengan adanya relationship (Pebruary) pp. 7–27.
berkelanjutan sehingga pada akhirnya Crosby dan Taylor (1983), dalam
muncul emotional cost bila mereka ingin Dharmmesta, B.S., (1999) Loyalitas
berpindah ke produk pesaing. Pelanggan: Sebuah Kajian Konsep-
tual sebagai Panduan bagi Peneliti,
DAFTAR PUSTAKA Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia,
Vol. 14, No. 3. Pp. 73-88.
Anderson E. W., dan M. Sullivan (1993),
The Antecedents and Consequences Dharmmesta, B.S., (1999) Loyalitas
of Customer Satisfaction for Firms, Pelanggan: Sebuah Kajian Konsep-
Marketing Science, 12 (2), 125-43. tual sebagai Panduan bagi Penalty,
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia,
Andreassen, T. W (1999), “What Drives
Vol. 14, No. 3. Pp. 73-88.
Customer Loyalty with Complaint
Resolution?” Journal of Service Research, Engel, J.F., (1990), Consumer Behavior, 6th
ed. Chicago: The Dryden Press.

118 BENEFIT, Vol. 9, No. 2, Desember 2005


Fornell, (1992), A National Customer Sabihaini, (2002), Analisis konsekuensi
Satisfaction Barometer: The Swedish Keperilakuan Kualitas Layanan; Suatu
Experience, Journal of Marketing, Vol. Kajian Empirik, Usahawan, No. 02 Th
56 (January), pp. 6-21 xxxi pp. 29-36.
Jones dan Sasser (1995) dalam Oliver, Shellyana J. dan Basu S.D.(2002) Pengaruh
Richard L. (1999), “Whence Consumer Ketidakpuasan pengguna, Karakteris-
Loyalty?, Journal of Marketing, Vol 63 tik Kategori Produk, dan Kebutuhan
(special issue) pp. 33-44. Mencari Variasi terhadap Keputusan
Kotler, P. (1997). Marketing Management: Perpindahan Merek, Jurnal Ekonomi
Analysis Planning, Implementation and dan Bisnis Indonesia. Vol. 17 No 1. P.
Control, New Jersey: Prentice Hall 91-104.
International, Inc. Strewart (1997) dalam Oliver, Ricard L.
Kotler, P., (2000), Marketing Management, (1999), “Whence Consumer Loyalty?,
The Millenium Edition, New Jersey: Journal of Marketing, Vol 63 (special
Prentice Hall International, Inc. issue) pp. 33-44.
Kotler P., Hayes, Thomas, Bloom Paul N. Sunter, C. (1993), In Van Heerden,
(2002). Marketing Professional Service, Cornelius H. dan Puth, Gustav. 1995.
Prentice Hall International Press. Factors that Determine the Corporate
Image of South African Banking
Mowen, J.C. dan M. Minor (1998) Consumer
Institutions. International Journal of
Behavior, 5th Ed. Upper Saddle River,
Bank Marketing. Vol. 13. No. 3 p. 12-
NJ: Prentice Hall,Inc.
17.
Oliver, Richard L. (1999), “Whence
Wilkie, Williem L, (1994), Consumer
Consumer Loyalty?, Journal of
Behavior, 3rd ed. John Wiley & Sons,
Marketing, Vol 63 (special issue) pp.
Inc.
33-44.
Yusoff, M. (1995), Konsep Asas Periklanan.
Reicheld (1996) dalam Oliver, Ricard L.
Malaysia: Dewan Bahasa dan Pustaka.
(1999), “Whence Consumer Loyalty?,
Journal of Marketing, Vol 63 (special
issue) pp. 33-44.

Meraih Loyalitas Pelanggan (Ahmad Mardalis) : 111 – 119X 119


HUBUNGAN ANTARA KOMITMEN ORGANISASI DAN IKLIM
ORGANISASI DENGAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

R. Yudhi Satria R.A.


Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Abstract
This research objective is to find out the correlation between organizational commitment and
organizational climate with the job satisfaction.
Job satisfaction functions as a dependent variable on this research. There are two variables
functioning as independent variables, those are the commitment and the climate of organization. The
hypothesis proposed in this research is divided into one major hypothesis, that is the correlation between
organizational commitment and organizational climate with the job satisfaction. Two minor hypothesis
proposed in the study are the positive correlation between organizational climate with work satisfaction,
and the positive correlation between organizational climate with the job satisfaction.
The sample of this research is included three hundreds employees of Muhammadiyah University of
Surakarta, acquired by random sampling technique. Data is collected through questionnaire method
and analyzed by regression method.
The result of this research indicates that there is a significant correlation between organizational
commitment and organizational climate with the work satisfaction, while the dominant free variable
and the commitment variable becomes the major contributor in affecting the job satisfaction. The
research also indicates that there is a positive and significant correlation between organizational
commitment and the job satisfaction, in which the continuous and the normative factors become the
dominant. This research also proves that there is a significant correlation between organizational climate
with the work satisfaction. The dominant factors are conformity and organization clarity.
The other result of this research indicates that there is a very significant difference between
organizational commitment, organizational climate and the job satisfaction on many work units where
the employees work.
Keywords: job satisfaction, organizational commitment, organizational climate

PENDAHULUAN sebagai tenaga kerja.


Setiap organisasi memerlukan sumber Setelah menyadari arti penting
daya untuk mencapai usaha yang telah manusia, maka suatu organisasi harus
ditentukan. Sumber daya manusia meru- dapat mengatur dan memanfaatkan
pakan salah satu faktor penting yang terus sedemikian rupa potensi manusia yang
menerus dibicarakan. Oleh karena itu ada di organisasi yaitu karyawan dalam
diperlukan usaha-usaha yang lebih bagi setiap fungsi dan jabatan yang ada di
peningkatan dalam membina manusia dalam perusahaan. Pemenuhan kebutuhan

120 BENEFIT, Vol. 9, No. 2, Desember 2005


manusia secara terus menerus dapat Muhammadiyah Surakarta.
menghasilan peningkatan kepuasan kerja, Adapun manfaat dari penelitian ini
namun bila karyawan dalam suatu memberikan informasi pentingnya
perusahaan tidak mendapatkan suatu kepuasan kerja karyawan dan memberikan
kepuasan maka mereka cenderung informasi tentang pentingnya komitmen
perilaku ketidakpuasan dalam kerja seperti organisasi dan iklim organisasi yang
aksi demonstrasi, aksi mogok, dan aksi mempengaruhi kepuasan kerja karyawan-
mangkir kerja nya sehingga manajemen Universitas
Kepuasan kerja dapat dipandang baik Muhammadiyah Surakarta dapat mence-
sebagai independent variable maupun sebagai gah munculnya ketidakpuasan kerja yang
dependent variable. Oleh karena itu, dapat menyebabkan penurunan kinerja
kemungkinan untuk melakukan penelitian karyawannya.
tentang kepuasan kerja dalam kaitannya Penelitian ini bagi karyawan, memberi
dengan berbagai variabel lain, baik sebagai gambaran dan sumbangan informasi
variabel independen maupun dependen, pentingnya faktor-faktor tertentu untuk
tetap menarik dan luas. mendapatkan kepuasan kerja, serta
Kepuasan kerja sebagai dependent mengetahui bahwa peran komitmen
variabel dinyatakan dipengaruhi secara organisasi dan iklim organisasi akan
positif oleh komitmen organisasi. Kepuasan sangat menentukan tercapainya tingkat
kerja selain dipengaruhi oleh komitmen kepuasan kerja yang optimal.
organisasi, juga dipengaruhi oleh iklim
organisasi. TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian yang melibatkan tema A. Kepuasan Kerja
kepuasan kerja karyawan, komitmen Kepuasan kerja karyawan termasuk
organisasi dan iklim organisasi bagi masalah yang penting untuk diperhatikan
karyawan yang bekerja di amal usaha dalam suatu perusahaan, hal ini
bidang pendidikan dalam organisasi menyangkut perasaan positif karyawan
Muhammadiyah memang belum banyak terhadap pekerjaan yang dihadapinya
diteliti. Hal ini menimbulkan pertanyaan (Davis dan Newstrom, 1992). Perasaan
apakah ada hubungan antara komitmen positif tentunya akan membawa karyawan
terhadap organisasi (perusahaan) dan pada keadaan senang dan bergairah dalam
iklim organisasi dengan kepuasan kerja menjalankan kewajibannya, sehingga
pada karyawan Universitas Muhammadiyah melalui terwujudnya kepuasan kerja pada
Surakarta? karyawan diharapkan perusahaan mampu
Penelitian ini akan melihat hubungan meningkatkan kualitas sumber daya
antara komitmen terhadap organisasi dan manusia yang pada akhirnya akan berpe-
iklim organisasi dengan kepuasan kerja. ngaruh pada kualitas maupun kuantitas
Juga hubungan antara komitmen terhadap hasil produksi dari para karyawan.
organisasi dengan kepuasan kerja serta Schermerhorn (1993) mengatakan
hubungan antara iklim organisasi dengan bahwa kepuasan kerja adalah suatu
kepuasan kerja pada karyawan Universitas tingkatan perasaan yang positif/negatif

Hubungan antara Komitmen Organisasi … (R.Yudhi Satria R.A.) : 120 – 128X 121
tentang beberapa aspek dari pekerjaan, al, 1989).
situasi kerja, dan hubungan dengan rekan Mowday, Porter, dan Steers (dalam
sekerja. Meyer dkk., 1993) mendefinisikan komit-
Dipboye dkk. (1994) mendefinisikan men organisasi sejalan dengan pendapat
kepuasan kerja merupakan derajat perasaan Porter, yaitu sebagai sifat hubungan antara
individu secara positif maupun negatif pekerja dan organisasi. Individu yang
terhadap pekerjaaannya. Dipboye dkk. mempunyai komitmen tinggi terhadap
(1994) berpendapat bahwa kepuasan kerja organisasi dapat dilihat dari: (1) keinginan
sangat erat kaitannya dengan komitmen kuat untuk tetap menjadi anggota
organisasi dan keterlibatan kerja, dimana organisasi tersebut; (2) kesediaan untuk
individu yang memiliki komitmen berusaha sebaik mungkin demi kepentingan
organsiasi tinggi dan memiliki keterlibatan organisasi tersebut; dan (3) kepercayaan
yang besar terhadap kegiatan organisasi akan dan penerimaan yang kuat terhadap
akan mengembangkan penilaian yang nilai-nilai dan tujuan organisasi
positif terhadap pekerjaannya secara Pengertian komitmen dalam peneli-
khusus dan terhadap semua hal yang ada tian ini digunakan konsep dari Meyer dkk.
dalam organisasi secara umum. (1993) yang memadang komitmen
Robbins (2003) menerangkan bahwa organisasi terdiri dari tiga komponen yang
kepuasan kerja merupakan suatu sikap berbeda yaitu komitmen sebagai affective
umum seorang individu terhadap attachment terhadap organisasi (Affective
pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat Commitment/AC), komitmen sebagai perceive
kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap cost yang berhubungan dengan meninggal-
yang positif terhadap kerja itu, sedangkan kan organisasi (Continuance Commitment/
yang tidak puas dengan pekerjaannya CC) dan komitmen sebagai suatu
menunjukkan sikap yang negatif. keyakinan untuk tetap tinggal dalam
Penelitian ini menggunakan penger- organisasi (Normative Commitment/NC).
tian kepuasan kerja dari Robbins (2003), Alasannya adalah konsep ini dapat
bahwa kepuasan kerja merupakan suatu mewakili sebagai atribut penelitian yang
sikap umum seorang individu terhadap bersifat multidimensional tentang
pekerjaannya yang menunjukkan pertim- komitmen organisasi, sehingga hal tersebut
bangan kognitif, afektif dan konatif diharapkan dapat memberikan gambaran
mengenai objeknya yang dalam hal ini yang lebih baik dalam menjelaskan isu-isu
adalah pekerjaan yang meliputi faktor komitmen organisasi.
pembayaran, work itself, promosi, supervisi,
dan rekan kerja. C. Iklim Organisasi
Gilmer (1984) menyatakan bahwa
B. Komitmen Organisasi iklim organisasi merupakan keadaan di
Porter dalam penelitiannya menyata- dalam organisasi dimana setiap anggotanya
kan bahwa komitmen organisasi didefi- saling berinteraksi, membatasi dan
nisikan sebagai pengidentifikasian dan mengenali satu sama lain serta menentu-
keterlibatan dari seorang individu terhadap kan kualitas kerja sama, pengembangan
organisasi tertentu (dikutip oleh Meyer, et anggota organisasi dan efisiensi yang akan

122 BENEFIT, Vol. 9, No. 2, Desember 2005


mengubah tujuan menjadi hasil. untuk memperjelas hal-hal yang menda-
Kolb dkk. (1984) mendefinisikan iklim sari hubungan kedua variabel tersebut.
organisasi diperankan oleh tujuh aspek Kajian Kreitner, R. & Kinicki, A.
yaitu komformitas, tanggungjawab, (2001) tentang hubungan antara komitmen
standart, penghargaan, kejelasan organi- terhadap organisasi, keterlibatan terhadap
sasi, kehangatan dan dukungan dan kerja dan kepuasan kerja, menunjukkan
kepemimpinan. bahwa terdapat hubungan yang positif
Gibson dkk. (1994) menggunakan antara komitmen terhadap organisasi
istilah iklim organisasi untuk menggam- dengan kepuasan kerja.
barkan lingkungan atau situasi dari
organisasi. Istilah Iklim organisasi dapat E. Iklim Organisasi dan Kepuasan
juga dipergunakan untuk menggambarkan Kerja
iklim psikologis atau kepribadian organi- Kepuasan kerja selain dipengaruhi
sasi oleh komitmen organisasi, menurut
Penelitian ini menggunakan konsep Kelner (1998) juga dipengaruhi oleh iklim
dari Gibson dkk. (1994) bahwa iklim organisasi. Ia menyatakan bahwa iklim
organisasi adalah sifat lingkungan kerja organisasi yang kondusif dan hubungan
atau lingkungan psikologis dalam kerja yang baik dapat meningkatkan
organisasi yang dirasakan oleh para kepuasan kerja karyawan
pekerja atau anggota organisasi dan Sinungan (1987) berpendapat bahwa
dianggap dapat mempengaruhi sikap dan iklim organisasi yang sehat dapat
perilaku pekerja terhadap pekerjaanya. mendorong sikap keterbukaan baik dari
Penelitian ini menggunakan tujuh dimensi pihak karyawan maupun pihak pengusaha
dari Kolb dkk. (1984) untuk mengukur (atau dengan kata lain terciptanya
iklim organisasi yaitu komformitas, komformitas hubungan karyawan dan
tanggung jawab, standart, pengahrgaan, pengusaha), sehingga mampu menum-
kejelasan organisasi, kehangatan dan buhkan kepuasan kerja yang akan
dukungan dan kepemimpinan. mengakibatkan peningkatan produksi dan
produktivitas kerja.
D. Komitmen Organisasi dan Kepua-
san Kerja F. Hipotesis
Arnold dan Feldman serta Stumpf Penelitian ini ingin menguji hipotesis
dan Hartman juga mengindikasikan bahwa mayor yaitu ada hubungan antara
kepuasan kerja dipengaruhi secara positif komitmen organisasi dan iklim organisasi
oleh komitmen organisasi (dalam Riggio, dengan kepuasan kerja karyawan yang
1990). bekerja pada amal usaha Muhammadiyah
Menurut Mathieu (1991) peningkatan di bidang pendidikan tinggi.
komitmen organisasi dapat menyebabkan Hipotesis Minor yang diuji adalah:
terjadinya peningkatan kepuasan kerja dan a. Ada hubungan positif antara komitmen
sebaliknya. Namun menurut Mathieu organisasi dengan kepuasan kerja
perlu dilakukan penelitian lebih dalam lagi karyawan yang bekerja pada amal

Hubungan antara Komitmen Organisasi … (R.Yudhi Satria R.A.) : 120 – 128X 123
usaha Muhammadiyah di bidang penghargaan, kejelasan organisasi,
pendidikan tinggi. kehangatan dan dukungan dan
b. Ada hubungan positif antara iklim kepemimpinan.
organisasi dengan kepuasan kerja C. Populasi dan Sampel
karyawan yang bekerja pada amal
Populasi penelitian ini adalah seluruh
usaha Muhammadiyah di bidang
karyawan Universitas Muhammadiyah
pendidikan tinggi.
Surakarta. Keadaan populasi penelitian
METODE PENELITIAN sampai dengan bulan Juni 2004 adalah
jumlah karyawan tetap Universitas
A. Identifikasi Variabel Muhammadiyah Surakarta sebesar 622
Variabel bebas dalam penelitian ini orang yang terbagi ke dalam 15 unit kerja
adalah komitmen organisasi dan iklim Subyek yang dipilih sebagai sampel
organisasi. Sebagai variabel tergantung penelitian ini adalah karyawan tetap
adalah kepuasan kerja. (dosen dan administrasi) pada Universitas
B. Definisi Operasional Variabel Muhammadiyah Surakarta, yang berusia
Penelitian 20-50 tahun, baik berjenis kelamin pria
maupun wanita.
a. Kepuasan kerja adalah suatu sikap
umum (kognitif, afektif dan konatif) D. Teknik Pengambilan Sampel
seorang individu terhadap pekerjaan- Sampel penelitian ini diambil dari
nya, yang meliputi: gaji/pembayaran, populasi dan berdasar ciri-ciri diatas
work itself, promosi, supervisi, dan Teknik pengambilan sampelnya menggu-
rekan kerja. nakan teknik random (random sampling.
b. Komitmen terhadap organisasi didefi- Random sampling yang dilakukan
nisikan sebagai komitmen sebagai dalam penelitian ini diterapkan pada
affective attachment terhadap organisasi masing-masing unit kerja dengan mene-
(Affective Commitment/AC), komitmen tapkan besarnya sampel untuk tiap unit
sebagai perceive cost yang berhubungan kerja sebanyak 20 subyek, sehingga
dengan meninggalkan organisasi (Con- diperoleh jumlah total subyek yang
tinuance Commitment/CC) dan komit- dijadikan sampel penelitian sebanyak 300
men sebagai suatu keyakinan untuk orang.
tetap tinggal dalam organisasi (Normative
Commitment/NC). E. Metode dan Alat Pengumpul Data
c. Iklim Organisasi adalah sifat lingku- Metode pengumpulan data yang
ngan kerja atau lingkungan psikologis digunakan untuk mendapatkan data yang
dalam organisasi yang dirasakan oleh dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu
para pekerja atau anggota organisasi metode angket. Ada tiga buah angket yang
dan dianggap dapat mempengaruhi digunakan yaitu angket komitmen
sikap dan perilaku pekerja terhadap organisasi, angket iklim organisasi dan
pekerjaannya. Faktor- faktornya adalah angket kepuasan kerja.
komformitas, tanggungjawab, standart,

124 BENEFIT, Vol. 9, No. 2, Desember 2005


Pengambilan data dilaksanakan dari HASIL PENELITIAN DAN
tanggal 10 Mei 2004 sampai dengan PEMBAHASAN
tanggal 12 Juni 2004. Lamanya waktu yang A. Hasil Penelitian
dibutuhkan untuk proses pengambilan
data ini antara lain disebabkan oleh Hasil pengujian hipotesis mayor R =
banyaknya angket yang harus diberikan 0.644 dengan p = 0.000, sehingga p <
pada subyek sehingga tidak dapat selesai 0.01 yang artinya sangat signifikan. Hal ini
dalam satu waktu pemberian, unit kerja menunjukkan secara keseluruhan ada
yang terpisah lokasinya dan adanya hubungan yang sangat signifikan antara
kecenderungan subyek yang menjadi komitmen organisasi dan iklim organisasi
sampel penelitian untuk mengumpulkan dengan kepuasan kerja. Jadi hipotesis
angket pada akhir batas waktu. Hasil mayor diterima.
analisis butir dari ketiga angket tersebut Hipotesis minor pertama, r parsial
dapat dilihat pada tabel 1 X1Y = 0.344 dengan p = 0.000, sehingga p

Tabel 1. Hasil Analisis Butir


Butir Butir Keandalan Kesahihan
No. Angket
Sahih Gugur Butir Faktor
1 Komitmen Org. 18 0 Andal 3 Faktor Sahih
2 Iklim Organisasi 35 15 Andal 7 Faktor Sahih
3 Kepuasan Kerja 42 1 Andal 5 Faktor Sahih

F. Teknik Analisis < 0.01 yang artinya sangat signifikan. Hal


Teknik analisis data yang digunakan ini menunjukkan ada hubungan yang
dalam penelitian ini adalah analisis regresi sangat signifikan antara komitmen
untuk menganalisis hubungan antara organisasi dengan kepuasan kerja Jadi
komitmen organisasi dan iklim organisasi hipotesis minor pertama diterima.
secara bersama-sama dengan kepuasan Hasil uji hipotesis minor kedua, r
kerja karyawan amal usaha Muhammadi- parsial X2Y = 0.183 dengan p = 0.000,
yah di bidang pendidikan tinggi. Teknik sehingga p < 0.01 yang artinya sangat
analisis ini sekaligus akan menunjukkan signifikan. Hal ini menunjukkan ada
hubungan antara komitmen organisasi hubungan yang sangat signifikan antara
dengan kepuasan kerja dan hubungan iklim organisasi dengan kepuasan kerja
antara iklim organisasi dengan kepuasan Jadi hipotesis minor kedua diterima.
kerja. Hasil tambahan adalah uji perbedaan
Analisis data pada penelitian ini komitmen organisasi, iklim organisasi dan
menggunakan bantuan software komputer kepuasan kerja berdasarkan unit kerja
paket program SPS 2000 edisi Sutrisno menunjukkan hasil secara umum ada
Hadi dan Yuni Pamardiningsih, versi perbedaan rerata yang sangat signifikan
IBM/IN, hak cipta (c) 2005, dilindungi baik komitmen organisasi, iklim organisasi
Undang-undang. maupun kepuasan kerja pada 15 unit kerja

Hubungan antara Komitmen Organisasi … (R.Yudhi Satria R.A.) : 120 – 128X 125
Tabel 2. Rangkuman Hasil Uji F 1 Jalur Antar A

Variabel F db p Signifikansi
Komitmen Organisasi (X 1) 8.102 14/285 0.000 Sangat Signifikan
Iklim Organisasi (X 2) 11.740 14/285 0.000 Sangat Signifikan
Kepuasan Kerja (X 3) 8.000 14/285 0.000 Sangat Signifikan

di Universitas Muhammadiyah Surakarta. hubungan antara komitmen terhadap


Hasil uji perbedaan tampak pada tabel 2. organisasi, keterlibatan terhadap kerja dan
B. Pembahasan kepuasan kerja, menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang positif antara
Hubungan yang sangat signifikan komitmen terhadap organisasi dengan
antara komitmen organisasi dan iklim kepuasan kerja. Faktor Kontinuans dan
organisasi dengan kepuasan kerja, yang faktor Normatif berpengaruh secara
berarti bahwa hipotesisi mayor yang signifikan terhadap kepuasan kerja. Ini
diajukan diterima. Hal ini berarti bahwa menunjukkan bahwa komitmen organisasi
semakin tinggi komitmen organisasi dan pada diri karyawan Universitas Muham-
semakin baik iklim organisasi yang madiyah Surakarta dalam mempengaruhi
dimiliki karyawan maka akan meningkat- kepuasan kerjanya, sangat ditentukan
kan kepuasan kerjanya. Hal ini sesuai adanya pertimbangan dan keputusan
dengan pendapat Kelner (1998) yang untuk menetap dalam organisasi sebagai
menyatakan bahwa kepuasan kerja selain bagian pemenuhan kebutuhan dan adanya
dipengaruhi oleh komitmen organisasi, keyakinan bahwa berkarya pada organisasi
juga dipengaruhi oleh iklim organisasi. merupakan kewajiban moral yang tidak
Iklim organisasi yang kondusif dan boleh ditinggalkan.
hubungan kerja yang baik dapat
meningkatkan kepuasan kerja karyawan, Hipotesis minor kedua, dibuktikan
karena iklim kerja yang baik merupakan dari hasil analisis hipotesis yang menun-
salah satu faktor yang menunjang jukkan ada hubungan yang positif dan
semangat dan kegairahan kerja karyawan, sangat signifikan antara iklim organisasi
tentu saja bersama dengan komitmen dengan kepuasan kerja karyawan. Kelner
organisasi yang ada dalam diri karyawan. (1998) membuktikan iklim organisasi yang
kondusif dan hubungan kerja yang baik
Hasil analisis hipotesis minor, dapat meningkatkan kepuasan kerja
menunjukkan ada hubungan yang positif karyawan, karena iklim kerja yang baik
dan sangat signifikan antara komitmen merupakan salah satu faktor yang
organisasi dengan kepuasan kerja menunjang semangat dan kegairahan kerja
karyawan. Hal ini menunjukkan bahwa karyawan. Faktor Konformitas, yaitu
semakin tinggi komitmen karyawan perasaaan karyawan tentang ada tidaknya
terhadap organisasi maka akan semakin pembatasan, peraturan dan prosedur kerja
tinggi pula kepuasan kerjanya. Kajian dalam organisasi, dan Kejelasan Organi-
Kreitner, R. & Kinicki, A. (2001) tentang

126 BENEFIT, Vol. 9, No. 2, Desember 2005


sasi, yaitu perasaan karyawan bahwa ada Muhammadiyah Surakarta, artinya apabila
kejelasan tujuan dan kebijakan yang iklim organisasi semakin baik maka
diterapkan oleh organisasi, menjadi faktor kepuasan kerja karyawan akan semakin
yang dominan dalam mempengaruhi tinggi dan buruknya iklim organisasi
kepuasan kerja menyebabkan semakin rendah kepuasan
Penelitian ini juga menganalisis kerja karyawan.
perbedaan komitmen organisasi, iklim
organisasi dan kepuasan kerja berdasarkan B. Saran
unit kerja dari subyek penelitian. Hasilnya a. Perlu menciptakan kondisi organisasi
secara umum komitmen organisasi, iklim yang secara aktual mampu memenuhi
organisasi dan kepuasan kerja karyawan kebutuhan karyawan.
pada 15 unit kerja yang ada pada b. Kesadaran bahwa berkarya untuk
organisasi Universitas Muhammadiyah organisasi merupakan kewajiban perlu
Surakarta berbeda. lebih ditumbuhkembangkan.
c. Selalu melakukan sosialisasi yang
KESIMPULAN DAN SARAN intensif
A. Kesimpulan d. Pimpinan organisasi perlu melakukan
Ada hubungan yang sangat signifikan analisis ulang mengenai peraturan dan
antara komitmen organisasi dan iklim prosedur kerja yang selama ini telah
organisasi dengan kepuasan kerja pada diterapkan.
karyawan Universitas Muhammadiyah
Surakarta, artinya apabila komitmen DAFTAR PUSTAKA
organisasi semakin tinggi dan iklim
Davis, K. & J.W. Newstrom. 1992.
organisasi semakin baik maka kepuasan
Perilaku dalam Organisasi (terjemahan:
kerja karyawan akan semakin tinggi dan
Agus Dharma), Jakarta: Erlangga.
sebaliknya semakin rendah komitmen
organisasi dan semakin buruk iklim Dipboye, R.L., Smith, C.S., & Howell,
organisasi maka kepuasan kerja semakin W.C., 1994. Understanding Industrial
rendah. and Organizational Psychology. Orlando:
Harcourt Brace College Publishers.
Ada hubungan positif dan sangat
signifikan antara komitmen organisasi dan Gibson, J. L, Ivancevich, J. M, &
kepuasan kerja pada karyawan Universitas Donnelley, J. H. 1994. Organisasi:
Muhammadiyah Surakarta, artinya apabila Perilaku, Struktur, Proses. Jilid I.
komitmen organisasi semakin tinggi maka Jakarta: Binarupa Aksara
kepuasan kerja karyawan akan semakin Gillmer, B. van Hallex, 1984. Applied
tinggi dan apabila komitmen organisasi Psychology. New Delhi: McGraw-Hill
semakin rendah maka semakin rendah Publishing, Co. Ltd.
pula kepuasan kerja karyawan. Hadi, S. 2000. Panduan Manual Seri Program
Ada hubungan positif dan sangat Statistik (SPS-2000). Yogyakarta:
signifikan antara iklim organisasi dan Universitas Gadjah Mada.
kepuasan kerja pada karyawan Universitas Kelner, S. 1998. Managing the Climate of

Hubungan antara Komitmen Organisasi … (R.Yudhi Satria R.A.) : 120 – 128X 127
a TQM Organization. Journal Centre Meyer, John P., Allen, N.J., Smith, C.A.,
for Quality of Management. Volume 7, 1993. Commitment Organizations
Number 1. 1998. and Occupations: Extension and
Kolb, D.A., Rubin, I.M., &Mc. Intyre, Test of Three-Component Concep-
J.M., 1984. Organizational Psychology: tualization. Journal of Applied Psychol-
An Experiential Approach to Organiza- ogy, vol. 78: 538-551.
tional Behaviour. 4th Edition. New Jer- Riggio, R.E., 1990. Introduction to Industrial
sey: Prentice Hall, Inc., Englewood & Organizational Psychology. Scott,
Cliffs. Foreman/Little, Brown Higher Edu-
Kreitner, R. & Kinicki, A. 2001. Organi- cation, Illinois.
zational Behaviour. 5th Edition. New Robbins, P. Stephen. 2003 Perilaku
York: Irwin/McGraw-Hill Company. Organisasi: Konsep; Kontroversi, Aplikasi.
Mathieu, J.E. 1991. A Cross-Level Non Jilid I Terjemahan. Jakarta: P.T.
Recursive Model of Antecedents of Indeks Kelompok Gramedia.
Organizational Commitment and Job Schermerhorn, J.R., Jr. 1993. Management
Satisfaction. Journal of Applied Psychology, for Productivity (4th ed). New York:
76, 607-618. John Wiley and Sons, Inc.
Meyer, John P., et. all. 1989. Organiza- Sinungan, M. 1987. Produktivitas, Apa dan
tional Commitment and Job Bagaimana. Jakarta: PT. Bina Aksara.
Performance: It's the Nature of the
Commitment that Counts. Journal of
Applied Psychology, vol. 74, 152-156.

128 BENEFIT, Vol. 9, No. 2, Desember 2005


PENGARUH KEBIJAKAN MONETER TERHADAP HUBUNGAN
MODEL TIGA FAKTOR DENGAN RETURN SAHAM

Imronudin
Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Abstract
This research is intended to know how the effect of monetary policy (as moderating variable)
toward the relationship between three factors model and stock return. The analysis in this research used
pooled regressions. Data used in this regression analysis are return, beta, size, and book-to-market
equity of monthly portfolio. Data of stock of enterprise was taken from Indonesian Capital Market
Directory (ICMD) from 1995 until 2002. The result of research shows that before we intake
monetary policy, three factors model could not explain stock return variation in cross section data. Three
factors model along with monetary policy (as moderating variable) add explaining in stock return
variation in cross section data, but variable of Book-to-Market Equity individually was not significant
in explaining stock return variation. Then we exclude this variable of book-to-market equity to look at
is three factors model can explain stock return variation without this variable? The evidence shows that
the result was not different and even better than before. This is can be seen from value of adjusted R-
squared that increasingly better, namely from 0.036550 to 0.039196.
Keyword: return, three factors model, monetary policy

PENDAHULUAN literatur keuangan bahwa pada awalnya


Artikel ini berisi hasil penelitian beta saham dianggap merupakan satu-
mengenai pengaruh kebijakan moneter satunya faktor yang mempengaruhi return
terhadap hubungan model tiga faktor saham. Beta ini mewakili risiko yang tidak
(three factors model) dengan return saham, bisa dihilangkan dengan cara diversifikasi
dengan masa pengamatan dari Juni tahun yang disebut dengan istilah risiko pasar.
1995 sampai dengan tahun 2002. Penelitian-penelitian menganai pengujian
Penelitian ini merupakan perluasan dari empiris, umumnya mendukung argumen-
teori CAPM yang mengatakan bahwa tasi bahwa beta merupakan satu-satunya
satu-satunya variabel yang berpengaruh prediktor terhadap perbedaan return secara
terhadap return saham adalah risiko cross section (Fama & Mac Beth, 1973).
sistematis atau dikenal dengan sebutan Namun demikian dalam perkembangan
variabel beta. Maksud dari penelitian ini berikutnya mengenai pengujian beta,
adalah untuk mengetahui pengaruh Fama and French menemukan bukti baru
faktor-faktor lain selain beta yaitu size dan yang bertentangan dengan model CAPM.
book-to-market-equity terhadap return saham Mereka menemukan bahwa tidak ada
dalam kondisi moneter yang berbeda. hubungan yang pasti antara return rata-rata
dengan beta (Hodoshima, Gomez, dan
Seperti ditemukan dalam banyak Kunimura, 2000).

Pengaruh Kebijakan Moneter … (Imronudin) : 129 – 140X 129


Ada beberapa anomali empiris yang menyelidiki variabel-variabel yang
mengenai model CAPM. Yang paling diduga berpengaruh terhadap variasi
pokok adalah efek size (size effect) yang return seperti beta, size, dan book-t-market
dikemukakan oleh Banz (1981). Bans equity, akhir-akhir ini banyak penelitian
menemukan bahwa market equity (ME; yang juga memasukkan variabel ekonomi
yang merupakan perkalian antara harga yang berupa keketatan moneter (monetary
per lembar saham dengan jumlah saham stringency). Beberapa studi menunjukkan
yang beredar), menambah penjelasan rturn bahwa proxy-proxy untuk keketatan
rata-rata cross-sectional yang dijelaskan oleh moneter (menunjukkan perbedaan kondisi
beta pasar. Rata-rata return pada saham- moneter), dapat menambah penjelasan
saham kecil (ME rendah) lebih tinggi variasi return saham. Misalnya studi yang
dibandingkan dengan rata-rata return dilakukan oleh Thorbecke (1997)
pada saham-saham besar (ME tinggi). menemukan bahwa kebijakan moneter
Sementara itu Chan, Hamao, dan yang ekspansif meningkatkan return
Lakonishok (1991) menemukan bahwa saham. Sedangkan penelitian yang
book-to-market equity, BE/ME, juga dilakukan oleh Jensen dan Mercer (20020
mempunyai peran yang kuat dalam membuktikan bahwa proxy-proxy untuk
menjelaskan cross-section dari return rata- keketatan moneter mempengaruhi
rata. Karena dua variabel yang disebutkan hubungan antara return saham dengan
terakhir (size dan BE/ME), merupakan ketiga faktor risiko yang mereka gunakan
variabel diluar model CAPM, maka (beta, size, book-to-market equity), yaitu
umumnya disebut dengan anomali (Fama semakin menambah penjelasan hubungan
and French, 1996). Sedangkan di ketiga faktor tersebut dengan return
Indonesa, penelitian mengenai variabel- saham.
variabel yang mempengaruhi return Berdasarkan penemuan-penemuan di
memberikan hasil yang serupa. Misalnya atas mengenai adanya bukti yang kuat
penelitian yang dilakukan oleh mengenai hubungan antara retrun dengan
Hadinugroho (2002), menemukan bahwa size, book-to-market equity, maka peneliti
beta tidak memberikan pengaruh dengan ingin menguji kembali pengaruh beta, size,
arah yang konsisten terhadap return, size dan book-to-market equity (dikenal dengan
mempengaruhi return dengan arah yang sebutan model tiga faktor) terhadap
negatif, dan terdapat kecenderungan return saham, dengan memasukkan
pengaruh positif yang konsisten dari book- kebijakan moneter sebagaimana yang
to-market equity terhadap return. Penelitian dilakukan oleh Jensen dan Mercer (2002).
lain, dilakukan oleh Agoeng (2000)
menunjukkan bahwa beta tidak mempu- TINJAUAN PUSTAKA DAN
nyai pengaruh signifikan terhadap return, PENGEMBANGAN HIPOTESIS
size mempunyai pengaruh positif signifi- Menurut Jones (2001), risiko adalah
kan terhadap return, dan ME/BE peluang bahwa return aktual dari sebuah
mempunyai pengaruh negatif signifikan investasi berbeda dengan return yang
terhadap return pada level signifikansi 10 diharapkan. Sedangkan Van Horn dan
persen. Di samping penelitian-penelitian Wachowics, Jr (1992) mendefinisikan

130 BENEFIT, Vol. 9, No. 2, Desember 2005


risiko sebagai variabilitas return terhadap kebijakan moneter (monetery policy shock)
return yang diharapkan. selama masa uang ketat mempunyai efek
Tipe risiko berbeda-beda dan oleh yang lebih besar dibandingkan dengan
karenanya banyak pula definisi yang periode kebijakan uang longgar (Patelis,
berbeda-beda mengenai risiko. Dalam 1997), karena selama masa uang ketat
model CAPM, risiko dibedakan menjadi kesehatan keuangan perusahaan menurun
dua yaitu risiko sistematis (systematic risk) baik melalui semakin buruknya neraca
dan risiko tidak sistematis (unsystematic pendapatan (balance sheet income) maupun
risk). Risiko sistematis menunjukkan melalui supply pinjaman bank yang
variabilitas return total yang berhubungan berkurang. Semakin kecilnya keuntungan
secara langsung dengan pergerakan pasar perusahaan pada masa uang ketat akan
atau ekonomi secara umum (Jones, 2001). mengakibatkan perusahaan tersebut
Oleh karena risiko ini merupakan membutuhkan sumber pendanaan
pergerakan secara umum, maka risiko ini eksternal (yang lebih mahal). Berkaitan
tidak dapat dihilangkan atau dikurangi dengan masalah tradeoff yang mendasari
dengan melakukan diversifikasi. Selanjut- model asset pricing, jelaslah bahwa
nya risiko sistematis ini disebut dengan perusahaan yang semakin rentan terhadap
beta. goncangan ekonomi makro akan
mengakibatkan investor menuntut premi
Kondisi moneter yang berbeda akan
resiko yang lebih tinggi terhadap saham-
menimbulkan risiko yang berbeda bagi
saham dari perusahaan bersangkutan.
perusahaan. Kondisi moneter yang
ekspansif, umumnya dibarengi dengan Penemuan Thorbecke (1997),
tingkat suku bunga yang rendah. Tingkat menunjukkan bahwa ekspansi moneter
suku bunga yang rendah ini di picu berkorelasi kuat dengan meningkatnya
kebijakan pemerintah yang melonggarkan return saham. Hal ini terjadi karena jika
kebijakan moneternya dengan menurun- kebijakan moneter mempunyai pengaruh
kan tingkat suku bunga SBI. Tingkat suku yang nyata (real effect), maka kebijakan
bunga yang rendah menyebabkan cost of moneter itu akan mempengaruhi neraca
capital perusahaan menjadi rendah. (balance sheet) perusahaan. Bukti bahwa
Rendahnya cost of capital ini selanjutnya kebijakan moneter mempengaruhi return
memperkecil risiko perusahaan (terutama saham-saham perusahaan kecil dibanding-
risiko finansial). kan dengan return saham-saham besar
mendukung hipotesis yang menyatakan
Sebaliknya kondisi moneter yang
bahwa kebijakan moneter menjadi
ketat akan mengakibatkan sulitnya
permasalahan karena kebijakan moneter
mencari sumber modal yang murah bagi
mempengaruhi akses perusahaan untuk
perusahaan untuk mengembangkan
memperoleh kredit. Thorbecke (1997)
usahanya. Tingkat suku bunga yang tinggi
juga menemukan bahwa kebijakan
pada kondisi moneter yang ketat akan
moneter merupakan faktor umum (common
mengakibatkan cost of capital tinggi bagi
factor) dan aset-aset tersebut pasti
perusahaan. Keadaan ini sangat berla-
memberikan premi resiko yang positif
wanan dengan kondisi moneter yang
untuk mengkompensasi keterbukaan aset
ekspansif. Di samping itu goncangan

Pengaruh Kebijakan Moneter … (Imronudin) : 129 – 139X 131


tersebut terhadap resiko yang ditimbulkan Jensen dan Mercer (2002), menunjukkan
oleh adanya kebijakan moneter. bahwa Book to market equity ratio
Seperti dalam penelitian Jensen dan mempunyai pengaruh yang positif baik
Mercer (2002) yang menemukan bukti selama masa kebijakan moneter yang
bahwa β (beta), yang merupakan ukuran ekspansif maupun selama masa kebijakn
resiko dari sekuritas mempunyai pengaruh moneter yang restriktif.
yang positif terhadap return saham yang Dari uraian di atas peneliti mengaju-
diharapkan selama kondisi moneter kan beberapa hipotesis sebagai berikut.
ekspansif. Sebaliknya selama periode Pertama, Pada kondisi kebijakan moneter
restriktif, β (beta) tersebut mempunyai yang ekspansif, beta mempunyai pengaruh
pengaruh yang negatif terhadap return yang positif terhadap return saham,
saham yang diharapkan. sedangkan pada kondisi moneter yang
Hubungan antara size dengan return restriktif beta mempunyai pengaruh yang
diuji kembali oleh Jensen dan Mercer negatif terhadap return saham. kedua,:
(2002) dengan melihat pengaruh size Pada kondisi kebijakan moneter yang
terhadap return pada kondisi moneter ekspansif size mempunyai pengaruh yang
yang berbeda. Mereka menemukan bahwa negatif terhadap return saham, sedangkan
size mempunyai pengaruh yang negatif pada kondisi kebijakan moneter yang
dan signifikan terhadap return selama restriktif, size mempunyai pengaruh yang
periode kebijakan moneter yang ekspansif, positif terhadap return saham. Ketiga,
sedangkan pada kondisi moneter yang Pada kondisi kebijakan moneter yang
restriktif pengaruh size terhadap return berbeda (ekspansif vs restriktif), book-to-
tetap positif tetapi tidak signifikan. market mempunyai pengaruh yang positif
terhadap return saham.
Book-to-market equity merupakan
perbandingan antara nilai buku saham METODE PENELITIAN
dengan nilai pasar yang terjadi. BE/ME
merupakan hasil bagi antara nilai buku 1. Data dan Sampel
saham dengan market equity. Koefisien Data yang digunakan dalam
BE/ME lebih kecil dari 1 menunjukkan penelitian ini adalah data sekunder berupa
bahwa perusahaan telah berhasil mencip- return saham, indeks Harga saham
takan nilai bagi pemegang sahamnya. gabungan (IHSG), nilai buku, size, dan
Koefisien BE/ME lebih kecil dari 1 variabel ekonomi makro berupa suku
memberikan arti bahwa harga saham bunga SBI. Sampel yang digunakan dalam
sekarang sebesar 1 unit satuan moneter penelitian ini adalah perusahaan-perusa-
diperoleh dengan biaya yang lebih kecil haan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta
dari 1. sebaliknya BE/ME yang lebih yang datanya diperoleh dari Indonesian
besar dari 1 menunjukkan bahwa Capital Market Directory (ICMD) dari tahun
perusahaan mempunyai nilai yang lebih 1995 sampai dengan tahun 2002. Metode
rendah dari cost-nya (Corrado & Jordan, pengambilan sampel secara purposive
2000). sampling, dengan kriteria sebagai berikut:
Dalam penelitian yang dilakukan oleh 1. Perusahaan yang dipilih adalah
perusahaan yang telah terdaftar dan

132 BENEFIT, Vol. 9, No. 2, Desember 2005


memberikan laporan keuangan, selama b. Market Equity (ME ) atau Size
masa pengamatan. ME atau firm size menunjukkan
2. Saham-saham yang relatif jarang ukuran perusahaan. ME diperoleh dari
diperdagangkan (infequently trading) jumlah saham yang beredar dikalikan
dikeluarkan dari sampel. harga per lembarnya (outsatanding stock
3. Data outlier dikeluarkan dari sampel. X stock price). Data outstanding stock ini
4. Jumlah saham yang dijadikan sample diperoleh pada tiap akhir bulan Juli
harus memberikan jumlah yang sama tiap tahunnya.
untuk setiap portofolio yang dibentuk c. Post-ranking Beta
berdasarkan triple sort (disortir tiga Beta portofolio dihitung dengan
tingkatan berdasarkan beta, size dan cara rata-rata tertimbang (berdasarkan
book-to-market equity) proporsi) dari masing-masing individual
sekuritas yang membentuk portofolio
2. Definisi dan pengukuran variabel
tersebut (Hartono, 2000). Beta
a. Return Portfolio portofolio dihitung dengan rumus
Return portofolio merupakan rata- sebagai berikut:
rata return saham individual yang n
membentuk portofolio tersebut. β pt = ∑ w .β i i
Adapun perhitungan return portofolio t =1

digunakan rumus sebagi berikut: dimana:


n
βpt = beta portofolio
Rpit = ∑ Wit Rit
i =1
βi = beta individual sekuritas ke-i
wi = proporsi sekuritas ke-i
dimana:
Rpit = return portofolio ke i pada d. Book-to-market equity (BE/ME),
periode t
BE/ME merupakan hasil bagi
Wi = porsi dari sekuritas i pada
antara nilai buku saham dengan market
periode t terhadap seluruh
equity. Dimana nilai buku diambil dari
sekuritas dalam portofolio.
data akhir tahun t-1. demikian juga
untuk market equity yang dipergunakan
Sedangkan nilai Return saham
untuk menghitung BE/ME ini diambil
individual pada waktu ke t(Rit) dihitung
dari jumlah lembar saham yang
dengan cara sebagai berikut:
beredar dengan harga per lembarnya
Pit +1 − Pit pada tiap akhir tahun t-1.
Rit =
Pit e. Variabel Dummy Kebijakan
dimana, Rit menunjukkan return saham moneter (Dt)
individual pada waktu ke t, Pi,t+1 adalah Dalam mengukur kebijakan
Harga saham i pada waktu ke t+1, dan moneter, peneliti mengikuti Jensen dan
Pit adalah harga saham i pada waktu ke Mercer (1996), yaitu bahwa keketatan
t. kebijakan moneter (stringency of monetary

Pengaruh Kebijakan Moneter … (Imronudin) : 129 – 139X 133


policy) diproksikan dengan mengunakan menggunakan prosedur triple-sort ber-
perubahan dalam tingkat suku bungan dasarkan pre rangking β, ME dan BE/ME
SBI (discount rate) untuk menandai perusahaan-perusahaan individual. Prose-
periode kebijakan, baik yang bersifat dur triple-sort memungkinkan peneliti
ekspansif maupun yang bersifat mengisolasi pola return berkaitan dengan
restriktif. variabel individual dengan mengontrol
Tingkat suku bunga SBI (discount variasi return yang disebabkan oleh dua
rate) menurun mengawali periode ukuran variabel lain (Jensen dan Mercer,
kebijakan moneter ekspansif, dan 2002). Pada setiap akhir Juli peneliti
sebaliknya tingkat suku bungan SBI merangking semua saham berdasarkan pre-
(discount rate) meningkat mengawali rangking beta-nya dan membentuk dua
periode kebijakan moneter restriktif. rangking berdasarkan beta (beta-ranked).
Bank sentral (Bank Indonesia) Saham-saham yang sudah dirangking
diasumsikan dioperasikan di bawah berdasarkan pre-rangking beta, kemudian
kebijakan moneter yang sama dirangking lagi ke dalam dua rangking
(misalnya expansive), tanpa memperhati- berdasarkan urutan ME dari nilai ME
kan jumlah tingkat yang berurutan besar sampai yang kecil; menghasilkan 4
berubah dalam arah yang sama (yaitu portofolio (4 β:ME ranked portfolio). Yang
ingkat suku bunga SBI menurun), terakhir peneliti membagi setiap 4 β:ME
sampai discount rate berubah berlawanan ranked portfolio ke dalam dua rangking
arah. Namun demikian, perubahan berdasarkan BE/ME; menghasilkan 8
discount rate dalam arah yang berlawa- portofolio (8 β: ΜΕ:ΒΕ/ΜΕ−ranked port-
nan dari perubahan sebelumnya folios). Return portofolio bulanan yang
mengawali kondisi moneter yang baru, diberi bobot sama (equally weighted monthly
sedangkan perubahan berturut-turut portfolio return) dihitung untuk dua belas
dalam arah yang sama dianggap bulan berikutnya (Juli tahun t sampai
sebagai sebuah kelanjutan dari kondisi dengan Juni tahun t+1), dan portofolio
yang sedang berlangsung waktu itu. dibentuk kembali pada setiap akhir Juli.
Periode ekspansif diberi tanda dengan Pemilihan periode seperti itu dimaksud-
angka 1, dan periode restriktif diberi kan untuk memastikan agar data untuk
tanda dengan angka 0. ME dan BE/ME tersedia, karena laporan
keuangan setelah diaudit dan dipublikasi-
3. Prosedur Pembentukan Portofolio
kan sekitar bulan April dan Mei dan
Untuk melihat pengaruh beta, size,
penerbitan ICMD sekitar bulan Juni.
dan book-to-market equity, peneliti meng-
Prosedur pembentukan portofolio
gunakan data dalam bentuk portofolio
tersebut dapat dilihat pada tabel 1.
bukan saham individual. Mengikuti cara
yang dilakukan oleh Jensen dan Mercer,
peneliti membentuk portofolio dengan

134 BENEFIT, Vol. 9, No. 2, Desember 2005


Tabel 1. Prosedur Pembentukan Portofolio Berdasarkan Triple-Sort
Pre-rangking beta Size (ME) Book-to-market equity
Portofolio 1
Ranking 1
Portofolio 2
Ranking 1
Portofolio 3
Ranking 2
Portofolio 4
Portofolio 5
Ranking 1
Portofolio 6
Ranking 2
Portofolio 7
Ranking 2
Portofolio 8

Portofolio yang dibentuk berdasar- Model 1:


kan prosedur seperti yang diuraikan di R pt = α + γ 1 ( β pt ) + γ 2 ( Ln( ME ) pt ) +
atas kemudian digunakan untuk pengujian
CAPM dan model tiga faktor. γ 3 ( BE / ME ) pt ) + ε pt
Menurut Blume (1971, 1975), seba-
dimana :
gaimana dikutip oleh Jensen dan Mercer
(2002), proses pembentukan portofolio Rpt = rata-rata return portofolio
semacam itu memenuhi beberapa tujuan. βpt = adalah beta portofolio.
Pertama, membantu mengurangi masalah ME = size yang merupakan perkalian
kesalahan variabel (errors-in-variables problem) antara harga per lembar saham
yang ada pada perusahaan-perusahaan dengan jumlah saham yang
individual. Kedua, triple-sort menciptakan beredar.
penyebaran (dispersion) pada setiap BE/ME = adalah book-to-market equity
karakteristik portofolio yang akan diuji,
dengan mengontrol variasi karakteristik Model 2:
kedua dan ketiga (ME dan BE/ME). R pt = α + γ 1 ( β pt ) + λ1 ( Dt * β pt ) +
Ketiga, cara ini cenderung mengortogonal-
γ 2 (ln(ME) pt ) + λ2 ( Dt * ln(ME) pt ) +
kan (tends to ortogonalize) ketiga variabel
independen dan dengan demikian γ 3 ( BE / ME ) pt ) + λ 3 ( Dt * BE / ME ) pt ) +
mengurangi efek multikolinieritas dalam α ' Dt + ε it
analisis regresi.
dimana Dt adalah variabel dummy dari
4. Model Penelitian dan Pengujian kebijkan moneter, sedangkan notasi yang
Hipotesis lain sama dengan model 1.
Peneliti menggunakan model seperti Untuk menguji pengaruh kebijakan
yang dilakukan oleh Jensen dan Mercer moneter terhadap hubungan antara model
(2002) seperti di bawah ini: tiga faktor dengan return dilakukan dengan

Pengaruh Kebijakan Moneter … (Imronudin) : 129 – 139X 135


dua cara. Pertama dilakukan regresi dengan dari model tersebut baik Beta, size (lnME),
model 1, dengan data yang dipisah antara maupun book-to-market (BE/ME) secara
kondisi restriktif dan kondisi ekspansif. bersama-sama tidak dapat menjelaskan
Kedua, dilakukan regresi dengan model 2, variasi return saham. Demikian pula jika
dengan memasukkan variabel kebijakan dilihat pengaruh masing-masing variabel
moneter sebagai variabel interaksi. independen secara individual terhadap
variabel dependen yang berupa return
HASIL DAN PEMBAHASAN saham juga tidak ada yang mempunyai
Untuk melihat pengaruh beta, size, pengaruh signifikan terhadap return. Ini
dan book-to-market terhadap return saham bisa dilihat dari probabilitas nilai t hitung
dilakukan perhitungan regresi dengan untuk setiap variabel independen yang
model 1. Hasil analisis regresi berganda nilainya tidak ada satupun yang signifikan
seperti terlihat pada tabel 2. pada level 0,01, level 0,05, maupun level
0,1.

Tabel 2. Hasil Regresi Model Tiga Faktor


Model 1
Variable Coefficient t-Statistic Prob.
α 0.126475 1.028517 0.3041
BETA 0.007844 0.340941 0.7333
LNME -0.004673 -0.977466 0.3287
BE/ME 0.0000568 0.049639 0.9604
F-statistic 0.325579 0.806876
R-squared 0.001460
Adjusted R-squared -0.003024
Sumber: Data diolah

Dari hasil regresi tersebut terlihat Untuk memperbaiki model tersebut,


bahwa model yang digunakan tidak dapat sebagaimana yang dilakukan oleh Jensen
menjelaskan variasi return. Ini dapat dilihat dan Mercer (2002), peneliti memasukkan
dari nilai F-statistik yang tidak signifikan. variabel kebijakan moneter sebagai
Tidak signifikannya nilai F-statistik moderating variable. Sehingga proses
menunjukkan bahwa secara bersama-sama berikutnya adalah mengolah data dengan
variabel independen tidak dapat regresi model 2. Adapun hasil regresi dari
mempengaruhi secara signifikan terhadap model 2 ditunjukkan pada tabel 3.
variabel dependennya. Dengan demikian

136 BENEFIT, Vol. 9, No. 2, Desember 2005


Tabel 3. Hasil Regresi Model Tiga Faktor
Model 2
Variable Tanda yang diharapkan Coefficient t-Statistic Prob.
C 0.363953 2.115223 0.0348
BETA Positif 0.055488 1.707439 0.0882
D*BETA Negatif -0.092966 -2.059671 0.0398
LNME Negatif -0.014229 -2.126103 0.0339
D*LNME Positif 0.018734 1.995906 0.0464
BE/ME Positif 0.000242 0.146300 0.8837
D*BE/ME Positif -0.000833 -0.369695 0.7117
D -0.464295 -1.923221 0.0549
F-statistic 4.636466 0.000044
R-squared 0.046601
Adjusted R-squared 0.036550
Sumber : Data diolah

Dengan dimasukkannya variabel variabel beta, size, dan book-to-market


kebijakan moneter sebagai moderating terhadap perubahan return saham.
variable mengakibatkan model menjadi Demikian juga untuk nilai F-statistik yang
signifikan. Ini dapat dilihat dari nilai F- sebelum diinteraksikan dengan kebijakan
statistiknya yang semula tidak signifikan moneter nilainya tidak signifikan, tetapi
sekarang menjadi signifikan dengan nilai setelah diinteraksikan dengan variabel
sebesar 4,636466 dengan nilai probabilitas kebijakan moneter, nilai F-statistiknya
sebesar 0,000044. Nilai F-statistik yang menjadi signifikan.
signifikan menunjukkan bahwa beta, size Dengan demikian penelitian ini
dan book-to-market secara bersama-sama membuktikan bahwa pada kondisi
berpengaruh signifikan terhadap return moneter yang ekspansif, beta mempunyai
saham. Moderating variable kebijakan pengaruh yang positif terhadap return
moneter juga semakin memperjelas saham. Hal ini didukung dengan hasil
pengaruh variabel independen terhadap regresi yang ditunjukkan dengan koefisien
variabel dependennya. Ini ditunjukkan variabel beta sebesar 0.055488 dan
oleh nilai R-squared yang lebih tinggi signifikan pada level 0,1. Sedangkan pada
dibandingkan dengan nilai R-squared dari kondisi moneter yang kontraktif beta
model 1. Sedangkan jika dilihat secara mempunyai pengaruh yang negatif
individual nampak bahwa ada dua variabel terhadap return saham, didukung dengan
yang berpengaruh signifikan terhadap hasil regresi yang ditunjukkan dengan
return, yaitu beta dan size (lnME). koefisien variabel beta sebesar -0.092966
Penelitian ini mendukung temuan Jensen dan signifikan pada level 0,05.
dan Mercer(2002) yang mengatakan
Pada kondisi moneter yang ekspansif
bahwa variabel kebijakan moneter
size (lnME) mempunyai pengaruh yang
semakin memperjelas hubungan antara
negatif terhadap return saham. Hal ini

Pengaruh Kebijakan Moneter … (Imronudin) : 129 – 139X 137


didukung dengan hasil regresi yang besar (sebagai akibat dari krisis ekonomi),
ditunjukkan dengan koefisien variabel size rata-rata nilai buku sebuah perusahaan
(lnME) sebesar -0.014229 dan signifikan menjadi negatif.
pada level 0,05. sedangkan pada kondisi Dengan pertimbangan bahwa data
moneter yang kontraktif beta mempunyai yang dipakai melewati kondisi bisnis yang
pengaruh yang positif terhadap return tidak biasa/tidak normal, peneliti mela-
saham, didukung dengan hasil regresi kukan regresi model 2 di atas dengan
yang ditunjukkan dengan koefisien menghilangkan variabel book-to-market dari
variabel size (lnME) sebesar 0.018734 dan model untuk melihat apakah dengan
signifikan pada level 0,05. dihilangkannya variabel book-to-market
Hasil penelitian ini juga menunjuk- tersebut, koefisien dari variabel-variabel
kan bahwa pada kondisi kebijakan lain (beta dan size) masih mempunyai
moneter yang ekspansif maupun kebijakan tanda seperti yang diharapkan. Hasil dari
moneter yang kontraktif book-to-market regresi tersebut adalah sebagaimana
tidak mempunyai pengaruh terhadap terlihat pada tabel 4.
return saham. Hal ini ditunjukkan dengan Dari perhitungan regresi pada tabel
hasil regresi untuk variabel BE/ME yang 4, yaitu model tiga faktor untuk model 2
tidak signifikan (BE/ME dan D*BE/ME tanpa variabel book-to-market, terlihat
tidak signifikan). bahwa tandanya tetap sesuai dengan yang
Tidak signifikannya pengaruh variabel diharapkan. Selain itu nampak pula bahwa
book-to-market terhadap return saham bisa dengan dihilangkannya variabel book-to-
jadi disebabkan oleh data yang dipakai market dari regresi, semakin meningkatkan
dalam penelitian ini melewati masa signifikansi pengaruh masing-masing
kondisi bisnis yang tidak normal. Pada variabel independen (beta dan size) terha-
kondisi bisnis yang normal umumnya dap variabel dependennya (return), kecuali
book-to-market bernilai positif. Tetapi pada untuk variabel beta (bandingkan tabel 3
situasi di mana hutang perusahaan terlalu dengan tabel 4). Demikian halnya untuk

Tabel 4. Hasil Regresi Model Tiga Faktor


Model 2 tanpa Book-to-Market
Variabel Tanda yang diharapkan Coefficient t-Statistic Prob.
α 0.362984 2.114062 0.0349
BETA Positif 0.054087 1.744083 0.0816
D*BETA Negatif -0.087342 -2.046682 0.0411
L*NME Negatif -0.014131 -2.125017 0.0340
D*LNME Positif 0.018095 1.957430 0.0507
D -0.453713 -1.892763 0.0588
F-statistic 6.474680 0.000007
R-squared 0.046355
Adjusted R-squared 0.039196
Durbin-Watson stat 1.480262
Sumber: Data diolah

138 BENEFIT, Vol. 9, No. 2, Desember 2005


nilai R-adjustednya juga sedikit lebih baik factor Explanations of Asset Pricing
(dari 0,036550 menjadi 0,039196). Anomalies, Journal of Finance. Vol. LI,
No. 1.
KESIMPULAN Fama, E.F., and Mac Beth, J., (1973) Risk,
Berdasarkan hasil analisis statistik Return, and Equilibrium; Empirical
yang telah diuraikan di atas, maka peneliti Test, Journal of Political Economy, 81,
dapat menyimpulkan bahwa kebijakan 607-36.
moneter semakin menambah penjelasan
Jensen, G.R., dan Mercer, J.M., 2002,
pengaruh model tiga faktor (beta, size, dan
Monetary Policy and The Cross-
book-to-market) dengan return saham.
section of Expected Stock Returns,
Tetapi karena penelitian ini melewati
The Journal of Financial Research, vol.
kondisi bisnis yang tidak normal (masa
XXV, No1, h. 125-139.
krisis moneter), menyebabkan salah satu
variabel dari model tiga faktor yaitu book- Jones, C.P., 2001, Investments; Analysis and
to-market equity tidak berpengaruh terhadap Management, John Wiley & Sons, Inc,
return saham. Setelah variabel yang tidak Eight Editions.
berpengaruh (book-to-market equity) ini Hadinugroho, Bambang, (2002), Pengaruh
dikeluarkan dari model, hasilnya semakin Beta, Size dan Book to Market Equity
menambah daya penjelas dua variabel dan Earning Yield terhadap Return
lainnya (beta dan size) terhadap return Saham, Thesis tidak Dipublikasikan.
saham. Hartono, M. Jogiyanto, (2000), Teori
Portofolio dan Analisis Investasi, edisi 2,
DAFTAR PUSTAKA Yogyakarta: BPFE.
Agoeng, Mahastuti, 2000, Pengaruh Beta, Hodoshima, J., Garza-Gomez X., dan
Size, ME/BE, PER terhadap Expected Kimura, M, (2000), Cross-sectional
Return Saham di BEJ, Thesis tidak Analysis of Return and Beta In
dipublikasikan. Japan, Journal of Economic and Business,
Banz, Rolf W., 1981, the Relationship p. 515-533.
between Return and Market Value of Patelis, Alex D., (1997), Stock Return
Common Stock, Journal of Financial Predictability and the Role of
Economics, 9, 3-18. Monetary Policy, the Journal of Finance,
Chan, K.C. Y. Hamao, dan J. Lakonishok, Vol. LII, no.5, 1951-1972.
1991, Fundamentals and Stock Thorbecke, William, 1997, On Stock
Returns in Japan, Journal of Finance, Market Return and Monetary Policy,
46, 1739-84. Journal of Finance, Vol. LII, No. 2,
Corrado, Charles J., & Jordan B.D., 2000, Van Horn, J., Wachowics, J.M.Jr., 1992,
Fundamentals of Investment, Valuation Fundamental of Financial Management,
and Management, McGrawHill. Prentice Hall International Edition,
Fama, E.F., French, K.R., 1996, Multi- Eight Editions.

Pengaruh Kebijakan Moneter … (Imronudin) : 129 – 139X 139


DINAMIKA SENTRA INDUSTRI KECIL MENUJU
ERA PERDAGANGAN BEBAS

M. Farid Wajdi
Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Abstract
The most of small-scale industry in Indonesia is at a center community. The activities of the
entrepreneur of small scale industrial if seen from pattern link of its job environmentally its business
own is difference of among one small entrepreneur with other. Based on the difference pattern of its link
hence the small entrepreneur can be grouped into mains entrepreneur, entrepreneur of free entrepreneur
and follower. The main entrepreneur is important position, which can determine to succeed in the
reassignment of small industry at one particular of a center community. Therefore, to evaluate the
readiness of small industry in face of free trade era hence attention and target of development shall be
addressed to mains entrepreneur.
Keywords: small industry, free trade, fair trade, entrepreneur

PENDAHULUAN Dengan adanya perdagangan bebas,


usaha kecil di Indonesia harus tetap dapat
Isu perdagangan bebas ramai
menjadi salah satu pelaku penting sebagai
dibicarakan semenjak adanya persetujuan
pencipta pasar di dalam maupun di luar
putaran Uruguay dalam GATT (General
negeri dan sebagai salah satu sumber
Agreement on Tariff and Trade) tanggal 15
penting bagi surplus neraca perdagangan.
Desember 1993 di Geneva dan terben-
Namun, untuk melaksanakan peranan ini,
tuknya WTO (World Trade Organisation) di
usaha kecil Indonesia harus membenahi
Maroko tahun 1994. Maksud dari pada
diri, yakni meningkatkan daya saing
persetujuan liberalisasi perdagangan dunia
globalnya.
bukan hanya bebas (free trade) tetapi juga
adil (fair trade) (Tambunan, 2001). Tidak Data di Departemen Koperasi
ada lagi hambatan tarif dan proteksi (www.depkop.go.id) menunjukkan adanya
lainnya bagi masuknya suatu komoditi ke 38 juta usaha di Indonesia yang 98 persen
suatu negara. didominasi oleh usaha kecil menengah
yang mempekerjakan 58 juta pekerja.
Implikasi perdagangan bebas adalah
Dalam dunia industri ternyata didominasi
perdagangan suatu komoditi ditentukan
oleh industri kecil dan rumah tangga
oleh keunggulan yang dimiliki komoditi
sekitar 2,7 juta industri (dengan enam
tersebut secara ekonomi. Secara umum
juta-an pekerja), sedang industri besar dan
hal ini kurang menguntungkan bagi
menengah hanya berjumlah 23.000 buah
perekonomian negara-negara berkembang,
(dengan empat juta pekerja). Memang
karena tentunya kalah dalam keunggulan
industri rumah dan kecil ini hanya
kompetitifnya dibanding negara maju

140 BENEFIT, Vol. 9, No. 2, Desember 2005


memutarkan 10 persen dari total uang dan kurang percaya diri. Benarkah
yang berputar tetapi menghidupi sebagian demikian, apakah semuanya sama demikian
besar rakyat kecil yang ada di Indonesia itu.
seperti ditunjukkan oleh laporan Kompas- Pernyataan Tambunan tersebut perlu
BPS bulan Agustus 2000. Jelas bahwa mendapat perhatian lebih lanjut karena
pemberdayaan usaha dan industri kecil industri kecil yang kebanyakan berada
dan rumah tangga akan menjadi kunci dalam suatu sentra terdapat berbagai
bagi kelangsungan hidup sebagian besar macam karakteristik pengusahanya yang
rakyat Indonesia. berbeda-beda. Melalui pemahaman yang
Seperti halnya di negara-negara lain, tepat terhadap karakteristik pengusaha
perkembangan industri kecil di Indonesia kecil dalam suatu sentra diharapkan akan
dihambat oleh berbagai macam masalah. dapat lebih tepat dalam mengembangkan
Masalah-masalah tersebut dapat berbeda industri kecil, khususnya dalam meng-
dari satu daerah ke daerah lain, dari satu hadapi liberalisasi perdagangan.
sentra ke sentra lain, maupun berbeda Untuk menjangkau pasar dan
antar unit usaha dalam kegiatan yang mengatasi situasi persaingan yang dihadapi,
sama. Faktor-faktor yang masih menjadi usaha kecil mesti melakukan strategi
hambatan dalam peningkatan daya saing bersaing. Strategi bersaing yang dapat
dan kinerja usaha kecil menengah (UKM) dijalankan usaha kecil selain strategi
di antaranya adalah terbatasnya informasi individual adalah strategi kelompok.
sumber bahan baku dan panjangnya Termasuk strategi kelompok antara lain,
jaringan distribusi, lemahnya kekuatan pembentukan koperasi/asosiasi, aglome-
tawar-menawar khususnya bahan baku rasi ekonomi, kemitraan dengan usaha
yang dikuasai oleh pengusaha besar besar, dan inovasi dalam pemasaran
mengakibatkan sulitnya pengendalian kolektif. Namun bagaimana kerja
harga, serta tidak berfungsinya secara baik kelompok selama ini, dapatkan strategi
lembaga promosi Pemerintah di dalam kelompok industri dapat berjalan?
menunjang promosi produk dan jasa
Peran pemerintah selama ini dalam
UKM baik untuk pasar domestik maupun
mengembangkan industri kecil dinilai
pasar global. Di samping masih ada
belum efektif (RIP, 2003). Salah satu
berbagai masalah lainnya. (Hasil Rumusan
kelemahan dari kebijakan usaha
Panel Diskusi Nasional, 2001)
pengembangan industri kecil di suatu
Menurut Tambunan (2001) salah satu sentra, kemungkinan disebabkan kesalahan
kelemahan usaha kecil adalah kurangnya dalam memahami pola hubungan antar
kemauan pengusaha-pengusaha kecil dan pengusaha dan hubungan dengan
menengah nasional untuk berorientasi lingkungan usahanya.
global. Hal ini bisa disebabkan oleh
Dalam menghadapi persaingan,
kelemahan-kelemahan yang bersifat
pengusaha pada sentra industri kecil tidak
pribadi dari si pengusaha seperti misalnya
hanya bersaing melawan kekuatan asing
tidak bisa berbahasa Inggris, takut atau
tetapi seringkali mereka harus bersaing
enggan mencoba, cepat puas dengan hasil
dengan sesama pengusaha, di samping
yang didapat saat itu (pemasaran lokal),

Dinamika Sentra Industri Kecil ... (Farid Wajdi) : 140 -152X 141
juga harus melawan kekuatan lain yang dan hanya sekitar 10 persen diperebutkan
melingkupinya. Salah satu pendekatan sector produsen di Asia. Misalnya pada
yang dapat digunakan untuk memahami tahun 1996 dari 41 milyar dollar AS pasar
hal tersebut adalah kerangka analisis dunia, Asia hanya mendapatkan sekitar
persaingan (five factor competitive) yang empat milyar dollar AS. Peningkatan
dikemukakan Porter dalam bukunya potensi pasar produk meubel dunia terjadi
Competitive Strategy (1980). seiring dengan gaya hidup masyarakat
Berkaitan dengan menghadapi libera- yang modern dan perkembangan sektor
lisasi perdagangan internasional permasa- ini, perkantoran, hotel, restoran, dan lain-
lahannya adalah bagaimana kondisi lain (Kompas, 2000).
komunitas industri kecil kerajinan kayu di Sebagaimana disebutkan di muka
Serenan dilihat dari kekuatan tawar bahwa ekspor meubel kayu Indonesia
menawar terhadap pemasok, persaingan sebenarnya terus mengalami peningkatan.
industri sejenis dan pendatang baru Dengan demikian potensi industri meubel
potensial serta kekuatan tawar menawar kayu sangat besar untuk meningkatkan
dengan konsumen terkait dengan perda- kinerja dan investasinya guna memper-
gangan bebas?. Di antara mereka yang besar produksi dan membuka pasar yang
terlibat dalam industri yaitu berbagai lebih luas lagi. (Kompas, 2000).
tingkatan pengusaha atau eksportir, siapa- Untuk daerah Jawa Tengah kenaikan
kah sasaran yang tepat untuk dijadikan rata-rata ekspor meubel dan kerajinan
sasaran pembinaan guna meningkatkan sebesar 41,66 persen per tahun. Tahun
kesiapan industri kecil menghadapi 1994 tercatat 92,3 juta dollar AS, dan
perdagangan bebas? tahun 1998 mencapai 292,9 juta dollar AS.
Berangkat dari pemikiran inilah Dan khusus meubel kayu Jawa Tengah
tulisan ini disusun berdasarkan hasil kajian setiap tahun meningkat 12,18 persen.
studi kasus pada Sentra Industri Kecil Tahun 1992 realisasi ekspor meubel kayu
Meubel Serenan Kabupaten Klaten Jawa senilai 74 juta dollar, dan tahun 1996
Tengah. Pendekatan kajian yang menggu- nilainya sekitar 114 juta dollar AS. Namun
nakan metode penelitian kualitatif, dan bila dilihat dari nilai ekspornya, industri
pengumpulan datanya menggunakan meubel dan kerajinan sejak tahun 1991
indepth interview selama sekitar enam bulan sampai tahun 1996 mengalami pertum-
buhan dan peningkatan sekitar 10 persen
TINJAUAN PUSTAKA per tahun (Kompas, 2000).
a. Ruang Lingkup Kajian Pemasaran meubel kayu dari Jawa
Salah satu bidang usaha kecil Tengah mampu menembus pasar luar
Indonesia yang memiliki pasar negeri dengan beberapa sektor tujuan
internasional adalah industri meubel. ekspor meubel kayu yang dilaksanakan
Pasar meubel dunia setiap tahunnya oleh 246 perusahaan antara lain ke Jepang,
meningkat dengan pasar utama Amerika USA, Australia, Jerman, Belanda, Inggris,
Serikat dan Eropa, setelah pasar Jepang Singapura, Belgia, Korea Selatan, Malaysia
terpuruk. Namun dari total ekspor meubel (Kompas, 1997).
dunia, sebagian besar dikuasai sektor maju

142 BENEFIT, Vol. 9, No. 2, Desember 2005


Jawa Tengah sangat potensial untuk unggulan dari daerah Klaten yang dikenal
berbagai hasil industri. Meubel kayu tidak saja karena desain yang variatif dan
menempati urutan ketiga setelah kayu murah tetapi juga dari nilai ekspor. Nilai
lapis dan produk tekstil di antara 10 ekspor yang mampu dihasilkan industri ini
komoditas utama ekspor nonmigas. cukup berarti terlihat dari data yang
Beberapa kabupaten yang menjadi sentra tercatat di Bappeda Kabupaten Klaten
produksi meubel adalah Jepara, Klaten, bahwa pada tahun 2000 nilai ekpor
Tegal, Batang, Banyumas, Banjarnegara, meubel kayu untuk Kabupaten Klaten
Blora, Pekalongan, Temanggung, Sura- mencapai 25,99344 juta dollar AS (1 $ =
karta, dan Sragen. Rp 10.000,00). Sedangkan untuk jumlah
Kabupaten Klaten sebagai salah satu unit usaha yang ada sebanyak 442 atau 14,
sentra industri meubel Jawa Tengah 44 % dari total industri meubel di Klaten,
setelah Jepara telah mampu menyumbang dengan tenaga kerja yang terserap
pendapatan yang besar bagi daerahnya. Di sebanyak 1.229 atau 5.35 % dari Jumlah
Klaten, sektor tersebut merupakan sektor total tenaga kerja yang mampu terserap di
unggulan dengan kemampuan menyerap industri meubel Kabupaten Klaten.
tenaga kerja sebanyak 23.552 tenaga kerja (Klaten dalam Angka, 2001)
dengan jumlah unit usaha sebanyak 3.062
buah. Selain itu, sektor ini juga mempunyai b. Tinjauan Teori
nilai produksi sampai 288.816.000.000,00 Mencermati kelemahan-kelemahan
dengan 90% pasaran ekspor. (Klaten yang bersifat pribadi dari si pengusaha
dalam Angka, 2001) kecil sebagaimana disebutkan di muka,
Salah satu sentra kerajinan meubel di terdapat satu hal yang juga penting
Klaten adalah Serenan, yang mana sekitar dimiliki oleh pengusaha yaitu kemampuan
50% penduduknya bekerja sebagai orientasi bisnis. Jika terdapat orientasi
pengusaha meubel. Walaupun usaha bisnis yaitu enterpreuner dan orientasi
kerajinan di desa ini sudah berjalan lama pasar maka perusahaan dimungkinkan
dan perhatian dan bantuan pemerintah akan meningkat lebih baik prestasinya
juga cukup banyak tetapi perkembangan dalam hal (1) market share, (2) kecepatan
usaha kerajinan ini belum mampu secara memasuki pasar, dan (3) tingkat quality of
signifikan dapat meningkat. Salah satu product (Atuahene-Gima & Ko 2001).
kelemahan dari usaha pengembangan Namun demikian perlu dikaji lebih
industri kecil di suatu sentra, kemungkinan mendalam makna bagi perusahaan
disebabkan kesalahan dalam memahami mengadopsi orientasi enterpreuneur dan
pola hubungan antar pengusaha dan pasar seperti yang telah dilakukan oleh
hubungan dengan lingkungan usahanya. Rob Vitale, at al(2003)
Desa Serenan terletak 8 km dari Perusahaan yang memiliki “business
pusat Kecamatan Juwiring, dan 28 km orientation” berarti perusahaan memiliki
dari pusat Kabupaten Klaten dengan luas dasar pijakan dalam segala aktiviti, policy,
wilayah 1.342.760 Ha. Memiliki 780 KK strategi dan inisiatif (Borch 1947). Miles
(kepala keluarga). Industri meubel and Munilla (1993) memberi pemikiran
Serenan merupakan salah satu komoditas bahwa business orientations dibatasi dan

Dinamika Sentra Industri Kecil ... (Farid Wajdi) : 140 -152X 143
didefinisikan sebagai hubungan antara Kekuatan tawar pemasok semakin besar
suatu perusahaan, stakeholdernya, dan bila jumlah pemasok sedikit atau
faktor lingkungan yang relevan. Hal ini cenderung monopoli pasar bahan baku,
ditunjukkan dalam berbagai kajian sementara jumlah usaha kecil banyak.
(Craven, Hills, & Woodruff 1987; Taguchi Pemasok bisa menekan pengusaha kecil
1987; Miles, Russell, & Arnold 1995; melalui manipulasi harga, kualitas,
Becherer & Maurer 1997). pengiriman, dan mungkin juga pelayanan.
Berkaitan dengan “apa yang Ketiga, Kekuatan tawar menawar pembeli,
mendorong pengambilan keputusan merupakan faktor pengaruh yang dapat
bisnis”, maka memahami orientasi bisnis menurunkan daya saing usaha kecil.
harus tetap digunakan dengan baik oleh Keempat, Prospek masuknya pendatang
para manager atau pengusaha. Dari baru potensial. Berkaitan erat atau
berbagai kajian (Morris & Paul, 1987; ditentukan oleh kadar hambatan masuk
Miles & Arnold, 1991; Zahra & Covin (barriers to entry) yang umumnya sangat
1995; Hurley & Hult, 1998; Wiklund kecil untuk banyak jenis usaha yang
1999; Atuahene-Gima & Ko 2001; Miles, ditekuni oleh usaha kecil. Kelima, ancaman
Munilla, & Covin 2002; Matsuno, et al dari produk pengganti yang memang telah
2002). dalam kenyataannya baik terbukti banyak memukul usaha
entrepreneurial orientation (EO), and market tradisional.
orientation (MO), secara positif dan kuat Untuk kepentingan analisis daya
berhubungan dengan prestasi perusahaan. saing usaha kecil, kerangka Porter di atas
akan sangat membantu. Pada gambar 1
c. Kerangka Teori diilustrasikan kerangka analisis yang akan
Untuk menganalisis permasalahan digunakan dalam analisis potensi dan daya
digunakan kerangka analisis yang saing dengan menggunakan model analisis
dikemukakan Porter dalam bukunya yang dikemukakan oleh Porter (1980).
Competitive Strategy (1980) mengenai
komponen-komponen yang mempengaruhi PEMBAHASAN
persaingan usaha. Berbeda dengan A. Diskripsi Pengusaha pada Sentra
kerangka analisis secara tradisional, yang Industri
mumnya hanya menekankan aspek 1) Karakteristik Pengusaha Sentra
persaingan antara usaha-usaha yang sudah (Kasus Meubel Serenan)
ada. Kekuatan masing-masing faktor Sebagai sentra kerajinan maka di
terhadap daya saing usaha itu bisa berbeda Serenan terdapat berbagai pengusaha
kadarnya. Dalam kajian ini, daya saing yang dapat dibedakan kriterianya.
suatu usaha dipengaruhi oleh empat Penyusunan kriteria ini didasarkan
faktor, yaitu untuk tiap jenis usaha terdiri pada pendapat pengusaha setempat
dari: dan kondisi yang terlihat secara fisik
Pertama, Kekuatan pemasok, misalnya yang ada dari observasi di lapangan
mempengaruhi daya saing berbagai jenis penelitian. Kriteria pengusaha yang
usaha skala kecil yang menggunakan kayu, paling utama yang membedakan antar
bambu, rotan sebagai bahan baku. Kedua, pengusaha adalah besarnya ukuran

144 BENEFIT, Vol. 9, No. 2, Desember 2005


PENDATANG
Ancaman masuknya
BARU Pendatang baru
POTENSIAL

Kekuatan tawar
menawar
pemasok
PARA PESAING
INDUSTRI
PEMASOK Persaingan di PEMBELI
antara pengusaha
yang ada Kekuatan tawar
menawar pembeli

Ancaman produk atau


PRODUK PENGGANTI jasa pengganti

Gambar 1. Kerangka Analisis Potensi dan Daya Saing


Sumber: Porter (1980)

usaha seperti misalnya: omset, luas hubungan bisnis dengan pengu-


gudang, jumlah tenaga kerja, serta saha lainnya.
fasilitas produksi. Di samping itu
2) Pola Hubungan antara Pengusaha
kriteria pengusaha dapat dilihat dari
Sesuai dengan kriteria di atas
posisi hubungan pengusaha di antara
bahwa secara garis besar ada tiga
para pengusaha. Dari kedua kriteria
kelompok pengusaha yaitu pengusaha
tersebut pengusaha di Serenan dapat
induk, pengusaha pengikut dan
dikelompokkan ke dalam 3 kelompok
pengusaha bebas. Masing-masing
yaitu sebagai (tabel 1)
pengusaha tersebut mempunyai pola
(1) Pengusaha induk, mempunyai hubungan sebagaimana tampak dalam
beberapa pengusaha pengikut sub- gambar bagan dan dalam uraian
kontrak yang berada di bawah berikut ini.
koordinasinya walaupun sifatnya
tidak tetap atau koordinasi a) Hubungan antar Pengusaha Induk
tersebut terjadi atas dasar kontrak Pengusaha induk yang jumlahnya
per-jenis order; hanya sekitar 4 orang pengusaha,
(2) Pengusaha pengikut yaitu pengu- secara relatif tidak memiliki hubungan
saha yang menerima subkontrak usaha, dalam hal tertentu mereka
dari pengusaha induknya. berjalan sendiri-sendiri. Kerja sendiri
tersebut misalnya dalam hal:
(3) bukan tipe kedua-duanya, yaitu
• informasi pembeli (buyers)
sebagai Pengusaha bebas yang
menjalankan usahanya secara • modal
sendiri tidak mempunyai ikatan • tenaga kerja

Dinamika Sentra Industri Kecil ... (Farid Wajdi) : 140 -152X 145
Tabel 1. Kriteria Pengusaha Industri Meubel – Serenan

Kriteria Pengusaha Pengusaha Pengusaha Bebas


Induk Pengikut

Aspek

Jml Pengusaha 4 52 Tidak pasti

Omset per Rata-rata 4 kontainer (1 700. 000 – 1 Nilainya sekitar 2 – 8


bulan kontainer = 30 -40 juta juta rupiah juta rupiah Antara 2 – 8
rupiah) colt (mobil angkutan
sebagai ukuran)

Aset usaha • Gudang • Rumah • Rumah untuk tempat


yang dimiliki • Truk angkutan untuk tempat tinggal & kerja jadi
• Showroom tinggal & satu
• Rumah terpisah dengan kerja jadi
tempat usaha satu

Jml Tenaga 20 – 40 orang 2 – 4 orang 2 – 10 orang (tidak


Kerja (termasuk pasti)
anggota
keluarga)

Fasilitas • Peralatan elektrik • Peralatan • Peralatan elektrik,


Produksi • oven kayu elektrik, jenis jenis kurang lengkap
• Truk kurang
lengkap

Konsumen • Buyer Luar negeri • lokal • toko meubel


datang langsung • pengusaha • eksportir sekitar Solo-
• Eksportir dari sekitar induk Yogya
Solo- Yogya • makelar
• Partai besar
• Makelar

Sumber : diolah dari data primer, 2003

Walaupun pengusaha induk ini relatif mendapat order dalam jumlah banyak
tidak berhubungan tetapi mereka juga melabihi kapasitasnya maka dia akan
tidak merasa bersaing mengajak pengusaha lainnya untuk
mengerjakan order tersebut di bawah
b) Hubungan Pengusaha Induk
koordinasinya.
dengan Pengikutnya
Hubungan pengusaha induk dengan Hubungannya dengan pengusaha
pengikutnya ini paling banyak terjadi pengikut, para pengusaha induk
di Serenan. Ketika pengusaha induk mempunyai pola pembagian sesuai

146 BENEFIT, Vol. 9, No. 2, Desember 2005


kemampuan atau kapasitas produksi punyai kualitas hasil yang baik, dan
pengusaha, yaitu ada yang sekitar 70% letak usahanya jauh dari tempat dia
untuk dibagi kepada pengikut dan kerja atau tempat tinggalnya,
30% bagi diri sendiri. Walaupun alasannya orang yang dekat rumah-
demikian ada perbedaan pengusaha nya (tetangganya) dia sudah tahu
induk dalam melibatkan pengusaha banyak tentang nilai order tersebut,
pengikut, yang membedakan adalah sehingga dia akan menolak apabila
kepada siapa seorang pengusaha disuruh mengerjakan dengan harga
induk akan memberikan kelebihan di bawah nilai tarif ordernya
ordernya jika mereka mendapat order sedangkan tuntutan kualitasnya sama.
yang melebihi kapasitasnya. Apabila dia sanggup, dia sering
i. Kerjasama atas dasar hubungan membuat kualitas barang di bawah
Famili standart produksinya, sehingga
Terdapat beberapa pengusaha yang pengusaha induk yang memberi
mempunyai pola, dalam memberi- order akan merasa dirugikan.
kan kelebihan order lebih menguta- c) Hubungan Pengusaha Induk
makan ke famili terdekatnya. dengan Pengusaha Bebas
ii. Kerjasama atas dasar Profesional Hubungan di antara para pengusaha
Beberapa pengusaha lebih senang juga biasa melakukan beberapa kerja-
kerjasama memberikan kelebihan sama seperti: pinjam-meminjam kayu
ordernya ke pengusaha yang mem- glondongan atau saling memberikan

PEMBELI PEMBELI
(Eksportir, Makelar, Buyers asing } (Toko)

HUBUNGAN ANTAR PENGUSAHA

Pengusaha Pengusaha
Induk Induk

PENGUSAHA
PENDATANG
BARU Pengusaha Pengusaha Pengusaha Pengusaha
Pengikut Pengikut Pengikut Pengikut PRODUK
PENGGANTI

Pengusaha Pengusaha
Bebas Bebas

Keterangan Gambar:
= Order/Transaksi
PEMASOK
= Kerjasama/Hubungan Sosial (Pedagang Kayu)
(Pinjam-meminjam Kayu)

Gambar 2. Kerangka Hubungan Industri Kerajinan Meubel Serenan

Dinamika Sentra Industri Kecil ... (Farid Wajdi) : 140 -152X 147
kelebihan order ke pengusaha lain Seperti juga terjadi pada kajian yang
tapi bukan dalam status di bawah lain, posisi tawar pengusaha Serenan yang
koordinasi, mereka berjalan sendiri- lemah di hadapan pembeli. Kekuatan
sendiri tawar pembeli merupakan faktor pengaruh
d) Hubungan antar Pengusaha yang dapat menurunkan daya saing usaha
Pengikut kecil, dimana pembayarannya kadang kala
Hubungan antar pengusaha kriteria bisa diundur sampai berbulan-bulan. Bagi
ini lebih banyak bersifat sosial dari produk yang diekspor, seperti umumnya
pada hubungan bisnis. Para pengusaha pada sentra kerajinan seperti Bali, Jepara
juga biasa melakukan beberapa dan Cirebon, posisi ekportir sangat kuat
kerjasama seperti: pinjam-meminjam (Saefudian, 1999). Umumnya segala resiko
kayu glondongan tukar menukar ditanggung oleh pengusaha, sementara
informasi tentang seluk-beluk perka- para eksportir tidak menanggung resiko
yuan. apa-apa. Di samping menentukan harga,
penetapan kualitas memenuhi standart
B. Pembahasan atau tidak (yang mempengaruhi harga)
Sesuai dengan kerangka analisis juga dilakukan sepihak oleh para
kekuatan persaingan yang dikemukakan eksportir.
Porter (1980) maka dapat dibahas lebih Sedangkan pembeli asing yang
lanjut sebagaimana berikut ini langsung datang ke sentra umumnya
mereka datang ke pengusaha induk.
a. Hubungan dengan Pemasok (Supplier)
Karena hanya pengusaha induk yang
Sesuai dengan kajian yang ada dapat berkomunikasi dan bertransaksi.
(Tambunan, 2001) bahwa salah satu Bertransaksi langsung dengan pembeli
masalah industri kecil adalah keterbatasan asing terdapat resiko dan harus ada modal
bahan baku dari pemasok. Padahal yang cukup. Karena selain minta disedia-
kekuatan pemasok sangat mempengaruhi kan produknya terlebih dahulu seringkali
daya saing berbagai jenis usaha skala kecil pembayarannya mundur dari ketentuan
yang menggunakan kayu, bambu, rotan kontrak. Bahkan kadang seringkali produk
sebagai bahan baku. Kekuatan tawar- yang telah dibuat ditolak oleh pembeli,
menawar pemasok semakin besar bila karena dianggap tidak sesuai permintaan.
jumlah pemasok sedikit atau cenderung Sehingga pengusaha harus menanggung
monopoli pasar bahan baku, sementara resiko yang besar.
jumlah usaha kecil banyak. Dari data,
pengusaha Serenan terlihat bahwa c. Masuknya Pendatang Baru
terdapat masalah hubungan dengan Prospek masuknya pendatang baru
pemasok dalam hal penentuan harga, baru potensial berkaitan erat atau
pengusaha berada pada posisi tawar yang ditentukan oleh kadar hambatan masuk
lemah. Pemasok bisa menekan pengusaha (barriers to entry) yang umumnya sangat
kecil melalui manipulasi harga, kualitas, kecil untuk banyak jenis usaha yang
pengiriman, dan juga pelayanan. ditekuni oleh usaha kecil. Hal ini sama
b. Hubungan dengan Pembeli juga dengan yang terjadi pada pengusaha

148 BENEFIT, Vol. 9, No. 2, Desember 2005


Serenan mudah untuk disaingi oleh 1. Bargaining Position Pengusaha Lemah.
pendatang baru walaupun mereka merasa Kelemahan posisi tawar menawar
optimis dapat bersaing. Menurut peneliti pengusaha dalam penentuan harga
untuk permintaan meubel yang memerlu- terhadap pembeli disebabkan antara
kan ukiran yang berkualitas pengusaha pengusaha kecil tidak ada kesepakatan
Serenan masih dapat bersaing, tetapi jika dalam penentuan harga. Sehingga
permintaan meubel hanya berupa ukiran terjadi saling menjatuhkan harga antar
tiruan yang sekedarnya maka bisa jadi para pengusaha itu sendiri. Mereka
pengusaha Serenan akan mengalami tidak mau untuk menerapkan kesera-
kesulitan persaingan. gaman harga. Alasan mereka pengala-
man “kasus Jepara” dimana para
d. Persaingan antar Pengusaha dalam
pengusaha ditinggalkan oleh pembelinya
Sentra
diyakini karena ada keseragaman harga,
Walaupun antar pengusaha dalam dikhawatirkan hal ini akan dapat
sentra merasa tidak bersaing dengan menimpa mereka.
pengusaha lainnya hal itu ditunjukkan
2. Margin Harga yang Rendah. Adanya
dengan adanya berbagai kerjasama, dan
kondisi “saling menjatuhkan harga”
kemampuan pengusaha yang menghasil-
tersebut menyebabkan dalam penentuan
kan kualitas yang berbeda, namun di sisi
harga tidak berdasarkan perolehan
lain persaingan dalam harga tetap terjadi,
margin yang rasional. Artinya berapa
yaitu ketika mereka melakukan tawar-
harga yang tepat sesuai besarnya total
menawar dengan pembeli. Salah satu yang
biaya dan keuntungan yang diharapkan
jadi pertimbangan utama adalah untung
tidak terlalu diperhatikan. Yang penting
sedikit tidak apa daripada pembeli lari ke
harga yang terjadi dapat menutup biaya
pengusaha lainnya
produksi, itu sudah cukup. Hal ini
e. Ancaman Produk Pengganti menyebabkan pengusaha kesulitan
Kekuatan terakhir yang dikemukakan untuk mengembangkan usahanya
Porter adalah ancaman dari produk melalui akumulasi modal dari laba yang
pengganti, yang memang telah tebukti diperolehnya.
banyak memukul usaha tradisional.. 3. Belum ada Administrasi Keuangan.
Untuk kasus Serenan ini bisa dibuat dua Tidak adanya administrasi keuangan
pendapat berbeda, yaitu jika produknya yang tertib mengakibatkan perhitungan
tetap memiliki karya seni yang berkualitas harga sulit disusun secara rasional.
maka ancaman prosuk pengganti adalah 4. Lemahnya Penguasaan Manajemen.
kecil. Namun apabila produknya hanyalah Sama dengan penelitian sebelumnya,
sebagai meubel biasa maka ancaman ditemukan bahwa kegiatan usaha para
produk pengganti sangatlah tinggi. pengusaha seperti pada umumnya
Masalah-masalah yang dihadapi oleh dihadapi UKM yaitu belum adanya
para pengusaha di dalam komunitas penerapan prinsip dasar manajemen
industri kecil (sentra) adalah sebagai yang rapi. Namun demikian para
berikut: pengusaha bukan berarti tidak
mempunyai keinginan untuk maju.

Dinamika Sentra Industri Kecil ... (Farid Wajdi) : 140 -152X 149
Mereka menginginkan pengelolaan 7. Ketidak Efektifan Peran Pemerintah.
usaha yang lebih profesional. Namun, Dalam melakukan pengembangan
mereka selalu dihadapkan pada usaha pengusaha, pemerintah telah
masalah–masalah manajemen produksi melakukan langkah penanganan,
(secara khusus masalah Quality Control), namun dapat dikatakan banyak yang
pengelolaan modal dan pemasaran tidak efektif karena tidak sesuai dengan
(memperoleh konsumen). kondisi dan kebutuhan.
5. Macetnya Asosiasi/Koperasi Pengu-
saha. Kelemahan posisi tawar menawar PENUTUP
para pegusaha/pengusaha antara lain Dari kajian tersebut dapat difahami
disebabkan oleh tidak dapat berjalannya bahwa untuk menghadapi perdagangan
forum kerjasama antara pengusaha. bebas, kemampuan industri kecil dalam
Sebenarnya fasilitas untuk hal ini sudah suatu sentra tergantung kepada kemam-
ada yaitu dulunya berupa asosiasi yang puan pengusaha induk (pengusaha yang
kemudian oleh pemerintah dijadikan memiliki kerjasama dengan pengusaha
koperasi. Namun pada saat ini kerja pengikutnya). Pengusaha yang menjadi
koperasi tidak optimal bahkan dapat induk bagi pengusaha lainnya akan
dikatakan macet. Akibat dari hal itu menentukan maju mundurnya pengusaha
hubungan antar pengusaha menjadi pada sentra kerajinan. Oleh karena itu
renggang dan cenderung terjadi iklim dalam melakukan pembinaan dan
usaha yang tidak sehat. pengembangan industri kecil perlu untuk
memberikan prioritas sasaran pembinaan-
6. Belum adanya Perlindungan Hak
nya ditujukan kepada pengusaha induk.
Cipta/Paten. Produk-produk dari
Serenan sebenarnya mempunyai kua- Keberadaan forum kerjasama antar
litas yang cukup bagus, terbukti dari pengusaha dalam bentuk misalnya asosiasi
luasnya pasar mereka, yaitu dari pasar atau koperasi tidak dapat langsung
nasional (Bali, Jakarta dan sebagainya). berperan untuk mengoptimalkan guna
sampai pasar ekspor (Australia, AS & meningkatkan bargaining position terhadap
Eropa Timur) Akan tetapi ada pembeli maupun pemasok bahan. Oleh
permasalahan lain yang cukup karena itu asosiasi atau koperasi belum
menyulitkan mereka, yaitu mengenai dapat efektif untuk melaksanakan strategi
hak cipta/paten. kelompok dari industri kecil guna
menghadapi perdagangan bebas
Seorang pengusaha yang kami
wawancarai menceritakan bahwa Terkait langsung dengan liberalisasi
produknya pernah dituntut membayar perdagangan dunia seperti umumnya pada
royalti karena dituduh memasarkan sentra kerajinan, dalam mengangani
meubel ukiran bajakan oleh sebuah produk yang diekspor posisi ekportir
perusahaan Swedia. Setelah diusut maupun pembeli asing sangat kuat. Hal ini
memang benar, bahwa ukiran yang mendukung temuan Saefudian, (1999).
jelas-jelas bermotif Indonesia tersebut Umumnya segala resiko ditanggung oleh
telah dipatenkan oleh sebuah perusa- pengusaha, sementara para eksportir tidak
haan Swedia. menanggung resiko apa-apa. Di samping

150 BENEFIT, Vol. 9, No. 2, Desember 2005


menentukan harga, penetapan kualitas gement. Homewood, IL: Irwin.
memenuhi standart atau tidak (yang Hasil Rumusan Panel Diskusi Nasional,
mempengaruhi harga) juga dilakukan Pengembangan UKM, 2001
sepihak oleh para eksportir.
http://www.depkop.go.id
Berbeda dengan pendapat Tambunan
Klaten dalam Angka, 2001
(2001) yang menyatakan bahwa pengusaha
industri kecil pengusaha industri kecil, Kompas, 1997. edisi 3 Agustus
khususnya pengusaha induk yaitu belum Kompas, 2000. edisi 20 Maret
adanya kemauan pengusaha-pengusaha Matsuno, Ken, John T. Mentzer, and
kecil dan menengah nasional untuk Aysegul Ozsomer 2002. The Effects
berorientasi global. Sebenarnya mereka of Entrepreneurial Proclivity and on
(pengusaha induk) siap dan mau untuk “go Business Performance, Journal of
internasional”, hanya saja mereka butuh Marketing. 66(July), 18-32.
perlindungan dalam tranksasinya, atau Miles, B.M., & Huberman, A.M. 1992.
perlu adanya pihak penjamin transaksi Analisis Data Kualitatif, Terjemahan,
khususnya dengan pembeli asing. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia
Press.
DAFTAR PUSTAKA
Miles, M. P., and D. R. Arnold 1991. The
Atuahene-Gima, K., & A. Ko 2001. An
Relationship between Marketing
Empirical Investigation of the Effect
Orientation and Entrepreneurial
of Market Orientation and Entrepre-
Orientation. Entrepreneurship Theory
neurship Orientation on Product
and Practice. 15(4), 49-65.
Innovation. Organization Science. 12(1),
54-74. Miles, M. P., and L. S. Munilla 1993. Eco-
Orientation: An Emerging Business
Becherer, R. C., and J. G. Maurer 1997.
Philosophy. Journal of Marketing Theory
The Moderating Effect of Environ-
and Practice. 1(2), 43-51.
mental Variables on the Entrepre-
neurial and Marketing Orientation of Miles, M. P., G. R. Russell, and D. R.
Entrepreneur-Led Firms. Entrepre- Arnold 1995. The Quality Orientation:
neurship Theory and Practice. 22(1), 47- an Emerging Business Philosophy.
58. Review of Business. 17(1), 7-15.
Borch, F. J. 1947. The Marketing Miles, M.P., and J.G. Covin 2002.
Philosophy as a Way of Business Exploring the practice of corporate
Life. New York: General Electric. venturing: Some common forms and
Their Organizational Implications.
Chandler, G. N., and S. H. Hanks 1993.
Entrepreneurship Theory and Practice,
Measuring the Performance of
26(3), 21-40.
emerging businesses: A Validation
Study. Journal of Business Venturing. Morris, M. H., and G. Paul 1987. The
8(3), 391-408. Relationship between Entrepreneur-
ship and Marketing in Established
Craven, D. W., G. E. Hills, and R. B.
Firms. Journal of Business Venturing.
Woodruff 1987. Marketing Mana-
2(3), 247-259.

Dinamika Sentra Industri Kecil ... (Farid Wajdi) : 140 -152X 151
Porter, Michael, 1980, Keunggulan Bersaing: Tambunan, Tulus (2001), Perkembangan
Menciptakan dan Mempertahankan Kinerja UKM dalam Era AFTA: Peluang,
Unggul, edisi terjemahan, Jakarta: Tantangan, Permasalahan dan Alternatif
Penerbit Erlangga. Solusinya, Jakarta: Yayasan Indonesia
Rob Vitale, Joe Giglierano, Morgan Miles, Forum – LPFE-UI,
2003, Entrepreneurial Orientation, Wiklund, J. 1999. The Sustainability of the
Market Orientation, and Performance Entrepreneurial Orientation-Perfor-
in Established and Startup Firms, mance Relationship. Environmental
Http://www.Uic.Edu/Cba/Ies/2003p Variables on the Entrepreneurial and
apers/Gigli-Vitale-Miles.htm Practice. 24(1), 37-47.
Saifudian, Heitifah, 1997, Studi Potensi dan
Daya Saing Usaha Kecil, Proposal
Penelitian Akatiga, Jakarta.
Taguchi, G. 1987. The Evaluation of
quality. 40th Annual Quality Congress
Transactions. American Society for Quality
Control.

152 BENEFIT, Vol. 9, No. 2, Desember 2005


GOOD CORPORATE CULTURE

Djokosantoso Moeljono
Bank Rakyat Indonesia

Abstract
This article discusses corporate culture in business. In this paper, good corporate culture is the
main corporate culture, which influences company performance. There are several principal components
in good corporate culture; they are transparency, accountability, and appropriateness. This article also
discusses corporate culture of BRI. There are integrity, professionalism, customer satisfaction, and
human resource development.
Keywords: good corporate culture, transparency, professionalism

PENDAHULUAN sukses GE dan Welch biasanya berujung


kepada satu asumsi: restrukturisasi yang
Sekali lagi, General Electric
berhasil, kepemimpinan yang baik, dan
menduduki peringkat pertama daftar
manajemen yang unggul.
1.000 perusahaan terbaik di dunia versi
The Business Week. Dengan nilai pasar Welch mengambil alih GE ketika
tertinggi di dunia, US $328,11 milyar produktivitasnya hanya 1,5%, sementara
(lebih dari dua kali APBN Indonesia produktivitas rata-rata perusahaan Jepang
2003/2004), GE meninggalkan saingan 8%. Welch menegaskan bahwa produkti-
terdekatnya, Microsoft, US $284,43 vitas adalah kunci, dan itu diperlukan karena
milyar. Total aset yang dikuasainya membangun fleksibilitas. Selama 4 tahun
mencapai US $647,84 milyar, dengan pertama, ia menjual 125 perusahaan yang
penjualan US $134,18 milyar, maka GE dinilai tidak mungkin menjadi bagian dari
tetap raksasa yang terkuat di dunia. GE, tidak menjadi main concern dari GE. Ia
mengatakan bahwa companies can’t give job
Seberapa hebatkah GE? Paling tidak,
securitiy. Only customer can. Ia membongkar
dalam dua puluh tahun terakhir ini GE
kebiasaan dari para manajer GE yang
menjadi langganan peringkat pertama dari
lebih banyak menghabiskan enerjinya
publikasi ekonomi dan manajemen di
mengurusi hal-hal internal daripada
dunia. Paling tidak, ia menjadi langganan
mengurusi kustomer. Singkatnya, GE
peringkat pertama di Fortune 500 dan
ditransformasikan dari organisasi bisnis
Business Week 1.000. Noel M. Tichy dan
yang membirokrasi menjadi organisasi
Starford Sherman menulis proses keber-
bisnis yang mengkorporasi.
hasilan GE dalam bukunya Control Your
Destiny or Someone Eise Will (1995). Di Indonesia, pada tahun 1998
Revolusi GE dimulai tahun 1981, ketika dibentuk Kantor Menteri Negara
Jack Welch terpilih menjadi CEO. Dalam Pendayagunaan BUMN. Misi dari
banyak buku manajemen yang mengupas pembentukan lembaga ini juga sama

Good Corporate Governance (Djokosantoso Moeljono) : 153 – 163X 153


dengan Jack Welch di GE: melakukan Bahkan, UU No 19/2003 tentang BUMN
transformasi BUMN dari pola yang pada penjelasan pasal 5 ayat (3) yang
birokratis ke real korporasi. Proses ini menyebutkan bahwa “Direksi selaku
menjadi penting, karena transformasi organ BUMN yang ditugasi melakukan
BUMN menjadi korporasi yang sudah pengurusan tunduk pada semua peraturan
dimulai sejak tahun 1980an, ketika para yang berlaku terhadap BUMN dan tetap
manajer profesional warganegara Indonesia berpegang pada penerapan prinsip-prinsip
yang sebelumnya menjadi pemimpin di good corporate governance yang meliputi
perusahaan-perusahaan multinasional, transparansi, yaitu keterbukaan dalam
masuk ke BUMN dan melakukan melaksanakan proses pengambilan
transformasi besar-besaran. Jonathan keputusan dan keterbukaan dalam
Parakpak di Indosat dan Cacuk mengungkapkan informasi material dan
Sudariyanto di Telkom menjadi simbol relevan mengenai perusahaan; kemandirian,
transformasi tersebut. Dilanjutkan oleh yaitu keadaan dimana perusahaan dikelola
proses privatisasi sejumlah BUMN ke secara profesional, tanpa benturan
pasar modal, seperti Semen Gresik, kepentingan dan pengaruh/ tekanan dari
Telkom, Indosat dan seterusnya. Namun, pihak manapun yang tidak sesuai dengan
pada tahun 2000an, proses transformasi peraturan perundang-undangan dan
tersebut menyurut oleh berbagai aspek- prinsip-prinsip korporasi yang sehat;
aspek politik dan bias kekuasaan. akuntabilitas, yaitu kejelasan fungsi,
Paling tidak, transformasi BUMN pelaksanaan dan pertanggungjawaban
dari perusahaan yang mirip (penyakit) Organ sehingga pengelolaan perusahaan
birokrasi (besar, gemuk, lamban, congkak, terlaksana secara efektif; pertanggung
acuh terhadap kustomer, dst) dalam enam jawaban, yaitu kesesuaian di dalam
tahun terakhir ini menunjukkan persamaan pengelolaan perusahaan terhadap peraturan
dengan proses transformasi di GE. perundang-undangan dan prinsip-prinsip
Telkom semakin peduli dengan pelang- korporasi yang sehat dan kewajaran, yaitu
gannya, PLN membuka ruang bagi kesesuaian di dalam pengelolaan perusa-
keluhan pelanggan, Garuda menjadi salah haan terhadap peraturan perundang-
satu perusahaan penerbangan dengan undangan dan prinsip-prinsip prinsip
pelayanan terbaik di dunia, BRI menjadi korporasi yang sehat.”
contoh dunia dari keberhasilan perbankan Namun demikian, ada hal yang
yang setia melayani usaha mikro di terlewat dalam menyimak keberhasilan
pedesaan dan perkotaan. transformasi korporasi. Restrukturisasi
Semua pelajaran tersebut, biasanya manajemen dan terbentuknya good corporate
bermuara pada satu hal, terciptanya governance sebagai prinsip dasar tata kelola
manajemen sebagai dampak dari usaha adalah sisi terluar dari keberhasilan
restrukturisasi korporasi. Bahkan di transformasi tersebut. Jack Welch pada
Indonesia, ada satu ikon baru yang prinsipnya tidak menuju kepada upaya
menjadi simbol telah dilaksanakannya membangun sebuah manajemen yang
transformasi korporasi, yaitu telah unggul, melainkan kepada sisi yang
diterapkannya good corporate governance. terdalam dari suatu perusahaan, yaitu

154 BENEFIT, Vol. 9, No. 2, Desember 2005


membangun budaya yang unggul. Welch Pengalaman COCD (Center for
tidak sekedar membangun keunggulan Organizational Culture Development) di dalam
manajemen dan kepemimpinan yang mendampingi sejumlah perusahaan
unggul, melainkan sebuah software yang BUMN, swasta nasional, dan perusahaan
mampu menjaga (sustain) keunggulan- multinasional, membuktikan bahwa
keunggulan tersebut. Bahkan, editor ternyata perusahaan-perusahaan yang
majalah Fortune menjuluki GE sebagai unggul adalah perusahaan-perusahaan
perusahaan yang mempunyai “Culture of yang mempunyai keunggulan manajemen
Integrity” (Fortune, September 2002). dan kepemimpinan yang unggul dan
Adalah perusahaan yang sama? berhasil mempertahankan keunggulannya
Banyak sekali. Shell, perusahaan permi- tersebut. Faktor “berhasil mempertahan-
nyakan asal Belanda yang setia kan” ini ternyata merupakan faktor “nilai”
membangun lingkungan. McDonald yang tepatnya “nilai budaya”.
selalu menjaga agar toiletnya selalu bersih.
Singapore Airlines yang menjadikan BUDAYA PERUSAHAAN
penumpang bak Dewa. Matshusita yang Penelitian yang dilakukan Hofstede
mengedepankan sikap kerja yang etis. (1991) di 40 negara yang berbeda-beda
Microsoft, Intel, Sony, dan Nokia yang membuktikan bahwa organizations are
selalu unggul di inovasi. Apa rahasianya? equally bond. Penelitian yang dilakukan oleh
Menurut amatan saya, kesemuanya Kotter dan Heskett selama sepuluh tahun
disebabkan ada “nilai” yang menggerak- di 14 perusahaan terbaik Amerika
kan seluruh organisasi menuju kepada menunjukkan mereka berprestasi karena
satu tujuan, seperti digambarkan berikut ditopang budaya korporat yang kuat.
ini: Kotter dan Heskett (1992) memilih 207
perusahaan secara random dari keselu-
ruhan industri, menggunakan daftar
Arah Korporasi pertanyaan untuk menghitung indeks
kekuatan budaya korporat yang kuat, akan
Governance dikaitkan dengan unjuk kerja perusahaan
selama 12 tahun periode. Hasilnya adalah
budaya korporat yang kuat, akan dikaitkan
Nilai
budaya
dengan unjuk kerja perusahaan jangka
panjang, tetapi cirinya moderat.
Hasil penelitian Harvard Bussiness
Manajemen
School (Kotter dan Heskett, 1992)
menunjukkan bahwa budaya mempunyai
Gambar 1. Nilai Penggerak Organisasi dampak yang kuat dan semakin besar
Catatan: gambar diadaptasi dari basic pada prestasi kerja organisasi. Penelitian
cultural model (Catwright, 1999,11) itu mempunyai empat kesimpulan sebagai
berikut:

Good Corporate Governance (Djokosantoso Moeljono) : 153 – 163X 155


a. Budaya korporat dapat mempunyai membantu menciptakan budaya yang kuat
dampak signifikan pada prestasi kerja (Schein, 1992).
ekonomi perusahaan dalam jangka Sementara itu, kesimpulan Simposium
panjang. Cultural Values dan Human Progress,
b. Budaya korporat bahkan mungkin American Academy of Arts and Sciences,
merupakan faktor yang lebih penting Cambridge, 25-25 April 1999, diseleng-
dalam menentukan sukses atau garakan oleh Harward Academy for
kegagalan perusahaan dalam dekade International and Area Studies mengambil
mendatang. kesimpulan bahwa “Budaya menentukan
c. Budaya korporat yang menghambat kemajuan dari setiap masyarakat, negara
prestasi keuangan yang kokoh dalam dan bangsa di seluruh dunia, baik ditinjau
jangka panjang adalah tidak jarang dan dari sisi politik, sosial, maupun ekonomi.
budaya itu berkembang dengan Tanpa kecuali”. Simposium menjadi salah
mudah, bahkan dalam perusahaan yang satu milestone mengingat peristiwa tersebut
penuh dengan orang yang bijaksana menghadirkan temuan budaya dari
dan pandai. seluruh dunia, melibatkan 25 ilmuwan
sosial paling senior, mulai dari Michael E.
d. Walaupun sulit untuk diubah, budaya
Potter (pakar kedayasaingan), Seymour
korporat dapat dibuat untuk lebih
Martin Lipsett (ilmuwan politik), sampai
meningkatkan prestasi.
dengan Francis Fukuyama (filsuf
M.H. Beyer dalam disertasinya di modern) 1 .
Delaware University menyebutkan bahwa Pada tahun 2000-2001 saya melakukan
kepustakaan yang ada saat ini sudah penelitian di Bank Rakyat Indonesia
cukup mendukung asumsi bahwa budaya untuk melihat korelasi budaya perusahaan
yang kuat mengarah pada kinerja yang dengan produktivitas pelayanan dengan
lebih tinggi, sehingga yang lebih penting hasil sangat signifikan (2002). Bahkan,
lagi adalah melakukan telaah lebih lanjut BRI pada saat ini dapat dikatakan menjadi
lagi (Bayer, 1988). bank yang terbaik di Indonesia, paling
Perspektif “telaah lebih lanjut lagi” tidak dengan indikator bahwa Bank BRI
ini penting, paling tidak untuk tiga alasan: memperoleh penghargaan sebagai BUMN
(a) mungkin merupakan usaha besar terbaik dan CEO Indonesia dan CEO/
pertama yang berusaha mengaitkan bankir terbaik versi harian Bisnis
budaya korporat dengan kinerja ekonomi Indonesia tahun 2004. Ketiga go public,
jangka panjang, (b) karena menyoroti BRI oversubscribed sampai 13,6 kali –
efek dari budaya yang kuat terhadap tertinggi dibanding seluruh bank di
penjajaran tujuan, motivasi, dan kontrol, Indonesia yang pernah go public, bahkan
dan (c) karena merebut perhatian banyak tertinggi dibanding perusahaan di
orang. Perspektif ini mengatakan bahwa Indonesia yang go public setelah krisis.
budaya yang kuat menyebabkan kinerja
yang kuat, tetapi sebaliknya, ternyata 1 Hasil simposium tersebut dirangkum dalam
terjadi juga, kinerja yang kuat dapat sebuah buku Culture Matters: How Values Shape
Human Progress. Disunting oleh Lawrence E.
Harrison dan Samuel P.Huntinton (2000).

156 BENEFIT, Vol. 9, No. 2, Desember 2005


Pada bulan Juli 2004 majalah The Banker, Zeppelin), apakah itu klasik rock (Love of
terbitan The Financial Times, London, my Life-nya Queen), pop (sangat banyak
menempatkan BRI sebagai bank dengan contohnya: mulai dari Immortality-nya
ROE terbaik di dunia pada ranking ke-18 Celine Dion sampai dengan Badai Pasti
dari 1.000 bank terbaik di seluruh dunia. Berlalu-nya Chrisye), kroncong (Bengawan
Secara umum dapat dikatakan, bahwa Solo-nya Gesang), dangdut (Terrajana
ada korelasi yang sangat kuat dan sampai Raja Laot), bahkan sampai lagu
signifikan antara budaya perusahaanyang daerah (Mbah Dukun-nya Alam).
kuat dengan kinerja perusahaan. Seperti Budaya perusahaan memang berbeda
istilah Harrison & Huntington (2000): dari satu perusahaan ke perusahaan lain.
culture matters! Namun demikian, hingga Contoh-contoh di bawah ini dapat
saat ini keberadaan budaya perusahaan disimak:
masih belum mendapatkan perhatian yang • Mitsubishi: Shakai (keadilan), Tomoni
memadai, paling tidak setara dengan (persahabatan), Gokyoroku (kerjasama)
proses manajemen. Karena itu, jika di • McDonald: Service, Quality, Cleanliness,
bidang manajemen kita mengenal good Value.
corporate governance, ijinkan saya mengintro-
• Singapore Airlines: Pursuit of Excellence,
dusir sebuah konsep yang setara di bidang
Safety, Customer First, Concern for Staff,
budaya perusahaan, yaitu good corporate
Integrity, Teamwork.
culture.
• BRI: Integritas, Professionalisme,
MAKNA GCC Kepuasan Nasabah, Keteladanan,
Jepang, menurut penuturan: Prof. Penghargaan pada SDM
Dr. Arsip Hadiprana Psy.D., mampu • Indonesia Power: Integritas, Pembela-
menjadi bangsa yang berbudaya karena jar, Harmoni, Profesional, Pelayanan
setiap perusahaannya berbudaya. Setiap Prima, Peduli, Inovatif.
perusahaan di Jepang mempunyai budaya Adakah yang nampak sama? Ya,
perusahaan yang baik, kuat dan integritas. Apakah ini menjadi sebuah nilai
diterapkan. Setiap warga perusahaan yang universal? Sebelum menjawab, mari
menerapkan budaya tersebut di perusa- kita simak pendapat Robbins tetang
haan, kemudian melebarkan ke keluarga, muatan suatu budaya perusahaan.
lingkungan sosial, dan akhirnya membentuk Robbins (2001) memberikan tujuh (7)
sebuah lingkaran besar budaya perusahaan. karakteristik budaya organisasi sebagai
Hebatnya, dan ini sepertinya terjadi tanpa berikut:
disadari, bahwa budaya yang baik 1. Inovasi dan keberanian mengambil
mempunyai kesamaan satu sama lain. resiko (Inovation and risk taking).
Seperti sebuah lagu yang indah, pasti
mempunyai kesamaan-kesamaan dasar 2. Perhatian terhadap detil (Attention to
satu sama lain, misalnya melodi yang detaili).
harmonis dan syair yang penuh makna. 3. Berorientasi kepada hasil (Outcome
Tidak peduli apakah alirannya heavy metal orientationi).
(misalnya Stairway to Heaven-nya Led

Good Corporate Governance (Djokosantoso Moeljono) : 153 – 163X 157


4. Berorientasi kepada manusia (People tuman tersebut, dapat ditarik asumsi
orientation). bahwa perusahaan tersebut masih memer-
5. Berorientasi tim (Team orientation). lukan membangun atau memperkuat nilai
budaya “integritas” di dalam budaya
6. Agresif (Aggressiveness).
perusahaannya. Contohnya adalah PT
7. Stabil (Stability) Indonesia Power. Namun ada juga
perusahaan di mana integritas goes without
Kemudian, apa kriteria bagi budaya yang
saying, maka integritas tidak dicantumkan.
baik? Budaya yang baik adalah budaya
Misalnya Mitshubisi dan McDonald. Jadi,
yang sesuai dengan dan dikembangkan
di sini kita melihat kriteria kedua.
dari nilai-nilai yang ada di dalam para
warganya. Jadi, pembentukan budaya Kriteria ketiga dari budaya yang baik
perusahaan yang baik menjadi kunci. yaitu bahwa nilai budaya yang dirumuskan
Dalam beberapa kasus yang ditangani sesuai dengan tantangan dari perusahaan.
oleh COCD, sebagian besar perusahaan di Jack Welch menanamkan nilai budaya
Indonesia tidak mempunyai budaya vitality di GE pada saat ia pertama kali
perusahaan, melainkan peraturan perusahaan. diangkat menjadi CEO (Tichy &
Adakah bedanya? Sangat jelas: Sherman, 1995). Hari ini GE menjadi
“langganan” juara menjadi perusahaan
• “BP” (budaya perusahaan) adalah terbaik di dunia. Hal yang sama bagi
“peramuan” berpola top-middle-bottom, Microsoft dan Intell, nilai budaya
kemudian disemaikan ke setiap sel dasarnya adalah disiplin inovasi. Bagi
organisasi dan menjadi nilai-nilai Wonokoyo, sebuah perusahaan poultry
kehidupan bersama, yang dapat terpadu di Jawa Timur, nilai yang
muncul dalam bentuk perilaku formal pertama-tama harus diintrodusir adalah
maupun informal. kebersihan. Hasilnya, ketika seluruh Asia
• “PP” (peraturan perusahaan) adalah Timur dilanda flu burung, Wonokoyo
“peramuan” dari visi-misi-strategi menjadi salah satu perusahaan yang bebas
organisasi, berpola top-down, dan flu burung.
kemudian dijadikan sebagai aturan Kriteria keempat bagi budaya
main bersama yang bersifat formal perusahaan, setelah baik, adalah kuat.
yang sebagian bersumber dari Budaya Budaya perusahaan haruslah mampu
Korporasi. PP adalah turunan dari BK. menjadikan budaya perusahaan itu sendiri
Jadi, kriteria pertama budaya perusahaan mampu bekerja dalam perusahaan.
yang baik adalah bahwa yang dibuat adalah Menurut saya, budaya perusahaan adalah
budaya perusahaan, dan bukan peraturan sistem nilai-nilai yang diyakini semua
perusahaan. anggota organisasi dan yang dipelajari,
Kriteria kedua dari budaya perusa- diterapkan serta dikembangkan secara
haan yang baik, yaitu yang sesuai dengan berkesinambungan, berfungsi sebagai
kemajuan dan perusahaan. Seperti kita lihat sistem perekat, dan dapat dijadikan acuan
diatas, ada beberapa perusahaan yang berperilaku dalam organisasi untuk
sampai pada taraf di mana integritas mencapai tujuan perusahaan yang telah
masih menjadi “kebutuhan”. Dari pencan- ditetapkan (Moeljono, 2003). Budaya yang

158 BENEFIT, Vol. 9, No. 2, Desember 2005


kuat paling tidak adalah budaya yang tinggi di dalam Kabinet Gotong Royong
mampu mengikat seluruh warganya; dengan memperlihatkan diskrepansi
menjadi sistem perekat. Budaya yang antara komunikasi formal dengan
seperti apa yang mampu perekat? informal.
Budaya yang mampu menjadi perekat Kriteria kelima adalah apakah nilai
adalah budaya yang menjadi milik bersama budaya tersebut diterapkan? Prof. Dr. Asip
(atau shared together) dari seluruh organisasi Hadipranata Psy.D., mengembangkan
perusahaan. Jadi, apabila anda memiliki konsep tahapan implementasi nilai budaya
sebuah rumusan nilai budaya, cek pada teknologi yang dikembangkan oleh
kembali, apakah everybody belong to the COCD, yaitu:
values? PT. Indonesia Power misalnya, 1. Tahap pertama: dirasakan, di mana
setelah beberapa lama berjalan, maka seluruh warga merasa bahwa ada nilai
dilakukan kaji ulang dengan bantuan di antara mereka yang dishare bersama-
konsultan budaya perusahaan, dan sama.
menemukan bahwa lebih kurang hanya
2. Tahap kedua: dipercaya, dimana
separuh dari nilai budaya yang dirumus-
seluruh warga mempercayai nilai-nilai
kan yang benar-benar menjadi milik
yang mereka rasakan tadi.
bersama dari karyawannya. Akhirnya
dilakukan penyempurnaan. 3. Tahap ketiga: diyakini, di mana seluru
warga yakin bahwa nilai-nilai yang
Ada dua cara untuk menentukan
dipercaya tadi mengandung kebenaran
apakah suatu rumusan nilai budaya itu
dan bermanfaat apabila dilakukan.
kuat atau tidak. Pertama, dengan
Tahap ini dapat dikatakan sebagai
melakukan uji nilai secara berkala, seperti
tahap critical mass untuk dilaksanakan-
yang dilakukan PT. Indonesia Power.
nya budaya perusahaan.
Kedua, dengan melihat kenyataan apakah
perusahaan anda cukup kompak atau 4. Tahap keempat: diniati, di mana
tidak. Ukurannya adalah seberapa jauh seluruh warga niat untuk melaksanakan
komunikasi di tingkat manajemen puncak nilai budaya perusahaan tersebut.
sampai ke tingkat yang paling bawah. Untuk mempercepat dan mempertahan-
Apabila deviasinya masih kurang dari 20% kan proses implementasi nilai budaa,
masih bisa ditolerir. Apabila deviasinya maka saya melihat ada empat hal yang
menyimpang antara 20-30% perlu perlu dijadikan agenda, yaitu:
diwaspadai. Jika lebih dari 30%, artinya 1. Konsistensi, bahwa dari tingkat
krisis. Tentu saja, ada cara-cara statistikal puncak sampai ke bawah harus
untuk mengukur deviasi komunikasi konsisten menjalankan nilai budaya.
organisasi. Komunikasi dipergunakan Jika selingkuh (apalagi di kantor) adalah
sebagai indikasi karena komunikasi adalah nilai yang dianggap negatif, maka dari
perwujudan dari kekompakan dan CEO sampai tukang sapu haram
keikatan di dalam suatu organisasi. hukumnya kalau melakukan tindakan
Pemetaan yang dilakukan oleh tersebut.
Dwidjowijoto, misalnya (2004) menun-
jukkan adanya deviasi komunikasi yang

Good Corporate Governance (Djokosantoso Moeljono) : 153 – 163X 159


2. Disiplin. Tidak ada kata nanti untuk atau menjadi bagian hulu dari GCG
melaksanakan nilai budaya. dengan muatannya yang fokus basic values
3. Dirawat/dipelihara. Nilai budaya sama dari pengelolaan korporasi yang kemudian
seperti anak kita, perlu dipelihara dan diturunkan melalui sistem. Secara visual
dirawat agar kelak tidak menjadi “anak dapat digambarkan sebagai berikut:
liar”.
4. Pewarisan dari generasi ke generasi.
Budaya perusahaan perlu diwariskan
dari generasi ke generasi, khususnya Manajemen
Profesional GCG
nilai budaya yang menentukan
keunggulan kompetitif dari perusahaan.
GCC
5. Diperkuat oleh sistem. Seperti dikata-
kan di atas, salah satu turunan dari
Social Keunggulan
budaya perusahaan adalah peraturan
responsibility korporasi
perusahaan. Budaya perusahaan harus
menjadi jiwa dari sistem perusahaan.
Dengan demikian, keduanya – sistem
dan budaya - akan saling memperkuat
dan melengkapi. Gambar 2. Hubungan GCG dan GCC

HUBUNGAN GCG DAN GCC Jadi, GCC merupakan “inti” dari


Jika di dalam perusahaan pada hari organisasi perusahaan, atau dapat pula
ini dikenal konsep baru Good Corporative diktakan sebagai “ruh” atau “jiwa” dari
Governance (GCG), pada hemat saya ada suatu lembaga. Hal ini sesuai dengan
konsep lain yang perlu dikembangkan, pendapat Cartwright bahwa budaya
yaitu Good Corporate Culture (GCC). (perusahaan) adalah a powerful determinant of
Hubungan GCG dengan GCC sangatlah people’s beliefs, attitudes, and behavior. Budaya
erat. Dapat dikatakan bahwa GCG perusahaan yang “baik” atau GCC
merupakan sisi tampak dari perusahaan, menjadi determinan dari tata kelola usaha
yang dapat dilihat dari nilai-nilai pokok yang baik (GCC), terbentuknya dan
yang dirumuskan Forum GCG Indonesia berkembangnya manajemen profesional,
tentang GCG, yaitu TIARF yang kuatnya komitmen tanggung jawab sosial
merupakan akronim dari: dari perusahaan kepada lingkungannya,
dan semangat untuk menjaga keunggulan
1. Transparency korporasi 2 .
2. Independency
3. Accountability 2 Untuk bacaan lanjutan berkenaan dengan
4. Responsibility budaya dan keunggulan bersaing, baca Michael
E. Porter, “Attitudes, Values, Beliefs and the
5. Fairness Microeconomics of Prosperity”, dalam
Sementara GCC merupakan sisi dalam Harrison & Huntington, 2000, Culture Matters:
atau sisi nilai dari pengelolaan korporasi, How Values Shape Human Progress, New York:
Basic Book, 14-28.

160 BENEFIT, Vol. 9, No. 2, Desember 2005


Bahkan jika kita mempergunakan KESIMPULAN
paradigma dari Van Peursen (1979) maka
Ketika saya mengawali tugas sebagai
budaya adalah sebuah strategi untuk
CEO BRI, ada hal yang menarik saya
bertahan hidup, menyesuaikan diri, bahkan
lihat. Ada nilai-nilai budaya yang tidak
memenangkan persaingan. Katanya:
nampak, namun kuat menggerakkan
“setiap (ke)budaya(an) dapat dipandang
seluruh sistem. Nilai-nilai tersebut kemu-
sebagai suatu rencana tertentu, suatu policy
dian dikristalisasi sehingga terbentuklah
atau kebijaksanaan tertentu. (Bahwa)
lima nilai bidaya BRI, yaitu:
seperti dikatakan oleh Immanuel Kant,
ciri khas dari (ke)budaya(an) terdapat 1. Integritas: bertaqwa, penuh dedikasi,
dalam kemampuan manusia untuk jujur, selalu menjaga kehormatan dan
mengajar dirinya sendiri. Kebudayaan nama baik, serta taat pada Kode Etik
merupakan sekolah di mana manusia bisa Perbankan dan Peraturan yang Berlaku.
belajar”. 2. Profesionalisme: bertanggung jawab,
Perusahaan adalah sebuah industri efektif, efisien, disiplin dan berorien-
bagi sebagian besar dari umat manusia tasi ke masa depan dalam mengantisi-
untuk dapat memenuhi kebutuhan pasi perkembangan, tantangan dan
pokoknya. Setelah sekolah, sebagian besar kesempatan.
waktu dari manusia dihabiskan di sini. 3. Kepuasan nasabah: memenuhi kebutu-
Artinya, perusahaan tempat manusia han dan memuaskan nasabah dengan
belajar sepanjang hidupnya di perusahaan. memberikan pelayanan yang terbaik,
Dan, kebudayaan dari suatu perusahaan dengan tetap memperhatikan kepenti-
menjadi wadah di mana ia dapat belajar ngan perusahaan, SDM yang terampil,
terus-menerus dan menjadi bagian yang ramah, senang melayani dan teknologi
penting dari perusahaan tersebut. unggul.
Karena itu, adalah sangat vital bagi 4. Keteladanan: memberikan panutan
suatu perusahaan untuk membangun the yang konsisten, bertindak adil, bersikap
good corporate culture di dalam dirinya. tegas dan berjiwa besar.
Tanpa itu, maka perusahaan ibarat sebuah 5. Penghargaan pada SDM: merekrut,
wadah tanpa nyawa. Atau menurut istilah mengembangkan dan mempertahan-
Charles Handy, an empty raincont. Ia dapat kan SDM yang berkualitas, memperla-
saja berbadan besar, kuat berkelahi, kukan karyawan berdasarkan keperca-
mampu berbuat apa saja – asal diberi tahu yaan, keterbukaan, keadilan, dan saling
oleh orang lain. Perusahaan-perusahaan menghargai, mengembangkan sikap
yang besar, kuat, dan hidup beratus tahun kerjasama dan kemitraan, memberikan
sambil tetap menjadi idola dan pujaan penghargaan berdasarkan hasil kerja
adalah perusahaan-perusahaan yang individu atau kelompok.
kompeten yang menggerakkan seluruh
Pada tahun 1995 dan tahun 1996 BRI
bagian tubuhnya atas perintah dari dalam
berpredikat sehat. Namun badai krisis
tubuhnya. Dan penggerak itu adalah budaya
moneter di tahun 1997 menjadikan
perusahaan.
predikatnya turun menjadi kurang sehat.

Good Corporate Governance (Djokosantoso Moeljono) : 153 – 163X 161


Pada tahun 1998 dan tahun 1999, di masa wong cilik, dan budaya kepuasan nasabah di
masa krisis memuncak predikatnya tidak mana BRI tidak membedakan antara
sehat. Pada waktu itu diadakan kegiatan nasabah yang di bawah Rp 10 juta atau
untuk menyehatkan bank dengan yang ratusan milyar rupiah, tidaklah
mengadakan restrukturisasi, antara lain mungkin dapat dicapai hasil yang sebaik
kemudian dengan Peraturan Pemerintah seperti saat ini. Pada saat itu, BRI belum
No. 52 tahun 1999, telah ditetapkan diketahui banyak tentang GCG, tetapi
bahwa BRI disediakan tambahan modal BRI melaksanakan GCC secara tertib dan
sebesar Rp. 31,4 trilyun oleh pemilik, konsisten. Hari ini, BRI termasuk salah
dalam hal ini Departemen Keuangan. satu bank BUMN yang paling depan
Meskipun demikian, dengan perbaikan- dalam hal pelaksanaan GCG. Dan,
perbaikan intern yang telah dilakukan pelaksanaan GCG sendiri berjalan relatif
bersama beberapa konsultan eksternal, lebih cepat karena mempunyai GCC yang
maka pada realisasi pengucuran tambahan baik, kuat dan dilaksanakan.
modal oleh pemilik, BRI cukup Pengalaman dan pembelajaran ini
menggunakan Rp 29,149 trilyun, di bawah membawa saya kepada usulan kepada
jumlah yang telah ditetapkan. Sebuah khalayak umum maupun akademisi,
prestasi yang bagi saya sendiri cukup bahwa barangkali ada sisi lain dari
mencengangkan. Sementara sejumlah perusahaan yang penting, namun kurang
bank meminta bantuan dana rekap, BRI mendapatkan perhatian yang memadai
justru minta dikurangi. Selanjutnya, pada yaitu budaya perusahaan. Saya sendiri
periode 31 Desember 2000 sampai mengakui bahwa hal itu “wajar”
dengan 30 Juni 2001, predikat BRI dalam mengingat budaya ibarat bagian yang
keadaan sehat. Hal ini menunjukkan terbenam dari suatu gunung es, seperti
adanya indikasi bahwa tambahan modal gambar berikut ini:
dari pemilik telah dimanfaatkan dengan
baik sesuai dengan sasarannya. Bahkan,
ketika BRI go public dan “meledak” , ada
satu pemberitaan yang membuat saya
menjadi yakin bahwa budaya perusahaan
BRI-lah yang menjadi salah satu determi-
nan kuat untuk mendorong manajemen
bekerja sebagaimana seharusnya. Pada saat
itu investor asing mengemukakan bahwa
mereka mengharapkan BRI tetap fokus
kepada pembiayaan mikro dan ritel.
Sebuah upaya yang dimulai sejak BRI
berdiri, dan hari ini volume kredit mikro
ditambah ritel sekitar 80% dari total kredit
yang disalurkan. Tanpa budaya yang kuat,
khususnya budaya integritas dimana BRI
mengidentifikasi diri sebagai bank-nya

162 BENEFIT, Vol. 9, No. 2, Desember 2005


Bagian yang tampak
ƒ Bentuk gedung dan layout ruangan
Phisik
ƒ Cara berpakaian
ƒ Cara berkomunikasi
- Skill
ƒ Gaya kepemimpinan
Perilaku - Knowledge
ƒ Cara mengambil keputusan
GAMBAR ƒ Cara pembagian kewenangan

Bagian yang tidak tampak


ƒ Keyakinan
ƒ Nilai-nilai
ƒ Perasaan Attitude
ƒ Harapan/ impian - Kepribadian
ƒ Harga diri - Karakter
ƒ Paradigma

Gagasan untuk mengembangkan GCC Hofstede, G., 1999, Cultures and Organi-
secara konsisten adalah suatu upaya nyata zations: Software of the Mind, London:
untuk mendampingi agar GCG dapat Harper & Collins.
berjalan dengan lebih efektif, dan juga Kotter, J.P. and Heskett, J.L. 1992,
agar manajemen perusahaan dapat Corporate Culture and Performance. New
semakin profesional, hubungan dengan York: The Free Press A Division
lingkungan menjadi positif, dan Simon & Schuster Inc.
keunggulan korporasi dapat dibangun dan
Moeljono, Djokosantoso, 2003 (a), Budaya
dipertahankan.
Korporasi & Keunggulan Korporasi,
Jakarta: Elex/Gramedia
KEPUSTAKAAN
____________________, 2003 (b),
Cartwright, Jeff, 1999, Cultural Trans-
Beyond Leadership, Jakarta: Elex/
formation: Nine Factors for Continuous
Gramedia.
Business Improvement, London: Prentice
Hall/Financial Times. Peursen, Van, 1976, Strategi Kebudayaan,
Yogyakarta : BPK Gunung Mulia
Forum GCG Indonesia, 1998, Good
Corporate Governance, Jakarta: FGCGI Tichy, Noel & Stratford Sherman, 1995,
Control Your Destiny of Someone
Harrison, Lawrence E., & Samuel P.
Else Will: How GE is Revolutiozing
Huntington, eds., 2000, Culture
the Art of Management, New York:
Matters: How Values Shape Human
Harper Collins.
Progress, New York: Basic Books.

Good Corporate Governance (Djokosantoso Moeljono) : 153 – 163X 163


KONTEKS BUDAYA ETNIS TIONGHOA DALAM
MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA

Surya Setyawan
Fakultas Ekonomi Universitas Maranatha Bandung

Abstract
Cultural context of every nation and ethnic have specific characteristic. Variety of this cultural
context can make conflict with organizations, which also have specific characteristic. Tionghoa ethnic
which have specific cultural context from their ancestor inheritance is example of cultural context
management in organization, especially human resource management.
Keyword: human resource management, cultural context, behavior, Tionghoa ethnic

PENDAHULUAN dalam pertumbuhan organisasi dan


diversifikasi yang tinggal dalam batasan
• Globalisasi
nasional.
Globalisasi di bidang bisnis dan
Dalam hal ini, globalisasi perlu
manajemen sudah mulai merambah ke
dikenal dan dikelola dengan baik oleh
seluruh dunia pada awal abad XXI ini.
organisasi. Cara pengambil keputusan
Dessler (2000:614) juga menyatakan
secara desentralisasi merupakan cara yang
bahwa perusahaan perlu mengadakan
lebih efektif dalam melaksanakan dunia
peningkatan pengelolaan menjadi lebih
bisnis yang sudah global. Pengelolaan
global sebagai akibat dari terjadinya
organisasi perlu memperhatikan adanya
internasionalisasi. Dengan adanya tanta-
perbedaan budaya pada setiap negara.
ngan dalam dunia yang semakin global
ini, manajemen sumber daya manusia • Tionghoa dan Cina
sangat berperan dalam pengembangan Dalam makalah ini, penulis ingin
globalisasi manajemen. menggunakan istilah yang lebih bersaha-
Menurut Torrington (1994:1), orga- bat, misalnya menggunakan Tionghoa
nisasi yang mempunyai aktivitas daripada Cina dan Tiongkok untuk negeri
internasional yang meningkat tidak dapat Cina (atau RRT untuk Republik Rakyat
menghindari langkahnya menuju desen- Tiongkok), mengingat kata Cina – bagi
tralisasi karena langkah tersebut akan sebagian besar etnis Tionghua –
menyederhanakan bentuk internasiona- mempunyai kesan rasialis. Penulis juga
lisasi. Bentuk operasi desentralisasi ini menggunakan istilah bahasa Tionghoa asli
meliputi perbedaan, misalnya bahasa, seperti huaqiao untuk Tionghoa rantauan,
budaya, sistem ekonomi dan politik, gaya dan quanxi untuk hubungan atau jaringan
manajemen yang tidak akan ditemukan relasi dalam bisnis. Istilah yang lebih

164 BENEFIT, Vol. 9, No. 2, Desember 2005


bersahabat ini digunakan untuk menge- negara lain. Perbedaan budaya yang ada
nalkan bahasa Mandarin dalam dunia antarnegara tidak dapat dibahas sampai
bisnis. tuntas karena budaya bersifat dinamis
Tujuan tulisan ini adalah menguraikan karena pengaruh globalisasi.
budaya dan perilaku etnis Tionghoa • Manajemen Sumber daya Manusia
dalam manajemen, terutama untuk Internasional dan Budaya
kepentingan perkembangan manajemen
Seiring berkembangnya ilmu manajemen
sumber daya manusia.
yang berarah pada manajemen global,
BUDAYA manajemen sumber daya manusia juga
perlu melakukan penyesuaian dan
Budaya (culture) merupakan identitas yang perkembangan yang berarah pada
dimiliki suatu kelompok manusia dalam globalisasi. Dalam menghadapi globalisasi
bermasyarakat. Kata culture ini diadaptasi ini, organisasi perlu mengetahui keraga-
dari bahasa Latin, yaitu cult yang berarti man budaya yang akan dihadapi karena
mendiami, mengerjakan, atau memuja, berhubungan dengan bangsa dan negara
dan are yang berarti hasil dari sesuatu. lain.
Warner dan Joynt (2002: 3) mengartikan Keragaman budaya yang tidak
budaya dari Berthon (1993) sebagai hasil terbatas sangat sulit dimengerti dan
dari tindakan manusia. membuat para manajer bingung untuk
Budaya dalam suatu organisasi mengambil keputusan (Torrington, 1994:
merupakan karakteristik semangat atau 43). Torrington juga mengatakan bahwa
suasana (spirit) dan kepercayaan (belief) perbedaan antarnegara dan daerah
yang dilakukan di dalam organisasi signifikan pada luasnya sikap dan
tersebut (Torrington, 1994: 31). Budaya motivasi.
yang ada pada suatu organisasi akan Dari suatu perspektif strategis
berbeda dengan organisasi lainnya. Lebih tentang ragam budaya, Torrington
lagi organisasi yang ada pada negara yang menemukan implikasi bagi manajemen
berbeda. Oleh karena itu, kita perlu sumber daya manusia. Ia mengutip
memahami perbedaan budaya antarnegara pendapat Hodgetts dan Luthans bahwa
yang sangat beragam sehingga dapat budaya suatu masyarakat berdampak
mengelola perbedaan tersebut. langsung pada pendekatan manajemen
Profesor Geert Hofstede menulis dalam masyarakat tersebut. Perkemba-
studi tentang perbedaan budaya interna- ngan pandangan mereka diperluas oleh
sional yang dirangkum Dessler (2000: Hofstede menjadi sebagai berikut.
616-617). Studi tersebut menunjukkan 1. Penerapan sistem sentralisasi dan
bahwa perbedaan budaya dapat desentralisasi dalam pengambil kepu-
mempengaruhi kebijakan sumber daya tusan.
manusia. Misalnya karyawan di Meksiko
2. Perbedaan tingkat kompensasi dan
mengharapkan manajer untuk menjaga
bonus yang berbeda pada setiap
jarak karena terbiasa dengan suasana
negara.
formal. Hal ini belum tentu terjadi di

Konteks Budaya Etnis Tionghoa… (Surya Setyawan) : 164 – 170X 165


3. Risiko pada ketidakpastian perbedaan heran bila huaqiao di berbagai negara
budaya. memiliki konteks budaya yang berbeda
4. Tingkat suasana formalitas dalam pula. Konteks budaya etnis Tionghoa
struktur organisasi. pada umumnya didasari dengan ajaran
Konghucu tentang tata krama masyarakat.
5. Loyalitas pada perusahaan yang
berbeda. Berbekal ‘nalar’ dagangnya, para
huaqiao menyebar ke seluruh dunia,
6. Orientasi waktu antara jangka panjang
bahkan melebihi penyebaran bangsa
dan jangka pendek.
Yahudi di Eropa (Backman, 2001: 193).
BUDAYA TIONGHOA Para huaqiao banyak yang memilih
kawasan Asia Tenggara sebagai tempat
Republik Rakyat Tiongkok dengan nama
tinggal baru mereka, dan mereka berhasil
resmi Zhonghua Renmin Gongheguo secara
mendominasi bisnis dalam negeri,
geografis berada dalam bagian Asia
walaupun mereka hanya minoritas. Tabel
Timur. Negeri yang memiliki 29 propinsi
1 memperlihatkan keberhasilan etnis
ini memiliki konteks budaya yang khas.
Tionghoa dalam mendominasi bisnis di
Dengan latar belakang berdagang,
beberapa negara Asia Tenggara.
menghindari bencana alam, dan menghin-
dari ketidakstabilan politik, masyarakat Dari tabel tersebut dapat dilihat
Tionghoa merantau ke berbagai negara bahwa lebih dari 50 persen modal suatu
dengan sebutan perantau atau huaqiao. negara dimiliki oleh etnis Tionghoa. Para
huajiao ini juga sangat berperan sebagai
Walau sudah berpindah negara,
investor pada negeri asal mereka,
mereka tetap membawa konteks budaya-
Tiongkok (Warner, Goodall dan Ding,
nya yang sudah melekat pada diri mereka.
2002: 169). Hal ini terjadi karena
Namun konteks budaya mereka akan
kebijakan ekonomi Tiongkok yang mulai
berbaur dengan budaya negara dimana
terbuka sejak Deng Xiaoping melakukan
mereka tinggal dan bekerja, tanpa
moderinisasi dalam bidang pertanian,
meninggalkan budaya leluhurnya. Tak
industri, ilmu pengetahuan dan teknologi,

Tabel 1. Indikasi Kekuatan Ekonomi Huaqiao


Negara Populasi (juta Persentase Persentase huaqiao dalam
jiwa) Huaqiao modal privat, korporat, dan
domestik
Indonesia 201 3,5 70
Malaysia 20 29 60
Philipina 73 2 55
Singapura 3,5 77 80
Thailand 60 10 75
Sumber: Backman, 2000: 193.

166 BENEFIT, Vol. 9, No. 2, Desember 2005


dan pertahanan, dan juga kebijakan Pintu Manajemen mereka cenderung otokratik
Terbuka pada akhir tahun 1970an. dan terpusat pada satu kekuasaan. Namun
Para huaqiao ini juga tidak berasal sebagai kelemahan, mereka tergantug
dari satu daerah di Tiongkok. Mereka pada kelas sosial tertentu sehingga
berasal dari berbagai propinsi, yang cenderung materialistis dan sulit menge-
sebagian besar berasal dari pesisir pantai luarkan uang. Dengan kata lain, mereka
Timur. Backman (2001: 197) mengung- lebih personal dibanding etnis lainnya.
kapkan enam suku bangsa terbesar yang Kekeluargaan (Familism). Etnis
menjadi huajiao di Asia Tenggara. Tionghoa mempunyai kecenderungan
1. Suku Bangsa Hokkian yang berasal rasa kekeluargaan yang kental, terutama
dari bagian Selatan Propinsi Fujian. dalam keluarga sedarah dan sepupu. Hal
Suku bangsa ini merupakan huajiao ini terbukti pada hari raya Imlek, mereka
terbanyak yang tersebar di seluruh harus berkumpul bersama keluarganya
dunia. untuk makan bersama. Salah satu alasan
2. Suku Bangsa Fuzhou yang berasal dari pentingnya sistem kekeluargaan dalam
bagian Utara Propinsi Fujian. Suku etnis ini adalah adanya rasa aman. Bagi
bangsa Hokchia juga berasal dari etnis Tionghoa yang meninggalkan tanah
daerah yang sama. kelahirannya dan mencoba untuk tinggal
di daerah atau negeri lain, kondisi
3. Suku Bangsa Hainan yang berasal dari
lingkungan belum tentu kondusif. Hal ini
Pulau Hainan.
tidak berlaku di Singapura yang
4. Suku Bangsa Konghu (Cantonese) yang persentase masyarakatnya sebagian besar
berasal dari Propinsi Guangdong dan adalah huaqiao dan pemerintahnya yang
Daerah Istimewa Hong Kong (Hong menerima secara terbuka kepada para
Kong SAR). imigran. Oleh karena keterikatan yang
5. Suku Bangsa Teochiu dari daerah tinggi dalam keluarga, etnis Tionghoa
Shantou, bagian utara Guangdong. cenderung membentengi diri dari etnis
6. Suku Bangsa Keh (Hakka) yang lainnya. Hal ini juga berlaku dalam dunia
berasal dari bagian Utara Guangdong, bisnis. Tidak hanya keluarga saja,
bagian Selatan Fujian, dan daerah keterkaitan yang tinggi juga berlaku pada
Tiongkok Tengah. marga, asal mula, atau latar belakang
pendidikan yang sama.
• Karakteristik Budaya Tionghoa
Jaringan Relasi (Guanxi). Walau-
Bjerke (2000: 117-120) mengupas pun lebih personal dibanding etnis
karakteristik budaya Tionghoa dalam 5 lainnya, etnis Tionghoa mementingkan
pembahasan sebagai berikut. guanxi dalam dunia bisnisnya. Berbeda
Kekuasaan dan Otokrasi (Power dengan budaya Barat yang memulai bisnis
and Autocracy). Etnis Tionghoa tetap kemudian meningkatkan jaringan relasi,
mempertahankan karakter dasar dalam mereka mendahulukan jaringan relasi
menjalankan bisnis mereka dengan dahulu, kemudian memulai bisnisnya.
menjalankan peradaban leluhur mereka, Bagi mereka, jaringan relasi merupakan
baik di dalam maupun di luar Tiongkok. hal yang natural dan merupakan langkah

Konteks Budaya Etnis Tionghoa… (Surya Setyawan) : 164 – 170X 167


pertama dalam membentuk bisnis yang yang fleksibel. Dalam hal strategi bisnis,
dipercaya. Oleh karena itu, mereka lebih mereka juga cenderung berani menghadapi
berorientasi pada membangun keperca- risiko. Fleksibilitas mereka dalam
yaan bisnis jangka panjang. mengembangkan ilmu manajemen
Harga Diri dan Wibawa (Face (bergaya Barat) ini juga ternyata ditempa
and Prestige). Etnis Tionghoa sangat dari nilai budaya tradisional, berbagai cara
mementingkan harga diri dan wibawa bernegosiasi dengan etnis lain, dan
dalam dunia bisnis. Mereka tidak mau tambahan yang kuat dalam aksi kolektif
diketahui bila gagal dalam negosiasi, gagal dalam manajemen (Berrel et al., 2001: 30).
dalam meraih prestasi tertentu, gagal Pembahasan Bjerke mengenai karak-
dalam promosi. Sebagai contoh yang teristik etnis Tionghoa ini juga disinggung
radikal, mereka tidak ingin kelas sosial oleh Berrell, Wrathall, & Wright (2001).
mereka jatuh karena anak mereka tidak Mereka mengatakan bahwa konteks
naik kelas, anggota keluarga mereka tidak natural perilaku manajerial etnis Tionghoa
memiliki jabatan yang penting atau tinggi, yang tinggi menempatkan nilai tambah
atau keadaan sosial lainnya yang tidak pada kekuatan kolektif, pemeliharaan
menyenangkan. Berbeda dengan budaya hubungan, keterlibatan dalam lingkungan
Barat yang tertekan karena ‘merasa eksternal, perubahan implisit dan relasi
bersalah’, mereka cenderung tertekan jangka panjang dalam masyarakat.
karena ‘merasa malu.’ Perasaan malu ini
diasosiasikan dengan malu diketahui oleh • Kehidupan Etnis Tionghoa
orang lain sehingga harga diri mereka sebagai Ekspatriat
turun, misalnya malu membuat kesalahan
Dalam era globalisasi ini, etnis Tionghoa
fatal, meminta pertolongan, atau diketahui
tidak hanya berperan sebagai huajiao yang
tidak bisa melakukan sesuatu yang
tinggal di suatu tempat saja, namun dapat
berguna.
juga berperan sebagai ekspatriat yang
Fleksibel dan Bertahan Hidup dikirim oleh perusahaannya. Sebagai
(Flexibility and Endurance). Dalam ekspatriat, mereka tetap membawa
pandangan masyarakat Barat, etnis konteks budayanya ke dalam negara
Tionghoa tidak dapat menerapkan ilmu tujuannnya. Namun hal itu tidak berarti
manajemen bisnis (bergaya Barat) dengan semuanya akan baik-baik saja. Ekspatriat
baik, terutama dalam bisnis berukuran tetap saja harus dikelola dengan baik.
kecil. Misalnya tidak dapat membuat Sebagai pengelola perusahaan dengan
formulasi manajemen sumber daya berbagai ekspatriat yang memiliki latar
manusia dan pengawasan staf, walaupun belakang budaya yang berbeda, manajer
para pekerjanya tidak merasa kesulitan. sumber daya manusia perlu mengetahui
Salah satu keunggulan mereka adalah tiga tantangan sumber daya manusia
pengelolaan keuangan, atau manajemen global seperti yang diungkapkan Dessler
keuangan. Keunggulan lainnya bersumber (2000: 614) sebagai berikut.
dari mitos etnis ini adalah dalam
keunggulan menerapkan strategi bisnis

168 BENEFIT, Vol. 9, No. 2, Desember 2005


1. Penyebaran (deployment): menempatkan bagi ekspatriat, perlu diketahui bahwa
kemampuan ekspatriat yang sesuai perhatian tidak hanya pada negara tujuan,
dengan lokasi geografis. tapi juga negara asal ekspatriat tersebut
2. Penyebaran ilmu pengetahuan dan (Stening et al., 1997: 11).
inovasi (knowledge and innovation
dissemination): menyebarkan pengeta- PENUTUP
huan dan praktik terbaru yang berasal Etnis Tionghoa sebagai etnis yang
dari negara asal ekspatriat. memiliki kemampuan bisnis yang baik
seringkali dijadikan sumber konflik pada
3. Mengidentifikasi dan mengembangkan
beberapa negara, terutama di Asia
bakat berbasis global (identifying and
Tenggara. Hal in terjadi karena kekurang
developing talent on a global basis): mengi-
pahaman tentang konteks budaya yang
dentifikasi ekspatriat yang memiliki
berbeda dari setiap bangsa. Dalam suatu
kemampuan khusus dalam organisasi
organisasi, masalah yang sering timbul
global dan mengembangkan kemam-
terletak pada bagaimana konteks suatu
puan tersebut.
tim dan orientasi anggota tim pada
Pengelolaan ekspatriat dapat dilihat tempat baru (Salk & Brannen, 2000).
dari keragaman kesulitan yang timbul dari Namun etnis Tionghua memiliki berbagai
perusahaan lokal yang mendapat ekspatriat cara dalam menghadapi masalah konteks
dari negara induknya. Budaya lokal dapat budaya ini.. Misalnya prinsip Konghucu
dapat dinilai dengan tiga dimensi berikut dalam kompromi, bukan dalam konflik,
(Stening & Ngan, 1997) akan membantu orang asing dalam etnis
1. Kesulitan budaya, yaitu tingkat Tionghoa untuk dapat bekerja sama
kesulitan para ekspatriat dalam dalam suatu bisnis (O’Keefe & O’Keefe
menyesuaikan diri karena perbedaan 1997: 196).
budaya yang dianut dari negara asalnya Etnis Tionghoa dididik untuk
tidak sama dengan budaya setempat. mengendalikan diri sendiri. Mereka harus
2. Kesulitan komunikasi, yaitu kesulitan mengerti bahwa mereka sendiri secara
dalam berkomunikasi dengan tempat individual tidaklah penting, namun
baru, terutama masalah bahasa yang peranan mereka sebagai individual dalam
berbeda. suatu kelompok merupakan hal yang
lebih penting, apalagi peranan mereka
3. Kesulitan pekerjaan, yaitu kesulitan
dalam keluarga (O’Keefe et al., 1997: 191).
dalam melaksanakan pekerjaannya
Hal ini diperkuat Bjerke (2000: 118)
dengan suasana kebebasan yang biasa
mengenai kekeluargaan yang telah dibahas
seseorang dapatkan dalam negeri
sebelumnya.
asalnya.
Masalah penanganan konflik meru-
Sebagai ekspatriat, etnis Tionghoa
pakan topik yang baik dalam melanjutkan
tetap harus menyesuaikan diri pada
tulisan ini, terutama konflik yang timbul
tempat barunya, namun konteks budaya
akibat perbedaan konteks budaya
mereka juga perlu diketahui dan dikenal
Tionghoa dengan budaya setempat.
oleh tempat baru tersebut. Misalnya
Konflik yang terjadi akibat perbedaan
dalam mengembangkan program pelatihan

Konteks Budaya Etnis Tionghoa… (Surya Setyawan) : 164 – 170X 169


konteks budaya perlu dikelola dengan Salk, J.E. & Brannen, M.Y. 2000.
baik agar organisasi terhindar dari kondisi National Culture, Networks, and
kerja yang tidak nyaman. Individual Influence in a Multina-
tional Management Team. Academy of
DAFTAR PUSTAKA Management Journal, 43(2): 191-202.
Backman, Michael. 2001. Asian Eclipse: Stenning, B.W. & Ngan, E.F. 1997. The
Exposing the Dark Side of Business in Cultural Context of Human Resource
Asia. Revised Edition. Singapore: Management in East Asia. Asia
John Wiley & Sons (Asia) Pte Ltd. Pasific Journal of Human Resource, 35(2):
Berrel, M., Wrathall, J. & Wright, P. 2001. 3-15.
A Model for Chinese Management Suutari, V. & C. Brewster, C. 2000.
Education: Adapting the Case Study Expatriate Management Practises
Method to Transfer Management and Perceived Relevance: Evidence
Knowledge. Cross Cultural Management, from Finish Expatriates. Personnel
8(1): 28-44 Review, Vol. 30 (5): 554-557.
Bjerke, B.V. 2000. A Typified, Culture- Torrington, D. 1994. International Human
Based, Interpretation of Manage- Resource Management: Think Globally,
ment of SMEs in Southeast Asia. Act Locally. Hertfordshire: Prentice
Asia Pasific Journal of Management, 17: Hall International (UK) Limited.
103-132. Warner, M. & Joynt, P. 2002. Introduc-
Dessler, G. 2000. Human Resource Manage- tion: Cross-Cultural Perspectives.
ment (8th ed.). New Jersey: Prentice Managing Across Cultures: Issues and
Hall, Inc. Perspective. London: Thomson Learning.
O’Keefe, H. & O’Keefe, W.M. 1997.
Chinese Behavioural Differences:
Understanding the Gaps. International
Journal of Social Economics, 24 (1/2/3):
190-196.

170 BENEFIT, Vol. 9, No. 2, Desember 2005


KEMAUAN MENINGKATKAN KEBERADAAN SISTEM
INFORMASI SEBAGAI FUNGSI KEBERHASILAN SISTEM

Noer Sasongko
Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Abstract
This research develops a theory to select measurement criterion related to function successfulness of
information system. The criterion represents intent of existence of information system (intent of system
development) because of successfulness previous information system. Generalized cost/benefit measure is
used to compile hypothesis. This matter test validity decision of system development after perceiving
successfulness of information system.
Result of from this research indicate that the information quality can function as base to user of
system to develop system, and usefulness system depict a valid measure that it can function to evaluate
eligibility from an alternative of project system development. And also the cost from system development
project shows influence significance to intent of system development. Become result of this research show
relation between third independent variable to intent of system development.
Keyword: Intent, information quality, usefulness system, cost of system development, and
generalized cost/benefit principal

PENDAHULUAN Sistem informasi (SI) merupakan


Informasi merupakan salah satu seperangkat alat/orang, data dan prosedur
kebutuhan utama bagi individu maupun yang bekerja secara bersama-sama untuk
organisasi terutama dalam hal proses memberikan hasil berupa informasi yang
pengambilan keputusan. Seiring dengan berguna. Pembuat keputusan sangat
perubahan yang cepat di bidang industri, mengharapkan informasi yang akurat,
informasi menjadi salah satu sumberdaya tepat waktu, relevan, dan valid, sehingga
yang bernilai dan harus dikelola secara pembuat keputusan akan merasa puas
efektif. Apabila perusahaan terlambat terhadap informasi tersebut. Sedangkan
memperoleh informasi yang relevan bagi para analis SI, desain SI yang dibuat
dengan perkembangan bisnisnya, maka akan menghasilkan informasi sesuai
dapat dimungkinkan akan mengganggu dengan harapan para pembuat keputusan.
perkembangan perusahaan. Oleh karena Pengembangan SI merupakan tugas
itu, organisasi dapat dipandang sebagai kreatif yang dapat menghasilkan manfaat
suatu rangkaian jaringan informasi yang ekonomis bagi organisasi. Namun proses
menghubungkan antara kebutuhan infor- pengembangan sistem dapat menimbul-
masi dalam setiap proses pengambilan kan kerugian besar karena gagal
keputusan dengan sumber data mengenai memanfaatkan SI. Sedangkan sumber
perkembangan bisnis perusahaan. daya, tenaga kerja dan keuangan sudah

Kemauan Meningkatkan Keberadaan… (Noer Sasongko) : 171 – 188X 171


terlanjur dikeluarkan. Dalam praktek Dalam penelitian tentang SI
sering dijumpai bahwa pengembangan SI terutama mengenai keberhasilan SI.
menunjukkan hasil positif jika proses Pengukuran keberhasilan SI digunakan
pengembangan sistem distrukturkan secara sebagai dasar persepsi penggunaan sistem.
formal, didokumentasikan, dan sesuai Dua pengukuran itu adalah user satisfaction
dengan teknik-teknik pengendalian mana- (kepuasan pemakai) dan perceived usefulness
jemen. Salah satu teknik pengendalian (pemahaman kemanfaatan). Hasil peneli-
yang paling penting adalah melibatkan tian persepsi pengukuran dengan dua
pemakai secara aktif dalam pengembangan pengukuran tersebut terhadap keberha-
sistem informasi (Bodnar dan Hopwood silan SI ternyata kurang tepat. Hal ini
1995). disebabkan oleh model riset yang kurang
Kesuksesan pengembangan SI sangat tepat penetapan/pengukurannya (Kim
tergantung pada kesesuaian antara system 1989), dan laporan diperoleh hanya secara
analyst, pemakai (user), sponsor dan spekulatip sifatnya (DeLone dan McLean
costumer (Szajna dan Scammell 1993). 1992).
Pengembangan SI memerlukan suatu Menurut Kim (1989) dan DeLone
perencanaan dan implementasi yang hati- dan McLean (1992), pada saat ini terdapat
hati, untuk menghindari adanya penolakan suatu konsep. Konsep tersebut meng-
terhadap sistem yang dikembangkan gambarkan pengukuran yang berbeda
(resistance to change). Karena perubahan dari tentang keberhasilan SI. Dalam taxonomi
sistem manual ke sistem komputerisasi Kim’s (1989), perbedaan dibuat antara
tidak hanya menyangkut perubahan user satisfaction (kepuasan pemakai) dengan
teknologi tetapi juga perubahan perilaku kualitas dan keefektifan informasi sebagai
dan organisasional (Bodnar dan Hopwood nilai untuk membantu penetapan validitas
1995). alternative yang diukur dari perceived IS
Intervensi yang dilakukan oleh success (pemahaman keberhasilan SI).
manajerial dalam proses pengembangan Menurut Doll dan Torkzadeh (1991)
SI diidentifikasikan dengan cara mengukur orientasi penelitian di atas sebagai
information systems success (keberhasilan SI) penelitian upstream (perception of succes
secara konseptual. Hasilnya, persepsi (persepsi dari keberhasilan) sebagai
pengukuran keberhasilan SI ditentukan variabel dependen). Dalam perspektif
berdasarkan kriteria-kriteria terhadap downstream (the downstream perspective),
evaluasi proses pembuatan SI, yaitu merupakan suatu pengujian yang dilakukan
mendesain, mengembangkan dan me- apabila ada reaksi (aksi menimbulkan
manfaatkan SI dengan melibatkan semua reaksi/aksi dari suatu reaksi karena ada
fungsi yang ada dalam perusahaan aksi sebelumnya). Success (keberhasilan)
(Cushing 1990; Ives et al. 1980; Reneau menjadi variabel independen; reaksi
and Grabski 1987; Seddon and Yip 1992), terhadap SI (penggunaan SI) menjadi
dan SI dapat dimanfaatkan oleh para variabel dependen. Penelitian downstream
profesional untuk pengambilan keputusan ini telah menjadi fokus utama terhadap
(Nicolaou, et al. 1995). reaksi yang terjadi selama sistem
digunakan (Baroudi et al. 1986; Fuers dan

172 BENEFIT, Vol. 9, No. 2, Desember 2005


Cheney 1982; Lucas 1978; O,Reilly 1982; hal tersebut, dapat pula dikatakan bahwa
Robey 1979; Schewe 1976; Srinivasan kepuasan pemakai merupakan pengung-
1985). Hasil dari studi ini, masih bersifat kapan perasaan senang atau tidak yang
inconclusive (tidak meyakinkan) (Kim timbul dalam diri pemakai sehubungan
1989). dengan partisipasi yang diberikannya
Kemudian dalam model berdasarkan selama pengembangan sistem (Chandrarin
human behavior (perilaku manusia) pada dan Indriantoro, 1997). Ives et al (1983)
psikologi organisasi (Beach dan Mitchell menyatakan bahwa kepuasan pemakai
1978; Mitchell 1974, 1982; Vroom 1964) mengungkapkan kesesuaian antara harapan
dan psikologi sosial (Ajzen dan Fishbein seseorang dan hasil yang diperolehnya,
1977, 1980; Fishbein dan Ajzen 1975) karena ia turut berpartisipasi dalam
terdapat model intent (kemauan) individu pengembangan sistem informasi.
yang memberi kesamaan sesuai dengan McKeen et al. (1994) telah melakukan
prinsip GC/BM (Generalized Cost/Benefit penelitian dengan menggunakan sampel
Measure). Usulan penelitian dari model ini, sejumlah 151 responden dari delapan
bahwa kemauan atau kekuatan perilaku perusahaan besar, dengan bermacam-
seorang individu ditentukan berdasarkan macam ragam derajat partisipasi dari
perhitungan cognitive (dengan kesadaran) pemakai akhir (end-user), didapatkan hasil
tentang hasil yang diharapkan positif atau yang menunjukkan bahwa partisipasi
negatif dari perilaku dan evaluasi perilaku mempunyai hubungan positif yang
terhadap penggunaan sistem. Maka signifikan terhadap kepuasan pemakai, hal
dikembangkan penelitian dengan persa- ini sesuai dengan penelitian yang
maan Intent = f(GC/BM (Nicolaou, et al. dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu
1995). Dari persamaan intent (kemauan (Lawrence dan Low (1993); Hunton dan
menggunakan sistem) tersebut sebagai Kenneth (1994); Igbaria et al. (1994).
model dalam penelitian yang disusun ini. Setianingsih dan Indriantoro (1998)
melakukan penelitian terhadap 94
TINJAUAN KEPUSTAKAAN manajer divisi atau departemen dari
1. Penelitian Sebelumnya berbagai perusahaan jasa, manufaktur,
Pentingnya partisipasi pemakai SI maupun dagang yang berlokasi di wilayah
dalam pengembangan sistem telah diakui Indonesia. Hasil penelitian tersebut
secara luas dalam literatur. Partisipasi menunjukkan adanya hubungan yang
merupakan perilaku, pekerjaan, dan positif dan signifikan antara partisipasi
aktifitas yang dilakukan oleh pemakai dengan kepuasan pemakai dalam
selama proses pengembangan sistem pengembangan SI.
informasi (Barki, dan Hartwick, 1994). Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Kepuasan sering dihubungkan dengan Chandrarin dan Indriantoro (1997)
pekerjaan (kepuasan kerja). Davis dan terhadap 135 manajer tingkat menengah
Nestron (1985) mendefinisikan kepuasan dari berbagai jenis perusahaan baik jasa,
kerja sebagai “A set of favorable or manufaktur maupun dagang yang berlo-
unfavorable feelings with which employees view kasi di wilayah Indonesia, menunjukkan
their work” (Indriantoro, 1993). Atas dasar adanya hubungan yang positif dan

Kemauan Meningkatkan Keberadaan… (Noer Sasongko) : 171 – 188X 173


signifikan antara partisipasi, dengan analis sistem di perusahaan untuk
kepuasan pemakai dalam pengembangan pengembangan SI perusahaan sendiri
sistem informasi. (Montazemi 1988) dan luasnya harapan
McKeen et al. (1994) menggunakan pemakai sebelum implementasi (Ginzberg
model yang diusulkan oleh Swanson 1981). Beberapa literatur tersebut
(1974), dan kemudian diperbaiki dan mengidentifikasi dan mengukur beberapa
dikembangkan oleh peneliti-peneliti faktor penyebab atau kebijakan yang
selanjutnya, seperti Zmud dan Cox dapat dioperasikan selama proses
(1979), Ives dan Olson (1984), Baroudi et pengembangan SI dan assosiasi faktor-
al. (1986), Franz dan Robey (1986), Tait faktor yang mengukur indikasi keber-
dan Vessey (1988). Model-model tersebut hasilan dari suatu SI.
merupakan sebagian teori dari pengem- Pada realisasi adanya perilaku
bangan SI yang menyediakan dasar bagi penggunaan SI apabila SI berhasil dalam
sebagian besar penelitian mengenai aplikasinya sesuatu permintaan/keinginan
partisipasi pemakai, sebagai salah satu pembuat keputusan (manajer). Menurut
variabel yang menentukan keberhasilan Doll dan Torkzadeh (1991) orientasi
sistem. penelitian di atas sebagai penelitian
Hampir semua penelitian terhadap SI upstream (perception of success (persepsi dari
menggunakan perception of success (persepsi keberhasilan) sebagai variabel dependen).
dari keberhasilan) sebagai variabel Sukses/keberhasilan SI akan menghasilan
dependen. Untuk selanjutnya penelitian reaksi yang lebih jauh pada SI. Perspektif
tersebut dikembangkan dengan variabel- downstream (the downstream perspective) adalah
variabel kebijakan yang dapat dikendali- suatu pengujian yang dilakukan apabila
kan (Controllable policy variables). ada reaksi (aksi menimbulkan reaksi/aksi
dari suatu reaksi karena ada aksi
Controllable policy variables (variabel
sebelumnya). Success (keberhasilan) adalah
kebijakan yang dapat dikendalikan) berisi:
variabel independen; aksi terhadap SI
(a) Karakteristik desain teknis (Benbasat
(penggunaan/pemanfaatan sistem), meru-
dan Dexter 1985; Javerpaa 1989;
pakan reaksi dari keberhasilan SI,
Montazemi 1988; Raymond 1985); (b)
Kemauan penggunaan SI menjadi
Tingkatan partisipasi users (pemakai) dan
variabel dependen. Penelitian downstream
keluasan pemakai untuk mengendalikan
ini telah menjadi fokus utama pada reaksi
pembuatan keputusan (Alavi dan
yang terjadi selama sistem digunakan
Henderson 1981; Edstrom 1977; Franz
(Baroudi et al. 1986; Fuers dan Cheney
dan Robey 1986; Ginzberg 1981; Ives dan
1982; Lucas 1978; O’reilly 1982; Robey
Olson 1984; Montazemi 1988; Robey dan
1979; Schewe 1976; Srinivasan 1985).
Farrow 1982; Robey et al. 1989); (c) Tipe
proses pengembangan sistem yang Hasil dari penelitian di atas,
digunakan, contoh; pengembangan sistem inconclusive (tidak meyakinkan) (Kim 1989).
tradisional life cycle versus (vs) pendekatan Kemudian oleh Nicolaou et. al. (1995)
prototipe (Alavi 1984; King dan Rodriguez penelitian di atas dikembangkan. Hal ini
1981); dan (d) perilaku dalam proses dengan mempertimbangkan aspek perilaku
implementasi, contoh: banyaknya para pembuat keputusan yang merupakan

174 BENEFIT, Vol. 9, No. 2, Desember 2005


suatu anggota organisasi dengan otoritas/ ditentukan berdasarkan pada perhitungan
kewenangan melebihi keputusan pengem- cognitive (dengan kesadaran) tentang hasil
bang sistem (sebagai contoh, controller yang diharapkan positif atau negatif atas
keuangan dari suatu organisasi). Seorang perilaku dan evaluasi perilaku terhadap
pembuat keputusan bermaksud mening- penggunaan sistem yang digunakan.
katkan keberadaan SI dikaitkan dengan Dalam fungsi Intent = f(GC/BM),
pengembangan konsep dari teori yang generalized benefit (penyamarataan benefit)
menerangkan suatu perilaku tertentu. Hal didefinisikan sebagai adanya keberhasilan
ini dimaksudkan untuk pelaksanaan penggunaan/keberadaan SI, dimana dengan
beberapa tingkatan kemungkinan kemauan keberhasilan tersebut ada kemauan untuk
meningkatkan keberadaan SI (Fishbein mengembangkan SI. Fungsi Generalized
dan Ajzen 1975; Vroom 1964). Hubungan benefit merupakan variabel-variabel inde-
tersebut dapat dibangun dengan penden yang terdiri dari pemahaman
persamaan: keberhasilan SI (kualitas Informasi dan
kemanfaatan sistem) dan biaya pengem-
bangan sistem.
Intent = f (Generalized Cost/Benefit
Measure) 2. Perumusan Hipotesis
Pada penelitian ini ada 3 hipotesis.
(Kemauan merupakan fungsi dari penya- Masing-masing hipotesis dijelaskan secara
marataan pengukuran Kos/benefit) terinci dengan latar belakang pembentu-
kan hipotesis.
Dalam hal ini: Intent (kemauan/kesung-
• Hubungan Kualitas Informasi
guhan) adalah minat untuk meningkat-
dengan Kemauan Meningkatkan
kan keberadaan SI, generalized cost/
Keberadaan SI
benefit measure (GC/BM) adalah pengu-
kuran dari cost/benefit yang mengakui Pada literatur SI, ada dua pendekatan
ketidakmampuan mengukur benefits dalam penelitian yang ditimbulkan dari
pada umur ekonomis (economic term). pengukuran perceived IS success (pemahaman
keberhasilan sistem). Pendekatan pertama
memfokuskan pada perceived quality
Hubungan antara GC/BM dan Intent
(pemahaman kualitas) dari informasi yang
dapat dibenarkan oleh prinsip cost/benefit.
disebabkan oleh SI atau perceived
Model dari human behavior (perilaku
information quality (pemahaman kualitas
manusia) dalam psikologi organisasi
informasi) (Bailey dan Pearson 1983; Doll
(Beach dan Mitchell 1978; Mitchell 1974,
dan Torkzadeh 1988; Ives et al. 1983;
1982; Vroom 1964) merupakan model
O’Reilly 1982; Zmud 1978), sementara
intent (kemauan) individu dalam psikologi
pendekatan kedua memfokuskan pada
sosial (Ajzen dan Fishbein 1977, 1980;
perceived usefulness (pemahaman keman-
Fishbein dan Ajzen 1975) memberi
faatan) dari SI atau perceived system usefulness
kesamaan sesuai dengan prinsip GC/BM.
(pemahaman kemanfatan sistem) (Davis
Usulan model ini, bahwa adanya kemauan
1989; Robey 1979; Schutz dan Slevin
atau kekuatan perilaku seorang individu
1975).

Kemauan Meningkatkan Keberadaan… (Noer Sasongko) : 171 – 188X 175


Konsep pemahaman kualitas informasi yang berbeda (Alloway dan
informasi didefinisikan sebagai reaksi Quillard 1983; Johnson 1984; Kaplan
seorang pemakai pada hasil informasi 1988,1990; Money et al. 1988; Zmud
yang disediakan oleh suatu SI. Hal ini 1983) yang mempunyai 3 area pengaruh
tidak sama untuk setiap orang yang yaitu tingkat operasional, tingkat perenca-
menuntut informasi (Bailey dan Pearson naan dan pengendalian manajemen, dan
1983). Ringkasnya ada 3 kualitas tingkat keefektifan individual. Konsep
informasi yang bisa diterima: pemahaman manfaat dan nilai dari suatu
a. Isi/muatan informasi SI (Robey 1979; Schewe 1976; Schultz
b. Ketepatan waktu dari informasi dan Slevin 1975) didasarkan atas teori
expected (pengharapan) (Vroom 1964).
c. Pola/bentuk informasi
Davis (1989) dan Lucas et al. (1990)
memperluas konsep ini pada kasus
Dalam penelitian ini information
harapan pemakai dimasukkan sebagai
quality (kualitas informasi) didefinisikan
system utilization. Davis (1989) mengidenti-
sebagai suatu peningkatan hubungan
fikasi pengharapan yang mempengaruhi
antara perceived success (pemahaman
kemanfaatan sistem atas user’s job
keberhasilan) dengan perubahan yang
performance, produktifitas, dan lebih
diharapkan dengan keberadaan sistem.
utamanya sistem digunakan untuk kerja
Peningkatan kepercayaan kualitas infor-
seseorang (system functionality).
masi diharapkan mempunyai hubungan
yang positif dengan suatu keputusan Studi yang dianalisis merupakan nilai
peningkatan keberadaan SI. SI pada suatu organisasi (Alavi 1982;
Keen 1981; Money et al. 1988) juga
Maka hipotesisnya ialah:
menekankan pentingnya intangible benefit
H1: Peningkatan kepercayaan pembuat dalam mengevaluasi keefektifan suatu
keputusan terhadap kualitas informasi sistem. Dalam penelitian ini, system
akan mempunyai hubungan yang usefulness (kemanfaatan sistem) didefinisi-
positif dengan kemauan mereka kan sebagai suatu konsep dimana adanya
untuk meningkatkan keberadaan SI. hubungan peningkatan perceived success
(pemahaman keberhasilan) terhadap
• Hubungan System Usefulness perubahan keberadaan SI yang diharapkan.
dengan Kemauan Meningkatkan Jadi peningkatan kepercayaan system
Keberadaan SI
usefulness diharapkan mempunyai hubu-
Konsep perceived system usefulness ngan yang positif dengan keputusan
(pemahaman kemanfaatan sistem) didefi- meningkatkan keberadaan SI.
nisikan sebagai kepercayaan pemakai pada
Maka hipotesis ke dua adalah:
sumbangan potensial dari SI untuk
mencapai hasil. Konsep ini mengharapkan H2: Peningkatan kepercayaan pembuat
agar sistem dapat memberi pengaruh yang keputusan terhadap system use-fulness
kuat. Penelitian ini pada pokok persoalan- akan mempunyai hubungan yang
nya untuk mendesain berbagai tipe yang positif dengan kemauan mereka
berbeda dari sistem terhadap kebutuhan untuk meningkatkan keberadaan SI.

176 BENEFIT, Vol. 9, No. 2, Desember 2005


• Hubungan Biaya Pengembangan perusahaan manufaktur, perbankan,
Sistem dengan Kemauan retailer, dan perusahaan lainnya yang
Meningkatkan Keberadaan SI tercantum pada Handbook of Top Companies
Dasar dari prinsip cost/benefit, yaitu and Big Groups in Indonesia 1998 secara
kenaikan/peningkatan kepercayaan terha- random sebanyak 400 eksemplar sampai
dap biaya pengembangan sistem diharap- dengan tanggal 20 Maret 2000 diterima
kan mempunyai hubungan yang negatif kembali sebanyak 46 eksemplar (tingkat
dengan pembuat keputusan yang responsinya sebesar 11,5%). Tahap kedua
berkemauan meningkatkan keberadaan dikirim kuesioner sebanyak 200
SI. Tingginya kenaikan biaya pengemba- eksemplar kepada beberapa perusahaan
ngan sistem biasanya bergerak sesuai dengan perangko kilat dan biasa. Pada
dengan situasi di masa yang akan datang, tahapan ini berhasil diterima sebanyak 21
sedangkan probabilitasnya menjadi lebih eksemplar (10,5%), ditambah dari
rendah pergerakannya (Nicolaou et. al. pengiriman sebelumnya sebanyak 7
1995). eksemplar (1,8%). Jadi jumlah yang
terkumpul ada 74 responden. Dari
Maka hipotesis ke tiga adalah:
kesemuanya 5 eksemplar dihapuskan/
H3: Peningkatan kepercayaan pembuat dibuang karena tidak memenuhi kriteria
keputusan terhadap biaya pengemba- dari jawaban terhadap pertanyaan
ngan sistem akan mempunyai pengendali yang diajukan oleh responden.
hubungan yang negatif dengan
Pada tabel 1 diperlihatkan hasil
kemauan mereka untuk meningkat-
pengumpulan data yang digunakan
kan keberadaan SI.
sebagai dasar analisis.
Kelima data yang dinyatakan tidak
METODE PENELITIAN
sesuai/gugur, karena jawaban responden
1. Sampel dan Sumber Data menunjukkan bahwa responden tidak
Pengumpulan data dalam penelitian mempunyai peran yang besar dalam
ini dilakukan dengan mengirim kuesioner pengambilan keputusan untuk mengem-
melalui jasa pos (mail survey). Pada tahap bangkan sistem informasi, maka kelima
pertama, jumlah kuesioner yang responden tersebut dibatalkan/digugur-
dikirimkan kepada seluruh kantor pusat kan.
Tabel 1. Hasil Pengumpulan Data
Jenis Usaha Perusahaan Frekuensi Persentase
Manufaktur 27 36
Jasa Perbankan 16 22
Real Estate 15 20
Jasa Perhotelan 6 8
Jasa Telekomunikasi 3 4
Lain-lain 2 3
Tidak sesuai/gugur 5 7
Total
74 100

Kemauan Meningkatkan Keberadaan… (Noer Sasongko) : 171 – 188X 177


2. Definisi dan Pengukuran Variabel ance/effectiveness, importance to job, dan
overall usefulness (produktivitas,
• IS Success (Keberhasilan SI)
keefektifan atau prestasi tugas,
Information Quality (Kualitas keutamaan tugas, dan kemanfaatan
Informasi), pemahaman pengukuran secara menyeluruh). Pemahaman
kualitas informasi diukur berdasarkan kemanfaatan sistem untuk keberadaan
pada accuracy, reliability, precision, sistem yang diukur pada SI. Dengan
relevancy, dan completeness (keakuratan, pemahaman pada kemanfaatan sistem
reliabilitas, ketelitian, relevansi dan diharapkan dapat meningkatkan
kelengkapan) dari informasi yang kemauan menggunakan SI. Pada
dihasilkan oleh SI. Item pada variabel keenam item tersebut diukur dengan
kualitas informasi dikembangkan oleh menggunakan 7 skala likert, dengan
Ives et al. (1983), dan kemudian skala interval untuk tiap item berkisar
instrumen ini telah dikaji ulang oleh dari (-3) sampai dengan (+3), dengan
Bailey dan Pearson (1983) dengan batas jawaban yaitu “sangat tidak
menambah keterangan dalam bentuk setuju sampai dengan sangat setuju“.
pemahaman yang lebih jelas. Kelima
item tersebut digunakan untuk • Cost (Biaya Pengembangan Sistem)
mengukur pemahaman kualitas Cost dari proyek SI diakibatkan
informasi dari keberadaan SI yang oleh pengembangan SI atau pembuatan
tersedia pada suatu organisasi. Kualitas SI baru yang diukur dengan tiga item
informasi yang diharapkan merupakan yang dikembangkan oleh Nicolaou et
yang akan dihasilkan dari suatu proyek al. (1995). Item ini terdiri dari cost
sistem yang ada ataupun yang relative untuk proyek SI lain, cost relative
dikembangkan yang akan datang. untuk sumber daya keuangan, dan cost
Dengan memahami kualitas informasi sebagai proporsi dari capital budget.
maka akan ada kemauan untuk Item-item cost berupa kepercayaan
menggunakan SI, sehingga SI akan yang diperoleh terhadap tingkatan dari
banyak dimanfaatkan oleh setiap pengeluaran biaya yang diharapkan
aktivitas organisasi. Kelima item pada suatu proyek SI, tentang sifat
tersebut diukur dengan menggunakan konstrain dari biaya, dan tentang
7 skala likert, untuk mengukur tiap signifikansi biaya sebagai suatu faktor
item berkisar dari (-3) sampai dengan dalam pengembangan keputusan.
(+3). Untuk jawaban masing-masing Ketiga item tersebut diukur dengan
item akan berbeda jenisnya, namun menggunakan 7 skala Likert, dengan
skala intervalnya sama. interval tiap item diukur berkisar dari
System Usefulness (Keman- (-3) sampai dengan (+3). Jawaban tiap
faatan Sistem), ada 6 item instrumen item dengan batas “sangat tidak setuju
yang dikembangkan oleh Davis (1989). sampai dengan sangat setuju“.
Instrumen ini digunakan untuk
mengukur pemahaman kemanfaatan
sistem, seperti productivity, job perform-

178 BENEFIT, Vol. 9, No. 2, Desember 2005


• Intention to Develop (Kemauan sistem aplikasi dan hasil informasi dari
untuk Pengembangan) sistem itu (Nicolaou et al. 1995).
Dalam instrumen ini, responden 3. Response Bias
individu diingatkan suatu proyek SI Seperti disebutkan di atas bahwa
spesifik yang mereka pertimbangkan pengiriman kuesioner dilakukan dengan
di masa yang akan datang pada pos, hal ini praktis, namun juga memiliki
organisasi mereka. Proyek didefinisi- resiko adanya kemungkinan jawaban yang
kan sebagai suatu kemungkinan bahwa bias dari responden. Hal ini dapat
perusahaan akan mengerjakan proyek disebabkan oleh beberapa faktor sebagai
SI (mengembangkan SI yang ada atau berikut
membuat SI baru) di masa yang akan
datang (Nicolaou et al. 1995). Instruksi * Kemungkinan adanya salah interpret-
pada instrumen ini menekankan pada tasi oleh responden, mengenai maksud
seleksi proyek yang mungkin dapat pertanyaan yang sesungguhnya.
dikerjakan atau tidak dikerjakan. Hanya * Kemungkinan responden menjawab
ada 1 item untuk mengukur intent, hal pertanyaan secara tidak serius (asal-
ini konsisten dengan literatur psikologi asalan saja).
sosial (Ajzen dan Fishbein 1980). Satu * Atau kemungkinan-kemungkinan lain
item tersebut diukur dengan menggu- yang timbul.
nakan 9 skala likert, untuk mengukur
tiap item berkisar dari (-4) sampai Untuk mengantisipasi adanya response
dengan (+4), dengan batas “pasti tidak bias tersebut, peneliti berupaya merancang
jalan – pasti jalan“. kembali kuesioner sedemikian rupa
sehingga mudah dipahami, jelas dan
• Control Questions (Pertanyaan ringkas, dan diajukannya pertanyaan
Pengendali) pengendali yang dapat mengendalikan
Tiga pertanyaan digunakan untuk pengisian kuesioner bila yang mengisi tak
mengendalikan dari kualitas pengum- sesuai orang yang diharapkan (misal
pulan data. Pertama, responden bukan manajer yang berwenang terhadap
mempunyai tingkat memadai untuk sistem informasi).
mempengaruhi keputusan tentang
4. Pengujian Data
pengembangan sistem. Kedua, suatu
proyek tidak diperintah atau tidak Uji validitas dan reliabilitas (validity
dibawah pertimbangan berdasarkan and reliability test) dilakukan untuk
ketentuan pemerintah, karena hal ini mengetahui ketepatan alat ukur tersebut
akan membaurkan/mengacaukan pe- dalam mengukur obyek yang diteliti.
ngaruh yang potensial pada variabel • Uji Validitas
penelitian ini. Ketiga, proyek mema-
Untuk menguji validitas instrumen
sukkan suatu perubahan aplikasi
dilakukan dengan cara mengkorelasikan
software, karena konsep keberhasilan
skor jawaban yang diperoleh pada
SI diuji hubungannya dengan evaluasi
setiap item dengan skor total dari
keseluruhan item instrumen. Untuk

Kemauan Meningkatkan Keberadaan… (Noer Sasongko) : 171 – 188X 179


menghitung koefisien korelasi diguna- tidak dimungkinkan oleh sifat data itu
kan teknik korelasi product moment. sendiri (Sumodiningrat, 1996)
Hasilnya pada pengumpulan data
• Uji Normalitas
penelitian ini dapat diketahui bahwa
dari 15 item pertanyaan mempunyai Peneliti memperoleh sebanyak 69
nilai korelasi hitung (dari 0,758 sampai responden, hal ini sesuai dengan batas
dengan 1,000) lebih besar daripada jumlah sampel yang dapat digunakan
korelasi tabel (0,236), maka jawaban untuk keperluan statistik. Yaitu dalam
pertanyaan tersebut memiliki validitas. teori Central Limit Theorem, menyatakan
Hal ini berarti bahwa semua item bahwa jumlah minimum sampel untuk
pertanyaan tersebut valid. mencapai kurva normal adalah 30
responden (Mendenhall dan Beaver,
• Uji Reliabilitas 1992). Jadi secara teoritis bahwa
Reliabilitas instrumen diperoleh penelitian ini memenuhi asumsi
dengan cara menganalisis data dari normalitas.
satu kali hasil pengetesan. Untuk
• Uji Multikolinieritas
mencari reliabilitas instrumen yang
skornya berupa skala bertingkat (rating Interkorelasi di antara variabel-
scale) dapat diuji dengan rumus Alpha variabel dalam penelitian ini diuji.
dari Cronbach. Angka-angka indeks Hasilnya mengindikasikan bahwa di
reliabilitas variabel pada ke 4 variabel antara variabel studi tidak terbukti ada
yang diuji menunjukkan angka yang multikolinearitas yang substansial
tinggi yaitu nilai alpha (dari 0,8920 s/d (missalnya, korelasi ≥ 0,80) karena
1,000) lebih besar daripada korelasi korelasinya sangat lemah (dibawah 0,5)
tabel (0,236), maka jawaban pertanyaan yaitu korelasi di antara variabel
tersebut untuk masing-masing berkisar: 0,147 – 0.496. Jadi tidak
instrumen adalah konsisten atau stabil adanya interkorelasi di antara variabel,
dari waktu ke waktu. Jadi reliabilitas namun tidak adanya korelasi yang
instrumen kuesioner tersebut dapat ekstrem belum menjamin tidak adanya
diandalkan. multikolinieritas. Multikolinearitas
dapat muncul karena efek kombinasi
5. Pengujian Model Penduga
dari dua atau lebih variabel
Secara teoritis agar model penelitian independen (exogenous construct) yang
menghasilkan nilai parameter dengan lain.
model penduga yang sahih, perlu Metode untuk menguji adanya
dipenuhinya asumsi klasik regresi yang multikolinieritas dapat dilihat pada
meliputi: asumsi normalitas, otokorelasi, tolerance value atau variance inflation factor
multikolinieritas dan heteroskesdastisitas. (VIF). Hasilnya menunjukkan bahwa
Pada penelitian ini otokorelasi tidak diuji perhitungan tolerance value antara 0,756
karena menggunakan data cross sectional. – 0,970 lebih besar dari 0,10 atau VIF
Data cross sectional menunjukkan satu titik antara 1,031 – 1,323 lebih kecil dari 10
waktu, sehingga ketergantungan sementara pada setiap variabel independen yang

180 BENEFIT, Vol. 9, No. 2, Desember 2005


diuji. Jadi asumsi tidak adanya Adapun hasil regresi untuk masing-
multikolinieritas sudah terpenuhi. masing variabel independen terhadap
variabel dependennya adalah tampak pada
• Uji Heteroskedastisitas
tabel 2.
Salah satu cara yang digunakan
Pada tabel 2. tampak bahwa hasil R
untuk mendeteksi adanya heteroske-
sebesar 0,655 atau 65,5% menunjukkan
dastisitas adalah dengan menggunakan
bahwa hubungan atau korelasi antara
Spearman Rank Correlation. Hasilnya
kemauan mengembangkan sistem (variabel
bahwa semua koefisien korelasi
dependen) dengan variabel independennya
variabel independen dengan nilai
(pemahaman kualitas informasi, pemaha-
mutlak residualnya (Res_1) menunjuk-
man kemanfaatan sistem dan pemahaman
kan nilai yang relatif kecil (–0,031s/d
biaya pengembangan sistem) adalah kuat.
0,096). lebih kecil dari 0,7. Jadi asumsi
tidak adanya heteroskedastisitas Hasil Adjusted R square sebesar 0,403
terpenuhi. atau 40,3% menunjukkan bahwa variasi
dalam kemauan mereka untuk mengem-
PENGUJIAN HIPOTESIS DAN bangkan sistem bisa dijelaskan oleh
INTERPRESTASI HASIL variasi dari ketiga variabel independen
Ketiga hipotesis dalam penelitian ini (pemahaman kualitas informasi, pemaha-
diuji dengan menggunakan regresi man kemanfaatan sistem dan pemahaman
berganda (multiple regression analysis). biaya pengembangan sistem). Sisanya
Adapun model penelitian yang digunakan yang 59,7 % dijelaskan oleh sebab-sebab
untuk menguji hipotesis nampak dalam yang lain atau variabel-variabel lain yang
gambar 1. tidak masuk dalam model.
Persamaan matematisnya dirumus-
kan sebagai berikut:
INT = α + β1 KI + β2 KS + β3 BP + ε

Kualitas Informasi (KI)

Kemauan Meningkatkan
Kemanfaatan Sistem (KS) Keberadaan SI (Intent)
(INT)

Biaya Pengembangan (BP)

Gambar 1. Model Penelitian

Kemauan Meningkatkan Keberadaan… (Noer Sasongko) : 171 – 188X 181


Tabel 2. Hasil Perhitungan Regresi Berganda
UNSTANDARDIZED
T SIG.
COEFFICIENTS
Model B Std. Error
1. (Constant) 1,507 ,232 6,491 ,000
KI 0,068 ,026 2,649 ,010
KS 0,044 ,022 2,017 ,048
BP -0,142 ,032 -4,428 ,000
F = 16,315 sig. = 0,000
R = 0,655
R Square = 0,430
Adjust. R Square = 0,403
a Dependent Variable: INT

Hasil pengujian ANOVA atau uji F pembuat keputusan terhadap kualitas


adalah 16,315 dengan prob-value = 0,00. informasi akan mempunyai hubungan
Nilai signifikan F lebih rendah diban- positif dengan kemauan mereka untuk
dingkan dengan alpha yang digunakan meningkatkan keberadaan SI terdukung
(5%) maka dapat dikatakan variabel secara signifikan (β1= 0,068, P. val = 0,
independen (kualitas informasi, keman- 010 lebih kecil dari 0,050 atau 5%).
faatan sistem, dan biaya pengembangan Hipotesis kedua (H2) yang menyatakan
sistem) secara bersama-sama berpengaruh peningkatan kepercayaan pembuat
terhadap variabel dependen (kemauan keputusan terhadap system usefulness
mereka untuk mengembangkan sistem). (kemanfaatan sistem) akan mempunyai
Untuk menguji ketiga hipotesis hubungan positif dengan kemauan
diatas apakah didukung ataupun tidak, mereka untuk meningkatkan keberadaan
dapat dilihat dari nilai koefisien β dan SI terdukung secara signifikan (β2= 0,044,
nilai prob-value (signifikan t) dari tiap- P. val = 0,048 lebih kecil dari 0,050 atau
tiap variabel independen. Apabila nilai β 5%). Hipotesis ketiga (H3) yang
positip maka ada hubungan positip menyatakan peningkatan kepercayaan
demikian sebaliknya, dan apabila nilai pembuat keputusan terhadap biaya
prob-value (signifikan t) lebih kecil dari pengembangan sistem akan mempunyai
tingkat alpha yang digunakan, maka hubungan negatif dengan kemauan
hipotesis alternatif berhasil didukung. mereka untuk meningkatkan keberadaan
Tingkat keyakinan (confidence interval) yang SI terdukung secara signifikan (β3= -
digunakan dalam penelitian ini adalah 0,142, P. val = 0.000 lebih kecil dari 0,050
95% (α = 5%). atau 5%).
Hasil pengujian ketiga hipotesis Penelitian ini menguji validitas dari
adalah: Hipotesis pertama (H1) yang keberhasilan sistem dalam menjelaskan
menyatakan peningkatan kepercayaan kemauan mengembangkan sistem. Prinsip
cost/benefit secara generalized digunakan

182 BENEFIT, Vol. 9, No. 2, Desember 2005


sebagai tiga variabel yang menunjukkan dikeluarkan, maka pemakai cenderung
keberhasilan sistem. Hasilnya menjelaskan membatalkan kemauannya untuk mening-
bahwa pemahaman kualitas informasi, katkan keberaadan sistem. Hasilnya
pemahaman kemanfaatan sistem dan berbeda dengan apa yang dilakukan
pemahaman biaya pengembangan SI Nicolaou et. al. (1995) bahwa kemauan
mempunyai hubungan yang signifikan untuk meningkatkan keberadaan sistem
dengan intent. atau pengembangan sistem pengambil
Penelitian ini menunjukkan bahwa keputusan (manajer) tidak mempunyai
kualitas informasi akan dapat digunakan hubungan dengan kualitas informasi.
sebagai dasar bagi pemakai sistem
terutama para pengambil keputusan untuk KETERBATASAN
mengembangkan sistem. Dan keman- Beberapa keterbatasan yang terdapat
faatan sistem menggambarkan suatu dalam penelitian ini adalah sebagai
pengukuran yang valid yang dapat berikut:
digunakan untuk mengevaluasi kelayakan 1. Dari 600 kuesioner yang dikirim,
dari suatu variasi dari proyek pengemba- ternyata hanya 69 jawaban responden
ngan sistem. Serta biaya yang diharapkan yang dapat diolah dan dianalisis. Hal
dari proyek SI juga menunjukkan ini disebabkan kuesioner yang tidak
mempunyai pengaruh yang signifikan. kembali, atau kuesioner yang kembali
Responden dalam pengujian ini tidak memenuhi syarat, sehingga dari
menunjukkan kepercayaannya pada ketiga responden yang kecil ini dikawatirkan
variabel pada penelitian yang akan datang. adanya perbedaan antara populasi
dengan jawaban responden yang telah
KESIMPULAN dianalisis, sehingga mempengaruhi
Berdasarkan hasil pengujian diatas kesimpulan yang ada.
disimpulkan bahwa kemauan mereka 2. Jawaban atas non respon, yang
untuk meningkatkan keberadaan sistem semestinya diukur dalam penelitian,
dan mengembangan sistem bagi tidak diujikan dalam penelitian ini,
pengambil keputusan (manajer) adalah karena adanya keterbatasan peneliti
berhubungan positip dengan kualitas untuk mengetahui responden yang
informasi dari sistem yang ada yang mengirim pertama kali dan terakhir.
hasilnya sudah dirasakan oleh pemakai.
Dan kemauan meningkatkan keberadaan IMPLIKASI
sistem berhubungan positip dengan
Penelitian ini memberikan peluang
kemanfaatan sistem yang dipahami dan
untuk dilakukan penelitian berikutnya,
dirasakan oleh pemakai pada saat
dimana pada penelitian yang akan datang
menggunakan sistem yang ada. Serta
dipisahkan antara sistem baru dan sistem
kemauan meningkatkan keberadaan
lama. Adanya faktor lain yang
sistem berhubungan terbalik atau negatif
mempengaruhi kemauan pengembangan
dengan biaya pengembangan sistem, bila
sistem dari hasil penelitian, hal ini dapat
biaya pengembangan besar sementara
memungkinkan untuk dikembangkan
hasil tak sebanding dengan biaya yang

Kemauan Meningkatkan Keberadaan… (Noer Sasongko) : 171 – 188X 183


pada penelitian yang akan datang _______,1994, “Measuring User Partici-
terhadap variabel-variabel lain tersebut pation, User Involvement, and User
dengan didukung beberapa penelitian Attitude”, MIS Quarterly, March
sebelumnya yang mengarah pada 1994, pp 59-63.
kemauan pengembangan sistem. Baroudi, J. J., Olson M. H., dan Ives B.,
1986, “An Empirical Study of the
DAFTAR PUSTAKA Impact of User Involvement on
Ajzen L., dan M. Fishbein, 1977, System Usage and Information Satis-
“Attitude-Behaviour Relations: A faction”, Communications of the ACM ,
Theoretical Analysis and Review of March, pp. 232-238.
Empirical Research”, Psychology Beach L. R., dan T. R. Mitchell, 1978, “A
Bulletin, Vol. 84, pp. 888-918. Contingency Model for the Selection
______, 1980, Understanding Attitudes of Decision Strategies”, Academy of
and Predicting Social Behaviour, Management Review, Vol. 3, pp. 439-
Englewood, N.J: Prentice Hall. 449.
Alavi, M., 1982, “An Assessment of The Benbasat, I., dan A. S. Dexter, 1985. “An
Concept of Decision Support Sys- Experimental Evaluation of Graphi-
tems as Viewed by Senior-Level Ex- cal and Colour-Enhanced Informa-
ecutives”, MIS Quarterly, December tion Presentation”, Management
pp. 1-9. Science, November. pp. 1348-1364.
______, 1984. “An Assessment of the Bodnar, G. H., dan William S. Hopwood,
Prototyping Approach to Information 1995, Accounting Information Systems,
Systems Development”. Communica- Prentice Hall International, 6th Ed.
tions of the ACM, June, pp. 556-563. Burch, John, dan Garry Grudnitski, 1991,
______, dan J. C. Henderson, 1981, “An Information Systems: Theory and Practice,
Evolutionary Strategy for Imple- 5th Ed. John Willey & Sons.
menting a Decision Support System”, Chandrarin, Grahita, dan Nur, Indrian-
Management Science, November, pp. toro, 1997. “Hubungan antara Parti-
1309-1323. sipasi dan Kepuasan Pemakai dalam
Alloway, R. M., dan J. A. Quillard, 1983, Pengembangan Sistem Berbasis
“User Managers System Needs”, Komputer: Suatu Tinjauan Dua
MIS Quarterly, June, pp. 27-41. Faktor Kontinjensi”, Jurnal Ekonomi
Bailey, J. E., dan S. W. Pearson, 1983, dan Bisnis Indonesia, Vol. 13, No. 1,
“Development of a Tool for Cushing, B. E., 1985. Accounting Informa-
Measuring and Analyzing Computer tion Systems and Business Organizations,
User Satisfaction”, Management Philippines: Addison-Wesley Pub-
Science, May, pp. 530-545. lishing Company, Inc.
Barki, H., dan J. Hartwick, 1989, ________, 1990. “Frameworks, Para-
“Rethinking the Concept of User digms, and Scientific Research in
Involvement” MIS Quarterly, March Management Information Systems”,
pp 53-63. Journal of Information Systems, spring,

184 BENEFIT, Vol. 9, No. 2, Desember 2005


pp. 38-59. sion Support Systems in the Oil
Davis, F. D., 1989, “Perceived Useful- Industry”, Decision Sciences, Vol. 13,
ness, Perceived Ease of Use, and October, pp. 554-569.
User Acceptance of Information Ginzberg, M. J., 1981, “Early Diagnosis
Technology”, MIS Quarterly, Septem- of MIS Implementation Failure:
ber, pp. 319-340. Promising Results and Unanswered
DeLone, W. H., dan E. R. McLean, 1992, Questions”, Management Science, Vol.
“Information Systems Success: the 27, No. 4, April. pp. 459-478.
Quest for the Dependent Variable”, Hair, J. F., Anderson, R. E., Tatham, R.
Information Systems Research, No. 3, L., dan Black, W. C., 1992, Multi-
March, pp. 60-95. variate data Analysis with Readings,
Doll W. J., dan G. Torkzadeh, 1988, “The Macmillan Publishing Company, 3rd Ed.,
Measurement of End-User Com- Handbook of Top Companies and Big Groups
puting Satisfaction”, MIS Quarterly, in Indonesia, 1998, Edisi ke 7, Jakarta:
June, pp. 259-274. PT Kompas Indonesia.
_______, 1989. Discrepancy Model of Hunton, J.E., dan H.P., Kenneth, 1994,
End-user Computing Involvement”, “A Framework for Investigating
Management Science, October. Involvement Strategies in Account-
______, 1991. “The Measurement of ing Information System Develop-
End-User Computing Satisfaction: ment”, Behavioural Research in Account-
Theoretical and Methodological ing, Vol. 6.
Issues”, MIS Quarterly, March, pp. 5- Igbaria, M., P. Saroj, dan K. B. Michael,
10. 1994. “Work Experience, Job In-
Edstrom, A., 1977. “User Influence and volvement, and Quality Work of Life
the Success of MIS Projects: A among Information System Person-
Contingency Approach”, Human nel”, MIS Quarterly, June, pp. 175 –
Relation, Vol. 30, No. 7, pp 589-607. 201.
Fishbein, M., dan I Ajzen, Belief, 1975, Indriantoro, Nur, 1993. “Effect of Partici-
Attitude, Intention, and Behaviour: An pative Budgeting on Job Performance and
Introduction to Theory and Research, Job Satisfaction with Locus of Control and
Reading, MA: Addison-Wesley. Cultural Dimensions as Moderating
Variables”, PhD. Dissertation, Uni-
Franz, C. R., dan D. Robey, 1986,
versity of Kentucky,
“Organizational Context, User
Involvement, and the Usefulness of Ives, B., dan M. H. Olson, 1984, “User
Information Systems”, Decision Involvement and MIS Success: A
Sciences, Vol.17, summer, pp. 329- Review of Research”, Management
356. Science, May. pp. 586-603.
Fuerst, W. L., dan P. H. Cheney, 1982, _______, S. Hamilton, dan G.B. Davis,
“Factors Affecting the Perceived 1980. “A Framework for Research in
Utilization of Computer-Based Deci- Computer-Based Management In-
formation Systems”, Management

Kemauan Meningkatkan Keberadaan… (Noer Sasongko) : 171 – 188X 185


Science, September, pp. 910-934. Implementation”, MIS Quarterly,
_______, M. H. Olson, dan J. J. Baroudi, June, pp. 27-41.
1983, “The Measurement of User _______, M. J., Ginzberg, dan R. L.
Information Satisfaction”, Communi- Scultz, 1990, Information System
cations of the ACM, October, pp. 785- Implementation: Testing a Structural
793. Model, Norwood. NJ: Ablex.
Jarvenpaa. S. L., 1989, “The Effect of Martin, E. W., D. W., DeHayes, J. A.,
Task Demands and Graphical Hoffer, dan W. C., Perkins, 1994.
Format on Information Processing Managing Information Technology-What
Strategies”, Management Science, March, Manager Need to Know, Second
pp. 285-303. Edition, New York: Macmillan
Johnson. B, “Why Your Company Needs Publishing Company.
Three Accounting Systems”, Man- Mc Keen D. J, Tor Guimaraes, dan James
agement Accounting, September 1984, C. Wheterbe, 1994. “The Relation-
pp. 39-46. ship of User Participation and User
Kaplan. R. S., 1988, “One Cost System Satisfaction: An Investigation of
Isn’t Enough”, Harvard Business Four Contingency Factors”, MIS
Review, Vol. 88, January-February, Quarterly, December.
pp. 61-66. Mendenhall, W., dan R. J. Beaver, 1992.
________, 1990. “The Four Stage Model A Course in Business Statistic, PWS-
of Cost Systems Design”, Management Kent Publishing Company, 3rd Ed,
Accounting, February, pp. 22-26. Mitchell, T. R., 1974, “Expectancy Mod-
Keen, P. G. W., 1981. “Value Analysis: els of Job Satisfaction, Occupational
Justifying Decision Support Systems”, Preference and Effort a Theoretical,
MIS Quarterly, March, pp. 1-15. Methodological, and Empirical Ap-
praisal”, Psychological Bulletin, Decem-
Kim, K. K., 1989. “User Satisfaction: A
ber, pp. 1053 – 1077.
Synthesis of Three Different Per-
spectives”, Journal of Information Sys- _______, 1982. Expectancy-Value Models in
tems, fall, pp. 1-12. Organizational Psychology. In Expecta-
tions and Actions: Expectancy-Value
King dan Rodriguez, 1981, “Participative
Models in Psychology, edited by N. T.
Design of Strategic Decision Sup-
Feather, Hillsdale, NJ: Erlbaum,
port Systems; An Empirical Assess-
ment”, Management Science, June, pp. Money, A., D. Tromp, dan T. Wegner,
717-726. 1988, “The Quantification of
Decision Support Benefit within the
Lawrence, M dan L, Graham, 1993,
Context of Value Analysis”, MIS
“Exploring Individual User
Quarterly, June, pp. 223-236.
Satisfaction within User Led
Development”, MIS Quarterly, June. Montazemi, A. R., 1988, “Factors
Affecting Information Satisfaction in
Lucas, H. C., 1978, “Empirical Evidence
the Context of the Small Business
for A Descriptive Model of
Environment”, MIS Quarterly, June,

186 BENEFIT, Vol. 9, No. 2, Desember 2005


pp. 239-256. tem, spring, pp. 75-92.
Nikolaou, A. I., M. M. Masoner, dan R. Schewe, C. D., 1976. “The Management
B. Welker, 1995, “Intent to Enhance Information System User: An
Information System as a Function of Exploratory Behavioural Analysis”,
System Success”, Journal of Information Academy of Management Journal,
Systems, Fall 1995, pp. 93-108. December, pp. 577-590.
O’Reilly, C. A., 1982. “Variations in Deci- Schultz, R. L., dan D. P. Slevin, 1975.
sion Makers Use of Information Implementation and Organizational
Sources: The Impact of Quality and Validity; An Empirical Investigation, In
Accessibility of Information”, Acad- Implementing Operations Research/Mana-
emy of Management Journal, December, gement Science, edited by R. L. Schultz
pp. 756-771. dan D. P. Slevin, New York: Elsevier.
Raymond, L., 1985. “Organizational Setianingsih, Sunarti dan Nur Indrian-
Characteristics and MIS Success in toro, 1998. “Pengaruh Dukungan
the Context of Small Business”, MIS Manajemen Puncak dan Komunikasi
Quarterly, March, pp. 37-52. Pemakai-Pengembang terhadap Hu-
Reneau, J. H. dan S. V. Grabski, 1987. “A bungan Partisipasi dan Kepuasan
Review of Research in Computer- Pemakai dalam Pengembangan
Human Interaction and Individual Sistem Informasi”, Jurnal Riset
Differences within a Model of Akuntansi Indonesia, Vol. 1, No.2.
Research in Accounting Information Srinivasan, A., 1985, “Alternative Measure
Systems”, Journal of Information System, of System Effectiveness: Association
Fall, pp. 33-53. and Implications”. MIS Quarterly,
Robey, D., 1979, User Attitudes and September, pp. 243-253.
Management Information System Sumodiningrat, Gunawan, 1996. Ekono-
Use”, Academy of Management Journal, metrika Pengantar, Cetakan Ketiga,
September, pp. 527-538. Yogyakarta: BPFE.
_______, dan D. Farrow, 1982, “User Swanson, E. B., 1974, “Management
Involvement in Information System Information Systems: Appreciation
Development: A Conflict Model and and Involvement”, Management Science,
Empirical Test”, Management Science, October, pp. 178-188.
January, pp. 73-85. Szajna, Bernadette dan Rizard W. Scam-
_______, dan C. R. Franz, 1989, “Group mell, 1993. “The Effect of Informa-
Process and Conflict in System tion System User Expectation on the
Development”, Management Science, Performance and Perception”, MIS
October, pp. 1172-1191. Quarterly, December.
Seddon, P., dan S.Yip, 1992, “An Empiri- Tait, P dan L, Vessey, 1988. “The Effect
cal Evaluation of User Information of User Involvement on System Suc-
Satisfaction (UIS) Measures for Use cess: A Contingency Approach”,
with General Ledger Accounting MIS Quarterly, March.
Software”, Journal of Information Sys-

Kemauan Meningkatkan Keberadaan… (Noer Sasongko) : 171 – 188X 187


Vroom, V. H., 1964. Work and Motivation. Organization, Glenview, IL, Scott,
New York, NY: Wiley. Foresman.
Zmud, R. W., 1978. “An Empirical ________, 1979. dan J. F., Cox, “The
Investigation of the Dimensionality Implementation Process: A Change
of the Concept of Information”, Approach”, MIS Quarterly, June, pp.
Decision Science, April, pp. 187-195. 35-43.
________, 1983. Information System in

188 BENEFIT, Vol. 9, No. 2, Desember 2005


PENGARUH KESADARAN LINGKUNGAN PADA NIAT BELI
PRODUK HIJAU: STUDI PERILAKU KONSUMEN
BERWAWASAN LINGKUNGAN

M.F. Shellyana Junaedi


Fakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Abstract
This study examined the causal effect of the existing relationship between green purchasing, which
is attitudinal and behavioral approaches, environment consciousness, price premium, involvement and
intention to green purchase. The idea implied on this research will help much in resolving problem and
decision making connected to reinforce the green purchase intention. The finding implied that environ-
ment consciousness influences to price premium and consumer involvement significantly. Another finding
concludes that consumer involvement significantly influence to green purchase intention. Result, based on
path analysis using AMOS indicated that the model tested had an acceptable fit. The goodness-of-fit
index (GFI) was 0.977 which control for degree of freedom 1. Root mean square residual (RMR) was
0.009. The implication of this research is relevant to marketers operating in organic-product market.
Keywords: environment consciousness, price premium, involvement, green purchase intention.

PENDAHULUAN sumber daya alam pada kondisi kehidu-


Kesadaran sosial konsumen menurut pan akan menjamin keseimbangan dan
Webster (1975) adalah konsumen yang keberlanjutan alam dan lingkungannya
mengingat akan akibat secara umum dari (Jiuan et al., 2001). Upaya menciptakan
konsumsi pribadi atau usaha memanfaat- lingkungan yang sehat merupakan dasar
kan daya beli dalam permasalahan sosial adanya peningkatan kualitas kehidupan
pada keputusan pembelian dengan manusia. Peningkatan kualitas kehidupan
mengevaluasi dampak dari konsumsi dapat dikendalikan oleh individu
mereka dalam masalah sosial (Follows & konsumen dengan melakukan perubahan
Jobber, 1999). Apabila konsekuensi memilih dan mengkonsumsi barang
lingkungan dirasa penting bagi konsumen, tertentu yang ramah terhadap lingkungan
maka konsumen akan membeli produk- (Martin & Simintras, 1995; Ling-yee,
produk yang ramah lingkungan. 1997; Yam-Tang & Chan, 1998).
Kesadaran konsumen terbentuk Mayoritas konsumen menyadari
karena pola perilaku yang bertanggung bahwa perilaku pembelian mereka secara
jawab pada lingkungan dan menghormati langsung berpengaruh pada berbagai
eksistensi makhluk lain di bumi ini. permasalahan lingkungan. Konsumen
Kesadaran konsumen berkaitan dengan beradaptasi dengan situasi ini dengan
kualitas lingkungan dan terpeliharanya mempertimbangkan isu lingkungan ketika
berbelanja dan melalui perilaku beli

Pengaruh Kesadaran Lingkungan … (M.F. Shellyana Junaedi) : 189 – 201X 189


mereka (Laroche et al., 2001). Bukti yang gerakan gaya hidup sehat dengan tema
mendukung peningkatan lingkungan global kembali ke alam atau back to nature.
ekologikal ini adalah meningkatnya Gerakan ini didasari bahwa segala sesuatu
individu yang rela membayar lebih untuk yang berasal dari alam adalah baik dan
produk-produk yang ramah lingkungan berguna serta menjamin adanya keseim-
(Vlosky et al., 1999; Maguire et al., 2004). bangan. Pangan organic 1 telah menjadi
Konsumen yang memiliki kesadaran pilihan utama untuk memenuhi gaya
lingkungan sering juga disebut “green hidup sehat ini.
orientation” yang pada masa mendatang Berdasarkan permasalahan yang telah
diprediksikan akan meningkat. Konsumen diuraikan maka studi ini secara umum
yang mempunyai kesadaran tinggi bertujuan menguji hubungan antara
terhadap lingkungan akan memilih kesadaran lingkungan, keinginan konsu-
produk-produk yang ramah lingkungan men untuk membayar dengan harga
walaupun harganya relatif lebih mahal premium, keterlibatan konsumen dan niat
(Vlosky et al., 1999; Laroche et al., 2001). beli terhadap produk ramah lingkungan.
Dalam bidang pemasaran, permasa- Untuk mengkaji permasalahan lingkungan
lahan lingkungan bukan hanya menjadi tersebut, maka studi ini akan mengguna-
tanggung jawab para pemasar saja, namun kan persamaan model struktural atau
juga seluruh konsumen. Bagi pemasar, isu Structural Equation Modelling (SEM) untuk
lingkungan dapat menjadi kriteria menguji model kausal terintegrasi secara
keunggulan kompetitif yang mempenga- simultan.
ruhi perilaku pembelian konsumen. Di Studi tentang kesadaran lingkungan
sisi lain, individu konsumen merasa konsumen ini diharapkan dapat memberi-
kurang bertanggung jawab pada terjadinya kan manfaat untuk pemahaman yang
degradasi lingkungan karena konsumen lebih jelas tentang hubungan antara sikap
mengabaikan adanya dampak konsumsi konsumen terhadap lingkungan dengan
individu pada lingkungan masyarakat komitmen mereka dalam menentukan
dalam jangka panjang sebagai akumulasi pilihannya pada pangan organik sebagai
dari keputusan pembelian mereka pada
suatu produk yang ramah lingkungan 1 Pangan organik adalah pangan yang
(Follows & Jobber, 2002). diproduksi tanpa pupuk kimia atau artificial
Berkaitan dengan pemasaran lingku- dan atau pestisida sintetis, tetapi menggu-
ngan, saat ini tren keamanan pangan (food nakan pupuk organic seperti menur dari
safety) menjadi isu sensitif dalam industri kotoran dan feses ternak, yang dikenal
sebagai pupuk kandang serta kompos yang
pangan. Isu bahan pangan yang aman ini terbuat dari limbah hasil panen pertanian
telah meningkatkan kesadaran masyarakat yang telah mengalami fermentasi spontan
pada krisis lingkungan yang menuntut (M-Brio Press, 2004). Menurut International
setiap orang untuk memiliki gaya hidup Federation of Organic Agriculture Movement
sehat dan hemat (Kompas, 2005). (IFOAM) mendefinisikan pangan organik
dalam cakupan lebih luas, bukan hanya dari
Perbaikan mutu kehidupan dan gaya aspek biofisik, namun juga aspek perikebina-
hidup sehat telah mendorong masyarakat tangan (animal welfare), biodiversitas, dan
di berbagai negara dan mendorong keadilan sosial.

190 BENEFIT, Vol. 9, No. 2, Desember 2005


produk ramah lingkungan. Hubungan • Kesadaran Lingkungan
antara sikap kesadaran lingkungan Penghargaan terhadap lingkungan
konsumen dengan niat beli produk ramah didefinisikan Amyx et al. (1994) sebagai
lingkungan ini dimediasi dengan keinginan suatu derajat di mana seseorang mengeks-
konsumen untuk membayar produk hijau presikan kepeduliannya pada isu-isu
ini dengan harga premium dan keterlibatan ekologikal. Dengan kata lain, seberapa
konsumen dalam pemilihan produk. Studi besar konsumen memandang perilaku
tentang hubungan sikap-niat-perilaku yang mendukung keberlangsungan
telah banyak dilakukan sebagai kerangka lingkungan sebagai sesuatu yang penting
konseptual sejumlah penelitian, namun bagi dirinya maupun masyarakat pada
kerangka konseptual tersebut belum umumnya. Seringkali seseorang secara
diujikan untuk konteks memprediksi individual merasa tidak nyaman dan tidak
pembelian dari suatu produk spesifik yang mudah melakukan suatu kegiatan yang
bertanggung jawab lingkungan (Follows mendukung lingkungan. Misalnya mereka
& Jobber, 2000). Selain itu, studi ini merasa bahwa daur ulang sangat penting
bermanfaat bagi pengusaha yang akan bagi masyarakat pada jangka panjang,
memasarkan produk-produk ramah namun secara personal mereka tetap
lingkungan untuk memberikan gambaran membeli barang-barang dengan kemasan
potensi pasar Indonesia terhadap produk- anorganik karena kemudahan dan
produk hijau. kepraktisan (Laroche et al., 2001). Studi
McCarty dan Shrum (1994) menemukan
TINJAUAN KONSEPTUAL bahwa keyakinan seseorang tentang
Pemenuhan kebutuhan konsumen pentingnya daur ulang tidak berhubungan
merupakan tantangan yang harus dihadapi signifikan dengan perilaku daur ulang. Hal
oleh setiap pemasar. Dengan terjadinya ini menjelaskan bahwa persepsi
krisis lingkungan menuntut adanya ketidakmudahan kegiatan daur ulang
peningkatan kepedulian sosial dan mempengaruhi tindakan mereka.
pengetahuan lingkungan bagi konsumen, Melihat pemasaran hijau pada masa
dengan demikian akan mempengaruhi mendatang akan menentukan dinamika
pertumbuhan perilaku konsumen yang kealamian dari perilaku konsumen yang
bertanggung jawab pada lingkungan. sadar lingkungan atau ecologically conscious
Konsumen yang memutuskan untuk consumer behavior. Berdasarkan penelitian
melakukan suatu pembelian produk yang dilakukan oleh Straughan dan
tertentu dipengaruhi oleh berbagai faktor Robert (1999) menunjukkan bahwa segala
yang sangat kompleks. Pada umumnya sesuatu yang dipersepsikan konsumen
suatu peristiwa konsumsi dipandang tentang lingkungan akan memberikan
sebagai proses ekonomik, namun pada wawasan terbesar pada kesadaran
kenyataannya konsumsi juga merupakan konsumen akan lingkungan.
suatu proses sosial dan budaya yang
diindikasikan melalui simbol-simbol Lebih spesifik lagi, untuk memahami
(Peattie, 1995). pergeseran lingkungan dari suatu negara
dengan melihat titik awal bagaimana
masyarakat konsumen merefleksikan

Pengaruh Kesadaran Lingkungan … (M.F. Shellyana Junaedi) : 189 – 201X 191


perilaku konsumen pada permasalahan produk dibandingkan dengan produk
yang berkaitan dengan keramahan standard yang dapat dibuat. Sedangkan
lingkungan yang menjadi semakin hijau. kualitas yang dipersepsikan (perceived
Mayoritas konsumen menyadari bahwa quality) didefinisikan sebagai keputusan
perilaku pembelian mereka secara konsumen tentang superioritas dari suatu
langsung berpengaruh pada berbagai produk (Zeithaml, 1988).
permasalahan ekologikal. Konsumen Keinginan konsumen membayar
beradaptasi dengan situasi ini dengan sejumlah uang tertentu untuk produk-
mempertimbangkan isu lingkungan ketika produk yang ramah lingkungan lebih
berbelanja dan melalui perilaku beli disebabkan karena kepedulian mereka
mereka (Laroche et al., 2001). akan permasalahan lingkungan (Laroche
et al., 2001). Konsumen yang sadar
• Harga Premium lingkungan ini selalu mempertimbangkan
Berdasarkan kajian literatur dalam isu-isu ekologikal ketika melakukan
penelitian pemasaran terdapat pengaruh pembelian. Sebaliknya, konsumen yang
harga pada persepsi konsumen akan tidak mau membayar dengan harga lebih
kualitas suatu produk (Rao & Monroe, untuk produk-produk ramah lingkungan
1988; Zeithaml, 1988). Menurut Rao dan biasanya tidak mempertimbangkan
Bergen (1992), harga premium merupa- permasalahan ekologikal ketika membuat
kan harga yang dibayarkan lebih besar keputusan pembelian.
jumlahnya di atas harga yang sesuai Para peneliti pasar bahan pangan
dengan kebenaran nilai dari suatu produk, organik mengestimasikan dan menentu-
yang menjadi indikator keinginan kan hipotesis keinginan konsumen untuk
konsumen untuk membayar (willingness-to- membayar pangan organik dengan harga
pay). premium pada berbagai produk organik.
Sejumlah penelitian telah menentukan Harga premium merefleksikan keinginan
hubungan antara harga dan persepsi konsumen untuk membayar produk
konsumen terhadap kualitas produk. Rao bebas pestisida, yang merupakan nilai
dan Monroe (1988) secara empiris yang ingin diperoleh dalam suatu menu
menunjukkan bahwa harga merupakan pola makan mereka (Maguire, Owen &
informasi yang paling valid sebagai Simon, 2004).
indikator akan kualitas suatu produk. Model konseptual yang dikemukakan
Pada umumnya alasan mengapa oleh Vlosky et al. (1999) tentang keingi-
konsumen mau membayar dengan harga nan konsumen untuk membayar dengan
premium adalah karena mereka yakin harga premium pada produk kayu
akan kualitas suatu produk. Kualitas bersertifikasi yang ramah lingkungan
produk dalam hal ini ditentukan mencoba menjabarkan pengaruh tiga
berdasarkan pada pengukuran kualitas variabel independen, yaitu kesadaran
objektif dan kualitas yang dipersepsikan. lingkungan, kepentingan produk ramah
Kualitas objektif (objective quality) lingkungan dan keterlibatan dalam
didefinisikan sebagai atribut yang dapat aktivitas produk yang ramah lingkungan
diukur dan dikuantifikasikan dari suatu pada keinginan konsumen untuk

192 BENEFIT, Vol. 9, No. 2, Desember 2005


membayar dengan harga premium. Data profil responden dalam
Semakin besar kesadaran seorang penelitian ini mayoritas berumur antara
konsumen terhadap lingkungannya akan 21 sampai dengan 40 tahun dengan
mempengaruhi keinginannya untuk tingkat pendidikan SMU dan Strata satu.
membayar dengan harga yang lebih Pendapatan keluarga per bulan rata-rata
karena merasa adanya kesesuaian antara dari responden kurang dari Rp
nilai produk dengan sejumlah uang yang 3.000.000,00. Profil pekerjaan responden
harus dikeluarkan sebagai gantinya. cukup bervariasi yaitu, mahasiswa, ibu
Namun demikian, harga premium suatu rumah tangga, karyawan swasta, dosen
produk yang ramah lingkungan dan wiraswasta.
berhubungan secara negatif dengan niat
• Definisi Operasional dan
beli konsumen pada produk ramah
Instrumen Pengukuran
lingkungan.
1. Kesadaran Lingkungan
METODA PENELITIAN Kesadaran sosial konsumen
dirasakan ketika seseorang berupaya
• Metoda Sampling dan
untuk mempertimbangkan perilaku
Pengumpulan Data
belinya berkaitan dengan polusi
Dalam penelitian ini disebarkan 200 terhadap pengaruh sosial lingkungan
kuesioner secara purposif di kota sekitarnya. Pengukuran variabel kesa-
Yogyakarta dan kuesioner yang dikem- daran lingkungan ini diadaptasi dari
balikan oleh responden sebesar 153 instrumen Straughan dan Roberts
kuesioner (response rate 76,5%). Kuesioner (1999) dengan skala Likert 5 poin.
yang terjawab lengkap layak dianalisis
dalam penelitian ini sebesar 147 2. Harga Premium
kuesioner. Subjek penelitian ini adalah Konsumen yang mau membayar
wanita yang berumur 17 tahun ke atas lebih untuk produk-produk hijau
yang membuat keputusan pembelian percaya bahwa perusahaan melaksana-
makanan dan bahan makanan untuk kan tanggung jawab sosialnya pada
keperluan sehari-hari. Studi ini lebih lingkungan (Laroche et al., 2001).
dikonsentrasikan pada konsumen wanita Pengukuran sensitivitas harga atau the
karena berdasar pada penelitian Price Sensitivity Measurement (PSM)
Fotopoulos dan Krystallis (2000) dan merupakan suatu teknik yang dikem-
Davies, Titterington, dan Cochrane bangkan sebagai suatu metodologi
(1995) menunjukkan temuan bahwa survai untuk pengukuran persepsi
wanita yang sering melakukan pembelian tentang harga. Teknik ini secara
bahan makanan dengan memiliki anak di langsung mempertanyakan responden
rumah, berpendidikan dan berpendapatan tentang harga. Struktur pertanyaan
relatif tinggi lebih sering menggunakan individual untuk responden adalah
produk makanan organik, karena mereka mengkualifikasi harga berdasarkan
lebih mempertimbangkan kualitas produk pada asumsi yang berkaitan dengan
daripada harganya. kualitas. Pengukuran konstruk ini

Pengaruh Kesadaran Lingkungan … (M.F. Shellyana Junaedi) : 189 – 201X 193


diindikasikan pernyataan yang dengan Chan dan Lau (2000) dengan 5 poin
menggunakan skala Likert 5 poin. skala Likert.
3. Keterlibatan Proses Pembelian
RELIABILITAS INSTRUMEN
Keterlibatan (involvement) di sini PENELITIAN
berkaitan dengan pilihan produk dan
Hasil pengujian reliabilitas penelitian
perilaku memilih yang dilakukan
ini secara keseluruhan dapat dikatakan
konsumen. Pembelian produk dengan
bahwa instrumen penelitian ini andal
keterlibatan rendah (low involvement)
(reliabel). Dari hasil tersebut menunjukkan
menyebabkan terjadinya perilaku
nilai koefisien α hampir mendekati 0.7
mencari variasi dibandingkan dengan
(Sekaran, 1992).
pembelian produk dengan keterlibatan
tinggi (high involvement). Pengukuran

Tabel 1. Hasil Reliabilitas Penelitian (N = 147)


Keterangan Jumlah Item Jumlah Item yang Cronbach
Penelitian Dipertahankan Alpha (α)
Harga Premium 5 4 0.8019
Kesadaran Lingkungan 5 4 0.6568
Keterlibatan Konsumen 6 5 0.6336
Niat Pembelian 4 4 0.7274
Total Jumlah Item 20 17

keterlibatan ini dengan menggunakan PEMBAHASAN HASIL


6 item pernyataan yang diadopsi dari PENELITIAN
Fotopoulos & Krystallis (2002) yang Hasil korelasi antar variabel
menggunakan 5 poin Skala Likert. penelitian kesadaran lingkungan, harga
4. Niat Pembelian Produk Hijau premium, keterlibatan konsumen dan niat
pembelian produk ramah lingkungan
Dalam penelitian teori reasoned hampir semuanya signifikan, kecuali
action mengindikasikan bahwa niat korelasi antara variabel kesadaran
merupakan prediktor yang paling lingkungan dengan niat pembelian
relevan untuk menentukan perilaku. produk ramah lingkungan. Dengan
Niat pembelian produk hijau dalam demikian berarti ada kemungkinan bahwa
studi ini adalah keinginan atau ekspresi kesadaran lingkungan tidak berhubungan
niat seorang individu untuk berkomit- langsung dengan niat pembelian produk
men pada aktivitas yang mendukung ramah lingkungan, namun dimediasi oleh
keramahan lingkungan (Chan, 1999). variabel lainnya seperti keterlibatan
Pengukuran konstruk ini dengan 4 konsumen dalam pencarian produk hijau.
item pernyataan yang diadopsi dari

194 BENEFIT, Vol. 9, No. 2, Desember 2005


Tabel 2 menunjukkan rerata dari organik masih merupakan suatu sistem
variabel kesadaran lingkungan, keterlibatan yang baru bagi petani dan masyarakat
konsumen, harga premium dan niat konsumen sehingga ketersediaannya di
pembelian hijau. Rerata konstrak variabel pasar-pasar swalayan masih sedikit sekali.

Tabel 2. Statistik Deskriptif dan Korelasi Antar Variabel

Keterangan Minimum Maksimum Mean Standart Korelasi Antar Variabel


Deviasi

1 2 3

Harga premium 1.71 4.42 3.2580 .7015 1.000 1.00


Kesadaran lingkungan 2.08 4.31 3.5357 .4357 .331** 0
Keterlibatan konsumen 1.25 3.13 2.3170 .3105 .405** .446* 1.000
Niat pembelian 1.08 2.62 1.9572 .2930 .187* .156 .307**

Signifikan * p<0.05 ** p<0.01

penelitian ini yang relatif tinggi menurut Pengukuran reliabilitas yang tinggi
responden adalah variabel harga premium berdampak pada kepercayaan bahwa
(3.2580) dan kesadaran lingkungan indikator individual secara konsisten
(3.5357) sedangkan rerata konstrak yang mengukur suatu ukuran yang sama. Tabel
memiliki rerata relatif rendah adalah 3 menunjukkan konstruk reliabilitas.
keterlibatan konsumen (1.2176) dan niat Reliabilitas komposit adalah ukuran
pembelian hijau (1.9572). konsistensi internal indikator konstrak
Hasil temuan tersebut menunjukkan yang menggambarkan derajat indikasi
bahwa sebenarnya kesadaran konsumen konstrak laten umum yang tidak dapat
terhadap lingkungan relatif tinggi namun diamati. Nilai indikator reliabilitas harus
mereka tidak cukup memiliki niat untuk lebih besar dari 0.5. Hasil reliabilitas
melakukan pembelian terhadap produk komposit penelitian ini ditunjukkan
ramah lingkungan. Hal ini kemungkinan dengan α yang menunjukkan model yang
karena harga-harga produk hijau relatif fit untuk seluruh konstrak.
mahal dibandingkan dengan produk-
produk konvensional. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa mayoritas konsumen
Indonesia adalah kelompok konsumen
yang sadar tetapi bukan pembeli (aware
non-buyers) seperti yang dijabarkan
Fotopoulos dan Krystallis (2002). Rendah-
nya niat pembelian produk pangan
organik ini juga karena kurang optimalnya
pengembangan produk pangan dan
pertanian organik di Indonesia. Konsep

Pengaruh Kesadaran Lingkungan … (M.F. Shellyana Junaedi) : 189 – 201X 195


Tabel 3. Konstruk Reliabilitas, Lambda, Error Terms, dan Deviasi Standard dari Indikator

Konstruk Indikator α λ ε σ
Konstruk

Harga Premium HARGA 0.7812 0.6201 0.4922 0.1077


Kesadaran Lingkungan SADAR 0.6785 0.1587 0.0371 0.0119
Keterlibatan Konsumen INVOL 0.6479 0.2359 0.0964 0.0340
Niat Pembelian Hijau NIAT 0.7375 0.2517 0.0859 0.0226

HASIL MODEL PERSAMAAN harga premium dan juga mendorong


STRUKTURAL konsumen untuk meningkatkan keterliba-
Temuan penelitian menghasilkan tannya dalam pencarian dan pemilihan
goodness-of-fit yang memenuhi kesesuaian produk ramah lingkungan.
model, yaitu GFI sebesar 0.977 dengan Pengaruh kesadaran lingkungan
nilai kai-kuadrat 6.789 dan derajat konsumen dalam model menunjukkan
kebebasan sebesar 1. Hasil penelitian ini adanya pengaruh positif dan signifikan
menunjukkan bahwa kesadaran lingkungan (β=0.538) terhadap harga premium, dan
berpengaruh secara signifikan terhadap berpengaruh positif dan signifikan
keinginan konsumen membayar dengan

Harga
premium
0.742
5.014*

-0.832
Kesadaran Niat beli
lingkungan hijau

6.387*
2.278*
Keterlibatan
Konsumen

Gambar 1. Hasil Pengujian Model Penelitian


Catatan:
Chi-square 6.789 dengan d.f. 1
Probability level 0.009
Goodness-of-fit index (GFI) 0.977
Root mean square residual (RMSR) 0.0081
Signifikan * p<0.05

196 BENEFIT, Vol. 9, No. 2, Desember 2005


(β=0.790) terhadap keterlibatan konsumen. mudah dalam mengintepretasikan hasil
Namun ditemukan juga bahwa kesadaran model struktural penelitian ini, dapat kita
lingkungan ternyata tidak berpengaruh lihat pada Gambar 1.
terhadap niat konsumen untuk melakukan Hasil perhitungan menunjukkan chi-
pembelian hijau. Ini berarti bahwa square dari model sebesar 6.789 dengan
seseorang yang sadar untuk tetap selalu degree of freedom 1 dan probability level 0.009.
menjaga tanggung jawab lingkungan Chi-square adalah ukuran paling dasar dari
ternyata tidak meningkatkan komitmen seluruh pengukuran model struktural.
mereka untuk mengaktualisasikan pembe- Nilai chi-square yang rendah, di mana hasil
lian mereka. Temuan ini sangat menarik signifikansinya pada tingkat yang lebih
untuk didalami lebih lanjut apa sebenar- besar dari 0.05 mengindikasikan bahwa
nya yang menyebabkan niat beli seorang hasil penelitian itu dan input covariance
konsumen untuk menunjang tanggung matrices yang diprediksi tidak berbeda
jawab pada lingkungan sekitarnya. secara statistika.
Hasil model persamaan struktural Goodness-of-fit Index (GFI) menunjuk-
pengaruh kesadaran konsumen, harga kan seluruh derajat kebebasan kuadrat
premium, dan keterlibatan konsumen residual dari prediksi dibandingkan hasil
terhadap komitmen melakukan pembelian akhir. GFI penelitian ini sebesar 0.977
produk hijau dengan menggunakan dan Adjusted Goodness-of-fit Index (AGFI)
program AMOS versi 3.6 dapat dilihat sebesar 0.770. Rekomendasi tingkat indeks
seperti pada Tabel 4. yang dapat diterima adalah nilai yang
Tabel 4 tersebut memperlihatkan lebih besar atau sama dengan 0.90
hubungan-hubungan dan pengaruh antar (Sharma, 1996). Dengan demikian, berarti
variabel yang beragam. Hubungan- penelitian ini menghasilkan model
hubungan tersebut menunjukkan adanya struktural yang fit.
tiga hubungan yang signifikan, sehingga Hasil Root Mean Square Error of
tidak semua hipotesis dapat dibuktikan Approximation (RMSEA) berusaha untuk
secara empiris karena nilai-nilai kese- mengkoreksi kecenderungan statistika chi-
suaiannya lebih rendah. Supaya lebih square untuk menolak model yang ditetap-
Tabel 4. Hasil Persamaan Model Struktural Alternatif
Structural Relationship Standardized Unstandardized Standard C.R.
Regression Regression Error
Weights Weights

Harga Premium ← Kesadaran Lingkungan 0.529 0.538 0.107 5.014*


Keterlibatan ← Kesadaran Lingkungan 0.734 0.790 0.124 6.387*
Niat Beli ← Kesadaran Lingkungan -0.219 -0.222 0.267 -0.832
Niat Beli ← Harga Premium 0.101 0.101 0.136 0.742
Niat Beli ← Keterlibatan 0.556 0.524 0.230 2.278*

Signifikan * p<0.05

Pengaruh Kesadaran Lingkungan … (M.F. Shellyana Junaedi) : 189 – 201X 197


kan dengan sampel besar secukupnya. SIMPULAN
Nilai RMSEA penelitian ini sebesar 0.199, Temuan penelitian dari model
nilai ambang batas yang dianggap baik kesadaran lingkungan konsumen ini
menurut Purwanto (2001) adalah berkisar memberikan gambaran bahwa kesadaran
dari 0.05 sampai 0.08. Secara lengkap konsumen terhadap lingkungan mempe-
hasil penelitian model struktural ini dapat ngaruhi keinginannya untuk membayar
dilihat pada Tabel 5. dengan harga premium untuk produk-
Hair et al. (1998) mengungkapkan produk ramah lingkungan. Sikap
bahwa terdapat beberapa kriteria yang kesadaran terhadap lingkungan ternyata
baisanya digunakan dalam menganalisis juga mempunyai pengaruh yang signifikan
atau menguji kesesuaian data dengan pada tingkat keterlibatan konsumen
model (data fit). Semakin tinggi nilai-nilai dalam pemilihan produk yang dilakukan
indeks kesesuaian maka semakin sesuai konsumen. Tingkat keterlibatan konsumen
antara data dengan model yang diestimasi dalam proses pencarian informasi tentang
(data fit model). Nilai-nilai kesesuaian produk-produk ramah lingkungan ini
model penelitian ini menunjukkan nilai- mendorong konsumen untuk berkeinginan
nilai yang relatif tinggi, yang mengacu untuk melakukan pembelian produk hijau
pada ukuran-ukuran tersebut. pada masa mendatang.
Konsumen hijau yang memiliki
kesadaran sosial akan berupaya untuk
Tabel 5. Hasil Perhitungan Goodness-of-fit
Ukuran Goodness-of-fit Hasil
Perhitungan

Absolute Fit Measure


Chi-square (x2) 6.789
Degrees of freedom 1
Noncentrality parameter (NCP) 5.789
Goodness-of-fit Index (GFI) 0.977
Root mean square residual (RMSR) 0.0081
Root mean square error or approximation (RMSEA) 0.199
Expected cross-validation Index (ECVI) 0.170

Incremental Fit Measure


Adjusted goodness-of-fit (AGFI) 0.770
Tucker-Lewis Index (TLI) 0.524
Normed fit Index (NFI) 0.914
Parsimonious Fit Measure
Parsimonious normed fit index (PNFI) 0.152
Parsimonious goodness-of-fit index (PGFI) 0.098
Akaike information criterion (AIC) 24.789
Sumber : Pengolahan Data Primer

198 BENEFIT, Vol. 9, No. 2, Desember 2005


mempertimbangkan perilaku belinya International Consumer Marketing, 11:4,
berkaitan dengan pengaruh sosial pp. 25-52.
lingkungan sekitarnya. Dengan demikian, Chan, Ricky Y.K. & Lorett B. Y. Lau
konsumen yang sadar lingkungan yakin (2000), “Antecedents of Green
bahwa kondisi lingkungan pada saat ini Purchases: A Survey in China,”
menunjukkan permasalahan yang serius Journal of Consumer Marketing, Vol. 17
yang dihadapi seluruh orang di seluruh No. 4, pp.338-357.
belahan dunia ini. Hal ini berpengaruh
Chan, Ricky Y.K. (2001), “Determinants
pada diri konsumen sehingga mereka mau
of Chinese Consumers’ Green
membayar lebih untuk produk-produk
Purchase Behaviour,” Psychology &
yang ramah lingkungan yang diidentikkan
Marketing, Vol. 8, No. 4, April, pp.
dengan produk yang berkualitas tinggi
389-413.
(Laroche et al., 2001). Kesadaran akan
lingkungan dalam penelitian ini berpe- Cooper, D.R. & Schindler (2001), Business
ngaruh terhadap keterlibatan konsumen Research Methods, Seventh Edition,
dalam pemilihan produk ramah lingku- McGraw-Hill International.
ngan. Davies, Anne, Albert J. Titterington &
Dengan demikian, temuan penelitian Clive Cochrane, (1995), “Who Buys
ini diharapkan dapat menumbuhkan Organic Food? A Profile of the
pemahaman pemerintah Indonesia terha- Purchasers of Organic Food in
dap etika lingkungan dari masyarkat dan Northern Ireland,” British Food
pengembangan pemasaran lingkungan Journal, Vol. 97 No. 10, pp. 17-23.
oleh para pelaku bisnis di Indonesia. Follows, Scott B. & David Jobber, (2000),
Dengan kesadaran terhadap permasalahan “Environmentally Responsible Pur-
lingkungan akan menjadi pertimbangan chase Behaviour: A Test of a
pemerintah dan pengusaha dalam mem- Consumer Model,” European Journal
perhitungkan kos dan benefit ketika of Marketing, Vol. 34, No. 5/6,
membuat keputusan kebijaksanaan. pp.723-746.
Fotopoulos, Christos & Athanasios
DAFTAR PUSTAKA Krystallis, (2002), “Purchasing
Anonim, (2005), “Produk Organik tak Motives and Profile of the Greek
Harus Mahal”, Kompas, Minggu, 8 Organic Consumer: a Countrywide
Mei 2005, hal. 40. Survey,” British Food Journal, Vol.
Arimbi, H.P. (2003), “Gerakan Konsumen 104, No. 9, pp.730-765.
Hijau di Indonesia,” diakses dari Frause, Bob & Julie Colehour, (1994), The
http://members.fortunecity.com/lingku- Environmental Marketing Imperative,
ngan/artikel/GeerakanKHijau.htm. pada Probus Publishing Company.
tanggal 1 Februari 2003. Hair, Joseph F., Rolph E. Anderson,
Chan, Ricky Y.K., (1999), “Environ- Ronald L. Tatham, & William C.
mental Attitudes and Behaviour of Black (1998), Multivariate Data Analy-
Consumers in China: Survey sis, Fifth Edition, Prentice Hall
Findings and Implications,” Journal of International, Inc.

Pengaruh Kesadaran Lingkungan … (M.F. Shellyana Junaedi) : 189 – 201X 199


Jiuan, T.S., Jochen Wirtz, Kwon Jung & Values, Value Orientation, and
Kau Ah Keng (2001), “Singaporeans’ Attitudes about Recycling as Antece-
Attitudes towards Work, Pecuniary dents of Recycling Behaviour”,
Adherence, Materialism, Feminism, Journal of Business Research, Vol. 30,
Environmental Consciousness, and No. 1, pp. 53-62.
Media Credibility”, Singapore Manage- Mueller, Ralph O. (1996), Bases Principles of
ment Review, 23, 1, pp. 59-86. Structural Equation Modelling: An Intro-
Laroche, Michel, Jasmin Bergeron, & duction to LISREL and EQS,
Guido Barbaro-Forleo (2001), Springer.
“Targeting Consumers Who are Ottman, J.A. (1994), Green Marketing:
Willing to Pay More for Environ- Challenges and Opportunities for the New
mentally Friendly Products,” Journal Marketing Age, NTC Publishing
of Consumer Marketing, Vol. 18, No. 6, Group, Lincolnwood.
pp. 503-520.
Peattie, Ken (1995), Environmental
Ling-yee, Li, (1997), “Effect of Collectiv- Marketing Management, Meeting the
ist Orientation and Ecological Green Challenge, Pitman Publishing.
Attitude on Actual Environmental
Purwanto, B.M. (2000), “Pelatihan
Commitment: the Moderating Role
Pengukuran dan Teknik Statistik
of Consumer Demographics and
untuk Riset Keperilakuan”, Yogya-
Product Involvement,” Journal of
karta, 31 Agustus-1 September.
International Consumer Marketing, Vol.
9 No. 4, pp. 31-53. Rao, Akshay R. & Kent B. Monroe,
(1988), “The Moderating Effect of
Maguire, Kelly B., Nicole Owens, &
Prior Knowledge on Cue Utilization
Nathalie B. Simon (2004), “The
in Product Evaluations”, Journal of
Price Premium for Organic Baby
Consumer Research, 15, September, pp.
food: A Hedonic Analysis”, Journal of
253-264.
Agricultural and Resource Economics,
Vol. 29, Iss. 1, April, pp. 132-150. Rao, Akshay R. & Kent B. Monroe,
(1996), “Causes and Consequences
Makatouni Aikaterini, (2002), “What
of Price Premiums”, The Journal of
Motivates Consumers to Buy
Business, Vol. 69, No. 4, October, pp.
Organic Food in the UK?” British
511-535.
Food Journal, Vol. 104 No. 3/4/5/,
pp. 345-352. Schlegelmilch, Bodo B. Greg M. Bohlen
& Adamantios Diamantopoulos,
Martin, Bridget & Antonis C. Simintiras,
(1996), “The Link between Green
(1995), “The Impact of Green
Purchasing Decisions and Measures
Product Lines on the Environment:
of Environmental Consciousness,”
Does What They Know Affect How
European Journal of Marketing, Vol. 30
They Fell?” Marketing Intelligence &
no. 5, pp.35-55.
Planning Vol. 13 No. 4, pp. 16-23.
Sekaran, Uma (1992), Research Method for
McCarty, J.A. & Shrum, L.J. (1994), “The
Business: A Skill-Building Approach,
Recycling of Solid Wastes: Personal
Second Edition, Singapore: John

200 BENEFIT, Vol. 9, No. 2, Desember 2005


Wiley & Sons, Inc. Winarno, F.G. (2003), “Pangan Organik
Sharma, Subhash (1996), Applied Multi- di Kawasan Asia Pasifik,” KOMPAS,
variate Techniques, University of South Senin, 30 Juni 2003, hal. 35.
Carolina, Canada: John Wiley and Yam-Tang, Esther P.Y. & Ricky Y.K.
Sons. Chan (1998), “Purchasing Behav-
Straughan, Robert D. & James A. iours and Perceptions of Environ-
Roberts, (1999), “Environmental mentally Harmful Products,”
Segmentation Alternatives: A Look Marketing Intelligence & Planning, 16/6,
at Green Consumer Behaviour in the pp. 365-362.
New Millennium,” Journal of Consumer Zeithaml, V.A. (1988), “Consumer
Marketing, Vol. 16, No. 6, pp. 558- Perception of Price, Quality and
575. Value: A Means-End Model and
Vlosky, Richard P., Lucie K. Ozanne, & Synthesis for Evidence”, Journal of
Renee J. Fontenot, (1999), “A Marketing, Vol. 52, No. 3, July, pp. 2-
Conceptual Model of US Consumer 22.
Willingness-to-Pay for Environmen-
tally Certified Wood Products,”
Journal of Consumer Marketing, Vol. 16,
No. 2, pp. 122-136.

Pengaruh Kesadaran Lingkungan … (M.F. Shellyana Junaedi) : 189 – 201X 201


202 BENEFIT, Vol. 9, No. 2, Desember 2005
INDEKS

Volume 9, No.1, Juni 2005 Manajemen Konflik Sebagai Variabel


Pemoderasi Hubungan antara Relationship
Integrasi Supply Chain dan Dampaknya Conflict dengan Kreativitas dan Kepuasan
terhadap Performa Perusahaan: Survei Anggota Tim
Pada Perusahaan Penyedia Jasa Makanan
Kunto Wibisono
di Surakarta
71 -85
Ahmad Ikhwan Setiawan & Bambang Suhardi
1 – 20 Burnout dan Pentingnya Manajemen
Beban Kerja
Analisis Focus Group untuk Mendeteksi
F. Lailani, Edy Purwo Saputro & Fereshti
Domain Customer Delight
Nurdiana
Sri Raharso & Sholihati Amalia 86 - 96
21 - 33
Faktor-Faktor Penentu Produktifitas
Pengaruh Partisipasi Anggaran terhadap Kerja Pegawai Kantor Sekretariat Daerah
Kinerja Manajerial: Komitmen tujuan Kabupaten Karanganyar (Pendekatan
Sebagai Variabel Intervening (Studi LPM dan Multinomial Logistic Model)
Empiris Pada Rumah Sakit Tipe A, B, M. Wahyuddin dan Narimo
dan C, di Jawa Tengah dan Daerah 97 - 110
Istimewa Yogyakarta)
Eko Sugiyanto & Lilik Subagiyo
Volume 9, No.2, Desember 2005
34 - 48
Meraih Loyalitas Pelanggan
Analisis Beberapa Faktor yang
Ahmad Mardalis
Mempengaruhi Kinerja Perusahaan
111 - 119
(Studi Kasus pada PDAM Kota
Semarang) Hubungan antara Komitmen Organisasi
Bambang Nolo Kresno,Purbayu Budi Santosa & dan Iklim Organisasi dengan Kepuasan
Agung Riyardi Kerja Karyawan Universitas
49 - 60 Muhammadiyah Surakarta
R. Yudhi Satria R.A.
Analisis Pengaruh Gaya Hidup Wanita
120 - 128
Modern Terhadap Permintaan
Konsumsi Kosmetik di Kota Surakarta Pengaruh Kebijakan Moneter terhadap
Kusdiyanto Hubungan Model Tiga Faktor dengan
61 - 70 Return Saham
Imronudin
129 – 139

Indeks BENEFIT, Vol. 9, No. 2, Desember 2005


INDEKS

Dinamika Sentra Industri Kecil Menuju Kemauan Meningkatkan Keberadaan


Era Perdagangan Bebas Sistem Informasi Sebagai Fungsi
M. Farid Wajdi Keberhasilan Sistem
140 - 152 Noer Sasongko
171 - 188
Good Corporate Culture
Djokosantoso Moeljono Pengaruh Kesadaran Lingkungan pada
153 - 163 Niat Beli Produk Hijau: Studi Perilaku
Konsumen Berwawasan lingkungan
Konteks Budaya Etnis Tionghoa dalam
Manajemen Sumber Daya Manusia M.F. Shellyana Junaedi
189 - 201
Surya Setyawan
164 - 170

Indeks BENEFIT, Vol. 9, No. 2, Desember 2005


PEDOMAN PENULISAN

1. Naskah belum pernah dimuat dalam teks, sedangkan untuk pemakaian


media cetak lain, diketik pada kertas teknis menggunakan simbol %.
kwarto berkualitas baik. Dibuat
8. Nama penulis disertai lembaga atau
sesingkat mungkin sesuai dengan
institusi di bawahnya. Bila penulis
subyek dan metodologi penelitian
lebih dari satu ditulis ke bawah.
(bila naskah tersebut ringkasan
penelitian), biasanya 15-25 halaman 9. Abstrak, ditulis sebelum isi tulisan.
dengan spasi ganda, kecuali untuk Untuk artikel berbahasa Indonesia
kutipan langsung diindent dengan satu abstraknya berbahasa Inggris dan
spasi. begitu pula sebaliknya. Abstrak tidak
boleh matematis, dan mencakup
2. Marjin atas, bawah dan samping
ikhtisar pertanyaan penelitian, metode
harus dibuat paling tidak satu inci.
dan pentingnya temuan dan saran
3. Halaman sampul memuat judul atau kontribusi penelitian.
tulisan, nama penulis, gelar dan
10. Kata kunci, setelah abstrak mencan-
jabatan serta institusinya, alamat e-
tumkan kata kunci untuk kepentingan
mail, ucapan terima kasih dan catatan
pembuatan indeks.
kaki yang menunjukkan kesediaan
penulis untuk memberikan data. 11. Tabel dan gambar, untuk tabel dan
gambar (grafik) sebagai lampiran
4. Halaman, semua halaman termasuk
dicantumkan pada halaman dan
tabel, lampiran dan acuan/referensi
terletak sesudah teks. Sedangkan
bacaan, harus diberi nomor urut.
tabel atau gambar baik dalam naskah
5. Angka dilafalkan dari satu sampai maupun bukan harus diberi nomor
dengan sepuluh dan seterusnya, urut dan tabel.
kecuali jika digunakan dalam tabel, • Tabel atau gambar juga disertai
daftar atau digunakan dalam unit, judul lengkap mengenai isi tabel
kuantitas matematis, statistik, keilmuan atau gambar.
atau teknis seperti jarak, bobot dan • Sumber acuan tabel atau gambar
ukuran. dicantumkan di bawah tabel atau
6. Semua naskah harus disertai dengan gambar.
disket/file yang berisi ketikan naskah • Tabel dan grafik mudah dipahami
dengan menyebutkan jenis pengolah tanpa harus melihat teks penje-
kata dan versinya. lasan.
• Tabel dibuat dengan rapi sedang-
7. Persentase dan Pecahan Desimal,
untuk penulisan yang bukan teknis kan gambar harus dalam bentuk
siap cetak.
menggunakan kata persen dalam

Pedoman Penulisan BENEFIT, Vol. 9, No. 2, Desember 2005


PEDOMAN PENULISAN

12. Daftar acuan, setiap naskah harus • Judul jurnal tidak boleh disingkat.
mencantumkan daftar acuan yang • Kalau lebih dari satu karya oleh
isinya hanya karya yang diacu, penulis yang sama urutkan secara
dengan format: kronologis waktu terbitan. Dua
• Gunakan inisial nama depan karya atau lebih dalam satu tahun
pengarang. oleh penulis yang sama dibedakan
• Tahun terbit harus ditempatkan dengan huruf setelah tanggal.
setelah nama pengarang.

Pedoman Penulisan BENEFIT, Vol. 9, No. 2, Desember 2005

Anda mungkin juga menyukai