Anda di halaman 1dari 10

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT,

Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 617 - 626


Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN IBU, PENDAPATAN KELUARGA,


KECUKUPAN PROTEIN & ZINC DENGAN STUNTING (PENDEK) PADA
BALITA USIA 6 – 35 BULAN DI KECAMATAN TEMBALANG KOTA
SEMARANG

Putri Anindita

Alumnus,**)Dosen Bagian Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan


Masyarakat Universitas Diponegoro

ABSTRAK

Stunting (pendek) merupakan salah satu bentuk gizi kurang yang ditandai
dengan indikator tinggi badan menurut umur. Indikator TB/U memberikan indikasi
masalah gizi yang sifatnya kronis sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung
lama. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan tingkat pendidikan
ibu, pendapatan keluarga, kecukupan protein dan zinc dengan kejadian stunting
(pendek) pada balita usia 6-35 bulan. Penelitian ini merupakan penelitian
penjelasan dengan pendekatan cross sectional dan menggunakan uji Chi
Square. Sampel dalam penelitian ini adalah ibu dengan balita stunting usia 6-35
bulan yang tinggal di Kelurahan Tembalang, Bulusan dan Rowosari, Kota
Semarang yang berjumlah 33 responden. Pengambilan data tingkat pendidikan
ibu dan pendapatan keluarga dengan metode wawancara menggunakan
kuesioner, angka kecukupan protein dan angka kecukupan zinc menggunakan
metode recall 2 x 24 jam yang kemudian hasilnya dibandingkan dengan Angka
Kecukuan Gizi (AKG), status gizi (TB/U) dengan pengukuran langsung. Hasil
penelitian menunjukkan lebih dari separuh ibu (69,7%) minimal telah menempuh
jenjang SMA, sebagian besar keluarga (60,6%) berpendapatan di atas UMR
Kota Semarang, 48,5% tingkat kecukupan protein balita termasuk kategori
kurang, 63,6% tingkat kecukupan zinc balita termasuk kategori kurang. Dari hasil
uji statistik diketahui bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu
(p=0,646) dan pendapatan keluarga (p=1,000) dengan stunting pada balita, ada
hubungan yang positif antara tingkat kecukupan protein (p=0,003) dan tingkat
kecukupan zinc (p=0,032) dengan stunting pada balita. Kesimpulan penelitian ini
adalah semakin sedikit tingkat kecukupan protein dan zinc, maka resiko anak
menjadi pendek semakin besar.

Kata Kunci : Pendidikan Ibu, Pendapatan Keluarga, Tingkat Kecukupan


Protein,Tingkat Kecukupan Zinc, Stunting (pendek), Balita

PENDAHULUAN

Stunting (pendek) adalah salah standar deviasi dengan referensi


satu bentuk gizi kurang yang WHO tahun 2005.1) Indikator TB/U
ditandai dengan tinggi badan memberikan indikasi masalah gizi
menurut umur diukur dengan yang sifatnya kronis sebagai akibat

Putri Anindita
Alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP © 2012 Page 1
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT,
Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 617 - 626
Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm

dari keadaan yang berlangsung menyebabkan kondisi yang


lama, misalnya: kemiskinan, perilaku dinamakan marasmus.4) Protein
hidup sehat dan pola sendiri mempunyai banyak fungsi,
asuh/pemberian makan yang kurang diantaranya membentuk jaringan
baik dari sejak anak dilahirkan yang tubuh baru dalam masa
mengakibatkan anak menjadi pertumbuhan dan perkembangan
pendek. Berdasarkan hasil Riset tubuh, memelihara jaringan tubuh,
Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010, memperbaiki serta mengganti
untuk skala nasional, prevalensi jaringan yang aus, rusak atau mati,
anak balita stunting (pendek) menyediakan asam amino yang
sebesar 35,6 % atau turun 1,2 % diperlukan untuk membentuk enzim
dibandingkan tahun 2007 (36,8 %) pencernaan dan metabolisme, dll.5)
dan angka tertinggi kejadian stunting Zinc merupakan zat gizi yang
(pendek) yakni pada usia 12-23 esensial dan telah mendapat
bulan dengan presentase sebesar perhatian yang cukup besar akhir-
18,5% dengan kategori pendek dan akhir ini. Kehadiran zinc dalam tubuh
23,0% dengan kategori sangat akan sangat mempengaruhi fungsi
pendek.2) Prevalensi stunting kekebalan tubuh, sehingga berperan
(pendek) di Provinsi Jawa Tengah penting dalam pencegahan infeksi
sendiri sebesar 33,9% dengan oleh berbagai jenis bakteri patogen.
kategori pendek sebesar 17,0% dan Berdasarkan peneltian yang sudah
sangat pendek sebesar 16,9% , dan ada, kekurangan zinc pada saat
untuk Kota Semarang, prevalensi anak-anak dapat menyebabkan
stunting (pendek) mengalami stunting (pendek) dan terlambatnya
kenaikan dari 16,54% pada tahun kematangan fungsi seksual. Akibat
2010 dan menjadi 20,66 di tahun lain dari kekurangan zinc adalah
2011.3) meningkatkan resiko diare dan
Kekurangan gizi masa anak- infeksi saluran nafas.6)
anak selalu dihubungkan dengan Ibu memegang peranan penting
kekurangan vitamin mineral yang dalam mendukung upaya mengatasi
spesifik dan berhubungan dengan masalah gizi, terutama dalam hal
mikronutrien tertentu. Beberapa asupan gizi keluarga, mulai dari
tahun terakhir ini telah banyak penyiapan makanan, pemilihan
penelitian mengenai dampak dari bahan makanan, sampai menu
kekurangan mikronutrien, dimulai makanan. Ibu yang memiliki status
dari meningkatnya resiko terhadap gizi baik akan melahirkan anak yang
penyakit infeksi dan kematian yang bergizi baik. Kemampuan keluarga
dapat menghambat pertumbuhan dalam memenuhi kebutuhan pangan
dan perkembangan mental. baik dalam jumlah maupun mutu
Konsekuensi defisiensi mikronutrien gizinya sangat berpengaruh bagi
selama masa anak-anak sangat status gizi anak. Keluarga dengan
berbahaya. Kekurangan protein penghasilan relatif tetap, prevalensi
murni pada stadium berat berat kurang dan prevalensi
menyebabkan kwashiorkor pada kependekan lebih rendah
anak-anak di bawah lima tahun. dibandingkan dengan keluarga yang
Kekurangan protein juga sering berpenghasilan tidak tetap.7)
ditemukan secara bersamaan Dalam penelitian ini bertujuan
dengan kekurangan energi yang untuk mengetahui hubungan

Putri Anindita
Alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP © 2012 Page 2
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT,
Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 617 - 626
Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm

hubungan tingkat pendidikan ibu,


pendapatan keluarga, kecukupan
protein dan zinc dengan kejadian 30,3%
stunting (pendek) pada balita usia 6-
35 bulan.

METODE
69,7%
Penelitian ini menggunakan
metode survei. Peneliti melakukan
pengukuran status gizi (TB/U), Tidak Sekolah & Pendidikan Dasar
perhitungan konsumsi protein dan
zinc menggunakaan food recall 2x Pendidikan Lanjut
24 jam. Jenis penelitian explanatory
research dengan metode survei dan Gambar 4.1 Distribusi Frekuensi
pendekatan yang digunakan adalah Tingkat Pendidikan Ibu
design cross sectional karena
variabel-variabel yang akan diteliti Tingkat pendidikan responden
diambil dalam waktu bersamaan. mayoritas adalah tingkat pendidikan
Uji Hubungan yang lanjut (SMA – PT) sebanyak 23
digunakan adalah uji Chi Square. responden (69,7 %) dan sebanyak
Syarat uji chi square adalah nilai 10 responden (30,3%) ada yang
expected yang kurang dari lima dan tidak sekolah dan memiliki tingkat
atau nilai expected setiap sel yang pendidikan dasar.
kurang dari lima tidak boleh ≥ 50%.
Apabila syarat uji Chi Square tidak
terpenuhi maka analisis hubungan Tingkat Pendapatan Keluarga
menggunakan uji Fisher Exact.
Berdasarkan hasil penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAAN didapatkan hasil :

Karakteristik Responden
39% < UMR
Dalam penelitian ini
responden adalah ibu dengan balita 61% > UMR
stunting (pendek) yang berjumlah 33
pasang. Usia ibu 100% usia dewasa
yaitu diatas 18 tahun. Kelompok usia
balita terdiri dari usia 6 – 35 bulan,
sebanyak 15 responden (45,5%) Gambar 4.2 Distribusi Frekuensi
berjenis kelamin laki-laki dan 18 Tingkat Pendapatan Keluarga
responden (54,5%) berjenis kelamin
perempuan. sebanyak 20 responden (60,6%)
mempunyai penghasilan keluarga
diatas UMR Kota Semarang dan
Tingkat Pendidikan Ibu sisanya yaitu sebanyak 13
responden (39,4%) mempunyai
Berdasarkan hasil penelitian penghasilan keluarga dibawah UMR
didapatkan hasil : Kota Semarang. UMR Kota

Putri Anindita
Alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP © 2012 Page 3
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT,
Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 617 - 626
Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm

Semarang tahun 2012 yaitu sebesar 60,0%


Rp. 991.000,00. 48,5%
50,0%
40,0% 30,3%
Tingkat Kecukupan Energi
Berdasarkan hasil data analisis 30,0% 21,2%
melalui food recall 2 x 24 jam 20,0%
didapatkan tingkat konsumsi energy 10,0%
balita yang dilakukan dapat 0,0%
dikategorikan sebagai berikut pada: Tingkat Kecukupan Protein

100,0% 87,9% Kurang (<80%) Baik (80 - 100%)


80,0% Lebih (>100%)
60,0%
40,0%
20,0% 3% 9,1% Gambar 4.4 Distribusi Tingkat
0,0% Konsumsi Protein Responden
Tingkat Kecukupan Energi
Berdasarkan pendekatan
dengan wawancara responden
Kurang (<100%) Baik (100- 105%)
menggunakaan food recall 2 x 24
Lebih (>105%) jam diketahui sebanyak 16 balita
(48,5%) memiliki tingkat kecukupan
protein kurang, 10 balita (30,3%)
Gambar 4.3 Distribusi Tingkat
memiliki tingkat kecukupan protein
Kecukupan Energi
baik dan 7 balita (21,2%) memiliki
tingkat kecukupan protein lebih.
Sebesar 29 balita (87,9%)
memiliki tingkat kecukupan energi Tingkat Kecukupan Zinc
kurang, 1 balita (3%) memiliki
Berdasarkan hasil data analisis
tingkat kecukupan energi baik dan 3
melalui food recall 2 x 24 jam
balita (9,1%) memiliki tingkat
didapatkan tingkat konsumsi zinc
kecukupan energi lebih.
balita yang dilakukan dapat
dikategorikan sebagai berikut pada:
Tingkat Kecukupan Protein
Berdasarkan hasil data
analisis melalui food recall 2 x 24
jam didapatkan tingkat konsumsi
protein balita yang dilakukan dapat 36,4%
dikategorikan sebagai berikut pada
63,6%

Kurang Baik

Gambar 4.5 Distribusi Tingkat


Kecukupan Zinc Responden

Putri Anindita
Alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP © 2012 Page 4
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT,
Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 617 - 626
Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm

Dari 33 balita yang diambil


sebagi sampel, diketahui sebanyak
21 balita (63,6%) memiliki tingkat 21,2%
kecukupan zinc kurang, 12 balita
(21,2%) memiliki tingkat kecukupan
zinc baik, dan 0 balita yang memiliki
tingkat kecukupan zinc lebih. 78,8%

Riwayat Penyakit Infeksi


Berdasarkan hasil Sangat Pendek Pendek
wawancara menggunakan kuesiner,
didapatkan hasil : Gambar 4.7 Distribusi
40,0% Frekuensi Stunting (pendek)
33,3%
30,0% 27,3% Berdasarkan hasil penelitian
yang telah dilaksanakan bahwa
20,0% 15,2% didapatkan bahwa 26 balita (78,8%)
12,1%
dengan kategori pendek dan 7 balita
10,0% 6,1% 6,1%
(21,2%) dengan kategori sangat
0,0% pendek.
Riwayat Penyakit
Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu
dengan Stunting pada Balita
Tidak Sakit Diare Batuk
Pilek Demam Flek Paru Berdasarkan hasil uji Fisher
Exact diperoleh nilai p= 0,646
(p>0,05), sehingga dapat dikatakan
Gambar 4.6 Distribusi Frekuensi
Riwayat Penyakit Infeksi pada Balita tidak ada hubungan antara tingkat
pendidikan ibu dengan stunting
(pendek) pada balita. Hal ini bisa
Hasil penelitian menunjukkan
disebabkan karena indikator TB/U
bahwa sebanyak 9 balita (27,3%)
tidak mengalami sakit dalam 1 bulan merefleksikan riwayat gizi masa lalu
dan bersifat kurang sensitif terhadap
terakhir. Namun sebanyak 24 balita
perubahan masukan zat gizi, dimana
pernah mengalami sakit dalam 1
dalam hal ini ibu mempunyai
bulan terakhir, yaitu diare sebanyak
2 balita (6,1%), batuk sebanyak 4 peranan dalam alokasi masukan zat
gizi. Berbeda dengan berat badan
balita (12,1%), pilek sebanyak 11
yang dapat naik, tetap atau turun,
balita (33,3%), demam sebanyak 5
tinggi badan hanya bisa naik atau
balita (15,2%), dan flek paru
sebanyak 2 balita (6,1%). tetap pada suatu kurun waktu
tertentu. Pada keadaan normal,
Status Gizi (TB/U) tinggi badan tumbuh seiring dengan
pertambahan umur.8)
Berdasarkan hasil data
penelitian didapatkan kategori status Pengasuhan merupakan
kebutuhan dasar anak untuk tumbuh
gizi responden berdasarkan TB/U
dan berkembang secara optimal.
pada Gambar 4.7 :
Pada masa balita, anak masih

Putri Anindita
Alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP © 2012 Page 5
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT,
Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 617 - 626
Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm

benar-benar tergantung pada terjadinya stunting (p<0,05) adalah


perawatan dan pengasuhan oleh pendidikan ibu.11)
ibunya. Pengasuhan kesehatan dan
makanan pada tahun pertama Hubungan Tingkat Pendapatan
kehidupan sangatlah penting untuk Keluarga dengan Stunting pada
perkembangan anak. Pola Balita
pengasuhan anak tidak selalu sama
di tiap keluarga. Hal ini dipengaruhi Berdasarkan hasil uji Fisher
Exact diperoleh nilai p= 1,000
oleh faktor-faktor yang
mendukungnya natara lain latar (p>0,05), sehingga dapat dikatakan
belakang pendidikan ibu, pekerjaan tidak ada hubungan antara tingkat
ibu, status gizi ibu, jumlah anak pendapatan keluarga dengan
stunting (pendek) pada balita. Hal ini
dalam keluarga, dan sebagainya.
Perbedaan karakteristik ibu yang bisa disebabkan karena pendapatan
mengakibatkan berbedanya pola yang diterima tidak sepenuhnya
pengasuhan yang akan berpengaruh dibelanjakan utnuk kebutuhan
terhadap status gizi anak. Beberapa makanan pokok, tetapi untuk
penelitian berkesimpulan bahwa kebutuhan lainnya. tingkat
status pendidikan seorang ibu pendapatan yang tinggi belum tentu
sangat menentukan kualitas menjamin status gizi baik pada
pengasuhannya. Ibu yang balita, karena tingkat pendapatan
berpendidikan tinggi tentu akan belum tentu teralokasikan cukup
berbeda dengan ibu yang untuk keperluan makan.12)
berpendidikan rendah.9) Penelitian yang dilakukan
Cravioto dkk, Kerr dkk, Karjanti dkk
Hasil penelitian ini sejalan tidak mendapatkan adanya
dengan penelitian Reed dkk pada hubungan antara pendapatan
tahun 1996 yang melaporkan bahwa keluarga dengan pertumbuhan anak.
tidak ada hubungan antara Penelitian satoto juga tidak
pendidikan ibu dengan status gizi menemukan adanya hubungan yang
anak, penelitian ini menemukan bermakna antara kemakmuran
bahwa para ibu yang mempunyai keluarga dengan pertumbuhan
pendidikan yang tinggi bekerja diluar anak.8)
rumah tanpa secara bersamaan Penelitian yang dilakukan oleh
memastikan status gizi sang anak.10) Hadi Riyadi dkk pada tahun 2006
juga menunjukan bahwa tingkat
Penelitian ini berlawanan pendapatan keluarga belum ada
dengan penelitian Salimar yang pengaruh/hubungan dengan status
menyatakan bahwa Ibu gizi indikator TB/U. Hal tersebut
berpendidikan lebih tinggi (≥SLTA) dikarenakan indikator TB/U
berpeluang 1,405 kali memiliki anak merupakan gambaran status gizi
balita gizi normal dibanding ibu masa lampau, sementara nilai
berpendidikan rendah. Penelitian variabel bebas yang dijadikan
salimar dkk dilakukan di 5 wilayah di varibael hanya menunjukan rekaman
Indonesia, hasil analisis berdasarkan waktu yang lebih singkat.13)
wilayah, 4 dari 5 wilayah ditemukan Tidak adanya hubungan antara
bahwa peubah yang dapat tingkat pendapatan keluarga dengan
digunakan untuk memprediksi stunting (pendek) juga sesuai

Putri Anindita
Alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP © 2012 Page 6
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT,
Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 617 - 626
Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm

dengan pendapat Nursalam (2005) meningkatnya resiko kesakitan dan


yang mengatakan pertumbuhan bayi kematian terutama pada kelompok
tidak terlalu berpengaruh dengan rentan biologis.15)
pendapatan keluarga. Apabila Beberapa penelitian yang
keluarga dengan pendapatan rendah sejalan dengan penelitian ini seperti
mampu mengelola makanan yang penelitian Lewi, dkk menunjukan
bergizi dengan bahan yang hubungan tingkat kecukupan protein
sederhana dan murah maka dengan pertumbuhan anak baduta
pertumbuhan bayi juga akan menjadi menunjukkan hubungan yang
baik.14) sedang dan berpola positif artinya
semakin tinggi tingkat kecukupan zat
Hubungan Tingkat Kecukupan gizi (protein) semakin naik
Protein dengan Stunting pada pertumbuhan. Dari hasil uji statistik
Balita didapat ada hubungan yang
signifikan antara tingkat kecukupan
Hasil analisis uji Fisher Exact protein dengan pertumbuhan anaka
diperoleh nilai p= 0,003 (p<0,05), baduta. (p = 0,012 < 0,05).16)
sehingga dapat dikatakan ada Penelitian lain juga menunjukan
hubungan antara tingkat kecukupan bahwa sebagian besar anak baduta
protein dengan stunting (pendek) mengalami kekurangan protein
pada balita. Hasil pada penelitian ini sebanyak 75% dan hal tersebut
sebagian besar balita yaitu menyebabkan pertumbuhan
sebanyak 48,5% memiliki tingkat terhambat.
kecukupan protein yang kurang. Bila protein dikaitkan dengan
Protein sangat penting untuk tinggi badan anak, ada anak-anak
perkembangan setiap sel dalam yang mempunyai tinggi badan
tubuh dan juga untuk menjaga normal yang mengalami defisiensi
kekebalan tubuh. Sebagai salah satu protein. Bahkan sebaliknya anak-
gizi yang sangat dibutuhkan oleh anak yang tinggi badannya pendek
manusia, protein sangat penting di ternyata saat ini mempunyai asupan
masa pertumbuhan. Konsumsi zat protein yang baik. Konsumsi protein
gizi yang kurang dalam waktu yang tidak secara langsung berkaitan
lama bisa menyebabkan Kurang dengan tinggi badan akan tetapi
Energi Protein (KEP), dalam tinggi badan merupakan gambaran
penelitian ini sebanyak 29 dari 33 asupan pangan pada masa lampau.
balita (87,9%) memiliki tingkat
kecukupan energi yang kurang.
Manifestasi KEP tercermin dalam Hubungan Tingkat Kecukupan
bentuk fisik tubuh yang apabila Zinc dengan Stunting pada Balita
diukur secara Anthropometri (TB/U,
BB/U, BB/TB) kurang dari nilai baku Berdasarkan hasil uji Fisher
yang dianjurkan. Dari berbagai hasil Exact diperoleh nilai p= 0,032
penelitian menunjukkan bahwa KEP (p<0,05), sehingga dapat dikatakan
merupakan salah satu bentuk ada hubungan antara tingkat
kurang gizi yang mempunyai kecukupan zinc dengan stunting
dampak menurunkan mutu fisik dan (pendek) pada balita. Hasil pada
intelektual, serta menurunkan daya penelitian ini sebanyak 63,6 % balita
tahan tubuh yang berakibat memiliki tingkat kecukupan zinc

Putri Anindita
Alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP © 2012 Page 7
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT,
Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 617 - 626
Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm

yang kurang dan sisanya sebanyak memiliki sebutan sebagai mineral


36,4% memiliki tingkat kecukupan penyembuh yang sangat
zinc yang baik. Zinc memainkan mendukung fungsi sistem imunitas
peran penting dalam pertumbuhan tubuh. Beberapa bukti ilmiah
dan system imun. Zinc diketahui menunjukkan bahwa banyak
berperan pada lebih dari 300 enzim, penduduk yang masih menderita
baik sebagai bagian dari strukturnya defisiensi zinc. Hal inilah yang
maupun aksi katalik dan menyebabkan rendahnya sistem
regulatorynya.17) imunitas (kekebalan) tubuh
seseorang sehingga menjadi sangat
Zinc juga berinteraksi dengan mudah terserang berbagai
hormon-hormon penting yang terlibat penyakit.18)
dalam pertumbuhan tulang seperti
samatomedin-c, osteocalcin,
testosterone, hormone thyroid dan KESIMPULAN
insulin. Kadar zinc yang sangat
tinggi ditulang dibanding dengan 1. Sebagian besar ibu (69,7%)
jaringan lain ini sangat penting memiliki tingkat pendidikan
dalam memperkuat maatriks tulang. lanjut dan sebagian besar
Zinc juga memperlancar efek vitamin keluarga (60,6%)
D terhadap metabolisme tulang berpendapatan diatas UMR
melalui stimulasi sintesis DNA di sel- Kota semarang yaitu Rp
sel tulang. Oleh karena itu , zinc 991.000,00
sangat erat kaitannya dengan 2. Empat puluh delapan koma lima
metabolisme tulang, sehingga zinc persen (48,5%) tingkat
berperan secara positif pada kecukupan protein balita
pertumbuhan dan perkembangan termasuk kategori kurang
dan sangat penting dalam tahap- 3. Sebagian besar tingkat
tahap pertumbuhan dan kecukupan zinc balita (63,6%)
perkembangan.17) dalam kategori kurang
4. Balita dengan status gizi pendek
Hasil penelitian menunjukkan sebesar 78,8% dan sangat
sebanyak 72,7% balita pernah pendek sebesar 21,2%
mengalami sakit dalam 1 bulan 5. Tidak ada hubungan tingkat
terakhir dan sebanyak 63,6% balita pendidikan ibu dengan stunting
dengan tingkat kecukupan zinc yang (pendek) pada balita usia 6-35
kurang. Asupan zinc merupakan bulan (p value = 0,646)
faktor penting pada modulasi 6. Tidak ada hubungan tingkat
respons imunitas berperantara sel. pendapatan keluarga dengan
Kekurangan zinc berdampak pada stunting (pendek) pada balita
penurunan respons pembentukan usia 6-35 bulan (p value =
antibodi dalam limfa (Chandra and 1,000)
Au, 1980). Kekurangan zinc juga 7. Ada hubungan yang positif
berkaitan dengan respons imunitas tingkat kecukupan protein
yang diindikasikan oleh kuantitas dengan stunting (pendek) pada
limposit dalam darah perifer, balita usia 6-35 bulan (p value =
proliferasi T-lymphocyte, pelepasan 0,003)
IL-2, atau citotoksik limposit. Zinc

Putri Anindita
Alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP © 2012 Page 8
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT,
Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 617 - 626
Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm

8. Ada hubungan yang positif 6. Brown, K.H. 1998. Effect of


tingkat kecukupan zinc dengan Infection on Plasma Zinc
stunting (pendek) pada balita Concentration and Implications
usia 6-35 bulan (p value = for Zinc Status Assesment in
0,032) Low Income countries. Am J
Clin Nutr. ; 68 (Suppl) : 425S -
9S
SARAN 7. Kementerian Kesehatan RI.
Riset Kesehatan Dasar Tahun
Meningkatkan pengetahuan 2010
tentang pentingnya kebutuhan gizi 8. Satoto. Pertumbuhan dan
seimbang baik dengan cara formal Perkembangan Anak
maupun informal dan lebih Pengamatan Anak Umur 0 – 18
memperhatikan asupan gizi anak bulan di kecamatan Mionggo,
sehingga kebutuhan zat gizi baik zat Kabupaten Jepara, Jawa
gizi mikro maupun zat gizi makro Tengah. (Disertasi)
dapat terpenuhi dan lebih memantau 9. Supanto, dkk. Pola Pengasuhan
pertumbuhan anak dengan Anak Secara Tradisional.
seksama, memperhatikan indikator Depdikbud. DIY. 1990
TB/U layaknya perhatian terhadap 10. Jacques Be-Ofuriyua dkk. The
indikator BB/U agar masalah Effect of Maternal Education on
stunting (pendek) pada balita bisa Child Nutritional Status in the
diatasi lebih dini. Democratic Republic of Congo..
diakses pada tanggal 15 Juli
DAFTAR PUSTAKA 2012 diunduh dari
1. Depertemen Kesehatan RI. http://iussp2009.princeton.edu/do
Anak dengan Gizi Baik Menjadi wnload.aspx?submissionId=92718
Aset dan Investasi Bangsa di 11. Karateristik masalah pendek
Masa Depan. 2010 (stunting) pada Balita di seluruh
2. Minarto. Seminar Nasional wilayah Indonesia.Penelitian
dalam rangka memperingati Gizi dan Makanan 2009
Hari Ibu ke-82 tahun 2010 di (Supl.): 63-74. Info pangan dan
Jakarta, 10 Desember 2010 gizi ISSN 0854-1728. VOLUME
3. Dinas Kesehatan Kota XIX NO. 2, 2010
Semarang. Data Penentuan 12. Dayat. Pendapatan per kapita
Status Gizi Kota Semarang dan kesempatan kerja. Diunduh
Tahun 2011 dari
4. Almatsier. Prinsip Dasar Ilmu http://edukasi.net/index.php?mo
Gizi. Jakarta:PT. Gramedia d=script&cmd=Bahan%20Belaja
Pustaka Umum, 2004 r/Modul%20Online/view&id=54&
5. Karsin ES. 2004. Klasifikasi uniq=1475. Diakses pada
pangan dan gizi.Di dalam: tanggal 16 April 2012.
Baliwati YF, Khomsan A, 13. Hadi riyadi, dkk Studi tentang
Dwiriani CM. editor. Pengantar status gizi pada rumah tangga
Pangan dan Gizi. Depok: Miskin dan tidak miskin Jurnal
Penebar Swadaya. Gizi Indonesia 2006,1

Putri Anindita
Alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP © 2012 Page 9
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT,
Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 617 - 626
Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm

14. Nursalam .Asuhan Keperawatan


Bayi dan Anak. Jakarta:
Salemba Medika, 2005
15. Aritonang, Evawany. Kurang
Energi Protein. Gizi Kesehatan
Masyarakat. Universitas
Sumatera Utara. 2004
16. Lewi, dkk. Hubungan
Pengetahuan Gizi Ibu , Gejala
Penyakit Infeksi dan Tingkat
Kecukupan Zat Gizi Terhadap
Pertumbuhan Anak BAduta di
Wiayah Kerja Puskesmas
Noemuti. Diunduh dari
http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/j
urnal/110917_2085-9341.pdf.
diakses pada tanggal 19 April
2012
17. Riyadi, Hadi. Zinc untuk
pertumbuhan dan
perkembangan anak. Prosiding
Seminar Nasional
Penanggulangan masalah
defisiensi seng (Zn) : From
Farm to Table. Southeast Asian
Food and Agricultural Science
and Technology (SEAFAST)
Center, Institut Pertanian Bogor.
Bogor; 2007
18. Formulasi Oralit Baru dan
Suplemen Zink dalam
Penanganan Diare pada Anak.
Vol.8, No.3, Mei 2007. Hal 4,5,9.
Info Badan Pengawas Obat dan
Makanan (POM) RI

Putri Anindita
Alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP © 2012 Page 10

Anda mungkin juga menyukai