Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kolesterol


Kolesterol merupakan salah satu senyawa lemak yang lunak, berwarna kuning dan seperti
lilin yang diproduksi oleh tubuh, terutama di dalam hati. Setiap hari hati menghasilkan
sekitar 800 miligram kolesterol. Selain dari hati kolesterol juga dapat berasal dari makanan
produk hewani seperti kuning telur, otak, daging, ayam, makanan laut, susu dan produk
olahan susu. Kolesterol dalam darah yang langsung berasal dari makanan hanya
seperempatnya diserap di usus, sedangkan sisanya merupakan hasil produksi sel-sel hati.
Kolesterol adalah senyawa lemak kompleks, yang 80% dihasilkan dari dalam tubuh
(organ hati) dan 20% sisanya dari luar tubuh (zat makanan). Kolesterol sangat
dibutuhkan untuk memperoleh kesehataan yang optimal. Kadar kolesterol normal
dalam darah < 200 mg/ dl dan apabila kadar kolesterol dalam darah sudah mencapai
>240 mg/ dl dapat dikatakan kadar kolesterol tinggi (Vella, 2009). Kolesterol sangat
larut dalam lemak, tetapi hanya sedikit larut dalam air dan mampu membentuk ester
dengan asam lemak (Guyton & Hall, 2007).
2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Kadar Kolesterol Dalam Tubuh
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kadar kolesterol dalam tubuh antara
lain :
1) Genetik
Genetik sangat berperan besar terhadap kolesteroltotal dan lipoprotein, yakni
sebesar 45-68%. Sementara itu, ras kulit hitam mempunyai resiko memiliki kadar
kolesterol total yang lebih tinggi, sedangkan ras kulit putih mempunyai resiko
memiliki memiliki kadar trigliserid dan Very Low Density Lipoprotein (VLDL)
yang lebih tinggi (Pranata, 2009).
2) Usia dan Jenis Kelamin
Biasanya jumlah lemak dalam tubuh cenderung meningkat dengan bertambahnya
usia. Usia 40 tahun jumlah lemak sudah berkisar 22% dan usia 50 tahun jumlah
lemak kira-kira 24%. Kondisi wanita jumlah lemak kira-kira 27% pada usia
sekolah, kemudian meningkat menjadi 32% pada usia 40 tahun dan jumlah lemak
kira-kira 34% pada
usia 50 tahun. Semakin tua seseorang, metabolism semakin melambat, sehingga
kalori yang dibutuhkan juga semakin sedikit (Waspadji, 2003).
3) Merokok
Saat menghisap rokok, nikotin yang terkandung dalam rokok menyebabkan eksresi
katekolamin dalam darah meningkat. Peningkatan ini merangsang pemecahan
trigliserida sehingga meningkatkan kadar asam lemak dalam darah. Akibat
meningkatnya asam lemak dapat menyebabkan naiknnya kadar kolesterol
(Kolamasari, 2008).
4) Alkohol
Alkoholisme menyebabkan akumulasi lemak di hati, hiperlipidemia dan
akhirnya sirosis. Beberapa penelitian menunjukan adanya peningkatan kadar asam
lemak bebas pada tikus setelah pemberian dosis tunggal intoksikasi. Peningkatan
asam lemak dapat meningkatkan kadar kolesterol (Guyton & Hall, 2007).
5) Aktivitas
Olahraga dapat memperbaiki profil lipid darah yaitu dengan menurunkan kadar
kolesterol total, kolsterol Low Density Lipoprotein (LDL), kolesterol High Density
Lipoprotein (HDL) dan trigliserida (Soeharto, 2004). Beberapa penelitian
menunjukan dengan melakukan senam aerobik dan lari jogging yang memerlukan
6 kilo kalori permenit selama satu jam 3-4 kali perminggu dalam kurun waktu 6
bulan dapat meningkatkan kolesterol HDL mencapai 33,83%. Selain itu bahwa
penurunan 0,5 kg lemak akan terjadi peningkatan 1% klesterol HDL (Widoyo,
2002).
6) Pola makan
Makan makanan yang terlalu tinggi karbohidrat sederhana berasosiasi dengan
hiperlipidemia, tetapi karbohidrat kompleks seperti zat tepung kurang aterogenik
dibandingkan bentuk karbohidrat lainnya (mono dan disakarida). Beberapa
penelitian melaporkan bahwa penggantian tepung dengan gula pada pasien
hiperlipidemia dapat meningkatan trigliserid serum, kolesterol dan fosfolipid.
Beberapa penelitian menunjukan protein nabati dapat mencegah hiperlipidemia,
tetapi tidak demikian dengan protein hewani. Lemak makanan terdiri dari beberapa
asam lemak yaitu asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. Diet asam lemak
jenuh cenderung menaikan kadar kolesterol dan trigliserid darah, sedangkan asam
lemak tak jenuh tidak (Waspadji, 2003).
2.3 Tanaman Jahe Merah (Zingiber Officinale Var Rubrum)

Jahe (Zingiber officinale rosc) merupakan salah satu jenis tanaman yang

termasuk kedalam suku Zingiberaceae. Nama “Zingiber” berasal dari bahasa

Sansekerta “Singabera” dan Yunani “Zingiberi” yang berarti tanduk, karena bentuk

rimpang jahe mirip dengan tanduk rusa. Officinale merupakan bahasa latin dari

“Officina” yang berarti digunakan dalam farmasi atau pengobatan (Bermawie

dan Purwiyanti dalam Sya’ban 2013).


Tanaman Jahe (Zingiber officinale rosc) dalam dunia tanaman memiliki

klasifikasi sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta

Sub-divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledoneae

Ordo : Zingiberales

Famili : Zingiberaceae

Genus : Zingiber

Species : Zingiber officinale Rosc.

Famili Zingiberaceae terdapat disepanjang daerah tropis dan sub tropis

terdiri atas 47 genus dan 1.400 species. Genus Zingiber meliputi 80 species yang

salah satu diantaranya adalah jahe yang merupakan species paling penting dan

paling banyak manfaatnya (Hapsoh, 2008 dalam Putri, 2014). Ada tiga jenis jahe,

yaitu :

1. Jahe Putih Besar / Jahe Gajah

Varietas jahe ini banyak ditanam di sekitar masyarakat dan dikenal

dengan nama “Zingiber officinale var officinarum”. Ukuran rimpangnya

lebih besar dan gemuk jika dibandingkan jenis jahe lainnya. Jika diiris

rimpang berwarna putih kekuningan. Berat rimpang berkisar 0,18 – 1,04 kg

dengan panjang 15,83 – 32,75 cm, ukuran tinggi 6,02 – 12,24 cm. Ruas

rimpangnya lebih menggembung dari kedua varietas lainnya. Jenis jahe ini

bisa dikonsumsi baik saat berumur muda maupun berumur tua, baik sebagai

jahe segar maupun jahe olahan (Hapsoh, 2008 dalam Putri, 2014).
Gambar 2.1. Jahe Gajah (Zingiber officinale var officinarum)

2. Jahe Putih/Kuning Kecil/Jahe Emprit

Jahe ini dikenal dengan nama Latin “Zingiber officinale var amarum”

memiliki rimpang dengan bobot berkisar antara 0,5 - 0,7 kg/rumpun. Struktur

rimpang kecil-kecil dan berlapis. Daging rimpang berwarna putih

kekuningan. Tinggi rimpangnya dapat mencapai 11 cm dengan panjang

antara 6 - 30 cm dan diameter antara 3,27 - 4,05 cm.

Ruasnya kecil, agak rata sampai agak sedikit menggembung. Jahe ini selalu

dipanen setelah berumur tua (Hapsoh, 2008 dalam Putri, 2014).

Gambar 2.2. Jahe emprit (Zingiber officinale var amarum)

3. Jahe Merah atau Jahe Sunti

Jahe merah (Zingiber officinale var rubrum) berasal dari Asia Pasifik

yang tersebar dari India sampai China. Oleh karena itu kedua bangsa ini

disebut-sebut sebagai bangsa yang pertama kali memanfaatkan jahe terutama

sebagai bahan minuman, bumbu masak dan obat-obatan tradisional

(Setiawan, 2015: 17).

Penyebaran tanaman jahe merah (Zingiber officinale var rubrum) kini

sampai di wilayah tropis dan subtropis, contohnya Indonesia. Jahe merah

(Zingiber officinale var rubrum) disebut juga jahe sunti. Selain itu, banyak

nama lain dari jahe dari berbagai daerah di Indonesia antara lain halia (Aceh),

beeuing (Gayo), bahing (Batak Karo), sipodeh (Minangkabau), jahi


(Lampung), jahe (Sunda), jae (Jawa dan Bali), jhai (Madura), melito

(Gorontalo), geraka (Ternate), dan sebagainya (Setiawan, 2015: 17).

Jahe merah/jahe sunti (Zingiber officinale var rubrum) memiliki

rimpang dengan bobot antara 0,5 - 0,7 kg/rumpun. Struktur rimpang jahe

merah, kecil berlapis-lapis dan daging rimpangnya berwarna kuning

kemerahan, ukuran lebih kecil dari jahe kecil. Memiliki serat yang kasar.

Rasanya pedas dan aromanya sangat tajam. Diameter rimpang 4,2 -4,3 cm

dan tingginya antara 5,2 - 10,40 cm. Panjang rimpang dapat mencapai 12,39

cm. sama seperti jahe kecil, jahe merah juga selalu dipanen setelah tua, dan

juga memiliki kandungan minyak atsiri yang lebih tinggi dibandingkan jahe

kecil, sehingga cocok untuk ramuan obat-obatan (Setiawan, 2015: 23).

Gambar 2.3. Jahe merah (Zingiber officinale var rubrum)

2.3.1. Kandungan Kimia Jahe

Jahe memiliki beberapa kandungan kimia yang berbeda. Senyawa kimia rimpang

jahe menentukan aroma dan tingkat kepedasan jahe. Menurut Rismunandar,

beberapa faktor yang dapat mempengaruhi komposisi kimia rimpang jahe adalah

antara lain: jenis jahe, tanah sewaktu jahe ditanam, umur rimpang saat dipanen,

pengolahan rimpang jahe (Putri, 2014). Komponen yang terkandung dalam jahe

antara lain adalah air 80,9%, protein 2,3%, lemak 0,9%, mineral 1-2%, serat 2-4%,

dan karbohidrat 12,3% (Rahingtyas, 2008).

Menurut Denyer, secara umum jahe mengandung pati, minyak atsiri, serat,

sejumlah kecil protein, vitamin, mineral, dan enzim proteolitik yang disebut

zingibain. Menurut penelitian Hernani dan Hayani(2001), jahe merah mempunyai


kandungan pati (52,9%), minyak atsiri (3,9%) dan ekstrak yang larut dalam alkohol

(9,93%) lebih tinggi dibandingkan jahe emprit (41,48; 3,5 dan 7,29%) dan jahe

gajah (44,25; 2,5 dan 5,81%).

Rimpang jahe juga mengandung senyawa fenolik. Beberapa komponen

bioaktif dalam ekstrak jahe antara lain (6)-gingerol, (6)-shogaol, diarilheptanoid

dan curcumin. Jahe juga mengandung zat aktif shogaol dan gingerol yang berfungsi

untuk membangkitkan energi. Bahkan, para ahli menyebutnya sebagai jenis

tanaman antioksidan terkuat sedunia (Anonim, 2007). Komponen kimia jahe

lainnya dapat dilihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1. Komposisi Kimia Jahe dalam 100 gram


Komponen Jumlah
Jahe Segar
Kalori (kal) 51
Protein (g) 1,5
Lemak (g) 1,0
Karbohidrat (g) 10,1
Kalsium (mg) 21
fosfor (mg) 39
Besi (mg) 4,3
Vitamin A (SI) 30
Thiamin (mg) 0,02
Niasin (mg) 0,8
Vitamin C (mg) 4
Serat kasar (g) 7,53
Total abu (g) 3,70
Kalium (mg) 57,0
Air (g) 86,2
Sumber : Departemen Kesehatan RI, (2000)

Jahe mengandung komponen minyak menguap (volatile oil), minyak tak

menguap (non volatile oil) dan pati. Minyak menguap biasa disebut minyak atsiri.

Minyak atsiri umumnya berwarna kuning, sedikit kental, dan merupakan senyawa

yang memberikan aroma yang khas pada jahe (Soepardie, 2001 dalam Yuwono,

2015). Sedangkan minyak tak menguap disebut oleoresin merupakan komponen

pemberi rasa pedas dan pahit (Setiawan, 2015: 20).

Kandungan minyak atsiri dan oleoresin pada rimpang jahe merah cukup

tinggi sehingga jahe merah memiliki peranan penting dalam dunia pengobatan, baik

pengobatan tradisional maupun untuk skala industri dengan memanfaatkan

kemajuan tekhnologi (Evans, 2002 dalam Hernani & Winarti, 2013). Rasa dominan
pedas pada jahe disebabkan senyawa keton bernama zingeron. Senyawa lain yang

turut menyebabkan rasa pedas pada jahe adalah golongan fenilalkil keton atau yang

biasa disebut gingerol dan [6]-gingerol. Keduanya merupakan komponen yang

paling aktif dalam jahe.

Gambar 2.4. Senyawa Identitas Jahe Merah

2.3.2. Manfaat Jahe Merah Dalam Bidang Kesehatan

Khasiat jahe sudah dikenal turun temurun di antaranya sebagai pereda sakit

kepala, batuk, masuk angin. Jahe juga sering digunakan sebagai obat untuk

meredakan gangguan saluran pencernaan, rematik, obat antimual, mabuk

perjalanan, kembung, kolera, diare, sakit tenggorokan, difteria, penawar racun,

gatal digigit serangga, keseleo, bengkak, serta memar (Setiawan, 2015: 26).

Berdasarkan sejumlah penelitian, jahe memiliki manfaat antara lain untuk

merangsang pelepasan hormon adrenalin dan memperlebar pembuluh darah

sehingga darah mengalir lebih cepat dan lancar. Hal tersebut mengakibatkan

tekanan darah menjadi turun. Komponen yang paling utama adalah gingerol yang

bersifat antikoagulan, yaitu mencegah penggumpalan darah. Gingerol diperkirakan

juga membantu menurunkan kadar kolesterol. Jahe dapat menghambat serotonin

sebagai senyawa kimia pembawa pesan yang menyebabkan perut berkontraksi dan

menimbulkan rasa mual (Sahelian 2007 dalam Amalia 2004).

Ekstrak jahe merah jika diminum dalam dosis rendah 0,2 – 2 mg/kg

menunjukkan efek analgesik dan anti-inflamasi sangat efektif, karena adanya

sinergisitas senyawa dalam ekstrak jahe merah. Bahkan ketika diberikan kepada 8

volunter ternyata sangat efektif dalam mencegah mabuk laut termasuk di dalamnya

vertigo yang berhubungan dengan mabuk laut (Grontved dkk, dalam Hernani &

Winarti, 2013).
Menurut Megawati (2007), Dr.Francesca Borelli dan kawan-kawan dari University

of Naples Frederico mengulas beberapa literatur medis untuk mempelajari jahe,

mereka menemukan enam penelitian yang menguji jahe pada wanita hamil.

Dikemukakan, jahe berfungsi lebih baik dibandingkan plasebo atau vitamin B6 dan

dianggap aman untuk wanita hamil. Jahe, dalam beberapa penelitian, dapat

mengatasi mual, muntah, bahkan hiperemesis gravidarum. Mengonsumsi jahe

dapat merangsang pengeluaran air liur dan memperlancar cairan pencernaan

(Rahingtyas, 2008).

Ekstrak Jahe merah mengandung 3 - 7 % golongan senyawa fenol seperti

flovanoid dan alkaloid. Flovanoid bekerja sama seperti alopurinol sebagai

penghambat enzim xantin oksidase sehingga pembentukan asam urat akan

terhambat (Hayati, 2004 dalam Hernani dan Winarti, 2013). Alkaloid dalam ekstrak

jahe merah mampu menghambat sintesis dan pelepasan leukotrin sehingga

mengurangi rasa nyeri.

Jahe mengandung dua enzim pencernaan yang penting dalam membantu

tubuh untuk mencerna dan menyerap makanan. Pertama, lipase yang berfungsi

memecah lemak dan kedua adalah protease yang berfungsi memecah protein. Jahe

juga sekurangnya mengandung 19 komponen bioaktif yang berguna bagi tubuh.

Senyawa kimia pada jahe di antaranya adalah minyak atsiri yang terdiri dari

senyawa-senyawa : seskuiterpen, zingiberen, bisabolena, zinger-on, oleoresin,

kamfena, limonen, borneol, sineol, sitral, zingiberal, felandren. Disamping itu

terdapat juga shogaol, gingerol, pati, damar, asam-asam organik seperti asam malat

dan asam oksalat, vitamin : A, B dan C, senyawa-senyawa flavonoid dan polifenol

(Setiawan, 2015: 26).

Senyawa zingerone, yang memberikan karakter sangat tajam dari rimpang jahe,

sangat efektif terhadap Escheria coli penyebab diare, terutama pada anak-anak

karena jahe merah memiliki kandungan gingerone dan gingerol yang tinggi yang

berperan dalam menghambat pertumbuhan bakteri Escheria coli dan Bacillus

Subtilis. Sebagai salah satu tanaman obat, jahe memiliki efek farmakologis
seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.2. Efek Farmakologis dari Zat Aktif pada Tanaman Jahe
No Nama Zat Aktif Efek Farmakologis
1 Limoen Menghambat jamur Candida
albicans, obat flu
2 1,8-sineol Mengatasi ejakulasi prematur,
penguat lapar, perangsang aktivitas
syaraf pusat
3 10-dehidrogingerdion Merangsang keluarnya ASI
10-gingerdion Menghambat kerja enzim
6-gingerdion siklooksigenase
6-gingerol
4 ⍺-asam linolenik Anti-pendarahan diluar haid
Merangsang kekebalan tubuh,
merangsang produksi getah bening
5 Arginin Mencegah kemandulan
6 Asam aspartate Perangsang syaraf, penyegar
7 Betha-sitoserol Perangsang hormon androgen,
menghambat hormon estrogen
8 Asam saprilik Antijamur Candida albicans
9 Capsaicin Meningkatkan aktivitas kelenjar
(Seluruh bagian tanaman) endokrin,
10 Asam klorogenik Mencegah proses penuaan
(Seluruh bagiann tanaman)
11 Farnesol Bahan pewangi makanan, parfum dan
merangsang regenerasi sel.
Sumber: (Hariana, 2002 dalam Hernani & Winarti, 2013)

Manfaat-manfaat jahe menurut Setiawan (2015) adalah sebagai berikut :

1. Peluruh dahak atau obat batuk, peluruh keringat, peluruh haid, pencegah mual,

dan penambah nafsu makan.

2. Antiseptik, circulatory stimulant, diaphoretic, peripheral vasolidator.

3. Menghangatkan badan.

4. Minyak atsirinya mempunyai efek antiseptik, antioksidan dan mempunyai

aktivitas terhadap bakteri dan jamur.

5. Secara tradisional digunakan untuk obat sakit kepala, gangguan saluran

pencernaan, stimulansia, diuretik, rematik, menghilangkan rasa sakit, mabuk

perjalanan, dan sebagai obat luar untuk mengobati gatal-gatal akibat gigitan

serangga, keseleo, bengkak, serta memar.

6. Jahe mengandung bahan antioksidan di antaranya senyawa flavonoid dan

polifenol, asam oksalat dan vitamin C. Antioksidan ini dapat mebantu

menetralkan efek merusak yang diakibatkan oleh radikal bebas dalam tubuh.
7. Melindungi system pencernaan dengan menurunkan keasaman lambung dan

menghambat terjadinya iritasi pada saluran pencernaan, hal ini karena jahe

mengandung senyawa aseton dan methanol.

2.3.3. Perkembangan Pengolahan Jahe

Secara umum jahe bisa dikembangkan dalam berbagai produk makanan,

minuman. Beberapa produk yang bisa dikembangkan dari jahe dan telah banyak

beredar di luar negeri adalah acar jahe, roti jahe, biskuit, permen, beer (ginger ale),

sirup, serbuk (Arnoudon, 2002).

Produk-produk dari jahe seperti teh jahe digunakan sebagai karminatif dan

mengobati demam, di China digunakan sebagai tonik. Di Inggris, jahe ditambahkan

pada bir untuk mengobati diare, mual dan muntah. Jahe dikenal mempunyai

aktivitas sebagai antioksidan yang akan membantu menetralisir radikal bebas dan

dapat menghambat kolagenase elastisitas pada kulit sehingga dapat digunakan

sebagai antiselulit (Murad & Marina dalam Hernani & Winarti, 2013).

Produk di dalam negeri yang dibuat dari jahe antara lain, jahe kering,

permen jahe, bubuk jahe, minyak jahe, oleoresin produk berbasis jahe memiliki

berbagai aplikasi di banyak industri seperti pengolahan makanan, farmasi,

minuman ringan, pengalengan daging, kembang gula, pengolahan tembakau,

membuat sabun dengan prospek ekspor yang baik juga. Jahe juga dimanfaatkan

untuk memproduksi minyak jahe dan oleoresin.

Jahe putih besar banyak dimanfaatkan sebagai bahan campuran makanan,

minuman, kosmetika, dan bahan baku dalam kegiatan industri. Semakin pesatnya

kegiatan industri obat-obatan modern, tradisional dan industri-industri lain yang

bermunculan dengan menggunakan bahan baku jahe menyebabkan permintaan ini

meningkat dari tahun ke tahun. Jahe gajah ini tidak hanya berprospek di dalam

negeri saja. Jahe gajah berpotensi sebagai komoditas ekspor yang dikirim dalam

bentuk segar, kering, asinan, minyak atsiri dan oleoresin. Negara pengimpor jahe

gajah saat ini adalah Singapura, Jepang, Jerman, USA, Kanada, Maroko, Perancis,

Hongkong, dan Belanda (Ferdiansyah, 2009).


2.4 Pati Jahe Merah

Pati adalah karbohidrat yang merupakan polimer glukosa, dan terdiri atas amilosa

dan amilopektin (Jacobs dan Delcour, 1998 dalam Herawati, 2010). Pati dapat

diperoleh dari biji-bijian, umbi-umbian, sayuran, maupun buah-buahan. Pati jahe

merupakan hasil samping dari proses pengendapan sari jahe pada proses pembuatan

jahe instan yang masih belum dimanfaatkan untuk bahan makanan. Pemanfaatan

yang sudah dilakukan saat ini, antara lain sebagai campuran makanan untuk ternak

ayam dan itik atau campuran obat untuk ternak sapi dan kambing. Selain itu,

digunakan sebagai bahan untuk dioleskan pada bagian tubuh yang berfungsi

meredakan rasa pegal linu.

Berdasarkan penelitian Witantri (2013), pati jahe merah mampu

menurunkan penyerapan lemak. Sejalan dengan Herawati dan Marjuki (2011),

bahwa penambahan pati jahe pada makanan ayam dapat terjadi penurunan yang

signifikan pada tingkat plasma trigliserida dan tingkat kolestrol. Penelitian Fitriani

(2013), pemberian pati jahe merah sebagai growth promotor pada ransum ayam

kampung periode pertumbuhan dapat meningkatkan laju pertumbuhan karena

mengandung zat bioaktif yang dapat memacu pertumbuhan kerangka tulang.

Pemanfaatan jahe di Indonesia sendiri cukup tinggi, salah satunya

dimanfaatkan sebagai produk jahe instan. Pada proses pengolahan jahe instan akan

didapatkan hasil samping berupa pati jahe yang belum termanfaatkan secara

maksimal bahkan biasanya dibuang.

Pemanfaatan pati jahe ini menjadi kue bawang diharapkan dapat merupakan

salah satu usaha untuk mengurangi penggunaan tepung terigu, dapat juga digunakan

sebagai bahan pengganti tepung tapioka, dan dapat memberikan aroma jahe yang

khas serta menambah kandungan gzi dari produk yang dihasilkan. Penggunaan pati

jahe ini dapat menjadikan kue bawang yang dihasilkan sebagai salah satu jenis

pangan fungsional, karena mengandung komponen bioaktif yang dapat memberi

pengaruh positif pada fungsi metabolisme manusia. Komponen bioaktif pangan

dapat menimbulkan efek fisiologis atau biasa disebut sebagai khasiat pangan.

Anda mungkin juga menyukai