Anda di halaman 1dari 37

ACARA IV

PENILAIAN KARAKTERISTIK BEBERAPA BAHAN PANGAN


A. Tujuan Praktikum
Tujuan dari Praktikum Ilmu Pengetahuan Bahan Acara IV Penilaian
Karakteristik Beberapa Bahan Pangan adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui jumlah bagian yang dapat dimakan (edible portion) dari
sayuran dan buah-buahan.
2. Mengamati beberapa sifat-sifat kimia (pH dan padatan terlarut) buah dan
sayur.
3. Mengamati struktur dan sifat fisik (bentuk, ukuran, berat, warna,
pencoklatan dan struktur jaringan) beberapa umbi-umbian.
4. Mengamati beberapa sifat fisik (warna, aroma/odor, turbidity point)
minyak dan lemak.
B. Tinjauan Pustaka
Kentang secara signifikan merupakan produk penting yang nilai
kandungan makanannya yang hanya dilampaui oleh gandum (Metlickii, 1971
dalam Gegov et al, 2007). Nilai energi kentang ditentukan oleh karbohidrat
(umumnya pati) dengan rata-rata isi 15-19%. Kentang adalah sumber dari
beberapa komponen kimia yang memberikan kesehatan yang baik seperti
vitamin C, tiamin, riboflavin, tiasin, dan

garam-garam Ca, Fe, P

dan K (Gegov et al, 2007).


Wortel berkhasiat sebagai anthelmintik dan diuretik (Thomas, 1995
dalam Widyaningrum dan Wijoyo, 2004). Akar wortel berkhasiat memperkuat
fungsi hati, peluruh air seni, membuang zat tak berguna melalui ginjal,
antiseptik, laksatif, dan melindungi tubuh dari bahan kimia beracun. Daun
wortel liar dan biji berkhasiat diuretik, dan peluruh haid (Dalimartha, 2001
dalam Widyaningrum dan Wijoyo, 2004). Wortel merupakan jenis sayuran
yang menyediakan serat, seperti halnya kebanyakan sayuran. Wortel
merupakan sumber penting karoten dan mencapai kandungan 14% dari total

kandungan

total

vitamin

dalam

susunan

makanan

rata-rata (Gaman dan Sherrington, 1981).


Talas merupakan tanaman sekulen yaitu tanaman yang umbinya
banyak mengandung air . Umbi tersebut terdiri dari umbi primer dan umbi
sekunder. Kedua umbi tersebut berada di bawah permukaan tanah. Hal yang
membedakannya adalah umbi primer merupakan umbi induk yang memiliki
bentuk silinder dengan panjang 30 cm dan diameter 15 cm, sedangkan umbi
sekunder merupakan umbi yang tumbuh di sekeliling umbi primer dengan
ukuran yang lebih kecil. Umbi sekunder ini digunakan oleh talas untuk
melakukan perkembangbiakannya secara vegetatif. Umbi talas memiliki
berbagai macam bentuk yang sangat tergantung dengan lingkungan tempat
tumbuhnya serta varietasnya. Minantyorini dan Hanarida (2002) dalam
Koswara (2010) menyatakan bahwa melakukan identifikasi dan melakukan
klasifikasi terhadap plasma nutfah berbagai jenis talas. Hasilnya menunjukkan
berbagai macam bantuk dari umbi talas, mulai dari yang kerucut (1),
membulat (2), silindris (3), elips (4), halter (5), memanjang (6), datar dan
bermuka banyak (7), dan tandan (8). Umumnya talas yang tersebar di
Indonesia memiliki bentuk kerucut, silindri, atau elips, dengan sebagian kecil
daerah memproduksi talas dengan bentuk umbi membulat, halter, memanjang,
dan tandan. Untuk bentuk umbi datar dan bermuka banyak, hingga kini belum
ada ditemui di Indonesia.

Tabel 4.1. Kandungan Gizi dalam 100 g Talas Mentah, Talas Kukus, dan Talas
Rebus
Komponen

Satuan

Talas mentah

Talas
Talas rebus
kukus
Energi
kal
98
120
Protein
g
1.9
1.5
1.18
Lemak
g
0.2
0.3
0.17
Karbohidrat
g
23.7
28.2
29.31
Kalsium
mg
28.0
31.0
0.026
Fosfor
mg
61
63
Besi
mg
1.0
0.7
Vitamin A
RE
3
0
Vitamin C
mg
4.0
2.0
Vitamin B1
mg
0.13
0.05
Air
g
73.0
69.2
61.0
Bahan
%
85
85
Sumber : a. Direktorat Gizi, Depkes RI (1979) dalam Koswara (2010)
b. Payne et al. (1941) dalam Koswara (2010)
Singkong (Manihot esculenta Crantz) adalah tumbuhan semak
berkayu, tumbuh sepanjang tahun terutama untuk akar-akarnya yang
mengandung tepung. Singkong adalah sumber karbohidrat yang murah untuk
populasi manusia di daerah tropis lembab. Pengolahan singkong, akar
biasanya dikupas untuk membersihkan singkong dari dua penutup luar, yaitu
lapisan luar yang tipis coklat dan kasar penutup bagian parenkim yang
tebal (Olanbiwoninu dan Odunfa, 2012).
Apel banyak mengandung pektin (sejenis serat yang mudah larut)
yang bila dimakan atau

dibuat jus dengan dagingnya akan bermanfaat

sebagai pembersih racun dari dalam tubuh. Kandungan vitamin C dan


kalium pada apel tinggi tetapi kadar gula buahnya rendah, sehingga cocok
bagi yang sedang berdiet, diabetes, dan penderita gejala darah tinggi. Apel
mengandung kuersetin sebagai antioksidan dan asam elagat, asam kafeat,
asam

klorogenat,

dan

glutation

yang

mempunyai

aktivitas

antikanker (Widyaningrum dan Wijoyo, 2004).


Ubi kayu atau singkong (Manihot esculenta Crantz) mempunyai arti
ekonomi terpenting dibandingkan dengan jenis umbi-umbian yang lain.

Daging umbi berwarna putih atau kuning. Kulit ubi jalar (Ipomoea batatas L.)
relatif tipis dibanding dengan kulit pada ubi kayu. Warna daging ubi jalar
bermacam-macam contohnya putih, kuning, jingga kemerah-merahan atau
ungu (Muchtadi, 2011).
Tanaman bengkoang (Pachyrrhizus erosus) dikenal baik oleh
masyarakat kita. Umbi tanaman bengkuang biasa dimanfaatkan sebagai buah
atau bagian dari beberapa jenis masakan. Umbi tersebut bisa dimakan segar,
dibuat rujak, ataupun asinan. Kulit umbinya tipis berwarna kuning pucat dan
bagian dalamnya berwarna putih dengan cairan segar agak manis. Umbinya
mengandung gula dan pati serta forfor dan kalsium. Umbi ini memiliki efek
pendingin karena mengandung kadar air 86-90% (Assaori (2010) dalam
Damayanti, 2010). Bengkuang merupakan tanaman yang memiliki banyak
fungsi. Umbi bengkuang juga mengandung agen pemutih (whitening agent)
yang dapat memutihkan dan menghilangkan tanda hitam dan pigmentasi di
kulit. Bengkuang juga mengandung vitamin C dan senyawa fenol yang dapat
befungsi sebagai sumber antioksidan bagi tubuh (Damayanti, 2010).
Lemak dan minyak merupakan hal yang kita kenal setiap hari. Lemak
yang lazim meliputi mentega, lemak hewan, dan bagian berlemak dari daging.
Minyak terutama berasal dari tumbuhan, termasuk jagung, biji kapas, zaitu,
kacang, dan minyak kedelai. Beberapa lemak dan minyak terutama
menghasilkan satu atau dua asam, dengan sedikit saja asam lainnya.
Contohnya, minyak zaitun menghasilkan 83% asam oleat. Minyak sawit
menghasilkan 43% asam palmitat, dan 43% asam oleat dengan sedikit asam
stearat dan asam linoleat (Hart, 2003).
Lemak dan minyak meskipun serupa dalam struktur kimianya,
menunjukkan keragaman yang besar dalam sifat-sifat fisiknya:
1. Sifat fisik yang paling jelas adalah tidak larut air. Hal ini disebabkan oleh
adanya asam lemak berantai karbon panjang dan tidak adanya gugus-gugus
polar.
2. Viskositas

minyak

dan

lemak

bertambahnya panjang rantai karbon.

cair

biasanya

bertambah

dengan

3. Titik cair kristal-kristal suatu lemak dapat berbeda-beda berdasarkan dua


mekanisme utama. Pertama karena heterogenitas kristal-kristal karena lemak
dan minyak merupakan campuran trigliserida, maka komposisi trigliserida
kristal lemak juga dapat berbeda-beda. Pada umumnya, pendinginan lemak
cair secara cepat akan menghasilkan krital yang terdiri dari campuran
trigliserida. Kristal semacam itu mencair pada suhu lebih rendah daripada
kristal lemak yang lebih homogen. Kedua, oleh karena bentuk polimorfik
yang berbeda-beda. Trigliserida murni dapat mempunyai beberapa bentuk
kristal,

yaitu

ditandai

titik

menunjukkan
cair,

berat

polimorfisme.
jenis,

panas

Masing-masing
laten,

dan

bentuk

stabilitasnya

masing-masing dan juga bentuk-bentuk lain (Buckle et al, 2010).


Buah zaitun yang telah matang berwarna ungu kehitaman dan kerap
diekstrak untuk diambil minyaknya yang dikenal sebagai minyak zaitun
(Nevy (2009) dalam Susilo (2012). Zaitun mengandung alkaloid, saponin,
dan tannin, tapi tidak mengandung sianogenik glikosid. Dalam beberapa
riset juga menemukan adanya flavonoid apigenin, luteolin, chryseriol dan
derivatnya (Fehri et al., (1996) dalam Susilo (2012). Menurut Winarno
(2003) dalam Susilo (2012), Omega-9 (Asam Oleic) banyak ditemukan
dalam minyak zaitun (olive oil). Omega-9 memiliki daya perlindungan
tubuh yang mampu menurunkan LDL, meningkatkan HDL yang lebih besar
dibandingkan Omega-3 dan Omega-6.
Minyak kelapa dan kelapa sawit sebagai sumber kebutuhan minyak
goreng harus dijaga kualitasnya. Penurunan kualitas minyak sangat
dipengaruhi oleh keberadaan asam lemak yang dikandungnya. Faktor yang
menjadi penyebab utama menurunnya kualitas minyak adalah ketengikan,
yaitu proses oksidasi oleh oksigen dari udara terhadap lemak yang
mengakibatkan minyak menjadi tidak layak dikonsumsi. Minyak yang rusak
akibat oksidasi akan menghasilkan bahan pangan dengan rupa yang kurang
menarik dan cita rasa yang tidak enak, serta kurang baik untuk kesehatan.
Proses kerusakan minyak/lemak di dalam bahan pangan dapat terjadi selama
proses pengolahan, misalnya proses pemanggangan, penggorengan dengan

cara deep frying dan selama penyimpanan. Kerusakan ini menyebabkan


bahan pangan berlemak mempunyai bau dan rasa yang tidak enak, sehingga
dapat

menurunkan

mutu

dan

nilai

gizi

bahan

pangan

tersebut

(Fanani, 2009).
Minyak wijen telah ditemukan mengandung jumlah lignan wijen
yang cukup: sesamin, episesamin, dan sesamolin. Minyak wijen juga
mengandung vitamin E (40 mg/100 g minyak), 43% lemak tak jenuh ganda
asam, dan 40% lemak tak jenuh tunggal asam (Sankar, 2006). Minyak wijen
mempunyai kemampuan untuk menurunkan kadar kolesterol serum.
Kombinasi minyak wijen dengan -tocopherol mempunyai pengaruh yang
lebih besar dalam menurunkan kadar kolesterol serum dibandingkan minyak
wijen sendiri. Kombinasi minyak wijen dengan -tocopherol mempunyai
pengaruh yang lebih besar dalam menurunkan kadar trigliserida serum
dibandingkan minyak wijen sendiri. Minyak wijen juga mengandung
sesamin yang merupakan salah satu lignin yang paling banyak dikandung
oleh biji wijen (Fatmawati, 2006).
Minyak wijen mengandung zat yang tidak tersabunkan dalam jumlah
relatif tinggi. Tetapi kandungan tertinggi adalah sterol dan zat yang tidak
dapat dipisahkan dangan pemurnian, sedangkan bahan non minyak lainnya
relatif rendah.

Berikut ini adalah kandungan asam lemak wijen. Asam

lemak jenuh : Palmitat 9,1%, stearat 4,3% dan arachidat 0,8 %. Asam lemak
tak jenuh: Oleat 45,5%, linoleat 40,4% dan linolenat sedangkan Minyak
kelapa sawit mempunyai kandungan asam lemak diantaranya adalah: asam
miristat 1,1 - 2,5 %, asam palmitat 40 - 46 %, asam stearat 3,6 - 4,7 %,
asam oleat 39 45% dan asam linoleat 7 - 11 % (Ketaren, 1986)
Edible portion adalah bagian buah atau sayuran yang dapat
dikonsumsi yang telah dipisahkan dari porsi yang tidak bisa dikonsumsi.
Serangan pada buah dapat menimbulkan kerusakan berupa adanya rautan
(scabbing) pada kulit buah sehingga mengakibatkan terhambatnya
pertumbuhan buah. Serangan trips pada buah manggis tidak mempengaruhi
hasil atau bagian yang dapat dimakan (edible portion) (Fardedi, 2012).

Penentuan keasaman dilakukan untuk mengetahui tingkat keasaman


dari sari buah dan sayur. pH sari buah ini diukur setiap kali sari buah akan
diolah. Sari buah yang telah diambil dimasukkan dalam gelas ukur 100 ml.
Untuk pengukuran pH sari buah digunakan pH-meter yang telah dikalibrasi.
Guna dari pengukuran ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya perubahan
pH setiap kali sari buah akan diolah (Haq, dkk, 2010). Metode untuk
mengetahui pH pada suatu bahan yaitu sayur dan buah-buahan sebanyak
100 gram dihancurkan menggunakan waring blender. Untuk bahan yang
kadar airnya relatif rendah, air destilat sebanyak 100 ditambahkan ke dalam
waring blender sebelum bahan dihancurkan, pH bahan yang telah
dihancurkan diukur dengan menggunakan pH meter sebanyak 3 kali
kemudian nilainya dirata-ratakan (Muchtadi dkk, 2011).
Buah terdiri dari kulit, daging buah, dan biji. Sedangkan sayuran
tergantung jenisnya, apakah sayuran daun, buah, umbi, biji, batang, dan
sebagainya. Untuk memperhitungkan jumlah bagian yang termakan dan
yang terbuang dari sayuran dan buah-buahan perlu diketahui jumlah bagian
yang biasa dimakan dari sayuran dan buah-buahan tersebut. Hal ini penting
diketahui dalam perhitungan rendemen produksi hasil olahan sayur atau
buah. Sifat kimia sayuran dan buah-buahan pun berbeda untuk masingmasing jenis bahan dan tingkat kematangan. Sifat kimia sayur dan buah
biasanya ditetapkan secara obyektif kuantitatif. Adapun beberapa sifat kimia
sayur dan buah biasanya berupa derajat keasaman (pH), padatan terlarut,
total asam tertitrasi dan asam askorbat (vitamin C) (Muchtadi, 2011).
Total padatan terlarut menunjukkan kandungan bahan-bahan yang
terlarut dalam larutan. Semakin tinggi konsentrasi penstabil, semakin tinggi
total padatan terlarutnya. Total padatan terlarut meningkat karena air bebas
diikat oleh

penstabil sehingga konsentrasi bahan yang larut meningkat.

Semakin banyak partikel yang terikat oleh bahan penstabil maka total
padatan yang terlarut juga akan semakin meningkat dan mengurangi
endapan yang terbentuk. Dengan adanya bahan penstabil maka partikel-

partikel yang tersuspensi akan terperangkap dalam sistem tersebut dan tidak
mengendap oleh pengaruh gaya gravitasi (Farikha dkk, 2013).
Untuk mengukur total padatan terlarut dalam sari buah dapat
digunakan dua metode. Metode pertama adalah penggunaan refraktometer.
Pada analisis menggunakan refraktometer ini, buah diperas dan diteteskan
pada prisma yang terdapat dalam refraktometer tersebut kemudian dilihat
skala yang tertera. Metode yang kedua adalah buah yang akan diukur
kadarnya dipotong kecil-kecil kemudian diblender. Total padatan terlarut
diukur dengan menempatkan beberapa tetes dari sari buah ke dalam
refraktometer (Padda, dkk, 2011).
Pada umunya proses pencoklatan dapat dibagi menjadi dua jenis,
yaitu proses pencoklatan yang enzimatik dan yang non enzimatik.
Pencoklatan enzimatik terjadi pada buah-buahan yang mengandung substrat
senyawa fenolik. Di samping katekin dan turunannya seperti tirosin, asam
kafeat, asam klorogenat, serta leukoantosianin dapat menjadi substrat proses
pencoklatan. Proses pencoklatan enzimatik memerlukan adanya enzim fenol
oksidase dan oksigen
tersebut (Winarno, 2008).
C. Metodologi
1. Alat
a. Blender
b. Corong Buncher
c. Erlenmeyer
d. Gelas beker
e. Gelas objek
f. Gelas Penutup
g. Gelas Ukur
h. Hot plate
i. Jangka Sorong
j. Kertas Saring
k. Mikrometer sekrup
l. Mikroskop
m. Mortar
n. Pengaduk
o. pH meter
p. Pipet tetes
q. Pisau

yang harus berhubungan dengan susbtrat

r. Refraktometer
s. Termometer
t. Timbangan Analitik
2. Bahan
a. Alkohol
b. Apel
c. Aquades
d. Bayam
e. Bengkoang
f. Kangkung
g. Kentang
h. Kertas saring
i. Lemak ayam
j. Minyak kelapa sawit
k. Minyak wijen
l. Minyak zaitun
m. Pisang
n. Singkong
o. Talas
p. Tomat
q. Ubi jalar
r. Ubi jalar putih
s. Wortel

3. Cara Kerja
a. Menghitung Jumlah Bagian yang Dapat Dimakan (Edible Portion) dari
Sayuran dan Buah-Buahan
Bayam, apel,pisang,wortel,kentang
Penimbangan dalam keadaan utuh

Pemisahan bagian yang dapat dimakan dengan yang tidak dap

Penimbangan bagian yang dapat dimakan dan nyatakan dalam pe

b. Pengamatan Beberapa Sifat Kimia Buah dan Sayur


1. Keasaman (pH)
Bayam, Apel, Pisang, Kentang, Wortel
Penghancuran dengan blender sebanyak 25 gram. Untuk bahan yang ka

Pengukuran pH bahan dengan menggunakan pH meter


2. Padatan terlarut
1 tetes sampel Bayam,
apel, pisang, kentang, dan
wortel

Penetesan filtrat pada prisma


refraktometer dan Pembacaan dinyatakan
sebagai derajat brix yang tertera pada
refraktometer

c. Pengamatan Struktur dan Sifat Fisik Umbi-Umbian


1. Bentuk

Kentang, Wortel, Talas, Singkong, Bengkoang, Ubi


Jalar Putih

Penggambaran masing masing Umbi secara utuh


2. Ukuran
Kentang, Wortel, Talas, Singkong, Bengkoang,
Ubi Jalar Putih

3. Berat

Pengukuran panjang dan diameter masingmasing jenis umbi dengan menggunakan


mikrometer sekrup
Kentang, Wortel, Talas, Singkong, Bengkoang,
Ubi Jalar Putih

Penimbangan masing-masing jenis umbi dengan


menggunakan timbangan untuk mengetahui
kisaran beratnya.

4. Warna
Kentang, Wortel, Talas, Singkong, Bengkoang,
Ubi Jalar Putih

Pencatatan warna kulit dan daging umbi dari


masing-masing jenis umbi.

5. Pencoklatan
Kentang, Wortel, Talas, Singkong, Bengkoang,
Ubi Jalar Putih

Pengamatan perubahan warna yang terjadi


setelah daging umbi diiris
6. Struktur Jaringan
Kentang, Wortel, Talas, Singkong, Bengkoang,
Ubi Jalar Putih

Pembuatan irisan melintang dan membujur


masing-masing jenis umbi

Pengamatan di bawah mikroskop dengan


perbesaran 40-100 x

d. Pengamatan Beberapa Sifat Fisik Minyak dan Lemak


1. Warna
Minyak Kelapa Sawit, Minyak Zaitun, Minyak Wijen,
Lemak Ayam

Pengamatan secara subjektif warna masingmasing jenis minyak dan lemak

2. Aroma/Odor
Minyak Kelapa Sawit, Minyak Zaitun, Minyak Wijen,
Lemak Ayam

Pengenalan dengan pembauan masing-masing


dari jenis minyak dan lemak

3. Turbidity Point
10 ml sampel (Minyak Kelapa Sawit, Minyak Zaitun,
Minyak Wijen, Lemak Ayam)

50 ml alkohol
Pemasukan pada gelas beker (Sampel :
Alkohol = 1:5)

Pemanasan sampai terbentuk larutan yang jernih


dan termometer ditempatkan pada gelas beker

Pendinginan perlahan-lahan sampai terlihat


kristal-kristal halus lemak terbentuk dan dicatat
suhu pada saat terbentuk kristal-kristal halus
tersebut sebagai tubidity point (titik
kekeruhan)

D. Hasil dan Pembahasan


Tabel 4.3 Hasil Pengamatan Edible Portion Buah dan Sayur
Shift Kelompok

Bahan

1, 4
Pisang
2,
5
I
Bayam
3, 6
Apel
7,11
Bayam
8,12
Wortel
II
9,13
Kentang
10,14
apel
Sumber : Laporan sementara

Berat Awal Berat yang Dapat % Edible


(gram)
dimakan (gram) Portion
69,000
39,200
56,812
106,4
61,300
57,613
83,500
62,800
75,210
131,1
81,900
62,470
70,5
60,800
86,241
126,6
112,100
88,540
91,4
78,400
85,770

Dalam praktikum menghitung jumlah bagian yang dapat dimakan


(edible portion) dari sayuran dan buah-buahan digunakan empat bahan yaitu
apel, tomat, kangkung dan wortel. Praktikum ini diawali dengan menimbang
masing-masing bahan yang masih utuh. Kemudian memisahkan bagian yang
biasa dimakan dan yang tidak dimakan. Selanjutnya menimbang bagian yang
dapat dimakan dan nyatakan dalam persen berat utuh.
Edible portion adalah bagian buah atau sayuran yang dapat dikonsumsi
yang telah dipisahkan dari porsi yang tidak bisa dikonsumsi. Serangan pada
buah dapat menimbulkan kerusakan berupa adanya rautan (scabbing) pada
kulit buah sehingga mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan buah.
Serangan trips pada buah manggis tidak mempengaruhi hasil atau bagian
yang dapat dimakan (edible portion) (Fardedi, 2012).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi besar edible portion dari buah
dan sayur adalah tingkat kematangan buah dan sayur serta varietas/ jenis
buah. Tingkat kematangan buah dan sayur sangat berpengaruh pada jumlah
bagian dari buah atau sayur yang akan dikonsumsi. Pada buah atau sayur
yang kurang atau belum matang, jumlah dari bagian yang dikonsumsi lebih
sedikit daripada buah atau sayur yang telah matang. Hal ini dilihat dari
keadaan pada daging buah. Karena bagian yang biasanya dikonsumsi adalah
pada daging buahnya, Sedangkan jenis/ varietas buah berpengaruh karena

pada tiap-tiap buah berbeda- beda bentuk dan ukurannya, misalkan pada buah
jeruk, ada berbagai macam jenis jeruk dan berbeda-beda pula edible portionnya ( Muchtadi,2011)
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dari tabel 4.3, didapatkan
edible portion dari sampel apel, pada shift 1 kelompok 3 dan 6 sebesar
75,210%, dan pada shift 2 kelompok 10 dan 14 sebesar 85,770%. Sampel
bayam pada shift 1 kelompok 2 dan 5 sebesar 57,613% sedangkan pada shift
2 kelompok 7,

dan 11 sebesar 62,470%. Sampel pisang pada shift 1

kelompok 1 dan 4 sebesar 56,812%. Pada sampel kentang dilakukan


percobaan hanya pada shift 2 saja yaitu kelompok 9 dan 13 88,540%. Dan
terakhir pada sampel wortel hanya dilakukan pada shift 2 kelompok 8 dan 12
sebesar 86,241%.
Menurut DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan), besar edible
portion atau BDD dari buah apel adalah 88%, sedangkan pada praktikum
edible portion buah apel yaitu 75,210 dan 85,770%. Terjadi perbedaan untuk
shift 1 namun pada shift 2 hasil edible portion hamper mendekati dengan
teori. Edible portion dari pisang menurut DKBM adalah sebesar 75%,
sedangkan pada praktikum hasil presentase edible portion pisang yaitu
56,812%. Terjadi perbedaan cukup jauh dengan teori. Berdasarkan DKBM
bayam memiliki BDD (edible portion) sebesar 71%, sedangkan pada hasil
praktikum edible portion bayam yang didapat adalah 57,613 % dan 62,470%.
Hasil ini berbeda dengan teori yang ada. Edible portion wortel berdasarkan
DKBM adalah 88% namun pada praktikum hasil yang didapat adalah
86,241% hasil ini hamper mendekati sesuai dengan teori yang ada. Yang
terakhir untuk sampel kentang berdasarkan DKBM edible portion yang
didapatkan adalah 85%, sedangkan pada hasil praktikum adalah 88,540%
hasil ini melebihi dengan teori yang ada. Faktor penyebab dari terjadinya
perbedaan hasil dengan teori adalah banyaknya bagian buah yang sudah tidak
layak untuk dimakan meskipun sebenarnya adalah bagian dari edible portion
tersebut terjadinya kesalahan pada saat proses penimbangan oleh praktikan.

a. Pengamatan Beberapa Sifat Kimia Buah dan Sayur


Tabel 4.4 Hasil Pengamatan Sifat Kimia Buah dan Sayur
Shift

Kelompok
Bahan
1, 4
pisang
2,
5
bayam
I
3, 6
apel
7,11
Bayam
8,12
Wortel
II
9,13
kentang
10,14
apel
Sumber : Laporan sementara

pH
5,580
6,487
5,480
6,821
6,337
7,186
5,480

Padatan Terlarut (Brix)


5
1
5,2
1
2
1
4,3

pH adalah ukuran keasaman atau alkalinitas suatu larutan. Istilah


yang diturunkan dari konsentrasi ion hidrogen suatu larutan. Metode untuk
mengetahui pH pada suatu bahan yaitu sayur dan buah-buahan sebanyak
100 gram dihancurkan menggunakan waring blender. Untuk bahan yang
kadar airnya relatif rendah, air destilat sebanyak 100 ditambahkan ke
dalam waring blender sebelum bahan dihancurkan, pH bahan yang telah
dihancurkan diukur dengan menggunakan pH meter sebanyak 3 kali
kemudian nilainya dirata-ratakan (Muchtadi dkk, 2011). Padatan terlarut
adalah seluruh bahan padatan yang ada dan larut dalam air didalam umbi
yaitu termasuk gula reduksi, sukrosa, asam asam organik serta vitamin
yang larut dalam air. Pengukuran total padatan terlarut dalam penelitian ini
menggunakan alat refractometer (Narullita, 2013).
Penentuan keasaman dilakukan untuk mengetahui tingkat keasaman
dari sari buah dan sayur. pH sari buah ini diukur setiap kali sari buah akan
diolah. Sari buah yang telah diambil dimasukkan dalam gelas ukur 100 ml.
Untuk pengukuran pH sari buah digunakan pH-meter yang telah
dikalibrasi. Guna dari pengukuran ini adalah untuk mengetahui ada
tidaknya perubahan pH setiap kali sari buah akan diolah (Haq, dkk, 2010).
Total padatan terlarut menunjukkan kandungan bahan-bahan yang
terlarut dalam larutan. Semakin tinggi konsentrasi penstabil, semakin
tinggi total padatan terlarutnya. Total padatan terlarut meningkat karena air

bebas diikat oleh penstabil sehingga konsentrasi bahan yang larut


meningkat. Semakin banyak partikel yang terikat oleh bahan penstabil
maka total padatan yang terlarut juga akan semakin meningkat dan
mengurangi endapan yang terbentuk. Dengan adanya bahan penstabil
maka partikel-partikel yang tersuspensi akan terperangkap dalam sistem
tersebut

dan

tidak

mengendap

oleh

pengaruh

gaya

gravitasi

(Farikha dkk, 2013).


Berdasarkan data pada Tabel 4.4 pada shift 1 didapatkan hasil untuk
nilai pH kelompok 1 dan 4 dengan menggunakan sampel pisang adalah
5,580, untuk kelompok 2 dan 5 dengan menggunakan sampel bayam
didapatkan nilai pH sebesar 6,487 dan yang terakhir untuk sampel apel
oleh kelompok 3 dan 6 adalah 5,490. Untuk shift 2 pada kelompok 7 dan
11 dengan sampel bayam didapatkan nilai pH adalah 6,821. Pada sampel
wortel oleh kelompok 8 dan 12 didapatkan nilai pH 6,337, untuk
kelompok 9 dan 13 dengan sampel kentang didapatkan nilai pH sebesar
7,186 dan yang terakhir adalah kelompok 10 dan 14 dengan sampel apel
didapatkan nilai pH 5,480. Berdasarkan data US FDA (Food and Drug
Administrations) (2007), pH untuk sampel apel berkisar antara 3,3-4,0
Sampel pisang pH yang dimiliki berkisar antara 4,5-5,2. Lalu sampel
bayam memiliki pH sekitar 5,5-6,8 Sedangkan sampel kentang memiliki
pH sekitar 5,4-5.
Hasil praktikum dengan teori yang ada sedikit terjadi perbedaan
pada sampel apel berdasarkan praktikum nilai pH sampel apel adalah 5,45,5 sedangkan menurut teori nilai pH pada sampel apel adalah 3,3-4,0 hal
ini terjadi perbedaan karena faktor varietas kematangan apel yang berbedabeda. Sedangkan untuk sampel pisang hanya sedikit terjadi perbedaan
berdasar praktikum nilai pH adalah 5,580 dan teori adalah berkisar antara
4,5-5,2 hal ini juga berpengaruh pada varietas kematangan buah tersebut.
Pada sampel bayam didapatkan nilai pH adalah 6,8 hal ini sudah sesuai
dengan teori yang ada bahwa nilai pH bayam adalah 5,5-6,8. Untuk
sampel kentang terjadi perbedaan hasil yang jauh berbeda dengan teori

yang ada pada hasil praktikum nilai pH adalah 7,1 sedangkan menurut
teori nilai pH pada kentang adalah 5-,5,4. Menurut Sunarjono (2007)
kondisi tanah dan iklim berpengaruh terhadap nilai pH pada kentang
tersebut.
Berdasarkan Tabel 4.4 untuk nilai padatan terlarut pada sampel
pisang adalah 5brix. Pada sampel bayam adalah 1brix. Pada sampel apel
adalah 5,2 dan 4,3brix. Pada sampel wortel adalah 2brix. Dan yang
terakhir yaitu sampel kentang adalah 1brix. Sedangkan menurut teori
adalah untuk nilai padatan terlarut wortel adalah 6brix, sampel apel
adalah 10brix, sampel pisang 10brix dan sampel kentang adalah 5brix.
Hasil ini berbeda jauh dengan hasil praktikum hal ini terjadi karena
varietas buah dan tingkat kematangan buah yang berbeda-beda.
Faktor yang mempengaruhi besar pH adalah Sifat kimia buah dan
sayur juga meliputi kadar keasaman buah dan sayur tersebut. Menurut
Muchtadi (2011), kadar keasaman atau pH dari buah dan sayur
dipengaruhi oleh bebrapa faktor, antara lain, kesuburan tanah tempat
menanam, umur tanaman, musim selama tanaman tersebut ditanam serta
jenis tanaman. Untuk kesuburan tanah, tergantung dari pupuk yang
digunakan, apabila pupuk yang digunakan memiliki pH rendah maka
tanaman yang ditanam juga memiliki pH rendah begitu pula sebaliknya.
Faktor yang mempengaruhi nilai padatan terlarut adalah varietas
buah, daerah atau lingkungan pertumbuhan buah, umur buah, dan tingkat
kematangan dari buah tersebut (Turkmen dan Eksi, 2011). Selain itu
menurut Farikha (2013) adanya penambahan penstabil juga akan
mempengaruhi nilai total padatan terlarut. Semakin tinggi konsentrasi
penstabil, semakin tinggi total padatan terlarutnya. Peningkatan total
padatan terlarut juga disebabkan karena adanya aktivitas enzim yang
meningkat pada saat proses perlakuan.
Manfaat mengetahui pH dan padatan terlarut adalah mengetahui
teknik yang tepat dalam proses penyimpanan, proses produksi suatu bahan
pangan. Semakin banyak kandungan padatan terlarut dalam suatu larutan

akan membuat larutan tersebut semakin kental dan semakin buram


sehngga viskositas larutan banyak mengandung padatan terlarut lebih
besar, begitu pula Brix larutan yang banyak mengandung padatan terlarut
lebih

besar

nilainya

daripada

lebih

sedikit

padatan

terlarutnya

(Srihari dkk, 2010)


Menurut Harril (1994), besarnya derajat brix suatu bahan ditentukan
olah kandungan air yang terdapat dalam bahan tersebut, besarnya porsi
yang diukur, dan kandungan glukosa yang tedapat dalam bahan tersebut.
Semakin banyak kandungan air yang ada pada bahan maka besarnya
derajat brix semakin sedikit. Jumlah dari bahan yang di uji juga
mempengaruhi besarnya derajat brix, semakin besar porsi yang diukur
makin banyak derajat brix yang didapat. Selanjutnya besarnya derajat brix
ditentukan oleh kandungan glukosa yang terdapat dalam bahan, apabila
kandungan glukosa tinggi maka derajat brix bahan akan semakin tinggi
pula.

b.
Shift Kel

1,4

Bahan

Pengamatan Struktur Fisik Umbi-Umbian


Tabel 4.5 Struktur dan Sifat Fisik Umbi-Umbian
Ukuran Berat
Bentuk
Warna
Coklat
(cm)
(gr)

Kentang

P:7
101,3
D : 4,995

K: Coklat
D: Kuning
Coklat

Struktur Jaringan

Tidak
Perbesaran:100xPerbesaran:100x

2,5

Wortel

P : 13,5
7,24
D : 2,501

P: Orange
D: Orange

Tidak
Perbesaran:100xPerbesaran:100x

3,6

Talas

P : 11,5
164,2
D : 4,025

P: Coklat
Merah
D: Putih

Ada
Perbesaran:400xPerbesaran:400x

7,10 Singkong

P : 19
170,3
D : 2,93

K: Coklat
D: Putih

Ada
Perbesaran:100xPerbesaran:100x

8,11 Bengkoang

P:8
192,9
D : 6,975

P: Coklat
D: Putih

Ada
Perbesaran:100xPerbesaran:100x

II
9,12

Ubi Jalar
Putih

P : 14,4 245,7
D : 4,91

P: Krem
D: Putih
Kuning

Ada
Perbesaran:100xPerbesaran:100x

13,14 Kentang

P : 8,29
147,3
D : 5,67

P: Coklat
D: Kuning

Ada
Perbesaran:100x Perbesaran:40x

Sumber: Laporan Sementara

Dalam praktikum pengamatan struktur dan sifat fisik umbi-umbian


ini bertujuan untuk mengetahui gambaran lebih jelas terhadap umbiumbian tersebut. Gambaran tersebut meliputi bentuk, ukuran, berat,
pencoklatan, dan struktur jaringan secara melintang maupun membujur.
Sampel yang digunakan pada praktikum ini adalah kentang, wortel, talas,
singkong, bengkoang, ubi jalar putih.
Dalam praktikum bentuk dari bahan atau sampel yang dipakai
tersebut dengan menggambar masing-masing jenis umbi secara utuh.
Untuk ukuran, dari bahan atau sampel yang dipakai mengukur panjang dan
diameter terbesar dan terkecil atau tebal masing-masing jenis umbi dengan
menggunakan mikrometer sekrup. Untuk berat, dari bahan atau sampel
yang

dipakai

menimbang

masing-masing

jenis

umbi

dengan

menggunakan timbangan untuk mengetahui kisaran berat. Untuk


pencoklatan, dari bahan atau sampel yang dipakai mengamati perubahan
warna yang terjadi setelah daging umbi diiris. Untuk struktur jaringan,
membuat irisan melintang dan membujur masing-masing umbi, kemudian
mengamatinya dibwah mikroskop dengan perbesaran 40-400 kali dan
menggmabar struktur jaringan yang terlihat.
Pada praktikum yang sudah dilakukan dapat diketahui berat dan
ukuran dari sampel. Untuk sampel kentang pada shift 1 didapatkan
panjang 7 cm; Diameter 4,995 cm. Dengan berat 101,3 gram dan warna
kulit kecoklatan sedangkan warna daging kulit yaitu kuning kecoklatan.
Tidak

terjadi

pencoklatan

setelah

dikupas.

Struktur

jaringannya

penampang melintang dan membujurnya hampir sama yaitu bulat-bulat


kecil tidak menyeluruh. Untuk sampel wortel pada shift 1 didapatkan
panjang 13,5 cm; Diameter 2,5016 cm. Dengan berat 72,4 gram dan warna
kulit orange sedangkan pada daging kulit berwarna orange. Tidak terjadi
pencoklatan setelah dikupas. Struktur jaringannya penampang melintang
dan membujurnya hampir sama yaitu serabut kecil memanjang dengan
bulatan kecil kecil.
Pada sampel talas pada shift 1 didapatkan panjang 11,5 cm; Diameter
4,025 cm. Dengan berat 164,2 gram dan warna kulit coklat kemerahan

sedangkan pada daging kulit berwarna putih. Terjadi pencoklatan setelah


dikupas. Struktur jaringannya penampang melintang dan membujurnya
hampir sama dengan adanya bulat-bulat kecil membentuk garis
memanjang dan lonjong yang menyeluruh.Untuk sampel singkong pada
shift 2 didapatkan panjang 19 cm; Diameter 2,93 cm. Dengan berat 170,3
gram dan warna kulit coklat sedangkan pada daging kulit berwarna putih.
Terjadi pencoklatan setelah dikupas. Struktur jaringannya penampang
melintang dan membujur yaitu bulat-bulat kecil tidak menyeluruh.
Pada sampel bengkoang pada shift 2 didapatkan panjang 8 cm;
Diameter 6,975cm. Dengan berat 192,9 gram dan warna kulit coklat
sedangkan pada daging kulit berwarna putih. Terjadi pencoklatan setelah
dikupas. Struktur jaringannya penampang melintang dan membujurnya
hampir sama dengan bulat-bulat kecil penuh. Untuk sampel ubi jalar putih
pada shift 2 didapatkan panjang 14,4 cm; Diameter 4,91 cm. Dengan berat
245,7 gram dan warna kulit krem sedangkan pada daging kulit berwarna
putih

kekuningan.

Terjadi

pencoklatan

setelah

dikupas.

Struktur

jaringannya penampang melintangnya bulat kecil hampir menyeluruh dan


membujurnya garis garis halus secara tidak menyeluruh.
Pada sampel kentang pada shift 2 didapatkan panjang 0,29 cm;
Diameter 5,67 cm. Dengan berat 147,3 gram dan warna kulit coklat muda
sedangkan pada daging kulit berwarna kuning. Terjadi pencoklatan setelah
dikupas. Struktur jaringannya penampang melintang bulat bulat agak besar
tetapi tidak menyeluruh, sedangkan membujurnya bulat bulat kecil
setengah menyeluruh.
Reaksi pencoklatan dibagi menjadi dua yaitu pencoklatan enzimatis
dan non enzimatis. Pencoklatan enzimatis disebabkan oleh aktivitas enzim
phenolase dan oliphenolase. Pada buah utuh, sel-selnya masih utuh,
dimana substrat yang terdiri atas senyawa-senyawa fenol terpisah dari
enzim phenolase sehingga tidak terjadi reaksi browning. Apabila sel pecah
akibat terjatuh/memar atau terpotong (pengupasan, pengirisan) substrat
dan enzim akan bertemu pada keadaan aerob (terdapat oksigen) sehingga
terjadi reaksi browning enzimatis (Harianingsih, 2010).

Pencoklatan pada buah-buahan mentah adalah masalah utama dalam


industri makanan dan dipercaya menjadi salah satu penyebab utama
penurunan kualitas selama pasca panen penanganan dan pengolahan.
Browning dapat menyebabkan perubahan yang merugikan dalam
penampilan dan sifat organoleptik makanan, nilai pasar, dan dalam
beberapa kasus, lengkap pengecualian produk makanan dari pasar tertentu.
Biasanya, pencoklatan enzimatik bisa diukur menggunakan indikator
browning melalui indeks biokimia, misalnya menggunakan aktivitas
polifenol oksidase atau dengan indikator fisik, yaitu perubahan warna pada
permukaan bahan pangan (Quevedo et al, 2009).
Salah satu faktor yang mempengaruhi reaksi pencoklatan adalah
asam askorbat, tirosin, enzim dan polifenol yang tersedia. Asam askorbat
dapat bekerja menghambat reaksi pencoklatan atau sebagai inhibitor dari
enzim polifenol oksidase. Karena asam askorbat dapat menghambat enzim
poliphenol oksidase dalam membentuk melanin (Wahyuningsih,2010).
Menurut He et al. (2008), pencoklatan enzimatik adalah reaksi
perubahan warna yang terjadi pada buah-buahan, sayuran dan daun teh.
Reaksi pencoklatan membutuhkan adanya oksigen, senyawa fenolik dan
polifenol oksidase (PPO) dan biasanya diawali dengan oksidasi enzimatik
dari monophenols menjadi o-difenol dan o-difenol menjadi kuinon, yang
mengalami polimerisasi non-enzimatik lanjutan yang mengarah ke
pembentukan pigmen. Sampel yang mengalami pencoklatan adalah talas,
singkong, bengkoang, ubi jalar putih, dan kentang pada shift 2.

c. Pengamatan Beberapa Sifat Fisik Minyak dan Lemak


Tabel 4.4 Sifat Fisik Minyak dan Lemak

Shift

Kelompok
1,4

II

2,5

Bahan

Warna awal

Aroma

Turbidity
point (oC)

Minyak
Zaitun
Minyak
Kelapa
Sawit

Kuning
Bening

Khas
zaitun

39

Kuning Tua

Tidak
berbau

40

3,6

Lemak
Ayam

Kuning
Keruh

7,11

Minyak
Zaitun

Kuning
Jernih

8,12

Minyak
Kelapa
Sawit

Kuning
Keemasan

9,13

Lemak
Ayam

Kuning
Keruh

10,14

Minyak
Wijen

Kuning
Kecoklatan

Khas
lemak
ayam
Khas
minyak
zaitun
Tidak
berbau
Khas
lemak
ayam
Khas
minyak
zaitun

43

48

41

46

40

Sumber : Laporan Sementara


Dalam praktikum ini minyak yang akan diamati antara lain minyak
kelapa sawit, lemak ayam, minyak wijen dan minyak sawit. Tiap masingmasing minyak diamati warna, odor/aroma, dan turbidity point-nya.
Turbidity point dilakukan dengan memasukkan sejumlah sampel pada
gelas beker yang berisi alkohol dengan perbandingan 1:5, yang kemudian
dipanaskan sampai terbentuk larutan yang jernih. Setelah itu termometer
ditempatkan pada gelas beker, larutan tersebut didinginkan perlahan-lahan
sampai terlihat kristal-kristal halus lemak yang terbentuk. Suhu pada saat
terbentuk kristal-kristal halus tersebut dicatat sebagai turbidity point / titik
kekeruhan.
Turbidity point merupakan sifat optik akibat dispersi sinar dan dapat
dinyatakan sebagai perbandingan cahaya yang dipantulkan terhadap
cahaya yang tiba. Intensitas cahaya yang dipantulkan dari suatu suspensi
adalah fungsi konsentrasi jika kondisi-kondisi lainnya konstan. Turbidity
Point ini ditetapkan dengan cara menidnginkan campuran minyak dan
lemak dengan pelarut lemak. Seperti diketahui, minyak dan lemak
kelarutannya. Campuran tersebut kemudian dipanaskan sampai terbentuk
larutan yang sempurna. Kemudian didinginkan dengan perlahan lahan
sampel minyak dan lemak dengan pelarutnya mulai terpisah dan mulai
menjadi keruh. Temperatur pada waktu mulai terjadi kekeruhan, dikenal
sebagai titik kekeruhan (Turbidity point). Faktor yang mempengaruhi
perbedaan

turbidity

point

adalah

konsentrasi,

ketebalan

dan

warna (Ketaren, 1986).


Dari hasil praktikum dapat dilihat warna dari minyak zaitun dari shift
1 adalah berwarna kuning bening, aroma/odor dari minyak zaitun ini
adalah khas minyak zaitun. Sedangkan untuk turbidity point-nya adalah
39oC. Sedangkan pada minyak kelapa sawit pada shift 1 minyak berwarna
kuning tua dengan aroma tidak berbau dan didapatkan turbidity point-nya

sebesar 40oC. Untuk sampel lemak ayam pada shift 1 didapatkan warna
kuninng keruh dengan aroma khas lemak ayam dan didapatkan turbidity
point sebesar 46oC.
Pada sampel minyak zaitun shift 2 didapatkan warna kuning jernih
dengan aroma khas minyak zaitun dan turbidity point sebesar 48oC. Pada
sampel minyak kelapa sawit shift 2 didapatkan warna kuning keemasan
dan aroma tidak berbau dengan turbidity point 410C. Pada sampel lemak
ayam shift 2 didapatkan warna kuning keruh dan aroma khas lemak ayam
tidak berbau dengan turbidity point 460C. Sampel terakhir minyak wijen
pada shift 2 didapatkan warna kuning kecoklatan dan beraroma khas
minyak wijen dengan turbidity point sebesar 40oC. Ini menandakan bahwa
semakin tinggi Turbidity point, maka semakin baik kualitasnya.
Menurut Sudarmadji dkk (2010) dalam teknologi makanan, lemak
dan minyak memegang peranan yang penting. Biasa dipergunakan untuk
menggoreng makanan sehingga bahan makanan yang digoreng akan
kehilangan sebagian besar air yang dikandungnya dan menjadi kering.
Minyak dan lemak memberikan rasa gurih spesifik minyak yang lain dari
gurihnya protein. Minyak juga member aroma yang spesifik. Dalam duia
teknologi roti (bakery technology), lemak dan minyak penting dalam
memberikan konsentrasi empuk, halus dan berlapis-lapis. Bahan lemak
atau mentega yang dipakai dalam pembuatan roti dan kue dikenal sebagai
shortening. Juga dalam teknologi es krim (ice cream) lemak dan minyak
memberikan tekstur yang lembut dan lunak. Minyak (nabati) merupakan
bahan utama pembuatan margarin (mentega tiruan) sedangkan lemak
(hewani, terutama susu) merupakan bahan utama pembuatan mentega
(butter).

d. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari Praktikum Ilmu Pengetahuan Bahan
Acara IV Penilaian Karakteristik Beberapa Bahan Pangan adalah sebagai
berikut :
1.

Edible portion dari sampel pisang sebesar 56,812% , sampel bayam


sebesar 57,613 dan 62,470%, sampel apel sebesar 75,210% dan 85,770%,

sampel wortel sebesar 86,241% dan pada sampel kentang adalah 88,540%.
2. Derajat Brix sampel pisang adalah 5brix, sampel bayam adalah 1brix,
sampel apel adalah 5,2brix dan 4,3brix. Pada sampel wortel adalah
2brix, pada sampel kentang 1brix.
3. Besarnya derajat brix bahan yang diuji berdasarkan teori berbeda dengan
hasil praktikum dipengaruhi oleh varietas buah dan tingkat kematangan
buah itu sendiri.

4. pH sampel pisang adalah 5,580. Pada sampel bayam adalah 6,487 dan
6,821. Untuk sampel apel adalah 5,480 dan 5,490. Pada sampel wortel
adalah 6,337 dan sampel kentang adalah 7,186.
5. Susunan struktur jaringan membujur dan melintangnya berbeda antar satu
sampel dengan sampel lain
6. Pencoklatan terjadi pada sampel talas, singkong, bengkoang, ubi jalar putih
dan kentang.
7. Warna dari sampel minyak zaitun shift 1 berwarna kuning bening. Sampel
minyak kelapa sawit shift 1 berwarna kuning tua. Sampel lemak ayam shift
1 berwarna kuning keruh, sampel minyak zaitun shift 2 berwarna kuning
jernih. Sampel minyak kelapa sawit shift 2 berwarna kuning keemasan.
Sampel lemak ayam pada shift 2 berwarna kuning keruh. Sampel minyak
wijen shift 2 berwarna kuning kecoklatan.
8. Aroma/odor dari sampel minyak zaitun shift 1 beraroma khas minyak
zaitun. Sampel minyak kelapa sawit shift 1 tidak beraroma. Sampel lemak
ayam shift 1 beraroma khas lemak ayam. Sampel minyak zaitun shift 2
beraroma khas minyak zaitun. Sampel minyak kelapa sawit shift 2 tidak
beraroma. Sampel lemak ayam pada shift 2 beraroma khas lemak ayam.
Sampel minyak wijen shift 2 beraroma khas minyak wijen.
9. Tubidity point dari sampel minyak zaitun shift 1 adalah 39 0C. Sampel
minyak kelapa sawit shift 1 adalah 40 0C. Sampel lemak ayam shift 1
sebesar 460C. Sampel minyak zaitun shift 2 sebesar 48 0C. Sampel minyak
kelapa sawit shift 2 sebesar 410C. Sampel lemak ayam pada shift 2 sebesar
460C. Sampel minyak wijen shift 2 sebesar 400C.

DAFTAR PUSTAKA

Apriliyanti, Tina. 2010. Kajian Sifat Fisikokimia dan Sensori Tepung Ubi Jalar
Ungu (Ipomoea Batatas Blackie) dengan Variasi Proses
Pengeringan. Skripsi. Universitas Sebelas Maret.
Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, M. Wootton. Ilmu Pangan. 2010. UI
press, Jakarta,
Daftar Komposisi Bahan Makanan tiap 100 gram. Jakarta
Damayanti, Keny. 2010. Pembuatan Tepung Bengkuang dengan Kajian
Konsentrasi Natrium Metabisulfit (NA2S2O5) dan Lama Perendaman.
Skripsi. Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur
Surabaya.
Fanani, Zainal, Desnelli. 2009. Kinetika Reaksi Oksidasi Asam Miristat, Stearat,
dan Oleat dalam Medium Minyak Kelapa, Minyak Kelapa Sawit, serta
Tanpa Medium. Jurnal Penelitian Sains. Jurusan Kimia FMIPA,
Universitas Sriwijaya, Sumatera Selatan, Indonesia. Januari 2009.
Volume 12 Nomer 1(C) 12107.
Fardedi. Maryana. 2012. Trips (Thysanoptera: Thripidae) Pada Bunga dan Buah
Manggis serta Hubungannya dengan Kejadian Burik. Jurnal Politeknik
Payakumbuh. Vol 2, Hal 119-128.
Farikha, Ita Noor, Choirul Anam, Esti Widowati. 2013. Pengaruh Jenis Dan
Konsentrasi Bahan Penstabil Alami Terhadap Karakteristik Fisikokimia

Sari Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) Selama Penyimpanan.


Jurnal Teknosains Pangan Vol 2 No 1 Januari 2013.
Fatmawati, Nur Khoma. 2006. Efek Proteksi Kombinasi Minyak Wijen dengan Tocopherol terhadap Steatosis Melalui Penghambatan Stres Oksidatif
pada Tikus Hiperkolesterolemia. Jurnal Teknologi Pertanian Universitas
Mulawarman. Maret 2006. ISSN 1858-2419 Vol. 1 No. 2
Gaman, P. M. dan K. B. Sherrington. 1981. Ilmu Pangan Pengantar Ilmu Pangan,
Nutrisi dan Mikrobiologi Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Gegov, Y, G. Pevicharova, E. Nacheva and V. Slavchev. 2007. Potato Breeding
Lines Suitable For Production of Frozen French Fries. Bulgarian Journal
of Agricultural Science Vol 13: 15-29
Haq, Geugeut Istifany, Anna Permanasari, Hayat Sholihin. 2010. Efektifitas
Penggunaan Sari Buah Jeruk Nipis terhadap Ketahanan Nasi. Jurnal
Sains dan Teknologi Kimia, Vol. 1, No.1 April 2010, Hal. 44-58.
Harianingsih.2010. Pemanfaatan Limbah Cangkang Kepiting Menjadi Kitosan
sebagai Bahan Pelapis (Coater) pada Buah Stroberi. Tesis. Teknik Kimia
Universitas Diponegoro Semarang.
Harril, Rex. 1994. Using A Refractometer to Test the Quality of Fruits and
Vegetables. Pineknoll Publishing. Keedysville..
Hart, Harold. 2003. Kimia Organik Suatu Kuliah Singkat Edisi Keenam
(terjemahan Suminar Achmadi). Jakarta: Erlangga.
He, Qiang., Yaguang Luo, and Pei Chen. 2008. Elucidation of The Mechanism of
Enzymatic Browning Inhibition By Sodium Chlorite. Journal Food
Chemistry 110 (2008) 847851.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan Cetakan-1.
Jakarta. UI-Press.
Koswara, Sutrisno. 2010. Teknologi Pengolahan Umbi-Umbian Bagian 1 :
Pengolahan Umbi Talas. Modul. Southeast Asian Food and Agricultural
Science and Technology (SEAFAST) Center Research and Community
Service Institution. Bogor Agricultural University.
Muchtadi, Tien R. 2011. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Yogyakarta : Alfabeta.
Narullita, Annisa. 2013. Sifat Fisik Ubi Jalar ( Ubi Jalar Gisting Kabupaten
Tanggamus dan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan) Pada dua
Metode Penyimpanan. Jurnal Teknologi Pertanian Lampung. Vol 2, No3.
Hal 133-146.
Olanbiwoninu.A.A and Odunfa S.A. 2012. Enhancing the Production of Reducing
Sugars from Cassava Peels by Pretreatment Methods. International
Journal of Science and Technology Vol 2 (9): 650-657

Padda, Malkeet S, dkk. 2011. Methods to Analyze Physico-Chemical Changes


during mango Ripening: A Multivariate Approach. Postharvest Biology
and Technology 62 (2011) 267-274.
Quevedo, Roberto, Marcela Jaramillo, Oscar Diaz, Franco Pedreschi dan Jose
Miguel. 2009. Quantification of Enzymatic Browning in Apple Slices
Applying The Fractal Texture Fourier Image. International Journal of
Food Engineering. 95, Page 285-290.
Sankar, D. 2006. Effect of Sesame Oil on Diuretics or -blockers in the
Modulation of Blood Pressure, Anthropometry, Lipid Profile, and Redox
Status. Yale Journal Of Biology And Medicine, India, Vol. 1, No. 79:1926.
Srihari, Endang., Farid Sri Lingganingrum, Rossa Hervita., dan Helen Wijaya.
2010. Pengaruh penambahan Maltodekstrin pada Pembuatan Santan
Kelapa Bubuk. Jurnal Seminar Rekayasa Kimia dan Proses. ISSN 14114216.
Sudarmadji, Slamet. 2010. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta :
Liberty Yogyakarta.
Susilo, Tegar Yudhi. 2012. Khasiat Minyak Zaitun (Olive Oil) Dalam
Meningkatkan Kadar HDL (High Density Lipoprotein) Darah Tikus
Wistar Jantan (Penelitian Eksperimental Laboratoris). Skripsi.
Universitas Jember.
Turkmen, Ilkay, dan Aziz Eksi. 2011. Brix Degreeand Sorbitol / Xylitol level of
Authentic Pomegranate ( Punica Granatum) Juice. Food Chemistry 127.
US.FDA. 2007. Acidified an Low-Acid Canned Foods, Approximate pH of Foods
and Food Products. Americans.
Wahyuningsih. 2010. Pengaruh Tirosin, Asam Askorbat, Enzim Polifenol Xidase
(PPO) Terhadap Perubahan Warna Kentang. E-Journal Universitas
Diponegoro. Vol. 1 No.6 Hal: 1-4.
Widyaningrum, Yulia dan Yosef Wijoyo. 2004. Efek Hepatoprotektif Kombinasi
Jus Wortel Dan Apel Hijau Pada Mencit Jantan Terinduksi Parasetamol.
Jurnal Sigma. Vol. 7, No.2, Juli 2004: 173 181.
Winarno, F. G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

ACARA IV
PENILAIAN BEBERAPA KARAKTERISTIK BAHAN PANGAN

Kelompok 3:
1. Angela Citra. S
2. Halwa Latief Naja

(H0914015)
(H0914036)

3. Joshua Christmas
(H0914045)
4. Mayda Alana Fitri
(H09140)
5. Nabilla Ayuningrat (H0914064)
6. Rizkina Lestari Utami (H0914081)

ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2016

Lampiran Perhitungan

Perhitungan Edible Portion


% Edible Portion =

Berat yang dapat dimakan ( gram )


Berat awal ( gram )

1. Sampel Apel
Kelompok 3 & 6 (Shift 1)

100%

% Edible Portion =

62,800
83,500

= 75,20%

Lampiran

x 100%

Gambar 4.1 Pengukuran pH

Gambar 4.3 Struktur Melintang


Wortel

Gambar 4.2 Peneraan dengan Refraktometer

Gambar 4.4 Struktur Membujur


Wortel

Anda mungkin juga menyukai