Anda di halaman 1dari 22

SKS : 3 (2-1)

A. Pendahuluan
1. Deskripsi Singkat
Pencernaan makanan merupakan aktivitas organ-oragn pencernaan
atau dikenal dalam istilah ilmiahnya yaitu “tractus digestivus” dengan
didukung oleh kehadiran kelenjar-
kelenjar pencernaan. Kegiatan
utama pencernaan ini terutama
Tujuan
adalah untuk mempersiapkan bahan-
Pembelajaran Khusus
bahan makanan yang masuk agar
mampu diabsorpsi ke dalam system Setelah mengikuti sub pokok bahasan
pembuluh darah melalui sel-sel Biokimia Pencernaan, mahasiswa mampu
menjelaskan biokimia pencernaan pada
absorptif di usus halus. Aktivitas ternak monogastik (unggas dan herbivor)
serta pada ternak poligastrik
pencernaan ini menjadi kegiatan
pendahulu dalam konsep kehidupan
sel dan organisme secara keseluruhan. Makanan atau nutrien yang cukup
yang dipasok melalui kegiatan pencernaan ini maka reaksi oksidatif untuk
menghasilkan energi dan juga untuk keperluan pertumbuhan, perbaikan sel,
reproduksi dan produksi dapat terwujud.
Sistem pencernaan pada ternak memiliki keragaman struktur yang
mempunyai kemampuan untuk mencerna makanan sesuai dengan
keperluannya setelah melewati serangkaian adaptasi dalam kurun waktu yang
panjang dengan lingkungannya. Adaptasi ini tercermin dengan struktur
anatomi organ pencernaannya terkait dengan fungsinya untuk mencerna
makanan. Faktor lingkungan paling utama yang mendikte struktur organ ini
adalah jenis pakan yang dikonsumsinya. Output adaptasi ini pada hakikatnya
adalah organ pencernaan ternak dapat mencerna pakan yang masuk dan
mampu diabsorpsi ke dalam aliran darah untuk ditranspor ke organ tujuan,
misalnya ke hati.

Biokimia Pencernaan | 1
Secara keseluruhan pencernaan pada monogastrik dan poligastrik
adalah sama. Perbedaan spesifik keduanya terutama pada struktur lambung
dan fungsi sekum, serta terjadinya proses memamahbiak pada ternak yang
tergolong poligastrik. Monogastrik pemakan hijauan (herbivore),
menggunakan sekumnya untuk proses pencernaan biologik dengan
memanfaatkan mikroba (terutama bakteri) sebagaimana halnya dengan rumen
pada ternak poligastrik. Perbedaan-perbedaan ini tidak mendalam dibahas di
dalam bagian ini. Untuk mendalaminya, pembaca dapat merivew kembali
melalui buku “Fisiologi Ternak: Fenomena dan Nomena Organ dan Interaksi
Organ”.
Aspek biokimia pencernaan yang menunjukkan perbedaan yang
berarti bagi ternak berdasarkan karakter hasil adaptasinya terhadap jenis
pakan yang dikonsumsinya serta struktur saluran pencernaannya. Penggunaan
hijauan bagi ternak-ternak monogastrik dan poligastrik telah memberikan
wawasan kepada kita semua tentang bagaimana kecanggihan biokimia
pencernaan di organ pencernaan ternak-ternak pemakan hijauan tersebut. Ini
tentu sudah menjadi keputusan sang pencipta alam ini, karena dapat
dibayangkan apabila manusia harus bersaing dengan ternak untuk
mendapatkan bahan makanan sumber karbohidrat, protein dan lipid yang
mudah dicerna (bukan hijauan pakan ternak).

2. Relevansi

Pakan yang mengandung nutrien dapat berfungsi sebagai precursor


untuk berbagai tujuan di dalam sel-sel tubuh ternak. Salah satu faktor penting
yang menentukan nutrien dapat diabsorpsi untuk dimanfaatkan dalam tubuh
apabila proses pencernaan berlangsung dengan baik. Bukan hanya proses ini
yang perlu diketahui namun yang tidak kalah penting bahwa rekayasa strategi
pakan dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas ternak apabila
aspek biokimia pencernaan selama di dalam tractus digestivus atau saluran
pencernaan diketahui dengan baik. Untuk itu penyajian materi ini sangat

Biokimia Pencernaan | 2
penting sebagai dasar dalam mengetahui proses pra-absorpsi nutirien, untuk
meningkatkan nilai manfaat nutrien yang dikandung dalam pakan.

3. Peta Kompetensi
Peta kompetensi pokok bahasan ini ditampilkan sebagai berikut :

Pokok Bahasan :
Biokimia Pencernaan

Kegiatan Belajar 1 : Kegiatan Belajar 3 :


Pencernaan monogastrik Latihan
Kompetensi : Kompetensi :
Mampu menjelaskan aspek Mampu mengidentifikasi dan
biokimia pencernaan ternak menuliskan istilah dan definisi-
monogastrik definsi penting terkait biokimia
pencernaan monogastrik dan

Kegiatan Belajar 2 : Kegiatan Belajar 3 :


Pencernaan Poligastrik Evaluasi Formatif
Kompetensi : Kompetensi :
Mampu menjelaskan aspek Mampu merangkum dan membuat
biokimia pencernaan ternak essay biokimia pencernaan
poligastrik monogastrik dan poligastrik
berdasarkan referensi ilmiah yang
disarankan

Kompetensi :
Setelah mengikuti sub pokok bahasan Biokimia
Pencernaan, mahasiswa mampu menjelaskan biokimia
pencernaan pada ternak monogastik (unggas dan
herbivor) serta pada ternak poligastrik

Biokimia Pencernaan | 3
B. Kegiatan Belajar

1. Pencernaan Monogastrik

Pencernaan pakan pada ternak monogastrik memiliki variasi antarternak.


Perbedaan ini terutama ditunjukkan pada ternak yang tergolong dalam family
aves atau unggas dengan ternak yang tergolong monogastrik herbivore
misalnya kuda, kelinci.
Sesungguhnya secara keseluruhan menunjukkan kesamaan terutama dari
aspek enzimatik dan hormonal yang ikut berperan dalam system
pencernaannya. Pada setiap hewan khususnya ternak, walaupun bahan yang
dikonsumsi dan cara makannya berbeda, ternyata proses pencernaan bahan
makanan tersebut dalam alat pencernaan adalah umumnya sama, yaitu melalui
proses mekanis dan kimiawi. Zat makanan yang dihasilkan juga sama,
demikian pula proses penyerapan dan distribusi ke seluruh sel-sel tubuh
melalui pembuluh darah, sampai dengan cara dan produk metabolismeenya.
Hewan yang tergolong karnivora mengkonsumsi bahan makanan yang
umumnya berasal dari daging. Daging termasuk mudah dicerna dengan
kandungan energi tinggi sehingga saluran pencernaan dan kapasitas organ
pencernaan hewan-hean karnivora relative pendek. Hewan omnivore dan
karnivora mempunyai kesamaan yaitu pencernaannya lebih mengandalkan
enzimatik. Pada beberapa hewan atau ternak yang berlambung tunggal, dalam
batas tertentu mampu memanfaatkan hijauan yang mengandung sellulosa
karena dalam pencernaannya dibantu oleh kehadiran mikroorganisme yang
terdapat dalam sekum.

1.1. Pencernaan Unggas


Umumnya pencernaan pada unggas mengikuti pola pencernaan pada
ternak non ruminansia. Unggas tidak mempunyai gigi tetapi mempunyai paruh
yang dapat melumatkan makanannya. Unggas menimbun makanan yang
dimakannya di dalam tembolok (crop). Crop ini sesungguhnya merupakan
vertikulum (pelebaran) oesophagus yang tidak terdapat pada ternak non-
ruminansia lain.

Biokimia Pencernaan | 4
Tembolok berfungsi sebagai tempat penyimpanan makanan sementara
dan di dalamnya terdapat aktivitas mikroorganisme yang penting di dalamnya
yang menghasilkan asam-asam organic. Beberapa bukti menunjukkan bahwa
selain aktivitas mikroorganisme, juga ada aktivitas enzimatik terutama oelh
ensim lipase.
Oesophagus seperti halnya ternak atau hewan non ruminansia lain
berakhir pada lambung. Lambung mempunyai banyak kelenjar yang di
dalamnya berlangsung reaksi-reaksi enzimatis. Pada unggas terdapat dua
bagian lambung (gastrik) yang terpisah. Bagian depan (anterior) adalah
lambung kelenjar (ventriculus glandularis) yang bersambungan langsung
dengan bagian belakang oesophagus, selanjutnya bagian belakang (posterior)
lambung kelenjar ini langsung bersambungan dengan lambung otot
(ventriculus muscularis). Pencernaan kimiawi dan enzimatik terjadi di dalam
rongga lambung kelenjar. Pada Bagian ini disekresikan mucus, asam lambung
(HCl) dan dua enzim yaitu pepsin dan renin
Cairan lambung kelenjar ini terdiri dari air, garam-garam organic,
pepsinogen untuk merangsang produksi pepsin. Konsentrasi asam dalam cairan
lambung kelenjar ini menurunkan pH isi lambung sampai 2,0. Pepsin dapat
merusak ikatan peptide yang berdekatan dengan asam amino aromatic dan
ikatan-ikatan yang menyangkut asam-asam dikarboksilat, glutamate dan
aspartate. Hasil pencernaan protein di dalam lambung adalah masih dalam
bentuk polipeptida dengan berbagai ukurannya ditambah beberapa asam amino
bebas. Pencernaan karbohidrat di dalam lambung tidak berarti, hanya terjadi
dalam konsentrasi yang sedikit, sedangkan pencernaan lemak mulai terjadi.
Pencernaan di dalam usus halus dibantu dengan empat jenis sekresi
cairan, yaitu sekresi cairan empedu, cairan duodenum, cairan pancreas dan
cairan usus. Kelenjar empedu menghasilkan sekresi alkali yang masuk
duodenum melalui duktus atau saluran di antara villi, dan cairan ini hanya
berfungsi sebagai pelumas dan juga sebagai pelindung terhadap mukosa
duodenum dari pengaruh cairan asam yang masuk dari lambung (terutama

Biokimia Pencernaan | 5
lambung kelenjar bagi unggas). Cairan ini adalah glikoprotein yang
disekresikan oleh sel-sel goblet di duodenum.
Empedu dikeluarkan oleh hati dan memasuki usus melalui ductus
choleduscus (saluran empedu). Empedu mengandung garam-gram kalium (K)
dan natrium (Na) dari asam-asam empedu dan zat warna empedu. Kolesterol
dan musin serta cairan empedu disimpan dalam kantong empedu, kemudian
disekresikan ketika dibutuhkan. Semua hewan mempunyai kantong empedu
kecuali kuda. Garam-garam empedu bertindak mengemulsikan lemak dan
mengaktifkan lipase pancreas untuk ikut serta membantu menghidrolisis
lemak.
Pencernaan senyawa-senyawa triasilgliserol dimulai di dalam usus halus.
Ke dalam organ inilah zymogen propilase dikeluarkan oleh pancreas. Di
dalam usus halus tersebut, zymogen kemudian dikonversi menjadi lipase yang
aktif, dengan adanya garam-garam empedu dan protein khusus yang disebut
kopilase, mengingat tetesan-tetesan senyawa triasilgliserol dan mengkatalis
pemindahan hidrolitik satu atau dua residu asam lemak bagian luar sehingga
dihasilkan campuran asam-asam lemak bebas (sebagai senyawa sabun dengan
Na+ atau K+) da senyawa 2-monoasilgliserol (Gambar 1.1).
Sebagian kecil senyawa triasilgliserol masih ada yang tetap tidak
dihidrolisis. Senyawa sabun asam lemak dan senyawa asilgliserol yang tidak
terpecahkan diemulsikan menjadi bentuk butir-butir halus oleh peristaltis, yaitu
suatu gerakan mengaduk pada usus, dibantu oleh garam-garam empedu dan
monoasilgliserol. Monoasilgliserol ini merupakan molekul-molekul amphipatik
dan memberikan efek detergen. Asam-asam lemak dan senyawa-senyawa
monoasilgliserol di dalam butir-butir cairan tersebut diserap kembali oleh sel-
sel usus, kemudian sebagian besar senyawa-senyawa tersebut dirangkai
kembali menjadi triasilgliserol. Senyawa-senyawa triasilgliserol tersebut tidak
dapat masuk ke dalam system pembuluh kapiler, tetapi memasuki lacteal, yaitu
kelenjar pembuluh limpa yang kecil di dalam villi.

Biokimia Pencernaan | 6
a b

Gambar 1.1. (a) Aktivasi ensim lipase. Awal pengaktifan melalui sekresi
propilase oleh pancreas dan menjadi aktif di dalam usus halus
(kecil). Kopilase adalah satu protein spesifik (berat molekul
10.000) yang terikat pada lipase dan menstabilkan enzim
tersebut.
(b) Triasilgliserol dihidrolisis oleh lipase untuk menghasilkan 2
monoasilgliserol dan gugus 1 dan 3-asil sebagai senyawa-
senyawa sabun asam lemak. Reaksi ini dibantu oleh garam-garam
empedu yang mengemulsikan sabun asam lemak

Pada bagian ini (usus) juga baru terjadi pencernaan secara enzimatik
bagi karbohidrat, terutama disakaridha, trisakaridha dan polisakaridha.
Monosaridha tidak perlu dipecah lagi oleh enzim karena molekulnya sudah
dapat diabsorpsi langsung oleh dinding usus. Enzim yang disekresikan pada
bagain ini yaitu laktose, saccharase, dan maltose, masing-masing untuk
mencerna laktosa, sukrosa, dan maltosa. Polisakaridha dicerna oleh enzim
amylase yang dihasilkan oleh getah pancreas untuk selanjutnya di bawa ke
usus halus (duodenum). Lebih rinci proses pencernaan enzimatik pada usus
halus (intestinum tinue) dapat dilihat pada reaksi kimia berikut :

Biokimia Pencernaan | 7
Laktase
Laktosa 1 Mol Glukosa + 1 Mol Galaktosa

Sukrase
Sukrosa 1 Mol Glukosa + 1 Mol Fruktosa

Maltase
Maltosa 1 Mol Glukosa + 1 Mol Glukosa

Amilase
Pati Maltosa Maltase 2 Mol Glukosa

Pankreas terletak di lengkung antara duodenum accendens dan


deccendens, sekresi cairan pancreas disekresikan masuk duodenum melalui
duktus pankreatikus. Bila zat-zat asam dari lambung memasuki duodenum,
maka epetil dinding usus halus akan mensekresikan hormone yang dapat
masuk ke sisstem pembuluh darah. Hormon ini menstimulasi sekresi sekretin.
Sekretin ini selanjutnya menstimulan pancreas untuk mensekresikan cairan ion
bikarbonat yang berkosentrasi tinggi, sehingga mampu menetralisir asam
lambung tersebut.

1.2. Pencernaan Monogastrik Herbivora


Pencernaan pada ternak monogastrik herbivore tidak berbeda jauh
dengan pencernaan pada ternak monogastrik unggas sebagaiman telah
diuraikan sebelumnya. Kombinas pencernaa mekanik, enzimatis dan kimiawi
juga menjad mekanisme utama dalam pencernaan ternak monogastrik
herbivore seperti pada kuda dan kelinci.
Perbedaan yang sangat prinsipil terutama karena system pencernaan pada
kuda dan kelinci dapat memanfaatkan sumber-sumber pakan berselullosa
(hijauan) melalui pencernaan biologis dengan bantuan mikroorganisme di
dalam sekum dan usus besar, yang mirip dengan pencernaan dalam rumen pada
ternak poligastrik.
Sebagaimana halnya pada unggas, hamir semua karbohidrat yang mudah
larut mendapat proses enzimatis di usus kecil. Glukosa dan gula-gula
sederhana lainnya merupakan produk hasil pencernaan yang diabsorpsi di usus

Biokimia Pencernaan | 8
halus. Kada glukosa darah dalam plasma biasanya dalam kisaran 102 ± 5
mg.100 mL-1. Konsentrasi glukosa plasma darah kuda tidak dipengaruhi oleh
antara lain kegiatan fisik misalnya ditunggangi dengan bersadel selama 4 jam
per hari, masa kebuntingan 1 bulan serta masa laktasi terutama sebulan setelah
melahirkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemuasaan kuda selama 72
jam akan menyebabkan penurunan kadar glukosa plasma darah menjadi 81 ±
4 mg.100 mL-1. Hasil ini menunjukkan bahwa selama pemuasaan 72 jam telah
menyebabkan perubahan profil metabolismee sel-sel kuda tersebut. Namun
ternyata dalam keadaan tidak puasa, infuse asetat, propionate dan butirat tidak
akan mempengaruhi kadar glukosa plasma. Infusi propionate akan efektif
menaikkan kadar glukosa plasma pada kuda yang dipuasakan selama 72 jam.
Karbohidrat yang mudah dicerna namun lolos meninggalkan usus halus
dan bersama sellulosa akan dicerna di dalam sekum dan kolon untuk dirombak
menjadi asam-asam lemak terbang (volatile fatty acid = VFA). Berikut ini pada
Tabel 1.1 ditunjukkan profil VFA pada kuda poni yang diberi ransum dengan
imbangan hay dan biji-bijian yang berbeda.
Tabel 1.1. Komposisi VFA Kuda Poni yang Diberi Dua Ransum dengan
Imbangan Hay : Biji-bijian

VFA (molar %)
Hay : Biji-bijian
Asetat Propionat Butirat

1:0 73 17 8

1:4 59 22 11
Terkait kebutuhan protein, kuda lebih banyak membutuhkan perhatian pada
kuantitas daripada kualitas protein, meskipunkuda bukan ruminant. Fenomena
ini disebabkan karena adanya beberapa proses sintesis eleh mikroorganisme.
Pencernaan secara biologis oleh mikroba ini berlangsung di dalam sekum kuda,
sehingga ini berarti bahwa untuk mengcukupi kebutuhan protein pada kuda
cukup dengan memberi hijau yang merupakan sumber protein seperti
leguminosa.

Biokimia Pencernaan | 9
2. Pencernaan Poligastrik ( Peranan Rumen)
Lambung ruminansia terdiri atas rumen, retikulum, omasum dan
abomasum. Ketiga bagian pertama tidak terdapat pada non ruminansia,
sedangkan abomasum analog dan berfungsi sama dengan gastrium atau
lambung pada hewan berlambung tunggal atau hewan non ruminansia. Rumen
merupakan bagian yang paling besar baik volume maupun peranannya.
Rumen terdiri atas 2 kantung yakni kantung sebelah dorsal disebut
saccus dorsalis dan kantung sebelah ventral disebut saccus ventralis. Bila
rumen dibelah, terlihat tiang-tiang otot yang memisahkan saccus dorsalis
dengan saccus ventralis. Tian-tian otot tersebut diberi nama pilae ruminis yang
artinya pilar rumen. Pilar rumen berfungsi dalam gerakan rumen sewaktu
mencampur dan mengatur pengaliran digesta dan gas. Sewaktu rumen
berkontraksi pilar di atas terlihat lebih menonjol dan mengeras dan bila rumen
dalam keadaan relaksasi, maka pilar rumen ini tidak jelas terlihat. Dilihat dari
sebelah luar, bagian pilae ruminis merupakan lekukan-lekukan yang disebut
sulcus.
Dalam saccus dorsalis terdapat lebih banyak bahan-bahan kasar dan
bahan-bahan kering dibandingkan dengan dalam saccus ventralis. Oleh karena
itu berat jenis digesta yang terdapat dalam saccus dorsalis lebih rendah
daripada yang terdapat dalam saccus ventralis. Kondisi ini harus merupakan
perhatian bagi peneliti yang akan mengambil sampel bahan dari dalam rumen
untuk keperluan analisis, karena dapat menimbulkan kesalahan dalam menilai
isi rumen. Pengambilan sampel harus dari berbagai bagian rumen agar tidak
salah dalam mengambil kesimpulan sewaktu mengevaluasi proses fermentasi
dalam rumen.
Makanan yang datang dari oesophagus sebagian besar masuk ke dalam
rumen, dan sebagian lagi langsung masuk ke dalam retikulum. Di dalam
rumen makanan diaduk oleh gerakan rumen. Gerakan rumen ini kadang-
kadang kuat, kadang-kadang lemah, bergantung kepada beberapa faktor yang
mempengaruhinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan rumen ialah
faktor mekanis, kimiawi, dan mikrobiologis.

Biokimia Pencernaan | 10
Faktor mekanis ialah kontraksi otot rumen yang kadang-kadang kuat dan
kadang-kadang lemah, faktor kimiawi ialah reaksi yang timbul karena
masuknya makanan ke dalam rumen tidak selalu sama, sedangkan faktor
mikrobiologis ialah jumlah dan jenis mikroorganisme dalam rumen selalu
berubah-ubah. Faktor mekanis dapat dipelajari dengan membuat fistula rumen
yakni lubang yang dibuat pada bagian sisi sebelah kiri dinding perut baik pada
sapi maupun pada domba. Pada domba, teknik untuk mempelajari fungsi
rumen dan proses fermentasi selain melalui fistula, dapat juga dengan cara
menggunakan sinar "rontgen" dan dengan membuka rongga perut. Agar rumen
dan bagian-bagian lainnya yang terkena udara luar tidak lekas mati, maka
bagian yang terlihat harus sering dibasahi dengan cairan NaCl fisiologis atau
cairan ringer.
Berdasarkan beberapa penelitian diketahui bahwa setiap saat dalam
rumen terjadi perubahan-perubahan kimiawi akibat proses fermentasi yang
terjadi karena kegiatan mikroorganisme. Reaksi kimia yang terjadi dalam
rumen sangat bervariasi bergantung kepada bahan makanan yang masuk dan
jumlah serta jenis mikroorganisme yang terlibat di dalam proses fermentasi
tersebut. Secara garis besar mikroorganisme dalam rumen berfungsi sebagai
(1) penyelengara fermentasi, (2) pembentuk vitamin B kompleks dan vitamin
K, (3) sumber zat makanan bagi induk semang. Sekitar 50% - 60% nitrogen
yang diperlukan oleh induk semang dapat dipenuhi dari mikroba rumen yang
mati. Nilai hayati protein mikroba rumen cukup tinggi, sehingga adanya
mikroba dalam rumen sangat penting pada keadaan kadar dan kualitas protein
pakan rendah. Pada kondisi kadar dan kualitas protein ransum tinggi, seringkali
kehadiran mikroba dapat mengganggu, karena protein pakan tersebut akan
dirombak terlebih dahulu oleh mikroba. Kondisi ini sangat merugikan,
sehingga banyak peneliti berusaha mencari bahan yang dapat menimbulkan
"protein bypass".
Rumen selalu bergerak, sehingga bahan makanan tidak tinggal diam
dalam satu tempat. Selama rumen bergerak, proses fermentasi juga tidak
berhenti dan selama itu terjadi proses pembentukan gas, sehingga gas dalam

Biokimia Pencernaan | 11
rumen meningkat. Karena gerakan rumen, maka gas dan bahan-bahan yang
ringan akan naik ke permukaan, sedangkan bahan-bahan yang berat seperti
pasir dan logam berkumpul di dasar rumen. Dengan berkumpulnya logam di
dasar rumen, kadang-kadang di dasar rumen terlihat cahaya yang terang akibat
terjadinya reduksi pada logam-logam tersebut.
Di dalam rumen terdapat suatu lipatan yang disebut sulcus reticuli atau
oesophageal groove. Pada waktu hewan masih menyusu, sulcus reticuli ini
merupakan saluran "bypass", sehingga susu yang masuk saluran pencernaan
tidak melewati rumen, retikulum, maupun omasum. Dengan adanya saluran
ini, maka air susu induk akan langsung masuk ke dalam abomasum.
Menutupnya sulcus reticuli disebabkan suatu refleks yang berasal dari
receptor dalam mulut yang sangat sensitive terhadap mengalirnya cairan.
Rangsangan yang diterima receptor diteruskan melalui syaraf afferent ke
susunan syaraf pusat via nerves Laryngeus superior. Selanjutnya syaraf
efferent membawa kembali rangsangan dari susunan syaraf pusat ke efektor
melalui syaraf vagus, dan terjadi reflex. Bila hewan-hewan yang masih
menyusu, minum susu dari ember, maka mengalirnya susu yang diisap
menyebabkan sulcus reticuli yang biasanya tertutup akan sedikit terbuka dan
sebagian susu akan masuk ke dalam rumen atau retikulum. Pada kambing,
keadaan ini jarang terjadi. Pada hewan lepas sapih , semua susu atau air yang
diminum dan makanan ( starter feed) akan masuk rumen atau retikulum.
Pada saat hewan mulai makan makanan kasar, sulcus ini membuka.
Dengan demikian semua makanan baik makanan cair maupun padat akan jatuh
dan masuk ke dalam rumen atau langsung ke dalam retikulum. Pada hewan
dewasa, sulcus reticuli ini sering diperlukan pada waktu memasukkan
antibiotika per oral. Antibiotika tidak boleh melewati rumen sebab dapat
membunuh mikroorganisme rumen. Untuk ini dibuat refleks buatan yakni
dengan memasukkan CuSO4 1 - 2 %, NaCl pekat, larutan sulfat atau acetat ke
dalam rumen. Semakin tua hewan semakin pekat larutan yang diperlukan. Pada
sapi biasanya penggunaan NaHCO 3 dan NaCl lebih efektif dari pada CuSO 4 ,
namun pada domba sebaliknya. Larutan CuSO 4 , NaCl, atau sulfat di atas akan

Biokimia Pencernaan | 12
menggertak bibir sulcus reticuli sehingga timbul refleks kontraksi otot pada
bibir sulcus tersebut. Kontraksi ini menyambungkan bibir sulcus dan
membentuk saluran. Antibiotika yang dimasukkan ke dalam mulut akan
mengalir melalui lubang yang terbentuk dan langsung ke omasum dan
kemudian ke abomasum.
Sellulosa merupakan salah satu bahan organik yang terdapat dalam
jumlah yang sangat banyak di alam dan merupakan sumber energi sangat
potensial bagi ternak ruminansia (poligastrik). Meskipun hewan vertebrata
tidak memiliki enzim yang mampu mencerna sellosa guna memutuskan
konfigurasi β ikatan 1-4 glikosida, namun kehadiran mikroorganisme di dalam
rumen membantu proses pencernaan sellulosa hingga membebaskan sejumlah
besar energi bagi induk semangnya (ternak itu sendiri). Bakteri utama rumen
dan produk fermentasinya disajikan dalam Tabel 1.2.

Tabel 1.2. Bakteri Utama Rumen, Sumber Energi dan Produk-produk


Fermentasinya

Produk Utama
No Species Bakteri Sumber Energi
Fermentasi
Glukosa,
1 Bacteroides succinogenesis Asetat, suksinat, format
sellulosa,selebiosa, pati
Asetat, latat, format,
2 Ruminococcus albus Glukosa, selulosa, xylan
etanol, CO 2 H 2
Asetat, suksinat,
3 Ruminococcus flavivacilus Glukosa, relulosa, xyloan
format, H 2
Glukosa, selulosa, xylan, Asetat, butirat, laktat,
4 Butyrivibrion fibrisolvans
pati format, CO 2 , H 2 , etanol
Asetat, propionat,
5 Bacteroides ruminocola Glukosa, cylan, pati
suksinat, format
6 Bacteroides amylophilus Pati, maltosa Asetat, suksinat, pati
Glukosa, pati, laktat, Asetat, propionat,
7 Selenomonus ruminantium
gliserol, suksinat laktat, format, CO 2
8 Streptococcus bovis Glukosa, pati Laktat
Asetat, laktat, format,
9 lachnospira Glukosa, pati, paktin
etanol, CO 2 ,H 2
10 Succinivibrio Glukosa, dekstin Asetat, succinat, format
Asetat, propionat, CO 2 ,
11 Peptostreptococcus elsdenii Glukosa, gliserol, laktat butirat, H 2 , asam
kaproat, valerat
12 Vibrio species (lipolitik) gliserol Propionat
Methanobacterium
13 Format, H 2 Metan
ruminantium

Biokimia Pencernaan | 13
2.1. Distribusi Atom Karbon (C) dalam Rumen

Fenomena pencernaan di dalam rumen telah diungkapkan dengan


akurat. Penelitian dengan menggunakan atom karbon radioisotop ternyata
bahwa atom karbon yang berasal dari selulose, hemiselulose, pektins dan lain-
lainnya terdapat dalam berbagai persenyawaan akhir yang agak berbeda
bergantung kepada sumber karbohidrat tersebut. Umumnya sebagian besar
atom karbon tersebut terdapat dalam asam lemak terbang, dan sebagian lagi
terdapat dalam bentuk persenyawaan metan, karbondioksida, asam laktat dan
lain-lain (Tabel 1.3),

Tabel 1.3. Distribusi atom karbon (C) dalam Rumen


% Distribusi atom C
Produk Akhir
Maltose Arabinose Xylose
Volatile Fatty Acid (VFA) 34,7 41,3 48,4

Asam Laktat 8,0 0,7 0,0

Kabon dioksida (CO 2 ) 8,0 4,0 4,8

Metan 3,1 1,3 2,1

Protein Bakteri 11,8 16,7 16,1

CH 2 O Bakteri 28,1 18,7 16,5

Tak teridentifikasi 6,3 17,3 12,1

2.2. Aspek Stoichiometri Fermentasi Karbohidrat dalam Rumen

Dari bagan metabolismee karbohidrat pada Gambar 13, terlihat bahwa


produk hidrolisis utama dari karbohidrat tersebut ialah glukose. Selanjutnya
glukose tersebut difermentasi menjadi asam lemak terbang, antara lain Asan
Asetat (A), Asam Propionat (P), dan Asam Butirat (B), Asam Valerat (V),
Asam Isobutirat (IB), dan Asam Kaproate(K). Akan tetapi dari keseluruhan
asam lemak terbang yang sangat menonjol dan sering digunakan untuk
menghitung efisiensi fermentasi karbohidrat dalam rumen adalah A, P, dan B .
Kandungan energi masing-masing produk diketahui masing-masing 209,4;

Biokimia Pencernaan | 14
367,2; 524,3 kilokalori (kkal)/g mol. Dari gambaran stoichiometri fermentasi
karbohidrat yakni asumsi reaksi-reaksi yang dibuat berdasarkan perbandingan
asam lemak terbang yang terbentuk dapat dihitung sejauh mana efisiensi suatu
ransum. Dalam stoichiometri ini diambil yang paling menonjol yakni A,P, dan
B. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak semua karbohidrat yang
difermentasi menjadi asam lemak terbang, namun ada sebagian yang
dikonversi ke dalam bentuk panas dan bentuk lain yang merupakan "waste".
Konversi semacam ini disebut konversi stoichiometri. yang bila produk asam
lemak terbang di atas diketahui, maka dapat dibuat reaksi kimianya dengan
membuat asumsi alur reaksi ( pathways) bagaimana terbentuknya asam lemak
terbang tersebut (Hungate, 1960). Sebagai gambaran stoichiometri fermentasi
karbohidrat menjadi asam lemak terbang dan beberapa produk lain dapat
diikuti reaksi kimia di bawah ini. Dari reaksi tersebut dapat diketahui sejauh
mana efisiensi fermentasi karbohidrat di dalam rumen tersebut.

Reaksi 1 : C 6 H 12 O 6 + 2 CH 3 COOH + 2 CO 2 + 4 H 2
2H 2 O

Reaksi 2 : C 6 H 12 O 6 + 2H 2 2 CH 3 CH 2 COOH + 2 H 2 O

Reaksi 3 : C 6 H 12 O 6 CH(CH 2 ) 2 COOH + 2 CO 2 + 2 H 2

Reaksi 4 : CO 2 + 4 H2 CH 4 + 2H 2 O

Misalkan hasil analisis asam lemak terbang (VFA) sampel yang diambil dari
dalam rumen menunjukkan bahwa perbandingan Asam Asetat (A) : Asam
Propionat (P) : Asam Butirat (B) adalah 70 : 20 : 10, maka jumlah molekul
glukosa yang difermentasi dapat dihitung dari reaksi berikut ini :

Reaksi 1 : 35 C 6 H 12 O 6 + 70 CH 3 COOH + 70 CO 2 + 140 H 2 ..(1)


2H 2 O

Reaksi 2 : 10 C 6 H 12 O 6 + 2H 2 20 CH 3 CH 2 COOH + 20 H 2 O ..(2)

Reaksi 3 : 10 C 6 H 12 O 6 10 CH 3 (CH 2 ) 2 COOH + 20 CO 2 + 20 H 2 ..(3)

Jumlah : 55 C 6 H 12 O 6 + 70 CH 3 COOH + 20 CH 3 CH 2 COOH +


2H 2 O 10 CH 3 (CH 2 ) 2 COOH + 90 CO 2 + 140 H 2 ..(4)

Biokimia Pencernaan | 15
Sebagian karbondioksida (CO 2 ) yang terbentuk akan bereaksi dengan
molekul hidrogen sehingga akan terbentuk sejumlah gas metan dan air dengan
reaksi sebagai berikut :

35 CO 2 + 140 H 2 35 CH 4 + 70 H 2 O ..(5)

Dari semua reaksi di atas bila keseluruhannya dijumlahkan, maka reaksi akhir
sebagai berikut :

55 C 6 H 12 O 6 + 2H 2 O 70 CH 3 COOH + 20 CH 3 CH 2 COOH +
10 CH 3 (CH 2 ) 2 COOH + 55 CO 2 + 20 H 2 O + 35 CH 4
..(6)

Bila diketahui bahwa setiap molekul glukosa mengandung energi


sebanyak 673 kkal/mol, energi A, P, dan B masing-masing 209,4; 367,2; dan
524,3; dan energi metan 210,8 kkal/mol, maka berdasarkan uraian reaksi
sebelumnya (6), dapat dihitung efisiensi fermentasi karbohidrat melalui
perhitungan sebagai berikut :

Energi Reaktan (Glikosa) : 55 x 673 = 37015 kkal


Energi Produk : (70x209,4) + (20 x 542,3) + (10 x = 34623 kkal
524,3) + (35 x 210,8)
Selisih = 2392 kkal

Selisih ini sekitar 6,5% dari energi reaktan (glukose), merupakan energi
yang hilang dari produk, yang biasanya timbul dalam bentuk panas fermentasi.
Dengan demikian kehilangan energi dari keseluruhan proses fermentasi adalah
2392 hilang dalam bentuk panas, dan 6578 kkal dalam bentuk metan sehingga
jumlah yang hilang mencapai 68172 kkal. atau sekitar 20% dari energi reaktan.
Efisiensi ini berbeda antar bahan yang difermentasi. Semakin tinggi serat kasar

Biokimia Pencernaan | 16
diberikan, semakin tinggi produksi asam acetat dan makin rendah efisiensinya,
sebaliknya semakin tinggi asam propionat, umumnya semakin tinggi efisiensi
fermentasi tersebut. Dengan cara yang sama seperti stoichiometri di atas dapat
ditentukan bagaimana efisiensi fermentasi karbohidrat tersebut. Misalkan
perbandingan A : P : B adalah 50 : 40 : 10, maka persamaan reaksinya akan
sebagai berikut:

55 C 6 H 12 O 6 + 2H 2 O 50 CH 3 COOH + 40 CH 3 CH 2 COOH +
10 CH 3 (CH 2 ) 2 COOH + 50 CO 2 + 30 H 2 O + 35 CH 4
..(7)

Energi Reaktan (Glikosa) = 55 x 673 = 37015 kkal


Energi Produk = (50x209,4) + (40 x 542,3) + (10 x = 34617 kkal
524,3) + (20 x 210,8)
Selisih = 2398 kkal

Perhitungan dengan berdasarakan model persamaan reaksi stoichiometri


sebagaimana diuraikan sebelumnya, maka dapat dijelaskan bahwa fermentasi
karbohidrat anaerob tidak efisien, karena sebagian energi diubah menjadi panas
dan sebagian lagi menjadi metan, sehingga kehilangan energi sekitar 25%.
Hasil penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa bila propionat
meningkat, maka produksi metan menurun, sehingga kehilangan energi akan
berkurang, dan akan kehilangan energi ini akan minimal bila asam propionat
tinggi. Dengan demikian setiap bahan pakan mempunyai efisiensi tersendiri.
Dengan membandingkan hasil stoichiometri pada persamaan pertama dan
kedua dapat dilihat efisiensi fermentasi kedua bahan di atas yang menghasilkan
asam lemak terbang yang berbeda. Dari perhitungan ini energi yang hilang
dalam bentuk panas pada reaksi pertama dan reaksi kedua adalah sama yakni
sekitar 6,5%, sedangkan energi yang hilang melalui gas metan pada reaksi
pertama sebanyak 7378 kkal lebih besar daripada yang hilang pada reaksi

Biokimia Pencernaan | 17
kedua yang hanya 4216 kkal. Pada reaksi pertama kehilangan energi mencapai
25%, sedangkan pada reaksi kedua hanya sekitar 11% dari energi reaktan.
Efisiensi ini banyak dipengaruhi oleh kandungan serat kasar dalam pakan.
Serat kasar ini banyak didapat dalam hijauan.
Seperti dikemukakan terdahulu bahwa semakin banyak serat kasar dalam
ransum semakin tinggi terbentuk asam asetat dalam rumen. Di dalam proses
pencernaan, semakin sukar dicerna bahan yang diberikan, terutama serat kasar,
semakin tinggi panas yang timbul yang disebut heat increment. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa yang paling rendah heat increment yang dibentuk selama
proses pencernaan bila asam lemak terbang yang dibentuk adalah asam
propionat. Pembentukan asam propionat yang banyak bila ransum yang
diberikan berbentuk konsentrat. Heat increment asam asetat sebesar 40-41
kkal/100 kkal ME, asam propionat sebesar 14-18 kkal/100 ME, dan asam
butirat 18-19 kkal/100 kkal ME
Oleh karena itu bila ingin menekan heat increment, yang pada saat-saat
tertentu cukup mengganggu pada ternak yang dipelihara di dataran rendah,
maka ransum harus lebih banyak dalam bentuk konsentrat. Pemberian
konsentrat ini banyak dilakukan pada proses penggemukan yang umumnya
dilakukan di dataran rendah seperti di daerah Sukabumi yang hanya sekitar 200
m di atas permukaan laut, di Lampung yang hanya sekitar 20 m di atas
permukaan laut, Probolinggo, Pasuruan dan sekitar Surabaya yang hanya
sekitar 10 m di atas permukaan laut. Meningkatnya pembentukan asam
propionat, maka pembentukan lemak tubuh juga meningkat. Hal ini kurang
baik untuk sapi perah, karena yang dinginkan pada produksi susu ialah jumlah
lemak susu harus di atas standar yang saat ini ditentukan 3%. Biasanya bila
kadar lemak susu di atas 3%, maka selisihnya akan diberi bonus. Untuk sapi
perah bila konsentrat terlalu tinggi, selain menyebabkan fungsi rumen yang
dapat berubah, juga kandungan lemak susu akan menurun. Asam propionat
adalah precursor pembentukan glukosa yang akan membentuk lemak tubuh,
sedangkan asam asetat adalah precursor untuk pembentukan lemak susu.
Dengan demikian pembentukan asam asetat yang tinggi dalam rumen akan

Biokimia Pencernaan | 18
meningkatkan kadar lemak dalam susu, akan tetapi menurunkan produksi susu
secara keseluruhan. Ini berarti imbangan pembentukan asam asetat dengan
asam propionat atau A/P dalam rumen sangat penting. Jika A/P rendah kadar
lemak air susu menurun dan produksi susu meningkat, sebaliknya bila A/P
tinggi kadar lemak air susu rendah namun produksi susu meningkat. Selain itu,
yang perlu mendapat perhatian ialah asam asetat dan asam butirat mempunyai
sifat ketogenik yang dapat menimbulkan ketosis apabila terlalu tinggi,
sedangkan asam propionat mempunyai sifat glukogenik, sehingga kelebihan
glukosa yang terbentuk akan disimpan dalam bentuk glikogen atau dalam
bentuk lemak.

3. Latihan dan Tugas


a. Tuliskan definisi-definisi penting terkait biokimia pencernaan pada
ternak monogastrik dan poligastrik
b. Tuliskan istilah penting terkait biokimia pencernaan pada ternak
monogastrik dan poligastrik

4. Evaluasi Formatif
Setelah Anda membaca dan mengikuti perkualian pada pokok bahasan ini
(biokimia pencernaa), maka buatlah sebuah essay tentang pokok bahasan
ini dengan merujuk kepada referensi seperti yang tertera dalam daftar
pustaka bagain ini. Essay ditulis dengan panjang tulisan 5-7 halaman
kertas A4.

Biokimia Pencernaan | 19
Daftar Pustaka

Andi Mushawwir. 2007. Metabolisme Karbohidrat pada Unggas. Fakultas


Peternakan, Universitas Padjadjaran, Bandung.
Arora. S.P. 1989. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Bryant, M.P. 1970. Microbiology of the Rumen. in Dukes Physiology of
Domestic Animals. Edited by M.J.Swenson. 8th Edition. Comstock
Publishing Associates. Cornell University Press. Ithaca. New York.
Church, D.D. 1976. Digestive Phisiology and Nutrition of Ruminant. Second
edition.Metropolitan Printing Co. p : 174-214. Prentice Hall.

Czerkawski J.W. 1996. An Introduction to Rumen Studies. Pergamon Press


Canada Ltd, Ontario Canada.

Dougherty, R.W. 1970. Physiopathology of Ruminant Digestive Tract. in Dukes


Physiology of Domestic Animals. Edited by M.J.Swenson. 8th Edition.
Comstock Publishing Associates. Cornell University Press. Ithaca. New
York.
Freeman, B.M., 1984. Physiology and Biochemistry of the Domestic Fowl,
Volume 4. Academic Press, London.

Freeman, B.M., 1984. Physiology and Biochemistry of the Domestic Fowl,


Volume 5. Academic Press, London.

Hill, Kenneth J. 1970. Prehension, Mastication, Deglutition, and the Esophagus.


in Dukes Physiology of Domestic Animals. Edited by M.J.Swenson. 8th
Edition. Comstock Publishing Associates. Cornell University Press. Ithaca.
New York.
Hungate, R.E. 1966. The Rumen and Its Microbes. Academic Press. New York
and London.

Iswari, R.S. dan A. Yuniastuti. 2006. Biokimia. Graha Ilmu, Yogyakarta.

Lehninger, A. L. 1982. Dasar-dasar Biokimia Jilid 3. ALih Bahasa M.


Thenawidjaya. Penerbit Erlangg, Jakarta.

Biokimia Pencernaan | 20
Orskov, E.R. 1982. Protein Nutrition in Ruminant. Academic Press, Harcourt
Brace Javanovich, Publisher. London.

Parakkasi, A. 1986. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Monogastrik. Vol. I.


Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Phillipson, A.T. 1970. Ruminant Digestion. in Dukes Physiology of Domestic


Animals. Edited by M.J.Swenson. 8th Edition. Comstock Publishing
Associates. Cornell University Press. Ithaca. New York.
Piliang, W.G. dan S.Djojosoebagio. 2000. Fisiologi Nutrisi, Vol. I. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.

Preston, T.R. and R.A. Leng . 1987. Matching Ruminant Production Systems with
Available Resources in the Tropics and Subtropics. Penambul Books.
Armidale. NSW. Australia.
Shabib, N. 1992. Pemahaman Seluk Beluk Biokimia dan Penerapan Enzim.
Penerbit Pt. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Soeharsono, L.Adriani, E. Hernawan, K.A. Kamil, A. Mushawwir. 2010. Fisiologi


Ternak : Fenomena dan Nomena Dasar, Fungsi dan Interaksi Organ pada
Hewan. Widya Padjadjaran, Bandung.

Tillman A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, S.


Lebdosoekojo. 1984. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadja Mada University
Press, Yogyakarta.

Biokimia Pencernaan | 21

Anda mungkin juga menyukai