NIM : 225080500111049
KELOMPOK : 12
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2023
BUKU KERJA PRAKTIKUM
SISTEM PENCERNAAN
NIM : 225080500111049
KELOMPOK : 12
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2023
1. PENDAHULUAN
pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan. Sumber materi dan energi dari
2017). Salah satu faktor yang mempengaruhi efisiensi pakan adalah tingkat
kecernaan pakan oleh ikan. Tingkat kecernaan pakan oleh ikan bergantung pada
Senyawa ini kemudian masuk ke dalam darah dan diedarkan keseluruh tubuh.
Proses ini dilakukan karena ikan membutuhkan materi (nutrien) dan energi untuk
bertahan hidup. Nutrien yang dibutuhkan berupa protein, lemak dan karbohidrat.
pencernaan. Enzim ini dihasilkan oleh kelenjar pencernaan. Sekresi enzim yang
Daya cerna ikan nila (Oreochromis niloticus) atau ikan omnivora selama
5-6 jam. Hal ini dibuktikan dengan penelitian Wicaksono, et al. (2013) yang
pemberian pakan selama 5-6 jam. Nilai kecernaan suatu bahan makanan atau
suatu makanan sangat penting sebagai dasar dalam menilai mutu makanan.
Divisi Reproduksi.
2. TINJAUAN PUSTAKA
oleh organisme dari bentuk kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana.
Pencernaan makanan dapat terjadi secara mekanis dengan bantuan gigi atau
makanan
makanan
(paringeal)
1. Lambung
pertumbuhan bakteri
badan dan meluas mengelilingi usus. Hati mempunyai saluran empedu yang
3. Pankreas
antara lain:
polisakarida.
4. Usus
dari bagian rongga mulut, yaitu dengan berperannya gigi dalam proses
● Pencernaan Karbohidrat
ikan tidak memiliki air liur. Makanan didalam lambung akan bercampur dengan
enzim amilase yang mengubah pati menjadi dekstrin, kemudian dari lambung
makanan akan masuk ke usus. Amilase pada pankreas memecah pati menjadi
dan fruktosa. Galaktosa dan fruktosa pada dinding usus diubah menjadi glukosa.
glukosa pada karbohidrat dapat diserap oleh sel dinding usus (entrocyte).
● Pencernaan Protein
● Pencernaan Lemak
2.7 Digestibility
2.7.1 Pengertian Digestibility
banyaknya nutrisi pakan yang mampu dicerna di dalam pencernaan. Daya cerna
makanan yang semakin tinggi menunjukan semakin banyak nutrisi yang diserap.
Pengetahuan tentang gizi bagi daya cerna sangat penting karena dapat
● Faktor internal: kondisi fisiologis ikan, stadia, umur, jenis kelamin, dan
(GET) adalah waktu yang dibutuhkan perut atau lambung untuk mengosongkan
pakan dan komposisi pakan merupakan hal yang berpengaruh pada GET.
(GET) merupakan hal yang penting. Hal ini dikarenakan cepat lambatnya GET
sebuah fase dimana sebagian besar makanan dicerna dan kemudian sisa
Evacuation Time dan Digestibility adalah ketika digestibility tinggi, maka GET
akan semakin cepat, sedangkan ketika digestibility rendah maka GET akan
semakin lama.
a. Digestibility
sebelum pengamatan
ditimbang
praktikum
praktikum
ikan
ikan
feses
sutra
sebelum pengamatan
stres
praktikum
praktikum
a. Digestibility
daya cerna
bahan
sisa feses
(O. niloticus)
(O. niloticus)
GET
bahan
sisa feses
(O. niloticus)
(O. niloticus)
3.2 Skema Kerja
3.2.1 Daya Cerna (Digestibility)
Pakan
Kain 15 x 15 cm
Digestibility = ×100%
Keterangan:
BTM = Berat Total Makanan (gram)
= Total pakan diberikan – (sisa pakan
kering+sisa pakan di perairan)
BTF = Berat Total Feses (gram)
Hasil
3.2.2 Waktu Pengosongan Lambung (Gastric Evacuation Time)
GET (jam) =
X (gr/jam) =
Hasil
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
dilakukan pada ikan nila (O. niloticus). Pengamatan sistem pencernaan ikan
diawali dengan memberikan pakan terhadap ikan nila yang sudah dipuasakan
selama 24 jam. Pakan diberikan sebanyak 5% dari total bobot ikan. Pakan yang
diberikan terdiri dari tiga jenis, yaitu, cacing sutra, pelet, dan lumut jaring.
menggunakan cacing sutra sebanyak 2,5 gr. Perlakuan kedua pada ikan nila II
dengan bobot 40 gr diberi pakan lumut jaring sebanyak 2 gr. Perlakuan ketiga
pada ikan nila III dengan bobot 35 gr diberi pakan pelet sebanyak 1,75 gr.
menggunakan cacing sutra sebanyak 1,95 gr. Perlakuan kedua pada ikan nila II
dengan bobot 40 gr diberi pakan lumut jaring sebanyak 2,05 gr. Perlakuan ketiga
pada ikan nila III dengan bobot 35 gr diberi pakan pelet sebanyak 2,3 gr.
pakan terhadap ikan nila sebanyak dua kali sehari sudah cukup untuk
pertumbuhan ikan. Pemberian pakan tiga sampai lima kali dinilai kurang efektif
karena akan meningkatkan penumpukan lemak pada ikan. Pemberian pakan
yang teratur dan cukup dapat mengurangi persaingan antar individu sehingga
kebutuhan nutrisi dapat tercukupi. Pemberian pakan yang berlebih dan tidak
dicerna oleh ikan akan menjadi endapan di dasar perairan, dan dapat bersifat
Ikan nila menurut Gaikowski, et al. (2013), merupakan ikan yang banyak
dibudidayakan di dunia. Persebaran ikan nila terdapat pada lebih dari 85 negara
diseluruh dunia. Ikan nila banyak dibudidayakan secara intensif sebagai ikan
konsumsi. Budidaya ikan nila tidak selalu berjalan lancar, karena adanya
merupakan salah satu sumber penyakit yang dapat menyerang ikan nila maupun
ikan bersirip lainnya. Penyakit tersebut dapat menurunkan angka produksi ikan
nila di Tiongkok sebanyak 13% pada 2013. Pencegahan dapat dilakukan dengan
pemberian pakan yang baik serta nutrisi yang lengkap. Tambahan obat FFC
memberikan pakan kepada ikan nila yang telah dipuasakan selama 24 jam,
dengan jumlah pakan sebanyak 5% dari bobot ikan, terdiri dari tiga jenis pakan
yaitu cacing sutra, pelet, dan lumut jaring. Ada tiga perlakuan yang berbeda
terkait jenis pakan untuk kelompok ikan dengan berat yang berbeda. Frekuensi
pemberian pakan ikan nila berbeda tergantung pada usia ikan. Frekuensi yang
baik adalah dua kali sehari untuk mempercepat pertumbuhan ikan, sedangkan
pada tubuh ikan. Pemberian pakan yang tidak teratur dan berlebihan dapat
dibudidayakan sebagai ikan konsumsi. Budidaya ikan nila tidak selalu lancar
ikan nila. Pencegahan penyakit ini bisa dilakukan dengan pemberian pakan yang
baik dan nutrisi yang lengkap, termasuk tambahan obat FFC pada pakan ikan.
pencernaan hingga keluar feses untuk pertama kali. Pengamatan GET dilakukan
pada tiga ikan nila yang sudah diberi pakan berbeda, yaitu cacing sutra, lumut
jaring, dan pelet. Hasil pengamatan GET kelompok 12 pada ikan yang diberi
pakan cacing sutra adalah 77 menit. Pengamatan GET pada ikan dengan
pembedahan dan didapatkan hasil 57,6 menit. pengamatan GET pada ikan
dengan pemberian pakan pelet mendapat hasil 116 menit. Hasil pengamatan
GET kelompok 5 sebagai kelompok pembanding pada ikan yang diberi pakan
cacing sutra adalah 310 menit. Pengamatan GET pada ikan dengan pemberian
pakan lumut jaring yaitu senilai 235 menit. pengamatan GET pada ikan dengan
periode waktu yang diperlukan oleh ikan nila untuk pertama kali mengosongkan
seperti frekuensi pemberian pakan harus diperhatikan agar pakan dapat tercerna
dengan baik. Faktor fotoperiode dan jenis pakan yang diberikan berperan penting
pemberian pakan, nafsu makan ikan, serta nilai GET harus diperhatikan untuk
Nutrisi pada ikan menurut Hinneh, et al. (2023), merupakan faktor penting
maka pertumbuhan ikan tidak akan maksimal. Kualitas pakan yang diberikan
pada ikan. Kandungan serat kasar yang terdapat pada pakan terlalu tinggi dapat
menyebabkan dampak buruk bagi pertumbuhan. Serat kasar pada pakan dapat
oleh lambung ikan nila untuk mengosongkan pencernaan hingga keluar feses
untuk pertama kali. Penelitian ini melibatkan tiga kelompok ikan nila yang diberi
pakan berbeda, yaitu cacing sutra, lumut jaring, dan pelet. Hasil pengamatan
Kelompok 12 yang diberi pakan cacing sutra memiliki GET sekitar 77 menit,
sementara kelompok yang diberi lumut jaring memerlukan waktu yang jauh lebih
Kelompok yang diberi pakan pelet memiliki GET sekitar 116 menit. Jenis pakan
yang diberikan kepada ikan berpengaruh signifikan terhadap GET, dengan pakan
cacing sutra dan pelet memiliki waktu GET yang lebih singkat dibandingkan
dengan lumut jaring. Hasil ini dapat menjadi panduan penting dalam manajemen
seperti frekuensi pemberian pakan dan jenis pakan yang sesuai. GET
nila untuk mencapai pertumbuhan maksimal. Nutrisi memiliki peran krusial dalam
perkembangan ikan, dan kualitas pakan yang diberikan harus menjadi fokus
4.3 Digestibility
mendapatkan hasil yang diberi pakan lumut memiliki nilai digestibility 55%. Ikan
yang diberikan pakan cacing sutra memiliki nilai digestibility 1%. Ikan yang diberi
pakan pelet memiliki nilai 81%. Hasil kelompok pembanding yaitu kelompok 5
yang memperoleh nilai sebagai berikut. Ikan yang diberi pakan lumut memiliki
nilai digestibility 75,6 %. Ikan yang diberikan pakan pelet memiliki nilai
nutrisi yang tersedia pada pakan serta tingkat kecernaan bahan. Perbandingan
antara kebutuhan energi dan kebutuhan protein menjadi dasar pemberian pakan
yang optimal. Kebutuhan nutrisi esensial ikan nila terdiri dari asam amino, asam
lemak esensial, mineral, dan vitamin. Ikan nila dapat mencerna pakan dengan
spesifik dan pertambahan bobot rendah. Pemberian pakan yang tinggi akan
lebih cepat. Kepadatan yang lebih tinggi akan mencegah terjadinya hierarki
dominasi, yang akan meningkatkan konsumsi pakan oleh ikan yang dibudidaya.
pakan yang optimal pada ikan nila adalah 8% dari berat tubuhnya, disesuaikan
dengan kebutuhan energi dan kebutuhan protein untuk pertumbuhan.
lumut kepada ikan yang menghasilkan nilai digestibility sebesar 55%, sementara
ikan yang diberi pakan cacing sutra hanya memiliki nilai digestibility 1%, dan ikan
yang diberi pakan pelet memiliki nilai digestibility sebesar 81%. Kelompok
pada perlakuan pemberian pakan. Digestibility adalah daya cerna ikan terhadap
pakan yang diberikan. Hal ini berkaitan dengan kandungan nutrisi dalam pakan
dan protein. Kebutuhan nutrisi esensial ikan nila, seperti asam amino, asam
lemak esensial, mineral, dan vitamin. Ikan nila memiliki kemampuan mencerna
konsumsi pakan dan dominasi hierarki. Tingkat pemberian pakan yang optimal
adalah sekitar 8% dari berat tubuh ikan nila, sesuai dengan kebutuhan energi
pada ikan memiliki hubungan yang sangat erat. Digestibility dengan GET
memiliki hubungan yang sangat erat. Waktu merupakan faktor penting dalam
dipuasakan akan memiliki perbedaan berat dengan berat lambung ikan yang
pengosongan lambung terjadi dalam waktu yang lama, belum tentu hal tersebut
dipengaruhi oleh daya cerna, karena dapat disebabkan pula oleh faktor lain
serta ransum harian pada ikan. Faktor yang dapat mempengaruhi GET adalah
ukuran ikan, kondisi lingkungan, serta komposisi makanan. Suhu perairan sangat
makan ikan. Suhu juga merupakan faktor yang dapat mempengaruhi waktu yang
faktor penting bagi kehidupan ikan. Frekuensi pemberian pakan harus dilakukan
kolam sehingga pertumbuhan tidak terjadi secara maksimal. Laju makan yang
meningkat dapat diikuti dengan laju pertumbuhan spesifik yang juga meningkat
hingga titik tertentu. Frekuensi pakan yang rendah dapat membatasi konsumsi
faktor kunci dalam mengatur pakan ikan, karena hal ini memengaruhi pola makan
dan pencernaan ikan. GET dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti ukuran
ikan, kondisi lingkungan, dan komposisi makanan. Suhu perairan memiliki peran
yang signifikan dalam GET, karena dapat mempengaruhi waktu yang diperlukan
untuk evakuasi lambung serta konversi pakan. Frekuensi pemberian pakan juga
memiliki dampak besar pada kehidupan ikan. Pemberian pakan yang optimal
adalah kunci untuk mencapai pencernaan maksimal. Frekuensi yang terlalu tinggi
pakan yang optimal harus seimbang, karena laju pertumbuhan spesifik ikan
dapat meningkat hingga suatu titik tertentu. Manajemen pakan ikan harus
mempertimbangkan semua faktor ini untuk mencapai hasil yang optimal dalam
namun masih terdapat beberapa koreksi. Koreksi yang pertama, yaitu pada saat
proses post test dan pre test yang sangat cepat. Koreksi terhadap praktikan yaitu
lebih ditingkatkan lagi disiplin waktunya sehingga praktikum dapat berjalan tepat
pakan dapat membantu dalam menekan biaya pakan. Pakan yang tidak
dikonsumsi oleh ikan dapat mengendap pada dasar perairan sehingga dapat
5.1 Kesimpulan
atau mekanik menjadi molekul yang lebih kecil agar dapat terabsorsi ke
3. Jenis pakan yang digunakan terdiri dari tiga jenis yakni, pellet, cacing
5.2 Saran
praktikan harus lebih menjaga sikap dengan tidak berkata kotor, tidak
praktikum. Praktikan harus menjaga alat dan bahan yang diberikan agar tidak
terjadi kerusakan alat laboratorium. Praktikan harus lebih siap atau prepare
sebelum jalannya praktikum agar nilai dari pretest maupun post-test bagus.
.
DAFTAR PUSTAKA
Andini, F., & Widaryati, R. (2020). Pengaruh enzim bromelin dosis berbeda
terhadap pertumbuhan dan efisiensi pemanfaatan pakan ikan Nila
(Oreochromis niloticus). Jurnal Ilmu Hewani Tropika (Journal Of Tropical
Animal Science), 9(2), 68-74.
Currie, K., Lange, B., Herbert, E. W., Harris, O. J. & Stone, D. A. J. (2015).
Gastrointestinal evacuation time, but not nutrient digestibility of greenlip
abalone, Haliotis laevigata Donovan, is affected by water temperature
and age. Aquaculture, 448, (2) 219-228.
https://doi.org/10.1016/j.aquaculture.2015.01.037.
De, M., Ghaffar, M. A., Bakar, Y., & Das, S. K. (2016). Effect of temperature and
diet on growth and gastric emptying time of the hybrid, Epinephelus
fuscoguttatus × E. lanceolatus. Aquaculture Reports, 4(7), 118-124.
https://doi.org/10.1016/j.aqrep.2016.08.002
Gaikowski, M. P., Wolf, J. C., Schleis, S. M., Tuomari, D., & Endris, R. G. (2013).
Safety of florfenicol administered in feed to tilapia (Oreochromis
sp.). Toxicologic Pathology, 41(4), 639-652.
https://doi.org/10.1177/0192623312463986
Geremew, A. (2015). Digestibility of soybean cake, niger seed cake and linseed
cake in juvenile nile tilapia, Oreochromis niloticus L. Aquaculture
Research and Development, 6(5), 1-5.
Haidar, M. N., Bleeker, S., Heinsbroek, L. T. N., & Schrama, J. W. (2018). Effect
of constant digestible protein intake and varying digestible energy levels
on energy and protein utilization in Nile tilapia. Aquaculture, 489(2), 28-
35. https://doi.org/10.1016/j.aquaculture.2017.12.035
Hartono, R., Fenita, Y. & Sulistyowati, E. 2015. Uji in vitro kecernaan bahan
kering, bahan organik dan produksi n-nh3 pada kulit buah durian
(Duriozi bethinus) yang difermentasi jamur tiram putih (Pleurotus
ostreatus) dengan perbedaan waktu inkubasi. Jurnal Sains Peternakan
Indonesia, 10(2), 87-94. https://doi.org/10.31186/jspi.id.10.2.87-94
Herrera, L. A., Santos, A. P. D., Sousa, O. M. D., Kuhnen, V. V., & Sanches, E.
G. (2019). Performance of common snook subjected to different feeding
frequencies and rates using automatic feeders. Pesquisa Agropecuária
Brasileira, 54(4), 58-90. https://doi.org/10.1590/s1678-
3921.pab2019.v54.00225
Hinneh, M. K. Y., Mbeva, L. D., Matolla, G., & Mutio, J. M. (2023). Effect of
different fish feed sources on growth and economic performance of Nile
tilapia (Oreochromis niloticus) within subsistence setup in Liberia. African
Journal of Education, Science and Technology, 7(3), 927-937.
Mabroke, R. S., Zidan, A. E. N. F., Tahoun, A. A., Mola, H. R., Abo-State, H., &
Suloma, A. (2021). Feeding frequency affect feed utilization of tilapia
under biofloc system condition during nursery phase. Aquaculture
Reports, 19(1), 100625. https://doi.org/10.1016/j.aqrep.2021.100625
Nawulawa, V. T., Kato, C. D., Rutaisire, J., Beukes, N., Pletschke, B. & Whiteley,
C. (2013). Enzyme activity in the nile perch gut: implications to nile perch
culture. International Journal of Fisheries and Aquaculture, 5(9), 221-228.
Pontes, M. ~D., Campelo, D. A. V., Takata, R., Oshiro, L. M. Y., & Castelar, B.
(2020). Digestibility and gastrointestinal transit of Ulva fasciata seaweed
meal in tilapia (Oreochromis niloticus) juveniles: basis for the inclusion of
a sustainable ingredient in aquafeeds. Research, Society and
Development, 9(10), e3889108497-e3889108497.
https://doi.org/10.33448/rsd-v9i10.8497
Rogge, C.M. & Taft, D. R. (2010). Preclinical Drug Development. CRC Press:
USA. Roy, R. (2013). Budi Daya Sidat. Agro Media Pustaka. Jakarta
Selatan.
Setiawati, J. E., Tarsim, Adiputra, Y. T. & S. Hudaidah. (2013). Pengaruh
penambahan probiotik pada pakan dengan dosis berbeda terhadap
pertumbuhan, kelulushidupan, efisiensi pakan dan retensi protein ikan
patin (Pangasius hypophthalmus). Jurnal Rekayasa Dan Teknologi
Budidaya Perairan, 1(2), 151-162. https://doi.org/10.31938/jsn.v4i1.70
Yanuar, V. (2017). Pengaruh pemberian jenis pakan yang berbeda terhadap laju
pertumbuhan benih ikan nila (Oreochromis niloticus) dan kualitas air di
akuarium pemeliharaan. ZIRAA’AH, 42(2), 91-99.
Zidni, I., Afrianto, E., Mahdiana, I., Herawati, H. & Ibnu, B. S. (2018). Laju
pengosongan lambung ikan mas (Cyprinus carpio) dan ikan nila
(Oreochoromis niloticus). Jurnal Perikanan dan Kelautan, 9(2), 147-151.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Dokumentasi
Sistem Pencernaan
a. Digestibility
Tubuh
Ikan ditusuk pada bagian medulla ikan dibedah
oblongata
Sistem Pencernaan
a. Digestibility
Meja Perlakuan Total Berat Kain Berat Berat BTM BTF Digestibility
Pakan Pakan% Saring (gr) Sisa Sisa
(gr) Pakan Pakan
FesesPakan Kering Basah
(gr) (gr)
Pelet - - 88 menit
Pelet - - 60 menit
Pelet - - 81 menit
BUKU KERJA PRAKTIKUM
NIM : 225080500111049
KELOMPOK : 12
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2023
1. PENDAHULUAN
ikan juga perlu kita ketahui mengenai warna tubuh ikan itu sendiri serta proses
terjadinya warna tubuh ikan tersebut. Selain itu juga untuk mengetahui
perubahan warna pada ikan seperti cahaya atau sinar, predator dan lain
oleh adanya sel kromatofora. Sel kromatofora dibagi menjadi 5 kategori yaitu
tersebut hidup. Warna ikan yang hidup di permukaan akan berbeda dengan
warna tubuh ikan yang hidup di perairan dasar. Warna tubuh ikan dapat
kebiasaan ataupun tingkah laku hidup ikan. Selain itu, warna tubuh ikan dapat
digunakan sebagai ciri tersendiri bagi kondisi ikan tersebut, misalnya saat
memijah warna tubuh ikan akan berbeda dengan saat ikan setelah memijah,
mengamati pola tingkah laku ikan yang berhubungan dengan kepekaan ikan
hal, pertama ikan tersebut memang bersifat fototaksis positif dan kedua ikan
adanya makanan. Saat siang hari umumnya dijumpai ikan yang bersifat diurnal
(aktif mencari makan pada siang hari). Ikan-ikan tersebut memiliki sifat fototaksis
positif. Ikan yang tidak menyukai adanya cahaya matahari umumnya merupakan
ikan nokturnal yang aktif pada malam hari dan ikan tersebut bersifat fototaksis
negatif.
dan memahami peranan warna tubuh (pigmen) dan fototaksis dalam kehidupan
ikan.
pada ikan dan sifat fototaksis ikan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
berwarna warni karena adanya pigmen atau warna pada kulitnya. Warna pada
a. Cromathophore
oleh adanya sel kromatofora (sel pigmen) yang terdapat pada kulit bagian
dermis. Sel ini diklasifikasikan menjadi lima kategori warna dasar, yaitu:
b. Guanophore
sinar yang diterima untuk dipantulkan dalam spektrum warna yang ada di sel
sisik ikan. Pigmen iridophores yang mirip dengan pigmen guanophore tetapi
lebih banyak memantulkan warna yang terlihat berpendar saat disinari spektrum
a. Faktor Internal
Arifin. et al, (2017), dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ukuran ikan, umur
b. Faktor Eksternal
yang mempengaruhi pewarnaan pada ikan. Ikan yang hidup di terumbu karang
memiliki warna yang menarik dengan tubuh berwarna warni, sedangkan untuk
ikan pelagis memiliki warna lebih hitam pada punggungnya. Faktor kedua yaitu
terdapat pada pakan. Perubahan warna menurut Jalila, et al., (2021), sering
air, dan kandungan pigmen dalam pakan. Kecerahan warna ikan dipengaruhi
oleh faktor genetik, lingkungan, dan nutrisi pakan, selain itu kepekaan warna
tubuh ikan untuk meningkatkan kualitas warna ikan dapat dipengaruhi oleh
warna wadah. Selain itu faktor lingkungan juga mempengaruhi pewarnaan. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat Sembiring et al. (2013), bahwa ikan yang
dipelihara pada kondisi terang akan memberikan reaksi warna yang berbeda
2.2 Fototaksis
2.2.1 Pengertian Fototaksis
yang disebabkan karena adanya rangsangan berupa cahaya. Peristiwa ini dapat
terjadi karena ikan memiliki ketertarikan pada sumber cahaya. Ikan tertarik pada
menunjukkan ketertarikan terhadap cahaya hanya terdiri dari ikan fotofilik, yang
sementara itu, ikan yang tidak tertarik pada cahaya atau bahkan menjauhinya
Jenis fototaksis menurut Rudin, et al. (2017), dibagi menjadi dua yaitu
fototaksis positif dan fototaksis negatif. Fototaksis positif merupakan gerak taksis
a. Faktor Internal
matang gonad, sedangkan ikan jantan pada jenis yang sama akan
● Penuh atau tidak penuhnya perut ikan, ikan yang sedang lapar lebih
b. Faktor Eksternal
● Suhu air, ikan akan mempunyai sifat fototaksis yang kuat ketika berada
● Tingkat cahaya lingkungan, kondisi di waktu siang hari atau pada saat
● Intensitas dan warna sumber cahaya, jenis ikan yang berbeda maka
akan berbeda juga cara merespon intensitas dan warna cahaya yang
diberikan.
● Ada atau tidaknya makanan, beberapa jenis ikan akan bersifat fototaksis
a. Sel Cone
Sel Cone (sel kerucut) berfungsi saat ada cukup cahaya, untuk
memberikan detail objek beserta warnanya. Sel kerucut hanya dapat dirangsang
b. Sel Rod
Sel Rod (sel batang) merupakan sel yang bekerja pada saat kondisi
minimum cahaya. Walaupun hanya ada sedikit cahaya (misalnya hanya ada satu
partikel foton), sel rod masih tetap dapat mendeteksi. Sel-sel batang tersebar di
bagian perifer (tepi, samping) dari retina dan dirangsang oleh cahaya redup.
Rangsangan ini penting untuk melihat cahaya pada saat redup dan dalam
keadaan gelap.
Wade dan Tavris (2008), menyatakan bahwa sel cone akan bekerja
saat cahaya terang. Mekanisme sel cone bekerja saat terdapat cahaya terang
yaitu contractile myoid elemen akan menggerakkan sel cone untuk mendekati
lensa, dan sel rod menjauhi lensa. Sel rod akan bekerja pada saat cahaya gelap.
Mekanisme sel rod saat cahaya gelap yaitu contractile myoid elemen akan
menggerakkan sel rod untuk mendekati lensa, sedangkan sel cone akan
menjauhi lensa.
3. METODOLOGI
a. Pewarnaan Tubuh
(T. tricopterus)
(T. tricopterus)
praktikum
ikan
praktikum
a. Pewarnaan Tubuh
(Trichogaster tricopterus)
a. Fototaksis
Toples 3 liter
-Disiapkan
-Ditutupi skotlet dengan perlakuan:
Meja 1.Hijau
Meja 2. Merah
Meja 3. Biru
Meja 4. Kuning
Meja 5.Ungu
Hasil
3.2.2 Fototaksis
Akuarium
-Disiapkan
-Diisi air ¾ bagian dan diberi aerasi
-Dilapisi seluruh sisi akuarium dengan plastic gelap
Hasil
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
dalam toples yang telah dilapisi oleh kertas warna dan ditunggu hasilnya hingga
perbedaan warna. Ikan tidak dapat berubah warna sesuai lingkungan baru
menujukkan hasil warna tubuh yang tidak berubah atau tetap berwarna kuning.
Warna tidak berubah disebabkan warna kulit ikan telah terkontaminasi oleh
bifasik, di mana fase pertama terjadi dengan cepat dan mencakup sebagian
besar perubahan warna ikan, diikuti oleh fase kedua yang berlangsung lebih
lambat dan bertahap. Respons awal yang cepat terhadap latar belakang yang
pengaturan perubahan warna awal pada ikan. Hasil survei terhadap adaptasi
terhadap warna lingkungan terang dan gelap pada berbagai teleost menunjukkan
bahwa perubahan warna pada ikan teleostei terkoordinasi melalui pengaruh
Warna kulit ikan menurut da Cunha, et al. (2020), merupakan aspek yang
dapat dipengaruhi oleh lingkungan. Warna pada ikan dewasa dihasilkan oleh
hidup ikan dapat merubah warna tubuh ikan. Cahaya matahari umumnya juga
pucat. Ikan mempunyai sel-sel yang dapat menyesuaikan warna dalam setiap
ikan sepat siam. Hasil pewarnaan tubuh pada kelompok 12 menunjukkan tidak
warna tubuh yang tidak berubah atau tetap berwarna kuning. Warna tidak
berubah pada kedua kelompok disebabkan warna kulit ikan telah terkontaminasi
4.2 Fototaksis
terhadap sifat fototaksis ikan. Sifat fototaksis merupakan gerak taksis suatu
individu yang disebabkan oleh adanya rangsangan cahaya. Pengamatan
dilakukan kepada ikan guppy, ikan mas koki, ikan black ghost, dan lobster air
tawar. Hasil pengamatan oleh kelompok 12 didapatkan hasil ikan mas koki dan
ikan guppy bersifat fototaksis positif. Ikan black ghost dan lobster air tawar
pembanding mendapat hasil yang sama dengan kelompok 12. Faktor lingkungan
yang mungkin memengaruhi pigmen warna kulit ikan menurut Jorjani, et al.
juga kepadatan.
menggunakan beberapa jenis ikan, termasuk ikan Mas Koki (C. auratus).
dibungkus menggunakan kresek hitam untuk menghindari cahaya dari luar, dan
fototaksis pada ikan mas koki dan mendapati bahwa ikan mas koki menunjukkan
fototaksis positif. Hasil fototaksis positif menunjukkan bahwa ikan mas koki akan
bergerak mendekati sumber cahaya. Hasil yang sama diperoleh oleh kelompok 5
sebagai pembanding juga mengamati ikan mas koki dan mendapatkan hasil
yang serupa, yaitu ikan mas koki juga berfototaksis positif. Ikan mas koki
Stres pada ikan menurut Jung, et al. (2016), bahwa kondisi ini akan
dampak buruk lainnya terhadap kesehatan. Ikan mas koki tidak dapat
beradaptasi dengan suhu tinggi dan radiasi cahaya yang terlalu tinggi.
penggunaan cahaya gelombang hijau pada ikan dapat mengurangi stress. Efek
pengurangan stres dan peningkatan kekebalan dari iradiasi LED dengan panjang
stres oksidatif dan mengurangi radikal bebas pada ikan mas yang terpapar
tekanan termal. Efek lampu LED dengan panjang gelombang hijau serupa
Ikan hias menurut Shin dan Choi (2014), merupakan salah satu
komponen penting dalam dunia akuakultur. Warna tubuh ikan hias menjadi salah
satu hal yang perlu diperhatikan karena di sanalah letak keistimewaannya. Faktor
molekuler dan fisiologis awal telah menganalisis efek spektrum LED sebagai
salah satu dari berbagai faktor lingkungan fotik dengan menggunakan LED
panjang gelombang pendek (biru dan hijau) sebagai sumber cahaya untuk ikan
budidaya. Bobot tubuh ikan pada kondisi LED hijau dan ungu jauh lebih tinggi
pada ikan mas koki (C. auratus). Pengamatan ini dilakukan di akuarium yang
dibungkus dengan kresek hitam menggunakan sumber cahaya dari flash ponsel.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa ikan mas koki bersifat fototaksis positif,
yang berarti mereka cenderung bergerak mendekati sumber cahaya. Stres dapat
berdampak negatif pada ikan, termasuk ikan mas koki, dengan menghambat
dengan panjang gelombang hijau dapat mengurangi stres pada ikan, dengan
efek serupa dengan suplementasi melatonin. Warna tubuh ikan hias, termasuk
ikan budidaya seperti ikan mas koki, sangat penting dan dapat dipengaruhi oleh
yang dibungkus dengan kresek hitam untuk menghindari cahaya luar, dan
fototaksis terhadap ikan guppy dan mendapati bahwa ikan guppy mempunyai
sifat fototaksis positif. Hasil fototaksis positif menunjukkan bahwa ikan guppy
mengamati ikan guppy dan mendapatkan hasil yang serupa, yaitu ikan guppy
oleh faktor lingkungan seperti keberadaan makanan dan adanya cahaya. Ikan
guppy merupakan salah satu ikan dengan sifat fototaksis positif. Fototaksis positif
pada saat berada pada akuarium putih. Keadaan lainnya, ikan mas koki
berwarna lebih gelap saat dipelihara dalam akuarium dengan latar belakang
hitam. Pemberian pakan pada ikan tidak dapat mempengarhi keindahan tubuh
dari ikan hias. Ikan yang diberikan pakan dan dipuasakan tidak menunjukkan
fototaksis pada ikan guppy (P. reticulata). Praktikum ini dilakukan dalam
akuarium yang dibungkus dengan kresek hitam untuk menghindari cahaya luar
dan menggunakan sumber cahaya dari flash ponsel. Kelompok 12 dan Kelompok
sifat fototaksis positif, yang berarti mereka cenderung mendekati sumber cahaya.
Fototaksis adalah salah satu bentuk gerak taksis, yaitu respon perilaku bawaan
ikan terhadap lingkungan. Gerak taksis ini dipengaruhi oleh faktor lingkungan
seperti cahaya dan makanan. Ikan guppy adalah contoh ikan dengan fototaksis
positif, yang berarti mereka aktif bergerak mendekati sumber cahaya dalam
fototaksis, warna tubuh ikan mas juga dipengaruhi oleh lingkungannya. Ikan
guppy memiliki warna yang berbeda tergantung pada latar belakang akuarium.
Ikan guppy menjadi pucat saat ditempatkan di akuarium putih, sementara mereka
menjadi lebih gelap saat berada di akuarium dengan latar belakang hitam.
Pemberian pakan atau puasa tidak mempengaruhi warna tubuh ikan, tetapi
fototaksis menggunakan beberapa jenis ikan, termasuk spesies lobster air tawar
akuarium yang dibungkus dengan kresek hitam untuk menghindari cahaya luar,
fototaksis pada lobster air tawar dan mendapati bahwa lobster ini menunjukkan
fototaksis negatif. Hasil fototaksis negatif menunjukkan bahwa lobster air tawar
mengamati lobster air tawar dan mendapatkan hasil yang serupa, yaitu lobster ini
Serotonin menurut Fong dan Ford (2013), bahwa zat ini dapat
udang karang secara signifikan, dan semakin tinggi triptofan, semakin tinggi
Perilaku kanibalisme hewan akuatik dapat diatur oleh faktor kimia, dan
japonicus. Udang ini aktif di malam hari, dan dalam kondisi gelap ketika tingkat
sumber cahaya. Lobster air tawar dapat berubah menjadi fototaksis positif jika
ada banyak makanan di dekat sumber cahaya. Serotonin memengaruhi perilaku
Infeksi parasit ini dikaitkan dengan peningkatan aktivitas serotonergik otak, yang
yang dapat memengaruhi perilaku kanibalisme pada hewan air, seperti hormon
kanibalisme pada udang kuruma pasca larva Penaeus japonicus. Cahaya intensif
fototaksis menggunakan beberapa jenis ikan, termasuk spesies ikan black ghost
yang dibungkus dengan kresek hitam untuk menghindari cahaya luar, dan
fototaksis pada ikan black ghost dan mendapati bahwa ikan black ghost ini
pembanding juga mengamati ikan black ghost dan mendapatkan hasil yang
sama. Ikan black ghost yang diamati oleh kelompok 5 juga berfototaksis secara
negatif. Fototaksis dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal, salah
Organ listrik yang dimiliki pada ikan menurut Bray, et al. (2022),
ikan tersebut. Gaya hidup nokturnal yang dimiliki beberapa spesies membuat
organ listrik lebih sering digunakan daripada mata sebagai organ petunjuk
ataupun organ yang berguna untuk komunikasi dengan individu lain. Ikan dengan
sifat nokturnal akan lebih aktif dalam beraktivitas pada malam hari. Spesies
gymnotiform memiliki kelainan pada bagian mata terutama pada retina dan
lensanya lebih kecil dibandingkan ikan lainnya. Gaya hidup nokturnal bisa
menunjukkan durasi, amplitudo, dan frekuensi yg lebih besar pada waktu malam
hari. Malam hari menunjukkan bahwa gaya hidup spesies nokturnal sedang
sangat aktif karena minimnya cahaya yang tersedia yang mendukung kegunaan
yang banyak ditemui di Indonesia. Ikan black ghost berasal dari Sungai yang
tersebut yaitu Samudera Pasifik, Sungai Orinoco, Maracaibo, Amazon, dan San
sebagai ikan hias. Ikan black ghost mempunyai bentuk tubuh berwarna hitam
dan tipis sehingga dikenal dengan ikan pisau. Ikan black ghost mempunyai ciri
Hasil yang sama menunjukkan konsistensi dalam perilaku ikan black ghost dalam
dan salah satunya adalah ketersediaan makanan di sekitar sumber cahaya. Hal
fototaksis ikan. Organ listrik pada ikan memiliki peran dalam mencerminkan gaya
hidup dan keberadaan ikan tersebut. Ikan nokturnal cenderung lebih aktif pada
malam hari dan menggunakan organ listrik sebagai pengganti mata dalam
berkomunikasi dan berorientasi. Ikan black ghost menjadi salah satu ikan hias
ditingkatkan lagi agar praktikum lebih kondusif. Praktikan harus lebih aktif
menjawab maupun bertanya mengenai materi yang disampaikan. Alat dan bahan
digunakan untuk menciptakan warna ikan yang lebih menarik. Ikan yang
mempunyai warna tubuh menarik cenderung mempunyai nilai jual lebih tinggi.
5.1 Kesimpulan
fototaksis negatif.
3. Fototaksis dipengaruhi oleh jenis ikan, jenis kelamin, suhu air, dan warna
sumber cahaya.
mempunyai sifat fototaksis positif, sedangkan ikan black ghost dan lobster
5. Sel reseptor dibagi menjadi dua, yaitu sel cone dan sel rod
6. Pigmen warna kulit ikan dibagi menjadi dua, yaitu schematochrome dan
biochrome.
5.2 Saran
dengan cukup baik. Asisten praktikum dapat memberikan materi dengan baik
laboratorium harus ditingkatkan agar praktikan lain tidak terganggu. Saran buat
Andini, F., & Widaryati, R. (2020). Pengaruh enzim bromelin dosis berbeda
terhadap pertumbuhan dan efisiensi pemanfaatan pakan ikan Nila
(Oreochromis niloticus). Jurnal Ilmu Hewani Tropika (Journal Of Tropical
Animal Science), 9(2), 68-74.
Currie, K., Lange, B., Herbert, E. W., Harris, O. J. & Stone, D. A. J. (2015).
Gastrointestinal evacuation time, but not nutrient digestibility of greenlip
abalone, Haliotis laevigata Donovan, is affected by water temperature
and age. Aquaculture, 448, (2) 219-228.
https://doi.org/10.1016/j.aquaculture.2015.01.037.
De, M., Ghaffar, M. A., Bakar, Y., & Das, S. K. (2016). Effect of temperature and
diet on growth and gastric emptying time of the hybrid, Epinephelus
fuscoguttatus × E. lanceolatus. Aquaculture Reports, 4(7), 118-124.
https://doi.org/10.1016/j.aqrep.2016.08.002
Gaikowski, M. P., Wolf, J. C., Schleis, S. M., Tuomari, D., & Endris, R. G. (2013).
Safety of florfenicol administered in feed to tilapia (Oreochromis
sp.). Toxicologic Pathology, 41(4), 639-652.
https://doi.org/10.1177/0192623312463986
Geremew, A. (2015). Digestibility of soybean cake, niger seed cake and linseed
cake in juvenile nile tilapia, Oreochromis niloticus L. Aquaculture
Research and Development, 6(5), 1-5.
Haidar, M. N., Bleeker, S., Heinsbroek, L. T. N., & Schrama, J. W. (2018). Effect
of constant digestible protein intake and varying digestible energy levels
on energy and protein utilization in Nile tilapia. Aquaculture, 489(2), 28-
35. https://doi.org/10.1016/j.aquaculture.2017.12.035
Hartono, R., Fenita, Y. & Sulistyowati, E. 2015. Uji in vitro kecernaan bahan
kering, bahan organik dan produksi n-nh3 pada kulit buah durian
(Duriozi bethinus) yang difermentasi jamur tiram putih (Pleurotus
ostreatus) dengan perbedaan waktu inkubasi. Jurnal Sains Peternakan
Indonesia, 10(2), 87-94. https://doi.org/10.31186/jspi.id.10.2.87-94
Herrera, L. A., Santos, A. P. D., Sousa, O. M. D., Kuhnen, V. V., & Sanches, E.
G. (2019). Performance of common snook subjected to different feeding
frequencies and rates using automatic feeders. Pesquisa Agropecuária
Brasileira, 54(4), 58-90. https://doi.org/10.1590/s1678-
3921.pab2019.v54.00225
Hinneh, M. K. Y., Mbeva, L. D., Matolla, G., & Mutio, J. M. (2023). Effect of
different fish feed sources on growth and economic performance of Nile
tilapia (Oreochromis niloticus) within subsistence setup in Liberia. African
Journal of Education, Science and Technology, 7(3), 927-937.
Mabroke, R. S., Zidan, A. E. N. F., Tahoun, A. A., Mola, H. R., Abo-State, H., &
Suloma, A. (2021). Feeding frequency affect feed utilization of tilapia
under biofloc system condition during nursery phase. Aquaculture
Reports, 19(1), 100625. https://doi.org/10.1016/j.aqrep.2021.100625
Nawulawa, V. T., Kato, C. D., Rutaisire, J., Beukes, N., Pletschke, B. & Whiteley,
C. (2013). Enzyme activity in the nile perch gut: implications to nile perch
culture. International Journal of Fisheries and Aquaculture, 5(9), 221-228.
Pontes, M. ~D., Campelo, D. A. V., Takata, R., Oshiro, L. M. Y., & Castelar, B.
(2020). Digestibility and gastrointestinal transit of Ulva fasciata seaweed
meal in tilapia (Oreochromis niloticus) juveniles: basis for the inclusion of
a sustainable ingredient in aquafeeds. Research, Society and
Development, 9(10), e3889108497-e3889108497.
https://doi.org/10.33448/rsd-v9i10.8497
Rogge, C.M. & Taft, D. R. (2010). Preclinical Drug Development. CRC Press:
USA. Roy, R. (2013). Budi Daya Sidat. Agro Media Pustaka. Jakarta
Selatan.
Setiawati, J. E., Tarsim, Adiputra, Y. T. & S. Hudaidah. (2013). Pengaruh
penambahan probiotik pada pakan dengan dosis berbeda terhadap
pertumbuhan, kelulushidupan, efisiensi pakan dan retensi protein ikan
patin (Pangasius hypophthalmus). Jurnal Rekayasa Dan Teknologi
Budidaya Perairan, 1(2), 151-162. https://doi.org/10.31938/jsn.v4i1.70
Yanuar, V. (2017). Pengaruh pemberian jenis pakan yang berbeda terhadap laju
pertumbuhan benih ikan nila (Oreochromis niloticus) dan kualitas air di
akuarium pemeliharaan. ZIRAA’AH, 42(2), 91-99.
Zidni, I., Afrianto, E., Mahdiana, I., Herawati, H. & Ibnu, B. S. (2018). Laju
pengosongan lambung ikan mas (Cyprinus carpio) dan ikan nila
(Oreochoromis niloticus). Jurnal Perikanan dan Kelautan, 9(2), 147-151.
LAMPIRAN
a. Pewarnaan Tubuh
Lapisi seluruh sisi akuarium dengan Aerator dipasang pada akuarium yang
plastik gelap telah dilapisi plastik gelap
Lampiran 2. Data Hasil Praktikum
a. Pewarnaan Tubuh
NAMA :
NIM :
KELOMPOK :
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2023
BUKU KERJA PRAKTIKUM
OSMOREGULASI
NIM : 225080500111049
KELOMPOK : 12
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2023
1. PENDAHULUAN
faktor yang mempengaruhi fisiologi ikan sebagai organisme yang hidup di dalam
mengatur tingkat keseimbangan air dan garam dalam jaringan tubuhnya agar
antara cairan dalam tubuh dengan media (cairan luar tubuh). Proses
osmoregulasi. Ikan air laut kehilangan sepertiga cairan tubuh mereka, sehingga
mereka beradaptasi dengan cara banyak minum dan mengeluarkan sedikit urin
mengeluarkan banyak urin. Insang, ginjal dan usus merupakan organ utama
organisme yang hidup di perairan. Upaya organisme air untuk menjaga tekanan
osmotik tidak lepas dari proses osmoregulasi. Hal tersebut menyatakan bahwa
memiliki beberapa organ tubuh seperti insang, kulit dan ginjal yang berperan
berkaitan dengannya.
pada hari 2023 di Laboratorium Reproduksi dan melalui video conference Google
Meet.
2. TINJAUAN PUSTAKA
mengontrol keseimbangan air dan ion antara di dalam dan di luar tubuh melalui
dalam tubuh berjalan normal (Ardi et al., 2016). Osmoregulasi terdapat proses:
1. Transpor Aktif
antaranya. Transpor aktif dibagi menjadi dua yaitu transpor aktif primer dan
transpor aktif sekunder. Transpor aktif primer memperoleh energi dari proses
gradien elektrokimia Na+ atau H+, contohnya pompa Ca2+ pada sel otot dan
pompa Na+ dan K+ pada setiap sel. Pompa Na+ dan K+ bekerja untuk
mempertahankan Na di luar sel tetap lebih tinggi daripada di dalam sel, dan
kadar Kalium di dalam sel tetap lebih tinggi daripada di luar sel.
2. Transpor Pasif
a. Difusi
b. Osmosis
Pola regulasi ion dan air menurut Fujaya (2008) ada 3 macam, yakni
sebagai berikut:
konsentrasi cairan tubuh yang lebih tinggi dari konsentrasi media atau
konsentrasi cairan tubuh yang lebih rendah dari konsentrasi media atau
estuari.
2.4 Toleransi Ikan atau Hewan Air terhadap Salinitas
Toleransi ikan atau hewan air terhadap salinitas menurut Ghufran dan
yang cukup luas, contoh ikan bandeng (Chanos chanos), ikan nila
kecil atau sempit, contoh ikan layang (Decapterus ruselli), ikan queen
angelfish (Holocanthus ciliaris), ikan lele (Clarias sp), ikan mas (Cyprinus
ikan yakni:
1. Sel Chloride dalam insang berfungsi untuk transport dan memompa ion-
+ + + 2+ -
ion seperti Na , K , Ca , Mg , Cl (Anggoro et al., 2021)).
(Burhanuddin, 2014).
bagian ikan teleostei yang terdiri dari glomerulus untuk menyaring, dan
tubulus yang berfungsi untuk menyerap cairan dan diubah menjadi urin
(Robert, 2010).
b. Faktor eksternal menurut Boyd and Tucker (1998) terdiri dari salinitas
dan suhu.
dengan usaha ikan untuk mempertahankan komposisi ion-ion yang optimal pada
tubuhnya. Hal ini dilakukan ikan dengan jalan melakukan mekanisme transpor
aktif terutama pada ion natrium, Kalium, dan Chlorida, dengan adanya
ekstraseluler (lingkungan). Cairan yang terdapat pada tubuh ikan air tawar
garam-garam cenderung keluar dari tubuh. Air dari lingkungan yang masuk ke
dalam tubuh ikan secara osmosis melalui permukaan tubuh bersifat permeabel.
minum air, kulitnya diliputi mucus (mencegah garam masuk atau keluar dan
Lantu (2010), menyatakan bahwa kadar konsentrasi garam pada air laut
lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan garam yang ada di tubuh ikan
(hipoosmotik). Hal tersebut menyebabkan air banyak keluar dari tubuh dan
garam akan cenderung masuk ke dalam tubuh, sehingga ikan harus
yang pekat. Adaptasi lain yang dilakukan adalah ikan air laut akan lebih banyak
terhadap air tawar. Rahardjo et al. (2011), menyatakan bahwa ikan salmon dan
sidat ketika menghuni perairan tawar tidak banyak minum air, tetapi ketika di laut
minum air 4-15% dari bobot tubuhnya. Fungsi ginjal pun juga berubah dengan
ginjal meningkat sehingga urin yang dikeluarkan turun menjadi sekitar 10% dari
2.8.2 Hagfish
Bone and Moore (2008), menyatakan bahwa volume darah ikan hagfish
hanya terjadi regulasi ion karena komposisi Na+ dan Cl- dalam darah hagfish
menyimpan urea dan trimethilamin oxides (TMAO) di dalam darah agar cairan di
larutan?
V1 × N1 = V2 × N2
Diketahui:
Jawab : V1 × N1 = V2 x N2
43X = 300
X = 6,97
V larutan II = 10 – 6,97
= 3,02 liter
masing larutan?
Larutan I 2 30
Larutan II 45 13 +
43
Larutan I =
Larutan II =
a. Pengamatan Empedu
Freezer :
Toples 3 L :
Kamera digital :
Nampan :
Stopwatch :
Kain lap :
Gunting :
Bak besar :
Penggaris :
Timbangan OZ :
Timbangan digital :
b. Toleransi Salinitas
Toples 3 L :
Kamera digital :
Timbangan digital :
Stopwatch :
Kain lap :
Seser :
Aerator set :
Kabel roll :
Beaker glass :
Penggaris :
Akuarium :
Nampan :
a. Pengamatan Empedu
Empedu sapi :
Air tawar :
Benang Kasur :
Kertas Label :
Tisu :
b. Toleransi Salinitas
Ikan Nila
(O. niloticus) :
(Clarias gariepinus) :
Ikan Damsel Biru
(Chrysiptera cyanea) :
Trash Bag :
Air Tawar :
Air Laut :
Kertas label :
Tisu :
Toples 4L
NaCl
Hasil
3.2.2 Toleransi Salinitas
Toples 3L
Hasil
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
empedu sapi yang masih segar. Berat awal ( ) dari empedu sapi kelompok 12
adalah 150 gr. Kondisi awal empedu ketika baru dimasukkan ke dalam air
bersalinitas 12 ppt adalah segar, terapung, serta air tetap jernih. Pengamatan
dilakukan berulang setiap 20 menit hingga enam kali pengulangan. Hasil akhir
empedu sapi kelompok 5 adalah 135 gr. Kondisi awal empedu ketika dimasukkan
dilakukan berulang setiap 20 menit hingga enam kali pengulangan. Hasil akhir
ke waktu terjadi karena reaksi kimia dan biologis karena penyeimbangan cairan
dalam empedu sapi dengan salinitas lingkungan yang dinamis. Perbedaan hasil
dari kedua kelompok ini dapat terjadi dikarenakan media air memiliki kadar
kandungan garam yang tinggi. Osmoregulasi yang diatur oleh jalur saraf dan
Saluran natrium epitel α (α-ENaC) yang diatur oleh hormon seperti aldosteron
turut memodulasi jumlah Na+ dalam cairan ekstraseluler dan tekanan darah.
dalam tubuh. Osmoregulasi umumnya memperoleh ion pada air laut dan
kehilangan pada saat berada di air tawar. Pencernaan pada makhluk hidup
khususnya ikan mempunyai peran penting atas masuk dan keluarnya air melalui
empedu sapi yang masih segar. Pengamatan dilakukan berulang setiap 20 menit
hingga enam kali pengulangan. Hasil akhir menunjukkan sampel empedu sapi
kelompok 12 masih segar, warna pucat, terapung, serta air menguning. Hasil
ke waktu terjadi karena reaksi kimia dan biologis karena penyeimbangan cairan
dalam empedu sapi dengan salinitas lingkungan yang dinamis. Perbedaan hasil
pengamatan oleh kedua kelompok bisa disebabkan oleh perbedaan kadar
yang tinggi. Osmoregulasi umumnya memperoleh ion pada air laut dan
kehilangan pada saat berada di air tawar. Pencernaan pada makhluk hidup
khususnya ikan mempunyai peran penting atas masuk dan keluarnya air melalui
toleransi salinitas pada ikan lele dumbo (Clarias garepinus) didapatkan hasil.
Kelompok 12 mengamati ikan lele dengan bobot awal atau Wo sebesar 90gr.
Kondisi awal lele dumbo kepala diatas, bergerak pasif, serta warna tubuh
normal. Hasil akhir pengamatan didapatkan hasil ikan lele dumbo kepala diatas,
pembanding mengamati ikan lele dumbo dengan berat 87 gr. Kondisi awal lele
dumbo yaitu pasif, stress, dan warna normal. Kondisi akhir ikan lele yang diamati
Ikan lele dumbo menurut Hidayati, et al. (2021), merupakan ikan yang
dapat hidup dengan lingkungan yang berada pada kondisi salinitas sempit. Hal
ini disebabkan ikan lele dumbo termasuk ke dalam ikan jenis air tawar. Terdapat
beberapa dari spesies ikan lele dumbo yang dapat bertahan hidup pada salinitas
air payau. Faktor yang mempengaruhi selain adanya genetik adalah lingkungan
asli yang berada di sekitarnya. Ikan yang sudah terbiasa dengan kondisi
lingkungan yang ekstrim akan memiliki tingkat kelulusan hidup yang tinggi.
juveniles ikan lele dumbo bahkan dapat bertahan hidup hingga salinitas 5 ppt,
perubahan luas di lingkungan salinitas. Ciri morfologi ikan lele dumbo tampaknya
serupa dengan ikan lele asli. Ikan lele dumbo tercatat memiliki kemampuan
Beberapa faktor seperti jangkauan penerimaan pakan yang luas, toleransi yang
toleransi salinitas pada ikan lele dumbo (C. garepinus) didapatkan hasil.
Kelompok 12 mengamati ikan lele dengan bobot awal atau Wo sebesar 90gr.
Hasil akhir pengamatan didapatkan hasil ikan lele dumbo kepala diatas, stress,
mengamati ikan lele dumbo dengan berat 87 gr. Kondisi akhir ikan lele yang
diamati yaitu mati dengan air yang sangat keruh. Ikan lele dumbo merupakan
ikan yang dapat hidup dengan lingkungan yang berada pada kondisi salinitas
sempit. Hal ini disebabkan ikan lele dumbo termasuk ke dalam ikan jenis air
tawar. Faktor yang mempengaruhi selain adanya genetik adalah lingkungan asli
yang berada di sekitarnya. Ikan yang sudah terbiasa dengan kondisi lingkungan
gr. Kondisi awal ikan nila adalah dapat bergerak aktif, warna normal, dan
cenderung berada di dasar. Kondisi akhir ikan nila menunjukkan hasil ikan yang
bergerak pasif, warna pudar, namun tidak dalam keadaan stress. Kelompok 5
dengana berat awal 16 gr. Kondisi awal ikan nila adalah stress, bergerak aktif,
hidup, dan berada di permukaan. Kondisi akhir ikan adalah ikan mati, warnanya
Ikan nila menurut Pierrenia, et al. (2021), merupakan ikan yang memiliki
kisaran salinitas sebesar 20 ppt. Ikan nila merupakan salah satu spesies ikan air
produksi pada ikan nila yaitu dengan dilakukannya budidaya intensif. Upaya
hidup ikan seperti adanya ketersediaan air. Budidaya intensif dapat ditandai
adanya kepadatan yang tinggi dan adanya peningkatan dalam pemberian pakan.
Ikan nila menurut Chourasia, et al. (2018), bahwa mampu bertahan hidup
di salinitas yang berbeda-beda. Ikan air tawar ini memiliki kelebihan air dan
yang rendah dan bersifat hipoosmotik. Ion didapatkan ikan melalui penyerapan
yang ada pada insang. Ion juga dapat diserap oleh ikan melalui makanan-
toleransi salinitas pada ikan nila (O. niloticus) didapatkan hasil. Kelompok 12
melakukan pengamatan terhadap ikan nila dengan bobot awal 35 gr. Kondisi
akhir ikan nila menunjukkan hasil ikan yang bergerak pasif, warna pudar, namun
melakukan pengamatan terhadap ikan nila dengana berat awal 16 gr. Kondisi
akhir ikan adalah ikan mati, warnanya pudar memerah, serta operculum
membuka. Ikan nila menurut Chourasia, et al. (2018), bahwa mampu bertahan
hidup di salinitas yang berbeda-beda. Ikan air tawar ini memiliki kelebihan air dan
yang rendah dan bersifat hipoosmotik. Ion didapatkan ikan melalui penyerapan
yang ada pada insang. Ion juga dapat diserap oleh ikan melalui makanan-
toleransi salinitas pada ikan Ikan Damsel (Chrysiptera cyanea) didapatkan hasil.
kondisi awal ikan damsel kelompok 12 adalah bergerak pasif, warna normal,
tidak stress, serta berada di dasar. Kondisi akhir ikan damsel kelompok 12
adalah bergerak pasif, warna tubuh gelap, dan berada di dasar perairan.
awal ikan adalah stress, warna pudar, bergerak aktif. Kondisi akhir ikan adalah
Ikan damsel menurut Madeira, et al. (2020), merupakan salah satu jenis
ikan hias yang banyak digemari dan populer oleh para pembudidaya ikan hias
dan pecinta aquascape. Ikan ini juga dikenal dengan panggilan "Damselfish Half-
blue" karena warna tubuhnya yang biru terang. Ikan damsel ini tergolong jenis
ikan air laut yang banyak ditemui pada daerah terumbu karang yang dangkal.
Ikan damsel biru dikenal sebagai ikan yang agresif karena memiliki pergerakan
yang cepat saat berenag. Ikan damsel memiliki kemampuan beradaptasi dengan
Habitat ikan damsel menurut Nguyen, et al. (2019), merupakan ikan yang
dapat hidup dan tumbuh di air laut. Ikan ini mampu menyesuaikan dan
salinitas 33 ppt dan suhu yang berkisar antara 25-28°C. Organ yang digunakan
dalam proses osmoregulasi pada ikan ini sama dengan ikan lain pada umumnya.
Terdapat insang, ginjal, dan usus apabila terjadi fluktuasi perubahan salinitas,
ikan akan mengalami perubahan gerak dari aktif menjadi pasif. Hal tersebut
fisiologis pada hewan dari tingkah laku maupun perubahan pada tubuhnya.
toleransi salinitas pada ikan Ikan Damsel (Chrysiptera cyanea) didapatkan hasil.
0,5 gr. Kondisi akhir ikan damsel kelompok 12 adalah bergerak pasif,
pembanding mengamati ikan dengan bobot 6 gr. Kondisi akhir ikan adalah
tidak stress, warna memudar, hidup, dan air mulai mengeruh. Ikan damsel
menurut Madeira merupakan salah satu jenis ikan hias yang banyak digemari
dan populer oleh para pembudidaya ikan hias dan pecinta aquascape. Ikan
damsel biru dikenal sebagai ikan yang agresif karena memiliki pergerakan yang
yaitu antara lain, sebagai berikut. Kedisiplinan para praktikan harus ditingkatkan
lagi agar praktikum lebih kondusif. Praktikan harus lebih aktif menjawab maupun
bertanya mengenai materi yang disampaikan. Alat dan bahan yang digunakan
harus diajaga dengan baik agar tidak terjadi kerusakan. Praktikan harus sudah
.
5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
empedu sapi memiliki membran yang dapat ditembus oleh zat cair.
4. Ikan nila merupakan salah satu jenis ikan eurihalin yang dapat
5.2 Saran
praktikan harus lebih menjaga sikap dengan tidak berkata kotor, tidak
skema kerja yang akan dilakukan agar tidak selalu bergantung pada asisten
praktikum. Praktikan harus menjaga alat dan bahan yang diberikan agar tidak
terjadi kerusakan alat laboratorium. Praktikan harus lebih siap atau prepare
sebelum jalannya praktikum agar nilai dari pretest maupun post-test bagus.
DAFTAR PUSTAKA
Affandi, R. & Usman M. T. (2002). Fisiologi Hewan Air. Unri Press: Pekanbaru.
Anggoro, S., Indarjo, A., Salim, G., Handayani, K. R., Ransangan, J., Ibrahim, A.
J., & Firdaus, M. (2021). Biologi Perikanan dan Kelautan di Indonesia.
Aceh. Syiah Kuala University Press. 152 hlm.
Antosia, R. M., Putri, I. A., Farduwin, A., Irawati, S. M., & Santoso, N. A. (2022).
Peninjauan ulang kedalaman akuifer menggunakan metode resistivitas
1D di Desa Gayau, Kabupaten Pesawaran. Jurnal Abdi Masyarakat
Indonesia, 2(2), 651-660.
Ardi, I., Setiadi, E., Kristanto, A. H. & Widiyati, A. (2016). Salinitas optimal untuk
pendederan benih ikan betutu (Oxyeleotris marmorata).Jurnal Riset
Akuakultur, 11(4), 339-347. https://doi.org/10.15578/jra.11.4.2016.347-
354
Bone, Q. & Moore, R. (2008). Biology of Fishes. Taylor & Francis. 128pp.
https://doi.org/10.1201/9781134186310
Hadiaty, R. K. (2016). Ichthyofauna of menoreh karst area, Jawa Tengah and the
conservations efforts. Jurnal Iktiologi Indonesia, 16(2), 199-210.
Inayah. (2017). Pengaruh detergen terhadap respon fisiologi, laju pertumbuhan
dan tingkat kelangsungan hidup benih ikan nila pada skala laboratorium.
Prosiding Seminar Nasional Kemaritiman dan Sumberdaya Pulau-Pulau
Kecil, 1(1), 44-50.
Kordi K., M. G. H. & A. B. Tancung. (2010). Pengelolaan Lualitas Air Dalam Budi
Daya Perairan. Rineka Cipta: Jakarta.
Saputra, H. M., Marusin, N. & Santoso, P. (2013). Struktur histologis insang dan
kadar hemoglobin ikan Asang (Osteochilus hasseltii C.V) di danau
Singkarak dan Maninjau, Sumatera Barat. Jurnal Biologi Universitas
Andalas, 2(2), 138- 144.
Sheriha, G. M., Waller, G. R., Chan, T., & Tillman, A. D. (1968). Composition
of bile acids in ruminants Waller. Lipids, 3(1), 72-78.
https://doi.org/10.1007/BF02530972.
Sun, J. L., Zhao, L. L., Cui, C., Du, Z. J., He, Z., Wang, Y., & Yang, S. (2019).
Influence of Long-term Temperature stress on respiration frequency,
na+/k+-atpase activity, and lipid metabolism in common carp (Cyprinus
carpio). Journal of thermal biology, 83(2), 165-171.
https://doi.org/10.1016/S1546-5098(08)60306-4
Wong, M. Khwok-Shing, Ozaki, H., Suzuki, Y., Iwasaki, W. & Takei, Y. (2014).
Discovery of osmotic sensitive transcription factor in fish intestine via a
tanscriptomic approach. BMC Genomics, 15(1134), 1-13.
https://doi.org/10.1186/1471-2164-15-1134
Toples diisi air sebanyak ¾ bagian Empedu sapi ditimbang dan dicatat
sebagai berat awal (W0)
Toples diisi air sebanyak ¾ bagian Sampel ikan lele (Clarias gariepinus )
ditimbang dan dicatat sebagai berat
awal (W0)
Toples diisi air sebanyak ¾ bagian Sampel ikan damsel biru (Chrysiptera
cyanea) ditimbang dan dicatat sebagai
berat awal (W0)
Dilakukan pengamatan setiap 20 menit Sampel ikan nila (C. cyanea) ditimbang
sekali selama 2 jam dan dicatat sebagai berat akhir (Wt)
Lampiran 2. Data Hasil Pengamatan
a. Osmoregulasi
15.41
Sangat pucat, air sangat keruh (hijau
kehitaman), ukuran mengecil
13.40 Pucat, air bersih, melayang, ukuran
sedikit membesar
RESPIRASI
NAMA :
NIM :
KELOMPOK :
NAMA ASISTEN :
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2023
1. PENDAHULUAN
utama yang bekerja dengan mekanisme difusi permukaan dari gas-gas respirasi
(oksigen dan karbondioksida) antara darah dan air. Oksigen yang terlarut dalam
air akan diabsorbsi ke dalam kapiler-kapiler insang dan difiksasi oleh hemoglobin
Proses respirasi ikan terdapat dua fase yaitu fase inspirasi dan fase
karena insang bergerak ke samping akibat udara dalam mulut lebih kecil
daripada tekanan udara luar sehingga menyebabkan mulut terbuka dan air
masuk kedalam mulut. Fase ekspirasi ditandai dengan masuknya air ke rongga
mulut, kemudian celah mulut akan tertutup. Tutup insang akan kembali ke posisi
semula diikuti gerakan selaput ke samping, sehingga celah insang terbuka yang
meyebabkan air keluar serta terjadi pertukaran gas (Murtidjo et al., 2001).
1.2 Maksud dan Tujuan
dilakukan insang.
pada ikan.
pada hari 2023 di Laboratorium Reproduksi dan melalui video conference Google
Meet.
2. TINJAUAN PUSTAKA
difusi ke dalam tubuh ikan melewati organ insang dan keluarnya CO2 ke
hidup organisme. Kebutuhan oksigen dalam air harus tetap terjaga karena
sama lain untuk memenuhi kebutuhan oksigen, sehingga ikan stres bahkan
waktu. Hal ini memungkinkan terjadi karena oksidasi dari bahan makanan
CO2 . Energi yang dihasilkan dalam proses ini tidak langsung digunakan untuk
aktivitas sel dalam pembentukan ATP dari ADP dan H3PO4 (Akbulut, 2002).
pada ikan. Insang berfungsi dalam pertukaran gas, selain itu insang juga
berfungsi sebagai pengatur pertukaran garam dan air, serta pengeluaran zat
yang pertama kali mendapat pengaruh apabila lingkungan air tercemar (Solikhah
oksigen dan air ke dalam insang. Mekanisme inspirasi adalah sebagai berikut:
tutup insang menutup, mulut terbuka. Hal itu mengakibatkan tekanan dalam
mulut lebih kecil daripada tekanan udara diluar dan air dari luar masuk ke dalam
rongga mulut.
Fase ekspirasi adalah fase pengeluaran air dan gas karbondioksida. Air
masuk ke dalam rongga mulut, celah mulut menutup, tutup insang membuka,
sehingga tekanan di dalam rongga mulut lebih besar dan menyebabkan air
insang. Hal ini menyebabkan pertukaran gas dimana oksigen berdifusi ke dalam
kapiler darah, kemudian CO2 berdifusi dari darah ke dalam air. Pertukaran O2
dan CO2 pada ikan terjadi pada fase ekspirasi (Murtidjo, 2001).
2. Faktor eksternal menurut Stoss (1983), yaitu suhu, kadar O2, kadar
1. Labirin
(Trichogaster sp.).
2. Arborescent
3. Kulit
fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton, difusi oksigen di atmosfer, dan
arus. Alur pada respirasi pada ikan yakni air masuk melalui mulut dan
seluruh tubuh oleh nadi. Kondisi darah saat kehilangan oksigen, darah akan
Heater masak :
Stopwatch :
Handtally counter :
Ember :
Seser sedang :
Thermometer Hg :
Kabel roll :
Aerator set :
Akuarium :
Kamera digital :
Cool box :
Nampan :
Toples 3 L :
Es batu :
Plastik bening :
Karet gelang :
Kertas label :
Tisu :
Trash bag :
Toples 3L
-
Konsumsi DO =
Keterangan:
∆ DO = Perubahan DO
DO0 = DO awal
DOt = DO akhir
Hasil
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
praktikum ini adalah ikan wader. Hasil yang diperoleh kelompok 12 pada bukaan
operculum yaitu nihil karena ikannya mati saat dimasukkan pada air dengan suhu
masing hasil yang berbeda. Rata-rata bukaan operculum pada ikan nila
tiga kali dengan hasil yang berbeda. Rata-rata bukaan operculum pada ikan nila
dalam jumlah yang kurang dari cukup dapat menimbulkan stres pada ikan dan
ikan. Penurunan kadar oksigen ini bisa terjadi di media budidaya karena
masuk udara atau air melalui mulut, kemudian mengeluarkannya melalui insang.
Frekuensi respirasi ikan secara umum dipengaruhi oleh suhu perairan dan
frekuensi pernapasan yang rendah. Suhu perairan yang lebih tinggi dapat
membuat ikan lebih aktif dengan frekuensi pernapasan yang lebih tinggi.
Hubungan antara suhu perairan dan perilaku respirasi ikan menunjukkan adanya
praktikum ini adalah ikan wader. Hasil yang diperoleh kelompok 12 pada bukaan
operculum yaitu nihil karena ikannya mati saat dimasukkan pada air dengan suhu
30°C. Rata-rata bukaan operculum pada ikan nila kelompok 12 adalah 751.
menggunakan suhu 35°C. Rata-rata bukaan operculum pada ikan nila kelompok
5 adalah 1338,67.
4.2 Analisis Grafik DO
hasil sebagai berikut. Pengamtan DO dilakukan pada air dengan suhu 30°C
memperoleh hasil yaitu berat ikan awal sebesar 12 gr. Pengukuran DO awal
didapatkan sebesar 7,16 mg/L dan DO akhir 4,43 mg/L, lalu dihitung konsumsi
gr. Pengukuran DO awal didapatkan sebesar 6,43 mg/L dan DO akhir 5,63 mg/L,
dengan baik dan lancar. Praktikkan yang kurang kondusif pada saat pelaksanaan
praktikum. menjadi salah satu koreksi yang harus dibenahi. Tim asisten telah
oksigen terlarut yang ada di perairan terhadap laju respirasi ikan. Pemahaman
5.1 Kesimpulan
difusi ke dalam tubuh ikan melewati organ insang dan keluarnya CO2 ke
lingkungan perairan.
2. Fase inspirasi adalah fase pengambilan oksigen dan air ke dalam insang.
3. Fase ekspirasi adalah fase pengeluaran air dan gas karbondioksida. Air
karena ikannya mati saat dimasukkan pada air dengan suhu 30°C.
5.2 Saran
praktikan harus lebih menjaga sikap dengan tidak berkata kotor, tidak
skema kerja yang akan dilakukan agar tidak selalu bergantung pada asisten
praktikum. Praktikan harus menjaga alat dan bahan yang diberikan agar tidak
terjadi kerusakan alat laboratorium. Praktikan harus lebih siap atau prepare
sebelum jalannya praktikum agar nilai dari pretest maupun post-test bagus.
DAFTAR PUSTAKA
Saputra, H. M., Marusin, N. & Santoso, P. (2013). Struktur histologis insang dan
kadar hemoglobin ikan Asang (Osteochilus hasseltii C.V) di danau
Singkarak dan Maninjau, Sumatera Barat. Jurnal Biologi Universitas
Andalas, 2(2), 138- 144.
Lampiran 1. Dokumentasi
Ditunggu media air sampai pada suhu Ikan sampel ditimbang dan dicatat
perlakuan tergantung setiap meja berat tubuhnya
Ditunggu media air sampai pada suhu Ikan sampel dimasukkan ke dalam
perlakuan tergantung setiap meja toples dan ditunggu selama 5 menit
untuk adaptasi
Amati jumlah bukaan operkulum Hitung total jumlah bukaan operkulum
menggunakan handtally counter selama tiga kali pengulangan
selama 10 menit dengan tiga kali
pengulangan
Lampiran 2. Data Hasil Praktikum
a. Respirasi
MEJA 1 MEJA 2
MEJA 3 MEJA 4
MEJA 5 MEJA 6
MEJA 7 MEJA 8
Dissolved Oxygen (DO)
MEJA 1 MEJA 2
0,173
0,32
MEJA 3 MEJA 4
0,11 0,268
MEJA 5 MEJA 6
0,178
0,228
MEJA 7 MEJA 8
0,15 0,02
Lampiran 4. Terminologi
Dissolved Oxygen : Jumlah oksigen terlarut dalam air yang berasal dari
fotosintesis dan absorbs atmosfer