Anda di halaman 1dari 54

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

PBF KIMIA FARMA

DISUSUN OLEH :

ANDIK KURNIAWAN :PO.713251151051

ASMIRANDA : PO.713251151052

DWI NURYANTI : PO.713251151053

EKA WARDANA : PO.713251151055

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR

JURUSAN FARMASI

2017/2018
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN

PBF KIMIA FARMA

OLEH

ANDIK KURNIAWAN :PO.713251151051

ASMIRANDA : PO.713251151052

DWI NURYANTI : PO.713251151053

EKA WARDANA : PO.713251151055

Laporan ini telah diterima dan disahkan

Pada me1 2018

Disetujui oleh

Pembimbing teknis pembimbing supervise

Ahmad Alwy, S.Farm., Apt Hendra Stevany, S.Si., M.kes., Apt

NIP. NIP.198005082005011002

Mengetahui,

Ketua Jurusan Farmasi

Politeknik Kesehatan Makassar

Dr. Rusli, Sp.FRS., Apt

NIP.19675661992031002
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat

dan karunia-Nya laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini dapat terselesaikan

dengan baik. Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini disusun berdasarkan hasil

pelaksanaan dan pengamatan kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) yang telah

dilaksanakan oleh penulis di PBF Kimia Farma Trading and Distribution selama

kurang lebih 2 ( dua ) minggu.

Dalam penulisan laporan ini penulis banyak mendapat bantuan dan bimbingan

dari berbagai pihak. Atas bantuan dan bimbingan yang telah diberikan penulis

mengucapkan terima kasih khususnya kepada :

1. Kedua orang tua yang telah memberikan dorongan moril maupun material beserta

do’a tulus dan ikhlas kepada penulis dalam menyelesaikan laporan ini.

2. Bapak Iswan Syarifuddin selaku Pimpinan PBF Kimia Farma Trading and

Distribution.

3. Bapak Ahmad Alwi, S.Farm., Apt selaku Apoteker PBF Kimia Farma Trading

and Distribustion.

4. Karyawan/karyawati PBF Kimia Farma Trading and Distribution yang telah

memberikan kesempatan dan membantu penulis selama melaksanakan Praktek

Kerja Lapangan di PBF Kimia Farma Trading and Distribution.

Semoga Allah SWT yang memberikan balasan yang setimpal atas segala

bantuan yang telah diberikan kepada penulis. Penulis sangat menyadari bahwa
dalam menyusun Laporan ini masih banyak kekurangan dan kelemahan, karena

keterbatasan dan pengetahuan yang dimiliki.

Akhirnya penulis berharap semoga laporan ini bermanfaat bagi penulis

maupun pembaca khususnya di bidang Farmasi.


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i

KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii

DAFTAR SINGKATAN ..................................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1

1. Latar Belakang ......................................................................................... 1

2. Tujuan Praktek Kerja Lapangan (PKL)................................................ 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 3

1. Pengertian PBF ......................................................................................... 3

2. Sejarah PBF……………………………………………………………... 3

3. Pengelolaan Sediaan Farmasi .................................................................. 15

4. Pengelolaan Obat ...................................................................................... 24

BAB III TINJAUAN KHUSUS ...................................................................... 36

1. Uraian Tugas dan Tanggung jawab ........................................................ 37

BAB IV PEMBAHASAN ............................................................................... 48

BAB V PENUTUP ......................................................................................... 53

A. Kesimpulan ............................................................................................... 53

B. Saran .......................................................................................................... 53

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 54


BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pendidikan tenaga kesehatan merupakan salah satu bagian yang sangat

penting bagi pembangunan nasional di bidang kesehatan yang di arahkan untuk

mendukung upaya pencapaian kesehatan masyarakat secara optimal. Dalam hal ini

pendidikan tenaga kesehatan diselenggarakan guna memperoleh pengetahuan, tenaga

kesehatan yang bermutu serta mampu melaksanakan tugas untuk mewujudkan

perubahan dalam rangka memenuhi pelayanan kesehatan bagi masyarakat.

Dalam rangka untuk mempersiapkan mahasiswa Poltekkes Kemenkes

Makassar untuk menjadi seorang tenaga kesehatan khususnya di bidang kefarmasian

maka diadakan suatu program praktik kerja lapangan (PKL). Program ini

dimaksudkan untuk mempersiapkan mahasiswa menjadi seorang Asisten Apoteker

(AA) yang terampil, dapat diandalkan secara profesional, memiliki rasa etis yang

mampu melayani dalam bidang kesehatan terutama dalam bidang farmasi. Serta

setelah lulus dan menjadi seorang Asisten Apoteker (AA), para mahasiswa

diharapkan mampu bekerja dalam proses produksi dan distribusi obat, membantu

kegiatan administrasi, pengawasan dan penyuluhan obat-obatan.

Praktik Kerja Lapangan ini diadakan di Pedagang Besar Farmasi Kimia Farma

Trading and Distribution (KFTD) yang beralamatkan di jl. Kima 15 Kav. R4/A1

Makassar selama lebih kurang 2 minggu. Praktik Kerja Lapangan memiliki makna

yang penting bagi mahasiswa karena merupakan suatu sarana pengenalan lapangan
kerja yang akan ditekuni nantinya dan merupakan suatu masa orientasi bagi siswa

sebelum bekerja langsung di masyarakat secara umum. Melalui praktik kerja

lapangan ini para siswa dapat mengetahui, melihat, menerima serta menerapkan ilmu

yang telah di dapat dari sekolah, bahkan para siswa dapat lebih menambah

pengetahuan dan keterampilan yang telah dimiliki sebelumnya.

2. Tujuan Praktik Kerja Lapangan (PKL)

a. Untuk menerapkan pengetahuan, wawasan dan keterampilan yang diharapkan

selama mengikuti pendidikan.

b. Praktik kerja lapangan (PKL) memberikan kesempatan bagi para mahasiswa

untuk mendapatkan pengetahuan yang luas dan mendalam tentang masalah

kefarmasian yang belum diberikan dikampus.

c. Praktik kerja lapangan (PKL) juga dapat memberikan kesempatan kepada

mahasiswa untuk menyesuaikan diri untuk menyesuaikan diri terhadap suasana

kerja yangsesungguhnya.

d.Dapat memberikan pengenalan mahasiswa pada aspek usaha potensial dalam

kerja antara lain struktur organisasi, asosiasi, jenjang karier, manajemen usaha

dan aspek-aspek lain.

e. Memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mendapatkan pengalaman

kerja nyata dan langsung dalam melaksanakan kegiatan pelayanan kefarmasian.


BAB II

TINJAUAN UMUM

A. Pengertian PBF

Menurut Keputusan Menkes No 1148/Menkes/PER/VI 2011, Pedagang Besar

Farmasi (PBF) adalah Perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin

untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat, dan bahan obat dalam jumlah

besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam peraturan tersebut juga memberikan batasan terhadap beberapa hal

yang berkaitan dengan kegiatan Pedagang Besar Farmasi yaitu batasan mengenai

a. Perbekalan farmasi adalah perbekalan yang meliputi obat, bahan obat, obat

tradisional, kosmetik dan alat kesehatan

b. Sarana pelayanan kesehatan adalah Apotek, rumah sakit, Puskesmas,, klinik,

toko obat, praktek bersama, atau unit kesehatan lainnya yang ditetapkan oleh

Menteri Kesehatan.

B. SEJARAH PBF

1. Sejarah PBF Kimia Farma

PBF Kimia Farma merupakan salah satu BUMN yang berbentuk

perseroan terbatas (PT) yang bergerak dibidang kesehatan dimana

pelaksanaannya harus sesuai dengan Permenkes RI

No.1191/Menkes/SK/IX/2002.

PT.Kimia Farma berdiri secara resmi pada tanggal 16 Agustus 1971 di

Jakarta. Pada mulanya perusahaan dirintis oleh perusahaan belanda pada tahun
1957 yang mengalami NV.Rathkom, NV.Bapata yang ketiganya berpusat dijawa

timur pada tahun 1976. Perusahaan Belanda tersebut di nasionalisasikan menjadi

Perusahaan Negara Farmasi dibawah koordinasi antara lain : PNF, Radja

Farmasi, Nuraini Farmasi, Bhineka Farmasi, BNF Satu Husada.

Pada tahun 1969-1970 dalam rangka penyederhanaan setiap BUMN maka

perusahaan-perusahaan tersebut digabung menjadi perusahaan yang bernama

bhineka kimia farma yang berdasarkan PP No.16 tahun 1971 yang berlaku

untuk perusahaan Bhineka Kimia Farma, maka perusahaan dinyatakan untuk

dijadikan perusahaan persero yang dikukuhkan dengan akte notaris pada tanggal

16 Agustus 1971, kemudian sejak saat itu perusahaan Bhineka Farma menjadi

PT.Kimia Farma akhirnya dapat terus berkembang sehingga dapat mendirikan

cabangnya diseluruh Indonesia.

Di Makassar PT Kimia Farma TD berlokasi di jalan Kima 15 Makassar

yang kegiatan pemasarannya meliputi wilayah Sulawesi Selatan dengan bidang

usaha penjualan obat-obatan, alat kesehatan, alat kontrasepsi, keluarga

berencana, bahan baku, bahan penolong terutama untuk laboratorium melalui

Rumah Sakit, Apotek, Toko Obat, Instansi pemerintah dan swasta.

B. PENGELOLAAN SEDIAAN FARMASI

1. Perencanaan

Berdasarkan history penjualan 3 bulan terakhir dirata-ratai program

berkoordinasi logistic koordinasi dengan bagian penjualan (Supplier)

dengan salesman serta marketing.


2. Pemesanan dan Penerimaan Barang dari Unit Logistik Sentral

Suppervisor penjualan mulai membuat perencanaan penjualan

kemudian diserahkan ke suppervisor logistik, setelah suppervisor logistik

menerima perencanaan penjualan kemudian dibuat daftar kebutuhan

barang-barang cabang, kemudian diserahkan ke branch manager lalu daftar

kebutuhan barang tersebut divalidasi setelah itu suppervisor logistik

membuat surat pesanan dengan sistem IT / Sistem Komputerisasi yang

tersambung Online ke pusat, unit logistik central menerima surat pesanan

lalu barang dikirim ke cabang kemudian suppervisor logistik penerima

barang.

3. Pemesanan dan Penerimaan Dari Pihak Ketiga

Suppervisor penjualan membuat perencanaan penjualan kemudian

diserahkan kepada supervisor logistik, setelah suppervisor logistik

menerima perencanaan penjualan dibuat daftar kebutuhan barang cabang

yang di validasi setelah itu branch manager memvalidasi daftar kebutuhan

setelah itu suppervisor logistik membuat surat pesanan aplikasi IT dikirim

ke supplier (melalui fax / email ) kemudian surat pesanan diterima supplier

pihak ketiga lalu barang dikirim ke cabang suppervisor logistik.

4. Pemesanan Barang NAPZA (Narkotika, Psikotropika, Prekusor)

1. Pemesanan Narkotika

Pemesanan sediaan narkotika menggunakan Surat Pesanan

Narkotik yang ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA).


Pemesanan dilakukan ke PT. Kimia Farma Trade and Distribution (satu

satunya PBF narkotika yang legal di indonesia) dengan membuat surat

pesanan khusus narkotika rangkap empat. Satu lembar Surat Pesanan

Asli dan dua lembar salinan Surat Pesanan diserahkan kepada Pedagang

Besar Farmasi yang bersangkutan sedangkan satu lembar salinan Surat

Pesanan sebagai arsip di apotek, satu surat pesanan hanya boleh memuat

pemesanan satu jenis obat (item) narkotika misal pemesanan pethidin

satu surat pesanan dan pemesanan kodein satu surat pesanan juga, begitu

juga untuk item narkotika lainnya.

2. Pemesanan Psikotropika

Pemesanan psikotropika dengan surat pemesanan rangkap 2,

diperbolehkan lebih dari 1 item obat dalam satu surat pesanan, boleh

memesan ke berbagai PBF.

3. Pemesanan Prekursor

Pemesanan prekursor dengan surat pemesanan rangkap 1,

dibolehkan lebih dari 1 item obat dalam satu surat pesanan, boleh memesan

ke berbagai PBF.

5. Penerimaan

Saat penerimaan harus dilakukan pemeriksaan terhadap:

a. Kebenaran nama, jenis, nomor batch, ED, jumlah dan kemasan harus

sesuai dengan surat pengantar atau pengiriman barang dan atau faktur

penjualan.
b. Kondisi kontainer pengiriman dan atau kemasan termasuk segel, label

dan atau penandaan.

c. Kebenaran nama, jenis, jumlah dan kemasan dalam surat pengantar atau

pengiriman barang dan atau faktur penjualan harus sesuai dengan arsip

surat pesanan.

Setelah dilakukan pemeriksaan dan dinyatakan telah sesuai,

penanggung jawab fasilitas distribusi harus menandatangani surat

pengantar atau pengiriman barang dan atau faktur penjualan dan dibubuhi

stempel fasilitas distribusi. Kemudian dicatat pada kartu stock.

6. Penyimpanan

Setelah barang diterima dan dicek, selanjutnya adalah proses

penyimpanan barang / obat di gudang. Penyimpanan obat harus disesuaikan

dengan suhu tertentu sesuai jenis obatnya. Tetapi tidak semua obat harus

disimpan pada suhu tertentu, ada pula obat yang disimpan pada suhu

normal. Pengaturan suhu dilakukan dengan tujuan agar kualitas obat tetap

terjaga. Suhu yang tidak sesuai akan merusak obat. Misalnya saja pada

suhu - disimpan di chiller seperti vaksin anti bisa ular, vaksin anti rabies,

vaksin anti tetanus. Penyimpanan obat pada suhu disimpan dalam chiller

seperti grapinom tablet, albumin. Pada suhu sejuk antara - seperti obat-

obat injeksi antara lain Govotil Injeksi, Inselin 250 mg, Griseofulvin 500

mg, vit.C, vicce, Betason-N, Betametason, Emibion tablet. Pada suhu


kamar antara - seperti Salbutamol, Paracetamol, Pamol, Panadol,

Magasida, Batugin, Ranitidin injeksi, Tramadol injeksi.

Syarat gudang penyimpanan Narkotika di PBF adalah sebagai berikut:

1. Dinding dibuat dari tembok dan hanya mempunyai satu pintu dengan

dua buah kunci yang kuat dengan merek yang berlainan.

2. Langit-langit dan jendela dilengkapi dengan jeruji besi.

3. Dilengkapi dengan lemari besi dan mempunyai kunci yang kuat yang

ditanam pada lantai / dinding.

4. Gudang dan lemari tidak boleh untuk menyimpan barang lain kecuali

ditentukan lain oleh Menteri.

Penyimpanan barang pada gudang berdasarkan :

1. Kelompok produk

Kelompok produk ini didasarkan pada OTC, Principal, Ethical

Brand, Generik dan Lisensi tetapi tetap dibedakan berdasarkan bentuk

sediaan obat, hal ini untuk mempermudah dalam memantau stok obat

dalam gudang, dan juga untuk menghindari kontaminasi sehingga

distribusi obat di monitoring.

2. Abjad

Penyusunan obat berdasarkan alphabet dilakukan agar dalam

mengakses atau mengambil obat lebih mudah dan cepat, karena telah

tersusun rapi berdasarkan susunan alphabet tersebut.

3. First In First Out (FIFO)


Barang yang datang pertama kali harus dikeluarkan terlebih

dahulu dari pada yang baru datang, agar tidak terjadi penumpukan

barang atau produk mati yang kemungkinan dapat kadaluarsa sehingga

berakibat pada kerugian.

4. First Expired First Out (FEFO)

Barang yang masa kadaluarsanya lebih awal harus dikeluarkan

terlebih dahulu dari pada masa kadaluarsanya yang masih lama. Hal ini

dilakukan untuk memperkecil kemungkinan penumpukan obat

kadaluarsa yang mengakibatkan kerugian.

Peyimpanan Menurut permenkes nomor 3 tahun 2015 Pasal 27

Penyimpanan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi

wajib memenuhi Cara Produksi Obat yang Baik, Cara Distribusi Obat

yang Baik, dan/atau standar pelayanan kefarmasian sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.Pasal 30

1. PBF yang menyalurkan Narkotikaharus memiliki tempat

penyimpanan Narkotika berupa gudang khusus.


2. Dalam hal PBF menyalurkan Narkotika dalam bentuk bahan bakudan

obat jadi, gudang khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus

terdiri atas:

a. gudang khusus Narkotika dalam bentuk bahan baku

b. gudang khusus Narkotika dalam bentuk obat jadi

3. Gudang khusus untuk tempat penyimpanan Narkotika sebagaimana

dimaksud pada ayat (1)dan ayat (2)berada dalam penguasaan

Apoteker penanggung jawab.

Pasal 31

1. PBF yang menyalurkan Psikotropika harus memilikitempat

penyimpanan Psikotropika berupa gudang khususatau ruang khusus.

2. Dalam hal PBF menyalurkan Psikotropika dalam bentuk bahan

baku dan obat jadi, gudang khusus atau ruang khusus sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) harus terdiri atas:

a. gudang khusus atau ruang khususPsikotropika dalam bentuk

bahan baku;dan

b. gudang khusus atau ruang khususPsikotropika dalam bentuk obat

jadi.

3. Gudang khusus atau ruang khusus untuk tempat penyimpanan

Psikotropika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berada

dalam penguasaan Apoteker penanggung jawab


7. Penjualan

Suppervisor menerima surat pesanan dari salesman kemudian

suppervisor penjualan menyerahkan surat pesanan kepada fakturis, lalu

suppervisor penjualan membuat faktur 1,2,3,4,5 yang diserahkan kepada

suppervisor logistik, lalu supervisor logistik menerima faktur 1,2,3,4,5

kemudian suppervisor logistik menyiapkan barang lalu dicocokan faktur

dengan fisik barang, kemudian dicatat dibuku ekspedisi pengiriman barang,

kemudiaan barang dengan faktur 1,2,3,4,5 diserahkan kepada pengantar

barang, kemudian barang dan faktur 1,2,3,4,5 diterima oleh pengantar

barang lalu dibuat tanda terima ekspedisi, kemudian faktur yang ke-5

diserahkan ke supervisor logistik, kemudian barang dan faktur 1,2,3,4

diterima pelanggan, dan faktur 4 diberikan kepada pelanggan, kemudian

supervisor logistik mengecek faktur 1,2,3 jika faktur sesuai maka inkaso

diproses dan jika tidak sesuai maka dilakukan proses claim.

Menurut permenkes nomor 3 tahun 2015

Pasal 8

Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi wajib

memenuhi Cara Distribusi Obat yang Baik sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan

Pasal 9

1. Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor

Farmasihanya dapat dilakukan berdasarkan:


a. surat pesanan

b. laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO)

untuk pesanan dari Puskesmas.

2. Surat pesanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)huruf a

hanya dapat berlaku untuk masing-masing Narkotika,

Psikotropika, atau Prekursor Farmasi.

3. Surat pesanan Narkotika hanya dapat digunakan untuk 1 (satu)

jenis Narkotika.

4. Surat pesanan Psikotropikaatau Prekursor Farmasihanya dapat

digunakan untuk 1 (satu) atau beberapa jenis Psikotropika atau

Prekursor Farmasi.

5. Surat pesanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat

(4) harus terpisah dari pesanan barang lain.

Penyaluran Narkotika Golongan I

Pasal 10

1. Penyaluran Narkotika Golongan I hanya dapat dilakukan oleh

perusahaan PBF milik Negara yang memiliki Izin Khusus Impor

Narkotika kepada Lembaga Ilmu Pengetahuan untuk

kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,

termasuk untuk kebutuhan laboratorium.

2. Penyaluran Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

hanya dapat dilakukan berdasarkan surat pesanan dari


Apoteker penanggung jawab dan/atau Kepala Lembaga Ilmu

Pengetahuan Penyaluran Narkotika, Psikotropika dan Prekursor

Farmasi Dalam Bentuk Obat Jadi

Pasal 14

1. Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi

dalam bentuk obat jadi hanya dapat dilakukan oleh:

a.Industri Farmasi kepada PBF dan Instalasi Farmasi Pemerintah

b.PBF kepada PBF lainnya, Apotek, Instalasi Farmasi Rumah

Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, Instalasi Farmasi Pemerintah

dan Lembaga Ilmu Pengetahuan

c. PBF milik Negara yang memiliki Izin Khusus Impor

Narkotika kepada Industri Farmasi, untuk penyaluran Narkotika

d.Instalasi Farmasi Pemerintah Pusat kepada Instalasi Farmasi

Pemerintah Daerah, Instalasi Farmasi Rumah Sakit milik

Pemerintah, dan Instalasi Farmasi Tentara Nasional Indonesia

atau Kepolisiane.Instalasi Farmasi Pemerintah Daerah kepada

Instalasi Farmasi Rumah Sakit milik Pemerintah Daerah,

Instalasi Farmasi Klinik milik Pemerintah Daerah, dan

Puskesmas.

2. Selain kepada PBF lainnya, Apotek, Rumah Sakit, Instalasi

Farmasi Pemerintah dan Lembaga Ilmu Pengetahuan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, PBF dapat


menyalurkan Prekursor Farmasi golongan obat bebas terbatas

kepada Toko Obat.

8. Pengendalian Persediaan

Pengendalian persediaan adalah suatu kegiatan untuk memastikan

tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program

yang lebih ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan atau

kekosongan obat di unit pelayanan kesehatan dasar.

Tujuan nya agar tidak terjadi kelebihan dan kekosongan obat di unit

pelayanan kesehatan dasar dan untuk menciptakan keseimbangan antara

besar nya persediaan dengan besar nya permintaan dari sekelompok

barang.

9. Pencatatan dan Pelaporan

Pedagang Besar Farmasi wajib membuat pencatatan mengenai

pemasukan dan/atau pengeluaran Narkotika,Psikotropika,dan Prekursor

Farmasi.

Pencatatan sebagaimana dimaksud terdiri atas:

a. nama, bentuk sediaan,dan kekuatan Narkotika,Psikotropika, dan

Prekursor Farmasi

b. jumlah persediaan

c. tanggal,nomor dokumen, dan sumber penerimaan

d. jumlah yang diterima


e. tanggal, nomor dokumen, dan tujuan penyaluran/penyerahan

f. jumlah yang disalurkan/diserahkan;

g. nomor batchdan kadaluarsa setiap penerimaan atau

penyaluran/ penyerahan; dan

h. paraf atau identitas petugas yang ditunjuk.

Pencatatan yang dilakukan sebagaimana dimaksud harus dibuat

sesuai dengan dokumen penerimaan dan dokumen penyaluran termasuk

dokumen impor, dokumen ekspor dan/atau dokumen penyerahan

Seluruh dokumen pencatatan, dokumen penerimaan, dokumen

penyaluran, dan/atau dokumen penyerahan termasuk surat pesanan

Narkotika, Psikotropika, dan Prekusor Farmasi wajib disimpan secara

terpisah paling singkat 3 (tiga) tahun. Hal ini ditujukan agar, apabila ada

pemeriksaan oleh Dinas Kesehatan atau Balai besar POM dapat

dipertanggung jawabkan. Pembukuan yang dimaksud mencakup surat

pesanan, faktur pesanan, faktur pengiriman dan penyerahan, kartu

persediaan digudang maupun dikantor PBF.

PBF yang melakukan penyaluran Narkotika, Psikotropika dan

Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi wajib membuat, menyimpan,

dan menyampaikan laporan pemasukan dan penyaluran Narkotika,

Psikotropika, dan Prekusor Farmasi dalam bentuk obat jadi setiap bulan

kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan tembusan Kepala

Badan/Kepala Balai.
Pelaporan sebagaimana yang dimaksud diatas paling sedikit terdiri

atas:

a. nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika, Psikotropika,

dan/atau Prekusor Farmasi

b. jumlah persediaan awal dan akhir bulan

c. tanggal, nomor dokumen, dan sumber penerimaan

d. jumlah yang diterima

e. tanggal, nomor dokumen, dan tujuan penyaluran

f. jumlah yang disalurkan

g. nomor batch dan kadaluarsa setiap penerimaan atau

penyaluran dan persediaan awal dan akhir.

10. Pemusnahan barang

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2015 Pasal 37

Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekusor Farmasi hanya

dilakukan dalam hal:

a. diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku

dan/atau tidak dapat diolah kembali

b. telah kadaluarsa

c. tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan

dan/atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan, termasuk sisa

penggunaan

d. dibatalkan izin edarnya


e. berhubungan dengan tindak pidana

Pasal 38

Pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf a

Sampai dengan huruf d dilaksanakan oleh Industri Farmasi, PBF,

Instalasi Farmasi Pemerintah, Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit,

Instalasi Farmasi Klinik, Lembaga Ilmu Pengetahuan, Dokter atau Toko

Obat.

Pasal 39

Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekusor Farmasi harus

dilakukan dengan:

a. tidak mencemari lingkungan

b. tidak membahayakan kesehatan masyarakat.

Pasal 40

Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekusor Farmasi

dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

a. penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas distribusi/fasilitas

pelayanan kefarmasian/pimpinan lembaga/dokter praktik perorangan

menyampaikan surat pemberitahuan dan permohonan saksi kepada:

1. Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan,

bagi Instalasi Farmasi Pemerintah Pusat


2. Dinas Kesehatan Provinsi dan/atau Balai Besar/Balai Pengawas Obat

dan Makanan setempat, bagi importir, Industri Farmasi, PBF, Lembaga

Ilmu Pengetahuan, atau Instalasi Farmasi Pemerintah Provinsi

3. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau Balai Besar/Balai Pengawas

Obat dan Makanan setempat, bagi Apotek, Instalasi Farmasi Rumah

Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, Instalasi Farmasi Pemerintah

Kabupaten/Kota, Dokter, atau Toko Obat.

b. Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Dinas

Kesehatan Provinsi, Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan

setempat, dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menetapkan petugas di

lingkungannya menjadi saksi pemusnahan sesuai dengan surat

permohonan sebagai saksi.

c. Pemusnahan disaksikan oleh petugas yang telah ditetapkan sebagaimana

dimaksud pada huruf b.

d. Narkotika, Psikotropika dan Prekusor Farmasi dalam bentuk obat jadi

harus dilakukan pemastian kebenaran secara organoleptis oleh saksi

sebelum dilakukan pemusnahan.

Pasal 41

Dalam hal Pemusnahan Narkotika, Psikotropika,dan Prekusor

Farmasi dilakukan oleh pihak ketiga, wajib disaksikan oleh pemilik

Narkotika, Psikotropika, dan Prekusor Farmasi dan saksi sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 40 huruf b.


Pasal 42

1. Penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas distribusi/fasilitas

pelayanan kefarmasian/pimpinan lembaga/dokter praktik perorangan yang

melaksanakan pemusnahan Narkotika, Psikotropika dan Prekusor Farmasi

harus membuat Berita Acara Pemusnahan.

2. Berita Acara Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling

sedikit memuat:

a. hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan

b. tempat pemusnahan

c. nama penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas distribusi/fasilitas

pelayanan kefarmasian/pimpinan lembaga/dokter praktik perorangan

d. nama petugas kesehatan yang menjadi saksi dan saksi lain

badan/sarana tersebut

e. nama dan jumlah Narkotika, Psikotropika, dan Prekusor Farmasi yang

dimusnahkan

f. cara pemusnahan

g. tanda tangan penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas

distribusi/fasilitas pelayanan kefarmasian/pimpinan lembaga/ dokter

praktik perorangan dan saksi

3. Berita Acara Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat

dalam rangkap 3 (tiga) dan tembusannya disampaikan kepada Direktur


Jenderal dan Kepala Badan/Kepala Balai menggunakan contoh

sebagaimana tercantum dalam Formulir 10 terlampir.

11. PENGELOLAAN OBAT

Penggelolaan Obat Narkotika, Psikotropika Dan Prekusor

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2015

tentang peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotika,

psikotropika, dan prekusor farmasi.

a. Narkotika

Menurut Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, dalam

Bab I Pasal 1 Narkotika adalah zat atau bahan obat yang berasalkan dari

tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat

menyebabkan penurunaan atau perubahan, kesadaran, hilangnya rasa,

mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan

ketergantungan yang dibedakan dalam golongan I, II, III.

 Narkotika Golongan I adalah Narkotika yang hanya digunakan

untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam

terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan

ketergantungan.

 Narkotika Golongan II adalah Narkotika berkhasiat pengobatan digunakan

sebagai pilihan terakhir dalam terapi dan digunakan untuk tujuan


pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi

mengakibatkan ketergantungan.

 Narkotika Golongan III adalah Narkotika berkhasiat pengobatan dan

banyak digunakan dalam terapi dan untuk tujuan pengembangan ilmu

pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan

ketergantungan.

Narkotika sangatlah bermanfaat dan diperlukan untuk pengobatan dan

pelayanan kesehatan serta pengembangan ilmu pengetahuan, namun dapat

menimbulkan ketergantungan yang dapat merugikan pemakai apabila

dipergunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan seksama. Narkotika

sering digunakan dengan cara maupun tujuan yang salah untuk mencegah

terjadinya penyalahgunaan Narkotika, menjamin ketersediaan Narkotika

untuk kepetingan pelayanan kesehatan dan pengembagan ilmu pengetahuan

dan teknologi, maka diadakan pengawasan terhadap penggunaan narkotika

yang meliputi pembelian, penyimpanan, penjualan, administrasi serta

penyampaian laporannya.

Pengelolaan Narkotika meliputi kegiatan :

1. Pemesanan Narkotika

Pemesanan narkotika dilakukan dengan cara :

 Perencanaan kebutuhan tahunan harus dibuat


 Wajib membuat Surat Pesanan N9 yang asli rangkap 4 yang dilengkapi

dengan :

a) Ditanda tangani oleh penanggung jawab fasilitas distribusi dan

dilengkapi dengan nama jelas dan Nomor Surat Izin Kerja Apoteker

(SIKA).

b) Mencantumkan nama dan alamat lengkap, nomor telephone/fax,

nomor izin dan stempel.

c) Mencantumkan nama industri farmasi/fasilitas distribusi pemasok

beserta alamat lengkap.

d) Mencantumkan nama narkotika, jumlah dan sediaan, isi, jumlah

kemasan dalam bentuk angka dan huruf.

e) Diberi nomor urut dan tanggal dengan penulisan yang jelas.

f) Dibuat terpisah dari Surat Pesanan yang lain.

2. Penerimaan Narkotika

Penerimaan narkotika harus dilakukan pemeriksaan terhadap :

a. Kebenaran nama, jenis, nomor batch, expired date, jumlah dan kemasan

harus sesuai dengan surat pengantar/pengiriman barang/faktur

penjualan.

b. Kondisi kontainer pengiriman/kemasan termasuk segel,

label/penandaan.
c. Kebenaran nama jumlah dan kemasan dalam surat pengantar/pengiriman

barang/faktur penjualan harus sesuai dengan arsip Surat Pesanan.

d. Setelah dilakukan pemeriksaan dan dinyatakan telah sesuai, penanggung

jawab fasilitas distribusi harus menandatangani surat

pengantar/pengiriman barang/faktur penjualan dan dibubuhi stempel,

nama Apoteker penanggung jawab, nomor SIKA (Surat Izin Kerja

Apoteker), tanggal penerimaaan.

e. Jika setelah dilakukan pemeriksaan terdapat item narkotika yang tidak

sesuai dengan Surat Pesanan/kondisi rusak maka narkotika tersebut

harus dibuat berita acara yang ditanda tangan oleh penanggung jawab

distribusi, Branch Manager, suppervisor logistik dan pihak ekspedisi

kemudian berita acara dikirim ke Unit Logistik Sentral kemudian

menunggu instruksi dari Unit Logistrik Sentral.

f. Jika terdapat ketidaksesuaian nomor batch, ED dan jumlah antara fisik

dengan dokumen pengadaan harus dibuat di dokumentasi untuk

mengklarifikasi ketidaksesuaian dimaksud ke pihak Unit Logistik

Sentral.

3. Penyimpanan Narkotika

Penyimpanan narkotika wajib disimpan secara khusus. PBF yang

menyalurkan narkotika harus memiliki gudang khusus untuk menmyimpan

narkotika.
4. Pelayanan Narkotika dari Apotek / Rumah Sakit / Dinkes

Surat Pesanan N9 diserahkan ke Apoteker penanggung jawab

distribusi kemudian surat pesanan divalidasi kebenarannya kemudian

Apoteker penanggung jawab membubuhkan stempel validasi dengan tanda

tangan kemudian diserahkan kepada fakturis lalu fakturis membuat dan

mencetak faktur lalu diserahkan ke pada Apoteker penanggung jawab

kemudian barang disiapkan. Setelah barang siap pihak apotek / Rumah

Sakit / Dinkes membayar barang narkotika secara tunai lalu barang diserah

kan beserta faktur kemudian pihak apotek / Rumah Sakit / Dinkes

mengecek kesesuain fisik barang dengan faktur. Faktur pesanan harus

ditanda tangani oleh Apoteker, SIPA/SIKA, Cap, Sarana.

5. Pelaporan Narkotika

Berdasarkan Undang-Undang No. 35 tahun 2009 Pasal 14 Ayat (2) dinyatakan

bahwa industri Farmasi, Pedagang Besar Farmasi, sarana penyimpanan

sediaan Farmasi Pemerintah, Apotek, Rumah Sakit, pusat harus

melaporkan distribusi narkotika setiap bulan.

Laporan Narkotika dilaporkan setiap satu bulan sekali. Pelaporan

narkotika ditujukan kepada Departemen Kesehatan dengan menggunakan

aplikasi E-REPORT dan kepada Badan Pengawasan Obat dan Makanan

menggunakan aplikasi E-NAPZA

6. Pemusnahan
a.Untuk pemusnahan barang rusak / expired date pada sarana distribusi

penanggung jawab fasilitas distribusi disaksikan oleh petugas BPOM dan

Dinas Kesehatan Provinsi serta dibuat laporan pemusnahan ditanda

tangani oleh penanggung jawab fasilitas, Branch Manager, petugas

BPOM setempat, petugas Dinas Kesehatan Provinsi.

b.Pelaksanaan pemusnahan dilaporkan ke Badan POM dengan tembusan

kepada Kepala Badan POM RI dan Dinkes Provinsi setempat dengan

melampirkan laporan pemusnahan.

c. Laporan pemusnahan sekurang-kurangnya memuat:

 Nama narkotika, jenis dan kekuatan sediaan, isi kemasan, jumlah,

nomor batch dan ED.

 Tanggal, waktu dan tempat pelaksanaan.

 Cara dan alasan pemusnahan.

 Nama penanggung jawab fasilitas distribusi dan nama saksi-saksi.

b. Psikotropika

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1997

tentang Psikotropika, dalam Bab I Pasal 1 Psikotropika adalah zat atau obat,

baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif

melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan

perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.


Psikotropika dibagi menjadi 4 golongan :

a. Psikotropika golongan I adalah Psikotropika yang hanya dapat digunakan

untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta

mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.

b. Psikotropika golongan II adalah Psikotropika yang berhasiat pengobatan

digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta

mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.

c. Psikotropika golongan III adalah Psikotropika yang berkhasiat pengobatan

dan banyak digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu

pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma

ketergantungan.

d. Psikotropika golongan IV adalah Psikotropika yang berkhasiat pengobatan

dan sangat luas digunakan untuk terapi dan atau untuk tujuan ilmu

pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma

ketergantungan.

Ruang lingkup pengaturan psikotropika dalam Undang-Undang No. 5 tahun

1997 adalah segala yang berhubungan dengan psikotropika yang mempunyai potensi

yang mengakibatkan ketergantungan. Tujuan dari pengaturan psikotropika ini

sama dengan narkotika,yaitu:

a. Menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan

dan ilmu pengetahuan.

b. Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika.


c. Memberantas peredaran gelap psikotropika.

Kegiatan-kegiatan Pengelolaan Psikotropika meliputi :

1. Pemesanan Psikotropika

Tata cara pemesanan obat-obat psikotropika sama dengan pemesanan obat

lainnya yakni dengan surat pemesanan yang sudah ditandatangani oleh Apoteker

penanggung jawab yang dikirim ke Pedagang Besar Farmasi (PBF). Penyaluran

psikotropika tersebut diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 Pasal 12

Ayat (2) dinyatakan bahwa penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat

dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan,

dokter dan pelayanan resep. Satu lembar surat pesanan psikotropika dapat terdiri

dari satu jenis obat psikotropika.

2. Penyimpanan Psikotropika

Sampai saat ini penyimpanan untuk obat-obatan golongan psikotropika

belum diatur dengan suatu perundang-undangan. Namun karena obat-obatan

psikotropika ini cenderung untuk disalahgunakan, maka disarankan agar

menyimpan obat-obatan psikotropika tersebut dalam suatu rak atau lemari

khusus yang terpisah dengan obat-obat lain, harus dikunci dan membuat kartu

stok psikotropika.

3. Penyerahan psikotropika

Penyerahan psikotropika harus disertai dan dilengkapi dengan dokumen

pengiriman yang sah, antara lain surat jalan/surat pengantar/pengiriman barang

atau faktur penjualan yang dikeluarkan oleh PBF yang ditandatangani oleh
kepala gudang dan penanggung jawab psikotropika. Dokumen pengiriman harus

terpisah dari dokumen lain.

PBF wajib bertanggung jawab terhadap pengiriman psikotropika sampai

diterima ditempat pemesan oleh penanggung jawab sarana, dibuktikan dengan

telah ditandatanganinya surat pengantar/pengiriman barang(nama, nomor

SIK/SIPA, tanda tangan penanggung jawab, tanggal penerimaan dan stempel

sarana). Pengiriman psikotropika wajib sesuai dengan alamat yang tercantum

pada Surat Pesanan dan faktur penjualan atau surat pengantar/ pengiriman

barang. Setiap psikotropika yang mengalami kerusakan dalam pengiriman harus

dicatat dalam bentuk berita acara dan dilaporkan segera kepada penanggung

jawab pengiriman, segera dilaporkan kepada Badan POM dengan tembusan

BPOM setempat. Setiap kehilangan psikotropika selama pengiriman wajib

dicatat dalam bentuk berita acara dan dilaporkan segera kepada penanggung

jawab fasilitas distribusi, segera dilaporkan kepada BPOM setempat dilengkapi

dengan bukti lapor dari kepolisian.

4. Pelaporan psikotropika

Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1997, pabrik obat, PBF, sarana penyimpanan sediaan

farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter

dan lembaga penelitian dan atau lembaga pendidikan, wajib membuat dan

menyimpan catatan mengenai kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika dan wajib

melaporkannya. Pelaporan psikotropika dilakukan setiap tiga bulan sekali yang


ditujukan kepada Departemen Kesehatan dengan menggunakan aplikasi E-REPORT dan

kepada Badan Pengawasan Obat dan Makanan menggunakan aplikasi E-NAPZA.

5. Pemusnahan psikotropika

Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 Pasal 53 tentang

Psikotropika, pemusnahan psikotropika dilakukan bila berhubungan dengan

tindak pidana, diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku

dan tidak dapat digunakan dalam proses psikotropika, kadaluarsa atau tidak

memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan atau untuk

kepentingan ilmu pengetahuan.

Pemusnahan psikotropika wajib dibuat berita acara dan disaksikan oleh

petugas dari BPOM setempat, petugas Dinas Kesehatan Provinsi dalam waktu 7

hari setelah mendapat kepastian.

Berita acara pemusnahan tersebut memuat:

1) Hari, Tanggal, Bulan dan Tahun Pemusnahan.

2) Nama penanggung jawab distribusi.

3) Nama seorang saksi dari sarana distribusi dan seorang saksi lain tersebut.

4) Nama dan jumlah psikotropika yang dimusnahkan.

5) Cara pemusnahan.

6) Tanda tangan penanggung jawab PBF dan saksi-saksi.

c. Obat Keras

Obat Keras adalah Obat yang hanya boleh diserahkan dengan resep dokter, dimana

pada bungkus luarnya diberi tanda bulatan dengan lingkaran hitam dengan dasar
merah yang didalamnya terdapat huruf “K” yang menyentuh garis tepi. Tanda dapat

dilihat dengan lebih jelas pada Gambar 3, Obat yang masuk ke dalam golongan obat

keras ini adalah obat yang dibungkus sedemikian rupa yang digunakan secara parenteral,

baik dengan cara suntikan maupun dengan cara pemakaian lain dengan jalan

merobek jaringan, obat baru yang belum tercantum dalam kompendial

farmakope terbaru yang berlaku di Indonesia serta obat-obat yang ditetapkan

sebagai obat keras melalui keputusan Menkes Republik Indonesia.

Menurut Kepmenkes RI menetapkan atau memasukan obat-obatan

kedalam daftar obat keras, memberikan pengertian obat keras adalah sebagai

berikut :

a. Semua obat yang ada bungkus luarnya oleh si pembuatan disebutkan

bahwa obat itu hanya boleh diserahkan dengan resep dokter.

b Mempunyai takaran maksimum atau yang tercantum dalam daftar obat

keras.

c. Diberi tanda khusus yaitu lingkaran bulat berwarna merah dengan garis

tepi berwarna hitam dengan huruf ”K” yang menyentuh garis tepi.

d. Semua obat baru, kecuali dinyatakan oleh departemen kesehatan tidak

membahayakan.

e. Semua sediaan parentral.

Untuk obat keras dengan daftar “G” (Gevaarlijik) berbahaya.

Penyimpanan di dalam gudang dan disusun berdasarkan alfabetis. Untuk obat


keras yang digunakan untuk pelayanan resep dokter dan penjualan bebas

diletakan dalam ruang racikan.

d. Obat Bebas Terbatas

Obat bebas terbatas atau obat yang masuk dalam daftar “W” , menurut

bahasa Belanda “W” singkatan dari “Waarschuwing” artinya peringatan. Jadi

maksudnya obat yang pada penjualannya disertai dengan tanda peringatan.

Menurut Permenkes RI yang menetapkan obat-obatan ke dalam daftar

“W” memberikan pengertian obat bebas terbatas adalah obat keras yang dapat

diserahkan kepada pasien yang pemakainya tanpa resep dokter bila memenuhi

syarat sebagai berikut:

1. Obat tersebut hanya boleh dijual dalam bungkus asli dari pabrik atau

pembuatnya.

2. Pada penyerahan oleh pembuat atau penjual harus mencantumkan tanda

peringatan P1 - P6. Tanda peringatan tersebut berwarna hitam, berukuran

panjang 5 cm dan lebar 2 cm memuat pemberitahuan warna putih sebagai

berikut:

e. Obat Bebas

Obat bebas biasa di sebut over the counter (OTC), obat bebas adalah obat yang dapat

dibeli tanpa resep dokter. Pada kemasan ditandai dengan lingkaran hitam,

mengelilingi bulatan berwarna hijau yang dapat dilihat dengan lebih jelas pada

Gambar 4, Dalam kemasan obat disertakan brosur yang berisi nama obat, nama
dan isi zat berkhasiat, indikasi, dosis, aturan pakai, efek samping ,nomor batch,

nomor registrasi, nama dan alamat pabrik, serta cara penyimpanannya.

f. Obat Generik

Obat Generik adalah Obat dengan nama resmi yang telah ditetapkan

dalam Farmakope Indonesia dan Internasional Non Proprietary Name (INN)

WHO untuk zat berkhasiat yang dikandungnya. Untuk penyimpanan obat generik

disimpan dalam lemari khusus obat generik yang terdapat diruang racikan dan

disusun menurut alfabetis.

Selain itu obat generik dapat juga merupakan obat yang telah habis masa

patennya, sehingga dapat diproduksi oleh semua perusahaan farmasi tanpa perlu

membayar royalti. Ada dua jenis obat generik yaitu obat generik bermerek dagang

dan obat generik berlogo yang dipasarkan dengan merek kandungan zat aktifnya.

Kewajiban menuliskan resep dan atau menggunakan obat generik pada fasilitas

pelayanan kesehatan pemerintah berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan

No.085/Menkes/ Per/I/1989 Pasal 7 Ayat (1) dan (3).

Pelaporan Obat Generik dilaporkan setiap tiga bulan sekali yang ditujukan

kepada Departemen Kesehatan menggunakan aplikasi E-REPORT.

g. Alat Kesehatan

Menurut UU RI NO.23 tahun 1992 tentang Alat Kesehatan adalah bahan,

instrurment, aparatus, implant yang tidak mengandung obat yang digunakan

untuk mencegah, mendiagnosa, menyembuhkan dan meringankan penyakit,

merawat orang sakit serta memulihkan kesehatan pada mranusia atau


membentuk stuktur dan memperbaiki fungsi tubuh. Alat kesehatan disimpan

dalam lemari khusus alat kesehatan yang penyusunannya secara alfabetis.

h. Obat Rusak dan Kadaluarsa

Obat Rusak adalah bat yang bentuk atau kondisinya tidak dapat digunakan

lagi atau rusak. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No.1332/ MenKes /SK/X/2002 Pasal 12 Ayat (2) disebutkan bahwa sediaan

farmasi yang karena sesuatu hal tidak dapat digunakan lagi atau dilarang

digunakan harus dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam atau dengan

cara lain yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik IndonesiaNo.922/

menkes/Per/X/1993 Pasal 13 menyebutkan bahwa pemusnahan sediaan farmasi

dilakukan oleh Apoteker Pengelola Apotek atau apoteker pengganti dibantu oleh

sekurang-kurangnya seorang karyawan apotek yang bersangkutan, disaksikan

oleh petugas yang ditunjuk Kepala POM setempat. Pada pemusnahan tersebut

wajib dibuat berita acara pemusnahan dengan menggunakan formulir model

APT-8, sedangkan pemusnahan obat-obatan golongan narkotik dan psikotropika

wajib mengikuti ketentuan perundang-undangan yang berlaku.


BAB III

TINJAUAN KHUSUS

A. Uraian Tugas dan tanggung jawab

a. Kepala PBF

Kepala PBF sebagai pimpinan bertugas merencanakan, menata,

melaksanakan serta mengawasi hal-hal sebagai berikut :

1. Perjanjian hasil perdagangan komoditi PBF.

2. Perjanjian hasil pengadaan, penyimpanan, pendistribusian komoditi PBF.

3. Perjanjian hasil penerimaan, pendistribusian komoditi khusus (Inpres,

PNB, dll).

4. Perjanjian hasil penyelesaian hutang piutang intern dan ekstern PBF baik

ke kantor pusat maupun ke pihak ketiga.

5. Menyusun konsep peraturan/ketetapan lain yang meliputi pengelolaan

komoditi PBF, pengembangan perdagangan/pemasaran produk Kimia

Farma.

6. Penyusunan pengadaan dan pengembangan pegawai PBF serta

pelaksanaan penilaian dan pembinaan di PBF.

7. Penyelenggaraan tata usaha di lingkungan PBF.

8. Pengelolaan rencana kerja dan anggaran perubahan di lingkungan PBF.

9. Penyusunan investasi dan rehabilitasi serta sarana kerja di lingkungan

PBF.
10. Penyelenggaraan konsultasi dan informasi yang perlu dalam penyelesaian

hasil pengadaan komoditi PBF serta pengembangan pemasaran dan

penyelesaian hutang PBF kepada unit kerja lainnya.

11. Penggunaan dan pemeliharaan investasi perusahaan di lingkungan kerja

lain serat di lingkungan PBF.

Kepala PBF mempunyai wewenang melakukan kegiatan yang

bersangkutan berdasarkan perundang-undangan atau peraturan perusahaan,

ketetapan direksi dan ketentuan lain yang berlaku sebagai pemangku jabatan

kepala PBF Kimia Farma.

Selain itu kepala PBF juga bertanggung jawab kepada

pejabat atasan langsung atas ketetapan dan kebenaran pelaksanaan tugas dan

kewajiban yang dilimpahkan kepada yang bersangkutan berdasarkan

perundang-undangan atau peraturan perusahaan yang berlaku bagi pemangku

jabatan kepala PBF Kimia Farma.

b. Apoteker

1. Membuat Laporan berkala tiap 3 bulan kepada badan POM dan instalasi

terkait.

2. Menerima surat pesanan dari sales maupun via telpon dan fax.

3. Wajib memberikan informasi mengenai produk kepada pelanggan yang

membutuhkan.

4. Menandatangani Faktur.

5. Menangani Komplein Pelanggan dengan sabar.


c. Kasir

1. Menyediakan dana rupiah dan valuta asing untuk membayar melalui kas.

2. Menerima uang tunai, giro bilyet dan cek dari intern Kimia Farma dan pihak

ketiga.

3. Menyetor uang tunai, giro bilyet ke kas bank.

4. Mengumpulkan seluruh dokumentasi penerimaan dan pengeluaran kas untuk

proses penyelenggaraan buku kas.

5. Pemeriksaan bukti pengeluaran dan pelaksanaan suatu pembayaran tunai dan

intern Kimia Farma dan pihak ketiga.

6. Mengeluarkan kas bon sementara serta memeriksa kas untuk

dikonfirmasikan dengan saldo buku kas.

Kasir mempunyai wewenang melakukan pelaksanaan tugas yang diberikan

kepada yang bersangkutan berdasarkan perundang-undangan, peraturan

perusahaan, ketetapan direksi dan ketentuan lain yang berlaku bagi

pemangku jabatan di PT. Kimia Farma.

d. Salesman

1. Menyusun rencana kunjungan

2. Menawarkan produk Kimia Farma kepada pelanggan

3. Memberi penjelasan kepada para pelanggan bila ada perubahan harga

4. Pada setiap akhir bulan mengadakan pencatatan penjumlahan atas barang

yang telah dijualnya dan di bayar untuk dapat dipergunakan sebagai

pengukur keberhasilan dalam mencapai target.


5. Secara terus menerus mengikuti dan memantau perkembangan harga, diskon

dan tata pelayanan oleh pesaing.

6. Membina hubungan baik antar sesama relasi dan menghindari tindakan-

tindakan yang dapat merugikan dan merusak citra perusahaan demi

meningkatkan penjualan produk Kimia Farma.

7. Bertanggung jawab atas pencapaian target yang dibebankan kepadanya.

8. Bertangguang jawab atas terjadinya piutang yang sulit ditagih.

9. Bertanggung jawab atas kebenaran dan kelengkapan persyaratan pesanan

sesuai dengan peraturan perusahaan maupun peraturan pemerintah yang

berlaku.

10. Berhak menolak pesanan obat yang tidak sesuai dengan peraturan yang

berlaku.

11. Salesman merangkap juru tagih.

e. Juru Tagih

1. Melaksanakan penagihan kepada pelanggan atas perintah dan petunjuk

inkaso

2. Melaporkan hasil penagihan kepada petugas inkaso

3. Menyetorkan hasil kepada petugas inkaso

4. Berwenang menolak kegiatan yang tidak lengkap dari petugas inkaso.

5. Berwenang menerima pembayaran sesuai alat tagih yang diterima dari

petugas inkaso.
6. Berwewenang menolak pembayaran dari pelanggan apabila tidak sesuai

dengan ketentuan perusahaan, misalnya : pembayaran menggunakan cek

atau giro dari pihak ketiga.

f. Petugas Pembelian

1. Membuat rencana pembelian dengan cara :

a. Menerima informasi mengenai kebutuhan barang defaktor dari petugas

gudang maupun petugas penjualan.

b. Menetapkan jumlah barang yang akan dibeli berdasarkan defaktor dengan

memperhatikan stock maximum.

2. Melakukan pembelian ke depot sentral/pihak ketiga.

3. Memantau hasil pembelian

a.Memeriksa faktur yang diterima dari pemasok terhadap kelengkapan dan

kebenaran harga/potongan harga yang diberikan.

b. Mencatat jumlah pembelian yang telah dilaksanakan per hari dan

sekurang-kurangnya seminggu sekali pada pimpinan.

4. Mengevaluasi hasil pembelian

a. Membandingkan jumlah pembelian terhadap omset yang dicapai untuk

periode waktu yang sama.

b. Memperkirakan persentase pembelian.

c. Menginformasikan kepada petugas penjualan tentang macetnya mutasi

barang untuk segera diatasi.


5. Mengadakan negosiasi dengan pemasok untuk mendapatkan harga yang

terbaik bagi perusahaan.

6. Berwenang untuk menolak atau mengembalikan barang yang telah dikirim

pemasok apabila pemasok mengingkari janjinya.

7. Bertanggung jawab atas kelancaran penyediaan barang dagangan.

8. Bertanggung jawab terhadap pilihan dalam menentukan pemasok.

9. Bertanggung jawab langsung kepada kepala PBF.

h. Petugas Logistik

1. Membuat defaktor sebagai usulan pembelian

a. Memeriksa setiap hari barang yang kosong atau hampir habis.

b. Mencatat dalam buku defaktor.

c. Menyerahkan buku defaktor kepada petugas pembelian.

2. Menerima barang dari pemasok

3. Memeriksa kualitas barang dengan pedoman :

a. Barang dalam keadaan baik atau tidak rusak.

b. Tanggal kadaluarsa cukup lama.

Jika barang rusak atau tidak memiliki syarat atau tidak cocok

jumlahnya maka segera memberitahu pemasok untuk menyelesaikan

administrasinya.

4. Menyimpan barang di gudang

a. Menempatkan barang di tempat yang sesuai dengan semua syarat

penyimpanan.
b. Menyusun barang dengan sistem FIFO (First In First Out)

BAB IV

PEMBAHASAN

PT Kimia Farma Tbk (Persero), merupakan perusahaan yang bersifat terbuka

(GO PUBLIC) dan memiliki dua anak perusahaan yaitu :

1. Perseroan Terbatas Kimia Farma Trading and Distribution

2. Perseroan Terbatas Kimia Farma Apotek

PT Kimia Farma Trading & Distribution (KFTD) merupakan anak

perusahaan dari PT Kimia Farma (Persero) Tbk yang bergerak dalam bidang

distribusi obat atau disebut dengan pedagang besar farmasi (PBF).

Marketing atau pemasaran PT KFTD dibagi berdasarkan produk yaitu :

1. Over The Counter (OTC)

Pada pemasaran OTC mendistribusikan Consumer Health Product (CHF)

atau mendistribusikan produk kesehatan masyarakat, obat-obat bebas yang umum

digunakan oleh masyarakat, biasa dijual pada swalayan farmasi di apotek Kimia

Farma maupun apotek, toko obat dan mini market lainnya. Promosi OTC dapat

dilakukan dengan memasang spanduk atau iklan pada media cetak dan elektronik.

2. Lini Ethical

Lini Ethical mendistribusikan obat atau produk paten yang tidak dapat dijual

dengan bebas harus melalui resep dokter, apotek dan instalasi-instalasi farmasi rumah

sakit.

Berdasarkan jenis obat Lini Ethical dibagi menjadi dua, yaitu :


a. Lini Obat Generik (OG) dan Lini Obat Generik Berlogo

Lini OG mendistribusikan obat dengan nama dagang yang sama dengan

kandungannya. Pendistribusian OG sangat luas yang meliputi toko obat,

apotek, dokter dan rumah sakit.

Lini OGB mendistribusikan obat generik tetapi menggunakan nama

pabrik yang memproduksi. Pendistribusian OGB biasanya mengikuti atau

bekerja sama Lini Ethical, karna membawa produk dari perusahaan yang sama

yaitu PT. Kimia Farma.

b. Lini Instusi

Lini Instuti mendistribusikan dan mengadakan obat-obat pada instalasi-

instalasi pemerintah, berdasarkan tender yang didapat. Untuk melaksanakan

tender ini harus ada Surat Perintah Kerja (SPK).

Untuk obat narkotika, PT KFTD merupakan satu-satunya PBF yang

diberi wewenang oleh pemerintah dalam pendistribusian narkotika untuk

apotek, rumah sakit dan pengobatan lainnya.

Dalam penentuan harga produk yang ditawarkan oleh PT KFTD semua

telah diatur oleh pemerintah melalui Harga Eceran Tertinggi (HET), jadi pihak

KFTD dalam berkompetisi dengan kompetitor lain tidak bersaing dalam harga

produk namun jenis pelayanan kepada pelanggan dalam pemesanan lebih

diutamakan sehingga pelanggan merasa puas terhadap kinerja KFTD.

Lokasi dari KFTD sangat strategis sehingga memudahkan dalam

pendistribusian obat ke seluruh tempat pelayanan kesehatan masyarakat seperti


rumah sakit, apotek, swalayan dan toko obat. Dalam pemesanan barang

konsumen dapat memesan perbekalan farmasi melalui telepon dan salesman

dengan menggunakan surat pesanan.

Dalam mempromosikan produk obat dan perbekalan farmasi, pihak

KFTD mempromosikan dalam media cetak seperti brosur, spanduk serta

melalui media elektronik. KFTD juga mempromosikan produknya dengan

melakukan kerja sama dengan dokter untuk menggunakan produk obat Kimia

Farma. Kegiatan mempromosikan produk tersebut adalah tugas Medical

Representative (MR). para Medical Representative tersebut melakukan

pendekatan khusus pada dokter, dengan memberikan komisi atau mendukung

kegiatan dokter dalam kegiatan seminar atau symposium..

Dalam pembagian kerja terhadap tugas karyawan KFTD memiliki

standar operasional prosedur (SOP) sehingga masing-masing mengetahui hak

dan kewajibannya.

Perencanaan dan Pemesanan kebutuhan obat di PBF Kimia Farma

dulunya memakai sistem droping dari sistem pusat, tetapi karena sistem

tersebut dirasakan kurang berhasil sehingga tidak digunakan lagi. Pembelian

barang-barang / dilakukan dengan memesan ke Unit Logistic Central (ULC)

yang ada di Jakarta dari Kimia Farma. Barang / obat yang telah dipesanakan

disalurkan ke apotek, rumah sakit, dan lain-lain, selain itu juga akan disalurkan

untuk program lain seperti BPJS Obat-obat yang masuk / yang datang harus

dibukukan dalam buku khusus gudang.


Tata cara penerimaan barang masuk di PBF Kimia Farma yaitu pertama

barang masuk lalu dikarantina atau dilakukan pemeriksaan meliputi

pemeriksaan tanggal kadaluarsa, kode produksi, penyesuaian antara fisik

barang dan pesanan. Setelah itu dilakukan pemeriksaan, selanjutnya barang

dibawa masuk kedalam gudang untuk di simpan sesuai dengan tempatnya.

Berikut adalah hal-hal penting dalam penerimaan barang :

a. Bukti Pesanan Barang dari Gudang ( untuk memastikan pesanan barang

dalam spesifikasi tepat)

b. Bukti Tanda Barang diterima ( untuk penagihan )

c. Cek Bukti Pemesanan dengan fisik barang

d. Cek Expired Date dan kondisi barang ke penyimpanan.

Barang-barang / obat-obat yang masuk dicatat dalam Kartu Stok Gudang

kemudian dilakukan pencatatan sistem IT di komputer.

Tempat penyimpanan obat dapat digolongkan menjadi beberapa

golongan antara lain:

a. Tempat penyimpanan obat suhu kamar (250-300c)

b. Tempat penyimpanan obat suhu sejuk (150-250c)

c. Tempat penyimpanan obat suhu dingin (20-80c)

d. Tempat penyimpanan obat Narkotika,

e. Tempat penyimpanan obat Psikotropika

f. Tempat penyimpanan obat Prekursor

1) Tempat penyimpanan Narkotika, Psikotropika,dan Prekursor Farmasi


dapat berupa gudang, ruangan, atau lemari khusus.

2) Tempat penyimpanan Narkotika dilarang digunakan untuk menyimpan

barang selain Narkotika.

3) Tempat penyimpanan Psikotropika dilarang digunakan untuk menyimpan

barang selain Psikotropika.

4) Tempat penyimpanan Prekursor dilarang digunakan untuk menyimpan

barang selain Prekursor

penyimpanan untuk obat-obatan golongan narkotika,psikotropika dan

prekursor tersebut dalam suatu rak atau lemari khusus yang terpisah dengan obat-

obat lain, harus dikunci dan membuat kartu stok psikotropika.

Beberapa tata cara penyimpanannya yang ada di PBF Kimia Farma

makassar yaitu :

1. Atap terbuat dari beton agar terhidar dari pencurian.

2. Mempunyai dua pintu. Pintu yang pertama terbuat dari besi (kerangkeng).

Pintu kedua terbuat dari kayu.

3. Lemari obat Narkotika dan Psikotropika dipisahkan.

4. Lemari obat Psikotropika terbuat dari kayu dan terkunci baik.

5. Lemari obat Narkotika terbuat dari besi dan tertanam dalam tanah atau lantai

6. Disimpan dalam ruangan yang terjaga kelembabannya.

Penjualan ( Skema ada dilampiran ) Penjualan barang berkaitan dengan

pengeluaran barang dari gudang, berdasarkan pesanan dari konsumen. Pesanan


dapat dilakukan melalui telepon (berlangganan) dan salesman (menggunakan

surat pesanan / SP).

Tahap penjualan/pengiriman barang

Tata cara pengiriman barang di PBF Kimia Farma yaitu Surat Pesanan

yang diberikan di apotek diambil oleh salesmen, kemudian surat pesanan di antar

ke PBF dan diberikan langsung ke fakturis. Fakturis akan membuat SO (Sales

Order) dan memberikannya ke petugas gudang dan akan di periksa ketersediaan

obat tersebut. Jika lengkap petugas gudang akan memberikan nya kembali kepada

fakturis dan fakturis akan membuat faktur. Faktur yang telah dicetak akan

diberikan kembali ke petugas gudang untuk menyiapkan dan meriksa pesanan

obat kembali sesuai pesanan yang ada di faktur dan setelah selesai obat akan

dikirim ke pelanggan.

Jika ingin memesan obat Narkotika maka didalam Surat Pesanan itu

harus ada tanda tangan APA dan harus dicantumkan No. SIPA/SIKA. Dalam satu

SP Narkotika haya mencantunkan satu item obat saja. Sedangkan dalam satu SP

Psikotropika boleh mencantumkan dua atau tiga item obat. Pembayaran obat

Narkotika tidak boleh secara kredit maka dari itu harus dibayar tunai.

PBF Kimia Farma Bengkulu mendistribusikan bermacam-macam obat

yaitu :

1. Obat Bebas

2. Obat Bebas Terbatas

3. Obat Keras
4. Obat Narkotika

5. Obat Psikotropika

6. Kosmetika

7. Prekusor

Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekusor Farmasi dalam

bentuk obat jadihanya dapat dilakukan oleh :

a. PBF kepada PBF lainnya, Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit,

Instalasi Farmasi Klinik, Instalasi Farmasi Pemerintah dan Lembaga Ilmu

Pengetahuan

b. PBF milik Negara yang memiliki Izin Khusus Impor Narkotika kepada

Industri Farmasi, untuk penyaluran Narkotika;

Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dalam

bentuk obat jadi hanya dapat dilakukan berdasarkan surat pesanan dari

Apoteker penanggung jawab atau Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan untuk

kebutuhan penelitian dan pengembangan.

Dalam hal penyaluran Prekursor Farmasi dari PBF kepada Toko Obat,

hanya dapat dilakukan berdasarkan surat pesanan dari Tenaga Teknis

Kefarmasian .

Laporan obat NAPZA dilaporkan tiap tiga (3) bulan sekali ke

Departemen Kesehatan (DEPKES) menggunakan aplikasi E-REPORT dan ke

Badan Pengawas Obat Dan Makanan (BPOM) menggunakan aplikasi E-NAPZA.


Laporan obat Khusus narkotika dilaporkan setiap satu bulan sekali ke

Departemen Kesehatan (DEPKES) menggunakan aplikasi E-REPORT dan ke

Badan Pengawas Obat Dan Makanan (BPOM) menggunakan aplikasi E-NAPZA.

Laporan dinamika obat dilaporkan setiap 3 bulan sekali ke departemen

kesehatan (DEPKES) menggunakan aplikasi E-REPORT.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pedagang Besar Farmasi Yang disingkat dengan PBF adalah perusahan

berbentuk badan hokum milik pemerintah

2. PBF kimia farma merupakan satu-satunya perusahaan yang diberikan izin untuk

mengedarkan obat Narkotika

B. Saran

1. Peyimpanan Narkotika, Psikotropika Dan Prekusor di PBF Kimia Farma belum

sesuai Dengan Peraturan Permenkes nomor 3 tahun 2015. Untuk itu hendaknya

PBF dapat segera membuat gudang pemisahan obat untuk menjamin efektifitas

dari penyimpanan obat

2. Sebaiknya gudang kimia farma dilakukan perluasan untuk menambah stok obat

yang akan dijual

3. Penyusunan obat di gudang PBF belum sesuai dengan peraturan Perundang-

undangan, untuk itu sebaiknya penyusunan obat yang ada digudang ditata

kembali agar lebih mudah untuk dilakukan pencarian barang


DAFTAR PUSTAKA

Syamsuni, Seno.2004. Undang-Undang Kesehatan jilid I. Jakarta:Departmen


Kesehatan

Buku Penuntun Penyusunan Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL) SMKS 16


Farmasi Bengkulu, 2013

Arsip-arsip dan pembukuan Di pbf Kimia Farma Permenkes No.918/Menkes/X/1993


Kepmenkes No. 1191/Menkes/SK/IX/2002

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Undang-undang No. 35 Tahun 2009


tentang Narkotika. Jakarta: 2009.
Peraturan menteri kesehatan nomor 3 tahun 2015

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 688/Menkes/Per/VII/1997 tentang


Peredaran Psikotropika

Anda mungkin juga menyukai