Anda di halaman 1dari 39

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gangguan jiwa adalah sindrom atau pola perilaku yang secara klinis
bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan menimbulkan
gangguan pada satu atau lebih fungsi kehidupan manusia. Gangguan jiwa
merupakan kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal, baik yang
berhubungan dengan fisik maupun mental yang meliputi gangguan jiwa dan sakit
jiwa. Seseorang yang mengalami gangguan jiwa masih mengetahui dan
merasakan kesulitannya, serta kepribadiannya tidak jauh dari realitas dan masih
hidup dalam alam kenyataan.Sedangkan orang yang terkena sakit jiwa tidak
memahamai kesulitannya, kepribadiannya dari segi tanggapan, perasaan, dan
dorongan motivasi sangat terganggu. Orang tersebut hidup jauh dalam alam
kenyataan. (Keliat, 2011)
Gangguan jiwa adalah suatu ketidakberesan kesehatan dengan manifestasi-
manifestasi psikologis atau perilaku terkait dengan penderitaan yang nyata dan
kinerja yang buruk, disebabkan oleh gangguan biologis, sosial, psikologis,
genetik, fisis dan kimiawi. Gangguan jiwa memiliki suatu keadaan tidak beres
yang berhakikatkan penyimpangan dari suatu konsep normatif. Setiap jenis
ketidakberesan kesehatan itu memiliki tanda-tanda dan gejala-gejala yang khas
(Kurniawan, 2012).
Keperawatan jiwa adalah salah satu bidang spesialisasi dari praktik
keperawatan, yang menerapkan teori perilaku sebagai ilmunya dan penggunaan
diri secara terapeutik sebagai kiatnya. Teori lain mengatakan keperawatan jiwa
adalah menerapkan teori perilaku dengan penggunaan diri secara total dalam
membantu proses penyembuhan seperti sikap positif dalam menanggapi keluhan
pasien. Jadi fokus perhatian dalam memberikan pelayanan keperawatan jiwa
adalah bagaimana meningkatkan motivasi seseorang yang menderita gangguan
jiwa. (Suliswati, 2010)
Kesehatan jiwa adalah kondisi dimana individu dapat berkembang secara
mental, fisik, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut, menyadari
kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif dan

1
2

mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya.Orang dengan masalah


kejiwaan adalah seseorang yang mempunyai masalah fisik, mental, social,
pertumbuhan dan perkembangan, atau kulaitas hidup sehingga memiliki resiko
mengalami gangguan jiwa (UU Kesehatan Jiwa, 2014).
Fenomena gangguan jiwa pada saat ini mengalami peningkatan yang sangat
signifikan, dan setiap tahun di berbagai belahan dunia jumlah penderita gangguan
jiwa bertambah. Berdasarkan data dari World Health Organisasi (WHO) ada
sekitar 450 juta orang di dunia yang mengalami gangguan jiwa. WHO
menyatakan setidaknya ada satu dari empat orang didunia mengalami masalah
mental, dan masalah gangguan kesehatan jiwa yang ada di seluruh dunia sudah
menjadi masalah yang sangat serius. (Yosep 2013)
Menurut World Health Organization (WHO), kesehatan jiwa adalah
berbagai karakteristik positif yang mengambarkan keselarasan kepribadiannya
(Kusmati dan Hartono, 2011).
Menurut National Insitute of Mental Health gangguan jiwa mencapai 13 %
dari penyakit secara keseluruhan dan diperkirakan akan berkembang menjadi 25%
di tahun 2030. Kejadian tersebut akan memberikan andil meningkat prevalensi
gangguan jiwa dari tahun ketahun di berbagai Negara. Gangguan jiwa mencapai
13% dari penyakit dunia, dibandingkan TBC (7,2%), kanker (5,8%) , jantung
(4,4%), maupun malaria (2,6%). Masalah gangguan jiwa terus meingkat jika tidak
dilakukan penanganan.Dapertemen of Health and Human Service (2000),
memperkirakan 51 juta penduduk Amerika dapat didiagnosis mengalami
gangguan jiwa. Dari jumlah tersebut 6.5 juta mengalami disabilitas akibat
gangguan jiwa yang berat dan 4 juta diantaranya adalah anak remaja
(Vidbeck,2008). Azwar mengatakan bahwa WHO memperkirakan ada sekitar 450
juta orang didunia yang mengalami gangguan jiwa.Menurut Dharmono (2007)
mengatakan bahwa peneltian yang dilakukan WHO berkaitan dengan alasan
pasien yang datang kepusat pelayanan kesehatan dasar diberbagai negara
menunjukkan gejala gangguan jiwa atau sebesar 20-30% pasien di seluruh
dunia.Gangguan jiwa hampir merata diseluruh dunia, termasuk di wilayah Asia
tenggara. Berdasarkan dari World Health Organization, hampir satu pertiga dari
3

penduduk di wilayah Asia Tenggara pernah mengalami gangguan neuropsikiatri


( Yosep, 2011 ).
Kebijakan pemerintah dalam menangani pasien gangguan jiwa tercatum
dalam Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan jiwa, disebutkan
dalam pasal 149 ayat (2) mengatakan bahwa pemerintah dan masyrakat wajib
melakukan pengobatan dan perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan bagi
penderita gangguan jiwa yang terlantar, menggelandang, mengancam keselamatan
dirinya dan menganggu ketertiban atau keamanan umum, termasuk pembiayaan
pengobatan dan perawatan penderita gangguan jiwa untuk masyarakat miskin.
Dari hasil survey diseluruh rumah sakit Indonesia yang dilakukan oleh
chaer (2009), ada 0,5-1,5 perseribu penduduk mengalami gangguan jiwa,
sedangkan di kota-kota besar jumlahnya berkisar antara 0,5-1 perseribu penduduk.
Pravalensi psikosis tertinggi di Yogyakarta dan Aceh (masing-masing 2,7%).
Sedangkan yang terendah dikalimantan barat (0,7%). Pravalensi gangguan
jiwanasional sebesar 1,7 per mil dengan jumlah seluruh responden sebanyak 1.728
orang (Rikesdas, 2013).

Tabel 1.1 Rekam Medik Rumah Sakit Jiwa Kalimantan Barat


Diagnosa Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016
Keperawatan (Januari- (Januari- (Januari-
Desember) Desember) November)
Harga diri rendah 1,3 % 5,8 % 6,6 %
Isolasi sosial 2,2 % 3,5 % 3,7 %
Halusinasi 80,9 % 62,6 % 66,5 %
Waham 1,2 % 9,1 % 8,3 %
Prilaku kekerasan 6,6 % 7,2 % 6,1 %
Defisit perawatan 6,6 % 11,6 % 8,7 %
diri
Resiko Bunuh 0,2 % 0,2 % 0,1 %
Diri
4

Sumber : Rekam Medik Rumah Sakit jiwa Propinsi kalimantan Barat, 2016

Berdasarkan fenomena dari data rekam medik dan hasil observasi langsung
pada pasien di Rumah Sakit jiwa Provinsi Kalimantan Barat tahun 2016, defisit
perawatan diri menjadi kasus terbanyak No 2, tenaga kesehatanya terbatas dan
asuahan keperawatan yang diberikan belum maksimal banyak ditemukan, data-
data yang tidak lengkap, khususnya pada pemeriksaan fisik, data penunjang,
SOAP yang sama dalam setiap evaluasi, dalam penerapan SP (Strategi
Pelaksanaan) sendiri banyak pasien tidak dilaksanakan SP sesuai dengan penyakit
dan tahapannya serta pemberian obat yang tidak tepat waktu. Sehingga proses
penyembuhan pasien sangat lama, bahkan proses penyembuhannya terjadi
bertahun –tahun.
Bedasarkan fenomena yang terjadi, peneliti tertarik mengambil penelitian
tentang defisit perawatan diri karena peneliti merasa perlu melakukan asuhan
keperawatan pada pasien defisit perawatan diri sebab jika tidak dilakukan asuhan
keperawatan maka keadaan pasien akan parah menjadi gangguan pemeliharaan
kesehatan kemudian berlanjut isolasi sosial dan kemudian berlanjut pada
halusinasi dan akhirnya dapat mengakibatkan resiko harga diri rendah kronis.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan di atas, maka rumusan masalah penelitian
adalah “Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien dengan defisit
perawatan diri di Rumah Sakit jiwa provinsi kaliamantan barat tahun
2017?”

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran asuhan keperawatan pada pasien dengan
defisit perawatan diri di Rumah Sakit jiwa Daerah singkawang
provinsi kaliamantan barat tahun 2017.
5

.
2. Tujuan Khusus
Diharapkan bagi penulis mampu:
a. Melakukan pengkajian data pada pasien dengan gangguan Defisit
Perawatan Diri Di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Kalimantan
Barat dengan baik dan benar.
b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan
gangguan Defisit Perawatan Diri dengan baik dan benar.
c. Menyusun rencana keperawatan dengan masalah gangguan Defisit
Perawatan Diri dengan baik dan benar.
d. Melakukan tindakan keperawatan pada pasien dengan
gangguan Defisit Perawatan Diri dengan baik dan benar.
e. Melakukan evaluasi pada pasien dengan gangguan Defisit
Perawatan Diri dengan baik dan benar.
f. Melakukan Pendokumentasian pada pasien dengan
gangguan Defisit Perawatan Diri dengan baik dan benar.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Rumah Sakit jiwa Daerah singkawang


Hasil penelitian ini dalam memberikan asuhan keperawatan dapat
di jadikan masukan dalam meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan mengenai Asuhan Keperawatan pada pasien skizofrenia
dengan halusiansi pendengaran di Rumah Sakit jiwa Daerah
singkawang
2. Bagi institusi pendidikan
Hasil penelitian sebagai bahan referensi dan menambah masukan
untuk pengembangan penelitian dan bagaimana Asuhan
Keperawatan pada pasien skizofrenia dengan halusinasi
pendengaran.
6

3. Bagi peneliti
Selain menambah wawasan, peneliti juga dapat mengembangkan
dan menerapkan Asuhan Keperawatan pada Pasien skizofrenia
dengan halusinasi pendengaran.
7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A.Konsep Dasar Defisit Perawatan Diri

1. Definisi
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam
memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya,
kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien
dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan
perawatan diri ( Depkes, 2010).
Defisit perawatan diri adalah suatu kondisi pada seseorang yang
mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi
aktivitas perawatan diri secara mandiri seperti mandi (hygiene), berpakaian
atau berhias, makan (Keliat,2010).
Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan
dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis, kurang
perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan
perawatan kebersihan untuk dirinya ( Tarwoto dan Wartonah 2010 ).
Jenis–Jenis Perawatan Diri:
a. Kurang perawatan diri : Mandi / kebersihan
b. Kurang perawatan diri (mandi) adalah gangguan kemampuan untuk
melakukan aktivitas mandi/kebersihan diri.
c. Kurang perawatan diri : Mengenakan pakaian / berhias.
Kurang perawatan diri (mengenakan pakaian) adalah gangguan
kemampuan memakai pakaian dan aktivitas berdandan sendiri.
d. Kurang perawatan diri : Makan
Kurang perawatan diri (makan) adalah gangguan kemampuan untuk
menunjukkan aktivitas makan.

2. Etiologi
Menurut Tarwoto dan Wartonah, (2010) Penyebab kurang perawatan diri
adalah sebagai berikut :
8

a. Kelelahan fisik
b. Penurunan kesadaran
Menurut Depkes (2010: 20), penyebab kurang perawatan diri adalah:
1. Faktor prediposisi
a. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.
b. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
c. Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang
kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan
termasuk perawatan diri.
d. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan
kemampuan dalam perawatan diri.

2. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi defisit perawatan diri adalah kurang
penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas,
lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu
kurang mampu melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2010: 59) Faktor – faktor yang mempengaruhi
personal hygiene adalah:
a. Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi
kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga
individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
9

b. Praktik Sosial
Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka
kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
c. Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta
gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan
uang untuk menyediakannya.
d. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan
yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien
penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
e. Budaya
Disebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh
dimandikan.
f. Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam
perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain – lain.

Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene.


1. Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak
terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik
yang sering terjadi adalah : Gangguan integritas kulit, gangguan
membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan
gangguan fisik pada kuku.
2. Dampak psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene
adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan
mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan
interaksi sosial.
10

3. Tanda dan Gejala


Menurut Depkes (2010: 20) Tanda dan gejala klien dengan defisit
perawatan diri adalah:
a. Fisik
1) Badan bau, pakaian kotor
2) Rambut dan kulit kotor
3) Kuku panjang dan kotor
4) Gigi kotor disertai mulut bau
5) Penampilan tidak rapi
b. Psikologis
1) Malas, tidak ada inisiatif
2) Menarik diri, isolasi diri
3) Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
c. Sosial
1) Interaksi kurang
2) Kegiatan kurang
3) Tidak mampu berperilaku sesuai norma
4) Cara makan tidak teratur
5) Gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri.
4. Proses Terjadinya
Data yang biasa ditemukan dalam deficit perawatan diri adalah:
a. Data subyektif
1). Pasien merasa lemah
2). Malas untuk beraktivitas
3). Merasa tidak berdaya.
b. Data obyektif
1). Rambut kotor, acak – acakan
2). Badan dan pakaian kotor dan bau
3). Mulut dan gigi bau.
4). Kulit kusam dan kotor
5). Kuku panjang dan tidak terawat
11

5. Rentang Respon Kognitif


Menurut Keliat (2009) Rentang respon perawatan diri pada pasien adalah
sebagai berikut:

Gambar 1.1 Rentang Respon Kognitif

Adaptif Maladaptif

- Pola perawatan diri - Kadang perawatan -Tidak


seimbang diri kadang tidak melakukan
perawatan saat
stress

Berikut ini dijelaskan tentang respons yang terjadi pada defisit


perawatan diri :
a. Pola perawatan diri seimbang, saat klien mendapatkan stresor dan
mampu untuk berprilaku adaftif, maka pola perawatan yang dilakukan
klien
seimbang, klien masih melakukan perawatan diri.
b. Kadang perawatan diri kadang tidak, saat klien mendapatkan stresor
kadang – kadang klien tidak memperhatikan perawatan dirinya.
c. Tidak melakukan perawatan diri, klien mengatakan dia tidak peduli dan
tidak bisa melakukan perawatan saat stresor.

6. Fase
Pada mulanya klien merasa dirinya tidak berharga lagi sehingga
merasa tidak aman berhubungan dengan orang lain. Biasanya klien berasal
dari lingkungan yang penuh permasalahan, ketegangan, kecemasan
dimana-mana, tidak mungkin mengembangkan kehangatan emosional, dan
hubungan positif dengan orang lain yang melibatkan diri dalam situasi
yang baru. Ia terus berusaha mendapatkan rasa aman. Begitu menyakitkan
12

sehingga rasa nyaman itu tidak tercapai. Hal ini menyebabkan ia


membayangkan nasionalisasi dan mengaburkan realitas dari pada
kenyataan. Keadaan dimana seorang individu mengalami atau beresiko
mengalami suatu ketidakmampuan dalam mengalami stressor interval atau
lingkungan dengan adekuatnya.

7. Jenis-jenis Defisit Perawatan Diri


a. Kebersihan Diri :
Misalnya mandi adalah gangguan kemampuan untuk melakukan
aktivitas mandi / kebersihan diri.
b. Kebersihan Pakaian :
Klien memiliki gangguan kemampuan memakai pakaian dan aktivitas
berdandan
c. Kurang memperhatikan makan
Klien memiliki gangguan kemampuan untuk menunjukkan aktifitas
makan.

8. Perilaku
Perilaku klien tidak yakin dengan apa yang diharapkan jika perilaku
klien tidak lazim atau tidak dapat diperkirakan keluarga. Juga dapat
merasa bersalah atau bertanggung jawab dengan meyakini bahwa mereka
gagal menyediakan kehidupan penuh cinta dan dukungan klien bahwa
mereka gagal menyediakan kehidupan dirumah dan dukungan.

9. Penatalaksanaan
a. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri
b. Membimbing dan menolong klien merawatan diri
c. Ciptakan lingkungan yang mendukung
13

B. Konsep asuhan keperawatan pada pasien deficit perawatan diri

1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses
keperawatan, terhadap pengkajian terdiri dari pengumpulan data,
pengelompokkan data dan analisa data.
Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan
spiritual, dimana pengumpulan data dilakukan pada saat klien masuk dan
dilanjutkan secara terus menerus selama keperawatan berlangsung (Stuart
dan Sudden, 2005).
Cara pengkajian lain berfokus pada (5) lima dimensi: Fisik, Emosional,
Intelektual, Sosial dan Spiritual.
Isi pengkajian meliputi:
a. Identitas Klien
Biodata klien yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin, alamat,
tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan tanggal pengkajian.
b. Keluhan Utama
Klien dibawa kerumah sakit pada umumnya karena Defisit dalam
merawat diri, dari perawatan -perawatan diri yang biasa dilakukan, dan
sekarang jarang dilakukan dengan diawali masalah seperti senang
menyendiri, tidak mau banyak berbicara dengan orang lain, terlihat
murung.

c. Faktor Predisposisi
1) Pada umumnya klien pernah mengalami gangguan jiwa di masa
lalu.
2) Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
3) Pengobatan sebelumnya kurang berhasil.
4) Harga diri rendah, klien tidak mempunyai motivasi untuk merawat
diri
14

5) Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan yaitu perasaan


ditolak, dihina, dianiaya, dan saksi penganiyaan
6) Ada anggota keluarga yang pernah mengalami gangguan jiwa.
7) Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan yaitu kegagalan
yang dapat menimbulkan frustasi.

d. Pemeriksaan Fisik
Pengkajian fisik difokuskan pada system dan fungsi organ; yang
meliputi:
1) Ukur dan observasi tanda–tanda vital, tekanan darah, nadi, suhu,
dan pernapasan klien.
2) Ukur tinggi badan dan berat badan klien
3) Keluhan fisik: biasanya tidak ada keluhan fisik.

e. Aspek Psikososial
1) Gambaran diri: pada umumnya klien bisa menerima anggota tubuh
yang dimiliki.
2) Identitas diri: klien mengetahui status dan posisi klien sebelum
dirawat.
3) Peran: klien tidak mampu melaksanakan perannya sebagaimana
mestinya, baik peran dalam keluarga ataupun dalam kehidupan
masyarakat.
4) Ideal diri: klien memiliki harapan untuk segera sembuh dari
penyakitnya, dan kembali hidup normal seperti sebelum klien sakit.
5) Harga diri: klien mengalami harga diri rendah berhubungan dengan
kegagalan yang terjadi dimasa lampau dan klien merasa tidak
dihargai oleh orang lain.

f. Status Mental
1) Penampilan: penampilan klien tidak rapi, misalnya rambut acak–
acakan, kancing baju tidak tepat, dan baju tidak pernah diganti.
15

2) Pembicaraan: pembicaraan yang ditemukan pada klien yaitu


pembicaraan yang berbelit-belit.
3) Aktivitas motorik: klien mengalami tegang, gelisah dan agitasi.
4) Alam perasaan: putus asa atau sedih dan gembira yang berlebihan.
5) Afek: labil yaitu emosi yang cepat berubah – ubah.
6) Interaksi selama wawancara: Biasanya klien menunjukkan kurang
kontak mata dan kadang-kodang menolak bicara dengan orang lain.
7) Persepsi: Biasanya gangguan persepsi terutama halusinasi
pendengaran, klien biasanya mendengan suara-suara yang
mengancam, sehingga klien cenderung menyendiri, pandangan
kosong, kadang-kadang bicara sendiri, sering menyendiri dan
melamun,.
8) Proses pikir:
a. Arus pikiran
Sirkumtansial yaitu pembicaraan yang berbelit tetapi sampai
dengan tujuan pembicaraan dan perseverasi yaitu pembicaraan
yang diulang berkali – kali. Selain sirkumtansial dan perseverasi
klien dengan halusinasi visual biasanya juga mengalami
gangguan dalam bentuk Blocking, yaitu jalan pikiran tiba-tiba
berhenti atau berhenti di tengah sebuah kalimat. Pasien tidak
dapat menerangkan kenapa ia berhenti.
b. Bentuk pikiran
Klien lebih sering diam dan larut dengan menyendiri, bersikap
seperti malas-malasan
c. Isi pikiran
Klien merasa lebih senang menyendiri daripada berkumpul
dengan orang lain. Klien suka membentak dan menyerang orang
yang mengusiknya jika sedang kesal atau marah, klien biasanya
waham curiga atau phobia.
d. Tingkat kesadaran dan orientasi tempat dan waktu baik.
e. Memori: memori klien biasanya baik.
16

f. Kebutuhan persiapan pulang


1) Makan
Klien tidak bisa mengambil makanan sendiri, makanan berceceran,
dan makan tidak pada tempatnya
2) Mandi
Klien biasanya jarang mandi, gangguan kebersihan diri, rambut
kotor, gigi kotor, kulit berdaki dan bau, serta kuku panjang dan
kotor
3) Berpakaian / berhias
Klien biasanya jarang mengganti pakaian, biasanya pakaian tidak
sesuai,rambut acak-acakan, pakain kotor dan tidak rapi, pakaian
tidak sesuai, pada pasien laki-laki bercukur, pada pasien perempuan
tidak berdandan.
4) Istirahat dan tidur
Biasanya istirahat dan tidur klien terganggu.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah identifikasi atau penilaian terhadap pola
respon klien baik aktual atau potensial (Stuart dan Sudden,
2005).Rumusan diagnosa dapat menggunakan PE yaitu permasalahan (P)
yang berhubungan dengan etiologi (E) dan keduanya ada hubungan sebab
akibat secara ilmiah. Rumusan PES sama dengan PE hanya ditambah
symtom (S) atau gejala sebagai data penunjang dalam perawatan jiwa
ditemukan diagnosa anak beranak (pohon masalah), dimana jika etiologi
sudah diberikan tindakan dan permasalahan belum selesai maka P
dijadikan etiologi pada diagnosa yang baru, demikian seterusnya. Hal ini
dapat dilakukan karena permasalahan tidak disebabkan oleh suatu etiologi
yang sama sehingga walaupun etiologi sudah diberi tindakan maka
permasalahan belum selesai. Untuk jalan keluarnya jika permasalahan
tersebut menjadi etiologi maka tindakan diberikan secara tuntas.
Setelah selesai pengkajian dilakukan maka data yang terkumpul
tersebut dianalisa sehingga dapat dirumuskan keperawatan yang ada dan
17

selanjutnya dibuat rencana keperawatan masalah yang dapat dirumuskan


pada umumnya dari apa yang klien perlihatkan sampai dengan adanya
deficit perawatan diri.

Pohon masalah
Gambar 2.2 Pohon Masalah

Pohon masalah
Perawatan diri kurang : higiene

Menurunnya motivasi perawatan diri

Isolasi social : menarik diri


(Keliat Budi Ana, Gkk,: 2005)

Diagnosa Keperawatan antara lain :


a. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
b. Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri, berdandan, makan, BAB/BAK

3. Rencana tindakan keperawatan


Rencana tindakan keperawatan terdiri dari tiga aspek yaitu tujuan
umum, tujuan khusus dan rencana tindakan keperawatan.
Tujuan umum berfokus pada penyelesaian permasalahan (P) dari
diagnosa tertentu. Tujuan khusus berfokus pada penyelesaian etiologi (E)
dari diagnosa tertentu. Tujuan khusus merupakan rumusan kemampuan
klien yang harus dicapai atau dimiliki klien. Kemampuan ini dapat
bervariasi sesuai dengan masalah dan kebutuhan klien. Umumnya
kemempuan pada tujuan khusus dapat dibagi jadi tiga aspek (Stuart dan
Sudden, 2005) yaitu kemampuan kognitif yang diperlukan untuk
menyelesaikan etiologi dari diagnosa keperawatan.
18

Tabel 2.2. Rencana Keperawatan

No Perencanaan Intervensi
Dx Diagnosa Keperawatan Tujuan Kriteria evaluasi

1. Defisit Perawatan diri TUM : Pasien dapat Ekspresi wajah 1. Sapa klien
memelihara bersahabat, menunjukan dengan ramah
kebersihan diri secara rasa senang, klien baik verbal
mandiri bersedia berjabat tangan, maupun
TUK : klien bersedia nonverbal
1. Klien dapat menyebutkan nama, ada 2.22. Perkenalkan diri
membina hubungan kontak mata, klien dengan sopan
saling percaya bersedia duduk 3. Tanyakan nama
berdampingan dengan lengkap klien
perawat, klien bersedia dan
mengutarakan masalah nama panggilan
yang dihadapinya 1. Jelaskan tujuan
pertemuan
2. Jujur dan
menempati janji
3. Tunjukan sikap
empati dan
menerima klien
apa adanya
4. Beri perhatian
pada
pemenuhan
kebutuhan dasar
klien
1. Mengidentifikasi Klien dapat menyebutkan 1. Kaji pengetahuan
kebersihan diri kebersihan dirinya klien tentang
klien kebersihan diri
dan tandanya
2. Beri kesempatan
klien untuk
19

menjawab
pertanyaan
3. Berikan pujian
terhadap
kemampuan
klien menjawab
pertanyaan
2. Menjelaskan Klien dapat memahami 1. Menjelaskan
pentingnya pentingnya kebersihan diri pentingnya
kebersihan diri kebersihan diri
2. Meminta klien
menjelaskan
kembali
pentingnya
kebersihan diri
3. Diskusikan
dengan klien
tentang
kebersihan diri
4. Beri penguatan
positif atas
jawabannya
3.Menjelaskan Klien dapat menyebutkan 1. Menjelaskan alat
peralatan yang dan dapat yang dibutuhkan
digunakan untuk mendemonstrasikan dan cara
menjaga kebersihan dengan alat kebersihan membersihkan
diri dan cara diri
melakukan 2. Memperagakan
kebersihan diri cara
membersihkan
diri dan
mempergunakan
alat untuk
membersihkan
diri
20

3. Meminta klien
untuk
memperagakan
ulang alat dan
cara kebersihan
diri
4. Beri pujian
positif terhadap
klien
4. Menjelaskan cara Klien dapat mengerti cara 1. Menjelaskan cara
makan makan yang benar makan yang
yang benar benar
2. Beri kesempatan
klien untuk
bertanya dan
mendemonstrasi
kan cara yang
benar
3. Memberi pujian
positif terhadap
klien
5. Menjelaskan cara Klien dapat mengerti cara 1. Menjelaskan cara
mandi yang benar mandi yang benar mandi yang
benar
2.Beri kesempatan
klien untuk
bertanya dan
mendemonstrasi
kan cara yang
benar
3. Memberi pujian
positif terhadap
klien
6. Menjelaskan cara Klien dapat mengerti cara 1. Menjelaskan cara
berdandan yang berdandan yang benar berdandan yang
21

benar benar
2. Beri kesempatan
klien untuk
bertanya dan
mendemonstrasi
kan cara yang
benar
3. Memberi pujian
positif terhadap
klien
7. Menjelaskan cara Klien dapat mengerti cara 1. Menjelaskan cara
toileting yang benar toileting yang benar toileting yang
benar
2. Beri kesempatan
klien untuk
bertanya dan
mendemonstrasi
kan cara yang
benar
3. Memberi pujian
positif terhadap
klien
8. Mendiskusikan Keluarga dapat mengerti 1. Menjelaskan
masalah yang tentang merawat klien kepada keluarga
dirasakan tentang
pengertian tanda
dan gejala defisit
perawatan diri,
dan jenis defisit
perawatan
keluarga dalam
merawat pasien
diri yang dialami
pasien beserta
proses terjadinya
22

2. Menjelaskan
kepada keluarga
cara – cara
merawat pasien
defisit perawatan
diri
3. Beri kesempatan
keluaraga untuk
bertanya
4. Beri pujian
positif
terhadap
keluarga
2. Menarik Diri TUM: 1) Klien dapat a. Beri kesempatan
Pasien dapat mengungkapkan untuk
berinteraksi dengan perasaannya mengukapkan
orang lain TUK: 2)Klien dapat perasaan nya
1. Mengidentifikasi mengungkapkan b. Bantu klien
penyebab isolasi penyebab isolasi sosial dapat
sosial klien : menarik diri mengukapkan
2. Mengidentifikasi penyebab isolasi
keuntungan 1) Diharapkan klien sosial
berinteraksi dan mampu menyebutkan c. Klien mampu
kerugian tidak keuntungan meyebutkan
berinteraksi berhubungan sosial dan Keuntungan
dengan orang lain kerugian menarik diri berhubungan
- Banyak teman sosial dan
- Tidak kesepian kerugian
- Bisa berdiskusi menarik diri.
- Saling menolong Tanyakan pada
Kerugian menarik diri, klien tentang :
misal: - Manfaat
- Sendiri hubungan sosial
- Kesepian - Kerugian
- Tidak bisa diskusi menarik diri.
23

3. Melatih klien 1) Klien dapat a. Beri


berkenalan dengan memperagakan cara reinforcement
satu orang berkenalan dengan 1 positif atas
orang keberhasilan dan
usaha klien
dalam
berkenalan
dengan 1 orang
b. Motivasi klien
untuk lebih
banyak lagi
berkenalan
dengan orang
4. Melatih klien 1) Klien dapat a. Motivasi klien
berkenalan dengan mendemonstrasikan untuk berkenalan
2 orang atau lebih cara berkenalan dengan lebih banyak lagi
2 orang atau lebih dengan orang
2) Klien merasa senang b. Anjurkan klien
untuk mengikuti
lalu
mempraktekkan
berkenalan
dengan lebih
banyak orang
c. Beri
reinforcement
positif atas
tindakan benar
yang dilakukan
klien
5. Melatih klien 1) Klien mau mengikuti a) Motivasi klien
berinteraksi dengan dan mempraktekan apa untuk mengikuti
kelompok yang di ajar kan apa yang telah
2) Klien senang diajarkan
b) Beri contoh cara
24

berkenalan
dengan
kelompok “
selamat pagi
temen 2 “ nama
saya perawat
fajar
c) Beri
reinforcement
positif atas
tindakan klien
yang benar
a. Mendiskusikan 1) Keluarga dapat : a) Bina hubungan
masalah yang - Menjelaskan perasaan saling percaya
dirasakan keluarga nya dengan keluarga
dalam merawat - Menjelaskan cara - Saling berkenalan
klien merawat klien menarik - Jelaskan tujuan
b. Menjelas kan diri - Buat kontrak
pengertian menarik - Mendemonstrasikan - Ekplorasi
diri, tanda dan cara perawatan klien perasaan
gejala serta proses menarik diri keluarga klien
terjadinya - Berpartisipasi dalam b) Motivasi
c. Menjelaskan cara perawatan klien keluarga klien
merawat klien menarik diri untuk
isolasi sosial 1) Keluarga mengerti dan menyetujui dan
menarik diri Menyebutkan kembali mengikuti
pengertian, tanda dan kontrak
gejala, dan proses c) Diskusikan
terjadinya isolasi sosial dengan keluarga
: Menarik diri klien tentang : 18
c. Menjelas kan
cara merawat
klien isolasi
sosial : menarik
diri meyebutkan
25

kembali
pengertian, tanda
dan gejala, dan
proses terjadinya
isolasi sosial :
menarik diri.
- Isolasi sosial :
menarik diri
- Penyebab
isolasi
sosial
- Akibat yang
akan terjadi
jika
isolasi sosial :
menarik diri
tidak di tangani
-
Cara keluarga
menghadapi
isolasi sosial :
menarik diri
d) Dorong anggota
keluarga untuk
mengikuti cara
merawat klien
isolasi sosial :
menarik diri
e) Beri
reinforcement
positif pada
keluarga
26

3. Gangguan TUM: Ekspresi wajah 1. Klien dapat


pemeliharaan kesehatan Klien dapat menjaga bersahabat, menunjukan memahami
kesehatannya rasa senang, klien pengertian,
TUK: bersedia berjabat tangan, penyebab,
1. Klien dapat klien bersedia keuntungan dan
membina menyebutkan nama, ada kerugian
hubungan saling kontak mata, klien masalah
percaya bersedia duduk pemeliharaan
berdampingan dengan kesehatan Bina
perawat, klien bersedia hubungan saling
mengutarakan masalah percaya dengan
yang dihadapinya prinsip
komunikasi
terapeutik
1. Sapa klien
dengan ramah
baik verbal
maupun
nonverbal
2. Perkenalkan diri
dengan sopan
3. Tanyakan nama
lengkap klien
dan nama
panggilan
4. Jelaskan tujuan
pertemuan
5. Jujur dan
menempati janji
6. Tunjukan sikap
empati dan
menerima klien
2. mengidentifikasi apa adanya
masalah 7. Beri perhatian
pemeliharaan 1.Klien dapat memahami pada pemenuhan
27

kesehatan pengertian, penyebab, kebutuhan dasar


keuntungan dan klien
kerugian masalah 1. Klien mampu
pemeliharaan kesehatan meyebutkan
penyebab,
keuntungan dan
kerugian
gangguan
pemeliharaan
kesehatan.
2. Berikan pujian
atas jawaban
yang benar.
3. Jelaskan ulang
bila ada materi
yang belum
dipahami.
a. Mendiskusikan kesehatan Keluarga dapat 1. Bina hubungan
masalah yang : - Saling percaya
dirasakan keluarga - Menjelaskan perasaan dengan keluarga
dalam merawat nya - Saling berkenalan
klien - Menjelaskan cara - Jelaskan tujuan
b. menjelaskan merawat klien mengenai - Buat kontrak
pengertian gangguan pemeliharaan - Ekplorasi
gangguan Keluarga mengerti dan perasaan
pemeliharaan - Meyebutkan kembali keluarga klien
kesehatan, dan pengertian, dan 2. Motivasi
penyebabnya c. penyebab terjadinya keluarga klien
Menjelaskan cara gangguan pemeliharaan untuk
merawat klien kesehatan menyetujui dan
gangguan mengikuti
pemeliharaan kontrak
kesehatan 3. Diskusikan
dengan keluarga
klien tentang :
28

- Gangguan
pemeliharaan
kesehatan
- Penyebab
gangguan
pemeliharaan
kesehatan
- Akibat yang
akan terjadi jika
gangguan
pemeliharaan
kesehatan tidak
ditangani
4. Dorong anggota
keluarga untuk
mengikuti cara
merawat klien
gangguan
pemeliharaan
kesehatan
5. Beri
reinforcement
positif pada
keluarga
29
30

No Diagnosa Perencanaan Rasional


Keperawatan Tujuan Intervensi
2 Defisit TUM: 1. Melatih pasien cara- Dengan secara mandiri
Perawatan Diri Pasien tidak cara perawatan mampu merawat diri dapat
: kebersihan mengalami defisit kebersihan diri meningkatkan kebersihan diri
diri, perawatan diri a. Menjelasan pentingnya klien
berdandan, menjaga kebersihan diri.
makan, TUK 1: b. Menjelaskan alat-alat
BAB/BAK Pasien mampu untuk menjaga
melakukan kebersihan diri
kebersihan diri c. Menjelaskan cara-cara
secara mandiri melakukan kebersihan
diri
d. Melatih pasien
mempraktekkan cara
menjaga kebersihan diri
TUK 2: 1. Melatih pasien Meningkatkan kebersihan dan
Pasien mampu berdandan/berhias kerapian klien
melakukan Untuk pasien laki-laki
berhias/berdandan latihan meliputi:
secara baik a. Berpakaian
b. Menyisir

NO Diagnosa Perencanaan Rasional


Keperawatan Tujuan Intervensi
Rambut
c. Bercukur
Untuk pasien wanita,
latihannya meliputi :
a. Berpakaian
b. Menyisir rambut
c. Berhias
TUK 3: 1. Melatih pasien makan Dengan secara mandiri
Pasien mampu secara mandiri mampu memenuhi kebutuhan
makan dengan baika. Menjelaskan cara makan secara baik akan
31

mempersiapkan makan memperbaiki pola makan


b. Menjelaskan cara pasien
makan yang tertib
c. Menjelaskan cara
merapihkan peralatan
makan setelah makan
d. Praktek makan sesuai
dengan
NO Diagnosa Perencanaan Rasional
Keperawatan Tujuan Intervensi
tahapan makan yang
baik
TUK 4: 1. Mengajarkan pasien Meningkatkan kemampuan
Pasien mampu melakukan BAB/BAK pasien dalam melakukan
melakukan secara mandiri kegiatan eiminasi sehari-hari
BAB/BAK secara a. Menjelaskan tempat
mandiri BAB/BAK yang sesuai
b. Menjelaskan cara
membersihkan diri
setelah BAB dan BAK
c. Menjelaskan cara
membersihkan tempat
BAB dan BAK

Sumber:Rusdi,2009

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah : inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang spesifik, tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan
disusun dan ditujukan pada Nursing Orders untuk membantu klien
mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang
spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor–faktor yang
mempengaruhi masalah kesehatan klien (Iyer et al 2010).
32

Tujuan pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang


telah ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping.
Perencanaan tindakan keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan
baik jika klien mempunyai keinginan untuk berpatisipasi dalam
pelaksanaan tindakan keperawatan. Tindakan yang dilakukan bertujuan
membantu individu memenuhi kebutuhan yang tidak dapat dipenuhinya
sendiri serta mengarahkan dan membantu dalam mengatasi permasalahan
yang dihadapinya.

5. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelenjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilaksanakan terus menerus
pada respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
Evaluasi dapat dibagi jadi dua yaitu: Evaluasi proses atau formatif
dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan.
Evaluasi hasil atau sumatif dilakukan dengan membandingkan respon
klien.
Evaluasi dapat dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP,
sebagai pola fikir.
S = respon subyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang
telah dilaksanakan.
O = respon obyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
A = analisa ulang atas data subyektif dan obyektif untuk menyimpulkan
apakah masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang
kontradiksi dengan masalah yang ada.
P = perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon
klien.
Rencana tindak lanjut dapat berupa :
a. Rencana teruskan, jika masalah tidak berubah.
33

b. Rencana di modifikasi jika masalah tetap, semua tindakan sudah


dijalankan tetapi hasil belum memuaskan.
c. Rencana dibatalkan jika ditemukan masalah baru dan bertolak belakang
dengan masalah yang ada serta diagnosa lama dibatalkan. (Stuart dan
Laria, 2005)

6. Dokumentasi Keperawatan
Adalah kegiatan pendokumentasian keperawatan mencakup rencana
secara sistematis.Semua kegiatan dalam kegiatan kontrak perawat-klien
dalam kurun waktu tertentu, secara jelas, lengkap dan objektif. Hal ini
bertujuan untuk memberi kemudahan dalam memberikan asuhan
keperawatan dan jaminan mutu, disamping pencatatan, kegiatan
pendokumentasian keperawatan juga mencakup penyimpangan atau
pemeliharaan hasil pencatatan dan pendokumentasian pada anggota
sesama tim kesehatan untuk kepentingan pengelolaan klien serta kepada
aparat penegak hukum bila diperlukan untuk pembuktian (Dongoes, 2006).
34

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif menggunakan pendekatan studi


kasus. Adapun tujuan peniliti menggunakan pendekatan studi kasus adalah untuk
menjelaskan dan memahami objek yang diteliti secara khusus sebagai suatu kasus.
Selain itu penggunaan penelitian studi kasus tidak sekedar untuk menjelaskan
seperti apa objek yang diteliti, tetapi untuk menjelaskan bagaimana keberadaan
dan mengapa kasus tersebut dapat terjadi. Dengan menggunakan penelitian studi
kasus peneliti juga dapat menggambarkan pelaksanaan asuhan keperawatan pada
pasien dengan Defisit perawatan diri secara menyeluruh dan mendalam mulai dari
pengkajian sampai evaluasi. (Dharma, 2011)

B. Partisipan

1. Partisipan
Partisipan dalam penelitian ini adalah pasien dengan Defisit
perawatan diri yang di rawat di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Kalimantan
Barat, dan memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut:
1. Terdiagnosa oleh dokter menderita skizofrenia dengan Defisit
perawatan diri
2. Kondisi pasien dalam keadaan dapat berinteraksi
3. Kesadaran kompos mentis dan kooperatif

2. Metode Pengambilan Kasus


Pengambilan kasus dalam penelitian ini dilakukan dengan metode
purposive sampling pengambilan kasus sesuai dengan tujuan penelitian.
Jumlah Kasus:
Jumlah kasus yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 2 orang pasien
gangguan jiwa Defisit perawatan diri. Pengambilan kasus dihentikan
setelah tercapai saturasi data atau tidak ditemukan lagi data yang baru.
35

C. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Kalimantan


Barat dan penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2017.

D. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam studi kasus ini terfokus pada


wawancara, observasi, dan dokumentasi. Metode wawancara (indepth
interview) digunakan untuk mendapatkan data secara mendalam dari
partisipan. Metode observasi digunakan untuk menilai perilaku partisipan.
Sedangkan metode dokumentasi digunakan untuk mendapatkan data
sekunder tentang kasus yang sedang diteliti meliputi catatan medik
(medical record), catatan keperawatan atau bentuk dokumentasi lainnya.

E. Prosedur Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2017 adapun tahapannya


adalah:
1. Tahap persiapan
a. Perizinan penelitian dari Ketua Jurusan Keperawatan
Singkawang dan Direktur Rumah Sakit Jiwa Provinsi
Kalimantan Barat.
b. Pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti di Rumah
Sakit Jiwa Provinsi Kalimantan Barat.
2. Tahap pelaksaan penelitian
a. Pengumpulan data
Adapun prosedur pengumpulan data, adalah sebagai berikut :
1) Memperkenalkan identitas peneliti.
36

2) Wawancara untuk mendapatkan data secara mendalam


dari pasien.
3) Observasi data yang terkait dengan asuhan keperawatan
pada pasien dengan Defisit perawatan diri.
b. Pengolahan data
Setelah data diperoleh, kemudian data diolah melalui analisa
data.
c. Tahap penyusunan laporan atau penyusunan hasil penelitian.

F. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini data yang diteliti berupa data tulisan yang
diperkuat dengan wawancara, observasi dan dokumentasi. Untuk
mendapatkan data dibutuhkan alat bantu berupa format pengkajian. Format
pengkajian berisi item-item yang harus diisi dari apa yang didapatkan
peneliti dalam wawancara tersebut berupa identitas, alasan masuk, faktor
predisposisi, pemeriksaan fisik, psikososial, status mental, kebutuhan
perencanaan pulang, daftar masalah dan diagnosa keperawatan.Namun
item-item ini tidak diperlihatkan pada responden pada saat pelaksanaan
wawancara karena metode yang digunakan adalah interviu bebas.

G. Etik Penelitian

Peneliti dalam melaksanakan seluruh kegiatan penelitian memegang


teguh sikap ilmiah (scientific attitude) serta menggunakan prinsip etika
penelitian keperawatan. Walaupun intervensi dalam penelitian ini tidak
memiliki risiko yang dapat merugikan atau membahayakan responden,
namun peneliti mempertimbangkan aspek sosioetika dan menjunjung
tinggi harkat dan martabat kemanusiaan.
37

Adapun prinsip etika penelitian keperawatan yang dilakukan dalam


penelitian adalah sebagai berikut :
1. Prinsip pertama, peneliti mempertimbangkan hak-hak responden untuk
mendapatkan informasi yang terbuka berkaitan dengan jalannya
penelitian serta memiliki kebebasan menentukan pilihan dan bebas dari
paksaan untuk berpartisipasi dalam kegiatan penelitian (autonomy).
Oleh karena itu, peneliti mempersiapkan formulir persetujuan
responden (informed consent) yang terdiri dari:
a. Penjelasan manfaat penelitian.
b. Penjelasan kemungkinan risiko dan ketidaknyamanan dapat
ditimbulkan.
c. Penjelasan manfaat yang akan didapat.
d. Persetujuan peneliti dapat menjawab setiap pertanyaan yang
diajukan subjek berkaitan dengan prosedur penelitian.
e. Persetujuan responden dapat mengundurkan diri kapan saja, dan
f. Jaminan anonimitas dan kerahasiaan.
2. Prinsip kedua, peneliti tidak akan menampikan informasi mengenai
nama dan alamat asal responden dalam penulisan hasil untuk menjaga
anonimitas dan kerahasiaan identitas subyek. Oleh karena itu, peneliti
menggunakan koding responden.
3. Prinsip ketiga, prinsip keadilan memiliki konotasi keterbukaan dan adil.
Untuk memenuhi prinsip keterbukaan, penelitian dilakukan secara jujur,
hati-hati, profesional, berprikemanusiaan, dan memperhatikan faktor-
faktor ketepatan, keseksamaan, kecermatan, intimitas, psikologis serta
perasaan religius pasien. Lingkungan penelitian dikondisikan agar
memenuhi prinsip keterbukaan yaitu kejelasan prosedur penelitian.
Agar prosedur penelitian jelas maka peneliti mempertimbangkan aspek
keadilan gender dan hak subyek untuk mendapatkan perlakuan yang
sama baik sebelum, selama dan sesudah berpartisipasi dalam penelitian.
4. Prinsip keempat, peneliti melaksanakan penelitian sesuai dengan
prosedur penelitian guna mendapatkan hasil yang bermanfaat
38

semaksimal mungkin bagi subyek. Peneliti meminimalisasi dampak


yang merugikan bagi subyek (nonmaleficence).

H. Analisa Data

Analisa data pada penelitian ini menggunakan metode analisis


kualitatif. Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini yakni proses
mengumpulkan dan menyusun secara baik data-data yang didapatkan
melalui wawancara dan observasi tentunya berkaitan dengan asuhan
keperawatan pada pasien dengan Defisit perawatan diri.
Dengan cara memproses data yang didapat dengan tahapan pengkajian,
perumusan diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi
dan evaluasi.
39

I. Jadwal Penelitian

Tabel 3.3. jadwal penelitian

Bulan
No Kegiatan Desember Januari Februari Maret April
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Perizinan
2 Penyusunan
proposal
3 Seminar proposal
4 Revisi proposal
5 Pelaksanaan
penelitian
6 Pengolahan data,
analisis dan
penyusunan laporan
7 Seminar hasil
8 Revisi
9 Penyelesaian data

Anda mungkin juga menyukai