Anda di halaman 1dari 20

PSIKOSOSIAL DAN BUDAYA DALAM KEPERAWATAN

KULTURAL SUKU DANI TERHADAP KESEHATAN

Dosen pembimbing :

NOVIA HERIANI ,Ns.,M.Kep

KELOMPOK 1

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN

PROGRAM STUDI S 1 KEPERAWATAN A

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN

BANJARMASIN

TAHUN AKADEMIK 2019/2020


Nama anggota :

HJ. FAHRIDHA 1714201110017

LIVIA MAHDA 1714201110020

NELLY ANDREANI 1714201110033

NISA ARIANA 1714201110035

NORBAITI RIDHATILLAH 1714201110037

NOVITA HARRUNA PRATIWI 1714201110040

NURLIANI 1714201110041

NURLIANI 1714201110042

RABBINI SAFIRAH HP 1714201110045


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dalam menjalankan tugas sebagai perawat, banyak perubahan-perubahan yang ada
baik di lingkungan maupun klien. Perawat harus menghadapi berbagai perubahan di era
globalisasi ini termasuk segi pelayanan kesehatannya. Perpindahan penduduk menuntut
perawat agar dapat menyesuaikan diri dengan budayanya dan sesuai dengan teori-teori
yang dipelajari.
Dalam ilmu keperawatan, banyak sekali teori-teori yang mendasari ilmu tersebut.
Termasuk salah satunya teori yang mendasari bagaimana sikap perawat dalam
menerapkan asuhan keperawatan. Salah satu teori yang diaplikasikan dalam asuhan
keperawatan adalah teori Leininger tentang “transcultural nursing”.
Dalam teori ini transcultural nursing didefinisikan sebagai area yang luas
dalam keperawatan yang fokusnya dalam komparatif studi dan analisis perbedaan kultur
dan subkultur dengan menghargai perilaku caring, nursing care, dan nilai sehat sakit,
kepercayaan dan pola tingkah laku dengan tujuan perkembangan ilmu dan humanistik
body of knowledge untuk kultur yang universal dalam keperawatan. Dalam hal ini
diharapkan adanya kesadaran terhadap perbedaan kultur berarti perawat yang profesional
memiliki pengetahuan dan praktik berdasarkan kultur secara konsep perencanaan dalam
praktik keperawatan. Tujuan penggunaan keperawatan transkultural adalah untuk
mengembangkan sains dan keilmuan yang humanis sehingga tercipta praktik
keperawatan pada kultur yang spesifik dan kultur yang universal. Kultur yang spesifik
adalah kultur dengan nilai-nilai dan norma spesifik yang dimiliki oleh kelompok tertentu.
Kultur yang universal adalah nilai-nilai dan norma-norma yang diyakini dan dilakukan
hampir semua kultur (Leininger, 1979).
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Definisi transcultural nursing
1.2.2. Suku Dani
1.2.3. Kebudayaan Suku Dani terhadap Kesehatan
1.3. Tujuan
1.1.1.

1
BAB II

PEMBAHASAN

Definisi Transkultural Keperawatan


Pengertian Transkultural bila ditinjau dari makna kata , transkultural berasal dari
kata trans dan culture, trans berarti alur perpindahan, jalan lintas atau penghubung.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia; trans berarti melintang , melintas , menembus ,
melalui. Culture berarti budaya . Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kultur berarti; -
kebudayaan , cara pemeliharaan, pembudidayaan. - Kepercayaan , nilai – nilai dan pola
perilaku yang umum berlaku bagi suatu kelompok dan diteruskan pada generasi berikutnya
, sedangkan cultural berarti; sesuatu yang berkaitan dengan kebudayaan. Budaya sendiri
berarti : akal budi , hasil dan adat istiadat. Dan kebudayaan berarti hasil kegiatan dan
penciptaan batin ( akal budi ) manusia seperti kepercayaan , kesenian dan adat istiadat atau
keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk menjadi
pedoman tingkah lakunya. Jadi , transkultural dapat diartikan sebagai lintas budaya yang
mempunyai efek bahwa budaya yang satu mempengaruhi budaya yang lain atau juga
pertemuan kedua nilai – nilai budaya yang berbeda melalui proses interaksi sosial.
Transcultural Nursing merupakan suatu area yang berkaitan dengan perbedaan
maupun kesamaan nilai– nilai budaya ( nilai budaya yang berbeda , ras , yang
mempengaruhi pada seorang perawat saat melakukan asuhan keperawatan kepada klien /
pasien ) menurut Leininger ( 1991 ). Leininger beranggapan bahwa sangatlah penting
memperhatikan keanekaragaman budaya dan nilai-nilai dalam penerapan asuhan
keperawatan kepada klien.
Transkultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada proses
belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan
diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya
manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan
keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada manusia (Leininger,
2002).
Perilaku caring adalah bagian dari keperawatan yang membedakan, mendominasi
serta mempersatukan tindakan keperawatan. Tindakan caring adalah tindakan yang
dilakukan dalam memberikan dukungan kepada individu secara utuh. Perilaku ini
seharusnya sudah tertanam di dalam diri manusia sejak lahir, dalam perkembangan dan

2
pertumbuhan, masa pertahanan sampai individu tersebut meninggal. Hal ini tetap ikut
berkembang dengan seturut jalannya perkembangan manusia tersebut.
2.1. Suku Dani
2.1.1. Lokasi Suku Dani
Suku Dani menyebar di tengah dataran tinggi jantung pulau
Cenderawasih – Papua Barat, pada ketinggian sekitar 1600 meter di atas
permukaan laut. Di tengah-tengah pegunungan Jayawijaya terbentang luas
Lembah Dani yang sering dijuluki lembah agung (Grand Valley), sepanjang ±15
km, dan bagian yang terlebar berjarak ± 10 km. Lembah Dani ini dialiri oleh
sungai Dani (Palim = potong, diindonesiakan menjadi Dani/sungai yang
memotong lembah besar), yang bersumber di lereng pegunungan Jayawijaya
dan mengalir ke arah timur. Pada 139° BT sungai ini membelok dan terjun
bergabung dengan sungai Mamberamo.
Lembah Dani memiliki luas sekitar 1200 km2. Secara geografis
Kabupaten Jayawijaya terletak antara 30.20º - 50.20º LS serta 137.19º sampai
141º BT. Batas-batas daerah Kabupaten Jayawijaya adalah sebagai berikut :
Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Jayapura dan Kabupaten Yapen
Waropen, sebelah barat dengan Kabupaten Paniai, sebelah selatan dengan
Kabupaten Merauke dan sebelah timur dengan negara Papua New Guinea,
(BPS, Kabupaten Jayawijaya, 2007).
Kehidupan kemasyarakatan suku Dani memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
 Masyarakat Dani memiliki kerja sama yang bersifat tetap dan selalu
bergotong royong dalam menyelesaikan setiap pekerjaan. Misalnya dalam
membuka kebun baru. Laki-laki mengolah tanah hingga siap ditanami dan
setelah itu kaum wanita menanam dan menyianginya.
 Setiap rencana pendirian rumah selalu didahului dengan musyawarah
yang biasanya dipimpin oleh seorang penatua adat/kepala suku.
Musyawarah tersebut berlangsung atas permintaan pemilik bangunan atau
rumah yang akan dibangun. Musyawarah biasanya dilakukan di rumah
laki-laki (honai) atau kadang kala di halaman depan rumah laki-laki dari
klen pemilik rumah. Dalam musyawarah itu dibicarakan lokasi atau

3
tempat mendirikan bangunan, pembagian tugas dan waktu
pelaksanaannya.
2.1.2. Sejarah Suku Dani
Ada beberapa versi mitologi mengenai asal usul suku Dani. Asal usul itu
sebagai berikut:· Suku Dani berasal dari keturunan sepasang suami istri yang
menghuni suatu danau di sekitar kampung Maima di Lembah Dani Selatan.
Mereka mempunyai anak bernama Wita dan Waya. Keturunan kedua orang ini
membagi masyarakat Dani dalam 2 moety/paruh masyarakat yaitu keturunan
Wita dan Waya. Oleh karena itu orang Dani dilarang menikah dengan kerabat
satu moety.· Nenek moyang orang Dani keluar dari suatu tempat yaitu mata air
“Seinma” di sebelah selatan kota Wamena dan sebelah utara dari kecamatan
Kurima. Mereka keluar pada waktu itu dalam dua kelompok (moiety) yaitu Wita
dan Waya. · Manusia pertama yang hadir di dunia tinggal di gua Huwinmo
(Maima) di lembah Pugima, dianggap sebagai cikal bakal masyarakat Dani. Ia
disebut Nmatugi. Kedatangannya ke gua Huwinmo disertai oleh beberapa
binatang melata, beberapa jenis unggas, di antaranya ular dan burung.
Menurut legenda, pada suatu waktu terjadilah pertengkaran antara
burung dan ular. Mereka sepakat bahwa bila ular menang maka manusia tidak
mati (abadi) dan hanya akan berganti kulit seperti ular untuk memperpanjang
kehidupannya. Sebaliknya, jika burung yang menang maka manusia harus
mengalami kematian. Ternyata burunglah yang memenangkan pertengkaran itu,
maka manusia tidak abadi. Mereka yakin dan percaya akan kebenaran legenda
asal mula tersebut, tetapi mereka pun masih berharap akan mendapatkan
kehidupan yang abadi, tanpa penderitaan, penuh dengan kegembiraan, keadilan
dan kemuliaan. Mereka percaya bahwa sakit dan kematian dapat mereka hindari
apabila terjalin hubungan yang baik antara manusia dan nenek moyangnya.
2.1.3. Bahasa
Bahasa adalah salah satu sarana komunikasi yang paling vital. Di mana
pun manusia berada, pasti menggunakan bahasa. Bahasa membantu setiap orang
untuk berelasi dengan orang lain. Apa pun bentuknya, bahasa yang dimiliki oleh
sekelompok orang tetap menjadi sarana komunikasi bagi kelangsungan hidup
kelompok tersebut. Bahasa yang digunakan secara umum oleh suku Dani
(sebutan buat orang-orang yang ada di lembah, yang digunakan oleh orang-
orang dari suku Moni; mereka menyebutnya Ndani, sedangkan orang gunung
4
menyebutnya Hubula/lembah) adalah bahasa Dani (Hubula) yang termasuk
dalam rumpun bahasa non-Austronesia. Jika dilihat dari penuturannya maka
bahasa di daerah Jayawijaya dapat digolongkan menjadi tiga rumpun bahasa
yaitu:
a. Rumpun bahasa Ok (ada juga di Papua New Nugini) bahasa Ngalum di
Oksibil dan Kiwirok sekitarnya dengan kira-kira 10.000 penutur.
b. Rumpun bahasa Mee (belum jelas bagaimana bahasa tersebut
digunakan).
c. Rumpun bahasa Dani. Rumpun bahasa ini dapat digolongkan ke dalam
tiga sub rumpun yaitu: sub rumpun Yali-Ngalik, sub rumpun Dani Pusat
dan sub rumpun Wano. Misalnya:Nayak (sapaan selamat buat laki-laki,
wilayah.
2.1.4. Sistem Teknologi
Teknologi asli masyarakat suku Dani sangat sederhana. Alat-alat utama mereka
terbuat dari batu yang gosok sampai halus, kayu dan sejenis bambu yang disebut
lokop. Alat-alat yang terbuat dari batu antara lain kapak, pahat atau kapak
tangan. Batu-batu dihaluskan sehingga berwarna hitam,kemudian dibuat tajam
pada satu sisinya. Mata kapak dari batu dibentuk segi tiga dan diasah satu
sisinya, kemudian diberi tangkai kayu. Tangkai dan mata kapak disambung
dengan tali rotan yang dililitkan melintang dan saling tindih mengikat mata
kapak pada tangkainya. Masyarakat Dani mengenal bermacam-macam kapak,
antara lain:
a. Ewe Yake untuk membelah kayu,
b. Yake keken untuk memotong,
c. Yake Kewok (bentuknya seperti cangkul) untuk mengorek tanah.

Untuk keperluan berkebun selain yake kewok, mereka juga menggunakan


tongkat penggali (digging stick) untuk membalik-balikkan tanah agar menjadi
gembur. Lubang-lubang untuk memasukkan bibit dibuat dengan menggunakan
kayu yang diruncingkan. Tongkat penggali (digging stick)orang Dani
panjangnya 1½-2 meter dan tajam pada kedua ujungnya. Tongkat ini digunakan
untuk mengerjakan tugas-tugas berat seperti membalik tanah. Tongkat untuk
perempuan panjangnya 2-3 meter dan digunakan untuk penyiangan, penanaman
dan pemanenan. Ada juga pisau bambu yang terdiri dari empat bagian bambu

5
muda kira-kira 6-8 inci panjang dan cukup tajam untuk menyembelih daging,
memotong rambut, dan lain sebagainya. Selain itu, ada juga pisau yang terbuat
dari tulang rusuk babi.

Orang Dani memiliki kantong berbentuk seperti jaring yang disebut


noken. Noken terbuat dari serat pohon melinjo (Ganemo). Perempuan Dani pada
umumnya mengenakan tiga lapis noken yang digantungkan dari dahi ke
punggung. Noken pertama yang paling bawah berisi hipere, noken kedua berisi
anak babi, dan noken yang ketiga berisi bayi sang ibu.

Dalam masyarakat Dani juga ditemukan semacam dayung yang


tampaknya digunakan sebagai sekop sederhana. Di Dani bagian Barat
digunakan semacam dayung (eleebe) untuk menggali dan mengeluarkan
hipere/hom yang ditimbun dalam abu panas. Selain itu, orang Dani juga
menggunakan kayu yang dibelah bagian ujungnya dan berfungsi untuk
memindahkan batu panas ke dalam lubang untuk memasak daging. Variasi yang
kecil dari kayu penjepit ini digunakan di rumah untuk mengambil ubi (hipere)
panas dari abu.Orang Dani juga memiliki berbagai peralatan lain, yakni:

a. molige yaitu sejenis kapak batu yang ujungnya diberi besi, digunakan
untuk menebang pohon;
b. sege yaitu sejenis tugal, untuk melubangi tanah;
c. korok yaitu parang untuk membersihkan ilalang;
d. valuk yaitu sejenis sekop untuk mencangkul tanah;
e. wim yaitu sebutan untuk busur;
f. panah sege yaitu sebutan untuk berbagai benda yang ujungnya runcing.
Alat lain yang biasa dibawa oleh para lelaki Dani di dalam noken adalah kotak
peralatan untuk membuat api yang terdiri dari kayu kecil yang terbelah di bagian
tengahnya, batu, dan gulungan tumbuhan merambat kering untuk menyulut api.
2.1.5. Sistem Pencaharian
Mata pencaharian pokok suku bangsa Dani adalah bercocok tanam dan beternak
babi. Tanaman umum yang mereka tanam adalah Umbi manis pisang, tebu, dan
tembakau. Ubi Jalar (hipere) adalah tanaman terpenting dan utama. Mereka juga
menanam keladi (hom), tebu (el), pisang (haki) dan berbagai jenis sayur mayur
secara tumpang sari, misalnya, jagung, kedelai, buncis, kol, dan bayam, sebagai

6
tanaman yang baru diperkenalkan dari luar daerah.Selain berkebun, mata
pencaharian suku Dani adalah beternak babi. Babi memiliki peran penting
dalam kehidupan sehari-hari suku Dani. Kandang Babi bernama wamai (wam =
babi; ai = rumah) berupa bangunan berbentuk empat persegi panjang yang
bentuknya hampir sama dengan hunu.
Kegunaan Babi bagi masyarakat Dani :
a. Dagingnya untuk dikonsumsi
b. Darahnya dipakai dalam upacara magis
c. Tulang-tulang dan ekornya untuk hiasan
d. Tulang rusuknya digunakan untuk pisau pengupas ubi
e. Sebagai alat pertukaran/barter
f. Menciptakan perdamaian bila ada perselisihan
g. Sebagai pembersih badan
Suku Dani berdagang dengan masyarakat sekitar dengan barang-barang yang
diperdagangkan adalah batu untuk membuat kapak, kayu, serat, kulit binatang,
dan bulu burung.
2.1.6. Organisasi Sosial
Organisasi kemasyarakatan pada suku Dani ditentukan berdasarkan
hubungan keluarga dan keturunan, dan berdasarkan kesatuan teritorial. Unit
terkecil dari ikatan sosial masyarakat lembah Baliem adalah keluarga luas, yang
biasanya terdiri dari tiga generasi dan bersifat patrilokal. Keluarga luas ini
tinggal dalam satu sili dengan jumlah anggota pada umumnya belasan atau
paling banyak sekitar dua puluhan. Di dalamnya biasa tinggal orang tua laki-
laki, beberapa anak perempuan dan laki-laki generasi kedua beserta isteri dan
anak-anak mereka. Kepala keluarga luas dipilih lewat musyawarah. Beberapa
keluarga luas tergabung dalam klen kecil. Klen kecil ini bisa diisi oleh beberapa
keluarga luas dari fam yang sama atau dari fam yang berbeda. Indikatornya
adalah kepala klen kecil ini menguasai satu wilayah tanah tertentu dan biasanya
tinggal dalam kesatuan pemukiman seperti kampung, yang dalam bahasa
setempat disebut yukmo. Sebuah klen kecil merupakan kelompok kerja dalam
bertani, khususnya pada pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan gotong-
royong, seperti membersihkan lahan dan membuat pagar.
Suku Dani dipimpin oleh seorang kepala suku besar yang disebut Ap
Kain yang memimpin desa adat Watlangka. Selain itu, ada juga 3 kepala suku
7
yang posisinya berada di bawah Ap Kain dan memegang bidangnya sendiri-
sendiri. Suku-suku itu adalah:
a. Ap Menteg yaitu kepala suku perang yang memimpin desa adat Silimo
Mabel. Di Silimo inilah disimpan benda-benda perang dan perdamaian.
b. Ap Horeg yaitu kepala suku kesuburan yang memimpin desa adat Silimo
Logo. Di Silimo inilah disimpan benda-benda kesuburan.
c. Ap Ubalik yaitu kepala suku adat atau penyembuhan yang memimpin
desa adat Silimo Dabi. Di silimo inilah disimpan benda-benda adat.
2.1.7. Sistem Pengetahuan
Suku Dani merupakan salah satu suku yang mempunyai peradaban yang
sangat tinggi. Hal itu bisa dilihat dari pengetahuan mereka untuk menciptakan
sesuatu yang berguna dan membantu mereka dalam kehidupan sehari-hari.
Pengetahuan mereka itu dapat dilihat dari kenyataan hidup seperti berikut ini.
a. Pembuatan pakaian tradisional (koteka, sali dan yokul)
b. Pembuatan silimo (kampung)
c. Pembuatan kebun
Orang Dani umumnya dan suku Dani khususnya memiliki pengetahuan akan
keutamaan-keutamaan hidup yang bernilai tinggi. Keutamaan-keutamaan itu
ialah:
1. Relasi dengan sesama, dengan leluhur dan dengan alam sekitarnya.
Relasi ini merupakan hal yang amat penting.
2. Membagi dengan orang.
3. Kebersamaan: Orang Dani hidup bersama dalam kampung, rumah laki-
laki (honai) atau rumah keluarga (ebeai) tanpa dinding pemisah dan
ruangan pribadi. Mereka tidak memiliki banyak privacy namun sekaligus
otonom dan bebas. Mereka biasa kerja bersama, masak bersama dan
makan bersama. Justeru di sinilah letak kekuatan mereka yaitu
kebersamaan.
4. Kesuburan manusia, hewan, tanah dan sebagainya merupakan hal yang
amat diharapkan oleh orang Dani. Mereka akan berusaha memperoleh
kesuburan itu dengan mentaati peraturan hidup yang diwariskan oleh
para leluhur. Lemak babi merupakan lambang kesuburan mereka.
5. Bekerja termasuk nilai yang baik bagi orang Dani. Mereka menyadari
bahwa segala kebutuhan tersedia di dalam tanah. Mereka harus bekerja
8
keras untuk mengolah tanah itu. Dengan demikian maka orang Dani
sejati sebenarnya tidak boleh mengemis. Mereka bangga kalau bisa
mengurus dirinya secara mandiri.
2.1.8. Kesenian
Kesenian masyarakat suku Dani dapat dilihat dari:
1. Cara membangun tempat kediaman mereka yaitu silimoyang terdiri dari
beberapa bangunan:
 Honai, merupakan sebutan untuk rumah pada umumnya. Honai
berasal dari kata hun yang berarti pria dewasa dan ai yang berarti
rumah. Jadi secara harafiah, honai berarti rumah untuk pria
dewasa. Honai berbentuk bulat, atapnya seperti kubah dari daun
ilalang. Garis tengahnya bisa mencapai 5 sampai 7 meter.
 Ebeai yaitu rumah wanita. Ebe artinya tubuh atau pusat dan ai
artinya rumah. Jadi secara harafiah ebeai artinya rumah tubuh atau
rumah induk. Ebeai sama persis dengan honai, hanya garis
tengahnya lebih pendek.
 Wamai artinya kandang babi. Wam artinya babi dan ai artinya
rumah. Jadi secara harafiah wamai artinya rumah babi atau
kandang babi. Wamai berbentuk persegi panjang dan disekat
sebanyak jumlah ebeai. Wamai juga terletak dalam lingkungan
silimo. Silimo sendiri berbentuk oval dan dipagari oleh pagar
kayu.
2. Kerajinan tangan berupa anyaman kantong jaring penutup kepala,
pengikat kepala dan pengikat kapak.
3. Seni tari Dani, terdiri dari :
 Hunike, salah satu tarian yang dimainkan oleh satu orang atau
beberapa orang secara bersama, berjejer dan terpisah dari
kelompok pengiring lagu. Tarian ini paling sering dilakukan
pada saat upacara perayaan kemenangan perang.
 Hologotiik, salah satu gerak tari yang diperankan dalam posisi
berdiri atau melompat di tempat.
 Dipik/Walin, merupakan tarian rakyat yang dimainkan dengan
cara membuat lingkaran dengan sebuah regu atau kelompok

9
penyanyi berada di tengah. Tarian ini dilakukan pada saat pesta
pernikahan, inisiasi, dan upacara lain yang dilaksanakan
bersamaan dengan pembunuhan babi.
 Hulung, adalah tarian rakyat yang dimainkan secara beramai-
ramai ke sana ke mari dalam jarak yang dekat sambil bernyanyi
bersama. Tarian ini dilaksanakan pada saat upacara inisiasi bagi
anak laki-laki, upacara pernikahan dan upacara mawe (pesta
babi).
 Tem/Sekan, merupakan tarian pergaulan yang dilaksanakan
oleh muda mudi di dalam honai dan dapur. Tari ini dimainkan
dengan cara duduk berjejer saling berhadapan muka antara
putera dan puteri sambil menyanyikan lagu-lagu rakyat.
 Hisilum, merupakan tarian pergaulan muda-mudi untuk
mendapatkan jodoh. Gerakan tari ini menggunakan bahasa
isyarat sambil menyanyi di tiap kelompok, baik kelompok pria
maupun wanita dengan melambai-lambaikan tangan.
4. Masyarakat Dani memiliki tiga macam lagu tradisional (etai), yaitu:
 Etai Ewe Etai, merupakan jenis lagu-lagu utama yang
dinyanyikan baik pada acara-acara resmi maupun pada acara-
acara tidak resmi. Lagu yang dinyanyikan dalam acara-acara
resmi, misalnya: lagu kemenangan dalam perang (ap wataresik),
lagu pada saat inisiasi (ap wayama), lagu saat pesta perkawinan
(heugumo/heyokalma), lagu pada saat pesta mawe (wam
eweakowa), dan lagu pada saat haid pertama bagi anak gadis
Dani (he hotarlimo). Lagu yang tidak resmi biasa dinyanyikan
spontan pada saat membuat honai dan membuka kebun baru.
 Etai Wene Pugut, merupakan salah satu bentuk lagu tradisional
Dani yang dinyanyikan dengan saling berbalasan pantun/syair.
Isinya adalah ungkapan perasaan emosional, kritikan-kritikan
dalam kehidupan sehari-hari, pesan-pesan tertentu dan
sebagainya. Etai wene pugut dinyanyikan pada saat pesta
pernikahan (he yokal), pada saat pengusiran roh orang mati dari

10
tubuh seseorang (hat waganegma), saat atraksi tukar gelang
(sekan/tem kotilogolik), saat bersantai (heselum hagatilogolik).
 Etai Lee Wuni atau Dee Wuni. Lee berarti ratapan/tangisan dan
Wuni berarti lagu, jadi lee wuni adalah lagu ratapan yang isinya
mengandung syair-syair tentang peristiwa-peristiwa tertentu.
 Wesa Etai, yakni lagu yang berisikan doa-doa baik kepada
leluhur maupun Tuhan.
5. Jenis musik tradisional Jayawijaya dapat dibedakan atas beberapa jenis
musik, yaitu:
 Musik Pikon, yaitu sejenis musik yang dihasilkan oleh alat musik
tiup sekaligus bertali yang kalau ditiup sambil menarik tali
tersebut akan menghasilkan tiga nada dasar yaitu Do, Mi, dan
Sol.
 Musik Witawo, yaitu sejenis musik yang dihasilkan dari Lokop
(sejenis bambu muda yang beruas-ruas), dimainkan dengan cara
ditiup. Tinggi rendahnya bunyi sangat ditentukan oleh ukuran
dari lokop; yang panjang menghasilkan bunyi yang rendah
sedangkan yang pendek menghasilkan bunyi yang tinggi.
 Musik Aneletang, yaitu musik yang dihasilkan dengan cara
dipukul untuk menarik perhatian orang dalam tarian. Jenis musik
ini dapat dihasilkan dari sejumlah anak panah yang disatukan
lalu dipukul (sike tok), sejumlah pion yang dipotong-potong dan
diikat lalu dipukul (pion tok), dan batu-batu yang dipukul
(helekit).
 Musik Ane Tutum, yaitu jenis musik yang dihasilkan dari kulit
yang ditabuh seperti gendang, yakni tifa. Tifa terbuat dari jenis
pohon weki dan kepi.
2.1.9. Sistem Agama
Suku bangsa Dani tinggal di Lembah Baliem, Papua. Suku Dani lebih suka
disebut suku bangsa Parim/ suku bangsa Baliem. Suku bangsa Dani percaya
pada roh, yaitu roh laki-laki (Suangi Ayoka) dan roh perempuan (Suangi
Hosile).

11
Suku bangsa Dani mempercayai atou, yaitu kekuatan sakti yang berasal dari
nenek moyang yang diturunkan kepada anak lelakinya. Kekuatan tersebut
meliputi:
a. kekuatan menjaga kebun,
b. kekuatan menyembuhkan penyakit, dan
c. kekuatan menyuburkan tanah
Kepercayaan Suku Dani menganut konsep yang dinamakan Atou,
artinya adalah segala kesaktian yang dimiliki oleh para leluhur suku Dani
diberikan secara turun temurun kepada kaum lelaki. Menurut budaya suku Dani,
jenis kesaktian tersebut antara lain adalah kesaktian agar bisa punya kekuatan
untuk menjaga kebun, kesaktian agar mampu mengobati penyakit sekaligus
menghindarinya dan kesaktian untuk menyuburkan tanah yang digunakan untuk
bercocok tanam.
Untuk memberi penghormatan kepada leluhur, suku Dani menciptakan
lambang untuk mereka sendiri yang dinamakan dengan kaneka. Fungsi kaneka
ini adalah dipakai atau dimunculkan ketika sedang diselenggarakannya upacara
tradisi bersifat keagamaan untuk membuat semua anggota masyarakt bisa
sejahtera serta sebagai simbol ketika akan memulai perang dan mengakhirinya.
Salah satu praktek extrime yang di percayai masyarakat dani adalah cara
mengekspresikan rasa sedih dengan cara memotong jari. Bagi Suku Dani, jari
bisa diartikan sebagai symbol kerukunan, kebersatuan dan kekuatan dalam diri
manusia maupun sebuah keluarga. Walaupun dalam penamaan jari yang ada
ditangan manusia hanya menyebutkan satu perwakilan keluarga yaitu Ibu jari.
Akan tetapi jika dicermati perbedaan setiap bentuk dan panjang jari memiliki
sebuah kesatuan dan kekuatan kebersamaan untuk meringankan semua beban
pekerjaan manusia. Jari saling bekerjasama membangun sebuah kekuatan
sehingga tangan kita bisa berfungsi dengan sempurna. Kehilangan salah satu
ruasnya saja, bisa mengakibatkan tidak maksimalnya tangan kita bekerja. Jadi
jika salah satu bagiannya menghilang, maka hilanglah komponen kebersamaan
dan berkuranglah kekuatan.
Alasan lainya adalah “Wene opakima dapulik welaikarek mekehasik”
atau pedoman dasar hidup bersama dalam satu keluarga, satu marga, satu honai
(rumah), satu suku, satu leluhur, satu bahasa, satu sejarah/asal-muasal, dan
sebagainya. Kebersamaan sangatlah penting bagi masyarakat pegunungan
12
tengah Papua. Kesedihan mendalam dan luka hati orang yang ditinggal mati
anggota keluarga, baru akan sembuh jika luka di jari sudah sembuh dan tidak
terasa sakit lagi. Mungkin karena itulah masyarakat pegunungan papua
memotong jari saat ada keluarga yang meninggal dunia.
Tradisi Potong Jari di Papua sendiri dilakukan dengan berbagai banyak
cara, mulai dari menggunakan benda tajam seperti pisau, kapak atau parang.
Ada juga yang melakukannya dengan menggigit ruas jarinya hingga putus,
mengikatnya dengan seutas tali sehingga aliran darahnya terhenti dan ruas jari
menjadi mati kemudian baru dilakukan pemotongan jari. Selain tradisi
pemotongan jari, di Papua juga ada tradisi yang dilakukan dalam upacara
berkabung. Tradisi tersebut adalah tradisi mandi lumpur. Mandi lumpur
dilakukan oleh anggota atau kelompok dalam jangka waktu tertentu. Mandi
lumpur mempunyai arti bahwa setiap orang yang meninggal dunia telah kembali
ke alam. Manusia berawal dari tanah dan kembali ke tanah.
Beberapa sumber ada yang mengatakan Tradisi potong jari pada saat ini
sudah hampir ditinggalkan. Jarang orang yang melakukannya belakangan ini
karena adanya pengaruh agama yang mulai berkembang di sekitar daerah
pegunungan tengah Papua. Namun kita masih bisa menemukan banyak sisa
lelaki dan wanita tua dengan jari yang telah terpotong karena tradisi ini.

2.2. Kebudayaan Suku Dani Terhadap Pandangan Kesehatan


2.2.1. Bahasa
Suku dani memiliki tiga sub rumpun bahasa yaitu : sub rumpun Yali-Ngalik,
sub rumpun Dani Pusat dan sub rumpun Wano. Hal ini dapat mempengaruhi
proses berjalannya pelayanan kesehatan. Jika masyarakat setempat
membutuhkan pelayanan atau pertolongan kesehatan maka tenaga kesehatan
harus mengkaji terlebih dahulu mengenai bahasa yang mereka gunakan dan
apakah mereka bisa memahami bahasa Indonesia atau tidak. Jika tidak maka
kita sebagai perawat dapat meminta kerjasama orang ketiga (kepala suku) atau
orang yang dapat memahami bahasa Indonesia agar pelayanan kesehatan
berjalan dengan lancar. Jadi, Salah satu yang menjadi penghambat dalam proses
pelayanan kesehatan adalah komunikasi dan bahasa.

13
2.2.2. Sistem Pencaharian
Sistem pencaharian suku bangsa Dani adalah bercocok tanam dan beternak babi.
Tanaman umum yang mereka tanam adalah Umbi manis pisang, tebu, dan
jagung, kedelai, buncis, kol, dan bayam Ubi Jalar (hipere) adalah tanaman
terpenting dan utama. Makanan tersebut merupakan beberapa dari makanan
pokok suku Dani ,yang mana dalam pandangan kesehatan makanan tersebut
mengandung nilai gizi yang tinggi seperti protein, karbohidrat, zat besi,vitamin
dan mineral. Suku Dani juga berternak babi yang mana salah satunya mereka
menggunakan minyak babi tersebut sebagai pembersih badan(sabun). Dalam
dunia kesehatan minyak dari babi mengandung nutrisi sehingga salah satunya
minyak tersebut dapat merawat maupun menjaga sistem kulit tubuh manusia.
2.2.3. Sistem Pengetahuan
Masyarakat suku Dani dominan menggunakan pakaian yang disebut Koteka.
Koteka adalah pakaian yang hanya menutup bagian organ intim saja yang
menggunakan bahan berdasarkan kulit pohon,kulit hewan dan dedaunan. Dalam
dunia kesehatan jika tubuh terpapar radiasi langsung karena tidak ada pelindung
seperti halnya pakaian maka tubuh akan rentan terserang oleh penyakit. Maka
hal ini perlu kita lakukan rekunstruksi budaya kepada suku dani tersebut. Seperti
memperkenalkan pakaian yang layak serta manfaat atau keuntungan yang dapat
mereka terima.
2.2.4. Spiritualitas
Masyarakat suku Dani percaya terhadap nenek moyang mereka bahwa laki-laki
yang sakit merupakan hasil penurunan kekuatan dari nenek moyang yang
memberikan kemakmuran dan kesejahteraan bagi sekitarnya seperti kesaktian
agar bisa punya kekuatan untuk menjaga kebun, kesaktian agar mampu
mengobati penyakit sekaligus menghindarinya dan kesaktian untuk
menyuburkan tanah yang digunakan untuk bercocok tanam.
Kepercayaan masyarakat suku Dani yang lain adalah dengan memotong jari
mereka untuk mengekspresikan kesedihan (kehilangan). Bagi Suku Dani, jari
bisa diartikan sebagai symbol kerukunan, kebersatuan dan kekuatan dalam diri
manusia maupun sebuah keluarga. Kegiatan ini dilakukan sebagai pengalihan
rasa sakit akibat ditinggalkan oleh keluarganya. Kepercayaan ini sangat
bertentangan terhadap dunia kesehatan. Restrukturisasi budaya dalam hal ini
harus dilakukan. Kepercayaan mengenai hal ini sangat merugikan diri mereka
14
sendiri dan juga keturunan mereka jika kebudayaan ini tetap dilanjutkan.
Melukai diri baik sengaja maupun tidak sengaja yang akan menimbulkan
kecacatan fisik, tentu akan membatasi kinerja gerak tangan. Sekarang ini
petugas kesehatan sudah tersebar diberbagai daerah pedalaman, petugas
kesehatan dalam hal ini harus memberikan bimbingan berupa pendidikan
kesehatan dan psikoterapi mengenai cara mengekspresikan kesedihan akibat
kehilangan tersebut.

15
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Setiap suku di suatu daerah pasti memiliki ciri khas kebudayaannya masing-masing.
Ciri ini membedakan satu suku dengan suku yang lainnya. Hal yang sama juga terlihat
pada suku Dani. suku Dani memiliki kekayaan etnografi yang bernilai tinggi.
Semuanya nampak jelas dalam berbagai segi kehidupan masyarakatnya, misalnya
dalam bidang pertanian. Sejak dulu masyarakat Dani sudah mengenal cara berkebun
yang sangat maju. Hal ini terbukti lewat cara pembuatan bedeng-bedeng yang
dilengkapi dengan parit-parit di pinggirnya untuk mempermudah irigasi. Hal lain juga
bisa terlihat dari cara mereka membuat rumah yang diatur sedemikian rupa sehingga
membentuk kompleks pemukiman yang rapi. Ketika berhadapan dengan arus
modernisasi, suku Dani tetap berusaha mempertahankan ciri khas budayanya,
meskipun terjadi banyak perubahan dalam seluruh aspek kehidupan. Perubahan yang
dimaksud menyebabkan terjadinya asimilasi, inkulturasi dan konfrontasi dengan
budaya setempat. Jika dilihat secara sepintas maka kehidupan suku Dani yang sekarang
sudah mulai berbeda dari kehidupan beberapa generasi suku Dani terdahulu. Meskipun
demikian, ada tradisi-tradisi tertentu yang masih dilaksanakan dan dipertahankan
keasliannya.

16
DAFTAR PUSTAKA

Pram.2013.Suku Bangsa Dunia & Kebudayaannya. Jakarta : Swadaya Group

17

Anda mungkin juga menyukai