Anda di halaman 1dari 8

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No.

1, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1

Desain Plantwide Control pada Gas Processing


Facility (GPF) Plant
Safira Firdaus Mujiyanti, Totok Ruki Biyanto
Teknik Fisika, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia
e-mail: trb@ep.its.ac.id

Abstrak— Penggunaan energi fosil saat ini masih sangat kondisi yang tidak aman, dimana hal terburuk yang dapat
dominan, dimana energi fosil yang paling efisien adalah gas alam. terjadi adalah dapat menghentikan proses produksi gas alam.
Agar gas alam dapat digunakan dengan baik, maka harus H2S merupakan zat yang berbahaya dan bersifat korosif. CO2
diproses terlebih dahulu pada suatu plant untuk dihilangkan merupakan zat yang sulit untuk dibakar, sehingga keberadaan
kandungan H2S, CO2, dan H2O yang disebut Gas Processing
CO2 pada gas alam dapat menurunkan kualitas bahan bakar.
Facility (GPF). GPF terbagi dua unit yaitu H2S Removal System
dan TEG Dehydration Unit. Adanya material recycle, integrasi
H2O yang terkandung dalam gas juga dapat mengalami
panas serta produksi gas alam yang tidak selalu stabil menjadi kondensasi pada pipa yang dapat menyebabkan erosi dan
permasalahan dalam GPF ini, sehingga pengendalian proses plant korosi. Hal tersebut merupakan hal yang dihindari dalam
yang kompleks dibutuhkan dalam menyelesaikan permasalahan proses industri, sehingga diperlukan suatu plant untuk
ini. Perancangan desain plantwide control (PWC) pada GPF memproses pengolahan gas atau yang biasa dikenal dengan
berhasil menyelesaikan permasalahan tersebut, terbukti dengan Gas Processing Facility (GPF).
adanya analisis dampak dari sisi energi, ekonomi dan dari Proses untuk melakukan pemurnian gas biasa dikenal
kestabilan plant. Metode PWC yang digunakan menurunkan dengan istilah gas puryfication untuk mengolah sour gas
metode milik Luyben dan Skogestad. Hasil perancangan PWC
menjadi sweet gas. Proses ini bertujuan untuk menghilangkan
pada kenaikan feed 5% mampu menurunkan penggunaan energi
sebesar 52.366 kJ perjam dan mampu meningkatkan profit
kandungan H2S dan CO2 pada gas alam. Terdapat beberapa
sebesar 357,36 U$ perhari sedangkan pada penurunan feed cara untuk melakukan pengolahan gas, salah satunya dengan
sebesar 5% mampu menurunkan penggunaan energi sebesar bantuan bahan kimia. Bahan kimia yang paling sering
61.377 kJ perjam dan mampu meningkatkan profit sebesar 467 digunakan adalah alkanolamines. Plant yang digunakan untuk
U$ perhari. Penerapan PWC juga dapat menghasilkan respon menghilangkan kandungan H2S dan CO2 pada gas disebut H2S
sistem yang stabil saat dilakukan uji gangguan dibuktikan Removal System [3]. Plant ini secara umum terdiri dari
dengan settling time dan overshoot yang menurun serta eror contactor dan regenerator. Dimana contactor berfungsi untuk
steady state yang hilang dibandingkan dengan pengendalian PID menghilangkan kandungan H2S dan CO2 pada gas dengan
saja sebelum dilakukan perancangan PWC.
bantuan amine, sedangkan regenerator berfungsi untuk
Kata Kunci : Gas processing, kontrol proses, plantwide control
meregenerasi amine agar dapat digunakan kembali.
Cara yang digunakan untuk melakukan pengeringan gas
antara lain dengan cara absorbsi dan adsorpsi. Metode
I. PENDAHULUAN absorbsi merupakan metode pengeringan gas dengan
menggunakan liquid, sedangkan adsorpsi menggunakan solid.
K ebutuhan energi merupakan salah satu kebutuhan manusia
yang penting untuk menjalankan kehidupan, dimana
kebutuhan energi ini jumlahnya akan terus meningkat
Dalam penerapannya metode absorbsi adalah yang paling
sering digunakan, dimana liquid yang digunakan untuk
seiring berjalannya waktu. Saat ini sumber energi terbesar mengikat gas adalah glycol. Saeid Mokhatab menyebutkan
dalam memenuhi kebutuhan energi diduduki oleh sumber dalam bukunya bahwa triethylene glycol (TEG) merupakan
energi fosil yang menghasilkan minyak dan gas alam. Ditinjau yang paling sering digunakan, yang dikenal dengan TEG
dari penggunaanya, gas alam merupakan yang paling efisien Dehydration Unit [4]. Sistem kerja plant ini hampir sama
dibandingkan minyak atau batu bara [1]. dengan sistem kerja H2S Removal System. Apabila H2S
Gas alam yang berasal dari sumur produksi masih removal system dan TEG dehydration unit digabungkan
mengandung hidrogen sulfida (H2S) karbon dioksida (CO2) menjadi GPF akan menjadi sistem yang begitu kompleks.
dan uap air (H2O). Terdapat batas standar untuk CO2 yaitu Lebih parah dari itu, kekomplekan plant ini disebabkan
sebesar 1 mol% dan H2S adalah sebesar 4ppm [2]. Sedangkan oleh adanya amine dan TEG yang digunakan secara berulang-
batas kandungan air adalah 7 lb/MMscf untuk sistem ulang sehingga menyebabkan kualitas dan kuantitas amine dan
perpipaan US, 4 lb/MMscf untuk sistem perpipaan Kanada, TEG akan menurun seiring berjalannya waktu. Penurunan
serta 1-2 lb/MMscf untuk sistem perpipaan lingkungan Alaska kualitas dan kuantitas pada amine dan TEG tersebut
[1]. Gas yang mengandung kandungan tersebut dapat menyebabkan efek bola salju, dimana efek bola salju ini terjadi
menyebabkan penggumpalan dan penyumbatan pada pipa. karena adanya ketidakseimbangan massa yang kembali pada
Kondisi ini dapat berakibat fatal karena termasuk dalam contactor untuk mengikat komposisi pada gas. Efek bola salju
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 2

ini menjadi permasalahan pertama pada GPF. Permasalahan


kedua yang dihadapi adalah mengenai tingginya penggunaan
energi pada GPF. Energi yang tinggi akan menyebabkan biaya
operasional yang tinggi. Untuk meminimalisir penggunaan
energi tersebut, maka pada GPF juga terdapat integrasi panas.
Meskipun telah terdapat integrasi panas, penggunaan energi
pada GPF masih dikatakan tinggi karena dibutuhkan energi
yang besar untuk dua reboiler pada dua kolom distilasi di
GPF. Oleh karena itu, diperlukan sistem pengendalian plant
secara keseluruhan atau dikenal dengan istilah plantwide
control (PWC) pada GPF.
PWC merupakan metode mengenai sistem Gambar 2.1 Absorber [10]
pengendalian plant secara keseluruhan. Metode ini Kesetimbangan massa komponen yang terjadi pada
menjelaskan bagaimana cara menentukan posisi sensor dan absorber adalah sebagai berikut.
valve serta bagaimana cara menggabungkan keduanya secara (2.1)
tepat. Metode ini telah banyak dikembangkan secara (2.2)
sistematis, antara lain oleh Luyben dan Skogestad. Metode dimana :
yang dimiliki Luyben terdiri dari sembilan langkah [5], namun = Laju aliran gas masuk
dalam langkah-langkah tersebut belum ada yang mengevaluasi = Laju aliran cairan masuk
dari segi ekonomis. Sehingga Skogestad hadir untuk = Laju aliran gas keluar
menyempurnakan metode desain PWC milik Luyben dengan = Laju aliran cairan keluar
membaginya menjadi dua langkah, yaitu top-down dan bottom- = Fraksi laju aliran gas masuk
up [6]. = Fraksi laju aliran cairan masuk
Prosedur desain PWC saat ini sudah banyak digunakan = Fraksi laju aliran gas keluar
di dunia industri, antara lain seperti pada grinding mill circuits = Fraksi laju aliran cairan keluar
oleh J. D. le Roux [7], pada thermal power plant oleh Hao Fei
[8], serta penerapan PWC pada proses CO2 capture oleh Yu- 2.2 Kolom Distilasi
Jeng Lin [9], dimana hasil yang didapat adalah dapat Kolom distilasi merupakan unit operasi utama pada proses
menurukan penggunaan konsumsi energi. kimia dalam industri minyak dan gas yang digunakan untuk
Dari penjelasan mengenai metode PWC serta pemisahan dan pemurnian cairan dan uap. Cara pemisahan dan
permasalahan yang telah dipaparkan, maka tugas akhir ini akan pemurniannya menggunakan prinsip volatilitas. Volatilitas
membahas mengenai desain plantwide control pada Gas merupakan kecenderungan suatu zat untuk berubah menjadi
Processing Facility (GPF) dengan tujuan melakukan uap dari suatu cairan. Untuk mencapai tujuan permurnian
perancangan, menganalisis dampak energi dan ekonomi serta suatu zat, maka kolom distilasi juga ditunjang oleh beberapa
menjaga kestabilan sistem akibat adanya gangguan. peralatan lain, yaitu reboiler yang berfungsi sebagai pemanas
di bagian bawah kolom, kondensor yang berfungsi melakukan
II. TINJAUAN PUSTAKA proses kondensasi di bagian atas kolom serta reflux drum yang
berfungsi untuk menampung hasil kondensasi. Gambaran
2.1 Absorber
proses pada kolom distilasi seperti berikut.
Absorber merupakan suatu unit operasi dalam industri
minyak yang gas yang berfungsi untuk melakukan proses
absorbsi atau penyerapan. Sistem kerja absorber adalah gas
masuk (gas in) melalui inlet bagian bawah sedangkan cairan
atau yang biasa dikenal dengan solvent masuk (liquid in)
melalui inlet bagian atas. Kemudian akan terjadi kontak antara
gas dan cairan, sehingga komponen yang ingin dipisahkan dari
gas akan terikat pada solvent dan dibawa keluar melaui outlet
bagian bawah (liquid out). Komponen tersebut dapat terikat
oleh cairan karena adanya reaksi kimia di dalamnya. Reaksi
kimia yang terjadi berdasarkan jenis proses pada plant
tersebut. Sedangkan gas yang telah bersih akan menuju ke
outlet bagian atas (gas out). Proses ini terjadi berdasarkan
prinsip massa jenis. Bahwa gas yang memiliki massa jenis Gambar 2.2 Kolom Distilasi [11]
lebih ringan akan menuju bagian atas, sedangkan cairan yang Persamaan kesetimbangan massa komponen pada
memiliki massa jenis yang lebih berat akan menuju ke bawah. kolom distilasi adalah sebagai berikut.
Proses yang terjadi adalah sebagai berikut. (2.3)
(2.4)
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 3

dimana : 2.5 Pengendali Feedforward


F = laju aliran umpan Pengendali feedforward merupakan pengendali yang dapat
D = laju aliran distilat memberikan informasi mengenai adanya gangguan kepada
B = laju aliran produk bawah kontrol PID. Pengendali ini dapat memberikan peringatan
= fraksi umpan lebih dahulu atas adanya indikasi gangguan yang akan terjadi,
= fraksi distilat sehingga pengendali feedforward akan memberikan sinyal
= fraksi produk bawah kepada aktuator agar dapat menyesuaikan terhadap gangguan.
Pemodelan pengendali feedforward sebagai berikut [13].
2.3 Degrees of Freedom (DOF) (2.22)
Pada prinsipnya, semua sistem yang ada dapat
dipresentasikan melalui persamaan matematika yang terdiri dimana:
dari variabel degrees of freedom (DOF) atau derajat = feedforward controlle gain
kebebasan pada suatu sistem merupakan representasi dari
= feedforward controller dead time
variabel pada sistem tersebut, dimana hasilnya harus spesifik
sebelum variabel yang tersisa dapat dihitung. Persamaan DOF = feedforward controller lead time
diberikan sebagai berikut: = feedforward controller lag time

(2.5)
III. METODOLOGI
Suatu pemodelan dapat dijalankan apabila jumlah DOF
adalah nol. Apabila DOF bernilai lebih dari nol maka terdapat
lebih banyak variabel yang tidak diketahui daripada persamaan
yang independen. Terdapat banyak penyelesaian untuk kasus
ini, salah satunya dengan melakukan optimasi pada
performansi sistem. Namun apabila jumlah DOF dibawah nol,
maka lebih banyak persamaan independen dibandingkan
jumlah variabel. Pada kasus ini, pemodelan tidak akan dapat
diselesaikan [12].
Dalam mendesain struktur kontrol, analisis DOF dikenal
sebagai control degrees of freedom (CDOF). Pada
pengertiannya, CDOF merupakan jumlah maksimum dari
variabel yang dapat dimanipulasi untuk mendesain struktur
kontrol. Persamaan CDOF yang dikembangkan oleh Konda
adalah sebagai berikut.

(2.6)
dimana :
= jumlah stream yang ada pada proses
= jumlah stream proses yang tidak bisa
dimanipulasi
= jumlah stream proses yang tidak butuh untuk
dikontrol pada prosesnya Gambar 3.1 Diagram Alir Metodologi Penelitian
3.1 Pengumpulan Data Komponen dan Konfigurasi peralatan
2.4 First Order Plus Death Time (FOPDT) pada Gas Processing Facility (GPF) Plant.
Sistem dinamik dari proses industri dapat dimodelkan Tahap mengumpulkan data merupakan data yang langkah
dengan fungsi transfer FOPDT (first order plus death time). yang pertama dilakukan. Data yang diperlukan berupa
FOPDT didapatkan dari melakukan uji open loop . Persamaan dokumen process flow diagram (PFD), piping and
FOPDT sebagai berikut [14]. instrumentation diagram (P&ID) serta datasheet peralatan
seperti contactor, regenerator, pump dan cooler pada setiap
unit yang terdapat pada Gas Processing Facility (GPF) baik
(2.7) pada H2S removal system serta TEG dehydration unit. Data
dimana : tersebut selanjutkan akan digunakan untuk memodelkan plant
K = gain sistem agar dapat mengetahui gambaran proses secara umum
= time constant menggunakan sofware HYSYS.
= dead time
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 4

3.2 Pemodelan Proses Kolom pada Gas Processing Facility 3.4.1. Penentuan Fungsi Objektif
(GPF) Plant Fungsi objektif pada perancangan PWC ini adalah profit
Data megenai H2S removal system dan TEG dehydration yang maksimal yang didapatkan dari penjualan produk yang
unit yang telah didapat dari langkah pertama selanjutnya akan dalam GPF ini adalah penjualan gas yang bebas dari CO2 dan
disimulasikan atau dimodelkan pada software HYSYS. H2O dikurangi dengan biaya operasional yang digunakan pada
Simulasi atau pemodelan ini bertujuan untuk mengetahui reboiler dan pompa pada kedua unit baik pada H2S removal
gambaran proses yang terjadi pada GPF. Pemodelan tersebut system serta TEG dehydration unit. Harga untuk gas bersih
dibuat dengan menggunakan proses kesetimbangan massa dan adalah 2,89 U$/mmbtu. Sedangkan biaya operasional adalah
kesetimbangan energi yang telah ada pada software HYSYS. 0,065 U$/kW. Berikut adalah persamaan fungsi objektif pada
Pemodelan plant ditunjukkan pada gambar 2.1-2.2. perancangan PWC ini.
(3.1)

Gambar 3. 2 PFD H2S Removal System

Gambar 3. 3 PFD TEG Dehydration Unit.

3.3 Validasi Proses GPF 3.4.2. Mengidentifikasi DOF


Pemodelan yang telah dibuat divalidasi dengan kondisi Dalam melakukan identifikasi DOF pada GPF dilakukan
desain. Hasil pemodelan dibandingkan dengan kondisi desain dengan membagi GPF ke dalam dua unit yaitu H2S Removal
pada plant yang terdapat pada PFD kemudian dihitung nilai System Unit dan TEG Dehydration Unit. Untuk nilai CDOF
erornya. pada H2S Removal System Unit adalah sebagai berikut.
Tabel 3.1 CDOF H2S Removal System
3.4 Perancangan Plantwide Control CDOF
Perancangan plantwide control (PWC) pada Gas 27 6 3 18
Processing Facility (GPF) menggabungkan metode milik Tabel 3.2 CDOF TEG Dehydration Unit.
Luyben dan Skogestad dengan tujuan memaksimalkan profit CDOF
dan menjaga kestabilan plant menjadi tujuh langkah
28 9 3 16
sebagaimana berikut.
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 5

3.4.3. Penentuan laju produksi (troughout manipulator) 3.4.7. Optimisasi


Lokasi troughout manipulator (TPM) pada GPF ini terdapat Setelah itu, dilakukan optimisasi dengan menggunakan Real
pada laju aliran inlet H2S Removal System Unit, yaitu pada Time Optimizer (RTO). Pada tugas akhir ini dilakukan
feed sour gas. Penentuan laju produksi ini sama dengan milik optimisasi menggunakan RTO yang ada pada HYSYS dengan
Skogestad dan Luyben. tujuan utama untuk mencapai fungsi objektif yang telah
ditentukan. Lapisan optimisasi ini sama dengan optimisasi
3.4.4. Penentuan variabel ekonomi (economical controlled pada PWC Skogestad dan Luyben
variable)
Penentuan variabel ekonomi ini sama dengan variabel 3.5 Pengujian Performansi Sistem dan Analisis
kendali utama (primary variable) pada PWC milik Skogestad Pengujian performansi sistem dalam perancangan PWC
yang mempertimbangkan sisi ekonomi. Pemilihan variabel pada plant GPF ini dengan memberikan gangguan pada
ekonomi (economical controlled variable) yaitu laju aliran umpan yaitu dengan menaikkan serta menurunkan laju aliran
produk sweet and dry gas, temperatur dan laju aliran lean pada umpan sebesar 5%. Dari yang awalnya 149,4 MMSCFD,
amine dan lean TEG pada H2S Removal System Unit dan TEG dinaikkan 5% atau sekitar 7,47 MMSCFD sehingga menjadi
Dehydration Unit. 156,87 MMSCFD dan menurunkan hingga menjadi 141,93
Penentuan variabel ekonomi ini mengacu pada variabel MMSCFD.
yang berpengaruh langsung terhadap fungsi objektif yang
berorientasi pada profit. Untuk laju aliran produk sweet and
dry gas merupakan produk. Sedangkan temperatur dan laju IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
aliran lean amine dan lean TEG berpengaruh pada
4.1 Analisis Hasil Optimisasi
penggunaan energi pada reboiler dan pompa. Hal ini akan
sesuai hasil optimisasi yang diharapkan, yakni penurunan Kemudian perancangan PWC pada GPF akan dibandingkan
penggunaaan energi pada GPF. dengan kontrol PID yang terdapat pada plant. Perbandingan
dari dua kondisi tersebut ditunjukkan pada tabel berikut.
3.4.5. Integrasi proses (process integration) Tabel 4.1 Perbandingan Struktur Kontrol pada Amine Contactor
Pada proses ini, ditentukan struktur pengendalian variabel Laju Laju
yang berhubungan dengan inventory control dan variabel yang Laju Aliran Laju Aliran Aliran Aliran
Uji Strategi
akan menjadi gangguan (disturbance). Penentuan struktur Gangguan Kontrol Sour Gas Sweet Gas Lean Rich
pengendalian variabel sama dengan PWC milik Luyben yang (MMSCFD) (MMSCFD) Amine Amine
(kg/h) (kg/h)
disertai penentuan gangguan. Maka ditentukan struktur
pengendalian PID pada setiap pengendali yang terdapat pada Feed naik PID 156.87 148.247 47367 65184.2
GPF serta gangguan yang terjadi adalah laju aliran umpan. 5% PWC 156.87 148.369 47367 65182
Untuk pengendali laju aliran massa pada lean amine dan
lean TEG ditambahkan pengendali feedforward untuk menjaga Feed PID 141.93 133.786 47367 63893.5
kestabilan respon akibat adanya gangguan yang terjadi pada turun 5% PWC 141.93 133.951 47367 63897.1
umpan. Tabel 4.2 Perbandingan Struktur Kontrol pada TEG Contactor
Berikut merupakan parameter pemodelan untuk pengendali
Laju Laju
feedforward. Laju Aliran Laju Aliran Aliran Aliran
Tabel 3.3 Parameter Pemodelan Feedforward Uji Strategi
Sour Gas Sweet Gas Lean Rich
Parameter Gangguan Kontrol
(MMSCFD) (MMSCFD) Amine Amine
pemodelan FF Lean Amine FF Lean TEG (kg/h) (kg/h)
1,44 0,174 Feed PID 148.247 147.54 7560 8307.5
0 0 naik 5% PWC 148.369 147.648 7560 8306.5
Tld 7 7 Feed PID 133.786 133.133 7560 8268.5
Tlg 20 18 turun
5% PWC 133.951 133.276 7560 8269.3

3.4.6. Lapisan pengendalian supervisory Tabel 4.3 Perbandingan Energi pada H2S Removal System
Pengendali supervisory yang dipilih adalah MPC (Model Energi Energi Total
Predictive Control) yang akan memberikan perubahan set Uji Strategi
Reboiler pompa Energi
point yang optimal pada lapisan pengendali regulatory Gangguan Kontrol
(kJ/h) (kJ/h) (kJ/h)
(PI/PID). MPC sudah tersedia pada HYSYS dengan
menggunakan data pemodelan first order (FOPDT) yang telah Feed naik PID 4725420 246 4725666
divalidasi. Pemasangan MPC diletakkan pada amine 5% PWC 4703340 245.68 4703586
regenerator dan TEG regenator yang merupakan kolom
Feed turun PID 4657180 245 4657425
distilasi. Lapisan pengendalian supervisory sama dengan PWC
milik Skogestad dan pengendalian setiap loop pada PWC milik 5% PWC 4637070 244.78 4637315
Luyben.
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 6

Tabel 4.4 Perbandingan Energi pada TEG Dehydration Unit

Energi Energi Total


Uji Strategi
Reboiler pompa Energi
Gangguan Kontrol
(kJ/h) (kJ/h) (kJ/h)

Feed naik PID 1356094 48.203 1356142


5% PWC 1325808 48 1325856
Feed turun PID 1057167 47.13 1057214
5% PWC 1015900 47 1015947
Tabel 4.5 Perbandingan Perhitungan Biaya pada GPF
Perhitungan Feed naik 5% Feed turun 5%
biaya (U$/h)
PID PWC PID PWC Gambar 4.2 Perbandingan Respon untuk
Produk 19052.332 19066.278 17191.908 17210.374 Struktur kontrol PID dan PWC pada FIC Lean
Biaya TEG saat Feed Naik 5%
109.810 108.865
Operasional 103.181 102.073
Profit 18942.522 18957.413 17088.727 17108.301 Tabel 4.7 Perbandingan Karakteristik Respon pada FIC
Lean TEG saat Feed Naik 5%
4.2 Analisis Pengujian Performansi Sistem Karakteristik Respon PID PWC
Pengujian performansi sistem pada GPF ini diberikan Maximum Overshoot 6,521% 1,996%
dengan menaikkan serta menurunkan laju aliran pada umpan Eror Steady State 0.284% 0%
dengan memberikan sinyal step sebesar 5%. Dari yang Settling Time (detik) 2971 2130
awalnya 149,4 MMSCFD, dinaikkan 5% atau sekitar 7,47
MMSCFD sehingga menjadi 156,87 MMSCFD dan Apabila feed dinaikkan sebesar 5%, maka dampak
menurunkan hingga menjadi 141,93 MMSCFD. Kemudian prosesnya adalah tekanan pada Amine Contactor akan
perancangan PWC pada GPF akan dibandingkan dengan meningkat. Apabila terjadi peningkatan tekanan pada Amine
kontrol PID yang terdapat pada plant. Berikut grafik respon Contactor, maka pressure drop pada inlet lean amine akan
sistem akibat adanya gangguan yang diberikan pada plant. menurun. Penurunan pressure drop ini mengakibatkan
menurunnya laju aliran massa lean amine yang akan masuk ke
Amine Contactor. Sehingga respon yang diberikan pengendali
PID pada saat diberi perubahan nilai umpan adalah terjadi
penurunan respon dan terjadi osilasi. Sedangkan untuk
mengatasi adanya perubahan secara tiba-tiba pada laju aliran
umpan yang menjadi gangguan pada laju aliran lean amine dan
lean TEG, maka pada metode perancangan PWC ini juga
dilengkapi dengan pengendali feedforward yang bisa
meminimalisir dampak yang disebabkan adanya gangguan.

Gambar 4.1 Perbandingan Respon untuk Struktur


kontrol PID dan PWC pada FIC Lean Amine saat Feed
Naik 5%

Tabel 4.6 Perbandingan Karakteristik Respon pada FIC


Lean Amine saat Feed Naik 5%
Karakteristik Respon PID PWC
Maximum Overshoot (%) 6,521% 4,054%
Eror Steady State (%) 0,002% 0% Gambar 4.3 Perbandingan Respon untuk Struktur
Settling Time (detik) 161 138 kontrol PID dan PWC pada FIC Lean Amine saat Feed
Turun 5%
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 7

Tabel 4.8 Perbandingan Karakteristik Respon pada FIC 357,36 U$. Pada penurunan umpan sebesar 5%, penambahan
Lean Amine saat Feed Turun 5% profit yang didapat adalah sebesar 19,581 U$ perjamnya.
Karakteristik Respon PID PWC Sehingga dalam satu hari mampu meningkatkan profit sebesar
Maximum Overshoot 5,858% 2,504% 467 U$. Dalam dua kondisi yang telah diuji terbukti bahwa
Eror Steady State 0,01% 0% desain PWC sangat menguntungkan baik dalam penghematan
Settling Time (detik) 3365 3043 energi maupun dalam keuntungan ekonomi yang akan didapat.
Hal ini dapat terjadi karena desain PWC dilengkapi oleh
supervisory control serta optimizer, yang dapat memberikan
set point kepada pengendali PID yang optimal, sehingga bisa
mencapai fungsi objektif yang pada tugas akhir ini adalah
profit yang maksimal.
Pada uji gangguan pada umpan yang diberikan juga
bisa dianalisis dari segi kestabilan respon. Dimana dari uji
kenaikan set point sebesar 5%, pada respon laju aliran lean
amine mampu menurunkan maximum overshoot dari 6,521%
menjadi 2,504%, dan mampu menghilangkan eror steade state,
serta dapat menurunkan settling time dari 161 detik ke 138
detik. Begitu juga pada saat diberi penurunan uji gangguan
sebesar 5%, baik pada pengendalian laju aliran massa lean
amine maupun lean TEG, semuanya terbukti menghasilkan
Gambar 4.4 Perbandingan Respon untuk Struktur
respon yang lebih baik. Tiga hal yang menjadi parameter
kontrol PID dan PWC pada FIC Lean TEG saat Feed respon yang lebih baik adalah menurunnya maksimum
Turun 5% overshoot dan settling time serta hilangnya nilai eror steady
state. Hasil grafik respon pada pengendali laju aliran massa
Tabel 4.9 Perbandingan Karakteristik Respon pada FIC lean amine dan lean TEG juga dikarenakan adanya peran dari
Lean TEG saat Feed Turun 5% pengendali feedforward. Dengan begitu, apabila terjadi
Karakteristik Respon PID PWC gangguan pada umpan, maka dengan cepat pengendali
Maximum Overshoot 7,002% 2,508% feedforward akan memberikan informasi pada pengendali PID.
Eror Steady State 0,01% 0% Sehingga respon yang didapat akan lebih baik.
Settling Time (detik) 5159 4848
V. KESIMPULAN
Dari uji gangguan yang diberikan, maka didapatkan
hasil bahawa karakteristik respon yang dihasilkan oleh struktur Adapun kesimpulan yang didapatkan dari perancangan
pengendali PWC mampu menghilangkan error steady state PWC pada Gas Processing Facility (GPF) adalah sebagai
serta mampu mempercepat settling time. berikut:
1. Penerapan PWC pada Gas Processing Facility (GPF)
4.3 Pembahasan berhasil dilakukan dengan menggabungkan metode PWC
Perancangan desain PWC pada GPF ini telah berhasil milik Luyben dan Skogestad menjadi tujuh langkah.
dilakukan dengan menggabungkan metode PWC milik Luyben 2. Penerapan PWC pada Gas Processing Facility (GPF)
dan Skogestad menjadi tujuh langkah. Perancangan ini
pada kenaikan feed 5% mampu menurunkan penggunaan
berhasil menyelesaikan permasalahan yang terjadi pada GPF
yaitu untuk menjaga kualitas dan kuantitas kesetimbangan energi sebesar 52.366 kJ perjam dan mampu
massa akibat adanya efek bola salju atau material recycle, meningkatkan profit sebesar 357,36 U$ per hari
untuk meminimalis penggunaan energi dengan cara melakukan sedangkan pada penurunan feed sebesar 5% mampu
integrasi panas, serta untuk menjaga kestabilan plant dari menurunkan penggunaan energi sebesar 61.377 kJ
adanya gangguan. Desain PWC yang dihasilkan juga sangat perjam dan mampu meningkatkan profit sebesar 467 U$
menguntungkan dari sisi ekonomi dibandingkan dengan
per hari dibandingkan dengan GPF sebelum
menggunakan pengendali PID saja.
Dari hasil optimisasi yang telah dilakukan, terbukti menggunakan PWC.
bahwa PWC mampu menghemat energi baik pada saat umpan 3. Penerapan PWC pada Gas Processing Facility (GPF)
dinaikkan maupun pada saat diturunkan. Pada saat umpan mampu menghasilkan respon sistem yang stabil ketika
dinaikkan sebesar 5%, desain PWC mampu menghemat energi diberi gangguan berupa perubahan laju aliran umpan. Hal
reboiler pada kedua regenerator sebesar 52.366 kJ perjamnya. ini ditunjukkan dengan penurunan settling time dan
Sedangkan pada saat umpan diturunkan 5%, desain PWC maximum overshoot serta hilangnya error steady-state.
mampu menghemat energi sebesar 61.377 kJ perjamnya.
Dalam sisi ekonomi, pada saat kenaikkan plant 5%, desain
PWC mampu menambah profit sebesar 14,89 U$ perjamnya.
Sehingga dalam satu hari mampu meningkatkan profit sebesar
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 8

DAFTAR PUSTAKA

[1] S. Mokhatab, W. A. Poe, and J. Y. Mak, Natural Gas Transmission


and Processing, Third. Oxford, UK: Gulf Professional Publihing,
2015.
[2] T. Nejad, G. Borhani, M. Afkhamipour, A. Azarpour, and V. Akbari,
“Journal of Industrial and Engineering Chemistry Modeling study on
CO 2 and H 2 S simultaneous removal using MDEA solution,” J. Ind.
Eng. Chem., vol. 34, pp. 344–355, 2016.
[3] Y. Al-naumani, “MPC for Upstream Oil & Gas Fields a practical
view,” no. July, 2017.
[4] C. H. Twu, V. Tassone, W. D. Sim, and S. Watanasiri, “Advanced
equation of state method for modeling TEG-water for glycol gas
dehydration,” Fluid Phase Equilib., vol. 228–229, pp. 213–221, 2005.
[5] W. L. Luyben, B. D. Tyréus, and M. L. Luyben, Plantwide process
control. 1999.
[6] V. Minasidis and J. Johannes, “Economic plantwide control :
Automated controlled variable selection for a reactor-separator-recycle
process,” 2013.
[7] J. D. le Roux, S. Skogestad, and I. K. Craig, “Plant-wide control of
grinding mill circuits: Top-down analysis,” IFAC-PapersOnLine, vol.
49, no. 20, pp. 72–77, 2016.
[8] F. Hao and Q. Gu, “Optimization and control for thermal power plant
based on plantwide control,” 2011 Int. Conf. Adv. Power Syst. Autom.
Prot., vol. 2, pp. 1483–1487, 2011.
[9] Y. J. Lin, T. H. Pan, D. S. H. Wong, S. S. Jang, Y. W. Chi, and C. H.
Yeh, “Plantwide control of CO2capture by absorption and stripping
using monoethanolamine solution,” Ind. Eng. Chem. Res., vol. 50, no.
3, pp. 1338–1345, 2011.
[10] J. D. Seader and E. J. Henley, “Separation process principles,” Choice
Rev. Online, vol. 36, no. 9, 2006.
[11] L. Robbins, Distillation Control, Optimization, and Tuning
FUndamentals and Strategies. Boca Raton, 2011.
[12] J. P. Nivargi, D. F. Gupta, S. J. Shaikh, and K. T. Shah, “TEG
contactor for gas dehydration,” Chem. Eng. World, vol. 40, no. 9, pp.
77–80, 2005.
[13] T. Marlin, “Process Control Designing Processes and Control Systems
for Dynamic Performance,” Iso 9001, pp. 1–17, 2001.
[14] A. Madady, “Stabilization of control loops consisting of FOPDT
process and parameter-dependent PID controller,” J. Process Control,
vol. 22, no. 9, pp. 1688–1701, 2012.

Anda mungkin juga menyukai