Anda di halaman 1dari 23

DAMPAK PERISTIWA DONGGO 1972 TERHADAP KEHIDUPAN

SOSIAL - POLITIK DI KABUPATEN BIMA


(SUATU TINJAUAN HISTORIS)

PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan Kepada Jurusan Pendidikan Sejarah
Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Taman Siswa Bima Untuk
Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Sejarah

OLEH :

SAIFULLAH
NIM. 2007 01 0321

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


STKIP TAMAN SISWA BIMA
2011/2012
PERSETUJUAN
PROPOSAL SKRIPSI berjudul “ Dampak Peristiwa Donggo 1972 Terhadap kehidupan
Sosial, Politik di Kabupaten Bima” ini di setujui oleh Pembimbing Untuk Diujikan.

PEMBIMBING I

ASRUL RAMAN, M. Pd
NIDN. 0827078102
PEMBIMBING II

SYAHBUDDIN, S. Pd
Nip. 080806 7002

PENGESAHAN

PROPOSAL SKRIPSI berjudul “ Dampak Peristiwa Donggo 1972 Terhadap Kehidupan


Sosial, Politik di Kabupaten Bima” ini di setujui oleh Pembimbing untuk diujikan.

DEWAN PENGUJI

NAMA JABATAN PARAF TANGGAL


Ketua Penguji
Sekretaris
Penguji Utama
Penguji I
Penguji II
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan rahmatnya kepada kita

semua sehingga penulisan proposal penelitian skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

Penulisan proposal ini yang berjudul “Dampak Peristiwa Donggo 1972 Terhadap Kehidupan

Politik dan Sosial Kabupaten Bima”, ini di susun sebagai tugas akhir untuk memenuhi sebagian

persyaratan guna memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Sejarah

Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu pendidikan (STKIP) Taman Siswa Bima.

Penulis dalam menyelesaikan proposal penelitian ini tidak lepas dari bimbingan dan

bantuan berbagai pihak. Untuk itu perkenankanlah penulis mengucapkan terimah kasih kepada :

1. Bapak Drs. Sudirman selaku Ketua Lembaga Pendidikan Taman siswa Bima

2. Bapak Damhuji, M. Pd selaku ketua jurusan sejarah di STKIP Taman Siswa Bima.

3. Bapak Asrul Raman, M. Pd selaku Pembimbing I dalam penyusun proposal penelitian Skripsi.

4. Bapak Sahbudin, S. Pd selaku Pembimbing II dalam penyusunan Proposal Penelitian Skripsi.

5. Dosen-dosen Program studi pendidikan sejarah yang telah menyampaikan ilmunya selama

perkuliahan di STKIP Taman Siswa Bima.

6. Kedua orang tua serta keluarga besar saya yang telah memberikan dukungan dan arahan dalam

penyusunan proposal penelitian skripsi.

7. Adik –adik yang saya banggakan yang telah memberikan dorongan dan semangat dalam

menyusun proposal penelitian skripsi ini.

8. Teman-teman mahasiswa KKN yang telah membantu saya selama kegiatan KKN

9. Rekan-rekan angkatan 2007 pendidikan sejarah yang tidak bisa saya sebutkan satu-satu yang

banyak memberikan motivasi kepada penulisan.


Akhirnya penulis menyadari bahwa penulisan dan penyusunan proposal penelitian skripsi ini
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu segala masukan dan kritik serta bimbingan dari
pembimbing yang sifatnya membangun penulis terima dengan senang hati.

Belo, Mei 2011


Penyusun

SAIFULLAH
2007 01 0321

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Nama Donggo berasal dari bahasa Bima kuno yang berarti gunung yang tinggi (Doro

Salunga). Penduduknya sekitar 22 ribu orang. Luas Kecamatan ini ± 406 km 2, yang meliputi 11

Desa dan 52 kampung. Sesuai dengan namanya orang Donggo memiliki keberanian yang khas.

Mereka juga terkenal menghargai pemimpin dan orang tua , guru, dan menjunjung tinggi

persahabatan.

Orang Donggo memang satu fenomena, hanya betapapun tegarnya mereka perubahan

ikut mengubah tatanan masyarakat Donggo. Nilai, normal, dan tradisi telah banyak dilanggar,

tidak mengherankan kalau kini tampak juga kelelahan dan ketidakberdayaan komunitas ini,

komunitas ini juga dalam waktu cukup lama harus menjadi peladang yang berpindah tempat.

Cara pemanfaatan lahan seperti itupun akhirnya telah merenggut alam dan lingkungan Donggo.
Maka Renainsans atau kebangkitan kembali komunitas ini yaitu pasca Peristiwa

Donggo yang berpuncak 1980-an tidak banyak menolong Donggo. Kala itu banyak kaum muda

Donggo mendapat pendidikan lebih baik. Sayang, hanya terkonsentrasi pada profesi guru dan

sebagian tentara. Trauma “Peristiwa Donggo” mendorong mereka berbondong-bondong masuk

angkatan bersenjata. Tapi hanya sedikit di antara mereka yang mengabdi di daerahnya,

selebihnya di luar daerah.

Gelombang kaum muda ke Jawa ikut meninggalkan peta sosial dan budaya yang buram

di daerah ini. Donggo praktis kekurangan Sumber Daya Manusia (SDM) berbakat. Betapa tidak

mereka seperti batu yang dilempar ke Jawa, tidak pernah kembali ke kampung halaman. Salah

satu yang menganjal adalah tidak adanya mentalitas wirausaha pada sebagian besar kaum muda.

Generasi muda Donggo juga banyak yang enggan kembali ke akar tradisinya sebagai petani.

Mereka lebih gagah kalau menjadi orang kantoran dan PNS, pada hal untuk membangun Donggo

menjadi lebih maju dan Mampu mengali potensinya dengan optimal diperlukan tenaga-tenaga

serta sarjana-sarjana pertanian dan peternakan yang mempunyai kompetensi di bidang masing-

masing.

Peristiwa Donggo 1972 merupakan miniatur dari akumulasi situasi dan kekecewaan

Bangsa Indonesia pada umumnya. Orang Donggo mewakili aspirasi anak Bangsa yang tampil

sebagai martil bagi Demokrasi di Bima Belahan Timur. Bagaimanapun Kecamatan Donggo

merupakan anak kandung dari ibu pertiwi yang tidak bisa dipisahkan dari Pemerintahan

Kabupaten Bima. Penderitaan masyarakat Donggo adalah penderitaan kita semua yang juga

penderitaan masyarakat Kabupaten Bima. Pemimpin Kabupaten Bima sudah membuat rakyatnya

sengsara dan menderita tekanan batin kronis yang disebabkan tersumbatnya jalur transformasi,

Idelogi, Politik, Ekonomi, dan Sosial Budaya Masyarakat Kabupaten Bima.


Masyarakat Donggo yang turun secara damai berjalan kaki sejauh 40 km ke Bima untuk

menagih janji Bupati yang mau membangun Infrastruktur, Sarana, dan Prasarana Jalan di

Donggo yang tidak kunjung datang di sambut oleh anggota DPRD dan aparat ABRI/POLRI di

Desa Pandai. Anggota Dewan mengharapkan pengunjuk rasa dapat kembali ke Donggo, spanduk

dan tuntutan masyarakat akan diserahkan kepada Bupati sebagai masukan untuk ditindaklanjuti.

Memang unjuk rasa yang dilakukan oleh orang Donggo berbeda dengan kebanyakan orang lain.

Agak unik, mereka umumnya membawa senjata tajam karena antara senjata dengan pinggangnya

tidak pernah jauh. Senjata tajam yang dibawa sebagian dari budaya turun-temurun bukan

mempersenjatai diri untuk melawan aparat.

Sebelum pulang di hadapan Dewan dan aparat keamanan di Desa Pandai, Jamaludin

memohon Dewan memperjuangkan tuntutan Demonstran kepada Bupati. Demonstran di himbau

agar kembali dengan tertib. Para demonstran menyambut baik imbauan tokoh mereka dengan

penuh tanggung jawab. Dari Pandai ke Donggo massa berjalan tanpa ada satu helai daun pun

terjatuh karena sentuhan jari tangan massa demonstran.

Pada pelaksanaan do’a syukuran di Desa Kala yang dihadiri oleh seluruh orang Donggo

Kabupaten Bima – Dompu dan aparat Tripika Donggo atas keselamatan Tragedi Mesjid Bajo,

terutama karena tidak ada jatuhnya korban jiwa. Abdul Majid Bakry meminta supaya dalam

menyampaikan aspirasi ke Kantor Bupati Bima jangan mencaci- maki pihak lain dan tidak

membawa senjata tajam, karena bisa saja pemerintah berpretensi (beranggapan) negatif terhadap

masyarakat Donggo.

Pada waktu syukuran di Desa kala, masyarakat Donggo sepakat untuk mendatangi Bupati

Seoharmaji guna menagih janjinya untuk membangun Mesjid, sekolah, mengaspal jalan dan

memasukkan listrik ke Donggo. Di pagi hari doa syukuran , massa Donggo pria –wanita turun ke
Bima melewati Bajo–Sila–Sondosia- dan Pandai sambil membawa parang, tombak dan

pentungan. Hal tersebut dilakukan karena khawatir pulang malam sehingga untuk berjaga-jaga

dari serangan binatang buas di jalan. Ba’da shalat zuhur si Sila massa singgah di sungai Kancoa

Rida untuk melaksanakan shalat. Selesai shalat perjalanan di lanjutkan ke Bima, pada waktu

tengah malam di Pandai, sudah ada anggota DPRD dan ABRI/POLRI yang datang menghadang

massa Donggo supaya tidak masuk Kota Kabupaten Bima. Keadaan yang tidak kondisif

membuat Jamaludin mengambil alih mikrofon, ia memberi aba-aba agar masyarakat siap-siap

dan menahan diri jangan terpancing orang orang. Massa demonstran tetap tenang berada pada

barisan, sementara ada yang meminta tiarap. Suasana menjadi sedikit gaduh, tapi anggota

ABRI/POLRI menenangkan massa.

Berkat ketabahan masing-masing pihak akhirnya dicapai kata sepakat. Terjadilah “

kesepakatan Pandai” yang berisi : orang Donggo kembali ke Donggo, dalam waktu tiga hari

sejak kesepakatan sudah ada jawaban resmi pemerintah terhadap tuntutan masyarakat Donggo

yaitu diterima atau tidaknya tuntutan tersebut. Selanjutnya masa membubarkan diri kembali ke

Donggo menelusuri jalan pulang ke Donggo dalam kegelapan malam. Malam itu ada yang

pulang melalui Bajo dan ada yang pulang melalui Dusun Kamunti Desa O’o antara lain :

Muhammad Ali Ta’amin, Jamaludin H. Yasin, H. Abbas Oya dan Yusuf Natsir (Su Nato).

Rentang waktu menanti jawaban hasil kesepakatan Pandai, masyarakat Donggo tidak

melakukan aksi apapun, kecuali menunggu janji dari Bima. Sedangkan intelijen sudah mulai

berkeliaran di Kecamatan Donggo, mereka meminta masyarakat Donggo ke Pasanggraha untuk

di foto sambil memegang senjata tajam seperti tombak, parang, keris dan lain-lain. Namanya

orang Desa. Senang sekali ingin di foto apalagi gratis. Mereka di foto sepuas-puasnya, malang

tak dapat di tolak, yang memotret mereka adalah aparat intelijen yang sedang mencari data
faktual sebagai bukti orang Donggo mau memberontak dengan menggunakan senjata tajam.

Sedangkan pihak pemerintah di bawah Komando Letkol (Purn) Seoharmaji, menurut bocoran

dari sebuah sumber prodemonstran sedang merancang penangkapan tokoh Donggo oleh ABRI

yang didatangkan dari NTB dan Bali.

Bupati Seoharmaji semakin marah dengan emosi yang sudah memuncak di kepala, Bupati

Bima Seoharmaji memerintahkan ABRI/POLRI untuk segera menangkap para pelaku Peristiwa

Donggo. Operasi penangkapan dilakukan pada malam hari dan berhasil menangkap tokoh

Mahasiswa Jakarta yaitu Abbas Oya B.A, yang kemudian di bawah ke Bajo. Sukses menangkap

rombongan M. Ali Ta’amin, dilanjutkan penangkapan secara membabi buta terhadap tokoh

Donggo lain hingga membuat situasi semakin mencekam. Ini menimbulkan kerisauan di

kalangan masyarakat Donggo terutama nasib mereka yang tertangkap.

Sepekan lamanya peristiwa pemberontakan masyarakat Donggo menjadi top new

(laporan Utama) seluruh media massa Nasional, elektronika maupun media cetak yang memuat

berita pemberontakan versi pemerintahan cq Humas Pemda Propinsi NTB. Situasi justru

Semakin tidak karuan karena ABRI/POLRI kian beringas menganiaya setiap orang Donggo yang

dijumpainya. Donggo praktis dikuasai tentara dan polisi, urat nadi kehidupan orang di sana

terhenti, semua rumah penduduk di geledah. Harta benda, uang, emas, dan perak digondol

oknum ABRI/POLRI bahkan hewan ternak dijadikan sebagai santapan mereka di jalan-jalan.

Ibu-ibu dan anak gadis Donggo pun tidak luput dari upaya pelecehan seksual. Dalilnya mencari

keberadaan tokoh yang belum tertangkap. Yaitu Abdul Majid dan H. Kako.

Kekejaman yang dilakukan oleh ABRI/POLRI semakin menjadi-jadi, mereka bagaikan

bola yang ditendang ke sana-sini, direndam di laut hingga malam hari, siang hari dipaksa

menatap matahari. Sebagian besar ABRI/POLRI baik yang berpakaian dinas maupun preman
sudah memenuhi seluruh Desa di Kecamatan Donggo, dengan konsentrasi di O’o dan Kala

tempat kediaman kelima tokoh tersebut yang masih misterius.

Persidangan pertama Peristiwa Donggo, 14 Mei 1973, di Pengadilan Negeri Raba Bima.

Selanjutnya dilaksanakan dua kali seminggu dengan dihadiri ribuan pengunjung yang datang dari

berbagai penjuru di Kabupaten Bima. Mungkin dalam sejarah persidangan perkara apa saja,

persidangan inilah yang memecahkan rekor teramat ramai dan meriah seperti massa kampanye

pemilihan umum, aparat keamanan kewalahan mengaturnya. Dalam tuntutan yang dibacakan

sendiri oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Iskandar, menuntut hukuman mati bagi ke lima

terdakwa karena melakukan makar yaitu melawan pemerintahan yang sah dengan tuduhan

melanggar pasal 1 Penpres nomor 11 tentang subversi. Tetapi tuntutan tersebut tidak dapat

dibuktikan secara hukum, akhirnya pembela terdakwa Abdullah Mahmud, S.H dan Ibrahim

Muhammad Iskandar S. H. sebagai hal mengada-ngada dan tidak berdasar sama sekali. Akhirnya

setelah melalui perdebatan panjang antar penuntut umum dengan tim pembela terdakwah pelaku

Peristiwa Donggo, kelima terdakwa di vonis hukuman penjara masing –masing antar 2 hingga 5

tahun.

Mengingat leteratur sejarah mengenai Donggo sangat minim apalagi sejarah hidup tokoh

perjuangannya dari tahun 1947 sampai dengan tahun 1975. Kalau dilihat kondisi sekarang masih

banyak generasi muda Donggo hanya mengenal sepintas tokoh bersejarah Donggo seperti ; Tuan

Guru Abdul Majid Bakry, H. Kako, H. M. Ali Ta’amin, H. Abas Oya BA, Jamaludin H. Yasin.

Itupun melalui cerita dari mulut ke mulut, jarang mengenal wajah, lebih-lebih mengetahui

karakter keseharian, pandangan, sikap , ucapan, dan tindakan mereka. Ke lima tokoh tersebut

merupakan sejarah kebangkitan Dou Donggo yang sebelumnya dipandang sebelah mata, bahkan

sebagai bahan ejekan dan olokan oleh orang kota atau manusia “berdarah biru”.
Agar perjuangan para tokoh Donggo tidak sirna begitu saja, sebagai generasi penerus,

penulis dalam menyusun skripsi ini berkewajiban moral untuk merangkum penggalan cerita

perjuangan mereka lewat penyusunan karya ilmiah yang disusun dalam bentuk skripsi. Pada hal

ini adalah sebuah komoditas politik budaya yang bisa dijadikan vitamin pembangkit energi

semangat juang Dou Donggo yang tertidur pulas akibat dimarjinalisasikan dari abad ke abad oleh

penguasa.

Inilah salah satu pendorong penulis untuk menyusun skripsi yang berjudul Dampak

Peristiwa Donggo 1972, dengan harapan agar bisa mengambil intisari dari perjuangan tokoh

Donggo 1972 dengan memperkaya khasanah literatur, pengetahuan dan wawasan mahasiswa,

sehingga generasi muda terbuka terhadap modernisasi, pandai dan sebagai pembela kepentingan

kaum duafa (kaum lemah).

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan dari deskripsi singkat pada latar belakang yang telah dipaparkan di atas,

dengan mengacu pada judul penelitian ini, maka yang menjadi permasalahan pokok dalam

rumusan masalah adalah sebagai berikut:

a. Bagaimana latar belakang terjadinya peristiwa Donggo tahun 1972 ?

b. Bagaimana dampak peristiwa Donggo tahun 1972 terhadap bidang Sosial, Politik di Donggo ?

c. Bagaimana dampak peristiwa Donggo 1972 di bidang sosial, Politik masyarakat Bima umumnya

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, maka ruang lingkup permasalahan

dibatasi baik secara tematis, spasial maupun temporal. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa
cakupan masalah dalam penelitian ini sangat kompleks dan agar penelitian ini lebih terfokus

pada titik persoalan sehingga dapat menjawab substansi permasalahan secara memadai.

Batas Spasial penelitian di lakukan di Kabupaten Bima khususnya di Kecamatan Donggo

yang terdiri dari enam desa yaitu Desa Kala, Desa O’o, Desa Mbawa, Desa Mpili, Desa

Doridungga dan Desa Bajo, dimana ke enam Desa ini merupakan tempat yang sangat besar

pengaruhnya terhadap peristiwa Donggo 1972 dan merupakan tempat terjadinya peristiwa

tersebut dan namun tidak menutup kemungkinan daerah-daerah lain yang ada di sekitar

Kabupaten Bima dan Kabupaten Dompu juga dijadikan sebagai lokasi penelitian guna

memperoleh informasi yang lebih mendalam mengenai obyek kajian ini.

Secara tematis, mengenal sejarah masyarakat Donggo untuk dewasa ini sangat perlu

karena dalam penelitian ini pihak penulis akan menceritakan peristiwa Donggo pada tahun 1972

yang belum banyak tersirat dalam buku-buku sejarah yang lainnya khususnya sejarah lokal

daerah Bima sendiri, oleh karena itu penulis akan mencoba membahas tentang latar belakang

terjadinya peristiwa Donggo tahun 1972 serta dampak peristiwa Donggo terhadap kehidupan

Politik dan Sosial masyarakat Donggo pada umumnya.

Sedangkan batas Temporalnya adalah tahun 1972 , dimana pada ini merupakan awal

terjadinya peristiwa tersebut sekaligus sebagai simbol perlawanan masyarakat Donggo terhadap

kebijakan pemerintahan Kabupaten Bima pada masa Bupati Seoharmadji.

C. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan yang ingin di capai dalam penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui latar belakang terjadinya peristiwa Donggo 1972.

b. Agar dapat mengetahui dampak yang terjadi terhadap peristiwa Donggo di tinjau dari segi sosial

- politik masyarakat Donggo.

c. Untuk dapat mengetahui dampak dari peristiwa Donggo terhadap kehidupan sosial - politik

masyarakat Bima pada umumnya.

D. MANFAAT PENELITIAN
1. Peneliti
a. Hasil penelitian ini dapat mengimplementasikan berbagai konsep dan teori yang di peroleh

diperkuliahan khususnya teori-teori sejarah dengan realitas sosial khususnya pada masa lampau

tentang peristiwa Donggo.

b. Selain dari itu peneliti dapat memperluas cakrawala berpikir secara komprehensif dan

menambah pemahaman berbagai ilmu yang terkait di dalamnya tentang peristiwa Donggo, serta

sebagai landasan dalam pengembangan tentang tulisan sejarah masyarakat Donggo.

2. Pembaca

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan pembaca tentang

sejarah lokal Bima khususnya peristiwa Donggo 1972

b. Sebagai pengembangan dalam penelitian sejarah budaya lokal Bima khususnya peristiwa

Donggo pada Tahun 1972.

c. Agar dapat mengetahui tentang dampak yang terjadi akibat dari adanya peristiwa Donggo 1972

baik dari segi sosial maupun segi politik.

3. Pemerintah Kabupaten Bima


a. Sebagai bahan referensi dan kajian dalam penelitian sejarah lokal Bima khususnya sejarah

masyarakat Donggo.

b. Menambah bahan-bahan atau referensi sejarah lokal Bima tentang sejarah Donggo yang masih

banyak belum di publikasikan secara umum.

c. Dapat mendorong Pemerintah Kabupaten Bima untuk mengetahui dan memahami peristiwa

yang terjadi khususnya peristiwa donggo tahun 1972.

E. KAJIAN PUSTAKA
1. Kajian Pustaka
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti dalam menulis sejarah peristiwa Donggo 1972

merupakan penelitian yang pertama berkelanjutan dari penelitian yang sudah di publikasi oleh

peneliti lain tentang masalah Peristiwa Donggo yang termuat dalam buku Mutiara Donggo

(Biografi Perjuangan Tuan Guru Abdul Majid Bakry) yang di karang oleh Ghazaly Ama La Nora

. Dalam kesimpulannya bahwa peristiwa Donggo 1974 merupakan bentuk perlawanan terhadap

pemerintahan yang sifatnya otoriter semasa orde baru yang di pimpin oleh Bupati Bima

Seoharmadji terhadap masyarakat Donggo karena adanya kebijakan yang tidak sesuai dengan

janji-janji bupati itu sendiri pada umumnya. Sedangkan pihak penulis dalam menyusun proposal

penelitian ini mencoba mengkaji dan meneliti peristiwa donggo 1972 yang diprioritas utamanya

dari segi politik dan sosial budaya masyarakat donggo. Buku lain yang di gunakan dalam

penelitian ini adalah buku karangan M Nur A Wahab dengan judul mengenal masyarakat

Donggo yang diterbitkan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bima 1982. Buku

ini dapat dijadikan sebagai sumber primer, karena penulisnya langsung mewawancarai beberapa

orang yang mengalami peristiwa itu baik dari orang-orang Donggo asli maupun orang –orang di
luar Kecamatan Donggo dan juga mengadakan crosscheck dengan berbagai data asli baik yang

ada di kantor Kecamatan maupun yang ada di Perpustakaan Daerah Bima.

Menurut buku yang berjudul Membokar Manipulasi Sejarah oleh Asvi Warman Adam

hal 126 merupakan rentetan peristiwa yang terjadi pada tahun 1974 dengan sebuah peristiwa

yang di sebut dengan peristiwa Malari di mana peristiwa ini terjadi karena demonstrasi yang

dilakukan oleh mahasiswa menentang kedatangan PM Jepang serta ketidakseimbangan asisten

pribadi Jendral yang bernama Ali Moertopo terhadap sistem pemerintahan yang dijalankan pada

saat itu, oleh karena itu peristiwa Malari merupakan peristiwa yang mempunyai pengaruh besar

di negara Indonesia. Adanya keterkaitan peristiwa tersebut dapat di ambil sebagai perbandingan

dalam penulisan sejarah peristiwa Donggo 1972 yang baik dan benar apakah peristiwa tersebut

ada keterkaitan atau sebaliknya,

Pada buku yang lain yang berjudul Perspektif Baru Penulisan Sejarah Indonesia oleh

Bambang Purwanto, Ratna Saptari yang menjelaskan tentang peristiwa lampung 1989 yang

merupakan konflik vertikal antar pemerintah dengan masyarakat lampung dengan berbagai

perspektif dalam peristiwa tersebut. Penulisan sejarah dampak peristiwa Donggo 1972

merupakan peristiwa yang sangat unik dan merupakan suatu peristiwa dengan melakukan

demonstrasi besar-besaran terhadap kebijakan Pemerintah Kabupaten Bima yang dilakukan oleh

masyarakat Donggo dan tokoh-tokoh Kedua sumber buku tersebut merupakan bahan atau

referensi yang terkemuka Donggo baik dari kaum intelek, kaum agama, serta kaum politik

masyarakat Donggo.

F. HISTORIOGRAFI YANG RELEVAN


Historiografi atau penulisan sejarah merupakan tahapan akhir dari seluruh rangkaian

dari metode historis. Tahapan heuristik, kritik sumber, serta interpretasi, kemudian di kolaborasi

sehingga menghasilkan sebuah historiografi. Penulisan sejarah peristiwa Donggo 1972

merupakan suatu penulisan yang mengungkapkan suatu peristiwa yang terjadi pada masa itu

yang menyangkut masalah sosial, politik masyarakat Donggo, sehingga dalam penulisan ini

akan tersirat sebuah penulisan sejarah lokal Bima khususnya daerah Bima di Kecamatan

Donggo.

Penulisan sejarah peristiwa Donggo tahun 1972 yang termuat dalam sebuah buku yang

berjudul Mutiara Donggo (biografi Perjuangan Tuan Guru Abdul Majid Bakry) merupakan

sebuah tulisan yang berdasarkan hasil penelitian terdahulu tentang peristiwa Donggo 1972

tersebut yang menceritakan tentang rangkaian sejarah peristiwa di Donggo yang menyangkut

masalah agama, sosial-budaya, politik, ekonomi, masyarakat Donggo dan serta Pemerintah

Kabupaten Bima.

akan di gunakan dalam penulisan sejarah Peristiwa Donggo 1972 dengan tujuan untuk

membandingkan dan untuk mengkaji apakah peristiwa tersebut mempunyai keterkaitan atau

kemiripan peristiwa tersebut yang akan di jadikan sebagai penulisan sejarah yang relevan. Dalam

penulisan sejarah peristiwa Donggo 1972 merupakan penulisan karya ilmiah historis yang sangat

berbeda dengan penulisan sebelumnya, karena penulisan sejarah dalam buku Mutiara Donggo

menyangkut secara keseluruhan peristiwa yang terjadi di Donggo di mulai dari tahun 1642

sampai dengan tahun 1990, sedangkan penulisan yang dilakukan oleh peneliti sendiri hanya

menyangkut masalah-masalah tertentu saja yaitu masalah sosial, politik masyarakat donggo dan

pemerintahan Kabupaten Bima tahun 1972.


Sesuai dengan penulisan proposal penelitian ini, penulisan sejarah peristiwa Donggo

tahun 1972 yang merupakan penulisan berkelanjutan dari penulisan sebelumnya yang termuat

dalam buku mutiara Donggo tetapi ada sedikit perbedaan dalam penulisan sejarah tersebut yaitu

tentang dampak dari peristiwa tersebut dari bidang sosial, politik masyarakat Donggo dan

pemerintah kabupaten Bima.

G. METODE DAN PENDEKATAN PENELITIAN


1. Metode Penelitian

Penelitian mengenai “Dampak Peristiwa Donggo 1972”, merupakan suatu penelitian

historis karena penelitian ini diarahkan untuk meneliti, mengungkapkan dan menjelaskan

peristiwa masa lampau sehingga jelas diarahkan kepada metode sejarah yang bersifat kualitatif.

Tujuan dari penelitian historis ini yaitu menemukan dan mendeskripsikan secara analisis serta

menafsirkan tentang Peristiwa Donggo 1972. Selain itu penelitian yang saya lakukan terkait

dengan Peristiwa Donggo 1972 termasuk dalam penelitian sejarah lokal yang bersifat sosial

politik karena dalam penelitian akan dibahas terkait dengan latar belakang peristiwa Donggo

1972 yang sifatnya politik dan dalam penelitian ini pula akan dibahas mengenai suatu dampak

yang terjadi akibat dari peristiwa Donggo 1972 terhadap masyarakat Donggo kemudian

hubungan sastra kedaerahan yang bersifat sosial.

Penulisan peristiwa masa lampau dalam bentuk peristiwa atau kisah sejarah yang dapat

di pertanggung jawabkan secara ilmiah, harus melalui prosedur kerja sejarah. Pengisahan masa

lampau tidak dapat dikerjakan tanpa ada sumber yang menyangkut masa lampau tersebut,

sumber yang dimaksud adalah berupa data yang melalui proses analisis menjadi sebuah fakta

atau keterangan yang otentik yang berhubungan dengan tema permasalahan, dalam ilmu sejarah
dikenal sumber-sumber itu baik tertulis maupun tidak tertulis yang meliputi legenda, folklore,

prasasti, monument, alat-alat sejarah, dokumen, surat kabar dan surat-surat.

Proses awal yang dilakukan oleh peneliti untuk menulis sejarah dengan menentukan

tema sesuai dengan minat dan keyakinan penulis. Hal ini diharapkan dapat memacu semangat

penulis untuk meneliti secara sungguh-sungguh. Dalam menjawab permasalahan penelitian ini

penulis menggunakan metode sejarah yang terdiri dari empat langkah yaitu :

a. Heuristik

Tahap pertama yang dilakukan oleh peneliti adalah Heuristik (pengumpulan sumber).

Sumber sejarah dapat berupa evidensio (bukti) yang ditinggalkan manusia yang menunjukan

segala aktifitasnya di masa lampau baik berupa peninggalan-peninggalan maupun catatan-

catatan. Sumber ini dapat ditemukan di perpustakaan daerah Bima, dari internet, dan untuk arsip

dapat di peroleh di kantor-kantor atau instansi-instansi tertentu. Serta penulis melakukan

wawancara secara langsung dengan informan (sumber lisan).

Penulisan sejarah peristiwa donggo 1972 dikenal dua macam sumber yaitu sumber

primer dan sumber skunder. Sumber primer merupakan sumber pertama yang dipakai oleh

peneliti dalam penulisan sejarah dan dianggap sebagai sumber yang asli (orisinil) sebagai bukti

yang kontemporer dengan peristiwa yang terjadi. Sumber kedua adalah sumber skunder

merupakan sumber berupa kesaksian dari siapa saja yang merupakan saksi mata atau sumber

yang berasal dari sumber aslinya yang berupa literatur.

Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk mendapatkan data-data dan informasi

yang dibutuhkan untuk menyusun kajian ini yakni:

1) Penelitian Lapangan
Penelitian lapangan, yaitu penelitian yang menekankan penggunaan data primer yang

diperoleh melalui wawancara dengan responden dalam rangka mengetahui efektivitas dan

efisiensi suatu masalah dengan kondisi tertentu atau melakukan kajian terhadap norma hukum

tidak tertulis.

Penelitian lapangan adalah suatu penelitian yang dilakukan oleh penulis dengan secara

langsung ke lapangan untuk meneliti serta mencari data-data dan informasi yang berkaitan

dengan masalah yang akan diteliti, agar dapat dibahas berdasarkan informasi atau bukti data-data

yang ditemukan. Ada 2 teknik yang digunakan penulis untuk mengumpulkan data-data dan

informasi penelitian lapangan, yaitu:

- Pengamatan (observasi)

Adalah suatu teknik yang dilakukan penulis untuk mengamati secara langsung objek yang

berkaitan dengan Peristiwa Donggo 1972 dan bukti-bukti sejarah peristiwa Donggo tersebut.

- Tradisi lisan / Wawancara

Adalah suatu teknik yang dilakukan dalam pengumpulan data dengan mencermati penuturan-

penuturan informasi yang sifatnya turun-temurun dan dapat memberikan keterangan terhadap

masalah yang akan diteliti untuk mewujudkan fakta-fakta dalam rangka penyusunan sejarah

lokal tersebut, misalnya dengan mengadakan wawancara langsung dengan orang-orang yang

mengetahui tentang hal-hal yang berkenaan dengan peristiwa Donggo 1972.

2) Penelitian Kepustakaan

Yang dimaksud penelitian kepustakaan adalah penelitian yang dilakukan hanya berdasarkan atas

karya tertulis, termasuk hasil penelitian baik yang telah maupun yang belum dipublikasikan.

Dalam kajian kepustakaan ini peneliti akan mengadakan penelitian kepustakaan untuk

mendapatkan informasi-informasi serta data-data yang berkaitan dengan peristiwa sejarah


tersebut. Melalui penelitian kepustakaan ini sumber-sumber buku yang dapat dijadikan sebagai

referensi dalam penulisan skripsi ini. sumber perpustakaan yang akan di kaji adalah perpustakaan

Daerah Bima (Samparaja), dinas Pendidikan Kecamatan Donggo, serta instansi-instansi yang

berkaitan dengan peristiwa tersebut terjadi.

b. Kritik sumber/Verifikasi

Kritik sumber merupakan verifikasi sumber yaitu pengujian kebenaran atau ketepatan

dari sumber sejarah. Kritik sumber ada dua macam yaitu kritik ekstern dan kritik intern untuk

menguji kredibilitas sumber. Kritik ekstern dalam penelitian ilmu sejarah umumnya menyangkut

keaslian atau keautentik bahan yang digunakan dalam pembuatan sumber sejarah. Bentuk

penelitian yang dilakukan peneliti misalnya tentang waktu pembuatan dokumen (hari dan

tanggal) atau penelitian tentang bahan (materi) pembuatan dokumen itu sendiri.

Kritik Intern merupakan penilaian keakuran atau keautentik terhadap materi sumber

sejarah itu sendiri. Di dalam proses analisis terhadap suatu dokumen, peneliti harus selalu

memikirkan unsur-unsur yang relevan di dalam dokumen itu sendiri secara menyeluruh. Unsur

dalam dokumen dianggap relevan apabila unsur tersebut paling dekan dengan apa yang telah

terjadi, sejauh mana dapat diketahui berdasarkan suatu penyelidikan kritis terhadap sumber-

sumber terbaik yang ada.

c. Interpretasi/ Analisis

Setelah fakta untuk mengungkap dan membahas masalah yang diteliti cukup memadai, kemudian

dilakukan interpretasi, yaitu penafsiran akan makna fakta dan hubungan antara satu fakta dengan

fakta lain. Penafsiran atas fakta harus dilandasi oleh sikap obyektif. Kalaupun dalam hal tertentu

bersikap subyektif, harus subyektif rasional, jangan subyektif emosional. Rekonstruksi peristiwa

sejarah harus menghasilkan sejarah yang benar atau mendekati kebenaran.


d. Historiografi

Kegiatan terakhir dari penelitian sejarah (metode sejarah) adalah merangkaikan fakta berikut

maknanya secara kronologis dan sistematis, menjadi tulisan sejarah sebagai kisah. Kedua sifat

uraian itu harus benar-benar tampak, karena kedua hal itu merupakan bagian dari ciri karya

sejarah ilmiah, sekaligus ciri sejarah sebagai ilmu. Selain kedua hal tersebut, penulisan sejarah,

khususnya sejarah yang bersifat ilmiah, juga harus memperhatikan kaidah-kaidah penulisan

karya ilmiah umumnya.

2. Pendekatan Penelitian

Dalam perkembangan metodologi sejarah, peneliti harus berusaha untuk saling

mendekatkan antara sejarah dengan ilmu-ilmu sosial, maka ketika akan menganalisis berbagai

peristiwa atau fenomena masa lampau, peneliti menggunakan konsep-konsep dari berbagai ilmu-

ilmu sosial yang relevan dengan pokok kajian. Oleh karena itu tulisan ini melakukan pendekatan

politik dan pendekatan sosial. Pendekatan politik adalah segala aktifitas atau sikap yang

berhubungan dengan kekuasaan dan bermaksud mempertahankan suatu bentuk susunan

masyarakat. Sedangkan pendekatan sosial adalah hubungan antar sesama serta manusia dengan

lingkungannya yang ada pada suatu wilayah tertentu dengan berbagai bentuk hubungan yang

harmonis dan baik. Pendekatan politik dan sosial dalam tulisan ini digunakan untuk mengetahui

dampak peristiwa Donggo 1972 terhadap bidang politik dan sosial masyarakat Donggo.

H. SISTEMATIKA PENULISAN

Secara umum penelitian ini terdiri dari lima (5) bab, yaitu

Pendahuluan yang terdiri dari sub bab; (a) Latar Belakang (b) Rumusan Masalah (c) Tujuan Penelitian (d)

Manfaat Penelitian (e) Kajian pustaka (f) Historiografi Yang Relevan (g) Metode dan
Pendekatan Penelitian yang terdiri dari : (i), Metode Penelitian (ii), Pendekatan Penelitian, (h)

Sistematika Penulisan.

Pembahasan yang terdiri dari sub bab yaitu (a) gambaran umum Daerah Penelitian (b) latar belakang peristiwa

Donggo 1972.

Bab III yaitu Membahas tentang Dampak Peristiwa Donggo 1972 di bidang politik dan ekonomi yang terdiri

dari sub bab yaitu (a) dampak politik (b) dampak ekonomi.

Bab IV yaitu Membahas tentang Dampak Peristiwa Donggo 1972 di bidang Sosial dan Budaya yang terdiri dari

sub bab yaitu (a) Dampak di bidang sosial (b) Dampak di bidang Budaya.

Bab V yaitu Penutup yang terdiri dari sub bab yaitu (a) Kesimpulan (b) saran-saran.

DAFTAR PUSTAKA

La Nora, 2008. Mutiara Donggo “Biografi Perjuangan Tuan Guru Abdul Majid Bakry”, Penerbit NCI PRESS.
Jakarta Barat.
r Wahab, 1981. Mengenal Donggo dengan Pendidikan dan Kebudayaannya. Penerbit ; Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Kecamatan Donggo.
in Jurdi, 2004. Elite Muhammadyah dan Kekuasaan Politik, UGM PRESS.
----------, 2008 Pemikiran Islam Indonesia. Pustaka Cendekia Press. 2007.
Chamberl Loid, 2004. Kerajaan Bima Dalam Sastra dan Sejarah. Wisamarta, Lukman (khatib).
H. Abdullah Tajib, 1995. Sejarah Bima Dana Mbojo. Harapan Masa. Jakarta
Abdurahman, 2007. Metodolgi Penelitian Sejarah. Ar – Ruzz Media. Yogyakarta.
n Helius, 2008. Metodologi Sejarah. Ombah, Yogyakarta
uhartono W, 2010. Teori dan Metodologi Sejarah, Graha Ilmu. Yogyakarta.
a, P . 2004. Sistem Demokrasi Yang Hakiki. Jakarta. Yayasan Menara Ilmu.
ul Hadi Thubang, 2005. Pilkada Bima 2007 ; Era Baru Demokratisasi Lokal Indonesia
o Bagong, 2005. Metode Penelitian Sosial; Berbagai Alternatif Pendekatan. Kencana Prenada Media Group.
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai