PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan Kepada Jurusan Pendidikan Sejarah
Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Taman Siswa Bima Untuk
Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Sejarah
OLEH :
SAIFULLAH
NIM. 2007 01 0321
PEMBIMBING I
ASRUL RAMAN, M. Pd
NIDN. 0827078102
PEMBIMBING II
SYAHBUDDIN, S. Pd
Nip. 080806 7002
PENGESAHAN
DEWAN PENGUJI
Puji syukur kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan rahmatnya kepada kita
semua sehingga penulisan proposal penelitian skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penulisan proposal ini yang berjudul “Dampak Peristiwa Donggo 1972 Terhadap Kehidupan
Politik dan Sosial Kabupaten Bima”, ini di susun sebagai tugas akhir untuk memenuhi sebagian
persyaratan guna memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Sejarah
Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu pendidikan (STKIP) Taman Siswa Bima.
Penulis dalam menyelesaikan proposal penelitian ini tidak lepas dari bimbingan dan
bantuan berbagai pihak. Untuk itu perkenankanlah penulis mengucapkan terimah kasih kepada :
1. Bapak Drs. Sudirman selaku Ketua Lembaga Pendidikan Taman siswa Bima
2. Bapak Damhuji, M. Pd selaku ketua jurusan sejarah di STKIP Taman Siswa Bima.
3. Bapak Asrul Raman, M. Pd selaku Pembimbing I dalam penyusun proposal penelitian Skripsi.
5. Dosen-dosen Program studi pendidikan sejarah yang telah menyampaikan ilmunya selama
6. Kedua orang tua serta keluarga besar saya yang telah memberikan dukungan dan arahan dalam
7. Adik –adik yang saya banggakan yang telah memberikan dorongan dan semangat dalam
8. Teman-teman mahasiswa KKN yang telah membantu saya selama kegiatan KKN
9. Rekan-rekan angkatan 2007 pendidikan sejarah yang tidak bisa saya sebutkan satu-satu yang
SAIFULLAH
2007 01 0321
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Nama Donggo berasal dari bahasa Bima kuno yang berarti gunung yang tinggi (Doro
Salunga). Penduduknya sekitar 22 ribu orang. Luas Kecamatan ini ± 406 km 2, yang meliputi 11
Desa dan 52 kampung. Sesuai dengan namanya orang Donggo memiliki keberanian yang khas.
Mereka juga terkenal menghargai pemimpin dan orang tua , guru, dan menjunjung tinggi
persahabatan.
Orang Donggo memang satu fenomena, hanya betapapun tegarnya mereka perubahan
ikut mengubah tatanan masyarakat Donggo. Nilai, normal, dan tradisi telah banyak dilanggar,
tidak mengherankan kalau kini tampak juga kelelahan dan ketidakberdayaan komunitas ini,
komunitas ini juga dalam waktu cukup lama harus menjadi peladang yang berpindah tempat.
Cara pemanfaatan lahan seperti itupun akhirnya telah merenggut alam dan lingkungan Donggo.
Maka Renainsans atau kebangkitan kembali komunitas ini yaitu pasca Peristiwa
Donggo yang berpuncak 1980-an tidak banyak menolong Donggo. Kala itu banyak kaum muda
Donggo mendapat pendidikan lebih baik. Sayang, hanya terkonsentrasi pada profesi guru dan
angkatan bersenjata. Tapi hanya sedikit di antara mereka yang mengabdi di daerahnya,
Gelombang kaum muda ke Jawa ikut meninggalkan peta sosial dan budaya yang buram
di daerah ini. Donggo praktis kekurangan Sumber Daya Manusia (SDM) berbakat. Betapa tidak
mereka seperti batu yang dilempar ke Jawa, tidak pernah kembali ke kampung halaman. Salah
satu yang menganjal adalah tidak adanya mentalitas wirausaha pada sebagian besar kaum muda.
Generasi muda Donggo juga banyak yang enggan kembali ke akar tradisinya sebagai petani.
Mereka lebih gagah kalau menjadi orang kantoran dan PNS, pada hal untuk membangun Donggo
menjadi lebih maju dan Mampu mengali potensinya dengan optimal diperlukan tenaga-tenaga
serta sarjana-sarjana pertanian dan peternakan yang mempunyai kompetensi di bidang masing-
masing.
Peristiwa Donggo 1972 merupakan miniatur dari akumulasi situasi dan kekecewaan
Bangsa Indonesia pada umumnya. Orang Donggo mewakili aspirasi anak Bangsa yang tampil
sebagai martil bagi Demokrasi di Bima Belahan Timur. Bagaimanapun Kecamatan Donggo
merupakan anak kandung dari ibu pertiwi yang tidak bisa dipisahkan dari Pemerintahan
Kabupaten Bima. Penderitaan masyarakat Donggo adalah penderitaan kita semua yang juga
penderitaan masyarakat Kabupaten Bima. Pemimpin Kabupaten Bima sudah membuat rakyatnya
sengsara dan menderita tekanan batin kronis yang disebabkan tersumbatnya jalur transformasi,
menagih janji Bupati yang mau membangun Infrastruktur, Sarana, dan Prasarana Jalan di
Donggo yang tidak kunjung datang di sambut oleh anggota DPRD dan aparat ABRI/POLRI di
Desa Pandai. Anggota Dewan mengharapkan pengunjuk rasa dapat kembali ke Donggo, spanduk
dan tuntutan masyarakat akan diserahkan kepada Bupati sebagai masukan untuk ditindaklanjuti.
Memang unjuk rasa yang dilakukan oleh orang Donggo berbeda dengan kebanyakan orang lain.
Agak unik, mereka umumnya membawa senjata tajam karena antara senjata dengan pinggangnya
tidak pernah jauh. Senjata tajam yang dibawa sebagian dari budaya turun-temurun bukan
Sebelum pulang di hadapan Dewan dan aparat keamanan di Desa Pandai, Jamaludin
agar kembali dengan tertib. Para demonstran menyambut baik imbauan tokoh mereka dengan
penuh tanggung jawab. Dari Pandai ke Donggo massa berjalan tanpa ada satu helai daun pun
Pada pelaksanaan do’a syukuran di Desa Kala yang dihadiri oleh seluruh orang Donggo
Kabupaten Bima – Dompu dan aparat Tripika Donggo atas keselamatan Tragedi Mesjid Bajo,
terutama karena tidak ada jatuhnya korban jiwa. Abdul Majid Bakry meminta supaya dalam
menyampaikan aspirasi ke Kantor Bupati Bima jangan mencaci- maki pihak lain dan tidak
membawa senjata tajam, karena bisa saja pemerintah berpretensi (beranggapan) negatif terhadap
masyarakat Donggo.
Pada waktu syukuran di Desa kala, masyarakat Donggo sepakat untuk mendatangi Bupati
Seoharmaji guna menagih janjinya untuk membangun Mesjid, sekolah, mengaspal jalan dan
memasukkan listrik ke Donggo. Di pagi hari doa syukuran , massa Donggo pria –wanita turun ke
Bima melewati Bajo–Sila–Sondosia- dan Pandai sambil membawa parang, tombak dan
pentungan. Hal tersebut dilakukan karena khawatir pulang malam sehingga untuk berjaga-jaga
dari serangan binatang buas di jalan. Ba’da shalat zuhur si Sila massa singgah di sungai Kancoa
Rida untuk melaksanakan shalat. Selesai shalat perjalanan di lanjutkan ke Bima, pada waktu
tengah malam di Pandai, sudah ada anggota DPRD dan ABRI/POLRI yang datang menghadang
massa Donggo supaya tidak masuk Kota Kabupaten Bima. Keadaan yang tidak kondisif
membuat Jamaludin mengambil alih mikrofon, ia memberi aba-aba agar masyarakat siap-siap
dan menahan diri jangan terpancing orang orang. Massa demonstran tetap tenang berada pada
barisan, sementara ada yang meminta tiarap. Suasana menjadi sedikit gaduh, tapi anggota
kesepakatan Pandai” yang berisi : orang Donggo kembali ke Donggo, dalam waktu tiga hari
sejak kesepakatan sudah ada jawaban resmi pemerintah terhadap tuntutan masyarakat Donggo
yaitu diterima atau tidaknya tuntutan tersebut. Selanjutnya masa membubarkan diri kembali ke
Donggo menelusuri jalan pulang ke Donggo dalam kegelapan malam. Malam itu ada yang
pulang melalui Bajo dan ada yang pulang melalui Dusun Kamunti Desa O’o antara lain :
Muhammad Ali Ta’amin, Jamaludin H. Yasin, H. Abbas Oya dan Yusuf Natsir (Su Nato).
Rentang waktu menanti jawaban hasil kesepakatan Pandai, masyarakat Donggo tidak
melakukan aksi apapun, kecuali menunggu janji dari Bima. Sedangkan intelijen sudah mulai
di foto sambil memegang senjata tajam seperti tombak, parang, keris dan lain-lain. Namanya
orang Desa. Senang sekali ingin di foto apalagi gratis. Mereka di foto sepuas-puasnya, malang
tak dapat di tolak, yang memotret mereka adalah aparat intelijen yang sedang mencari data
faktual sebagai bukti orang Donggo mau memberontak dengan menggunakan senjata tajam.
Sedangkan pihak pemerintah di bawah Komando Letkol (Purn) Seoharmaji, menurut bocoran
dari sebuah sumber prodemonstran sedang merancang penangkapan tokoh Donggo oleh ABRI
Bupati Seoharmaji semakin marah dengan emosi yang sudah memuncak di kepala, Bupati
Bima Seoharmaji memerintahkan ABRI/POLRI untuk segera menangkap para pelaku Peristiwa
Donggo. Operasi penangkapan dilakukan pada malam hari dan berhasil menangkap tokoh
Mahasiswa Jakarta yaitu Abbas Oya B.A, yang kemudian di bawah ke Bajo. Sukses menangkap
rombongan M. Ali Ta’amin, dilanjutkan penangkapan secara membabi buta terhadap tokoh
Donggo lain hingga membuat situasi semakin mencekam. Ini menimbulkan kerisauan di
(laporan Utama) seluruh media massa Nasional, elektronika maupun media cetak yang memuat
berita pemberontakan versi pemerintahan cq Humas Pemda Propinsi NTB. Situasi justru
Semakin tidak karuan karena ABRI/POLRI kian beringas menganiaya setiap orang Donggo yang
dijumpainya. Donggo praktis dikuasai tentara dan polisi, urat nadi kehidupan orang di sana
terhenti, semua rumah penduduk di geledah. Harta benda, uang, emas, dan perak digondol
oknum ABRI/POLRI bahkan hewan ternak dijadikan sebagai santapan mereka di jalan-jalan.
Ibu-ibu dan anak gadis Donggo pun tidak luput dari upaya pelecehan seksual. Dalilnya mencari
keberadaan tokoh yang belum tertangkap. Yaitu Abdul Majid dan H. Kako.
bola yang ditendang ke sana-sini, direndam di laut hingga malam hari, siang hari dipaksa
menatap matahari. Sebagian besar ABRI/POLRI baik yang berpakaian dinas maupun preman
sudah memenuhi seluruh Desa di Kecamatan Donggo, dengan konsentrasi di O’o dan Kala
Persidangan pertama Peristiwa Donggo, 14 Mei 1973, di Pengadilan Negeri Raba Bima.
Selanjutnya dilaksanakan dua kali seminggu dengan dihadiri ribuan pengunjung yang datang dari
berbagai penjuru di Kabupaten Bima. Mungkin dalam sejarah persidangan perkara apa saja,
persidangan inilah yang memecahkan rekor teramat ramai dan meriah seperti massa kampanye
pemilihan umum, aparat keamanan kewalahan mengaturnya. Dalam tuntutan yang dibacakan
sendiri oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Iskandar, menuntut hukuman mati bagi ke lima
terdakwa karena melakukan makar yaitu melawan pemerintahan yang sah dengan tuduhan
melanggar pasal 1 Penpres nomor 11 tentang subversi. Tetapi tuntutan tersebut tidak dapat
dibuktikan secara hukum, akhirnya pembela terdakwa Abdullah Mahmud, S.H dan Ibrahim
Muhammad Iskandar S. H. sebagai hal mengada-ngada dan tidak berdasar sama sekali. Akhirnya
setelah melalui perdebatan panjang antar penuntut umum dengan tim pembela terdakwah pelaku
Peristiwa Donggo, kelima terdakwa di vonis hukuman penjara masing –masing antar 2 hingga 5
tahun.
Mengingat leteratur sejarah mengenai Donggo sangat minim apalagi sejarah hidup tokoh
perjuangannya dari tahun 1947 sampai dengan tahun 1975. Kalau dilihat kondisi sekarang masih
banyak generasi muda Donggo hanya mengenal sepintas tokoh bersejarah Donggo seperti ; Tuan
Guru Abdul Majid Bakry, H. Kako, H. M. Ali Ta’amin, H. Abas Oya BA, Jamaludin H. Yasin.
Itupun melalui cerita dari mulut ke mulut, jarang mengenal wajah, lebih-lebih mengetahui
karakter keseharian, pandangan, sikap , ucapan, dan tindakan mereka. Ke lima tokoh tersebut
merupakan sejarah kebangkitan Dou Donggo yang sebelumnya dipandang sebelah mata, bahkan
sebagai bahan ejekan dan olokan oleh orang kota atau manusia “berdarah biru”.
Agar perjuangan para tokoh Donggo tidak sirna begitu saja, sebagai generasi penerus,
penulis dalam menyusun skripsi ini berkewajiban moral untuk merangkum penggalan cerita
perjuangan mereka lewat penyusunan karya ilmiah yang disusun dalam bentuk skripsi. Pada hal
ini adalah sebuah komoditas politik budaya yang bisa dijadikan vitamin pembangkit energi
semangat juang Dou Donggo yang tertidur pulas akibat dimarjinalisasikan dari abad ke abad oleh
penguasa.
Inilah salah satu pendorong penulis untuk menyusun skripsi yang berjudul Dampak
Peristiwa Donggo 1972, dengan harapan agar bisa mengambil intisari dari perjuangan tokoh
Donggo 1972 dengan memperkaya khasanah literatur, pengetahuan dan wawasan mahasiswa,
sehingga generasi muda terbuka terhadap modernisasi, pandai dan sebagai pembela kepentingan
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan dari deskripsi singkat pada latar belakang yang telah dipaparkan di atas,
dengan mengacu pada judul penelitian ini, maka yang menjadi permasalahan pokok dalam
b. Bagaimana dampak peristiwa Donggo tahun 1972 terhadap bidang Sosial, Politik di Donggo ?
c. Bagaimana dampak peristiwa Donggo 1972 di bidang sosial, Politik masyarakat Bima umumnya
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, maka ruang lingkup permasalahan
dibatasi baik secara tematis, spasial maupun temporal. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa
cakupan masalah dalam penelitian ini sangat kompleks dan agar penelitian ini lebih terfokus
pada titik persoalan sehingga dapat menjawab substansi permasalahan secara memadai.
yang terdiri dari enam desa yaitu Desa Kala, Desa O’o, Desa Mbawa, Desa Mpili, Desa
Doridungga dan Desa Bajo, dimana ke enam Desa ini merupakan tempat yang sangat besar
pengaruhnya terhadap peristiwa Donggo 1972 dan merupakan tempat terjadinya peristiwa
tersebut dan namun tidak menutup kemungkinan daerah-daerah lain yang ada di sekitar
Kabupaten Bima dan Kabupaten Dompu juga dijadikan sebagai lokasi penelitian guna
Secara tematis, mengenal sejarah masyarakat Donggo untuk dewasa ini sangat perlu
karena dalam penelitian ini pihak penulis akan menceritakan peristiwa Donggo pada tahun 1972
yang belum banyak tersirat dalam buku-buku sejarah yang lainnya khususnya sejarah lokal
daerah Bima sendiri, oleh karena itu penulis akan mencoba membahas tentang latar belakang
terjadinya peristiwa Donggo tahun 1972 serta dampak peristiwa Donggo terhadap kehidupan
Sedangkan batas Temporalnya adalah tahun 1972 , dimana pada ini merupakan awal
terjadinya peristiwa tersebut sekaligus sebagai simbol perlawanan masyarakat Donggo terhadap
C. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan yang ingin di capai dalam penelitian ini adalah :
b. Agar dapat mengetahui dampak yang terjadi terhadap peristiwa Donggo di tinjau dari segi sosial
c. Untuk dapat mengetahui dampak dari peristiwa Donggo terhadap kehidupan sosial - politik
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Peneliti
a. Hasil penelitian ini dapat mengimplementasikan berbagai konsep dan teori yang di peroleh
diperkuliahan khususnya teori-teori sejarah dengan realitas sosial khususnya pada masa lampau
b. Selain dari itu peneliti dapat memperluas cakrawala berpikir secara komprehensif dan
menambah pemahaman berbagai ilmu yang terkait di dalamnya tentang peristiwa Donggo, serta
2. Pembaca
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan pembaca tentang
b. Sebagai pengembangan dalam penelitian sejarah budaya lokal Bima khususnya peristiwa
c. Agar dapat mengetahui tentang dampak yang terjadi akibat dari adanya peristiwa Donggo 1972
masyarakat Donggo.
b. Menambah bahan-bahan atau referensi sejarah lokal Bima tentang sejarah Donggo yang masih
c. Dapat mendorong Pemerintah Kabupaten Bima untuk mengetahui dan memahami peristiwa
E. KAJIAN PUSTAKA
1. Kajian Pustaka
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti dalam menulis sejarah peristiwa Donggo 1972
merupakan penelitian yang pertama berkelanjutan dari penelitian yang sudah di publikasi oleh
peneliti lain tentang masalah Peristiwa Donggo yang termuat dalam buku Mutiara Donggo
(Biografi Perjuangan Tuan Guru Abdul Majid Bakry) yang di karang oleh Ghazaly Ama La Nora
. Dalam kesimpulannya bahwa peristiwa Donggo 1974 merupakan bentuk perlawanan terhadap
pemerintahan yang sifatnya otoriter semasa orde baru yang di pimpin oleh Bupati Bima
Seoharmadji terhadap masyarakat Donggo karena adanya kebijakan yang tidak sesuai dengan
janji-janji bupati itu sendiri pada umumnya. Sedangkan pihak penulis dalam menyusun proposal
penelitian ini mencoba mengkaji dan meneliti peristiwa donggo 1972 yang diprioritas utamanya
dari segi politik dan sosial budaya masyarakat donggo. Buku lain yang di gunakan dalam
penelitian ini adalah buku karangan M Nur A Wahab dengan judul mengenal masyarakat
Donggo yang diterbitkan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bima 1982. Buku
ini dapat dijadikan sebagai sumber primer, karena penulisnya langsung mewawancarai beberapa
orang yang mengalami peristiwa itu baik dari orang-orang Donggo asli maupun orang –orang di
luar Kecamatan Donggo dan juga mengadakan crosscheck dengan berbagai data asli baik yang
Menurut buku yang berjudul Membokar Manipulasi Sejarah oleh Asvi Warman Adam
hal 126 merupakan rentetan peristiwa yang terjadi pada tahun 1974 dengan sebuah peristiwa
yang di sebut dengan peristiwa Malari di mana peristiwa ini terjadi karena demonstrasi yang
pribadi Jendral yang bernama Ali Moertopo terhadap sistem pemerintahan yang dijalankan pada
saat itu, oleh karena itu peristiwa Malari merupakan peristiwa yang mempunyai pengaruh besar
di negara Indonesia. Adanya keterkaitan peristiwa tersebut dapat di ambil sebagai perbandingan
dalam penulisan sejarah peristiwa Donggo 1972 yang baik dan benar apakah peristiwa tersebut
Pada buku yang lain yang berjudul Perspektif Baru Penulisan Sejarah Indonesia oleh
Bambang Purwanto, Ratna Saptari yang menjelaskan tentang peristiwa lampung 1989 yang
merupakan konflik vertikal antar pemerintah dengan masyarakat lampung dengan berbagai
perspektif dalam peristiwa tersebut. Penulisan sejarah dampak peristiwa Donggo 1972
merupakan peristiwa yang sangat unik dan merupakan suatu peristiwa dengan melakukan
demonstrasi besar-besaran terhadap kebijakan Pemerintah Kabupaten Bima yang dilakukan oleh
masyarakat Donggo dan tokoh-tokoh Kedua sumber buku tersebut merupakan bahan atau
referensi yang terkemuka Donggo baik dari kaum intelek, kaum agama, serta kaum politik
masyarakat Donggo.
dari metode historis. Tahapan heuristik, kritik sumber, serta interpretasi, kemudian di kolaborasi
merupakan suatu penulisan yang mengungkapkan suatu peristiwa yang terjadi pada masa itu
yang menyangkut masalah sosial, politik masyarakat Donggo, sehingga dalam penulisan ini
akan tersirat sebuah penulisan sejarah lokal Bima khususnya daerah Bima di Kecamatan
Donggo.
Penulisan sejarah peristiwa Donggo tahun 1972 yang termuat dalam sebuah buku yang
berjudul Mutiara Donggo (biografi Perjuangan Tuan Guru Abdul Majid Bakry) merupakan
sebuah tulisan yang berdasarkan hasil penelitian terdahulu tentang peristiwa Donggo 1972
tersebut yang menceritakan tentang rangkaian sejarah peristiwa di Donggo yang menyangkut
masalah agama, sosial-budaya, politik, ekonomi, masyarakat Donggo dan serta Pemerintah
Kabupaten Bima.
akan di gunakan dalam penulisan sejarah Peristiwa Donggo 1972 dengan tujuan untuk
membandingkan dan untuk mengkaji apakah peristiwa tersebut mempunyai keterkaitan atau
kemiripan peristiwa tersebut yang akan di jadikan sebagai penulisan sejarah yang relevan. Dalam
penulisan sejarah peristiwa Donggo 1972 merupakan penulisan karya ilmiah historis yang sangat
berbeda dengan penulisan sebelumnya, karena penulisan sejarah dalam buku Mutiara Donggo
menyangkut secara keseluruhan peristiwa yang terjadi di Donggo di mulai dari tahun 1642
sampai dengan tahun 1990, sedangkan penulisan yang dilakukan oleh peneliti sendiri hanya
menyangkut masalah-masalah tertentu saja yaitu masalah sosial, politik masyarakat donggo dan
tahun 1972 yang merupakan penulisan berkelanjutan dari penulisan sebelumnya yang termuat
dalam buku mutiara Donggo tetapi ada sedikit perbedaan dalam penulisan sejarah tersebut yaitu
tentang dampak dari peristiwa tersebut dari bidang sosial, politik masyarakat Donggo dan
historis karena penelitian ini diarahkan untuk meneliti, mengungkapkan dan menjelaskan
peristiwa masa lampau sehingga jelas diarahkan kepada metode sejarah yang bersifat kualitatif.
Tujuan dari penelitian historis ini yaitu menemukan dan mendeskripsikan secara analisis serta
menafsirkan tentang Peristiwa Donggo 1972. Selain itu penelitian yang saya lakukan terkait
dengan Peristiwa Donggo 1972 termasuk dalam penelitian sejarah lokal yang bersifat sosial
politik karena dalam penelitian akan dibahas terkait dengan latar belakang peristiwa Donggo
1972 yang sifatnya politik dan dalam penelitian ini pula akan dibahas mengenai suatu dampak
yang terjadi akibat dari peristiwa Donggo 1972 terhadap masyarakat Donggo kemudian
Penulisan peristiwa masa lampau dalam bentuk peristiwa atau kisah sejarah yang dapat
di pertanggung jawabkan secara ilmiah, harus melalui prosedur kerja sejarah. Pengisahan masa
lampau tidak dapat dikerjakan tanpa ada sumber yang menyangkut masa lampau tersebut,
sumber yang dimaksud adalah berupa data yang melalui proses analisis menjadi sebuah fakta
atau keterangan yang otentik yang berhubungan dengan tema permasalahan, dalam ilmu sejarah
dikenal sumber-sumber itu baik tertulis maupun tidak tertulis yang meliputi legenda, folklore,
Proses awal yang dilakukan oleh peneliti untuk menulis sejarah dengan menentukan
tema sesuai dengan minat dan keyakinan penulis. Hal ini diharapkan dapat memacu semangat
penulis untuk meneliti secara sungguh-sungguh. Dalam menjawab permasalahan penelitian ini
penulis menggunakan metode sejarah yang terdiri dari empat langkah yaitu :
a. Heuristik
Tahap pertama yang dilakukan oleh peneliti adalah Heuristik (pengumpulan sumber).
Sumber sejarah dapat berupa evidensio (bukti) yang ditinggalkan manusia yang menunjukan
catatan. Sumber ini dapat ditemukan di perpustakaan daerah Bima, dari internet, dan untuk arsip
Penulisan sejarah peristiwa donggo 1972 dikenal dua macam sumber yaitu sumber
primer dan sumber skunder. Sumber primer merupakan sumber pertama yang dipakai oleh
peneliti dalam penulisan sejarah dan dianggap sebagai sumber yang asli (orisinil) sebagai bukti
yang kontemporer dengan peristiwa yang terjadi. Sumber kedua adalah sumber skunder
merupakan sumber berupa kesaksian dari siapa saja yang merupakan saksi mata atau sumber
1) Penelitian Lapangan
Penelitian lapangan, yaitu penelitian yang menekankan penggunaan data primer yang
diperoleh melalui wawancara dengan responden dalam rangka mengetahui efektivitas dan
efisiensi suatu masalah dengan kondisi tertentu atau melakukan kajian terhadap norma hukum
tidak tertulis.
Penelitian lapangan adalah suatu penelitian yang dilakukan oleh penulis dengan secara
langsung ke lapangan untuk meneliti serta mencari data-data dan informasi yang berkaitan
dengan masalah yang akan diteliti, agar dapat dibahas berdasarkan informasi atau bukti data-data
yang ditemukan. Ada 2 teknik yang digunakan penulis untuk mengumpulkan data-data dan
- Pengamatan (observasi)
Adalah suatu teknik yang dilakukan penulis untuk mengamati secara langsung objek yang
berkaitan dengan Peristiwa Donggo 1972 dan bukti-bukti sejarah peristiwa Donggo tersebut.
Adalah suatu teknik yang dilakukan dalam pengumpulan data dengan mencermati penuturan-
penuturan informasi yang sifatnya turun-temurun dan dapat memberikan keterangan terhadap
masalah yang akan diteliti untuk mewujudkan fakta-fakta dalam rangka penyusunan sejarah
lokal tersebut, misalnya dengan mengadakan wawancara langsung dengan orang-orang yang
2) Penelitian Kepustakaan
Yang dimaksud penelitian kepustakaan adalah penelitian yang dilakukan hanya berdasarkan atas
karya tertulis, termasuk hasil penelitian baik yang telah maupun yang belum dipublikasikan.
Dalam kajian kepustakaan ini peneliti akan mengadakan penelitian kepustakaan untuk
referensi dalam penulisan skripsi ini. sumber perpustakaan yang akan di kaji adalah perpustakaan
Daerah Bima (Samparaja), dinas Pendidikan Kecamatan Donggo, serta instansi-instansi yang
b. Kritik sumber/Verifikasi
Kritik sumber merupakan verifikasi sumber yaitu pengujian kebenaran atau ketepatan
dari sumber sejarah. Kritik sumber ada dua macam yaitu kritik ekstern dan kritik intern untuk
menguji kredibilitas sumber. Kritik ekstern dalam penelitian ilmu sejarah umumnya menyangkut
keaslian atau keautentik bahan yang digunakan dalam pembuatan sumber sejarah. Bentuk
penelitian yang dilakukan peneliti misalnya tentang waktu pembuatan dokumen (hari dan
tanggal) atau penelitian tentang bahan (materi) pembuatan dokumen itu sendiri.
Kritik Intern merupakan penilaian keakuran atau keautentik terhadap materi sumber
sejarah itu sendiri. Di dalam proses analisis terhadap suatu dokumen, peneliti harus selalu
memikirkan unsur-unsur yang relevan di dalam dokumen itu sendiri secara menyeluruh. Unsur
dalam dokumen dianggap relevan apabila unsur tersebut paling dekan dengan apa yang telah
terjadi, sejauh mana dapat diketahui berdasarkan suatu penyelidikan kritis terhadap sumber-
c. Interpretasi/ Analisis
Setelah fakta untuk mengungkap dan membahas masalah yang diteliti cukup memadai, kemudian
dilakukan interpretasi, yaitu penafsiran akan makna fakta dan hubungan antara satu fakta dengan
fakta lain. Penafsiran atas fakta harus dilandasi oleh sikap obyektif. Kalaupun dalam hal tertentu
bersikap subyektif, harus subyektif rasional, jangan subyektif emosional. Rekonstruksi peristiwa
Kegiatan terakhir dari penelitian sejarah (metode sejarah) adalah merangkaikan fakta berikut
maknanya secara kronologis dan sistematis, menjadi tulisan sejarah sebagai kisah. Kedua sifat
uraian itu harus benar-benar tampak, karena kedua hal itu merupakan bagian dari ciri karya
sejarah ilmiah, sekaligus ciri sejarah sebagai ilmu. Selain kedua hal tersebut, penulisan sejarah,
khususnya sejarah yang bersifat ilmiah, juga harus memperhatikan kaidah-kaidah penulisan
2. Pendekatan Penelitian
mendekatkan antara sejarah dengan ilmu-ilmu sosial, maka ketika akan menganalisis berbagai
peristiwa atau fenomena masa lampau, peneliti menggunakan konsep-konsep dari berbagai ilmu-
ilmu sosial yang relevan dengan pokok kajian. Oleh karena itu tulisan ini melakukan pendekatan
politik dan pendekatan sosial. Pendekatan politik adalah segala aktifitas atau sikap yang
masyarakat. Sedangkan pendekatan sosial adalah hubungan antar sesama serta manusia dengan
lingkungannya yang ada pada suatu wilayah tertentu dengan berbagai bentuk hubungan yang
harmonis dan baik. Pendekatan politik dan sosial dalam tulisan ini digunakan untuk mengetahui
dampak peristiwa Donggo 1972 terhadap bidang politik dan sosial masyarakat Donggo.
H. SISTEMATIKA PENULISAN
Secara umum penelitian ini terdiri dari lima (5) bab, yaitu
Pendahuluan yang terdiri dari sub bab; (a) Latar Belakang (b) Rumusan Masalah (c) Tujuan Penelitian (d)
Manfaat Penelitian (e) Kajian pustaka (f) Historiografi Yang Relevan (g) Metode dan
Pendekatan Penelitian yang terdiri dari : (i), Metode Penelitian (ii), Pendekatan Penelitian, (h)
Sistematika Penulisan.
Pembahasan yang terdiri dari sub bab yaitu (a) gambaran umum Daerah Penelitian (b) latar belakang peristiwa
Donggo 1972.
Bab III yaitu Membahas tentang Dampak Peristiwa Donggo 1972 di bidang politik dan ekonomi yang terdiri
dari sub bab yaitu (a) dampak politik (b) dampak ekonomi.
Bab IV yaitu Membahas tentang Dampak Peristiwa Donggo 1972 di bidang Sosial dan Budaya yang terdiri dari
sub bab yaitu (a) Dampak di bidang sosial (b) Dampak di bidang Budaya.
Bab V yaitu Penutup yang terdiri dari sub bab yaitu (a) Kesimpulan (b) saran-saran.
DAFTAR PUSTAKA
La Nora, 2008. Mutiara Donggo “Biografi Perjuangan Tuan Guru Abdul Majid Bakry”, Penerbit NCI PRESS.
Jakarta Barat.
r Wahab, 1981. Mengenal Donggo dengan Pendidikan dan Kebudayaannya. Penerbit ; Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Kecamatan Donggo.
in Jurdi, 2004. Elite Muhammadyah dan Kekuasaan Politik, UGM PRESS.
----------, 2008 Pemikiran Islam Indonesia. Pustaka Cendekia Press. 2007.
Chamberl Loid, 2004. Kerajaan Bima Dalam Sastra dan Sejarah. Wisamarta, Lukman (khatib).
H. Abdullah Tajib, 1995. Sejarah Bima Dana Mbojo. Harapan Masa. Jakarta
Abdurahman, 2007. Metodolgi Penelitian Sejarah. Ar – Ruzz Media. Yogyakarta.
n Helius, 2008. Metodologi Sejarah. Ombah, Yogyakarta
uhartono W, 2010. Teori dan Metodologi Sejarah, Graha Ilmu. Yogyakarta.
a, P . 2004. Sistem Demokrasi Yang Hakiki. Jakarta. Yayasan Menara Ilmu.
ul Hadi Thubang, 2005. Pilkada Bima 2007 ; Era Baru Demokratisasi Lokal Indonesia
o Bagong, 2005. Metode Penelitian Sosial; Berbagai Alternatif Pendekatan. Kencana Prenada Media Group.
Jakarta.