Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN

CIDERA KEPALA SEDANG (COS)

1. PENGERTIAN
Cidera kepala adalah kerusakan neurologi yang terjadi akibat adanya trauma pada
jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma yang terjadi
(sylvia anderson Price, 2010)
Disebut cedera kepala sedang bila GCS 9-12, kehilangan kesadaran atau terjadi amnesia
lebih dari 24 jam bahkan sampai berhari-hari. Resiko utama pasien yang mengalami
cedera kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai
respon terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan TIK.
2. ETIOLOGI
A. Kecelakaan
B. Jatuh
C. Trauma akibat persalinan
3. PATOFISIOLOGI
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi.
Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi.
Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun
sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen
sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan
menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa
tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala
permulaan disfungsi cerebral.Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha
memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat
menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak
akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan
menyebabkan asidosis metabolik.Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF)
adalah 50 - 60 ml / menit / 100 gr. jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac
output.Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-
myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi
ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan
vebtrikel, takikardia.Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan
vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol
akan berkontraksi . Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah
arteri dan arteriol otak tidak begitu besar. Cedera kepala menurut patofisiologi dibagi
menjadi dua :
A. Cedera kepala primer Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi -
decelerasi rotasi ) yang menyebabkan gangguan pada jaringan. Pada cedera primer
dapat terjadi : Gegar kepala ringan Memar otak Laserasi
B. Cedera kepala sekunder
a. Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti :
b. Hipotensi sistemik
c. Hipoksia
d. Hiperkapnea
e. Udema otak
f. Komplikasi pernapasan
g. infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain
4. FATHWAYS
5. MANIFESTASI KLINIS
A. Gangguan kesadaran
B. Konfusi
C. Sakit kepala, vertigo, gangguan pergerakan
D. Tiba-tiba defisit neurologic
E. Perubahan TTV
F. Gangguan penglihatan
G. Disfungsi sensorik
H. lemah otak
6. TIPE TRAUMA KEPALA
A. Trauma kepala terbuka.
Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak masuk kedalam jaringan otak dan
melukai :
a. Merobek duramater -----LCS merembes
b. Saraf Otak
c. Jaringan otak
Gejala fraktur basis :
a. Battle sign.
b. Hemotympanum.
c. Periorbital
d. echymosis.
e. Rhinorrhoe.
f. Orthorrhoe.
g. Brill hematom.
B. Trauma kepala tertutup
a. Komosio
Cidera kepala ringan Disfungsi neurologis sementara dan dapat pulih kembali.
Hilang kesadaran sementara , kurang dari 10 - 20 menit. Tanpa kerusakan otak
permanen. Muncul gejala nyeri kepala, pusing, muntah. Disorientasi sementara.
Tidak ada gejala sisa. MRS kurang 48 jam kontrol 24 jam I , observasi tanda-
tanda vital. Tidak ada terapi khusus. Istirahat mutlak setelah keluhan hilang
coba mobilisasi bertahap, duduk --- berdiri -- pulang. Setelah pulang ---- kontrol,
aktivitas sesuai, istirahat cukup, diet cukup.
b. Kontosio.
a) Ada memar otak.
b) Perdarahan kecil lokal/difus
c) gangguan lokal
d) perdarahan.
Gejala :
 Gangguan kesadaran lebih lama.
 Kelainan neurologik positip, reflek patologik positip, lumpuh,
konvulsi.
 Gejala TIK meningkat.
 Amnesia retrograd lebih nyata.
c. Hematom epidural.
Perdarahan anatara tulang tengkorak dan duramater. Lokasi tersering temporal dan
frontal.
d. Hematom subdural.
a. Perdarahan antara duramater dan arachnoid.
b. Biasanya pecah vena akut, sub akut, kronis.
c. Akut :
a) Gejala 24 - 48 jam.
b) Sering berhubungan dnegan cidera otak & medulla oblongata.
c) PTIK meningkat.
d) Sakit kepala, kantuk, reflek melambat, bingung, reflek pupil lambat.
d. Sub Akut :
a). Berkembang 7 - 10 hari, kontosio agak berat, adanya gejal TIK meningkat ---
kesadaran menurun.
e. Kronis :
a). Ringan , 2 minggu - 3 - 4 bulan.
b). Perdarahan kecil-kecil terkumpul pelan dan meluas.
c). Gejala sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang, disfagia.
e. Hematom intrakranial.
Perdarahan intraserebral ± 25 cc atau lebih. Selalu diikuti oleh kontosio. Penyebab :
Fraktur depresi, penetrasi peluru, gerakan akselerasi - deselerasi mendadak. Herniasi
merupakan ancaman nyata, adanya bekuan darah, edema lokal.

7. TANDA DAN GEJALA


A. Pola pernafasan
Pusat pernafasan diciderai oleh peningkatan TIK dan hipoksia, trauma langsung atau
interupsi aliran darah. Pola pernafasan dapat berupa hipoventilasi alveolar, dangkal.
B. Kerusakan mobilitas fisik
Hemisfer atau hemiplegi akibat kerusakan pada area motorik otak.
C. Ketidakseimbangan hidrasi
Terjadi karena adanya kerusakan kelenjar hipofisis atau hipotalamus dan peningkatan
TIK
D. Aktifitas menelan
Reflek melan dari batang otak mungkin hiperaktif atau menurun sampai hilang sama
sekali
E. Kerusakan komunikasi
Pasien mengalami trauma yang mengenai hemisfer serebral menunjukkan disfasia,
kehilangan kemampuan untuk menggunakan bahasa.

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. CT Scan
B. Ventrikulografi udara
C. Angiogram
D. Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)
E. Ultrasonografi
9. PENATALAKSANAAN
A. Air dan Breathing
a. Perhatian adanya apnoe
b. Untuk cedera kepala berat lakukan intubasiendotracheal. Penderita mendapat
ventilasi dengan oksigen 100% sampai diperoleh AGD dan dapat dilakukan
penyesuaian yang tepat terhadap FiO2.
c. Tindakan hiperventilasi dilakukan hati-hati untuk mengoreksi asidosis dan
menurunkan secara cepat TIK pada penderita dengan pupil yang telah berdilatasi.
PCO2 harus dipertahankan antara 25-35 mmhg.
B. Circulation
Hipotensi dan hipoksia adalah merupakan penyebab utama terjadinya perburukan
pada CKS. Hipotensi merupakan petunjuk adanya kehilangan darah yang cukup berat,
walaupun tidak tampak. Jika terjadi hipotensi maka tindakan yang dilakukan adalah
menormalkan tekanan darah. Lakukan pemberian cairan untuk mengganti volume
yang hilang sementara penyebab hipotensi dicari.
C. disability (pemeriksaan neurologis)
a. Pada penderita hipotensi pemeriksaan neurologis tidak dapat dipercaya
kebenarannya. Karena penderita hipotensi yang tidak menunjukkan respon
terhadap stimulus apapun, ternyata menjadi normal kembali segera tekanan
darahnya normal
b. Pemeriksaan neurologis meliputi pemeriksaan GCS dan reflek cahaya pupil
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DIAGNOSE MEDIS COS

1. PENGAJIAN
Meliputi Nama,umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan,
agama,penangung jawab, identitasa pengangung jawab.
2. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan

1) Pemakaian alat pengaman/ pelindung diri pada saat bekerja.

2) Riwayat trauma.

3) Sakit kepala, kaku leher

3. Pola nutrisi metabolik

1) Mual, muntah, anoreksia

2) Gangguan menelan

3) Kehilangan penyerapan

4) Hipertermi

4. Pola eliminasi

1) Perubahan pola berkemih dan buang air besar (inkontinensia)

2) Bising usus negatif

3) Gangguan BAB (obstipasi)

5. Pola aktivitas dan latihan

1) Kelemahan fisik

2) Gangguan tonus otot terjadinya kelemahan otot, gangguan tingkat kesadaran


6. Pola tidur dan istirahat

1) Gelisah

2) Sulit tidur, sering terbangun

3) Cenderung tidur.

7. Pola persepsi sensori dan kognitif

1) Perubahan status mental (orientasi, perhatian, emosi, tingkah laku, memori).

2) Gangguan penglihatan

3) Kehilangan refleks tendon.

4) Kelemahan

5) Hilangnya rangsangan sensorik

6) Gangguan rasa pengecapan dan penciuman

7) Penurunan kesadaran sampai dengan koma

8) Penurunan memori, pemecahan masalah

9) Kehilangan kemampuan masuknya rangsangan fisual

8. Pola persepsi dan konsep diri

1) Perasaan tidak berdaya dan putus asa.

2) Emosi labil dan kesulitan untuk mengekspresikan

9. Pola peran hubungan dengan sesama


1) Ketidakmampuan dalam berkomunikasi (kehilangan komunikasi verbal/ bicara
pelo)

10. Pola reproduksi seksualitas

1) Tidak dapat melakukan hubungan seksual

2) Penyimpangan seksualitas

11. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress

1) Perasaan tidak berdaya, putus asa

2) Emosi labil

3) Mudah tersinggung

12. Pola sistim kepercayaan

1) Kegiatan ibadah terganggu

13. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien cedera kepala sedang menurut
Doengoes Marilyn E (2009)

1. Perubahan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan adanya edema atau hematoma
dan perdarahan otak.
2. Resiko tinggi pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan kerusakan
neurovaskuler.
3. Perubahan persepsi sensorik yang berhubungan dengan perubahan persepsi sensori,
tranmisi, dan atau integrasi ( trauma / deficit neurologist).
4. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif,
penurunan ketahanan, therapy pembatasan / kewaspadaan keamanan (tirah baring).
5. Resiko infeksi yang berhubungan dengan jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasive.
6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat.

14. Rencana Keperawatan


a. Perubahan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan adanya edema atau
hematoma dan perdarahan otak.
Tujuan : Perfusi jaringan cerebral optimal secara bertahap setelah di lakukan
tindakan keperawatan dalam waktu 7 x 24 jam
Sasaran :

– Kesadaran pasien compos mentis

– TTV dalam batas normal ( TD : 100-130/60-90mmHg, P:12-20x/mnt, N : 60-

100x/mnt, S: 36ºC-37ºC).

– Pasien tampak rileks.

Intervensi :

1) Kaji keluhan, observasi TTV tiap 2-4 jam dan kesadaran klien

Rasional : Untuk mengetahui keadaan umum pasien sebagai standar dalam


menentukan intervensi yang tepat

2) Kaji karakteristik nyeri (intensitas, lokasi, frekuensi dan faktor yang mempengaruhi).

Rasional :Penurunan tanda dan gejala neurologis atau kegagalan dalam

pemulihannya merupakan awal pemulihan dalam memantau TIK.

3) Kaji capillary refill, GCS, warna dalam kelembapan kulit.


Rasional : Untuk mengetahui tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK

4) Kaji tanda peningkatan TIK ( kaku kuduk, muntah proyektil dan penurunan kesadaran.

Rasional : Untuk mengetahui potensial peningkatan TIK.

5) Berikan klien posisi semifowler, kepala ditinggikan 30 derajat.

Rasional : Memberi rasa nyaman bagi klien

6) Anjurkan orang terdekat ( keluarga ) untuk bicara dengan klien walaupun hanya lewat
sentuhan.

Rasional : Ungkapan keluarga yang menyenangkan memberikan efek

menurunkan TIK dan efek relaksasi bagi klien.

7) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi obat-obatan neurologis.

Rasional : Sebagai therapi terhadap kehilangan kesadaran akibat

kerusakan otak, kecelakaan lalu lintas dan operasi otak.

1. Resiko tinggi pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan kerusakan
neurovaskuler ( cidera pada pusat pernapasan )

Tujuan : bersihan jalan nafas kembali efektif setelah dilakukan tindakan


keperawatan dalam waktu 3 x 24 jam.

Sasaran : pola nafas dalam batas normal dan irama teratur.

Intervensi :

1) Kaji keluhan TTV

Rasional : mengetahui keadaan umum dan standar untuk menentukan


intervensi selanjutnya.

2) Auskutasi bunyi nafas, frekuensi, irama dan kedalaman pernafasan.

Rasional : perubahan dapat menandakan luasnya keterlibatan otak.

3) Berikan klien posisi yang nyaman; posisi semi fowler.

Rasional : memberikan kemudahan klien dalam bernafas dan

Memberikan rasa nyaman.

4) Anjurkan klien untuk batuk efektif dalam melakukan nafas dalam jika

klien sadar

Rasional : mencegah/ menurunkan atelektasis.

5) Lakukan pengisapan slym dengan hati-hati.

Rasional : pengisapan slym pada trakeostomi lebih dalam dapat

menyebabkan hypoxia.

6) Lakukan clapping dan vibrasi pada klien terutama pada pada area

punggung.

Rasional : agar klien lebih rileks dan nyaman.

7) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi bronkodilator dan oksigen.

Rasional : bronkodilator sebagai pengencer dahak dan oksigen memberi kemudahan klien dalam
bernafas.

1. Perubahan pesepsi sensori yang berhubungan dengan perubahan persepsi


sensori, transmisi (trauma/ deficit neurologist) ditandai oleh : disorientasi

waktu, tempat orang, perubahan repon terhadap rangsang.

Tujuan : Persepsi sensori dapat kembali optimal secara bertahap

setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam.

Sasaran :

– Orientasi terhadap waktu, tempat, orang.

– Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya dan fungsi persepsi

Intervensi :

1) Evaluasi/ pantau secara teratur orientasi, kemampuan berbicara dan

sensorik.

Rasional : fungsi serebral bagian atas biasanya terpengaruh lebih dulu oleh adanya
gangguan sirkulasi, oksigenasi, kerusakan dapat terjadi

saat trauma awal atau kadang-kadang.

2) Hilangkan suara bising/ stimulasi yang berlebihan sesuai kebutuhan.

Rasional : menurunkan ansietas, respon emosi yang berlebihan/ bingung yang


berhubungan dengan sensorik yang berlebihan.

3) Bicara dengan suara lembut dan pelan, gunakan kalimat yang pendek dan sederhana,
pertahankan kontak mata.

Rasional : Pasien mungkin mengalami keterbatasan perhatian/ pemahaman selama fase


akut dan penyembuhan dan tindakan ini membantu pasien untuk memunculkan komunikasi.
4) Buat jadwal istirahat yang adekuat/ periode tidur tanpa ada gangguan.

Rasional : mengurangi kelelahan, mencegah kejenuhan, memberikan


kesempatan untuk tidur.

5) Kolaborasi dengan ahli fisiotherapy..

Rasional : Pendekatan antara disiplin dapat menciptakan rencana penatalaksanaan


integrasi yang didasarkan atas kombinasi kemampuan /ketidakmampuan secara individu yang
unik dengan berfokus pada peningkatan evaluasi dan fungsi fisik, kognitif, dan keterampilan
aktual.

1. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif,
penurunan kekuatan pertahanan, tetapi pembatasan/ kewaspadaan (tirah baring).

Tujuan : Aktivitas terpenuhi setelah di lakukan tindakan keperawatan 3×24 jam.

Sasaran :Klien mampu melakukan aktivitas ringan seperti mandi sendiri dikamar mandi, keluhan
nyeri dikepala kurang.

Intervensi :

1) Periksa kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada

kerusakan yang terjadi.

Rasional : Mengidentifikasi kemungkinan kerusakan secara fungsional

dan mempengaruhi intervensi yang akan dilakukan.

2) Letakkan klien pada posisi tertentu untuk menghindari kerusakan

karena tekanan.
Rasional : perubahan posisi yang teratur meningkatkan sirkulasi pada

seluruh tubuh.

3) Bantu untuk melakukan rentang gerakan.

Rasional : mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi

4) Tingkatkan aktivitas dan partisipasi dalam merawat diri sendiri sesuai

kemampuan.

Rasional : proses penyembuhan yang lambat sering kali menyertai

trauma kepala, keterlibatan klien dalam perencanaan dan

keberhasilan

5) Beri perawatan kulit dengan cermat, masase dengan pelembab

Rasional : meningkatkan sirkulasi dan elastisitas kulit.

6) Kolaborasi dengan ahli fisiotherapi untuk program rehabilitasi sesuai

indikasi.

Rasional : membantu dengan metode pengajaran yang baik untuk

kompensasi gangguan pada kemampuan pergerakan.

1. Resiko tinggi infeksi sekuder yang berhubungan dengan prosedur infasif.

Tujuan : Infeksi tidak terjadi setelah dilakukan tindakan keperawatan 3×24

jam.
Sasaran :

 Tidak terdapat tanda infeksi (tumor, dolor, kalor, rubor dan fungsileisa).
 TTV dalam batas normal.
 Luka tampak bersih

Intervensi :

1) Kaji TTV, perhatikan peningkatan suhu.

Rasional : peningkatan suhu bagian dari tanda infeksi.

2) Kaji tanda-tanda infeksi (tumor kalor rubor, dolor, fungsileisa)

Rasional : untuk menentukan tindakan selanjutnya yang lebih tepat.

3) Lakukan tehnik perawatan luka secara steril 1x/hari

Rasional : mencegah infeksi lebih lanjut.

4) Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan perawatan luka.

Rasional : mengurangi terjadinya kontaminasi silang.

5) Beri posisi miring kiri atau kanan sesuai kebutuhan.

Rasional : penekanan yang berlebihan pada area luka dapat mengiritasi

kulit.

6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotic

Rasional : antibiotic untuk mencegah infeksi

1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan


intake yang tidak adekuat.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi setelah dilakukan tindakan

keperawatan dalam waktu 3×24 jam.

Sasaran :

 Klien dapat menghabiskan 1 porsi makanan.


 Keluhan mual, muntah dan anorexia berkurang sampai hilang.
 Klien makan secara spontan.
 Berat badan meningkat.

Intervensi :

1) Observasi TTV dan keadaan umum klien.

Rasional : untuk mengetahui kesehatan actual klien

2) Kaji tugor kulit, mukosa mulut klien.

Rasional : untuk mengetahui tanda-tanda kekurangan nutrisi.

3) Kaji keluhan mual, muntah dan napsu makan klien.

Rasional : untuk mengetahui berat ringannya keluhan, sebagai standar

dalam menentukan intervensi yang tepat.

4) Timbang berat badan klien jika memungkinkan.

Rasional : untuk menilai keadaan nutrisi klien.

5) Beri makan cair via NGT.

Rasional : untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.


6) Catat jumlah/ porsi makanan yang dihabiskan klien.

Rasional : untuk mengetahui berapa banyak nutrisi yang masuk.

7) Beri makanan cair yang mudah ditelan seperti bubur.

Rasional : makanan yang mudah ditelan dapat mengurangi kerja

lambung.

8) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapy parenteral, anti

emetik.

Rasional : untuk mencukupi intake yang kurang dan mengurangi mual

dan muntah.
DAFTAR PUSTAKA

1. Arif Muttaqin, (2010), Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan, Jakarta : Salemba Medika
2. Batticaca Fransisca B, (2008), Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan, Jakarta : Salemba Medika
3. Brunner and Suddarth (2009). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
4. Doengoes, Marilyn, E (2011) Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3, EGC, Jakarta
5. Hardjasaputra, S.L.P. dkk (2010). DOI Data Obat Indonesia. Edisi 10 Jakarta: Grafidian
Mediapress
6. Mansjoer Arif M. ( 2011 ). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta : Media
Aeusculapius.
7. Pearse Evelyn C, (2002), Anatomi Fisiologi untuk Paramedis. PT Gramedia Jakarta.
8. Pierce A. Grace & Neil R. Borley, (2006). Ilmu Bedah, Jakarta : Erlangga

Anda mungkin juga menyukai