Anda di halaman 1dari 93

MODUL KULIAH

PERPINDAHAN PANAS & MASSA:


KONDUKSI

Oleh:
A. Agung Putu Susastriawan, ST., M.Tech.
Modul Kuliah

PERPINDAHAN PANAS & MASSA:

KONDUKSI

Oleh:

A. Agung Putu Susastriawan, ST., M.Tech.

Jurusan Teknik Mesin – Fakultas Teknologi Industri

INSTITUT SAINS & TEKNOLOGI AKPRIND


2011
i

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman sampul

Daftar Isi i

I. Pendahuluan 1

II. Konduksi 6

III. Konduksi 1D Steady State 17

IV. Extended Surface 37

V. Konduksi 2D Steady State 48

VI. Konduksi Transient 74

References 80
I. PENDAHULUAN

Perpindahan Panas (Heat


Heat Transfer
Transfer):

• adalah transisi energi dalam bentuk panas karena adanya perbedaan suhu/
temperature gradient

• secara alami Perpindahan Panas/Heat


Panas/ Transfer terjadi ke arah suhu yang lebih
rendah

• sakin besar temperature gradient


gradient,, makin besar panas yang dipindahkan

• tidak terjadi
erjadi perpindahan panas pada kondisi kesetimbangan termal (Thermal
(
Equillibrium)

Gambar 1. Tidak terjadi perpindahan panas pada Thermal Equillibrium

Mode Perpindahan Panas

Gambar 2. Mode Perpindahan Panas


2

1. Konduksi (Conduction)
• Konduksi adalah transfer energi
energ panas melalui solid, atau fluida dalam
keadaan diam
• Panas dikonduksikan oleh getaran antara atom(lattice
atom(lattice vibration)
vibration dan
gerakan elektron pada material solid
• Pada fluida yang diam panas ditransfer dengan adanya tumbukan antar
molekul (molecular
ular collisions
collisions)

Gambar 3. Mode perpindahan panas konduksi

Hukum Fourier
dT
q x = −k ⋅ A
dx

dengan:
qx = laju perpindahan panas/heat rate (Watt)
k = konduktivitas panas material (W/m K)
A = cross sectional area (m2)
dT = perbedaan suhu (K)
dx = tebal material (m)
(m

2. Konveksi (Convection))
• Konveksi adalah transfer energi
energ panas oleh adanya gerakan fluida
• Konveksi hanya terjadi pada fluida, karena melibatkan fluida yang bergerak
• Gerakan fluida ini disebut arus konveksi

Gambar 4. Mode perpindahan panas Radiasi


3

Hukum Pendinginan Newton

q" = h (Ts − T∞ )
dengan:
q” = heat flux konveksi (W/m2)
h = koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2 K)
Ts = temperature permukaan material (K)
T∞ = temperature fluida (K)

2.a. Konveksi Alami (Natural/Free


Natural/Free Convection)
Convection
• Pergerakan fluida murni disebabkan oleh adanya kenaikan temperatur pada
fluida tersebut.
• Rapat jenis /Density
Density fluida makin berkurang dengan kenaikan temperatur.
• Terjadi sirkulasi antara fluida yang lebih panas dengan yang lebih di
dingin

Gambar 5. Visualisasi aliran konveksi alami

2.b. Konveksi Paksa (Force


Force Convection
Convection)
• Aliran relatif fluida antara fluida dengan permukaan benda disebabkan oleh
gaya luar (ekternal
ekternal force),
force mislanya: fan, blower

Gambar 6. Konveksi paksa dengan fan


4

3. Radiasi Termal (Thermal Radiation)


• Tidak memerlukan media transfer
• Energi panas ditransfer/diemissikan oleh radiasi infrared dari permukaan
benda
• Propagasi dari gelombang elektromagnetik
• Terjadi pada solid, liquid, dan gas
• Merupakan Volumetric dan Surface phenomenon

Gambar 7. Thermal radiation : 10-1-102 µm spektrum Electro-magnetic

Hukum Stefan-Boltzmann untuk Emisive Power dari Radiasi


q" = ε ⋅ σ ⋅ Ts4
dengan
q” = emissive power black body (W/m2)
σ = konstanta Stefan-Boltzmann (5.67 x 10-8 W/m2 K4)
Ts = suhu permukaan (K)
ε = emissivity (0 ≤ ε ≤ 1)

Meningkatkan penyerapan radiasi:


• Black surface
• Dull/rough surface
• wide surface area

Mengurangi penyerapan radiasi:

• White/shiny surface
• smooth surface
• narrow surface area
5

Walaupun mode-mode perpindahan panas dipelajari secara terpisah,


namun dalam aplikasinya yang sering terjadi adalah proses perpindahan panas
yang melibatkan ketiga-ketiganya (combined heat transfer mode)

Gambar 8. Combined heat transfer mode

Mata kuliah Perpindahan Panas dan Massa (Heat and Mass Transfer)
adalah sangat penting dalam engineering, karena banyak peralatan-peralatan
yang melibatkan pengetahuan akan perpindahan panas dan massa. Seperti
misalnya: Internal Combustion engine, Power Plant, Heat Exchanger, Cold
Storage, Oven, serta yang lainnya

Summary
Mode Heat Flux Equation Coefficient

Konduksi dT k (W/m.K)
q"x = −k (W/m2)
dx
Konveksi q" = h(Ts − T∞ ) (W/m2) h (W/m2.K)

q" = ε ⋅ σ ⋅ Ts4 (W/m2)

dengan: ε = emisivitas
Radiasi Termal (0 ≤ ε ≤ 1)
σ = Konstanta Stefan- Boltzmann

= 5,67 x 10-8 W/m2 K4


6

II. KONDUKSI

Gambar 1. Contoh perpindahan panas Konduksi

Gambar 2. Silent feature perpindahan panas konduksi

• adalah transisi energi dalam bentuk panas karena adanya perbedaan suhu/
temperature gradient

• secara alami Perpindahan Panas/Heat Transfer terjadi ke arah suhu yang lebih
rendah
7

• sakin besar temperature gradient, makin besar pa


panas
nas yang dipindahkan

• tidak terjadi perpindahan panas pada kondisi kesetimbangan termal (Thermal


Equillibrium)

Gambar 3. Konduksi oleh lattice vibration

Gambar 2. Konduksi oleh Molecular collisions

Hukum Fourier

dT
q x = −k ⋅ A
dx
8

Laju Perpindahan Panas bertambah ketika:

• Temperature Gradient (perbedaan temperatur) antara kedua permukaan


bertambah

• Luas permukaan yang tegak lurus dengan arah konduksi bertambah

• Ketebalan material berkurang

• Konduktivitas panas bertambah

dT
q x = −k ⋅ A
dx

qx dT
= −k
A dx

dT
q"x = −k
dx
dengan:

qx = total laju perpindahan panas/heat rate (W)

q”x = heat flux perpindahan panas arah –x (W/m2)

k = konduktivitas panas material (W/m K)

A = cross sectional area (m2)

dT = perbedaan suhu (K)

dx = panjang/tebal material (m)

Konduktivitas Panas (Thermal


Thermal Conductivity
Conductivity), k

• Kemampuan atau sifat material didalam menghantarkan panas

• Materialnya dianggap isotropik, sehingga k independent ter


terhadap arah
koordinat

• Konduktivitas termal
ermal Solid > Liquid > Gas.

• Nilai dari k untuk beberapa material padat, cair, dan gas dapat dilihat pada
Appendix A, Incopera & De Witt (Fundamnetals
(Fundamnetals of Heat and Mass Transfer)
Transfer
9

k Solid > k Liquid > k Gas

Gambar 3. Konduktivitas panas beberapa material pada temperature 250C


10

Gambar 4. Variasi Konduktivitas panas terhadap temperatur

Diffusivitas Panas (Thermal Diffusivity), α

• Cepat lambatnya penyebaran panas di dalam suatu material

• perbandingan antara konduktivitas panas dengan kapasitas panas

k
α=
ρ ⋅ cp

dengan:

α = thermal diffusivity (m2/s)

k = thermal conductivity (W/m K)

ρ = density/massa jeniss (kg/m3)

cp = specific heat/panas jenis (J/kg K)


11

• Material dengan α yang lebih besar berarti akan lebih cepat merespon
perubahan panas yang terjadi di sekitarnya

Syarat Batas/Boundary
Boundary Conditions (BC)

Gambar 5. Tiga model syarat batas

Contoh Soal:

1. Jika luas permukaan isothermalnya


adalah 10 m2, ketebalannya 2.5 m
memiliki konduktivitas panas 0.2
W/m.K. Tentukan:
a. Temperature permukaan luar
dinding

b. Heat flux
12

Penyelesaian:

a. Temperatur permukaan luar dinding

dT  Thot − Tcold 
q x = −k ⋅ A = kA 
dx  L 

Lq x 2.5x3000
Tcold = Thot − = 415 − = 3780C:
kA 0.2x10

b. Heat flux

qx 3
q "x = = = 0.3 kW/m2
A 10

Persamaan Umum Diffusi Panas (Heat Diffusivity Equation)

• Analisa distribusi temepratur (temperatur field) di dalam medium sebagai fungsi


koordinat

• Metoda control volume/sistem tertutup

• Kekekalan energi untuk control volume


• • • •
Ein + Eg − Eout = Est

• Selanjutnya dari kekekalan energi dan Hukum Fourier diturunkan persamaan


umum Diffusi Panas untuk sistem kordinat Kartesius, Silinder, dan Sphere.
13

Koordinat Kartesius (x-y-zz Coordinate)

Gambar 6. Control volume untuk sistem kartesius

Energy Source,

• •
Eg = q dxdydz

Perubahan energy yang tersimpan di dalam medium

• ∂T
Est = ρ ⋅ c p ⋅ dxdydz
∂t
Selanjutnya dari konservasi energi

• ∂T
q x + q y + q z + q dxdydz − q x +dx − q y +dy − q z + dy = ρ ⋅ c p ⋅ dxdydz
∂t

Subsitusi Eout

∂q x ∂q ∂q • ∂T
− dx − y dy − z dz + q dxdydz = ρ ⋅ c p ⋅ dx dy dz
∂x ∂y ∂z ∂t
14

dari Hukum Fourier

∂T
q x = −k ⋅ dydz ⋅
∂x

∂T
q x = −k ⋅ dydz ⋅
∂x

∂T
q z = −k ⋅ dxdy ⋅
∂z
Persamaan Diffusi Panas untuk Koordinat Kartesius:

∂  ∂T  ∂  ∂T  ∂  ∂T  • ∂T
k  +  k  +  k  + q = ρ ⋅ cp
∂x  ∂x  ∂y  dy  ∂z  ∂z  ∂t

Untuk Isotropic material (k seragam pada arah x, y, dan z)



∂2T ∂ 2T ∂ 2T q 1 ∂T
+ + + =
∂x 2 ∂y 2 dz2 k α ∂t

dimana:

k
α= adalah thermal diffusivity material
ρ ⋅ cp

Koordinat Silinder (Cylindrical


Cylindrical Coordinate)
Coordinate
15

• • • •
Ein + Eg − Eout = Est
• ∂T
q r + q φ + q z + q dr. r d φ .d z − q r +dr − q φ+dφ − q z + dz = ρ ⋅ c p ⋅ dr.r dφ . dz
∂t
dari Hukum Fourier

∂T
q r = −k ⋅ r dφ ⋅ dz
∂r
∂T
q φ = −k ⋅ dr ⋅ dz
r ∂φ

∂T
q z = −k ⋅ dr ⋅ rdφ
∂z
Persamaan Diffusi Panas untuk Koordinat Silinder:

1 ∂  ∂T  1 ∂  ∂T  ∂  ∂T  • ∂T
k  + 2  k  +  k  + q = ρ ⋅ c p
r ∂r  ∂r  r ∂φ  dφ  ∂z  ∂z  ∂t

Atau jika Isotropik material


2 2 2
1 ∂ T 1 ∂ T ∂ T q 1 ∂T
+ + + =
r ∂r 2 r 2 ∂φ 2 ∂z 2 k α ∂t
16

Koordinat Bola (Spherical Coordinate)

Gambar 8. Control Volume untuk Sphere

dari Hukum Fourier

∂T
q r = −k ⋅ rsinθ dφ ⋅ rdθ
rd
∂r
∂T
q φ = −k ⋅ dr ⋅ rdθ
rsin ∂φ
rsinθ

∂T
q θ = −k ⋅ dr ⋅ rsinθ dφ
r ∂θ

Persamaan Diffusi Panas untuk Koordinat Bola:

1 ∂  2 ∂T  1 ∂  ∂T  1 ∂  ∂T  • ∂T
2  kr  + 2 2

 k 
 + 2  k  + q = ρ ⋅ cp
r ∂r  ∂r  r ⋅ sin θ ∂φ  dφ  r ⋅ sinθ ∂z  ∂z  ∂t
17

III. KONDUKSI 1D STEADY STATE

1. SISTEM KOORDINAT KARTESIUS

Persamaan Umum Diffusi Panas 3D Kooordinat Kartesius

Gambar 1. Analisa control volume

∂  ∂T  ∂  ∂T  ∂  ∂T  • ∂T
 k  +  k  +  k  + q = ρ ⋅ c p
∂x  ∂x  ∂y  dy  ∂z  ∂z  ∂t

Untuk 1D (One Dimensional):


):

• Konduksi hanya satu arah (1D)

• Temperature gradient hanya pada satu arah koordinat

• Heat transfer hanya terjadi pada arah tersebut

Steady State/keadaan tunak:

∂T
• Tidak tejadi perubahan storage energy terhadap waktu ( ρ ⋅ c p = 0)
∂t
18

Plane Wall/Dinding Datar Tanpa Pembangkitan Panas

Gambar 2. Konduksi 1D, tanpa pembangkitan panas dan batas konveksi

• T = f(x), Temperatur sebagai fungsi dari -x

• Heat transfer hanya ditinjau pada arah sb. x

• Konveksi ke dan dari plane wall

• Konduksi di dalam plane wall

Pers. Umum Konduksi 1D Plane Wall, tanpa pembagkitan


pembagkitan panas, Steady State

d  dT 
k =0
dx  dx 

Integralkan 2 kali

T (x ) = C 1 x + C 2

Batas:

x = 0 → T = Ts,1

x = L → T = Ts,2

Maka Distribusi Temperatur pada plane wall steady state, tanpa generasi panas

x
T(x ) = (Ts,2 − Ts,1 ) + Ts,1
L
19

Sedangkan Persamaan Lalu Perpindahan Panas (heat


( transfer rate)) Konduksi 1 D
menjadi

dT kA
q x = −kA = (Ts,1 − Ts,2 )
dx L
dan Heat Flux

qx k
q'x' = = (Ts,1 − Ts,2 )
A L

Tahanan Termal/Thermal
Thermal Resistance

Persamaan tahanan termal dapat ditentukan dengan menganalogikannya


persamaan Fourier dengan Persamaan Arus Listrik

I analog dengan q

V analog dengan ΔT, sehingga didapatkan:

L
Tahanan Termal Konduksi: R cond =
kA
1
Tahanan Termal Konveksi: R conv =
hA

Rangkaian Tahanan Termal (Thermal


Thermal Resistance Circuit)
Circuit) dari gambar diatas menjadi

Sedangkan besar tahanan termal totalnya adalah


20

1 L 1
R tot = + +
h1 A kA h2 A

Plane Wall/Dinding Datar Dengan Pembangkitan Panas


Gambar 3. Konduksi 1D, dengan pembangkitan panas ( q )

Dari persamaan umum konduksi koordinat kartesius

Sehingga persamaan konduksi 1D, denganpembangkitan panas dan steady state


d 2T q
+ =0
dx 2 k
Sedangkan distribusi temperature secara umum dapat dituliskan sebagai

q 2
T=− x + C1 x + C 2
2k
21

Distribusi temperatur untuk kondisi batas yang tidak simetri (Asymmetrical


Asymmetrical
Boundary Condition)


q L2  x 2  Ts,2 − Ts,1 x Ts,1 + Ts,2
T(x ) =  1 − 2  + +
2k  L  2 L 2

Distribusi temperatur untuk Kondisi batas yang sama (Symmetrical


(Symmetrical Boundary
Condition)

Boundary Condition:

Tx = −L = Ts dan Tx =L = Ts


q L2  x2 
T (x ) =  1 −  + Ts
2k  L2 
Temperature Distribution:


q L2
Temperatur Maksimum (pada sumbu simetri) : T(x =0 ) = T0 = + Ts
2k
22

Dinding Datar Komposit (Composite


Composite Plane Wall)
Wall

• Dinding/bidang datar yang tersusun dari beberapa material yang memiliki


konduktivitas panas yang berbeda-beda.
berbeda
• Susunannya dapat secara seri ataupun secara pararel.
• Rangkaian Tahanan Termal digambarkan seperti pada penggambaran tahanan
listrik begitu pula tahanan termal total susunan seri maupun pararel dihitung
seperti pada perhitungan tahanan listrik

Gambar 4. Misal composite plane wall dari material A,B, dan C

Susunan Seri

Gambar 5. Material tersusun secara seri

Thermal Resistance Circuit (rangkaian tahanan termal)

Tahanan Total R tot = R 1 + R 2 + R 3


23

Susunan Paralel

Gambar 5. Material tersusun secara seri

Thermal Resistance Circuit (Circuit tahanan termal)

1 1 1
Tahanan Total = +
R tot R 1 R 2

Berikut adalah contoh perpindahan panas pada Composite Plane Wall:

1 L L L 1
R tot = + A + B + C +
h1 A k A A k B A k C A h 2 A

Thot − Tcold
qx =
R tot
24

R 1R 2
R tot = + R 3 + R conv
R1 + R2

T1 − T∞
qx =
R tot

Contoh Soal

1. Jika jendela kaca pada gambar dibawah mempunyai koefisien konduksi k = 1.4
W/m.K, dan luas penampang isohtermal A= 1 m2, maka tentukan:

a. Gambar Rangkaian Tahanan Termalnya

b. Tahanan Termal Total

c. Heat transfer rate

d. Ts,i dan Ts,o


25

Penyelesaian:

a. Rangkaian Tahanan Termal

b. Tahanan Termal Total


1 L 1 1 1 L 1
R tot = + + =  + + 
ho A kA h i A A  h o k h i 
1  1 0.004 1 
=  + +  = 0.052 K/W
1  30 1.4 65 

c. Heat Transfer Rate/Laju


/Laju perpindahan panas
T∞ ,i − T∞ ,0 40 − ( −10)
qx = = = 961.5 W
Rtot 0.052

d. Temperature Ts,i

q =hi A (T∞,i – Ts,i)

Ts,i =T∞,i – {q/(hi A)} = 40 – {961.5/(30 x 1)} = 7.95 0C


26

Temperature Ts,o:

kA
qx = (Ts,i − Ts,o )
L

qx l 961.5x 0.004
Ts,o = Ts,i − = 7.95 − = 5.2 0C
kA 1.4 x 1

2. Ukuran dari jendela thermopane diatas (80 mm x 50 mm), Konduktivitas panas


kaca, kc = 1.4 W/m.K, Konduktivitas panas udara, ka = 0.0245 W/m.K

a. Gambarkan rangkaian tahanan termalnya

b. Tentukan tahanan termal total dari composite wall diatas

c. Tentukan Heat Loss dari jendela thermopane diatas

Penyelesaian:

a. RAngkaian Tahanan Termal:

b. Tahanan Termal Total:


1 L L L 1
Rtot = + + + +
hi A k k A k a A k k A ho A
27

1 1 0.007 0.007 0.007 1


= ( + + + + ) = 102.1 K/W
(0.08x0.05) 10 1.4 0.0245 1.4 80

c. Heat Loss = Heat transfer rate

T∞ ,i − T∞ ,0 20 − ( −10)
qx = = = 0.29 W
Rtot 102.1

3. Jika diketahui Konduktivitas Panas:

Brick; kbrick = 0.72 W/m.0C

Plaster; kplester = 0.22 W/m. 0C

Maka tentukan:

a. Gambar rangkaiana tahanan termalnya

b. Tentukan tahanan termal total dari composite wall diatas

Penyelesaian:

a. Gambar rangkaiana tahanan termal

• Modifikasi gambar sehingga lebih mudah dianalisa rangkaiannya


• Ada beberapa kemungkinan rangkaian sesuai dengan modifikasi yang
dilakukan terhadap gambar
• Walupun pendekatan yang dilakukan berbeda, namun hasilnya akan sama
28

Misal modifikasi/pembagian dilak


dilakukan seperti gambar berikut

Rangkaian Tahanan termalnya menjadi:

Disederhanakan menjadi

Sehingga Tahanan termal total menjadi:

Rtot = RpI + RpII

Dimana:

1 1 1 1
= + +
RPI R 1 R 2 R 3

1 1 1
= +
RPII R 4 R 5

b. Menentukan tahanan thermal total dari composite wall diatas


• Tentukan masing-masing
masing A1, A2, A3, A4, dan A5
A1 = 4 x 12 = …… m2 , dst
Sampai dengan
29

A5 = 3 x 12 = ……. m2

• Tentukan masing-masing
masing R1, R2, R3, R4, dan R5
L1 L5
R1 = ……………sampai R5 =
k1A1 k5A5

• Gunakan R1, R2, R3, R4, dan R5 ke dalam persamaan RpI dan RPII

1 1 1 1
= + +
RPI R 1 R 2 R 3

1 1 1
= +
RPII R 4 R 5

Akhirnya didapatkan tahanan thermal total

Rtot = RpI + RpII

2. SISTEM KOORDINAT SILINDER

Gambar 6. Analisa control volume koordinat silinder

Persamaan Umum Konduksi pada Koordinate Silinder

1 ∂  ∂T  1 ∂  ∂T  ∂  ∂T  • ∂T
 kr  + 2  k  +  k  + q = ρ ⋅ cp
r ∂r  ∂r  r ∂φ  dφ  ∂z  ∂z  ∂t
30

Konduksi 1D, Steady State, No Heat Generation

Persamaan Umum Konduksi 1D, Steady State, No Heat Generation

1 ∂  ∂T 
 kr  = 0
r ∂r  ∂r 

Integralkan dua kali persamaan diatas:

T (r ) = C 1 ln r + C 2

Dan Syarat Batas

T(r =r1 ) = Ts,1 dan T(r =r2 ) = Ts,2

Temperature Distribution
Distribution/Distribusi temperatur pada ketebalan silinder

Ts,1 − Ts,2 r


T(r ) = ln  + Ts,2
r  r
ln 1   2 
 r2 
Heat Transfer Rate

• Luas penampang Isothermal silinder = luas dinding silinder

A=2πrL

• arah perpindahan panasnya adalah ke arah radial (r)

• Dari Hukum Fourier:


31

dT dT
q r = −kA = −k (2π r L )
dr dr
r T
s,2
q r 2 dr
2π L r∫1 r
= − ∫ k (T )dT
Ts,1

Heat transfer rate Konduksi pada silinder

2π L k (Ts,1 − Ts,2 )
qr =
r 
ln 2 
 r1 
Sedangkan dari Hk. Pendinginan Newton

q X = h A(Ts − T∞ )

Heat Transfer Rate Konveksi pada Silinder

q r = h 2 π r L(Ts − T∞ )

Tahanan Termal sistem Silinder

Ingat: Analogikan Heat transfer Konduksi dan Konveksi dengan Tahanan Listrik
untuk mendapatkan tahanan termal untuk dinding silinder

ΔT≈V

qr ≈ I

Sehingga:
32

ln(r2/r1 )
Tahanan Termal Konduksi dinding Silinder R cond =
k2πL
1
Tahanan Termal Konveksi dinding Silinder R conv =
h2π rL

Contoh dinding komposit silinder

Rangkaian Tahanan Termalnya:

Tahanan termal total:

Heat Transfer Rate

T∞ ,1 − T∞ ,2
qr =
R tot
33

Silinder 1D, Steady State, Heat Generation

Radius Kritis Penginsulasian


34

3. SISTEM KOORDINAT BOLA/SPHERE


BOLA

Gambar 7. Analisa control volume koordinat bola

Persamaan umum Konduksi untuk Koordinat Bola:

1 ∂  2 ∂T  1 ∂  ∂T  1 ∂  ∂T  • ∂T
2  kr  + 2 2

 k 
 + 2 k  + q = ρ ⋅ cp
r ∂r  ∂r  r ⋅ sin θ ∂φ  dφ  r ⋅ sinθ ∂z  ∂z  ∂t
35

Dari Hukun Fourier


dT dT
q r = −kA
dr
(
= −k 4 π r 2
dr
)
r T
s,2
q r 2 dr
4π r∫1 r 2
= − ∫ k (T )dT
Ts,1

Dengan pengintegralkan persamaan diatas, maka didapatkan:

Heat Transfer Rate

4π k (Ts,1 − Ts,2 )
qr =
1 1
  −  
 r1   r2 

Dengan menganalogikan persamaan heat transfer rate untuk bola diatas dengan
tahanan listrik, maka;
1 1 1
R cond =  − 
4π k  r1 r2 
Tahanan Termal
ermal Konduksi Bola

Contoh Soal:

1. Steam dengan temperatur 320 0C dialirkan dalam pipa (kp = 80 W/m 0C)
berdiameter 5 cm dan ketebalan 0.5 cm. Pipa diinsulasi gelas wool dengan
ketebalan 3 cm (kw = 0.05 W/m 0C). Udara luar diketahui 5 0C dengan koefisien
konveksi, h2 = 18 W/m2 0C. Jika steam mempunyai koefisien konveksi, h1 = 60 W/m2
0C,

Maka tentukan:

a. Rangkaian tahanan ttermalnya


b. Tentukan tahanan termal
ermal total
c. Tentukan heateat lossnya per
panjang pipa
d. Tentukan temperature drop
36

Penyelesaian:

a. Tahanan termal circuit

b. Tahanan termal total


• Tentukan luas penampang isothermal

• Tentukan tahan termal masing sebelum dijumlahkan untuk mendapatkan


tahanan termal total

c. Steady Heat Loss dari Steam per panjang pipa


T∞1 − T∞2 320 − 5
q= = = 121 W (per meter panjang pipa)
R tot 2.61

d. Temperature drop (penurunan temperature): ΔT = R tot .q

Pada pipa:

ΔT = 0.0002C/W x 121 W = 0.02C

Pada Insulator
ΔT = 2.35 C/W x 121 W = 284 C
37

IV. EXTENDED SURFACE

Extended Surface

• Memperluas area permukaan kontak antara solid dan adjascent fluid

• Mempercepat terjadinya proses perpindahan panas dari solid ke fluid atau


sebaliknya

Dari Newton’s Law of Cooling: q = hA(Ts − T∞ )

Heat transfer rate Konveksi


onveksi dapat ditingkatkan dengan memperluas area kontak
permukaan isothermal (A) dengan fluida konveksinya yaitu dengan penambahan sirip
atau fin (Extended Surface)

Geometri Umum Fin

a. Uniform Cross Sectional Area


38

b. Non Uniform Cross Sectional Area:

Analisa Heat Transfer pada Fin (Gardner-Murray)


(Gardner

• 1 D, Steady State dan Tanpa Heat Generation didalam Sirip


• Thermal konduktivity, k adalah konstan dan uniform
• Koefisien konveksi, h adalah konstan dan uniform pada permukaan Sirip
• Surrounding Temperature adalah konstan
• Base Temperature adalah konstan dan uniform
• Tidak ada bond resistance antara permukaan base dan Sirip

Neraca Energi pada Sirip/Fin


Fin

Konduksi melalui sirip/fin:

dT d  dT 
q x +dx = −kA c − k  Ac dx
dx dx  dx 
39

Konveksi pada permukaan:

Neraca Energi pada Fin menjadi: qx = qx+dx + dqconv

dT dT d  dT 
− kA c = −kA c − k  Ac dx + hdA s (T − T∞ )
dx dx dx  dx 

d  dT 
−k  Ac dx + hdA s (T − T∞ ) = 0
dx  dx 

sama-sama dibagi k dan dx

d  dT  h dA s
 Ac − (T − T∞ ) = 0
dx  dx  k dx

selanjutnya didefferensialkan:

d  dT  dA c  dT  h dA s
Ac  +  − (T − T∞ ) = 0
dx  dx  dx  dx  k dx

dan dibagi dengan Ac: untuk mendapatkan bentuk umum persamaan energi 1D
untuk extended surface

d2T  1 dA c  dT  1 h dA s 
+  − (T − T∞ ) = 0
dx  A c dx  dx  A c k dx 

Fin Effectiveness, εf
40

Fin Efficiency, ηf

Contoh Efficiency Beberapa Bentuk Sirip/Fin (bentuk yang lain dapat dilihat pada
Incropera & DeWitt)

Efisiensi
siensi sirip dapat pula ditentukan dengan grafik efisiensi untuk masing
masing-masing
geometri sirip. Berikut adalah grafik efisiensi sirip untuk geometri tertentu
41
42

Efficiency Permukaan Menyeluruh, ηo

Bila pada suatu permukaan dipasang beberapa Fin (N),

Total luas permukaan kontak:

Total laju perpindahan panas secara koveksi pada permukaannya adalah:

Maksimum laju perpindahan panas:

Efficiency Permukaan Menyeluruh, ηo

Atau:
43

Tahanan Termal Sirip

θb
R t,f =
qf
Tahanan thermal menyeluruh didasarkan pada jumlah luas sirip dan luas yang tidak
tertanam sirip

θb 1
R t,o = =
q t ηohA t

Contoh Soal:

1. Tentukan kenaikan heat transfer rate jika sebuah Pin Fin dengan panjang 10 cm dan
diameter 4 mm digunakan pada sebuah permukaan Aluminium dengan base
temperature 2000C. Temperature adjascent adalah 300C dengan koefisien
konveksi, h = 30 W/m2K. Konduktivitas thermal Aluminium, kAl = 240 W/m.K
44
45

2. Silinder sebuah mesin terbuat dari Aluminium (k = 186 W/m.K) dengan panjang 15
cm dan diameter luar 5 cm. Pada kondisi umum temperature permukaan luar
silinder adalah 500 K dan dikenai udara luar pada suhu 300 K (h = 50 W/m2K).
Untuk menaikan laju pendinginan
pendingi silinder ditambahkan 6 buah Circular Fins
dengan profil rectangular dimana ketebalannya 6 mm dan panjangnya 20 mm.
Hitunglah kenaikan heat transfer ratenya
46
47

3. Pada soal no.2 tentukan base temperature jika diameter dalam Silinder adalah 3 cm
dengan
gan temperature permukaan dalam Silinder adalah 500 K.
48

V. KONDUKSI 2D STEADY STATE

Objective:

• Menentukan distribusi temperature sebagai fungsi dari koordinat x, y →T(x,y)


• Menentukan heat transfer rate serta heat flux

Persamaan Umum Diffusi Panas:

∂  ∂T  ∂  ∂T  ∂  ∂T  • ∂T
k  +  k  +  k  + q = ρ ⋅ c p
∂x  ∂x  ∂y  dy  ∂z  ∂z  ∂t

Untuk analisa 2D (sb. x dan sb.y), Steady State dan tanpa pembangkitan panas, serta
Istropik material:

sehingga

∂ 2T ∂ 2T
+ =0 (Laplace Partial Differential Equation)
∂x 2 ∂y 2

Persamaan diatas merupakan bentuk umum diffuse panas untuk 2D, Tanpa
Pembangkitan Panas, Steady State, serta konduktivitas panas yang konstan.
49

Sebelum heat transfer rate atau


a heat flux bisa kita hitung, terlebih dahulu harus
ditentukan T(x,y) yaitu distribusi temperature sebagai fungsi dari x dan y. Distribusi
temperatur ini dapat kita tentukan dengan menyelesaikan persamaan Differential
Partial diatas. Persamaan Differential Partial tersebut dapat diselesaikan dengan 3
(tiga) metode pendekatan, yaitu:

1. Analytical Method → Pemisahan Variabel

2. Numerical Method → Finite Difference

3. Graphical Method → Shaped Factor

1. Metode Pemisahan Variabel (Separation


( of Variable Method)

Transform persamaan Differential Partial

∂ 2 T ∂ 2T
+ =0
∂x 2 ∂y 2
menjadi

∂ 2θ ∂ 2θ
+ =0
∂x 2 ∂y 2
dimana:

T − T1
θ=
T2 − T1
50

Dan memerlukan 2 syarat batas (BC)

2 BC untuk masing-masing
masing kordinat:

θ(0,y) = 0 θ(x,0)
(x,0) = 0

θ(L,y) = 0 θ(x,W)
(x,W) = 1

∂ 2θ ∂ 2θ
Solusi Persamaan Differential + =0 adalah:
∂x 2 ∂y 2

θ(x, y ) = Χ (x ) ⋅ Y (y )
• Product dari 2 fungsi

• Pers. I hanya tergantung pada x

• Pers. II hanya tergantung pada y

Differensialkan θ(x, y ) = Χ (x ) ⋅ Y (y )

∂θ dX
=Y
∂x dx

∂ 2θ d2X
= Y
∂x 2 dx 2
Dan
51

∂θ dY
=X
∂y dy

∂ 2θ d2 Y
= X
∂y 2 dy 2

∂ 2θ ∂ 2θ
subsitusi ke + = 0 , maka:
∂x 2 ∂y 2

1 d2 Χ 1 d2 Y
+ =0
Χ dx 2 Y dy 2

1 d2 Χ 1 d2 Y
− =
Χ dx 2 Y dy 2
Sebelah kiri hanya merupakan fungsi x dan sebelah kanan hanya fungsi y, maka ruas
kanan dan kiri harus mempunyai konstanta yang sama (konstanta pemisah)

dengan λ2 sebagai konstanta pemisah;

1 d 2 Χ 1 d2 Υ
− 2
= 2
= λ 2 , maka
Χ dx Υ dy

1 d2Χ
− 2
= λ2
Χ dx

d2Χ
2
+ λ 2Χ = 0 (Pers I)
dx
dan

1 d2 Υ
2
= λ2
Υ dy

d2Y
2
− λ 2Y = 0 (Pers. II)
dx
Syarat kedua persamaan diatas dapat diselesaikan, bila λ2 > 0
52

Untuk λ2 > 0 , maka Penyelesaian Pers. II dan Pers. II diatas adalah:

X = C 1 cos λ x + C 2 sin λ x

Y = C3e − λy + C4e λy

Substitusi X dan Y diatas ke persamaan θ(x, y ) = Χ (x ) ⋅ Υ (y ) , sehingga:

(
θ(x, y ) = (C1cos λx + C2 sin λx ) C3e − λy + C4e λy )
Dengan ke empat BC:

θ(0,y) = 0 θ(x,0)
(x,0) = 0

θ(L,y) = 0 θ(x,W)
(x,W) = 1

∂ 2θ ∂ 2θ
Akhirnya penyelesaian persamaan Differential Partial + =0
∂x 2 ∂y 2

2 ∞ (− 1) + 1 n π x sinh(n π y/L )
n+
n 1
θ(x, y ) = ∑ sin
π n =1 n L sinh(n π W/ L )

Contoh Soal:

1. Misal sebuah plat persegipanjang dengan BC sebagai berikut

a. Tentukan temperature yang terjadi di tengah-tengah


tengah tengah plat tersebut dengan
menggunakan
kan 3 deret ganjil pertama.
b. Tentukan laju perpindahan panas melalui permukaan bawah plate jika
konduktivitas panasnya k = 50 W/m.K
53

Penyelesaian:

L=2m,W=1m

a. Temperature di tengah-tengah plat

Kordinat titik tengah plate : θ (x,y) = θ (1 , 0.5)

dari:

2 ∞ (− 1) + 1 n π x sinh(n π y/L )
n +1
θ(x, y ) = ∑ sin
π n=1 n L sinh(n π W/ L )

Dan 3 deret ganjil pertama: n = 1, 3, 5

 (− 1)2 + 1 1 π 1 sinh(1 π 0.5/2)   (− 1) + 1


4
3 π 1 sinh(3 π 0.5/2) 
 sin +
  sin  +
2  1 2 sinh(1 π 1/2)   3 2 sinh(3 π 1/2)  
θ(1,0.5) =  
π  (− 1)6 + 1 5π 1 sinh(5 π 0.5/2)  
 5
sin
2 sinh(5 π 1/2) 
 
 

  π  sinh(π/4)   2  3π  sinh(3 π /4)  


2sin   +  sin   +
2   2  sinh(π/2)   3  2  sinh(3π /2)  
θ(1,0.5) =  
π  2  5π  sinh(5π /4)  
 5  2  sinh(5π /2) 
sin

 

2
θ(1,0.5) = {0.755 − 0.063 + 0.008} = 0.46
π

sedangkan:

T − T1
θ=
T2 − T1

maka:

T(1,0.5) − 50
0.46 =
150 − 50

T (1, 0.5) = 960C


54

b. Laju perpindahan panas melalui permukaan bawah plat

dengan:
55

q’out = 3.183 kW/m [1.738+0.024+0.00062] = 5.610 kW/m

2. Metode Finite Difference (Finite


( Difference Method)

• Membagi objek menjadi beberapa region


• m, n mewakili x, y
• Nodal m, n mewakili daerah didalam garis putus-putus
putus

Temperature Gradient
56

Temperature Gradient -x

∂T ∂T

∂ 2T ∂x m+1/2,n ∂x m −1/2,n

∂x 2 m,n Δx

Tm +1,n − Tm,n Tm,n − Tm-1,n



= Δx Δx
Δx

Tm +1,n + Tm −1,n − 2Tm,n


=
(Δ x)2

Temperature Gradient -y

∂T ∂T

∂T 2 ∂y m,n +1/2 ∂y m,n −1/2

∂y 2 m,n Δy

Tm,n +1 − Tm,n Tm,n − Tm,n-1



Δy Δy
=
Δy

Tm,n +1 + Tm,n −1 − 2Tm,n


=
(Δ y)2

∂ 2T ∂ 2T
dari Bentuk Finite-Difference Heat Equation + =0
∂x 2 ∂y 2

Tm +1,n + Tm −1,n − 2Tm,n Tm,n +1 + Tm,n −1 − 2Tm,n


= 2 +
(Δ x) (Δ y)2

Untuk Δx = Δy

Persamaan Finite Difference (FDE) untuk Interior node No Heat Generation

Tm,n +1 + Tm,n −1 + Tm+1,n + Tm−1,n − 4Tm,n = 0


57

Selanjutnya Heat Transfer dihitung dengan:

ΔT
q = Σk Δx
Δy

Metode Kesetimbangan Energi

4 •
∑ q(i) → (m, n ) + q(Δx ⋅ Δy ⋅ 1) = 0
i −1

Heat rate dari tiap node i ke arah interior node m, n

Tm −1,n − Tm,n
q (m −1,n )→(m,n ) = k (Δy ⋅ 1)
Δx

Tm +1,n − Tm,n
q (m +1,n )→(m,n ) = k (Δy ⋅ 1)
Δx

Tm, n +1 − Tm, n
q (m, n +1 )→(m, n ) = k (Δx ⋅ 1)
Δy

Tm,n −1 − Tm,n
q (m,n-1 )→(m,n ) = k (Δx ⋅ 1)
Δy
+
q(Δx ⋅ Δy )
Tm,n +1 + Tm,n −1 + Tm +1,n + Tm-1,n + − 4Tm,n = 0
k
58

Tanpa Pambangkitan Panas

Tm,n +1 + Tm,n −1 + Tm +1,n + Tm−1,n − 4Tm,n = 0

Beberapa Konfigurasi node dan FDE untuk Δx = Δy

1. Interior Node

Tm,n +1 + Tm,n −1 + Tm+1,n + Tm−1,n − 4Tm,n = 0

2. Node pada Sudut Dalam dengan Konveksi

hΔx   hΔx
2(Tm−1,n + Tm,n +1 ) + (Tm+1,n + Tm,n −1 ) + 2 T∞ − 2 3 + Tm,n = 0
 k   k 
59

3. Node pada Plane Surface dengan Konveksi

(2Tm 1,n + Tm,n 1 + Tm,n 1 ) + 2 hΔΔ T


− + −1 ∞

− 2 2 +
hΔΔ 
Tm,n = 0
 k   k 

Untuk Adiabatic Surface: Set h = 0

4. Node pada Sudut Luar dengan Konveksi

 hΔΔ
ΔΔ   hΔΔ 
(Tm −1,n + Tm,n −1 ) + 2 T∞ − 2 1 + Tm,n = 0
 k   k 
60

5. Node pada Plane Surface dengan Uniform Heat Flux

2q" Δx
(2Tm −1,n + Tm,n +1 + Tm,n −1 ) + − 4Tm,n = 0
k

Untuk Symmetry Surface: Set q” = 0

Penyelesaian Persamaan Finite Difference (FDE)


(

Misal kita memiliki N node (N pers. FDE)

Nodal 1: a11T1 + a12T2+a13T3+…+a1NTN = C1

Nodal 2: a21T1 + a22T2+a23T3+…+a2NTN = C2

Nodal 3: a31T1 + a32T2+a33T3+…+a3NTN = C3

dst sampai

Nodal N: aN1T1 + aN2T2+aN3T3+…+aNNTN = CN

Dimana
T = temperatur
a, C = suatu bilangan

Persamaan Finite Difference (FDE) diatas dapat diseleselaikan dengan:

1. Iterasi Gauss-Siedel
2. Matrik Inversi dengan Matlab
61

1. Penyelesaian FDE dengan Iterasi Gauss-Siedel

Langkah-langkah:

a. Setiap persamaan diatur urutannya sehingga mendapatkan elemen diagonal dengan


nilai terbesar

a11 > a12 , a13 ,..... a 1N

a 22 > a 21 , a 23 ,..... a 2N dst

b. Masing-masing persamaan dituliskan dalam bentuk explicit; temperature yang


bersesuaian dengan elemen diagonal

Ci i−1 a ij (k) N a ij (k −1)


T i
(k)
= − ∑ Tj − ∑ Tj
a ii j=1 a ii j= i +1 a ii

i = 1,2,3,…..N

k = jumlah iterasi

c. Initial iterasi (k=0), pilih nilai yang rasional untuk tiap Ti

d. Selanjutnya hitung Ti (k) dari nilai Tj (k) ,dengan 1 ≤ j ≤ i-1, dan Tj (k-1) dari iterasi
sebelumnya (i+1) ≤ j ≤ N

e. Lakukan iterasi ini sampai tercapai kriteria Convergen yang ditentukan (Iterasi
dengan acceptable error ,ε )
Ti(k) − Ti(k −1) ≤ ε

Meminimalkan jumlah iterasi untuk mendapatkan kriteria konvergen, sangat perlu


diperhatikan pemilihan Ti untuk k=0 (Initial Guess Value)

Misal:
62

Tentukan temperature T1, T2, T3, dan T4 sebuah slab dengan kondisi temperature pada
sisi-sisinya
sisinya seperti pada gambar

Penyelesaian:

• Pilih Persamaan Finite Difference (FDE) untuk masing-masing node,, untuk kasus
Node 1, 2, 3 dan 4 adalah Interior Node

Tm,n +1 + Tm,n −1 + Tm+1,n + Tm−1,n − 4Tm,n = 0

• Tentukan Persamaan untuk masing-masing


masing Node

Node 1: 500+ T3 + T2 + 150 - 4T1 = 0


-4T1
4T1 + T2 + T3 = -650 (1)

Node 2: 500 + T4 + 100 + T1 - 4T2 = 0


T1 – 4T2 + T4 =-600 (2)

Node 3: T1 + 100 + T4 +150 - 4T3 = 0


T1 -4T3
4T3 + T4 = -250 (3)

Node 4: T2 + 100 + 100 + T3 - 4T4= 0


T2 + + T3 - 4T4= -200 (4)

• Transform (1), (2), (3), dan (4) ke bentuk square equation


63

-4T1
4T1 + T2 + T3 + 0 = -650 (N1)
T1 – 4T2 + 0 + T4 =-600 (N2)
T1 + 0 -4T3 + T4 = -250 (N3)
0 + T2 + + T3 - 4T4= -200 (N4)

• Susun dalam bentuk Matrik Diagonal

• Dari matrik diatas, ubah ke bentuk Explicit

Ci i−1 a ij (k) N a ij (k −1)


Ti(k) = − ∑ Tj − ∑ Tj
a ii j=1 a ii j=i +1 a ii

Sehingga didapatkan bentuk Explicit untuk masing-masing Node:


64

T1(k) = 0.25T2(k −1) + 0.25T3(k −1) + 162.5

T2(k) = 0.25T1(k) + 0.25T4(k −1) + 150

T3(k) = 0.25T1(k) + 0.25T4(k −1) + 62.5

T4(k) = 0.25T2(k) + 0.25T3(k) + 50

• Untuk mendapatkan T1, T2, T3, dan T4, selanjutnya lakukan Iterasi pada keempat
bentuk explicit diatas serta pilih Initial Guess Value (misal untuk k=0; T1 = 250, T2 =
250, T3 = 120, dan T4 = 150)

Iterasi T1 T2 T3 T4

k=0 250 250 150 150

k=1 ……… ……… ……… ………

k=2 ……… ……… ……… ………

… ……… ……… ……… ………

k=N ……… ……… ……… ………

• Lakukan N Iterasi sampai Ti(k) − Ti(k −1) ≤ ε

(misal sampai ecceptable error/galat, ε ≤ 0.1)

2. Penyelesaian dengan MATLAB


65

Langka-langkah:

a. Tuliskan FDE untuk masing-masing Node

a 11 > a 12 , a 13 ,..... a 1N

a 22 > a 21 , a 23 ,..... a 2N dst

b. Ubah dalam notasi matrik [A] [T] = [C]

 a11 a12 ... a1N   T1  C1 


a a 22 ... a 2N   T2  C2 
 21 + =
 ... ... ... ...   ...   ... 
     
a N1 a N2 ... a NN  TN  CN 

c. Tentukan temperature tiap nodal dgn metode Inversi Matrik → [T] = [A]-1 [C]

Dimana matik [A]-1 adalah Invers dari matrik [A]

−1
 T1   a 11 a 12 ... a 1N  C1 
T   C 
 2  =  a 21 a 22 ... a 2N   2
 ...   ... ... ... ...   ... 
     
TN  a N1 a N2 ... a NN  CN 

Script MATLAB:

>> A=[a11 a12 a13 ; a21 a22 a23 ; a31 a32 a33];

>> C=[C1 ; C2 ; C3];

>> T=inv(A) * C

Misal:
66

Sebuah slab diketahui kondisi temperature pada sisi-sisinya


sisi sisinya seperti pada gambar

a. Tentukan temperature T1, T2, T3, dan T4 dari slab tersebut


b. Tentukan heat
eat transfer rate

Penyelesaian:

a. Temperature T1, T2, T3, dan T4

• Pilih Persamaan Finite Difference (FDE) yang digunakan, untuk kasus diatas
gunakan FDE untuk Interior Node

Tm,n +1 + Tm,n −1 + Tm+1,n + Tm−1,n − 4Tm,n = 0

• Tentukan Persamaan untuk masing-masing


masing Node

Node 1: 500+ T3 + T2 + 150 - 4T1 = 0


-4T1
4T1 + T2 + T3 = -650 (1)

Node 2: 500 + T4 + 100 + T1 - 4T2 = 0


T1 – 4T2 + T4 =-600 (2)

Node 3: T1 + 100 + T4 +150 - 4T3 = 0


T1 -4T3
4T3 + T4 = -250 (3)

Node 4: T2 + 100 + 100 + T3 - 4T4= 0


T2 + + T3 - 4T4= -200 (4)

• Transform (1), (2), (3), dan (4) ke bentuk square equation


67

4T1 + T2 + T3 + 0 = -650
-4T1 (N1)
T1 – 4T2 + 0 + T4 =-600
= (N2)
T1 + 0 -4T3 + T4 = -250 (N3)
0 + T2 + + T3 - 4T4= -200 (N3)

• trik Diagonal
Susun dalam bentuk Matrik

− 4 1 1 0 T1  − 650
 1 −4 0 1  T  − 600
 +  2 =  
1 0 −4 1  T3  − 250
     
0 1 1 − 4 T4  − 200

• Jadikan ke bentuk
−1
 T1  − 4 1 1 0 − 650
T   1 −4 0 1  − 600
 2 =   
 ...  1 0 −4 1  − 250
     
TN  0 1 1 − 4 − 200

• Dengan menggunakan MATLAB maka T1, T2, T3, dan T4 didapatkan


>> A=[-4 1 1 0 ; 1 -4
4 0 1 ; 1 0 -4 1 ; 0 1 1 -4];
>> C=[-650 ; -600 ; -250
250 ; -200];
>> T=inv(A) * C

T=
268.7500
256.2500
168.7500
156.2500

Maka Temperature T1, T2, T3, dan T4 adalah

T1  268.75 
T  256.25 
 2 =  
 T3  168.75 
   
T4  156.25 
b. Laju Heat Transfer:
68

T1  268.75 
T  256.25 
 2 =  
 T3  168.75 
   
T4  156.25 

ΔT Δx
q = Σ - k Δx = −k {(T1 − Ts) + (T2 − Ts)}
Δy Δy

Dihitung dari surface 5000C:

q = −k{(268.75− 500) + (256.25− 500)} = 475k

Atau:
• Dari surface 1500C kiri:
kiri

q = −k{(150 - 268.25) + (150 − 168.75)} = 137k

• Dari surface 1000C bawah:

q = −k{(100 − 168.75) + (100 − 156.25)} = 125k

• Dari surface 1000C kanan:

q = −k{(100 − 256.25) + (100 − 156.25)} = 212.5k

Laju Heat Transfer: q = 137k + 125k + 212.5k = 474.5 k

Terdapat perbedaan 0.5k dengan jika dihitung dari surface 5000C

Cacatan:
Makin kecil dimensi mesh (fine mesh) semakin akurat hasil yang didapatkan
didapatkan.

Contoh Soal (Dengan Finite Difference Method)


69

1. Column sebuah furnace terbuat dari fireclay brick dengan sisi 1 x 1 m. Pada
keadaan steady ketiga permukaan column dijaga temperaturenya, sedangkan satu
sisi diekspos ke udara luar. Tentukan distribusi temperature 2D dan laju aliran
panas rata-rata
rata per panjang column.Gunakan grid dengan ukuran 0.25 m x 0.25 m

Kbrick@478 K = 1
W/m.K
T ∞ = 300 K
h = 10 W/m2.K

Penyelesaian:

• Bagi object dengan ukuran grid yang sama, yaitu 0.25 m x 0.25 m

• Node 1, 3, dan 5 : Interior Nodes

Tm,n +1 + Tm,n −1 + Tm +1,n + Tm −1,n − 4Tm,n = 0

Node 1: 500 + T3 + T2 + 500 – 4T1 = 0

- 4T1 + T2 + T3 = - 1000 (1)


70

Node 3: T1 + T5 + T4+ 500 – 4T3 = 0

T1 -4T3+ T4 + T5 = - 500 (3)

Node 5: T3+ T7 + T6+ 500 – 4T5 = 0

T3 -4T5+ T6 + T7 = - 500 (5)

• Node 2,4 dan 6 : symmetry adiabat (set h = O)

Node 2: 2T1+ 500 + T4 – 4T2 = 0

2T1 -4T2+ T4 = - 500 (2)

Node 4: 2T3+ T2 + T6 – 4T4 = 0

T2 + 2T3 - 4T4 + T6= 0 (4)

Node 6: 2T5+ T4 + T8 – 4T6 = 0

T4 + 2T5 - 4T6 + T8= 0 (6)

• Node 7 dan 8 : Node with surface convection

 hΔΔ   hΔΔ 
(2Tm −1,n + Tm,n +1 + Tm,n −1 ) + 2 T∞ − 2 2 + Tm,n = 0
 k   k 

dengan

 h Δx  10 x 0.25
 = = 2.5
 k  1

Node 7: 2T5+ T8 + 500 +2 x2.5x300 – (2x4.5)T7 = 0

2T5 - 9T7+ T8 = - 2000 (7)

Node 8: 2T6+ T7+ T7 +2 x2.5x300 – (2x4.5)T8 = 0

2T6 + 2T7 - 9T8 = - 1500 (8)

• Selanjuntya 8 FDE tersebut dituliskan dalam square equation


71

- 4T1 + T2 + T3 +0 + 0 + 0 + 0 + 0 = - 1000 (N1)

2T1 - 4T2+ 0 + T4 + 0 + 0 + 0 + 0 = - 500 (N2)

T1 + 0 - 4T3+ T4 + T5 + 0 + 0 + 0 = - 500 (N3)

0 + T2 + 2T3 - 4T4 + 0 +T6 + 0 + 0 = 0 (N4)

0 + 0 + T3 + 0 - 4T5+ T6 + T7 + 0 = - 500 (N5)

0 + 0 + 0 +T4 + 2T5 - 4T6 + 0 + T8= 0 (N6)

0 + 0 + 0 + 0 + 2T5 + 0 - 9T7+ T8 = - 2000 (N7)

0 + 0 + 0 + 0 + 0 + 2T6 + 2T7 - 9T8 = - 1500 (N8)

• Tuliskan dalam notasi matrik [A] [T] = [C]

− 4 1 1 0 0 0 0 0  T1   − 1000
 2 −4 0 1 0 0 0 0  T2   − 500 
  
1 0 −4 1 1 0 0 0   T3   − 500 
     
0 1 2 −4 0 1 0 0  T4   0 
+ =
0 0 1 0 −4 1 1 0   T5   − 500 
     
0 0 0 1 2 −4 0 1  T6   0 
0 0 0 0 2 0 − 9 1  T7  − 2000
     
 0 0 0 0 0 2 2 − 9 T8   − 1500

• Gunakan Invers Matrik [A] untuk menentukan [T]


−1
T1  − 4 1 1 0 0 0 0 0  − 1000
T   2 −4 0 1 0 0 0 0   − 500 
 2   
 T3  1 0 −4 1 1 0 0 0  − 500 
     
T4  = 0 1 2 −4 0 1 0 0  0 
 T5  0 0 1 0 −4 1 1 0  − 500 
     
T6  0 0 0 1 2 −4 0 1  0 
T  0 0 0 0 2 0 −9 1   − 2000
 7    
T8   0 0 0 0 0 2 2 − 9  − 1500

• Masukkan Matrik diatas ke script MATLAB


72

4,0,1,0,0,0,0;1,0,-4,1,1,0,0,0;0,1,2,-4,0,1,0,0;0,0,1,0,
>> A=[-4,1,1,0,0,0,0,0;2,-4,0,1,0,0,0,0;1,0, 4,0,1,0,0;0,0,1,0,-4,1,1,0;

4,0,1;0,0,0,0,2,0,-9,1;0,0,0,0,0,2,2,-9];
0,0,0,1,2,-4,0,1;0,0,0,0,2,0,

>> C =[-1000;-500;-500;0;--500;0;-2000;-1500];

>> T = inv(A)*C

T=

489.30

485.15

472.07

462.01

436.95

418.74

356.99

339.05

Akhirnya temperature masing--masing Node adalah:

 T1 = 489.30
 T = 485.15
 2 
T3 = 472.07
 
T4 = 462.01 0C
 T5 = 436.95
 
T6 = 418.74
 T = 356.99
 7 
 T8 = 339.05

• Menentukan heat transfer rate per panjang column


73

q’ = 2(q’a + q’b + q’c)

q’ = 2[h(Δx/2)(T8-T∞) +h(Δx)
+h( (T7-T∞)+ h(Δx/2)(Ts-T∞)]

q  Δx   Δx  
  = 2h  (T8 − T∞ ) + Δx(T7 − T∞ ) +  (Ts − T∞ )
L  2   2  

Heat rate dari column ke air stream

q  Δx   Δx  
  = 2h  (T8 − T∞ ) + Δx(T7 − T∞ ) +  (Ts − T∞ )
L  2   2  

 0.25   0.25  
= 2x10  (339.05 − 300) + 0.25(356.99 − 300) +  (500 − 300)
 2   2  

= 883 W/m

VI. KONDUKSI TRANSIENT


74

Konduksi Transient (Transient Conduction):

• Temperature bervariasi terhadap waktu

• Lumped Capacitance Method

• Graphical Method

Lump Capacitance Method

Lumped Capacitance digunakan untuk menentukan waktu t yang diperlukan oleh solid
material untuk mencapai temperature tertentu T(t)

• •
Est = − Eout

mC pdT = −hA s (T(t ) − T∞ )dt

dT
ρVC p = −hA s (T(t ) − T∞ )
dt
dimana:

m = ρ V (massa material)

ρ = rapat jenis material (kg/m3)

v= volume material (m3)


75

Selanjutnya dengan temperature difference, θ

 dθ   dT 
θ = T(t ) − T∞ dan  = 
 dt   dt 

ρVCp dθ
= −θ
hA s dt

Kelompokan Variabel dan Integralkan

ρVCp θ dθ t

hAs θ∫i θ
= − ∫ dt
0

ρVCp θ
ln = −t
hA s θi

θ -t
ln =
θi ρVCp
hA s

 hA s 
−  ⋅t
θ T( t ) − T∞  ρVC p 
 
= =e (Pers. Lump Capacitance)
θi Ti − T∞
dengan Thermal Time Constant

ρVC p  1 
τt = =  (ρVC p ) = R t C t
hA s  hA s 

dimana:

Rt = Convection Resistance

Ct = Lumped Thermal Capacitance of Solid

Sehingga Pers. Lump Capacitance bisa juga dituliskan sebagai

t t
θ T(t ) − T∞ − −
= = e τt → θ = θi e τt
θi Ti − T∞
76

Thermal time constant

• Rt atau Ct makin bertambah, maka material solid akan semakin lambat


merespons perubahan temperature sekitarnya
• Rt atau Ct makin bertambah, maka akan semakin lama material solid untuk
mencapai kesetimbangan thermal (θ
( = 0)

Laju PP konveksi antara solid dan lingkungan sekitarnya pada waktu t


t
t t
 t  − τt t
q = ∫ qdt = hA s ∫ θdt = hAsθi  − e 0
0 0  τt 
t 0
 t  − τt  t  − τt
= hAsθi  − e − hAsθi  − e
 τt   τt 
t
 t  − τt  t 
= hA sθi  − e − hAsθi  − 
 τt   τt 

 −
t

q = ρVCpθi  1 − e tτ 
 
 
77

Validasi Lumped Capacitance Method

• Keseragaman distribusi temperature di dalam benda solid dipengaruhi oleh Biot


Number, Bi
• Lumped Capacitance Method akan Valid bila Bi << 1

• Hitung Biot Number, Bi sebelum memakai Lumped Capacitance Method

Biot Number, Bi

• Koefisien perpindahan panas tak berdimensi


• Temperature Drop didalam solid relatif terhadap perbedaan temperature
permukaan solid dengan fluida
• Perbandingan PP konveksi antara permukaan solid dgn fluida terhadap PP
konduksi di dalam solid
• Dari Energi Permukaan Steady State: qcond = qconv

kA
(Ts,1 − Ts,2 ) = hA(Ts,2 − T∞ )
L

=
( )
Ts,1 − Ts,2 L kA hL
=
Ts,2 − T∞ 1 ( ) hA
k

hL
Bi = (Biot Number)
k
hLc
atau, Bi = < 0.1
k
78

dimana:

Lc = Characteristic Length,

Volume V
Lc = =
Surface Area As

V
Lc =
As

Selanjutnya dari Eksponensial Lump Capacitance

 hAs 
 ⋅t
 ρVCp 
 

h ⋅ As ⋅ t h⋅t h ⋅ Lc k t h ⋅ Lc α ⋅ t
= = 2 =
ρ ⋅ V ⋅ Cp ρ ⋅ Cp ⋅ Lc k ρ ⋅ Cp Lc k Lc2

Didapatkan koefisien Tak Berdimensi (Non Domensional)

h ⋅ Lc
Bi = : Biot Number
k

α ⋅t
Fo = 2 : Fourier Number:
Lc

Sehingga Lump Capacitante dapat pula ditulis sebagai:

θ T(t ) − T∞
= = e −(Bi ⋅ Fo ) (bentuk lain Pers. Lump Capacitance)
θi Ti − T∞

Misal:

1. Temperature dari aliran udara akan diukur dengan termocouple yang memiliki
junction berbentuk sphere seperti gambar.
79

Tentukan waktu yang diperlukan termocouple untuk membaca 99% initial temperature
difference

Penyelesaian:
Junction Characteristic Length:

V 16 πD3 1 1
Lc = = 2
= D = (0.001) = 1.67x10 −4 m
As πD 6 6
Biot Number:

h ⋅ Lc 210x1.67x10−4
Bi = = = 0.001
k 35

Lump Capacitance valid digunakan,


digunakan sehingga

 hA s 
− ⋅t
θ T(t ) − T∞  ρVC p 
 
= =e
θi Ti − T∞

h ⋅ As ⋅ t h⋅t 210t
= = −4
= 0.462s−1
ρ ⋅ V ⋅ Cp ρ ⋅ Cp ⋅ Lc 8500x320x1.67x10

 hA s 
− ⋅t
T(t ) − T∞  ρVC p



=e
Ti − T∞

0.01 = e − (0.462 )⋅t


ln0.01 = − (0.462 ) ⋅ t

t = 10 s
80

Lumped Capacitance Method sesuai untuk body yang relatif kecil dengan konduktivitas
thermal yang tinggi. Jika body relatif besar dengan konduktivitas thermal yang rendah,
maka lumped capacitance kurang akurat (Temperature gradient yang terjadi di dalam
body bervariasi terhadap posisi dan waktu). Sehingga untuk body yang besar Konduksi
Transient dapat ditentukan dengan Hiesler Chart (Hiesler, M.P., 1947)

Konduksi 1D Transient: Metode Grafik

• Penyelesaian dengan Hiesler Chart


• Beberapa Non Dimensional Parameter yang diperlukan dalam penggunaan Heisler
Chart:
T(x, t ) − T∞
Dimensionless Temperature: θ(x, t ) =
Ti − T∞

x
Dimensionless Distance from Center: X =
L

hL
Dimensionless heat transfer Coefficient: Bi =
k

αt
Dimensionless time: τ=
L2

• Masing-masing geometri memiliki 3 macam grafik (chart):

1. Temperature at Mid plane (1st Chart)


2. Symmetrically Temperature Distribution (2nd chart)
3. Heat Transfer rate (3rd chart)
81

Hiesler Chart untuk Plat

1st Chart. Temperature at Mid plane

2nd Chart. Symmetrically Temperature Distribution


82

3rd Chart. Heat Transfer rate

Hiesler Chart untuk Silinder

1st Chart.
Chart Temperature at Mid plane
83

2nd Chart. Symmetrically Temperature Distribution

3rd Chart. Heat Transfer rate


84

Misal:

Plat Tembaga tebalnya 4 cm dengan initial temperature 200C dimasukkan ke dalam


oven pada temperature 5000C selama 7 menit. Jika koefisien konduksi h = 120 W/m2.0C,
tentukan temperature permukaan plat ketika dikeluarkan dari oven

Penyelesaian:

Penggunaan 1st Chart:

1 k 100 W/m.0 C
= = = 45.8
( )
Bi hL 120 W/m2 .0 C (0.02 m )

α t (33.9x10 −6 m 2 /s )(7 x 60 s )
τ= = = 35.6
L2 (0.02 m )2
T0 − T∞
Gunakan kedua nilai diatas pada 1st Chart untuk mendapatkan θ0 =
Ti − T∞

Lihat arah garis biru pada gambar (cara menggunakan 1st Chart)

1 T0 − T∞
Dari 1st Chart, untuk = 45.8 dan τ = 35.6 maka θ0 = ≈ 0.46
Bi Ti − T∞
85

1st Chart.
Chart Temperature at Mid plane

Penggunaan 1st Chart:

1
= 45.8
Bi

x L
= =1
L L

Lihat arah garis tebal pada gambar (cara menggunakan 2st Chart)

T − T∞
Maka: ≈ 0.99
T0 − T∞
86

2nd Chart. Symmetrically Temperature Distribution

Selanjutnya dengan Chain Rule

T − T∞ T − T∞ T0 − T∞
= = 0.46 x 0.99 = 0.455
Ti − T∞ T0 − T∞ Ti −T ∞

Akhirnya didapatkan temperature


emperature permukaan plate saat keluar oven:

T = T∞ + 0.455(Ti − T∞ ) = 500 + 0.455(20 − 500) = 2820 C

Actual heat transfer ditentukan dari 3rd Chart

Bi = 1/1/Bi = 1/45.8 = 0.02

Bi2τ = (0.02)2 x 35.6 = 0.014


87

3rd Chart. Heat Transfer rate

Qmax = m Cp (T∞ - Ti)

atau per unit volume benda

Qmax’’’ = ρ Cp (T∞ - Ti)

= 8530 kg/m3 x 380 J/kg.0C x (500 - 20)0C

= 1555.8 MJ/m3

Dari 3rd Chart → Q/Qmax’’’ = 0.4

Maka:

Q = 0.4 x Qmax’’’

Q = 0.4 x 1555.8 = 622.35 MJ/m3


88

Latihan

1. Sebuah poros ST304 diameter 20 cm dikeluarkan dari oven pada temperature


6000C. Poros didinginkan didalam sebuah chamber bertemperature 2000C.
Tentukan:

a. Center line temperature setelah 45 menit pendinginan

b. Heat transfer rate per unit length


89

DAFTAR PUSTAKA:

1. Cengel, Y.A., Turner, R.H, Fundamental of Thermal-Fluid Science, E-book

2. Holman, J.P., 1986, Heat Transfer, 6th Ed., McGraw-Hill, Singapore

3. Holman, J.P., 2005, Experimental Method for Engineers, 7th Ed. Tata McGraw-Hill,
New Delhi.

4. Long, C., Sayma, N., 2009, Heat Transfer, Ventus Publishing ApS, Free ebook at
www.bookboon.com

5. Incropera, F.P., DeWitt, D.P, 1981, Fundamental of Heat and Mass Transfer, John
Willey and Sons, New York.

6. Ivesen, S., PhD., Perpindahan Panas (Heat Transfer), pdf file.


90

Further Contact:

A. Agung Putu Susastriawan, ST., M.Tech.

Teknik Mesin-IST. AKPRIND Yogyakarta

Mobile: +62 8179400013

E-mail: a_agungs@yahoo.com

Anda mungkin juga menyukai