Anda di halaman 1dari 109

SIFAT MEKANIS MATERIAL

TIPE-TIPE
PEMBEBANAN
Pengujian tarik (tensile testing)
Definisi : Stress & Strain

• Stress: gaya yang diberikan persatuan luas. σ


= F / Ao
(Units of lb/in2 or N/mm2)

• Strain: kenaikan panjang persatuan panjang


terhadap gaya yang diberikan.an applied
stress. є = (L – L0) / L0
(Unitless : Percentage!)
Young Modulus

Young Modulus
E= Stress (σ) / Strain (e)
Satuan : GPa (109 N/m2)

Berlaku hanya dalam daerah linear (garis lurus) dari hasil


uji tarik material.

E adalah nilai kekakuan (stiffness) dari material.


Material Young Modulus (in GPa)
Steel 210
Iron 209
Carbon Fiber 231
Aluminum 69
Titanium 117
Diamond 1035
Nylon 3
DEFINISI PLASTIS DAN ELASTIS

• Plastis: Sifat material yang tidak kembali ke


posisi semula bila beban ditiadakan
(irreversible). Material mengalami deformasi
permanen tetapi tidak langsung patah.

• Elastis: sifat material yang akan kembali ke


posisi semula bila beban ditiadakan
(reversible).
DEFINISI: STRONG & STIFF

• Strong (kuat): sifat material dengan tegangan


patah yang tinggi. Lawan dari sifat “weak” (lemah)

• Stiff (kaku): sifat material yang memerlukan


tegangan yang besar untuk menghasilkan
regangan (strain). Lawan dari sifat “flexible”
F
Engineerin g stress   
A0
l  l0
Engineerin g strain  e 
l0
e
Poisson ' s ratio :   lateral
e
longitudin al
Pengaruh Temperatur
Untuk baja
karbon rendah
perbedaan
upper yield dan
lower yield jelas
terlihat
Material Yield Strength Tensile Strength
(MPa) (MPa)
Aluminum 175 350
Cast Iron 275 275

Steel 500 700


Carbon Fiber ? 4000

Titanium 800 900

Yield Strength mewakili kekuatan material saat memasuki fase plastis


(permanent deformation).
Tensile Strength adalah nilai kekuatan tarik sebelum terjadinya
perpatahan.
Untuk aplikasi
struktural
kekuatan yield
sangat penting
diperhitungkan
KURVA TEGANGAN-REGANGAN

stress
tensile strength

ultimate strength
upper yield point
lower yield point
y material creeps (extension
failure
without increased stress) or
sample ‘necks’
material may
follow either path

elastic plastic
region region
strain

yield elongation ultimate elongation


KEULETAN (DUCTILITY)
Kekuatan dari beberapa material
Pengujian tekan (compression test)

Dilakukan untuk mengetahui kemampuan


material untuk menahan beban tekan sebelum
mengalami perpatahan. Pengujian kuat tekan
ini dilakukan dengan standar pengujian adalah
ASTM E 9-89a.
Menghitung kekuatan tekan dengan menggunakan rumus :
 = F/A
di mana
 : kekuatan tekan (N/mm2)
F : beban saat sampel terdeformasi 25 % dari tinggi awal (N)
A : Luas permukaan sampel (mm2)
Uji bending untuk mengukur keuletan (ductility) dari suatu material.

3FL
Flexural strength  2
, where F is fracture Load.
2 wh
KEKERASAN (HARDNESS)
Makna nilai kekerasan suatu material berbeda untuk kelompok
bidang ilmu yang berbeda, bagi insinyur metalurgi kekerasan
adalah ketahanan material terhadap penetrasi sementara untuk
para insinyur disain nilai tersebut adalah ukuran dari tegangan
alir, untuk insinyur lubrikasi kekerasan berarti ketahanan
terhadap mekanisme keausan, untuk para insinyur mineralogi
nilai itu adalah ketahanan terhadap goresan, dan untuk para
mekanik work-shop lebih bermakna kepada ketahanan material
terhadap pemotongan dari alat potong. Begitu banyak konsep
kekerasan material yang dipahami oleh kelompok ilmu, walaupun
demikian konsep-konsep tersebut dapat dihubungkan pada satu
mekanisme yaitu tegangan alir plastis dari material yang diuji.
Metode pengujian kekerasan

1. METODE GORES :

Metode ini tidak banyak digunakan dalam dunia


metalurgi, tetapi masih dalam dunia mineralogi. Metode ini
dikenalkan oleh Friedrich Mohs yaitu dengan membagi
kekerasan material di dunia ini berdasarkan skala (yang
kemudian dikenal sebagai skala Mohs). Skala ini bervariasi
dari nilai 1 untuk kekerasan yang paling rendah,
sebagaimana dimiliki oleh material talk, hingga skala 10
sebagai nilai kekerasan tertinggi, sebagaimana dimiliki oleh
intan.
Dalam skala Mohs urutan nilai kekerasan material di
dunia ini diwakili oleh:
1. Talc 6. Orthoclase
2. Gipsum 7. Quartz
3. Calcite 8. Topaz
4. Fluorite 9. Corundum
5. Apatite 10. Diamond (intan)
Prinsip pengujian dan evaluasi hasil uji: bila suatu mineral
mampu digores oleh Orthoclase (no. 6) tetapi tidak mampu
digores oleh Apatite (no. 5), maka kekerasan mineral tersebut
berada antara 5 dan 6. Berdasarkan hal ini, jelas terlihat
bahwa metode ini memiliki kekurangan utama berupa ketidak
akuratan nilai kekerasan suatu material. Bila kekerasan
mineral-mineral diuji dengan metode lain, ditemukan bahwa
nilai-nilainya berkisar antara 1-9 saja, sedangkan nilai 9-10
memiliki rentang yang besar.
2. Metode Elastik/Pantul (Rebound)
Dengan metode ini, kekerasan suatu material ditentukan
oleh alat Scleroscope yang mengukur tinggi pantulan suatu
pemukul (hammer) dengan berat tertentu yang dijatuhkan
dari suatu ketinggian terhadap permukaan benda uji. Tinggi
pantulan (rebound) yang dihasilkan mewakili kekerasan
benda uji. Semakin tinggi pantulan tersebut, yang
ditunjukkan oleh dial pada alat pengukur, maka kekerasan
benda uji dinilai semakin tinggi.
METODE INDENTASI

Pengujian dengan metode ini dilakukan dengan


penekanan benda uji dengan indentor dengan gaya
tekan dan waktu indentasi yang ditentukan. Kekerasan
suatu material ditentukan oleh dalam ataupun luas area
indentasi yang dihasilkan (tergantung jenis indentor dan
jenis pengujian). Berdasarkan prinsip bekerjanya
metode uji kekerasan dengan cara indentasi dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
UJI KEKERASAN INDENTASI

F
Brinell Hardness : HB 
( / 2) D( D  D 2  Di2 )
UJI KEKERASAN INDENTASI
A. METODE BRINELL
Metode ini diperkenalkan pertama kali oleh J.A. Brinell pada tahun
1900. Pengujian kekerasan dilakukan dengan memakai bola baja yang
diperkeras (hardened steel ball) dengan beban dan waktu indentasi
tertentu, sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar.1. Pengukuran nilai
kekerasan suatu material diberikan oleh rumus:

2P
BHN 
D D  D2  d 2 
dimana P adalah beban (kg), D diameter indentor (mm) dan d
diameter jejak (mm).
Hasil penekanan adalah jejak
berbentuk lingkaran bulat, yang
harus dihitung diameternya di bawah
mikroskop khusus pengukur jejak.

Gambar .1. Skematis prinsip indentasi dengan metode Brinell


Prosedur standar pengujian mensyaratkan bola baja dengan diameter
10 mm dan beban 3000 kg untuk pengujian logam-logam ferrous,
atau 500 kg untuk logam-logam non-ferrous. Untuk logam-logam
ferrous, waktu indentasi biasanya sekitar 10 detik sementara untuk
logam-logam non-ferrous sekitar 30 detik. Walaupun demikian
pengaturan beban dan waktu indentasi untuk setiap material dapat
pula ditentukan oleh karakteristik alat penguji.

Nilai kekerasan suatu material yang dinotasikan dengan ‘HB’ tanpa


tambahan angka di belakangnya menyatakan kondisi pengujian
standar dengan indentor bola baja 10 mm, beban 3000 kg selama
waktu 1—15 detik. Untuk kondisi yang lain, nilai kekerasan HB diikuti
angka-angka yang menyatakan kondisi pengujian. Contoh: 75 HB
10/500/30 menyatakan nilai kekerasan Brinell sebesar 75 dihasilkan
oleh suatu pengujian dengan indentor 10 mm, pembebanan 500 kg
selama 30 detik.
Gambar 2. Hasil indentasi Brinell berupa jejak berbentuk lingkaran
B. METODE VICKERS

Pada metode ini digunakan indentor intan berbentuk piramida dengan


sudut 136o, seperti diperlihatkan oleh Gambar 3.

Prinsip pengujian adalah sama dengan metode Brinell, walaupun jejak


yang dihasilkan berbentuk bujur sangkar berdiagonal. Panjang(2)
diagonal
diukur dengan skala pada mikroskop pengujur jejak. Nilai kekerasan
suatu material diberikan oleh:

1.854 P
VHN  2
d
dimana d adalah panjang diagonal rata-rata dari jejak berbentuk bujur
sangkar.
Gambar.3. Skematis prinsip indentasi
dengan metode Vickers
C. METODE ROCKWELL :

Metode Rockwell merupakan uji kekerasan dengan pembacaan langsung


(direct-reading).

Metode ini banyak dipakai dalam industri karena pertimbangan praktis.


Variasi dalam beban dan indetor yang digunakan membuat metode ini
memiliki banyak macamnya.

Metode yang paling umum dipakai adalah Rockwell B (dengan indentor


bola baja berdiameter 1/6 inci dan beban 100 kg) dan Rockwell C
(dengan indentor intan dengan beban 150 kg).

Walaupun demikian metode Rockwell lainnya juga biasa dipakai. Oleh


karenanya skala kekerasan Rockwell suatu material harus
dispesifikasikan dengan jelas. Contohnya 82 HRB, yang menyatakan
material diukur dengan skala B: indentor 1/6 inci dan beban 100 kg.
Berikut ini diberikan tabel yang memperlihatkan perbedaan skala dan
range uji dalam skala Rockwell:
Tabel 1. Skala pada Metode Uji Kekerasan Rockwell
Hardness Tests (Examples)

Metal Brinell Rockwell


Hardness, HB Hardness, HR
Aluminum 90 52B
Copper 100 60B
Steel 300 33C
Titanium 200 95B
Hardness Tests (Examples)
Material Vickers Knoop Hardness,
Hardness, HV HK
Hardened Tool Steel 800 850
Cemented Carbide 2000 1400
Diamond, Natural 10,000 8000
Titanium Carbide 3200 2500

*Knoop test uses a wider diamond intenter than Vickers


Hubungan
Kekuatan dan
kekerasan
adalah
proporsional
PENGUJIAN IMPAK
Pengujian impak merupakan suatu pengujian yang mengukur
ketahanan bahan terhadap beban kejut.

Inilah yang membedakan pengujian impak dengan pengujian


tarik dan kekerasan dimana pembebanan dilakukan secara
perlahan-lahan.

Pengujian impak merupakan suatu upaya untuk


mensimulasikan kondisi operasi material yang sering ditemui
dalam perlengkapan transportasi atau konstruksi dimana
beban tidak selamanya terjadi secara perlahan-lahan
melainkan datang secara tiba-tiba, contoh deformasi pada
bumper mobil pada saat terjadinya tumbukan kecelakaan.
Gambar 4. Ilustrasi skematis pengujian impak dengan benda uji Charpy
Uji Impak  impact strength
Pada pengujian impak ini banyaknya energi yang diserap oleh bahan
untuk terjadinya perpatahan merupakan ukuran ketahanan impak
atau ketangguhan bahan tersebut. Pada pengujian impak, energi
yang diserap oleh benda uji biasanya dinyatakan dalam satuan Joule
dan dibaca langsung pada skala (dial) penunjuk yang telah
dikalibrasi yang terdapat pada mesin penguji. Harga impak (HI)
suatu bahan yang diuji dengan metode Charpy diberikan oleh :

E
HI 
A

dimana E adalah energi yang diserap dalam satuan Joule dan A luas
penampang di bawah takik dalam satuan mm2.
Secara umum benda uji impak dikelompokkan ke dalam dua
golongan sampel standar yaitu : batang uji Charpy banyak digunakan
di Amerika Serikat dan batang uji Izod yang lazim digunakan di
Inggris dan Eropa.
Benda uji Charpy memiliki luas penampang lintang bujur sangkar (10 x
10 mm) dan memiliki takik (notch) berbentuk V dengan sudut 45o,
dengan jari-jari dasar 0,25 mm dan kedalaman 2 mm.. Perbedaan cara
pembebanan antara metode Charpy dan Izod ditunjukkan di bawah ini:

Gambar 5 : Ilustrasi skematik pembebanan impak pada benda uji Charpy


dan Izod
Serangkaian uji Charpy pada satu material umumnya dilakukan pada
berbagai temperatur sebagai upaya untuk mengetahui temperatur transisi.
Sementara uji impak dengan metode Izod umumnya dilakukan hanya
pada temperatur ruang dan ditujukan untuk material-material yang
didisain untuk berfungsi sebagai cantilever.

Takik (notch) dalam benda uji standar ditujukan sebagai suatu konsentrasi
tegangan sehingga perpatahan diharapkan akan terjadi di bagian
tersebut. Selain berbentuk V dengan sudut 45o, takik dapat pula dibuat
dengan bentuk lubang kunci (key hole), lihat Gambar 3.5 di bagian akhir
bab ini.

Pengukuran lain yang biasa dilakukan dalam pengujian impak Charpy


adalah penelaahan permukaan perpatahan untuk menentukan jenis
perpatahan (fracografi) yang terjadi.
Secara umum sebagaimana analisis perpatahan pada benda hasil uji
tarik maka perpatahan impak digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu:

1. Perpatahan berserat (fibrous fracture), yang melibatkan


mekanisme pergeseran bidang-bidang kristal di dalam bahan (logam)
yang ulet (ductile). Ditandai dengan permukaan patahan berserat
yang berbentuk dimpel yang menyerap cahaya dan berpenampilan
buram.

2. Perpatahan granular / kristalin, yang dihasilkan oleh mekanisme


pembelahan (cleavage) pada butir-butir dari bahan (logam) yang
rapuh (brittle). Ditandai dengan permukaan patahan yang datar yang
mampu memberikan daya pantul cahaya yang tinggi (mengkilat).

3. Perpatahan campuran (berserat dan granular). Merupakan


kombinasi dua jenis perpatahan di atas.
Gambar 6. Ilustrasi permukaan patahan (fractografi) benda uji impak Charpy
Informasi lain yang dapat dihasilkan dari pengujian impak adalah
temperatur transisi bahan.

Temperatur transisi adalah temperatur yang menunjukkan transisi


perubahan jenis perpatahan suatu bahan bila diuji pada temperatur
yang berbeda-beda.

Pada pengujian dengan temperatur yang berbeda-beda maka akan


terlihat bahwa pada temperatur tinggi material akan bersifat ulet
(ductile) sedangkan pada temperatur rendah material akan bersifat
rapuh atau getas (brittle). Fenomena ini berkaitan dengan vibrasi
atom-atom bahan pada temperatur yang berbeda dimana pada
temperatur kamar vibrasi itu berada dalam kondisi kesetimbangan
dan selanjutnya akan menjadi tinggi bila temperatur dinaikkan
(ingatlah bahwa energi panas merupakan suatu driving force
terhadap pergerakan partikel atom bahan).
Uji Impak  impact strength

Kekutan Yield : A > B Kekuatan Impact: B > A


Gambar 7. Efek temperatur terhadap ketangguhan impak beberapa
bahan
Uji Impak  impact strength

Kekuatan Impact vs. Temperatur

Note: Logam BCC mempunyai temperatur transisi, tetapi hampir semua logam FCC tidak.
KEAUSAN (WEAR)

Keausan umumnya didefinisikan sebagai kehilangan material secara


progresif atau pemindahan sejumlah material dari suatu permukaan
sebagai suatu hasil pergerakan relatif antara permukaan tersebut dan
permukaan lainnya.

Keausan telah menjadi perhatian praktis sejak lama, tetapi hingga


beberapa saat lamanya masih belum mendapatkan penjelasan ilmiah
yang besar sebagaimana halnya pada mekanisme kerusakan akibat
pembebanan tarik, impak, puntir atau fatigue. Hal ini disebabkan masih
lebih mudah untuk mengganti komponen/part suatu sistem
dibandingkan melakukan disain komponen dengan ketahanan/umur
pakai (life) yang lama.
Pembahasan mekanisme keausan pada material berhubungan erat
dengan gesekan (friction) dan pelumasan (lubrication). Telaah mengenai
ketiga subyek ini yang dikenal dengan nama ilmu Tribologi.

Keausan bukan merupakan sifat dasar material, melainkan response


material terhadap sistem luar (kontak permukaan). Material apapun
dapat mengalami keausan disebabkan mekanisme yang beragam.
UJI KEAUSAN

Pengujian keausan dapat dilakukan dengan berbagai macam metode


dan teknik, yang semuanya bertujuan untuk mensimulasikan kondisi
keausan aktual.

Salah satunya adalah dengan metode Ogoshi dimana benda uji


memperoleh beban gesek dari cincin yang berputar (revolving disc).
Pembebanan gesek ini akan menghasilkan kontak antar permukaan
yang berulang-ulang yang pada akhirnya akan mengambil sebagian
material pada permukaan benda uji. Besarnya jejak permukaan dari
material tergesek itulah yang dijadikan dasar penentuan tingkat
keausan pada material. Semakin besar dan dalam jejak keausan
maka semakin tinggi volume material yang terlepas dari benda uji.
Ilustrasi skematis dari kontak permukaan antara revolving disc dan
benda uji diberikan

B
P
w

w =kecepatan
r

Pengujian keausan dengan metode Ogoshi


Dengan B adalah tebal revolving disc (mm), r jari-jari disc (mm), b lebar
celah material yang terabrasi (mm) maka dapat diturunkan besarnya
volume material yang terabrasi (W):

W = B.b3/12r

Laju keausan (V) dapat ditentukan sebagai perbandingan volume


terabrasi (W) dengan jarak luncur x (setting pada mesin uji):

V = W/x = B.b3/12r.x
KEAUSAN ADHESIVE:

Terjadi bila kontak permukaan dari dua material atau lebih


mengakibatkan adanya perlekatan satu sama lain dan pada akhirnya
terjadi pelepasan/pengoyakan salah satu material, seperti diperlihatkan
oleh gambar di bawah ini:

Ilustrasi skematis keausan adhesive


KEAUSAN ABRASIF:

Terjadi bila suatu partikel keras (asperity) dari material tertentu meluncur
pada permukaan material lain yang lebih lunak sehingga terjadi penetrasi
atau pemotongan material yang lebih lunak.

Tingkat keausan pada mekanisme ini ditentukan oleh derajat kebebasan


(degree of freedom) partikel keras atau sperity tersebut. Sebagai contoh
partikel pasir silica akan menghasilkan keausan yang lebih tinggi ketika
diikat pada suatu permukaan seperti pada kertas amplas, dibandingkan
bila partikel tersebut berada di dalam sistem slury.

Pada kasus pertama partikel tersebut kemungkinan akan tertarik


sepanjang permukaan dan mengakibatkan pengoyakan sementara pada
kasus terakhir partikel tersebut mungkin hanya berputar (rolling) tanpa
efek abrasi.
Ilustrasi skematis keausan abrasif
KEAUSAN LELAH:

Merupakan mekanisme yang relatif berbeda dibandingkan dua


mekanisme sebelumnya, yaitu dalam hal interaksi permukaan. Baik
keausan adhesive maupun abrasif melibatkan hanya satu interaksi
sementara pada keausan lelah dibutuhkan interaksi multi. Permukaan
yang mengalami beban berulang akan mengarah pada pembentukan
retak-retak mikro. Retak-retak tersebut pada akhirnya menyatu dan
menghasilkan pengelupasan material. Tingkat keausan sangat tergantung
pada tingkat pembebanan.
Ilustrasi skematis mekanisme keausan lelah
KEAUSAN OKSIDASI:

Seringkali disebut sebagai keausan korosif. Pada prinsipnya


mekanisme ini dimulai dengan adanya perubahan kimiawi material di
bagian permukaan oleh faktor lingkungan. Kontak dengan lingkungan
ini akan menghasilkan pembentukan lapisan pada permukaan dengan
sifat yang berbeda dengan material induk. Sebagai konsekuensinya,
material pada lapisan permukaan akan mengalami keausan yang
berbeda Hal ini selanjutnya mengarah kepada perpatahan interface
antara lapisan permukaan dan material induk dan akhirnya seluruh
lapisan permukaan itu akan tercabut. Gambar beriku memperlihatkan
skematis mekanisme keausan oksidasi/korosi ini.
Ilustrasi skematis keausan oksidasi
Mulur (Creep)
Suatu proses dimana terjadi aliran plastis dibawah pengaruh
tegangan konstan yang diterapkan terhadap logam untuk periode
waktu yang lama.

Creep adalah deformasi yang terjadi secara perlahan akibat adanya


beban dan tergantung pada waktu. Creep dapat terjadi pada
temperatur rendah, tetapi yang sangat menyolok terjadi pada
temperatur dekat pada titik cair, sekitar 30 hingga 60% dari titik cair,
atau sekitar T  0,4TM
Perilaku Creep dalam Material
• Mekanisme deformasi pada Creep

• Gerak panjat = dislokasi sisi meninggalkan bidang luncurnya dengan


melepaskan atau menyerap kekosongan.
• Akibat kenaikan temperatur maka terjadi mekanisme climbing
• Dislokasi dapat mengitari presipitat atau bergerak pada batas butir.
• Dislokasi sisi akan dengan sendirinya melepaskan diri dengan gerak
panjat.(energi aktivasi tinggi)
• Atom dari batas butir berpindah dengan difusi.
Mekanisme Creep
Creep = Work-hardening + Recovery
a) Bagaimana panjatan membantu pelunakan material ?
Ujung Dislocations akan bergerak keluar pada satu glide plane
dan masuk ke dalam yang lain lewat vacancy-assisted climb.
Lalu keduanya bergerak
(b) Kapan temperatur itu penting ?
Climb mengambil pergerakan vacancies yang dapat berdifusi
ke sisi ujung ; dari sini , temperature sangat penting pada
vacancies
Secara perkiraan difusi terjadi ketika T > 0.4 Tmelting.

climb
precipitate
Dislokasi pada Creep

• Batas butir mampu



saling meluncur satu 

sama lainnya atau Vacancy

menghasilkan
kekosongan.
• Aliran kekosongan 

dari permukaan 

dengan tegangan
tarik ke permukaan
longitudinal.
Creep: deformation di bawah perubahan T dan tegangan static

Secondary creep
Steady-state creep rate de/dt ~ constant
Persaingan antara strain-hardening dan recovery

Tertiary creep
Creep strain, e Mempercepat creep
rate
dan failure

Primary or transient
creep
Menurunkan creep rate.

time
Rupture time
caused by GB separation, cracks,
Secondary creep penting untuk voids, cavities, etc., including necking.
aplikasi umur yang lebih lama Short-life creep:
seperti : turbine blades, rocket nozzles.
Nuclear power plant.
Parameter Manson-Haferd

T  Ta
PMH 
log tr  log ta

Parameter ini didasarkan pada observasi empiris ploting


data log tr vs T. garis lurus pada tegangan yang konstan
(pada beberapa nilai tegangan) diasumsikan bermuara
pada satu titik, yaitu (Ta, log ta)
Pengujian
• Mesin Uji Creep ASTM 139-69
Grafik Hasil Uji Creep
CONTOH CREEP CRACK
Aplikasi
• Turbine blade
konstruksi mesin yang
sering terkena Creep
SIFAT FATIK/Uji Fatik
• Istilah fatik berlaku pada logam yang mengalami tegangan
fariabel periodic dengan nilai tertentu(dibawah tegangan luluh)
menghasilkan perubahan pada sifat mekanik

• Contoh Kegagalan fatik poros


motor, baut, pegas, roda gigi, rel
kereta, kawat baja, komponen
mobil, komponen pesawat dll.
FATIK
Periodic about zero stress

Stress

mean stress
asymmetric periodic  m   max 2 min
S  r   max   min  2 a  2S Range of stress
and amplitude
Stress R max
min Stress ratio


Random cycle

Stress
UJI FATIK

Tujuan  Mengetahui karakteristik material yang


berhubungan dengan beban dinamis yaitu
kekuatan fatik atau fatik limit

Kegunaan  Hasil dari pengujian nantinya akan


digunakan dalam perancangan produk,
yaitu sebagai faktor pertimbangan dalam
memilih material yang tepat untuk suatu
rancangan
Uji Fatik/ Fatigue Test  Fatigue Life, Fatigue Strength
• Siklus Tegangan
Defenisi standard pada pengujian fatik adalah :
MACAM DAN METODE PENGUJIAN

Alat Uji Fatik :

1). Single – end


rotating cantilever
testing machine

2). Four – point


loading R.R Moore
testing machine
1. Standard Method Metode Uji Fatik

 Specimen yang tersedia untuk pengujian sedikit


 Hasil  perkiraan kurva S-N Pelaksanaan :
1. Menguji 1 atau 2 specimen
pada beberapa bear
tegangan yang berbeda
2. Mencatat besar teg. Dan
jumlah putaran pada saat
terjadi kegagalan
3. Jika specimen gagal pada
tegangan tertentu, mereka
kadang-kadang berhasil
pad
4. Tegangan yang lebih
tinggi, perhatikan bahwa
kerusakan meningkat
5. Mempengaruhi nilai fatik
limitnya.
6. Memplot data pada kurva
S-N seperti pada gambar
Contoh Pengujian dan hasil uji fatik :
Pembuatan diagram

Ada dua tehnik membuat kurva S-N :


1. Membuat “Mean curve” dari data yang ada . Kurva ini
biasanya merupakan perkiran yang beralasan dengan
probabilitas kebenaran 50%. Bardasarkan kurva ini dan
dan beberapaperkiraan standart deviasi, perkiraan-
perkiraan yg beralasan dpt dibuat utk kurva lainnya
2. Membuat “Conservative Curve” yg berada tepat dibawah
data-data (data yg didpt dari hasil pengujian) kurva ini
tdk menentu dan tidak dapat dihubungakan dgn
probabilitas ketahanan specimen thd fatik
Kelemahan Metode ini :

Keraguan akan hasil yg diperoleh karena ukuran sampel yg


terlalu kecil
Uji Fatik

S-N curve
• Kurva S - N
Kurva S – N diperoleh dengan memplot antara
tegangan (S) dengan jumlah siklus tegangan (N) pada
benda kerja sampai mengalami perpatahan :
• Kurva S - N
Contoh kurva S – N ferrous dan nonferrous :

S = stress amplitude
case for
unsafe Al (typ.)

safe

103 105 107 109


N = Cycles to failure
• Pengaruh m pada fatik
Pada Prinsipnya peningkatan m untuk a tertentu
akan menurunkan N. Pengaruh m pada fatik dapat
dijabarkan dalam hubungan emperis sebagai berikut
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
FATIGUE LIFE

1. Impose a compressive
surface stress(to suppress
cracks from growing)

--Method 1: shot peening --Method 2: carburizing

shot
C-rich gas
put
surface
into
compression
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FATIGUE LIFE
Perlakuan Permukaan yang Mempengaruhi Fatigue Life

Perlakuan permukaan yang Perlakuan permukaan yang


NO meningkatkan umur fatik menurunkan umur fatik

Shoot peening (residual


1 Decarburization
stress)

2 Carburization Electroplating

3 Nitriding Al coating

4 Induction Hardening Zn coating

5 Polishing
2. Remove stress concentrators.

bad better

bad better
TORSI/PUNTIR
Pengujian puntir merupakan jenis pengujian yang lebih spesifik
dibandingkan pengujian-pengujian terdahulu (tarik, kekerasan dan
impak). Walaupun karakteristik mekanis material telah dapat diketahui
dari hasil uji tariknya, pengujian puntir mampu memberikan informasi
penting tambahan mengenai modulus elastisitas dalam arah geser
(shear), kekuatan luluh puntir dan modulus pemuluran (rupture).
Pengujian ini umumnya dilakukan pada material-material yang getas
seperti baja perkakas dan pada komponen-komponen hasil fabrikasi
seperti poros, as roda dan sebagainya (full-scale test).

Benda uji puntir umumnya memiliki penampang lintang silinder, karena


bentuk ini mewakili geometri paling sederhana dalam penghitungan
tegangan yang terjadi pada material. Dalam batas elastis tegangan
geser bervariasi secara linier dari nol di bagian pusat lingkaran hingga
mencapai maksimum pada permukaan terluar benda uji
Gambar :. Pengujian puntir pada benda uji silinder pejal
Kondisi kesetimbangan antara momen pemuntir luar dan momen
reaksi dari material menghasilkan:

r a  a
M T    r dA   r dA
2

r 0 r 0

dengan r2dA adalah momen inersia polar dari benda uji dan biasa
dinotasikan dengan J. Sehingga :
J
MT 
r
MT r

J
dimana  adalah tegangan geser (N/mm2), MT momen puntir (N-mm),
r jarak radial dari pusat (mm) dan J momen inersia polar yang
tergantung geometris benda (mm4).
Untuk benda uji silinder pejal dimana J = pD4/32 maka tegangan
maksimum yang terjadi pada permukaan adalah:
M T D/ 2 16 M T
 max  
D / 32
4
D 3
• sementara benda uji silinder tubular J = p/32(Do4- Di4) dengan Do diameter luar
dan Di diameter dalam, tegangan geser maksimum adalah:

16 M T Do
 max 
 ( Do  Di )
4 4

Besarnya regangan geser g ditentukan oleh sudut puntiran q (dalam satuan radian):

r
  tan   L adalah panjang benda uji
L
Design Layout
FIXED HUB ROTATING HUB

STRAIN GAGE
SPECIMEN

T-SLIDE
CHUCKS

UNIFORM BASE PLATE SPROCKET


SIFAT PUNTIR/UJI PUNTIR

Pada saat pengujian maka pengukuran yang dilakukan adalah


momen puntir MT dan sudut puntir  untuk memperoleh diagram
seperti ditunjukkan oleh gambar berikut:

Gambar . Diagram momen puntir-sudut puntir


Pengujian Torsi
• Sampel torsi ditempatkan di tempat sampel
Gage mounted on
a 45° Angle

Torque Gage
Pengukuran Torsi
 max (kpsi)
σ2 = 
State of Pure Shear 

σ2 σ1

 σ (kpsi)
45°
σ1 =
• A T-slide digunakan untuk mencegah
perkembangan axial dan membantu pelurusan
Torque Calibration
•Sistim pemberta digunakan untuk kalibarsi torsi

Gage
Fabricated Torque Wrench
Complete Assembly
Strain Gauge Leads
Potentiometer Leads

Motor Speed
Control

Power Switches /
LEDs
Torque Calibration
Torque vs Strain Curve
1900
1800
1700
1600
1500
1400
1300
Torque (in-lb)

1200
1100
1000
900
800 Torque vs Strain Calibration Curve
700 Western New England College
600 1215 Wilbraham Road Springfield MA
500 Mechanical Enigneering Laboratory
400 Generated by Robert Short
300 April 11, 2005
200
100
0
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 650 700 750 800 850 900 950 1000 1050 1100 1150 1200 1250 1300 1350 1400 1450 1500 1550 1600

Strain (m icro in/in)

Experimental Theoretical

Anda mungkin juga menyukai