PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
3.1 Kesimpulan
Satu – satunya cacing yang penting dalam ilmu kedokteran dan termasuk dalam super
familia Rhabditoidea familia strongyloididae adalah strongyloides stercoralis dan
strongyloides fuelleborni. Penyakit yang ditimbulikan disebut strongyloidiasis atau cochen
china diarrhea.
Dikenal empat macam siklus hidup cacing strongyloides stercoralis yaitu :
1. Siklus hidup secara langsung
2. Siklus hidup secara tidak langsung
3. External autoreinfection
4. Internal autoreinfection.
Thiabendazole dan mebendazole sering digunakan orang untuk mengobati
strongyloidiasis. Selain kedua jenis obat tersebut WHO juga merekomendasikan pemberian
albendazole.
3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna namun penulis berharap
makalah ini bisa bermanfaat bagi para pembaca. Tidak lupa penulis mengharapkan saran dan
kritik yang sifatnya membangun agar penulisan makalah – makalah kedepannya bisa lebih baik
lagi. Demikian penulis mengucapkan terimakasi.
DAFTAR PUSTAKA
Cacing S. stercoralis dapat menginfeksi manusia melalui kulit oleh larva cacing yang bersifat
sangat infektif. Larva cacing Strongyloides dapat menembus organ tubuh manusia, kemudian
mencapai usus dan bersarang di usus. Setelah mencapai usus, larva cacingStrongyloides akan
bermetamorfosis menjadi cacing dewasa dan bertelur. Telur akan menetas menjadi larva di
saluran pencernaan dan terbawa bersama feses keluar tubuh manusia. Akan tetapi larva cacing
juga dapat menembus kembali lapisan epitel usus dan kulit sekitar anus, yang menyebabkan
infeksi cacing bertambah lama. Siklus hidup larva yang menembus usus ini disebut sebagai
infeksi perpetua atau siklus autoinfeksi.
Gejala Strongiloidiasis
Umumnya strongiloidiasis tidak menimbulkan gejala sama sekali (asimptomatik). Namun, pada
beberapa kasus, penderita infeksi ini mengalami gejala-gejala seperti:
Nyeri perut bagian atas atau sensasi terbakar.
Batuk.
Ruam.
Muntah.
Penyebab Strongiloidiasis
Strongiloidiasis disebabkan oleh cacing genus Strongyloides, yaitu S. stercoralis serta S.
fulleborni. Siklus hidup cacing Strongyloides yang dapat terjadi pada tubuh manusia adalah
sebagai berikut:
Larva cacing berukuran kecil menembus kulit dan masuk melalui aliran darah.
Cacing dapat juga masuk melalui makanan yang tidak dimasak dengan baik yang kemudian
bersarang di usus.
Cacing bergerak melalui aliran darah dan melewati jantung serta paru-paru.
Larva cacing dapat dibuang bersama feses dan menjadi cacing dewasa yang dapat menginfeksi
orang lain.
Larva cacing dapat juga masuk kembali dengan menembus kulit di sekitar anus (autoinfeksi).
Meskipun cacing Strongyloides bersifat parasit, cacing jenis ini juga dapat hidup dan
berkembang biak di tanah tanpa bergantung kepada inang.
Seseorang dapat lebih mudah terkena infeksi strongiloidiasis jika mengalami atau menderita hal-
hal sebagai berikut:
Memiliki sistem imun yang lemah akibat HIV/AIDS atau infeksi lainnya.
Memiliki pekerjaan yang di dalamnya ada risiko kontak dengan kotoran manusia atau tanah yang
terkontaminasi, seperti tanah pertanian atau pertambangan.
Selain itu, pada beberapa studi, diketahui bahwa risiko terkena strongiloidiasis lebih besar pada
seseorang yang juga terkena infeksi virus Human T-Cell LymphotropicVirus-1 (HTLV-1). Pada
orang dengan infeksi HTLV-1, akan lebih mudah terkena strongiloidiasis berat jika terjadi
infeksi cacing Strongyloides.
Diagnosis Strongiloidiasis
Untuk memastikan apakah seseorang terkena infeksi cacing Strongyloides atau tidak dapat
dilakukan langkah-langkah berikut ini:
Aspirasi duodenal. Metode ini dilakukan dengan mengambil cairan dari duodenum, kemudian
dianalisis di laboratorium untuk mendeteksi keberadaan cacingStrongyloides.
Tes cairan tubuh. Cairan tubuh seperti ingus, ludah, dan cairan paru-paru dapat diambil untuk
mendeteksi keberadaan larva cacing terutama Strongyloides stercoralis.
Tes Darah. Tes darah untuk menghitung kadar sel darah putih, terutama eosinofil, dapat
dilakukan pada pasien yang diduga mengalami strongiloidiasis. Pada infeksi strongiloidiasis akut
dan kronis, akan terjadi peningkatan jumlah eosinofil. Peningkatan eosinofil dapat terjadi sekitar
10-80 persen pada infeksi strongiloidiasis akut. Sedangkan pada penderita strongiloidiasis kronis,
peningkatan eosinofil hanya terjadi sewaktu-waktu (intermittent). Pemeriksaan kultur darah
sangat dianjurkan bagi penderita strongiloidiasis, karena biasanya juga terdapat koinfeksi dengan
bakteri coli,Klebsiella, dan bakteri enterik lain.
Tes antigen. Tes antigen yang diambil dari darah dapat menunjukkan terjadinya infeksi
cacing Strongyloides pada pasien. Akan tetapi, metode tes antigen tidak dapat membedakan
infeksi yang sedang terjadi saat ini atau yang pernah terjadi sebelumnya.
Studi sampel feses. Larva cacing Strongyloides akan ikut terbawa bersama feses keluar dari
tubuh manusia. Feses dari penderita strongiloidiasis dapat diuji dengan menggunakan mikroskop
untuk mengamati keberadaan larva cacing stercoralis dan telur cacing S. fulleborni. Untuk
memperoleh hasil pengamatan sampel feses yang akurat, diperlukan setidaknya tiga kali
pemeriksaan dengan menggunakan tiga sampel feses yang diambil pada waktu berbeda. Hal
tersebut bertujuan agar hasil studi feses lebih akurat karena cacing Strongyloides hanya bertelur
pada waktu tertentu saja.
Kultur sampel feses. Tujuan dari metode diagnosis ini adalah untuk mendeteksi keberadaan
cacing dengan membiakkan larva atau telur dari feses pada medium khusus untuk cacing.
Cacing Strongyloides dapat bermetagenesis menjadi cacing yang hidup bebas dan dapat
dibiakkan di kultur.
Pengobatan Strongiloidiasis
Tujuan pengobatan strongiloidiasis yang paling utama adalah menghilangkan cacing di dalam
tubuh tanpa menimbulkan komplikasi dan kematian penderita. Penderita strongiloidiasis harus
segera diobati sedini mungkin pada penderita yang terduga mengalaminya, meskipun tidak
menimbulkan gejala.
Perlu diingat bahwa cacing genus Strongyloides merupakan salah satu golongan cacing yang
paling sulit dibasmi. Penderita strongiloidiasias harus diisolasi dari kontak dengan orang lain
agar memperkecil kemungkinan penularan melalui ludah, feses, cairan tubuh dan muntahan.
Penderita juga harus diobati dengan baik untuk mencegah autoinfeksi akibat strongiloidiasis atau
infeksi sekunder akibat patogen lain.
Beberapa jenis obat yang dapat digunakan untuk mengobati penderita strongiloidiasis adalah
sebagai berikut:
Pneumonia eosinofilik. Komplikasi ini dapat terjadi sebagai respons tubuh yang memproduksi
eosinofil dalam jumlah tinggi untuk membasmi cacing. Pneumonia eosinofilik dapat terjadi jika
cacing memasuki paru-paru, sehingga eosinofilik di paru-paru akan meningkat dan menyebabkan
pembengkakan organ tersebut.
Malnutrisi. Cacing Strongyloides yang tinggal di dalam usus dapat menyebabkan usus tidak
dapat menyerap nutrisi dengan baik. Hal ini dapat menyebabkan penderita kekurangan gizi
akibat penyerapan makanan yang terganggu.
Strongiloidiasis terdiseminasi. Komplikasi ini terjadi jika cacing Strongyloidestersebar ke
berbagai organ dalam tubuh saat sistem imun terganggu akibat imunosupresan atau infeksi virus.
Strongiloidiasis terdiseminasi dapat terjadi pada saat cacing berganti siklus hidup (metagenesis)
yang menyebabkan cacing masuk ke dalam usus dan memasuki aliran darah kembali. Gejala
strongiloidiasis terdiseminasi adalah nyeri dan pembengkakan abdomen, syok, komplikasi saraf
dan paru-paru, serta bakteremia atau sepsis.
https://www.alodokter.com/strongiloidiasis
trongyloides stercoralis. Organisme memiliki 2 habitat, yaitu sebagai parasit di dalam tubuh
manusia, dan dapat hidup bebas di alam bebas (Free living)
Transmisi
Jika larva filariform penetrasi melalui kulit yang tidak tertutup / dilindungi, bentuk penularan
mirip dengan cacing tambang (Hookworm), Bentuk infektif : Larva filariform
*dapat terjadi autoinfection dengan 2 cara ;
a. External autoinfection : Dimana filariform tidak dikeluarkan dari feses dan menginvasi ulang
daerah usus / kulit di daerah peri anal (cutaneous larva migrans)
b. Internal autoinfection : Dimana cacing menetap di usus dan melakukan invasi serta
memproduksi progeni baru lagi
Siklus hidup :
http://anakfk.weebly.com/strongyloidiasis.html