Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENGAWETAN MAKANAN

PENGAWETAN PISANG
MENGGUNAKAN METODE PENGERINGAN ALAMI

Disusun guna memenuhi


tugas mata kuliah pengawetan makanan

Dosen Pengampu:
1. Sulistyawati
2. Loekmonohadi

Disusun Oleh:
Nama : Rizqi Aisah
NIM : 5401409102
Jur/Prodi : TJP, S1/Tata Boga

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2011
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pangan secara umum bersifat mudah rusak (perishable), karena kadar air
yang terkandung di dalamnya sebagai faktor utama penyebab kerusakan pangan itu
sendiri. Semakin tinggi kadar air suatu pangan, akan semakin besar kemungkinan
kerusakannya baik sebagai akibat aktivitas biologis internal (metabolisme) maupun
masuknya mikroba perusak. kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan apakah
makanan tersebut masih pantas di konsumsi, secara tepat sulit di laksanakan karena
melibatkan factor-faktor nonteknik, sosial ekonomi, dan budaya suatu bangsa.
Idealnya, makanan tersebut harus: bebas polusi pada setiap tahap produksi dan
penanganan makanan, bebas dari perubahan-perubahan kimia dan fisik, bebas
mikroba dan parasit yang dapat menyebabkan penyakit atau pembusukan
(Winarno,1993).
Buah-buahan merupakan bahan pangan sumber vitamin. Selain buahnya
yang dimakan dalam bentuk segar, daunnya juga dapat dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan.
Warna buah cepat sekali berubah oleh pengaruh fisika misalnya sinar
matahari dan pemotongan, serta pengaruh biologis (jamur) sehingga mudah menjadi
busuk. Oleh karena itu pengolahan buah untuk memperpanjang masa simpannya
sangat penting. Buah dapat diolah menjadi berbagai bentuk minuman seperti anggur,
sari buah dan sirup juga makanan lain seperti manisan, dodol, keripik, dan sale.
Dalam hal ini penyusun akan membuat sale pisang untuk memperpanjang masa
simpan pisang dengan menggunakan metode pengeringan.
B. Tujuan
1. Mahasiswa mampu mengaplikasikan teori pengawetan bahan makanan
menggunakan teknik pengeringan
2. Mahasiswa dapat membuat sale pisang dengan teknik pengeringan
3. Mahasiswa dapat mengemas bahan makanan kering dengan benar dan higienis

C. Manfaat
1. Mengetahui metode pengawetan bahan makanan dengan cara dikeringkan
2. Mengetahui cara mengawetkan bahan makanan dengan teknik pengeringan
3. Mengetahui pengemasan yang baik dan higienis
4. Mendapakan banyak pengalaman yang dapat dimanfaatkan dikemudian hari.

BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengeringan
Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan
sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung
melalui penggunaan energi panas. Biasanya, kandungan air bahan tersebut di kurangi
sampai batas sehingga mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi di dalamya.
Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dan volume bahan
menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan
pengepakan, berat bahan juga menjadi berkurang sehingga memudahkan transpor,
dengan demikian di harapkan biaya produksi menjadi lebih murah. Kecuali itu,
banyak bahan-bahan yang hanya dapat di pakai apabila telah di keringkan, misalnya
tembakau, kopi, the, dan biji-bijian. Di samping keuntungan-keuntunganya,
pengeringan juga mempunyai beberapa kerugian yaitu karena sifat asal bahan yang di
keringkan dapat berubah, misalnya bentuknya, misalnya bentuknya, sifat-sifat fisik
dan kimianya, penurunan mutu dan sebagainya. Kerugian yang lainya juga
disebabkan beberapa bahan kering perlu pekerjaan tambahan sebelum di pakai,
misalnya harus di basahkan kembali (rehidratasi) sebelum di gunakan. Agar
pengeringan dapat berlangsung, harus di berikan energi panas pada bahan yang di
keringkan, dan di perlukan aliran udara untuk mengalirkan uap air yang terbentuk
keluar dari daerah pengeringan. Penyedotan uap air ini daoat juga di lakukan secara
vakum. Pengeringan dapat berlangsung dengan baik jika pemanasan terjadi pada
setiap tempat dari bahan tersebut, dan uap air yang di ambil berasal dari semua
permukaan bahan tersebut. Factor-faktor yang mempengaruhi pengeringan terutama
adalah luas permukaan benda, suhu pengeringan, aliran udara, tekanan uap di udara,
dan waktu pengeringan.
Pengeringan makanan memiliki dua tujuan utama. Tujuan pertama adalah
sebagai sarana pengawetan makanan. Mikroorganisme yang mengakibatkan
kerusakan makanan tidak dapat berkembang dan bertahan hidup pada lingkungan
dengan kadar air yang rendah. Selain itu, banyak enzim yang mengakibatkan
perubahan kimia pada makanan tidak dapat berfungsi tanpa kehadiran air (Sumber :
Geankoplis, 1993). Tujuan kedua adalah untuk meminimalkan biaya distribusi bahan
makanan karena makanan yang telah dikeringkan akan memiliki berat yang lebih
rendah dan ukuran yang lebih kecil.
Dalam beberapa kasus, air dihilangkan secara mekanik dari material padat
dengan cara di-press, sentrifugasi dan lain sebagainya. Cara ini lebih murah
dibandingkan pengeringan dengan menggunakan panas. Kandungan air dari bahan
yang sudah dikeringkan bervariasi bergantung dari produk yang ingin dihasilkan.
Garam kering mengandung 0.5% air, batu bara mengandung 4% air dan produk
makanan mengandung sekitar 5% air. Biasanya pengeringan merupakan proses akhir
sebelum pengemasan dan membuat beberapa benda lebih mudah untuk ditangani.
2. Klasifikasi Pengeringan
Ditinjau dari pergerakan bahan padatnya, pengeringan dapat dibagi menjadi
dua, yaitu pengeringan batch dan pengeringan kontinyu. Pengeringan batch adalah
pengeringan dimana bahan yang dikeringakan dimasukan ke dalam alat pengering
dan didiamkan selama waktu yang ditentukan. Pengeringan kontinyu adalah
pengeringan dimana bahan basah masuk secara sinambung dan bahan kering keluar
secara sinambung dari alat pengering.
Berdasarkan kondisi fisik yang digunakan untuk memberikan panas pada
sistem dan memindahkan uap air, proses pengeringan dapat dibagi menjadi tiga,
yaitu: (Sumber: Geankoplis, 1993)
a. Pengeringan kontak langsung
b. Menggunakan udara panas sebagai medium pengering pada tekanan atmosferik.
Pada proses ini uap yang terbentuk terbawa oleh udara.
c. Pengeringan vakum
d. Menggunakan logam sebagai medium pengontak panas atau menggunakan efek
radiasi. Pada proses ini penguapan air berlangsung lebih cepat pada tekanan
rendah.
e. Pengeringan beku
f. Pengeringan yang melibatkan proses sublimasi air dari suatu material beku.
3. Mekanisme Pengeringan
Ketika benda basah dikeringkan secara termal, ada dua proses yang
berlangsung secara simultan, yaitu :
a. Perpindahan energi dari lingkungan untuk menguapkan air yang terdapat di
permukaan benda padat
Perpindahan energi dari lingkungan ini dapat berlangsung secara konduksi,
konveksi , radiasi, atau kombinasi dari ketiganya. Proses ini dipengaruhi oleh
temperatur, kelembapan, laju dan arah aliran udara, bentuk fisik padatan, luas
permukaan kontak dengan udara dan tekanan. Proses ini merupakan proses penting
selama tahap awal pengeringan ketika air tidak terikat dihilangkan. Penguapan yang
terjadi pada permukaan padatan dikendalikan oleh peristiwa difusi uap dari
permukaan padatan ke lingkungan melalui lapisan film tipis udara.
b. Perpindahan massa air yang terdapat di dalam benda ke permukaan
Ketika terjadi penguapan pada permukaan padatan, terjadi perbedaan temperatur
sehingga air mengalir dari bagian dalam benda padat menuju ke permukaan
benda padat. Struktur benda padat tersebut akan menentukan mekanisme aliran
internal air.
Beberapa mekanisme aliran internal air yang dapat berlangsung :
a. Diffusi
Pergerakan ini terjadi bila equilibrium moisture content berada di bawah titik
jenuh atmosferik dan padatan dengan cairan di dalam sistem bersifat mutually
soluble.
Contoh: pengeringan tepung, kertas, kayu, tekstil dan sebagainya.
b. Capillary flow
Cairan bergerak mengikuti gaya gravitasi dan kapilaritas. Pergerakan ini terjadi
bila equilibrium moisture content berada di atas titik jenuh atmosferik.
Contoh: pada pengeringan tanah, pasir, dll.
Benda padat basah yang diletakkan dalam aliran gas kontinyu akan
kehilangan kandungan air sampai suatu saat tekanan uap air di dalam padatan sama
dengan tekanan parsial uap air dalam gas. Keadaan ini disebut equilibrium dan
kandungan air yang berada dalam padatan disebut equilibrium moisture content. Pada
kesetimbangan, penghilangan air tidak akan terjadi lagi kecuali apabila material
diletakkan pada lingkungan (gas) dengan relative humidity yang lebih rendah
(tekanan parsial uap air yang lebih rendah).

4. Faktor-faktor yang mampengaruhi pengeringan


a. Faktor yang berhubungan dengan udara pengering
Yang termasuk golongan ini adalah:
1). Suhu: Makin tinggi suhu udara maka pengeringan akan semakin cepat
2). Kecepatan aliran udara pengering: Semakin cepat udara maka pengeringan akan
semakin cepat
3). Kelembaban udara: Makin lembab udara, proses pengeringan akan semakin
lambat
4). Arah aliran udara: Makin kecil sudut arah udara terhadap posisi bahan,
maka bahan semakin cepat kering
b. Faktor yang berhubungan dengan sifat bahan
Yang termasuk golongan ini adalah:
1). Ukuran bahan: Makin kecil ukuran benda, pengeringan akan makin cepat
2). Kadar air: Makin sedikit air yang dikandung, pengeringan akan makin cepat.

Lama proses pengeringan tergantung dari bahan yang dikeringkan dan cara
pemanasannya. Jika suatu benda padat mongering, maka berlangsunglah 2 proses
yaitu:
a. Pemindahan panas untuk menguapkan cairan – cairan yang terdapat pada benda
padat tersebut.
b. Pemindahan masa, yaitu dalam bentuk air bahan atau dalam bentuk uap.
Pemindahan massa terjadi dalam bentuk sebagai cairan atau uapdari dalam benda
padat, dan sebagai uap dari benda padat tersebut.

4. Keuntungan Pengeringan
Pengawetan dengan metode pengeringan mempunyai keuntungan berikut :
1). Bahan – bahan yang dikeringkan dapat disimpan lebih lama dan praktis dalam
penyimpanan, karena sebagian besar air ( sekitar 90 – 99%) hilang sewaktu
pengeringan.
2). Pengangkutan menjadi lebih ringan, sehingga secara langsung akan mengirit
ognkos angkut, karena dengan biaya yang sama, bahan yang dapat diangkut
lebih banyak.
3). Biaya untuk investais modal yang diperlukan untuk fasilitas pengeringan
relative lebih kecil bila dibandingkan dengan cara lain.
4). Tidak memerlukan cara – cara sterilisasi khusus
5). Bahan – bahan yang telah dikeringkan, tidak memerlukan persyaratan yang
berarti dalam penyimpanannya
6). Pemakaian bahan kering lebih praktis

5. Prinsip Pengeringan
Mikroorganisme membutuhkan air untuk pertumbuhan dan
perkembangbiakannya. Jika kadar air pangan dikurangi, pertumbuhan
mikroorganisme akan diperlambat. Dehidrasi akan menurunkan tingkat aktivitas air
(water activity (aw) yaitu jumlah air yang dapat digunakan oleh mikroorganisme
untuk pertumbuhan dan perkembangbiakannya), berat dan volume pangan. Prinsip
utama dari dehidrasi adalah penurunan kadar air untuk mencegah aktivitas
mikroorganisme. Pada banyak produk, seperti sayuran, terlebih dahulu dilakukan
proses pengecilan ukuran (misalnya diiris) sebelum dikeringkan. Pengecilan ukuran
akan meningkatkan luas permukaan bahan sehingga akan mempercepat proses
pengeluaran air. Sebelum dikeringkan, bahan pangan sebaiknya diblansir untuk
menginaktifkan enzim yang dapat menyebabkan perubahan warna pangan menjadi
coklat. Pengeringan dengan cara penjemuran dibawah sinar matahari merupakan
suatu metode pengeringan tertua. Proses penguapan air berjalan lambat, sehingga
pengeringan dengan cara penjemuran hanya dilakukan didaerah yang iklimnya panas
dan kering. Bahan yang dijemur mudah terkontaminasi melalui polusi dan binatang
seperti tikus dan lalat. Metode pengeringan lainnya telah dikembangkan oleh industri
pangan, dan biasanya cocok untuk digunakan pada produk pangan tertentu.
Contohnya adalah pengeringan semprot dan pengeringan dengan menggunakan
pengering model terowongan. Pengeringan semprot (spray drying) cocok digunakan
untuk pengeringan bahan pangan cair seperti susu dan kopi (dikeringkan dalam
bentuk larutan ekstrak kopi). Cairan yang akan dikeringkan dilewatkan pada suatu
nozzle (semacam saringan bertekanan) sehingga keluar dalam bentuk butiran
(droplet) cairan yang sangat halus. Butiran ini selanjutnya masuk kedalam ruang
pengering yang dilewati oleh aliran udara panas. Evaporasi air akan berlangsung
dalam hitungan detik, meninggalkan bagian padatan produk dalam bentuk tepung.
Pada pengeringan menggunakan pengering model terowongan (tunnel drying), udara
panas dihembuskan melewati produk didalam ruang pengering yang berbentuk
terowongan. Contoh produk yang dikeringkan dengan cara ini adalah potongan
sayuran kering.(oleh: anin Pengarang : Elvira Syamsir)

B. Pisang
Buah pisang (Musa sp) merupakan salah satu buah yang banyak digemari
orang. Umumnya buah pisang dikonsumsi sehabis makan. Sebagai buah meja pisang
dijadikan hidangan pencuci mulut. Kandungan kalium yang cukup banyak terdapat
dalam buah ini mampu menurunkan tekanan darah, menjaga kesehatan jantung, dan
memperlancar pengiriman oksigen ke otak. Selain itu, kandungan Vitamin A yang
tinggi dapat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap ISPA, kulit bersisik, dan
kebutaan. Manfaat lain, pisang bisa menjadi pengganti makanan pokok, sehingga
mengurangi ketergantungan rakyat Indonesia terhadap beras.
Pisang mempunyai kandungan gizi sangat baik, antara lain menyediakan
energi cukup tinggi dibandingkan dengan buah-buahan lain. Pisang kaya mineral
seperti kalium, magnesium, fosfor, besi, dan kalsium. Pisang juga mengandung
vitamin, yaitu C, B kompleks, B6, dan serotonin yang aktif sebagai neurotransmitter
dalam kelancaran fungsi otak.
Secara umum, kandungan gizi yang terdapat dalam setiap buah pisang
matang adalah sebagai berikut: kalori : 99 kalori, protein : 1,2 gram, lemak : 0,2
gram, karbohidrat : 25,8 miligram (mg), serat : 0,7 gram, kalsium : 8 mg, fosfor : 28
mg, besi : 0,5 mg, vitamin A : 44 RE, Vitamin B : 0,08 mg, Vitamin C : 3 mg dan air :
72 gram.
Kandungan buah pisang sangat banyak, terdiri dari mineral, vitamin,
karbohidrat, serat, protein, lemak, dan lain-lain, sehingga apabila orang hanya
mengonsumsi buah pisang saja, sudah tercukupi secara minimal gizinya. Kandungan
energi pisang merupakan energi instan, yang mudah tersedia dalam waktu singkat,
sehingga bermanfaat dalam menyediakan kebutuhan kalori sesaat. Nilai energi pisang
sekitar 136 kalori untuk setiap 100 gram, yang secara keseluruhan berasal dari
karbohidrat. Karbohidrat pisang merupakan karbohidrat kompleks tingkat sedang dan
tersedia secara bertahap, sehingga dapat menyediakan energi dalam waktu tidak
terlalu cepat. Karbohidrat pisang merupakan cadangan energi yang sangat baik
digunakan dan dapat secara cepat tersedia bagi tubuh.

C. Sale Pisang
Sale pisang adalah makanan hasil olahan dari buah pisang yang disisir tipis
kemudian dijemur. Tujuan penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air buah
pisang sehingga pisang sale lebih tahan lama. Pisang sale ini bisa langsung dimakan
atau digoreng dengan tepung terlebih dahulu.
Sale pisang merupakan produk pisang yang dibuat dengan proses
pengeringan dan pengasapan. Sale dikenal mempunyai rasa dan aroma yang khas.
Sifat-sifat penting yang sangat menentukan mutu sale pisang adalah warna,
rasa, bau, kekenyalan, dan ketahanan simpannya. Sifat tersebut banyak dipengaruhi
oleh cara pengolahan, pengepakan, serta penyimpanan produknya. Sale yang dibuat
selama ini sering kali mutunya kurang baik terutama bila dibuat pada waktu musim
hujan. Bila dibuat pada musim hujan perlu dikeringkan dengan pengeringan buatan
(dengan sistem tungju).
Komposisi gizi pisang sale sangat bervariasi, tergantung pada jenis pisang
yang digunakan, tingkat kematangan, serta cara pengolahan dan pengemasan.
Rendahnya kadar air akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme,
sehingga akan memperpanjang daya awet sale.
Sebagaimana halnya dengan buah pisang segar, kandungan gizi utama pada
sale adalah karbohidrat. Di dalam tubuh, karbohidrat merupakan sumber energi utama
untuk aktivitas sehari-hari.
Kandungan lemak umumnya rendah, kecuali pada pisang sale yang
digoreng. Rendahnya kadar lemak pada pisang sale sangat menguntungkan karena
produk menjadi lebih awet dan terbebas dari rasa tengik akibat oksidasi lemak.
Sumbangan gizi lain yang menonjol dari pisang sale adalah mineral
(terutama kalsium, fosfor, dan zat besi) serta vitamin (terutama A, B, dan C).
Menurunnya kadar air pada sale akibat proses pengeringan menyebabkan mineral
menjadi semakin terkonsentrasi, sehingga jumlahnya per satuan berat yang sama
menjadi jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pisang segarnya.

BAB III
METODOLOGI

A. Metode Penentuan Bahan


Bahan yang digunakan dalam pembuatan sale pisang penyusun memilih
menggunakan pisang raja dan kepok. pisang yang digunakan dipilih 2 jenis pisang
yang berbeda untuk membandingkan hasil yang akan didapat. Pisang kepok dipilih
yang agak mentah untuk membuat sale pisang dengan bentuk kipas. Pisang raja yang
akan digunakan dipilih yang sudah matang dan tidak memar atau penyok. Tanda-
tanda yang dapat dilihat untuk memilih pisang yang sudah matang di antaranya
pisang berwarna kuning, ujung bawah pisang membulat dan tidak terlihat sudut pada
sisi pisang.

B. Metode Penentuan Alat


Alat yang digunakan dalam proses pengeringan ini adalah :
1. Alat pemotong, menggunakan pisau stainless steel
2. Talenan
3. Daun pisang

C. Metode Penentuan Praktek


Prosedur Praktek :
1. Tentukan jenis pisang yang akan dibuat sale.
2. Pilih pisang yang matang alami dari pohonnya bukan yang matang dengan cara
buatan dan yang bagus fisiknya.
3. Bersihkan.
4. Kupas pisang dan kerok sedikit bagian luarnya.
5. Bentuk pisang diantaranya pisang utuh belah menjadi dua letakkan pada daun
pisang satu tengkurap dan satu tidak, pisang utuh yang tidak dikerok dan pisang
yang dibentuk kipas.
6. Jemur menggunakan alas daun pisang.
7. Keringkan dibawah sinar matahari.
8. Amati kondisi perubahannya.
9. Masukkan sale pisang dalam kemasan plastic dan sealer

D. Metode Pengumpulan data


Pengumpulan data dilakukan dengan Observasi. Metode observasi adalah
suatu cara pengumpulan data dengan memberikan perhatian khusus pada suatu obyek
yang sedang diteliti.

E. Metode Analisa Data


Analisa data dilakukan ddengan menggunakan metode deskriptif. Metode
deskriptif adalah cara analisa data dengan menjabarkan obyek yang diteliti secara
detail.
Pengamatan data dilakukan mulai dari tekstur, perubahan warna serta
kerusakan fisik. Fungsi dari pengamatan sendiri adalah agar dapat mengetahui
perubahan apa saja yang terjadi dalam proses pembuatan sale pisang tersebut.

BAB IV
ANALISIS dan PEMBAHASAN

A. Hasil
a. Table Pengamatan

hasil produk sale pisang


pisang
warna tekstur rasa aroma
1. pisang raja
1. tanpa
Terdapat bercak Agak lembek manis Aroma sedap
dikerok
keputihan, tidak dari sale belum
terlalu coklat terlalu tajam
2. dikerok Coklat lembek manis tercium bau sale
mengkilap
2. pisang kepok putih keras Tidak manis Tidak tercium
bentuk kipas manis sale

b. Data pengamatan produk

Umur Indicator adanya kerusakan


pisang
/hari warna tekstur Bau / aroma jamur
1 Raja coklat Lembek sedap belum
agak keras
Kepok Putih pucat keras biasa bleum
2 Raja coklat Lembek sedap belum
agak keras
Kepok Putih pucat keras biasa belum
3 Raja Coklat tedapat Mulai Sedikit menyengat Sudah muncul
bintik – bintik lembek
putih berair

Kepok Putih keras biasa belum


4 Raja Permukaannya Lembek menyengat banyak
berubah berair
menjadi putih
Kepok Terdapat bintik keras Agak menyengat sedikit
putih di
permukaan

5 Kepok Putih akibat keras Agak menyengat Agak banyak


jamur
6 kepok Putih banyak Agak Agak meyengat banyak
jamur lembek
7 kepok Putih ada bintik Agak menyengat banyak
hitam lembek
8 kepok Banyak bintik lembek menyengat banyak
hitam

B. Analisis
Dalam kegiatan praktek pengawetan pembuatan sale pisang kali ini
praktikan menggunakan 2 jenis pisang yaitu pisang raja dan pisang kepok. Hasil yang
didapat antara pisang raja dan pisang kepok berbeda. Sale yang dibuat dari pisang,
warna pisang tidak berubah bahkan cenderung pucat dan teksturnya menjadi keras.
Pada pisang raja yang sebelumnya sudah disisir tipis dagingnya menghasilkan produk
sale yang cukup baik bila dibandingkan dengan pisang raja yang tidak disisir terlebih.
Pisang yang sebelumnya tidak disisir permukaannya lebih kering, berwarna agak
keputih-putihan dan teksturnya agak keras, sedangkan pisang yang sebelumnya sudah
disisir tipis-tipis warnanya coklat mengkilap dan teksturnya lebih empuk.

C. Pembahasan
Pisang kepok tidak bisa digunakan sebagai bahan untuk membuat sale
pisang karena teksturnya cenderung lebih keras dibandingkan dengan pisang yang
lain meskipun pisang kepok tersebut sudah matang. Pisang raja yang menghasilkan
sale yang sedikit keras dapat disebabkan beberapa hal, antara lain terkena air pada
saat penjemuran dan juga karena pisang kurang matang. Dilihat dari pelaksanaan
praktek, produk sale pisang yang sedikit keras lebih dikarenakan kekurang telitian
pemilihan bahan dengan menggunakan pisang yang kurang matang.
Untuk pisang yang sebelumnya tidak disisir, sale pisangnya tidak dapat
berwarna coklat mengkilap dikarenakan pori-pori pisang tertutup sehingga madu
pisang tidak bisa keluar, sedangkan madu itulah yang menghasilkan warna coklat
mengkilap pada sale pisang.
BAB V
SIMPULAN dan SARAN

A. Simpulan
Praktikan dapat mengaplikasikan teori dan melaksanakan praktek pengawetan
dengan baik, meskipun masih terdapat beberapa kekurangan.
Pisang kepok kurang cocok untuk digunakan sebagai bahan untuk membuat
sale pisang karena teksturnya yang cenderung lebih keras dibandingkan jenis pisang
yang lain meskipun sudah matang. Untuk menghasilkan sale pisang yang baik,
lapisan luar daging pisang harus disisir tipis-tipis terlebih dahulu agar pori-porinya
terbuka sehingga cairan madu pada pisang yang dapat menghasilkan warna coklat
mengkilap dapat keluar. Sale hanya dapat bertahan selama 4 hari yang dikarenakan
proses penjemuran dan pinyimpanan yang salah sehingga mempengaruhi hasil
produk.
B. Saran
Sebelum membuat sale pisang, pemilihan pisang sebagai bahan untuk
membuat sale harus sangat diperhatikan. Pisang harus memiliki kualitas yang baik,
yang secara kasat mata dapat digunakan sebagai acuan adalah buahnya tidak memar
dan penyok. Pisang yang akan digunakan juga harus benar-benar matang.

DAFTAR PUSTAKA

Hudaya,saripah,dkk. 1980. Dasar-Dasar Pengawetan. Depertemen Pendidikan dan


Kebudayaan: Jakarta
http://id.wikipedia.org
http://khasiatbuah.com
http://musjiharsalam.wordpress.com

Anda mungkin juga menyukai